juridng

download juridng

of 3

description

sss

Transcript of juridng

Part 3. Karsinoma duktus salivariusKarsinoma kelenjar air liur meliputi 2% dari seluruh neoplasma kelenjar air liur. Setelah Kleinsasser dkk. (1968) memperkenalkan neoplasma ini, perlahan mulai dikenal dan sering disebut sebagai adenokarsinoma. Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dewasa (rasio pria: wanita = 4:1). Kebanyakan pasien memiliki gejala gangguan pada persarafan wajah, dan lebih dari sepertiga dengan pembesaran kelenjar getah bening leher. Dengan majunya teknik diagnostik, fokus utama saat ini adalah deteksi HER2/neu dan potensi terapi trastuzumab yang menguntungkan untuk tumor stadium tinggi ini.Histologi, pewarnaan khusus, dan imunohistokimia. Secara makroskopis, tumor tipe ini berwarna abu-abu sampai putih, lembut pada perabaan, dan memiliki penampilan infiltratif dengan tepi tidak teratur. Secara histologis, tumor ini memiliki gambaran serupa dengan karsinoma in situ stadium tinggi dan karsinoma duktal mammae invasif yang dicirikan infiltratif dan memiliki struktur perforatif dengan formasi jembatan Roman, seperti sarang dan tubular, dan nekrosis bintik kehitaman. Sel epitel menunjukkan gambaran yang tidak normal dengan banyak sitoplasma ukuran sedang dan pembesaran nukleus hiperkromatik dan pleomorfik. Desmoplasia stromal terlihat mencolok. Biasanya muncul emboli limfovaskular yang berlebihan dan invasi perineural.Beberapa varian morfologi karsinoma duktus salivarius, termasuk kaya akan musin, mikropapiler, dan memiliki varian sarkoma telah disebutkan sebelumnya. Karsinoma duktus salivarius dengan mikropapiler dan memiliki varian sarkoma memiliki prognosis lebih buruk. Kasus jarang karsinoma in situ dengan gambaran inti sel stadium tinggi dijelaskan lebih rinci. Walaupun demikian, penting bahwa spesimen ini diperiksa secara ekstensif untuk fokus invasif dini sebelum diagnosis ditegakkan. Penilaian menyeluruh mengenai jaringan dan imunohistokimia untuk mengkonfirmasi sel mioepitel mungkin diperlukan. Telah disebutkan juga terdapat proliferasi sel epitel intraduktus perforatif dengan gambaran sel stadium rendah hingga gambaran sel lunak hingga karsinoma duktus in-situ stadium rendah. Tumor ini secara beragam disebut sebagai kistaadenokarsinoma perforatif stadium rendah atau yang dulu disebut karsinoma duktus salivarius stadium rendah, dan terdapat perdebatan literatur yang berkaitan dengan hubungan tumor ini dengan karsinoma duktus salivarius sebagaimana terminologi yang tepat untuk tumor ini. Brandwein-Gensler dkk. mengajukan istilah yang lebih tepat yaitu karsinoma duktus salivarius stadium rendah dangn prognosis yang lebih baik dibandingkan karsinoma duktus salivarius konvensional stadium tinggi. Diagnosis. Preoperatif. FNA. FNA preoperatif menggambarkan sel epitel ganas dengan atau tanpa nekrosis, stroma, atau musin. Dapat terlihat sel padat, pada bentuk tiga dimensi dengan gambaran perforatif, trabekular, tubular, atau pola mikropapiler atau sel ganas yang tidak menyatu satu sama lain. Diferensiasi skuamoid dapat muncul. Neoplasma dengan stadium tinggi, diferensiasi buruk, diferensial diagnosis yang luas dapat dipertimbangkan, dan imunoreaktifitas pansitokreatinin, seperti AE1/AE3 atau CK7 penting untuk menegakkan diagnosis karsinoma dengan diferensiasi buruk.Setelah diagnosis karsinoma berdiferensiasi buruk ditegakkan, diagnosis banding utamanya termasuk tumor kelenjar salivarius primer stadium tinggi seperti karsinoma duktus salivarius dan metastasisnya; jadi penggalian riwayat, pemeriksaan sistemik dan korelasinya dengan pemeriksaan radiologi penting.Diagnosis postoperatif histologik akhir. Pada potongan spesimen, perhatian pada karsinoma duktus salivarius dan variannya penting untuk diagnosis berdasarkan gambaran morfologisnya. Imunohistokimia berguna untuk mengekslusi metastasis. Bagaimanapun, penting untuk menyadari bahwa imunoprofil karsinoma duktus salivarius secara signifikan tumpang tindih dengan kanker prostat dan mammae. AE1/AE3, atau CK7 sebagai tambahan pansitokeratin, hampir pada 90% karsinoma duktus salivarius menunjukkan imunoreaktivitas dengan reseptor androgen, dan sekitar 60% mengalami imunostaining dengan antigen spesifik prostat. Sekitar 30% hingga 100% karsinoma duktus salivarius dilaporkan memiliki imunoreaktivitas membran (3+) dengan HER2/neu dan menunjukkan replikasi tinggi pada studi FISH.Tatalaksana dan prognosis. Adanya kesulitan penegakkan preoperatif diagnosis karsinoma duktus salivarius pada spesimen FNA, menunjukkan diagnosis preoperatif hanya dapat ditegakkan pada lesi parotis atau submandibular. Walaupun demikian pada kasus yang melibatkan kelenjar saliva sublingual atau minor, biopsi diperlukan untuk penegakkan diagnosis pasti sehingga dapat direncanakan reseksi radikal.Metastasis KGB leher terdapat pada 65% kasus; karena itu operasi leher direkomendasi untuk semua pasien dimana dapat ditegakkan diagnosis pasti. Walaupun pasien yang selamat dan menerima radioterapi jangka panjang, keefekifan terhadap tumor agresif telah dievaluasi hanya dalam beberapa studi.Perkembangan terapeutik terakhir berupa penggunaan agen kemoterapeutik yang menyangkut sisi biologi molekular. Terapi androgen dilaporkan telah menunjukkan perbaikan klinis dan paliatif pada pasien, termasuk dengan metastasis sistemik. Beberapa laporan kasus melaporkan adanya hasil yang baik dengan penggunaan trastuzumab dengan paclitaxel dan carboplatin pada pasien HER2/neu. Limaye dkk. menggambarkan respon dan kelangsungan hidup jangka panjang pada 13 pasien dengan trastuzumab, termasuk 5 di antaranya dengan metastasis. Follow-up lebih dari 2 tahun, 5 dari 8 pasien menunjukkan tidak ada bukti penyakit ini dan semua 5 pasien dengan metastasis berespon terhadap pengobatan, (median durasi - 18 bulan), dengan 1 pasien mencapai sembuh sempurna dalam 52 bulan. Genotipe dan deteksi perubahan gen seperti mutasi BRAF dan PIK3CA, mungkin dapat mengarahkan pada pengobatan di masa depan. Karena itu, diagnosis akurat dan tes prediktif tambahan memainkan peran penting pada tatalaksana keganasan ini.