JURNAL

4
1. Carilah 2 buah evidence based terkait dengan thalasemia! Disini kami mencantumkan jurnal berkaitan dengan penatalaksanaan (pencegahan dan terapi) pada gangguan yang terjadi pada pasien terdiagnosis talasemia. Adapun jurnal keperawatan yang kami dapat, diantaranya: A. Effect of Coping Strategies Training On Its Use by Thalassemia Major Adolescents: A Randomized Controlled Clinical Trial (Fatemeh Hashemi, 2015) Talasemia adalah penyakit kelainan darah bawaan (kronis) yang ditandai dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin dengan berbagai manifestasi klinis dan berdampak pada psikologis pasien. Variasi gejala bisa dimulai dari sindrom anemia, perubahan bentuk fisik trabekulasi tulang hingga gambaran mongoloid, dan risiko perdarahan karena trombositopenia. Pasien talasemia memerlukan transfuse darah secara teratur dan rutin serta konsumsi obat kelasi besi. Insiden talasemia pada satu orang keluarga akan berpengaruh terhadap krisis psikologis anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, penatalaksanaan tidak hanya berfokus pada penyakit, melainkan juga pada psikologis pasien dengan peningkatan manajemen koping pasien, terutama untuk mencegah sikap pasrah pasien dan keluarga dalam menangani penyakit. Dalam jurnal, adapun intervensi untuk meningkatkan koping diberikan terlebih dahulu melalui pengkajian mengenai pengetahuan pasien tentang komplikasi dan penanganan penyakit, emosi dan control diri, serta

description

mh

Transcript of JURNAL

1. Carilah 2 buah evidence based terkait dengan thalasemia!

Disini kami mencantumkan jurnal berkaitan dengan penatalaksanaan (pencegahan dan terapi) pada gangguan yang terjadi pada pasien terdiagnosis talasemia. Adapun jurnal keperawatan yang kami dapat, diantaranya:A. Effect of Coping Strategies Training On Its Use by Thalassemia Major Adolescents: A Randomized Controlled Clinical Trial (Fatemeh Hashemi, 2015)Talasemia adalah penyakit kelainan darah bawaan (kronis) yang ditandai dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin dengan berbagai manifestasi klinis dan berdampak pada psikologis pasien. Variasi gejala bisa dimulai dari sindrom anemia, perubahan bentuk fisik trabekulasi tulang hingga gambaran mongoloid, dan risiko perdarahan karena trombositopenia. Pasien talasemia memerlukan transfuse darah secara teratur dan rutin serta konsumsi obat kelasi besi. Insiden talasemia pada satu orang keluarga akan berpengaruh terhadap krisis psikologis anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, penatalaksanaan tidak hanya berfokus pada penyakit, melainkan juga pada psikologis pasien dengan peningkatan manajemen koping pasien, terutama untuk mencegah sikap pasrah pasien dan keluarga dalam menangani penyakit.Dalam jurnal, adapun intervensi untuk meningkatkan koping diberikan terlebih dahulu melalui pengkajian mengenai pengetahuan pasien tentang komplikasi dan penanganan penyakit, emosi dan control diri, serta stressor pasien. Selanjutnya, dilakukan training untuk meningkatkan koping pasien dengan metode lecture serta tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti dan seorang psikologis. Terakhir, tingkat koping pasien dinilai dengan menggunakan kuesioner Jalowice. Hasil yang didapat adalah adanya peningkatan skala koping pasien, sehingga menurut kami manajemen koping patut diperhitungkan untuk dapat menjadi salah satu penatalaksanaan keperawatan (berkaitan dengan peran perawat sebagai konselor dan educator) dalam masalah keperawatan Gangguan Citra Tubuh pasien.B. Screening for Thalassemia and Other Hemoglobinopathies in a Tertiary Care Hospital of West Bengal: Implications for Population Screening (Bhawna Bhutoria Jain, 2012)Talasemia merupakan penyakit keturunan, apabila kedua orang tua penderita trait (minor) maka dalam kehamilan ada kemungkinan 25% memiliki anak dengan darah yang normal, 50% kemungkinan penderita thalasemia trait dan 25% kemungkinan thalasemia mayor (Cooleys Anemia Foundation, 2011). Talasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada penderita sehat namun dapat mewariskan gen thalasemia pada keturunan selanjutnya. Berdasarkan hal tersebut, kami membahas jurnal berkaitan dengan skrining untuk konseling genetic thalasemia. Hal tersebut sesuai dengan tindakan preventif yang dianjurkan oleh WHO (1994) dalam pengendalian thalasemia dan hemoglobinopati pada negara-negara berkembang. Tindakan tersebut berupa konseling genetic pranikah dan prenatal diagnosis. Skrining ditujukan untuk pasangan pranikah terutama pada populasi yang berprevalensi tinggi (>5%) untuk memeriksakan diri apakah populasi mengemban sifat genetic tersebut atau tidak. Konseling genetic juga ditujukan kepada populasi yang memiliki kerabat dekat penderita thalasemia. Pada jurnal terdapat 2 kelompok yang dilakukan skrining yaitu kelompok 1.) pada kelompok yang sangat berisiko (individu dengan riwayat keluarga hemoglobinopati, dan karier); 2.) pada kelompok tanpa gejala maupun risiko thalasemia (siswa, premarital, antenatal, dan prekonsepsi). Pada kelompok 1 ditemukan lebih dari 50% sampel dengan gen resesif thalasemia, sedangkan pada kelompok 2 ditemukan kurang lebih 10% pasien dengan gen resesif thalasemia. Dari hasil yang didapat, sampel antenatal dengan fetus yang positif terhadap gen thalasemia dianjurkan untuk dilakukan melakukan terminalisasi terhadap kehamilan (aborsi). Berdasarkan hal tersebut, kami berpendapat bahwa sebagai perawat yang memiliki peran educator wajib untuk memberikan edukasi kepada populasi berisiko maupun tidak berisiko untuk melakukan skrining agar dapat mencegah keturunan yang menderita thalasemia, berkaitan dengan penatalaksanaan seumur hidup yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga yang besar kemungkinannya berdampak pada psikologi keluarga. Adapun masalah keperawatan yang dapat teratasi melalui edukasi untuk melaksanakan skrining adalah Defisiensi Pengetahuan bagi keluarga dengan salah satu anggotanya mengalami thalasemia maupun tanpa riwayat thalasemia.