Juknis HIV: Pedoman PTRM

110
- 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan penggunaan Napza melalui penggunaan Napza suntik menjadi salah satu media penularan utama HIV di Indonesia sejak 1999. Berdasarkan Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS Nasional Kementerian Kesehatan pada awal 2010, cara penularan kasus AIDS kumulatif melalui penggunaan Napza suntik mencapai 39,2%. Populasi penasun mengalami peningkatan sejak 1999, hingga estimasi tahun 2009 diperkirakan mencapai 219,000 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cara penularan kasus AIDS kumulatif nasional menyebutkan 40,7% adalah Penasun. Data laporan triwulan Dirjen P2PL sampai Maret 2010 menunjukkan bahwa provinsi dengan prevalensi penasun tertinggi pada tahun 2003-2007 adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Banten, dan DI Yogyakarta. Oleh karena itu program pengurangan dampak buruk (harm reduction) atas penggunaan Napza suntik mutlak diperlukan. Salah satu kegiatan pendekatan ini adalah terapi rumatan bagi penasun dengan memberikan metadon dalam sediaan cair, yang dikenal dengan nama Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Pola penggunaan metadon dengan cara diminum dimana metadon dimetabolisme dengan sangat baik pada organ pencernaan-, memberi peluang besar untuk menekan penggunaan Napza suntik, yang pada akhirnya dapat membantu meminimalisasi penularan HIV pada populasi penasun. Penelitian atas pelaksanaan uji coba PTRM pada tahun 2003 2005 menunjukkan bahwa pasien yang berumur di atas 20 tahun merupakan kelompok terbanyak yang mampu bertahan baik dalam terapi rumatan metadon. Pasien yang putus terapi atau drop-out berkisar antara 40% hingga 50%, dikarenakan berbagai alasan, diantaranya dosis yang kurang, hambatan mengakses program setiap hari, dan ketidakyakinan akan efektivitas program. Alasan lainnya adalah adanya perbedaan persepsi antara petugas dan pasien dalam masalah dosis bawa pulang (Take Home Dose/THD) dan adanya ketidakkonsistenan dalam menerapkan aturan-aturan klinik. Untuk itu disusun Pedoman Nasional PTRM Edisi 2010 yang merupakan penyempurnaan dan penambahan

Transcript of Juknis HIV: Pedoman PTRM

Page 1: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 1 -

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Gangguan penggunaan Napza melalui penggunaan Napza suntik menjadi salah satu media penularan utama HIV di Indonesia sejak 1999. Berdasarkan Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS Nasional Kementerian Kesehatan pada awal 2010, cara penularan kasus AIDS kumulatif melalui penggunaan Napza suntik mencapai 39,2%. Populasi penasun mengalami peningkatan sejak 1999, hingga estimasi tahun 2009 diperkirakan mencapai 219,000 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cara penularan kasus AIDS kumulatif nasional menyebutkan 40,7% adalah Penasun. Data laporan triwulan Dirjen P2PL sampai Maret 2010 menunjukkan bahwa provinsi dengan prevalensi penasun tertinggi pada tahun 2003-2007 adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Banten, dan DI Yogyakarta.

Oleh karena itu program pengurangan dampak buruk (harm reduction) atas penggunaan Napza suntik mutlak diperlukan. Salah satu kegiatan pendekatan ini adalah terapi rumatan bagi penasun dengan memberikan metadon dalam sediaan cair, yang dikenal dengan nama Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Pola penggunaan metadon dengan cara diminum –dimana metadon dimetabolisme dengan sangat baik pada organ pencernaan-, memberi peluang besar untuk menekan penggunaan Napza suntik, yang pada akhirnya dapat membantu meminimalisasi penularan HIV pada populasi penasun.

Penelitian atas pelaksanaan uji coba PTRM pada tahun 2003 – 2005 menunjukkan bahwa pasien yang berumur di atas 20 tahun merupakan kelompok terbanyak yang mampu bertahan baik dalam terapi rumatan

metadon. Pasien yang putus terapi atau drop-out berkisar antara 40% hingga 50%, dikarenakan berbagai alasan, diantaranya dosis yang kurang, hambatan mengakses program setiap hari, dan ketidakyakinan akan efektivitas program. Alasan lainnya adalah adanya perbedaan persepsi antara petugas dan pasien dalam masalah dosis bawa pulang (Take Home Dose/THD) dan adanya ketidakkonsistenan dalam menerapkan aturan-aturan klinik. Untuk itu disusun Pedoman Nasional PTRM Edisi 2010 yang merupakan penyempurnaan dan penambahan

Page 2: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 2 -

atas edisi 2006. Beberapa aturan merupakan hal yang baru pada pedoman ini, sebagai tanggapan atas perkembangan situasi dan kondisi klinik PTRM pada saat ini.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam pedoman ini meliputi metadon dan aspek-aspek yang terkait, penyelenggaraan PTRM, protokol terapi, penatalaksanaan PTRM pada populasi khusus, pembiayaan, pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan (monitoring dan evaluasi).

C. Kebijakan Umum

Kebijakan umum dalam pelaksanaan dan pengembangan akses layanan PTRM mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, dimana acuan implementasi layanan yang meliputi teknis medis dan manajemen rutin diatur dengan mengikuti urain kebijakan sebagai berikut:

1) Kebijakan masalah terapi rehabilitasi ketergantungan Napza, yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

2) Kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS, yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

3) Kebijakan kemandirian/partisipasi Pemerintah Daerah, dengan berdasarkan pemahaman bahwa PTRM adalah terapi jangka panjang yang membutuhkan jaminan atas kesinambungan program. Maka dipandang perlu peran serta segenap pihak, tidak saja dari pemerintah pusat melainkan juga dari pemerintah daerah selaku penanggungjawab kesehatan masyarakat di daerahnya dalam hal

perencanaan dan pembiayaan PTRM, yang meliputi :

a. Perencanaan kebutuhan Metadon HCl

b. Pengadaan Metadon HCl dan logistik terkait

c. Penyediaan sarana dan pra-sarana klinik PTRM

Page 3: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 3 -

4) Kebijakan pengembangan akses layanan melalui pembukaan klinik PTRM baru diatur dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut:

a. Estimasi prevalensi HIV dan AIDS di kalangan kelompok kunci

Penasun di daerah terkait

b. Tersedianya komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah setempat untuk menjamin keberlangsungan layanan PTRM di wilayahnya

c. Ketersediaan buffer stock Metadon HCl di tingkat nasional.

Page 4: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 4 -

BAB II

METADON DAN ASPEK-ASPEK YANG TERKAIT

A. Definisi Metadon:

Metadon adalah sejenis sintetik opioid yang menyebabkan pasien akan mengalami ketergantungan fisik. Jika ia berhenti mengkonsumsi metadon secara tiba-tiba, ia akan mengalami gejala putus zat.

B. Efektifitas Metadon

Metadon mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforian karena bekerja pada reseptor opioid mu (µ), mirip dengan agonis opioid mu (µ) yang lain misalnya morfin. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat dan secara oral diserap dengan baik. Metadon juga dapat dikonsumsi melalui parenteral dan rektal, meski cara yang terakhir tidak lazim. Efek metadon secara kualitatif mirip dengan efek morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai analgetik, sedatif, depresi pernapasan, dan euforia. Efek lainnya adalah menurunkan tekanan darah, konstriksi pupil, dan efek pada saluran cerna yaitu memperlambat pengosongan lambung karena mengurangi motilitas, meningkatkan tonus sfingter pilorik, dan meningkatkan tonus sfingter Oddi yang berakibat spasme saluran empedu.

Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual muntah, konstipasi, mulut kering, berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin.

Bioavailibilitas metadon oral tidak memperlihatkan perubahan yang berarti

pada orang yang distabilisasi dengan metadon, atau yang sudah menggunakannya secara kronis.

Metadon dipecah di hati melalui sistem enzim sitokrom P450. Sekitar 10% metadon yang dikonsumsi secara oral akan diekskresi utuh. Sisanya akan dimetabolisme dan metabolit inaktifnya dibuang melalui urin dan tinja. Metadon juga dibuang melalui keringat dan liur.

Page 5: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 5 -

Onset efek metadon terjadi sekitar 30 menit setelah obat diminum. Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam setelah metadon diminum. Rerata waktu paruh metadon adalah 24 jam. Metadon mencapai kadar tetap dalam tubuh setelah penggunaan 3-10 hari. Setelah stabilisasi dicapai, variasi konsentrasi metadon dalam darah tidak terlalu besar dan supresi gejala putus obat lebih mudah dicapai.

Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh. Metadon dapat diketemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain seperti ginjal, limpa, hati, serta paru.

Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada dalam darah. Ikatan tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon. Kriteria diagnostik untuk ketergantungan zat dan intoksikasi opioida mengacu pada kriteria yang ada di ICD-X.

C. Farmakologi Heroin

Heroin tergolong opioida semisintetik, dibuat dari morfin yang terdapat dalam getah tanaman candu melalui perubahan kimiawi sederhana. Heroin lebih mudah larut dalam lemak, sehingga lebih cepat menembus sawar darah-otak (Blood Brain Barrier) dibanding morfin. Heroin mengalami proses biotransformasi di hati untuk berubah kembali menjadi morfin. Pengaruh heroin dan morfin adalah sama, hanya saja heroin mempunyai kekuatan 3 kali morfin dan mulai bekerja lebih cepat. Absorbsi pada penggunaan oral berlangsung lambat. Metabolisme heroin terutama terjadi di hepar dan di ekskresi melalui air seni dan empedu. Lebih dari 90% ekskresi terjadi dalam 24 jam pertama, walaupun metabolitnya dapat dideteksi dalam air seni sampai 48 jam atau lebih.

Toleransi tubuh terhadap heroin terjadi dengan cepat, namun terdapat

beberapa perbedaan reaksi antara masing-masing organ tubuh. Sebagai contoh, heroin memiliki toleransi tinggi terhadap depresi pernafasan, efek analgetik, sedasi, dan muntah dibandingkan toleransi terhadap miosis dan konstipasi. Selain itu juga terdapat toleransi silang antara heroin dan opioida lain.

Potensi heroin untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis sangat kuat. Heroin yang beredar di pasar gelap tidak dalam bentuk murni, melainkan dicampur dengan tepung, gula, kina, kakao, atau bahkan tawas.

Page 6: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 6 -

Heroin juga berpotensi menimbulkan reaksi toksik sampai overdosis, gejala klinis dapat meliputi: 1. Depresi pernafasan. 2. Bibir biru dan pucat atau tubuh membiru. 3. Pupil pin-point atau dilatasi bila pasien koma. 4. Bila heroin disedot melalui hidung, mukosa hidung tampak hiperemis. 5. Adanya bekas suntikan baru. 6. Edema paru. 7. Jantung aritmia dan atau kejang. 8. Koma atau mati (akibat depresi pernafasan, edema otak atau paru).

D. Kriteria Diagnostik Gangguan Penggunaan Opioid

1. Kriteria Diagnostik untuk Ketergantungan Zat (ICD-X)

Definisi ketergantungan zat adalah suatu pola penggunaan zat yang menyebabkan hendaya (disfungsi) yang jelas secara klinis atau tertekan. Diagnosa atas terjadinya ketergantungan zat diperlihatkan oleh adanya 3 (atau lebih) kriteria di bawah ini, yang terjadi kapan saja selama periode 12 bulan yang sama:

a. Toleransi, seperti yang dipastikan dengan adanya salah satu tersebut di bawah ini:

1) Kebutuhan akan penambahan dosis yang mencolok agar diperoleh keadaan intoksikasi atau efek yang diinginkan.

2) Berkurangnya efek secara mencolok akibat penggunaan dengan dosis yang sama.

b. Gejala putus zat, yang dipastikan dengan adanya salah satu yang tersebut di bawah ini:

1) Sindrom putus zat yang khas untuk zat tersebut (rujuk ke kriteria A dan B dari kriteria untuk putus zat yang khas untuk zat tertentu)

2) Zat yang sama (atau yang sangat berkaitan) harus digunakan untuk menyembuhkan atau menghindari gejala putus zat

c. Zat sering digunakan jauh lebih banyak atau lebih lama dibanding yang dimaksudkan.

Page 7: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 7 -

1) Adanya keinginan yang menetap atau usaha yang tak berhasil untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaannya.

2) Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari zat

(misalnya berobat pada banyak dokter atau mengendarai mobil jarak jauh), menggunakan zat (misalnya terus menerus merokok), atau pulih dari pengaruh zat tersebut

3) Berkurang atau berhentinya kegiatan kegiatan sosial, pekerjaan atau rekreasi akibat menggunakan zat

4) Penggunaan zat berlanjut meskipun mengetahui adanya masalah jasmani atau psikologis yang disebabkan karena penggunaan zat (misalnya tetap menggunakan kokain walaupun mengalami depresi atau terus minum minuman beralkohol walaupun mengetahui bahwa tukak lambung bertambah parah akibat mengkonsumsi alkohol.

2. Kriteria Diagnostik Intoksikasi Opioid (ICD X)

a. Baru saja mengkonsumsi opioid (termasuk heroin).

b. Perilaku maladaptif yang secara klinis mencolok atau adanya perubahan psikologis (misalnya euforia pada permulaan diikuti dengan apatis, disforia, agitatif atau retardasi psikomotor, hendaya dalam daya penilaian, fungsi sosial atau pekerjaan, yang berkembang atau segera sesudah mengkonsumsi opioid).

c. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil disebabkan karena anoksia akibat overdosis yang berat) dan satu (atau lebih) dari gejala berikut, yang terjadi tidak lama sesudah mengkonsumsi opioid :

1) Kesadaran menurun atau koma.

2) Cadel

3) Hendaya (disfungsi) pada perhatian atau daya ingat.

d. Gejala tersebut tidak disebabkan karena kondisi medik umum dan bukan disebabkan karena gangguan jiwa lain.

3. Kriteria Diagnostik Putus Opioida (ICD X)

a. Salah satu dari yang tersebut di bawah ini :

1) berhenti atau mengurangi penggunaan opioida yang berat dan lama (beberapa minggu atau lebih)

Page 8: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 8 -

2) pemberian suatu antagonis opioida sesudah periode penggunaan opioid

b. Tiga atau lebih dari yang tersebut di bawah ini, terjadi dalam

hitungan menit sampai beberapa hari sesudah kriteria A :

1) perasaan disforik

2) mual atau muntah

3) nyeri otot

4) lakrimasi atau rinore

5) pupil melebar, piloereksi, atau berkeringat

6) diare

7) menguap berkali-kali

8) demam

9) insomnia

c. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis menyebabkan tekanan batin yang jelas atau hendaya (disfungsi) dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

d. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan karena kondisi medik umum dan tidak disebabkan karena gangguan jiwa lain.

E. HIV, Virus Hepatitis, Tuberkulosis, dan Toksoplasmosis

Para IDU cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan dan/atau kulit yang tidak dibersihkan. Akibatnya mereka sangat mudah mendapat infeksi oportunistik seperti infeksi tulang dan sendi, endokarditis, sepsis, infeksi jaringan lunak, dan tetanus. Hepatitis (B, C, D), HIV, dan malaria dapat menular bila terjadi saling pinjam meminjam peralatan suntik, atau terjadi inokulasi langsung darah orang lain yang terinfeksi. Infeksi lainnya adalah tuberkulosis yang ditularkan melalui udara pernafasan. Gonore, HBV, HIV, dan sifilis dapat berjangkit melalui hubungan seksual yang tak terlindung. Pneumonia karena berbagai etiologi juga sangat sering terjadi di kalangan penyalahguna heroin.

Page 9: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 9 -

1. HIV

Holmberg (1996) memperkirakan secara kasar bahwa separuh dari infeksi HIV/AIDS terdapat pada penasun. Di kalangan pengguna

heroin makin banyak dilaporkan angka kejadian infeksi HIV pada laki-laki dan perempuan yang menggunakan zat untuk bersenang-senang selain melalui suntikan. Diperkirakan hal tersebut disebabkan karena infeksi melalui kontak seksual. Sero-surveilance pada penasun yang memperlihatkan hasil positif HIV dan datang berobat di RSKO sebanyak lebih dari 50% dan 59,49% untuk yang berobat di RS Sanglah Bali (Juni 2005).

2. Virus Hepatitis

Virus hepatitis menyebabkan inflamasi dan kerusakan atau kematian sel-sel hati. Penasun mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi beberapa jenis virus hepatitis. Pada suatu penelitian terhadap 389 penasun di California, 41% positif dengan antibodi HAV, 73% untuk HBV, 94% untuk HCV, dan 10% untuk HDV (1995). Sero-surveilence terhadap penasun yang berobat ke RSKO, hasilnya 70% HCV positif. Di Klinik PTRM RS Sanglah Bali 95,45% pasien menderita Hepatitis C, dan 9,68 Hepatitis B (Laporan Juni 2005).

Hepatitis B adalah virus DNA dari golongan hepadnavirus yang terdapat dalam titer yang tinggi dalam darah dan eksudat (misalnya lesi di kulit) orang yang terinfeksi akut maupun kronis. Dalam jumlah yang moderat HBV terdapat pada air liur, semen, dan cairan vagina. 3 cara transmisi yang penting adalah melalui darah, aktivitas seksual, dan ibu-anak. Masa inkubasinya 2 minggu sampai 6 bulan.

Virus Hepatitis C adalah virus RNA dari golongan flavivirus, terdapat dalam titer rendah pada darah orang yang terinfeksi dan dapat terdeteksi dalam cairan tubuh lain tetapi tidak konsisten. Transmisi

yang utama HCV adalah melalui darah, ibu-anak, sedangkan penularan secara seksual jarang. Masa inkubasinya berkisar 6 sampai 7 minggu, dengan rentang waktu 2 minggu sampai 6 bulan.

3. Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global. Sebanyak 40% kasus tuberkulosis dunia berada di Asia Tenggara dengan kasus terbanyak (95%) berada di India, Indonesia, Bangladesh, Thailand, dan Myanmar. Di Asia Tenggara lebih dari 95% kasus tuberkulosis

Page 10: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 10 -

merupakan penyakit infeksi pembunuh utama pada umur 5 tahun ke atas.

Jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia berada di urutan ketiga

setelah India dan Cina, dengan lebih dari 500.000 kasus baru dan 20.000 kematian per tahun. Menurut survei Kementerian Kesehatan tahun 2003, jumlah kasus HIV/AIDS yang disertai tuberkulosis di Bali sebanyak 24%, 32% di Jawa Timur dan 10% di DKI.

4. Toksoplasmosis

a. Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii

b. Infeksi pada manusia ditularkan langsung atau melalui makanan daging yang terkena parasit

c. Gejala klinis yang nampak pada awalnya seperti penyakit flu biasa, namun pada pasien dengan HIV dimana faktor kekebalan tubuh sangat rendah (stadium AIDS), dapat menunjukkan gejala klinis berat bahkan berakibat fatal. Penyakit tersebut dapat menyebabkan inflamasi di otak (encephalitis), penyakit neurologik, dapat mengenai jantung, liver, dan mata.

d. Diagnosis didapat dari pemeriksaan laboratorium darah yang menunjukkan adanya antibodi toxoplasma.

e. Terapi selama 4 – 6 minggu: f. Pyrimethamine dengan Trisulfapyrimidines, atau g. Sulfadiazine h. Pasien yang mendapat terapi pengobatan toxoplasma dapat terus

minum metadon karena tidak memperlihatkan interaksi obat yang berarti dengan metadon

i. Petugas PTRM perlu memperhatikan pasien PTRM dengan infeksi HIV/AIDS yang mengeluhkan sakit kepala, gangguan penglihatan, strabismus, muntah-muntah yang merupakan kemungkinan

pasien terinfeksi toxoplasmosis.

Page 11: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 11 -

F. Komponen dalam Program Terapi Rumatan Metadon

Komponen dalam program terapi metadon adalah sebagai berikut :

1. Pemberian metadon sesuai protokol terapi

2. Konseling, meliputi: konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat, kelompok, dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di rumah sakit penyelenggara metadon. Pasien dapat mengikuti konseling tersebut jika dianggap perlu oleh tim.

Konseling dapat dirancang untuk mencakup : a. isu hukum b. ketrampilan hidup c. mengatasi stres d. mengidentifikasi dan mengobati gangguan mental lain yang

terdapat bersama e. isu tentang penyalahgunaan-fisik, seksual, emosional. f. menjadi orangtua dan konseling keluarga g. pendidikan tentang pengurangan dampak buruk h. berhenti menyalahgunakan narkoba atau psikotropika dan

pencegahan kambuh i. perubahan perilaku berisiko dan pemeriksaan HIV/AIDS j. isu tentang perjalanan lanjut penggunaan metadon, dan aspek

yang terkait dengannya k. pemberi layanan konseling harus seorang konselor yang terlatih.

3. Pertemuan keluarga (PKMRS = penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit).

4. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program).

Page 12: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 12 -

Gambar 1. Komponen dalam program terapi metadon

PASIEN DATANG

Rujukan/sendiri

Evaluasi fisik, mental, sosial

Konseling Adiksi

Konseling Metadon

Konseling Keluarga PENAPISAN

TERAPI METADON

KONSELING HIV - HCV

TES HIV

TERAPI IO + ART

Dukungan Sebaya/Keluarga

Evaluasi simtom + pem lab

Konseling lanjut sesuai

perjalanan penyakit

ADHERENCE

stabilisasi

Page 13: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 13 -

BAB III

PENYELENGGARA PTRM

Pembukaan klinik PTRM di berbagai daerah merupakan respon aktif dari Pemerintah Daerah yang memerlukan layanan terapi rumatan metadon untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Sejak 2006, daerah dengan estimasi jumlah populasi Penasun dan prevalensi AIDS yang tinggi seperti DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat secara bertahap sudah membuka layanan terkait baik di strata Rumah Sakit Pengampu maupun Satelit PTRM. Pertimbangan membuka layanan klinik di beberapa tempat dalam satu daerah dilakukan untuk mempermudah akses, sebab salah satu alasan putus obat (drop out) adalah sulitnya mengakses layanan.

Persiapan membuka klinik PTRM melibatkan banyak pihak lintas sektoral. Mulai dari penilaian kebutuhan layanan, penentuan sarana kesehatan pelaksana layanan, persiapan SDM, pemenuhan sarana dan pra sarana klinik, penyiapan perangkat literatur kebijakan sebagai landasan hukum, aktivasi, dan pengawasan. Setiap tahap, utamanya pada proses persiapan tidak hanya ditentukan oleh sektor kesehatan seperti Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan tetapi juga oleh pihak lain dengan masing-masing peran. Akibatnya, seringkali ditemukan kendala yang seolah-olah menghambat proses aktivasi layanan PTRM.

Pelaksanaan PTRM dipenuhi secara komprehensif dengan mempertimbangkan strategi kemandirian daerah yang mampu menjamin keberlanjutan layanan. Semua langkah yang diperlukan untuk mendirikan klinik PTRM sesuai standar minimal, sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan meliputi garis besar petunjuk sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Unit PTRM:

a. Prosedur Pengajuan Pendirian Unit PTRM

b. Prosedur Pembukaan Unit Baru PTRM

c. Prosedur Penutupan Unit PTRM

2. Prosedur Pelaporan Pelaksanaan PTRM

3. Prosedur Penyelenggaraan Supervisi oleh Rumah Sakit Pengampu

4. Prosedur Pengajuan Persediaan Logistik Metadon:

Page 14: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 14 -

a. Pengajuan pembelian secara mandiri

b. Pemberian metadon oleh donor

5. Prosedur Penetapan Manajemen Klinik Unit PTRM dan Teknis Medis

A. Ketetapan Menteri Kesehatan tentang PTRM

Keputusan Menteri Kesehatan dikeluarkan dengan ketentuan:

1. Penerbitan SK dilakukan secara umum untuk penetapan Rumah Sakit Pengampu sesuai evidens epidemiologi HIV/AIDS terkait kelompok risti Penasun

2. Penerbitan SK Menkes mengacu pada surat persetujuan aktivasi klinik PTRM yang dikeluarkan lebih dulu oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan

B. Prosedur Penetapan Rumah Sakit Pengampu PTRM

1. Kriteria Rumah Sakit yang dapat ditetapkan sebagai Pengampu

a. Rumah Sakit merupakan rujukan layanan Odha di wilayah setempat

b. Berpengalaman dalam memberikan pelayanan terapi rumatan metadon minimal 1 tahun sebelum membuka klinik satelit lain

c. Memiliki pengalaman dalam penanganan pasien adiksi Napza

d. Mengampu klinik-klinik satelit yang berada dalam satu propinsi maksimal 8 klinik

e. Memiliki tim PTRM terlatih: khususnya dalam terapi rumatan metadon dan umumnya dalam adiksi Napza

2. Tatalaksana penetapan

a. Penunjukkan Rumah Sakit sebagai Pengampu PTRM dilakukan oleh Menteri Kesehatan c.q Dirjen Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan sesuai telaah kebutuhan dan kemampuan bersama Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Propinsi setempat

Page 15: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 15 -

b. Penerbitan SK Penetapan Pengampu PTRM dikeluarkan paling lambat pada bulan April setiap tahun

c. Kementerian Kesehatan dan Dinkes Propinsi perlu melakukan

pembinaan melalui bimbingan teknis, orientasi pedoman, dan pemantapan keterampilan melalui clinical mentoring sebelum serta selama Rumah Sakit menjalankan tugas sebagai Pengampu

d. Setelah penetapan maksimal satu tahun harus mulai melaksanakan tugas sebagai Pengampu PTRM

e. Apabila dalam 1 tahun tugas Pengampuan belum dilaksanakan karena berbagai hal, maka pembinaan atas kemampuan dan keterampilan Rumah Sakit perlu ditingkatkan

f. Dalam satu propinsi apabila tidak terdapat Rumah Sakit yang memenuhi kriteria sebagai Pengampu, maka fungsi pengampuan akan dilaksanakan oleh Pengampu yang terdekat dengan propinsi setempat

g. Apabila Rumah Sakit Pengampu sesudah dievaluasi tidak memenuhi kriteria sebagai Pengampu, maka status pengampuan dapat dialihkan

h. Apabila dalam propinsi tersebut belum terdapat satu unit PTRM maka Kementerian Kesehatan tidak perlu menetapkan Rumah Sakit Pengampu

3. Penanggung-Jawab Kegiatan

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

C. Prosedur Pengajuan Pendirian Unit PTRM

1. Kriteria tempat layanan yang dapat mengajukan unit PTRM:

a. Berbasis rumah sakit/puskesmas/lapas/rutan

b. Untuk rumah sakit/puskesmas: memiliki tenaga kesehatan minimal dokter, perawat, dan apoteker

c. Untuk lapas/rutan: memiliki tenaga kesehatan minimal dokter, perawat

d. Memiliki ruang yang memadai untuk layanan PTRM:

Page 16: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 16 -

1) Ruang dispensing (pelayanan metadon)

2) Ruang penyimpanan dengan lemari penyimpanan obat narkotika khusus sesuai dengan ketentuan yang berlaku

3) Ruang konseling/periksa

4) Ruang tunggu

e. Pengalaman melayani pasien napza

f. Lokasi Puskesmas/ Rumah Sakit/Lapas/Rutan merupakan daerah kantong pengguna heroin suntik berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh lembaga penelitian/LSM/komunitas

g. Lokasi Puskesmas/Rumah Sakit tidak berdekatan dengan layanan PTRM yang sudah ada (waktu tempuh minimal 15 menit untuk kota-kota besar dan 30 menit untuk daerah)

h. Lokasi Puskesmas/Rumah Sakit tidak berdekatan dengan sarana pendidikan (radius minimum 500 meter)

2. Penanggung jawab

Daerah: Dinas Kesehatan setempat

Pusat: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan

Khusus Lapas/Rutan : Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM

3. Sumber daya manusia yang dibutuhkan

Jumlah staf unit PTRM minimal 1 tim terlatih (2 dokter, 2 perawat, 1 apoteker/asisten) untuk maksimal 100 (seratus) orang pasien

4. Prosedur untuk Rumah Sakit/Puskesmas

a. Didukung oleh komitmen pemerintah setempat, dibuktikan dengan surat kesanggupan Pemda tentang disediakannya sarana dan prasarana layanan, serta kesanggupan melanjutkan layanan-termasuk penyediaan metadon–guna menjaga kesinambungan layanan

b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat permohonan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, untuk kemudian

Page 17: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 17 -

dilakukan telaah kelayakan pembukaan PTRM oleh Dinas Kesehatan Propinsi

c. Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengajukan surat

permohonan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina P Kesehatan Jiwa dengan lampiran surat kesanggupan Pemda setempat

d. Surat permohonan ditelaah bersama dengan Subpokja Penguranagan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat permohonan di Direktorat Bina Kesehatan Jiwa

e. Aktivitas sebelum aktivasi:

1) Visitasi asesmen oleh Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan setempat dan Rumah Sakit Pengampu untuk melihat kesiapan sarana/prasarana dan ketersediaan anggaran untuk keberlangsungan program.

2) Pelatihan bagi tim

3) Pelaporan dan penetapan Puskesmas/Rumah Sakit yang bersangkutan sebagai unit PTRM melalui Keputusan Menteri Kesehatan

f. Aktivasi dilakukan setelah memenuhi standar prosedur aktivasi unit PTRM

g. Dirjen Bina Upaya Kesehatan menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Rumah Sakit Pengampu, dan Ditwas Napza Badan POM

5. Prosedur untuk Lapas/Rutan

a. Kepala Lapas/Kepala Rutan mengajukan surat permohonan kepada Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi untuk mendapatkan persetujuan atas telaah kelayakan membuka layanan PTRM, selanjutnya

b. Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Pronvinsi untuk mendapatkan persetujuan atas telaah kelayakan membuka layanan PTRM,

Page 18: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 18 -

c. Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi tentang pembukaan layanan PTRM di satelit Lapas/Rutan wilayah setempat

d. Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia mengajukan permohonan aktivasi klinik PTRM beserta semua rencana kebutuhan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan, dengan dilampirkan surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Propinsi

e. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan cq.Direktorat Bina Khusus Narkotika Kementerian Hukum dan HAM mengajukan permintaan aktivasi layanan PTRM di Lapas/Rutan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq. Direktur Bina Kesehatan Jiwa.

f. Aktivitas sebelum aktivasi:

1) Visitasi penilaian oleh Kementerian Hukum dan HAM beserta Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Kanwil Hukham Propinsi setempat dan Rumah Sakit Pengampu untuk melihat kesiapan sarana/prasarana dan ketersediaan anggaran untuk keberlangsungan program

2) Pelatihan bagi tim PTRM

3) Pelaporan dan penetapan Lapas/Rutan sebagai unit PTRM melalui Keputusan Menteri Kesehatan

g. Aktivasi dilakukan setelah memenuhi standar prosedur aktivasi unit PTRM

h. Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan menerbitkan Surat Persetujuan Aktivasi yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan RS Pengampu, Ditwas

Napza Badan POM, dan khusus untuk Satelit Lapas/Rutan ditembuskan kepada Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM

Page 19: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 19 -

6. Alur Pengajuan Pendirian Klinik PTRM

7. Alur Pengajuan Pendirian Klinik PTRM Satelit LP/Rutan

Ka.LP/Ka.Rutan Ka.Kanwil

Hukham Dinkes Provinsi

Surat

Rekomendasi

Ka.Kanwil dengan surat Rekomensi

Dinkes Provinsi

Dit.Jend.PAS

Ditjen Bina Upaya Kesehatan Cq.Dit. Bina

Kesehatan Jiwa

Persiapan : Visitasi

Bersama, Pelatihan Tim

PTRM,

Pelaporan

Aktivasi Keputusan

Menteri Kesehatan

Dinas Kesehatan Kab/kota

(surat kesanggupan)

Dinkes

Provinsi

Dirjen Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat

Bina Kesehatan Jiwa

BERITA ACARA

VISITE

VISITE

BERSAMA KE

LOKASI

SUBPOKJA PENGURANGAN

DAMPAK BURUK KEMENTERIAN

KESEHATAN

Surat persetujuan

aktivasi Dirjen Bina Upaya

Kesehatan

KEPUTUSAN MENTERI

KESEHATAN

Aktivasi

Page 20: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 20 -

D. Prosedur Aktivasi Unit PTRM

1. Ruang Lingkup Pembukaan Klinik Baru PTRM

Pembukaan/aktivasi klinik dilakukan maksimal 3 (tiga) bulan

setelah visitasi dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Komitmen dukungan Pemda setempat dan Kantor Wilayah Hukum dan HAM untuk Lapas/Rutan

b. Memiliki sarana/prasarana yang sesuai

c. Menyediakan anggaran untuk keberlangsungan PTRM

2. Prosedur Aktivasi

a. Pelatihan PTRM bagi tim unit PTRM baru

b. Sosialisasi pembukaan layanan secara internal dan eksternal (masyarakat setempat dan LSM oleh Klinik/Pemerintah daerah/Rumah Sakit Pengampu)

c. Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim Rumah Sakit Pengampu .

d. Daerah Dengan Rumah Sakit Pengampu

1) Visitasi asesmen yang dilakukan oleh Rumah Sakit Pengampu dan Dinas Kesehatan setempat

2) Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim Rumah Sakit Pengampu di daerah tersebut.

e. Daerah Tanpa Rumah Sakit Pengampu

1) Visitasi asesmen yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat.

2) Pelaksanaan pelayanan dengan didampingi oleh tim dari RS Pengampu yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan

E. Prosedur Peninjauan Ulang Keberadaan Unit PTRM

1. Kondisi Unit PTRM akan ditinjau ulang jika:

a. Tidak menjalankan standar penyelenggaraan PTRM sesuai pedoman nasional dalam waktu satu tahun

Page 21: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 21 -

b. Jumlah pasien aktif rata-rata kurang dari 20 orang selama 2 tahun

c. Pengelolaan metadon tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan

narkotika. Hal ini mengingat:

1) Penyimpanan dan pelaporan adalah bagian dari pengelolaan narkotika

2) Sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM sesuai dengan perannya

2. Tata Laksana:

a. Unit PTRM satelit:

1) Atas kondisi di atas, Rumah Sakit pengampu dapat memberikan surat teguran kepada unit PTRM satelit:

a) Tertulis pertama

b) Tertulis kedua

c) Tertulis ketiga

2) Rumah Sakit pengampu membahas masalah tersebut dengan Dinkes Provinsi setempat

3) Apabila tidak terdapat kemajuan, maka Dinkes Provinsi setempat mengajukan usulan penutupan klinik Satelit PTRM pada Ditjen Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dengan tembusan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan dan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual

4) Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan melakukan telaah dan memberikan rekomendasi kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan

5) Dirjen Bina Bina Upaya Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan membuat surat keputusan penutupan layanan

Page 22: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 22 -

b. Rumah Sakit Pengampu:

1) Atas kondisi a di atas, Dirjen Bina Upaya Kesehatan dapat memberikan surat teguran kepada Unit PTRM Rumah Sakit

Pengampu:

a) Tertulis pertama

b) Tertulis kedua

c) Tertulis ketiga

2) Ditjen Bina Yanmedik membahas masalah tersebut dengan Dinkes Provinsi setempat

3) Apabila tidak terdapat kemajuan, maka Ditjen Bina Upaya Kesehatan mengajukan usulan penutupan Rumah Sakit Pengampu PTRM pada Menteri Kesehatan tembusan surat kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dengan tembusan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan dan Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular cq. Subdit AIDS dan PMS ,

4) Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan melakukan telaah dan memberikan rekomendasi kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan

5) Dirjen Bina Upaya Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan membuat surat keputusan penutupan layanan

F. Prosedur Advokasi Layanan Pada Pemangku Kepentingan

Definisi:

Proses pemberian informasi (diseminasi, sosialisasi) serta negosiasi atas dampak penyelenggaraan layanan yang menimbulkan keresahan

pemangku kepentingan, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang sama untuk mencapai kesepakatan

Pelaksana Advokasi:

1. Pemerintah Daerah

2. Penanggung-jawab klinik PTRM

3. Tokoh masyarakat

Page 23: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 23 -

Tata laksana:

1. Unit PTRM menerima laporan dari masyarakat atau kelompok tertentu yang tidak setuju/merasa terganggung dengan keberadaan

klinik PTRM

2. Koordinator Klinik PTRM akan melakukan koordinasi dengan Pemda dan atau Tokoh Masyarakat

3. Pemda, Penanggung-Jawab Unit PTRM, dan Tokoh Masyarakat mengadakan pertemuan untuk menentukan langkah-langkah advokasi

4. Advokasi akan dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada

5. Dilakukan tindak lanjut dari hasil advokasi tersebut oleh PenangungJawab Klinik

G. Peran Rumah Sakit Pengampu (prosedur supervisi RS Pengampu)

Mengacu pada Peran dan Prosedur Supervisi Rumah Sakit Pengampu.

H. Sumber Daya Manusia untuk Layanan Komprehensif di Rumah Sakit Pengampu

Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan PTRM adalah tim yang terdiri dari multidisiplin ilmu, yaitu:

1. Dokter umum

2. Dokter spesialis kedokteran jiwa

3. Dokter spesialis lain yang terkait

4. Perawat

5. Apoteker

6. Konselor adiksi

7. Psikolog klinis

8. Pekerja sosial

9. Petugas laboratorium

Page 24: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 24 -

10. Petugas administrasi

11. Petugas keamanan

Masing-masing dapat menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan

kompetensi dan ketrampilannya.

Kompetensi yang harus ada dari seorang dokter/spesialis dalam memberikan pelayanan PTRM adalah:

1. Sikap dan profesionalisme :

a. Menghargai pasien dan tidak menghakimi.

b. Kenali keterbatasan diri dan konfidensialitas.

c. Mampu berkomunikasi pada pasien, anggota keluarganya dan mereka yang berarti dalam hidup pasien, guna memastikan perawatan optimal.

d. Mampu berkomunikasi dengan terapis lain yang diperlukan pasien.

e. Mampu merujuk sesuai dengan kebutuhan kesehatan pasien

2. Kemampuan menilai:

a. Kesehatan fisik, mental, sosial, dan lingkungan pasien.

b. Masalah pasien dan membuat diagnosis.

3. Membuat rencana terapi.

a. Membuat pilihan terapi yang dapat diterapkan dan dipenuhi pasien.

b. Perencanaan penatalaksanaan sesuai perjalanan terapi dan keadaan pasien.

c. Melakukan informed consent

d. Memfasilitasi masuk terapi dengan aman.

4. Melakukan penatalaksanaan kondisi yang menyertai gangguan penggunaan napza.

a. Mengenal dan memulai penatalaksanaan masalah medik, psikiatrik dan sosial

Page 25: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 25 -

b. Mengintegrasikan rehabilitasi napza dalam kerangka kerja rawatan medik bagi pasien.

5. Penatalaksanaan pasien

a. Melakukan penyampaian informasi farmakologik pada setiap pemberian farmakoterapi.

b. Melakukan pemberian farmakoterapi dengan mempertimbangkan keamanan.

c. Melakukan pengelolaan pemindahan ke farmakoterapi lain jika diperlukan.

d. Melakukan pemutusan farmakoterapi.

e. Melakukan penilaian ulang, pemantauan, dan evaluasi perjalanan kesehatan pasien.

f. Melakukan terapi terstruktur yang tepat.

I. Sarana, Prasarana, dan Peralatan

1. Sarana

a. Lokasi

Lokasi PTRM berada di sekitar poli rawat jalan dan sebaiknya ditempatkan di area yang tidak terlalu ramai.

b. Ruangan

Sarana layanan PTRM harus memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaan kesehatan, konseling individual, konseling kelompok, tempat memberikan obat metadon, penyimpanan sementara, dan penyimpanan metadon. Ruang tempat penyimpanan metadon harus aman dan terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan. Ruang atau loket untuk pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani pada satu saat. Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu adanya pemisah antar pemberi obat dengan penerima metadon.

Page 26: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 26 -

2. Prasarana

a. Cahaya

Seluruh ruangan dalam sarana pelayanan PTRM adalah ruangan yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun cahaya matahari serta memiliki ventilasi yang memadai.

b. Limbah

Sarana pelayanan PTRM harus memiliki tatacara pembuangan limbah sesuai pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah padat dan cair (tempat untuk cuci gelas).

c. Tempat cuci tangan

Sarana pelayanan PTRM harus memiliki tempat cuci tangan sebagai salah satu upaya kewaspdaan baku dan kewaspadaan transmisi.

3. Peralatan

a. Peralatan Medik

Peralatan medik yang diperlukan mencakup:

1) Pompa pengukur dosis untuk metadon

2) Sediaan metadon.

3) Stetoskop

4) Tensimeter

5) Timbangan

6) Tempat tidur periksa

7) Steps tool

8) Peralatan pertolongan pertama: semprit suntik, desinfektan, kapas, obat-obat gawat darutat lain dan nalokson (Narcan).

b. Peralatan Nonmedik

Peralatan nonmedik di antaranya:

1) Meja, kursi

Page 27: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 27 -

2) Alat tulis kantor

3) Komputer (jika memungkinkan)

4) Telepon

5) Gelas

6) Botol kosong untuk dosis bawa pulang

Tempat khusus untuk membawa sediaan metadon dari instalasi farmasi ke PTRM

J. Prosedur Pengajuan Pengadaan Pelatihan PTRM Bagi Tenaga Kesehatan

1. Prosedur Untuk Rumah Sakit/Puskesmas

a. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat permohonan pengajuan pelatihan PTRM disertai nama Klinik yang akan dilatih kepada Dinas kesehatan Propinsi,

b. Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengajukan surat permohonan pelaksanaan pelatihan PTRM kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

c. Surat permohonan diterima oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa maksimal 1,5 bulan sebelum Pelatihan dilaksanakan, untuk persiapan pelatihan dan pengajuan Sertifikasi dan Akreditasi ke Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan.

d. Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan sertifikasi & akreditasi pelatihan PTRM.

e. Surat permohonan pengajuan pelatihan ditelaah bersama dengan

Subpokja Penguranagan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat permohonan di Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

f. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa membuat surat konfirmasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi setempat bahwa Pelatihan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Page 28: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 28 -

g. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat undangan pelatihan kepada Dinas Kesehatan Provinsi cq. Dinas Kesehatan Kab/Kota untuk diteruskan kepada Klinik yang akan dilatih.

h. Pelatihan PTRM untuk Tenaga Kesehatan wajib menggunakan Buku Modul dan Kurikulum Pelatihan PTRM dan Pedoman PTRM yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

i. Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan PTRM yang diberikan kepada peserta latih diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan.

2. Prosedur Untuk Lapas/Rutan

a. Direktorat Bina Khusus Narkotika Ditjen Pemasyarakatan – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengajukan surat permohonan pelaksanaan pelatihan PTRM disertai nama Lapas/Rutan yang akan dilatih kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

b. Surat permohonan diterima oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa maksimal 1,5 bulan sebelum Pelatihan dilaksanakan, untuk persiapan pelatihan dan pengajuan Sertifikasi dan Akreditasi ke Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan.

c. Direktorat Bina Khusus Narkotika dan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan sertifikasi & akreditasi pelatihan PTRM.

d. Surat permohonan pengajuan pelatihan ditelaah bersama dengan Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian Kesehatan maksimal 30 hari kerja yang terhitung sejak diterimanya surat permohonan di Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa.

e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat surat

konfirmasi kepada Direktorat Bina Khusus Narkotika bahwa Pelatihan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

f. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa membuat undangan pelatihan kepada Direktorat Bina Khusus Narkotika untuk diteruskan kepada Lapas/ Rutan yang akan dilatih.

Page 29: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 29 -

g. Pelatihan PTRM untuk Tenaga Kesehatan wajib menggunakan Buku Modul & Kurikulum Pelatihan PTRM dan Pedoman PTRM yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

h. Sertifikasi dan Akreditasi Pelatihan PTRM yang diberikan kepada peserta latih diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM Kementerian Kesehatan.

3. Alur Pengajuan Pelatihan PTRM untuk Rumah Sakit/Puskesmas

4. Alur Pengajuan Pelatihan PTRM untuk Lapas / Rutan

Dit Binsustik - Dephukham (surat permohonan disertai

nama lapas/rutan yg akan

dilatih)

Subpokja Pengurangan Dampak Buruk Kementerian

Kesehatan

Ditjen Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat

Bina Kesehatan Jiwa

Sertifikasi & Akreditasi Pelatihan PTRM (diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM kalibrasi yang telah ditentukan oleh badan tersebut.

Pelatihan PTRM Bagi

Tenaga

Kesehatan

Dit Bina Kesehatan Jiwa mengeluarkan

Undangan

Pelatihan PTRM

Dit Bina Kesehatan Jiwa(Surat

Konfirmasi kepada

DitBinsustik)

Dit Bina Kesehatan Jiwa

(Surat Konfirmasi

kepada Dinkes

Provinsi)

Sertifikasi & Akreditasi

Pelatihan PTRM (diterbitkan oleh Pusdiklat PPSDM

Kementerian

Kesehatan)

Dinkes

Provinsi

Dit Bina Kesehatan Jiwa mengeluarkan

Undangan

Pelatihan PTRM

Dinkes Kab/kota

(surat permohonan + nama klinik yg

akan dilatih)

Pelatihan PTRM

Bagi Tenaga

Kesehatan

Ditjen Bina Upaya Kesehatan cq Direktorat

Bina Kesehatan Jiwa

Subpokja Pengurangan

Dampak Buruk Kementerian

Kesehatan

Page 30: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 30 -

K. Pengorganisasian

Pelayanan metadon memerlukan kesungguhan pengawasan karena sifat terapinya yang membuat kepatuhan penyedia jasa layanan dan pasien

pada ketentuan terapi harus dijalankan sesuai program berdasarkan pedoman dan Standar Prosedur Operasional. Layanan tersebut dipimpin oleh seseorang yang mampu menyelaraskan kebutuhan terapi dengan perkembangan fisik, psikologik, sosial dan lingkungan pasien maupun perkembangan teknologi serta prosedur penyediaan sarana, prasarana, alat dan obat untuk kelanjutan program. Gambaran pengorganisasian adalah sebagai berikut:

Skema Pengorganisasian di Rumah Sakit

Laboratorium

Farmasi

Radiologi

Direktur Rumah Sakit

Direktur Medik dan Keperawatan

Konselor

Pelayanan

PTRM

Direktur Penunjang

Pencatatan Medis

Direktur

Keuangan

Rawat Jalan

Page 31: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 31 -

KEPALA. PUSKESMAS

KOORDINATOR YANKES

KOORDINATOR KESMAS

BAGIAN UMUM

PTRM

Skema Pengorganisasian di Puskesmas

Page 32: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 32 -

KALAPAS

KEPALA KPLP

PETUGAS PENGAMANAN

KASI BINADIK

KASUBSI REGISTRASI

KASUBSI BIMKEMASWAT

POLIKLINIK DAPUR

PTRM

KASUBAG TU

KAUR UMUM KAUR KEPEG DAN KEUANGAN

KASI GIATJA KASI ADM KAMTIB

KASUBSI BIMKER & PHK

KASUBSI KEAMANAN

KASUBSI SARANA KERJA

KASUBSI

PELAPORAN TATIB

Skema Pengorganisasian di Lapas

Page 33: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 33 -

Skema Pengorganisasian di Rutan

Struktur organisasi:

1. Pimpinan PTRM adalah seorang dokter sekaligus sebagai penanggung jawab.

2. Penanggung jawab perencanaan dan pelaporan obat adalah kepala instalasi farmasi.

Kepala RUTAN

Pelayanan

Tahanan

Keamanan &

Pengamanan

Bimbingan

Kegiatan Perlengkapan

Register Poliklinik Bantuan Hukum Dapur

HIV TBC IMS PTRM SANITASI IBU HAMIL OBAT & ALKES

Penja

Program

Obat Administrasi

Pelaksana

Page 34: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 34 -

L. Satelit PTRM

Satelit PTRM adalah unit layanan terapi rumatan metadon yang disediakan di wilayah lokal dimana prevalensi HIV/AIDS dan IDU

memiliki peningkatan signifikan (hot spot area). Satelit PTRM harus memenuhi kriteria sebagai penyedia layanan kesehatan. Satelit PTRM adalah sarana pelayanan kesehatan, misalnya Rumah Sakit, PUSKESMAS, dan unit kesehatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) khusus untuk penanganan kasus narapidana narkotika. Rumah Sakit yang merupakan rujukan untuk terapi metadon merupakan pengampu bagi satelit PTRM, serta memiliki tanggung-jawab untuk pendampingan klinis pemberian pelayanan terapi metadon di satelit. Satelit berfungsi menyediakan layanan PTRM secara langsung sesuai pedoman dan SOP yang berlaku, dan melanjutkan terapi yang diberikan oleh RS Rujukan PTRM. Satelit dapat melakukan rujukan ke RS Rujukan PTRM. Selain itu satelit berguna untuk menjangkau IDU secara lebih luas di wilayah kerjanya.

Berikut skema kemitraan antara RS PTRM dan Satelit:

Keterangan:

= Fungsi pendampingan untuk mempersiapkan layanan PTRM secara

menyeluruh dan distribusi metadon sesuai kebutuhan masing-

masing satelit, serta melakukan MONITORING DAN EVALUASI teknis.

= Menyampaikan pelaporan rutin dan permintaan sediaan sirup metadon.

Menyampaikan rujukan untuk penanganan terapi lanjutan dan dosis awal sesuai kebutuhan pasien yang bersangkutan.

Page 35: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 35 -

M. Hari dan Jam Kerja Pelayanan PTRM

Pelayanan PTRM buka setiap hari, tujuh hari dalam seminggu, dengan jam kerja sepanjang mungkin, bergantung pada kemampuan masing-masing PTRM. Pada bulan puasa jam kerja harus disesuaikan. Meski demikian, penerimaan pasien baru hanya pada hari kerja dan jam kerja resmi.

RS PTRM

(Rumah Sakit Pengampu)

Satelit 1

Satelit 2

Satelit 3

Page 36: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 36 -

BAB IV

PROTOKOL TERAPI

Dalam protokol terapi, terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pemilihan pasien dan dosis. Jumlah pasien yang direkrut disesuaikan dengan luasnya ruangan yang tersedia, lamanya jam kerja, dan sumber daya manusia yang tersedia di masing-masing program terapi metadon. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa pada setiap program terapi metadon sebaiknya jumlah pasien setiap harinya tidak lebih dari 200-250 pasien. Kepadatan pengunjung akan mengundang ketidaknyamanan dan memancing agresifitas klien dan pemberi layanan. Mulailah dengan dengan merekrut hanya 4-5 orang klien baru setiap minggu. Pada tahun pertama jumlah klien direkomendasikan tidak melebihi 100 orang setiap klinik guna memberi kesempatan penyesuaian kemampuan pemberi layanan dalam mengikuti langkah terapi. Hal ini tidak berlaku bagi klinik yang mempunyai staf berpengalaman.

Terapi metadon diindikasikan bagi mereka yang mengalami ketergantungan opioid dan telah menggunakan opioid secara teratur untuk periode yang lama. Untuk lebih jelasnya terdapat beberapa kriteria inklusi dan eksklusi berikut ini.

A. Kriteria Inklusi:

Kriteria inklusi harus meliputi:

1. Memenuhi kriteria ICD-X untuk ketergantungan opioid.

2. Usia yang direkomendasikan: 18 tahun atau lebih. Klien yang berusia kurang dari 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional medis lain.

3. Ketergantungan opioida (dalam jangka waktu 12 bulan terakhir).

4. Sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioid minimal satu kali.

Page 37: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 37 -

B. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi harus meliputi:

1. Pasien dengan penyakit fisik berat. Hal ini perlu pertimbangan

khusus yakni meminta pendapat banding profesi medik terkait.

2. Psikosis yang jelas. Perlu pertimbangan psikiater untuk menentukan langkah terapi.

3. Retardasi mental yang jelas. Perlu pertimbangan psikiater untuk menentukan langkah terapi.

Program Terapi Metadon tidak diberikan pada pasien dalam keadaan overdosis atau intoksikasi opiat. Penilaian terhadap pasien tersebut dapat dilakukan sesudah pasien tidak dalam keadaan overdosis atau intoksikasi.

C. Seleksi Pasien

Seleksi kesehatan fisik dan psikososial pasien dilakukan oleh seorang dokter yang terlatih dalam terapi substitusi metadon. Dokter ini harus memiliki sertifikasi dari Kementerian Kesehatan, mengikuti pelatihan terkait, dan konseling yang berhubungan dengan penyakit HIV/AIDS.

Page 38: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 38 -

D. Alur Pasien

Gambar 2. Alur Layanan Pasien/Klien

PASIEN DATANG

Sendiri /Rujukan

Ruang Konseling: Adiksi- Metadon

Keluarga – VCT

Ruang PRMPRM Penilaian fisik & mental emosional

Penetapan diagnosis Perencanaan terapi Penentuan Dosis

Surat Persetujuan Pemeriksaan Lab Form Kontrak terapi Informed Consent Kartu Identitas

Loket pemberian metadon (ruang dispensing) Periksa identitas, dosis, sikap, gejala. Pasien minum

Tanda Tangan Pasien Catat – lapor oleh petugas

(perawat/asisten apoteker)

Petugas Rekam Medis: Catat, Administrasi, Form

Status

Bayar

KELUAR

Terapi Infeksi Oportunistik + ART

Pemeriksaan Radiologi

Page 39: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 39 -

E. Pemberian Dosis Awal Metadon

Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40

mg. Pasien harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan.

Estimasi yang terlalu tinggi tentang toleransi pasien terhadap opiat dapat membawa pasien kepada risiko toksik akibat dosis tunggal. Dan juga pasti meningkatkan risiko yang lebih sering terjadi yaitu keadaan toksik akibat akumulasi metadon sebab metadon dieliminasi lambat sebab waktu paruhnya panjang. Estimasi toleransi pasien terhadap metadon yang terlalu rendah menyebabkan risiko pasien untuk menggunakan opiat yang ilegal bertambah besar akibat kadar metadon dalam darah kurang, dan akan memperpanjang gejala putus zat maupun periode stabilisasi.

Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100cc dengan larutan sirup. Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh asisten apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter .Pasien harus segera menelan metadon tersebut di hadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta pasien menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk memastikan bahwa metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis metadon hari itu.

F. Fase Stabilisasi Terapi Substitusi Metadon

1. Fase stabilisasi bertujuan untuk menaikkan perlahan-lahan dosis dari dosis awal sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini risiko intoksikasi dan overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama.

2. Dosis yang direkomendasikan digunakan dalam fase stabilisasi adalah dosis awal dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini bertujuan untuk melihat efek dari dosis yang sedang diberikan. Total kenaikan dosis tiap minggu tidak boleh lebih 30 mg. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan.

Page 40: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 40 -

3. Kadar metadon dalam darah akan terus meningkat selama 5 hari setelah dosis awal atau penambahan dosis. Waktu paruh metadon cukup panjang yaitu 24 jam, sehingga bila dilakukan penambahan dosis setiap hari akan terjadi akan berbahaya akibat akumulasi dosis. Karena itu, penambahan dosis dilakukan setiap 3-5 hari.

4. Sangat penting untuk diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang penasun dengan dosis metadon yang dibutuhkannya pada PTRM. Selama minggu pertama fase stabilisasi pasien harus datang setiap hari di klinik atau dirawat di rumah sakit untuk diamati secara cermat oleh profesional medis terhadap efek metadon (untuk memperkecil kemungkinan terjadinya overdosis dan penilaian selanjutnya).

5. Pasien yang mengikuti program terapi metadon yang secara konsisten menggunakan benzodiazepin, kokain, atau amfetamin mempunyai risiko yang signifikan terhadap komplikasi dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Sebagai tambahan, dapat disebutkan bahwa kombinasi alkohol, sedativa dan opiat berjangka kerja pendek (misalnya oksikodon dan hidromorfon) secara nyata meningkatkan risiko kematian akibat overdosis.

G. Kriteria Penambahan Dosis

Beberapa kriteria penambahan dosis adalah sebagai berikut:

1. adanya tanda dan gejala putus opiat (obyektif dan subyektif);

2. jumlah dan/atau frekuensi penggunaan opiat tidak berkurang; dan

3. craving tetap masih ada.

Prinsip terapi pada PTRM adalah start low go slow aim high; artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang tinggi adalah lebih efektif.

H. Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon

Dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien. Selain itu banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi

Page 41: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 41 -

pertimbangan penyesuaian dosis. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi dan kehidupan sosial.

I. Fase Penghentian Metadon

Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off). Penghentian metadon dapat dilakukan pada keadaan berikut:

1. Pasien sudah dalam keadaan stabil

2. Minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas heroin

3. Pasien dalam kondisi yang stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah

Penurunan dosis maksimal sebanyak 10%. Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu. Pemantauan perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan. Jika ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali.

J. Pemantauan Pasien

Pasien diobservasi setiap hari setelah minum dosis pertama terutama untuk tanda-tanda intoksikasi dalam tiga hari pertama. Jika terjadi gejala intoksikasi, dokter harus menilai lebih dulu dosis berikut yang akan digunakan. Dalam bulan pertama terapi, dokter melakukan evaluasi ulang pada pasien minimal satu kali seminggu. Dan selanjutnya, dokter melakukan evaluasi ulang pada pasien minimal setiap bulan. Penambahan dosis, selalu harus didahului dengan evaluasi ulang pada pasien.

Penilaian yang dilakukan terhadap pasien meliputi:

1. Derajat keparahan gejala putus obat

2. Intoksikasi

3. Penggunaan obat lain

4. Efek samping

5. Persepsi pasien terhadap kecukupan dosis

Page 42: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 42 -

6. Kepatuhan terhadap regimen obat yang diberikan

7. Kualitas tidur, nafsu makan, dan lain-lain.

K. Kriteria Drop Out

1. Pasien dinyatakan drop-out dari program apabila dalam 7 hari berturut-turut pasien berhenti meminum obat dan tanpa informasi keberadaan.

2. Untuk kembali menerima layanan PTRM, maka pasien harus mengajukan permohonan kembali mengikuti prosedur untuk penerimaan pasien baru. Sesudah didiskusikan oleh tim, pasien bisa dimasukkan kembali dalam program metadon.

L. Prosedur Pemberian Dosis Bawa Pulang

1. Definisi Dosis Bawa Pulang (Take-home Dose/THD):

Adalah pemberian dosis bawa pulang karena pasien tidak dapat hadir di klinik oleh karena suatu sebab yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemberian THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan).

2. Kriteria inklusi pasien dengan dosis bawa pulang:

a. Secara klinis sudah stabil: dosis sudah harus mencapai tingkat stabil: tidak lagi menunjukkan gejala putus zat, dan dosis menetap selama 3 bulan tanpa pernah mengalami penurunan dosis yang diakibatkan oleh ketidakhadiran

b. Sosial: hadir minimal 90% perbulan dalam 3 bulan pertama atau memiliki aktifitas rutin (bekerja, sekolah/kuliah) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari tempat kerja/sekolah atau

keterangan dari keluarga/LSM yang menjadi pendamping.

c. Kognitif: petugas menilai pasien dapat bertanggungjawab atas dosis yang dibawa pulang.

d. Emosional: tidak melakukan tindak kekerasan verbal, fisik, psikologis.

e. Hasil pemeriksaan urine benzo dan opiat negatif pada saat mengajukan permohonan THD.

Page 43: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 43 -

f. Pasien belum melewati masa stabil: hanya untuk keadaan sangat mendesak, seperti misalnya sakit, kecelakaan, musibah (bencana alam,kebakaran, kebanjiran, keluarga inti meninggal), dipenjara (pada lapas/rutan yang belum tersedia layanan PTRM).

3. Prosedur pemberian dosis bawa pulang (Take Home Dose):

a. Untuk pasien belum mencapai masa stabil:

1) Memiliki kondisi yang mendesak (emergency), THD dapat diberikan maksimum untuk satu hari saja

2) Setidaknya pasien didampingi oleh keluarga inti (yang tertera dalam kartu keluarga dan bukan pengguna) dalam upaya memperoleh THD

3) Terapis/Klinik memberikan surat keterangan pemberian THD

b. Untuk pasien yang telah melewati masa stabil dalam program :

1) Pasien mengajukan THD 1 hari sebelumnya pada hari kerja

2) Membawa persyaratan : materai 6000, pendamping, fotokopi KTP pendamping, fotokopi KK

3) Pemberian THD dapat diberikan kembali apabila regimen THD sebelumnya telah habis

4) Pasien dan pendamping menandatangani perjanjian THD

5) Terapis/Klinik memberikan surat keterangan pemberian THD yang berlaku selama 1 bulan

c. Pemberian THD bagi pasien yang sudah stabil :

1) Sebelum 1 tahun THD maksimal diberikan 1 dosis bila pasien datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 2 dosis

2) 1-3 tahun THD maksimal diberikan 2 dosis bila datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 3 dosis

3) Setelah 3 tahun untuk pasien dengan dosis < 150 mg THD dapat diberikan maksimal 2 dosis bila datang sendiri, jika dengan wali dapat diberi 5 dosis. Pasien dengan dosis > 150 mg mengikuti klausul 1-3 tahun

Pemberian THD dengan dosis diatas 200 mg maksimal hanya boleh 2 THD.

Page 44: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 44 -

d. Metadon THD agar diberikan dalam wadah yang sama atau mendekati wadah asli disertai etiket atau pelabelan yang mencantumkan nama dan alamat sarana PTRM, dokter penanggungjawab, nama pasien, tandatangan, tanggal,dan tempat penyerahan.

4. Penghentian THD

THD dapat dihentikan bila:

a. Hasil spot cek positif untuk opiat dan benzo yang menandakan adanya penyalahgunaan (tidak terkait dengan penggunaan secara medis legal)

b. Bila “missing dose” > 3 hari

c. Melakukan tindak kekerasan

d. Melakukan penyalahgunaan THD (dijual, diberikan kepada orang lain)

e. Secara klinis terlihat menyalahgunakan zat

f. Menjual NAPZA ilegal

M. Prosedur Dosis yang Hilang, Dicuri atau Tumpah

1. Penjelasan:

Dosis metadon yang dibawa pulang adalah menjadi tanggungjawab pasien sepenuhnya, dan dianggap telah dipergunakan sesuai dengan aturan yang telah diberitahukan kepada pasien dan walinya.

2. Prosedur Dosis yang Hilang, Dicuri, atau Tumpah:

a. Pasien melaporkan kehilangan dosisnya kepada klinik dan atau

pihak berwajib.

b. Apabila dosis tersebut tumpah di klinik maka harus dicari tanda atau bekas tumpahan dosis tersebut oleh petugas klinik.

c. Apabila dosis tumpah di luar klinik, dan tidak dapat dibuktikan dengan kasat mata, maka tidak diberikan penggantian dosis, kecuali tampak tanda-tanda putus opioid. Hal ini untuk mengurangi resiko penyalahgunaan.

Page 45: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 45 -

d. Permintaan penggantian dosis dapat dipenuhi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Terdapat bukti yang kuat bahwa dosis tersebut benar-benar

tumpah.

2) Pasien dalam kondisi hamil yang dikuatirkan akan timbul gejala putus opioid.

3) Pasien dengan dosis stabil yang menunjukkan gejala putus opioida.

4) Pasien dengan dosis stabil, kooperatif, dan dapat dipercaya yang kehilangan dosis bawa pulang untuk beberapa hari

e. Pemberian dosis pengganti harus disepakati oleh tim PTRM setempat, dan ditulis dalam catatan medis pasien. Untuk kasus penggantian dosis karena hilang/dicuri harus disertai dengan surat keterangan kehilangan dari pihak yang berwajib

f. Dalam hal pasien yang kehilangan mengalami kesulitan dalam memperoleh surat kehilangan dari pihak yang berwajib, maka klinik dapat membantu fasilitasi.

g. Pemberian dosis pengganti harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Dosis pengganti diberikan di klinik metadaon dan dilakukan pengawasan, untuk menghindari bahaya keracunan.

2) Dosis pengganti tidak diberikan sebagai dosis bawa pulang, hal inin untuk menghindari penyalahgunaan.

3) Jumlah dosis pengganti adalah sesuai dengan dosis yang hilang, tumpah, atau dicuri tersebut.

h. Pasien harus tetap diberikan peringatan dan penjelasan bahaya keracunan akibat pemberian dosis pengganti, dikarenakan dosis pengganti mungkin tidak sama persis jumlahnya dengan dosis yang hilang.

Page 46: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 46 -

N. Prosedur Dosis yang Dimuntahkan

1. Penjelasan:

Dosis yang dimuntahkan adalah dosis metadon yang telah

diminum/ditelan oleh pasien yang kemudian karena sesuatu hal maka pasien tersebut muntah sehingga dosis metadon yang telah diminum/ditelan tersebut ikut dikeluarkan juga.

2. Prosedur:

a. Pasien melapor kepada petugas klinik bahwa telah memuntahkan dosis metadon yang diterima.

b. Petugas klinik memastikan bahwa pasien tersebut benar-benar telah muntah dan ada saksi dari petugas klinik.

c. Besarnya dosis pengganti adalah sebagai berikut:

1) Muntah kurang dari 10 menit setelah minum metadon maka diberikan dosis pengganti penuh

2) Muntah 10 - 30 menit setelah minum metadon maka diberikan dosis pengganti 50% dari dosis yang telah diminum hari itu

3) Muntah 30 - 45 menit setelah minum metadon maka diberikan dosis pengganti 25% dari dosis yang telah diminum hari itu

4) Muntah lebih dari 45 menit setelah minum metadon maka tidak diberikan dosis pengganti

d. Pasien harus tetap diberikan peringatan dan penjelasan bahaya keracunan akibat pemberian dosis pengganti, dikarenakan dosis pengganti mungkin tidak sama persis jumlahnya dengan dosis yang hilang.

e. Pada pasien yang mengalami muntah berulang maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan evaluasi klinis lebih lanjut dan pemberian obat anti muntah.

Page 47: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 47 -

O. Prosedur Dosis Terbagi

1. Pengertian: dosis terbagi adalah dosis harian metadon seorang pasien yang seharusnya diminum satu kali namun karena suatu hal maka

dosis tersebut diberikan menjadi dua kali sehari, yang pembagiannya ditentukan oleh petugas.

2. Prosedur:

a. Dosis yang dapat dipertimbangkan untuk dibagi adalah sama dengan atau lebih dari 150 mg perhari atas indikasi medik

b. Pasien dilakukan penilaian fisik termasuk munculnya gejala putus opioid.

c. Pembagian dosis dilakukan oleh tim PTRM.

d. Dosis yang diminumkan di klinik PTRM harus tiga per empat dosis dan sisanya dapat dibawa pulang bilamana diperlukan terutama pada klinik-klinik dengan jam layanan terbatas.

P. Pemeriksaan Urin

Tes urin terhadap penggunaan obat (Urine Drug Screen) merupakan pemeriksaan objektif untuk mendeteksi adanya metabolit opiat dalam urin. Pastikan bahwa urin yang diperiksa adalah urin dari pasien yang bersangkutan. Dalam hal terapi metadon, UDS dapat berguna pada keadaan berikut:

1. Periksa urin pasien di awal terap untuk tujuan diagnostik yaitu untuk memastikan apakah pasien pernah atau tidak menggunakan opiat atau zat adiktif lain sebelumnya. Tahap ini merupakan suatu tindakan wajib.

2. Tiap-tiap klinik melakukan monitoring terhadap semua pasiennya

paling tidak dengan melakukan cek urin mendadak secara berkala, minimal satu kali dalam setahun.

3. Jika pasien mendesak untuk membawa take home doses, maka tes urin dapat dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk membantu pengambilan keputusan.

Page 48: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 48 -

4. Hasil tes urin yang positif terhadap heroin menjadi pertimbangan untuk meningkatkan dosis metadon. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan.

UDS dapat dilakukan dengan kriteria:

1. Secara acak tetapi tidak setiap bulan.

2. Pada keadaan tertentu: intoksikasi, withdrawal, dan tindak kekerasan.

Q. Dosis yang Terlewat

Hilangnya toleransi terhadap opiat yang secara klinis jelas dapat terjadi bila pasien tidak mengkonsumsi metadon walaupun hanya tiga hari. Karena alasan tersebut, maka bila pasien tidak datang ke PTRM selama tiga hari berturut-turut atau lebih, perawat atau pekerja sosial yang bertugas harus melaporkan kepada dokter yang bertugas serta meminta pasien untuk mengunjungi dokter. Dokter memberikan dosis kembali ke dosis awal atau 50% dari dosis yang terakhir diberikan.

Re-evaluasi klinik harus dilakukan. Bila pasien tidak datang lebih dari 7 hari maka dikembalikan kepada dosis awal. Bila pasien tidak datang berulang-ulang lebih dari 3-6 bulan maka pasien dinilai ulang seperti pasien baru.

R. Efek Samping

Kemungkinan terjadinya efek samping yang berat biasanya terjadi ketika dokter sedang meningkatkan dosis. Efek samping yang biasanya terjadi adalah konstipasi, mengantuk, berkeringat, mual, muntah, masalah seksual, gatal-gatal, jerawat.

S. Overdosis metadon

Bahaya utama karena overdosis adalah terhambatnya pernafasan, yang dapat diatasi dengan memberi nalokson-HCl (Narcan) sesuai dengan SOP. Pemberian naloxon bisa sampai 24 jam karena waktu paruh metadon yang panjang karena itu pasien perlu perawatan di rumah sakit.

Page 49: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 49 -

T. Interaksi Obat

Walaupun tidak terdapat kontraindikasi absolut pemberian suatu obat bersama metadon, beberapa jenis obat harus dihindarkan bila pasien

mengkonsumsi metadon. Antagonis opiat harus dihindari. Barbiturat, efavirenz, estrogen, fenitoin, karbamazepin, nevirapin, rifampisin, spironolakton, dan verapamil akan menurunkan kadar metadon dalam darah. Sebaliknya, amitriptilin, flukonazol, flufoksamin, dan simetidin akan meningkatkan kadar metadon dalam darah. Etanol secara akut akan meningkatkan efek metadon dan metadon akan menunda eliminasi etanol.

Tabel 1. Interaksi Obat Lain dengan Metadon

Jenis Obat Efek Mekanisme

Alkohol* Me↑ efek sedasi

Me↑ depresi napas

Kombinasinya dapat me↑ potensi hepatotoksik.

Menambah depresi sistem saraf pusat (SSP).

Barbiturat* Me↓ kadar metadon

Me↑ efek sedasi

Menambah depresi SSP

Barbiturat merangsang enzim hati yang terlibat dalam mempertahankan kadar metadon.

Benzodiazepin* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP

Buprenorfin* Efek antagonis atau memperkuat sedasi dan depresi napas

Buprenorfin adalah agonis parsial dari reseptor opiat

Despiramin* Meningkatkan kadar despiramin hingga faktor dua

Mekanismenya masih belum diketahui pasti

Fenitoin* Menurunkan kadar metadon Fenitoin merangsang enzim hati yang terlibat dalam metabolisme metadon

Fluoksetin*

Sertralin

Meningkatkan kadar metadon tapi tidak signifikan seperti

Menurunkan metabolisme metadon

Page 50: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 50 -

Jenis Obat Efek Mekanisme

fluvoksamin

Fluvoksamin* Meningkatkan kadar metadon

dalam plasma

Menurunkan metabolisme

metadon

Indinavir* Meningkatkan kadar metadon Menurunkan metabolisme metadon

Karbamazepin* Me↓ kadar metadon

Karbamazepin merangsang enzim hati yang terlibat dalam metabolisme metadon.

Ketoconazol* Meningkatkan kadar metadon Menurunkan kadar metadon

Kloral hidrat* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP

Klormetiazol* Memperkuat efek sedasi Menambah depresi SSP

Meprobamat* Meningkatkan efek sedasi dan depresi napas

Menambah depresi SSP

Naltrekson* Menghambat efek metadon (kerja lama)

Antagonis opioid

Nalokson* Menghambat efek metadon (kerja cepat), tapi mungkin diperlukan jika timbul overdosis

Antagonis opioid

Nevirapin* Menurunkan kadar metadon Meningkatkan metabolisme metadon

Pengalkali urin, misal natrium bikarbonat*

Meningkatkan kadar metadon dalam plasma

Mengurangi ekskresi metadon dalam urin

Pengasam urin, misal asam askorbat*

Menurunkan kadar metadon dalam plasma

Meningkatkan ekskresi metadon dalam urin

Rifampisin* Menurunkan kadar metadon Rifampisin merangsang enzim hati yang terlibat dalam metabolisme metadon

Page 51: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 51 -

Jenis Obat Efek Mekanisme

Rifabutin* Menurunkan kadar metadon Meningkatkan metabolisme metadon

Ritonavir* Menurunkan kadar metadon dalam plasma

Meningkatkan metabolisme metadon

Siklazin dan antihistamin sedatif lain*

Injeksi siklazin dengan opioid menimbulkan halusinasi.

Menambah efek psikoaktif. Memiliki efek antimuskarinik pada dosis tinggi.

Tioridazin* Memperkuat efek sedasi yang tergantung dosis

Memperkuat depresi SSP

Zidovudin* Meningkatkan kadar zidovudin dalam plasma. Tidak memiliki efek terhadap kadar metadon.

Tidak diketahui

Zopiklon* Memperkuat efek sedasi

Memperkuat efek depresi napas

Menambah depresi SSP

Agonis opioid lainnya*

Memperkuat efek sedasi

Memperkuat efek depresi napas

Menambah depresi SSP

Obat depresi SSP* lainnnya (misal neuroleptik, hyosin)

Memperkuat efek sedasi yang tergantung dosis

Menambah depresi SSP

* Clinically important

U. Keadaan Khusus

Pasien yang diterapi metadon mungkin mengalami beberapa keadaan khusus berikut ini.

1. Transfer ke naltrekson

Pemberian naltrekson pada pasien yang secara fisik tergantung pada opioid akan memperberat timbulnya gejala putus obat yang parah. Pasien yang diterapi metadon sebaiknya menjalankan detoksifikasi

Page 52: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 52 -

metadon, diikuti 14 hari bebas obat untuk memberi kesempatan eliminasi metadon dalam tubuh. Konsultasi para ahli diperlukan untuk menangani pasien seperti ini.

2. Transfer ke bruprenorfin.

Buprenorfin memiliki afinitas terhadap reseptor mu yang lebih besar dibanding metadon, namun kerjanya lebih lebih lemah pada reseptor tersebut. Berikut adalah tabel konversi metadon ke buprenorfin.

Tabel 2. Konversi Metadon Ke Buprenorfin

Dosis Metadon Terakahir

Dosis Buprenorfin Hari I

Dosis Buprenorfin Hari

Berikut

1 – 10 mg ( 8 mg atau > ) 2 mg 2 – 4 mg

10 – 20 mg ( 8 – 16 mg ) 4 mg 4 – 8 mg

20 – 40 mg ( < 30 mg ) 4 mg 6 – 8 mg

> 60 mg Transfer menunjukkan

gejala putus zat

Untuk dosis metadon di atas 60 mg, diperlukan penurunan dosis terlebih dahulu dengan proses detoksifikasi bertahap, baru kemudian dikonversi ke dosis buprenorfin. Penurunan dosis metadon dilakukan dengan 2,5 – 5 mg per minggu.

V. Prosedur Rujukan (Alih Layanan) Pasien PTRM

1. Definisi

Proses mengalihkan pasien atas permintaan sendiri atau keputusan klinisi dari satu layanan ke layanan lain dapat bersifat sementara atau menetap karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan

2. Syarat (salah satu)

a. Pasien sudah dalam kondisi stabil (merujuk prosedur THD)

b. Perilaku pasien sulit diatasi di suatu layanan

Page 53: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 53 -

3. Tata laksana

a. Pasien/petugas mengajukan permohonan alih layanan/rujukan

b. Tim PTRM mengadakan rapat untuk mengambil keputusan

pemindahalihan

c. Tim menghubungi layanan yang dituju untuk meminta persetujuan pemindahalihan

d. Tim membuat surat rujukan yang diserahkan kepada pasien dalam amplop tertutup yang menyebutkan: jumlah dosis dalam narasi, tanggal terakhir minum, lamanya berada dalam program, eligibilitas THD (kelayakan), alasan pindah, alih layanan sementara menyebutkan kurun waktu

e. Layanan penerima rujukan melakukan asesmen dan memberikan terapi sebagaimana mestinya.

f. Untuk alih layanan sementara : selesai kurun waktu pengalihan diberikan surat pengantar kembali ke unit layanan awal. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di tempat rujukan, maka surat rujukan harus diperbaharui. Pasien dianggap sebagai pasien tetap di tempat rujukan apabila surat rujukan tidak diperbaharui. Alih layanan sementara maksimal selama 1 bulan.

g. Untuk alih layanan dalam Registrasi Online hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, yakni: 1) Bencana alam 2) Bencana manusia 3) Tertutupnya akses untuk mencapai klinik layanan PTRM

tetap 4) Sedang menjalani rawat inap di Klinik PTRM terdekat 5) Apabila pasien melaksanakan perjalanan ke luar wilayah

dalam jangka waktu singkat

W. Prosedur Pemberian Metadon pada Pasien yang Berada di Kantor Polisi/Rutan/Lapas yang Tidak Terdapat Layanan PTRM:

1. Orang tua/wali datang ke klinik membawa surat keterangan bahwa yang bersangkutan berada di insitusi tersebut di atas

Page 54: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 54 -

2. Petugas PTRM mendiskusikan jumlah metadon yang boleh dibawa dengan ortu/wali maksimal 3 dosis tiap kali orang tua/wali datang

3. Petugas klinik PTRM bekerjasama dengan petugas

kesehatan/penerima metadon di institusi tersebut di atas

4. Setiap keluhan dari pasien harus dilaporkan oleh orangtua/wali kepada petugas PTRM

5. Setiap mengambil dosis metadon orang tua/wali membawa bukti bahwa metadon diminum oleh pasien berupa paraf dan nama jelas disertai stempel dari petugas insitusi yang menerimanya

6. Bila telah selesai masa tahanan atau pindah, orang tua/wali melapor ke klinik PTRM

7. Klinik PTRM membuat surat rujukan pindah ke tempat layanan berikutnya

X. Prosedur Penatalaksanaan Perilaku Tidak Menyenangkan/Mengancam Pelaksana Layanan PTRM (Pasien Lain)

Definisi :

Adalah proses penatalaksanaan secara administratif dan atau hukum atas perbuatan/tindakan yang tidak menyenangkan, mengancam, melanggar hukum terhadap masyarakat layanan PTRM (petugas, pasien, dan keluarganya) oleh pihak lain (pasien dan atau masyarakat) yang terjadi di lingkungan klinik.

Kriteria penatalaksanaan klinis/manajemen :

1. Apabila pasien melanggar peraturan yang berlaku dilayanan PTRM

2. Melakukan kekerasan verbal/fisik karena tidak menerima keputusan

tim PTRM

Tatalaksana:

1. Petugas yang mengalami/mengetahui kejadian melaporkan secara verbal dan tertulis ke penanggung jawab klinik. Laporan ditembuskan kepada direktur Rumah Sakit atau kepala Puskesmas.

2. Pelaku dipanggil oleh penanggung jawab klinik dan tim PTRM untuk dimintai keterangan lebih detail.

Page 55: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 55 -

3. Penanggung jawab klinik akan mengadakan rapat intern dengan tim untuk menentukan keputusan yang diambil.

4. Apabila diperlukan penanggung-jawab klinik dapat membawa

masalah ini kepada manajemen Rumah Sakit/Puskesmas untuk memperoleh solusi

5. Keputusan disampaikan kepada pelaku dan keluarganya dalam waktu 1X24 jam oleh penanggung-jawab klinik/manajemen Rumah Sakit dan Puskesmas

Y. Dikeluarkan Dari Program Secara Paksa

Ada beberapa alasan yang perlu pertimbangan untuk mengeluarkan pasien dari PTRM, antara lain:

1. Pasien mengancam keselamatan atau kenyamanan anggota staf, pasien lain, atau seseorang yang berkaitan dengan mereka.

2. Pasien terlibat dalam perilaku merusak di tempat milik PTRM.

3. Pasien yang diketahui memperjualbelikan atau berbagi metadon dengan orang lain

4. Pasien yang diketahui mencuri metadon dari klinik atau melakukan tindak kriminal lain di lingkungan PTRM.

5. Semua keputusan untuk mengeluarkan pasien dari program harus berdasarkan keputusan tim PTRM dan disetujui oleh Direktur Rumah sakit atau Kepala Puskesmas atau Kepala Lapas/Rutan.

Z. Prosedur Rujukan (Alih Layanan) untuk Pasien Asing PTRM (Warga Negara Asing)

1. Definisi

Proses penatalaksanaan pemberian metadon untuk pasien asing (Warga Negara Asing) yang dapat bersifat sementara atau menetap karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan

2. Syarat

a. Memiliki surat rujukan dan catatan rekam medis dari Klinik PTRM asal pasien asing tersebut.

Page 56: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 56 -

b. Memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen identitas pasien asing tersebut (pasport, visa/ijin tinggal)

c. WNA tersebut sedang ada pekerjaan atau kegiatan lain di

Indonesia untuk sementara waktu (maksimal 6 bulan).

3. Tata laksana

a. Petugas melakukan verifikasi tentang kelengkapan dokumen identitas pasien dan surat rujukan pasien asing tersebut.

b. Tim PTRM melakukan verifikasi tentang catatan medis pasien dengan penilaian fisik, mental & emosional pasien.

c. Petugas melakukan pencatatan administrasi, form status pasien dan pembayaran

d. Pasien masuk ke loket pemberian metadon, untuk melakukan pemeriksaan identitas, dosis, sikap dan gejala. Setelah pemeriksaan, pasien minum metadon didepan petugas dan tanda tangan di laporan harian pasien.

e. Untuk alih layanan sementara : selesai kurun waktu pengalihan diberikan surat pengantar kembali ke unit layanan awal. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di tempat rujukan, maka surat rujukan harus diperbaharui. Pasien dianggap sebagai pasien tetap di tempat rujukan apabila surat rujukan tidak diperbaharui.

ZA. Prosedur Manajemen Logistik Metadon

Pada bulan Mei tahun berjalan, Subpokja Harm Reduction Kementerian Kesehatan membuat rencana kebutuhan metadon tahun berikutnya, dimana di dalamnya tertera hal-hal sebagai berikut:

1. Estimasi kebutuhan Rumah Sakit Pengampu dan satelitnya

2. Sumber dana pengadaan metadon: APBN Kementerian Kesehatan, APBD Pemerintah Daerah, Rumah Sakit, APBN BNN, serta donor atau sumber lain serta jumlah botol yang akan didanai masing-masing

Kementerian Kesehatan menyusun perencanaan kebutuhan tahunan bersama semua unsur terkait: Puskesmas, Rumah Sakit Pengampu,

Page 57: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 57 -

Lapas/Rutan, Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Kesehatan, BPOM, donor.

Pembuatan rencana di atas didasarkan oleh:

1. Rekapitulasi laporan bulanan penggunaan metadon dari Rumah Sakit Pengampu

2. Perkiraan penggunaan metadon pada layanan PTRM baru

1. Tahap Perencanaan

a. Kebutuhan tahunan metadon dari masing-masing unit layanan (termasuk satelit) diajukan kepada Rumah Sakit Pengampu dengan memperlihatkan rincian kebutuhan setiap bulan berdasarkan proyeksi jumlah pasien, serta sumber pendanaan (institusi/Pemda/Lembaga donor yang tidak mengikat). (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes)

b. Rumah Sakit Pengampu PTRM membuat rencana kebutuhan metadon pertahun dengan memperlihatkan rincian kebutuhan setiap bulan berdasarkan proyeksi jumlah pasien, serta sumber pendanaan (institusi/Pemda/Lembaga donor yang tidak mengikat) dan diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes)

c. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan c.q Direktorat Bina Kesehatan Jiwa menyampaikan permohonan kebutuhan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tembusan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung dan Direktorat

Pengawasan Napza Badan POM. (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes)

d. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan meminta industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan untuk memproduksi/menyediakan metadon. (masukan dari Ditjen Binfar dan Alkes)

Page 58: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 58 -

2. Pengadaan Metadon dari Donor

Setiap bantuan dari donor dilakukan pengadaan dengan mekanisme sebagai berikut:

a. Kementerian Kesehatan mengajukan permintaan bantuan pengadaan metadon HCl kepada organisasi donor.

b. Organisasi donor yang menyetujui bantuan pengadaan, mengirimkan surat resmi tentang persetujuan jumlah metadon yang akan dihibahkan.

c. Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan Izin Pemesanan (sinkronisasi) Narkotika untuk Industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (masukan dari Ditjen Binfar dan alkes)

d. Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan bersama organisasi donor menandatangani kontrak pengadaan sesuai prosedur pengadaan obat dan ketentuan peraturan Perundangan-undangan.

e. Di dalam dokumen kontrak harus jelas menyebutkan bahwa 1) Kementerian Kesehatan adalah penerima manfaat langsung dari hasil pengadaan (end user); dan 2) obat disimpan/dititipkan/dikelola di gudang industri farmasi.

f. Hasil pengadaan obat metadon diserahterimakan dari Industri Farmasi kepada Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa untuk kemudian dititipkan kembali kepada industri farmasi tersebut.

g. Setiap bulan industri farmasi menyampaikan laporan mutasi barang kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

h. Industri Farmasi mengirimkan surat penagihan resmi untuk pembayaran metadon kepada donor sesuai kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan disertai Berita Acara Penerimaan Barang.

Page 59: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 59 -

3. Tahap Permintaan

a. Setiap 3 (tiga) bulan Rumah Sakit Pengampu PTRM mengirimkan surat permohonan distribusi metadon dilengkapi Surat Pesanan

Narkotika, sisa stok dan laporan rata-rata penggunaan/bulan, kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, dengan tembusan kepada Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung dan Direktorat Pengawasan Napza Badan POM.

b. Ditjen Bina Upaya Kesehatan bersama Subpokja Pengurangan Dampak Buruk melakukan verifikasi dan menyiapkan surat persetujuan sesuai rencana Rumah Sakit Pengampu

c. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa mengeluarkan surat persetujuan distribusi metadon disertai jumlah metadon untuk kebutuhan Rumah Sakit Pengampu PTRM selama 3 (tiga) bulan.

d. Tembusan surat persetujuan distribusi disampaiakan kepada Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung dan Direktorat Pengawasan Napza Badan POM.

e. Industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan mencocokkan permintaan dari Rumah Sakit dengan persetujuan distribusi oleh Ditjen Bina Upaya Kesehatan.

4. Tahap Distribusi

a. Industri farmasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan mendistribusikan metadon melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF)

yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

b. PBF yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan beserta cabang-cabangnya melayani kebutuhan metadon Rumah Sakit Pengampu PTRM dan satelitnya sesuai permintaan dengan memperhatikan kuota untuk masing-masing Rumah Sakit Pengampu PTRM yang telah ditetapkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

Page 60: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 60 -

c. Surat Pesanan Metadon Satelit Rumah Sakit harus mendapat persetujuan/pengesahan dari Rumah Sakit Pengampu PTRM.

d. Surat Pesanan Metadon harus asli (original paper approval) dan

disimpan oleh PBF yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan beserta cabang-cabangnya yang melayani kebutuhan metadon.

e. PBF yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan beserta cabang-cabangnya menyampaikan laporan bulanan atas penerimaan dan pendistribusian serta sisa stok metadon kepada Direktorat Prodis Kefarmasian, dengan tembusan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Direktorat Pengawasan Badan POM serta Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

f. Untuk pembelian mandiri, Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan mendistribusikan Metadon kepada Unit Layanan sesuai kebutuhan dan daya tampung ruang penyimpanan masing-masing

1) Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan mendistribusikan Metadon ke Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Cabang sebagai tempat penyimpanan dan pendistribusian metadon untuk kebutuhan 3 bulan sesuai perencanaan rumah sakit pengampu setempat.

2) Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Cabang akan mendistribusikan metadon sesuai permintaan kebutuhan pengampu dan satelitnya.

3) Rumah Sakit Pengampu harus memantau berapa kebutuhan metadon di satelitnya dengan menghitung penggunaan metadon sesuai laporan bulanan atau laporan mingguan satelitnya:

4) Apoteker sebagai Penanggung jawab ketersediaan,

penggunaan, dan pengawasan metadon di satelit,harus meluangkan waktu untuk memantau langsung kesatelitnya.

5) Industri farmasi yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan menyiapkan dan mengirimkan laporan aktivitas distribusi metadon dan stok persediaan metadon nasional tiap bulan kepada Direktorat Prodis Kefarmasian dengan tembusan kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Direktorat Bina Obat

Page 61: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 61 -

Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular Langsung cq. Subdit AIDS dan PMS , Direktorat Pengawasan Napza Badan POM

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyampaikan laporan Narkotika kepada Lembaga Internasional/INCB (International Narcotic Control Board), sedangkan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyampaikan hasil analisa ketersediaan metadon kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung.

5. Penyimpanan

Metadon wajib disimpan secara khusus sesuai ketentuan yang berlaku untuk mencegah dari kemungkinan pencurian, penyelewengan, pembongkaran dan perampokan serta menjaga mutu sediaan.

a. Penyimpanan Narkotika di Rumah Sakit :

1) Harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan Narkotika

2) Persyaratan Tempat Khusus:

a) Tempat Khusus tidak digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika

b) Tempat Khusus diletakan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum

c) Kunci Tempat Khusus dibawah kendali Penanggung Jawab atau pegawai yang dikuasakan

b. Penyimpanan Narkotika di Puskesmas

1) Harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan Narkotika, dengan persyaratan :

a) dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat

b) mempunyai kunci yang kuat

c) Tempat Khusus diletakan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum

Page 62: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 62 -

d) Kunci tempat menyimpan narkotika dibawah kendali Penanggung Jawab atau pegawai yang dikuasakan

6. Mengamankan Ketersediaan Metadon di PTRM

Penyerahan metadon dari perusahaan farmasi kepada rumah sakit pemberi layanan metadon harus dinyatakan dengan bukti pengiriman dan penerimaan barang yang ditandatangani dan disertai cap instansi kedua belah pihak.

Untuk menjamin ketersediaan metadon di klinik PTRM, maka harus selalu tersedia stok metadon untuk sedikitnya 2 (dua) bulan.

a. Di Rumah Sakit

Penyerahan metadon dari petugas gudang instalasi farmasi rumah sakit kepada petugas di unit layanan PTRM harus dinyatakan dengan dokumen tertulis dan ditanda tangani oleh kedua pihak. Setelah unit layanan PTRM tutup, prosedur yang sebaliknya, pengembalian sisa metadon yang digunakan kepada instalasi farmasi Rumah Sakit, harus dinyatakan secara tertulis pula.

b. Di Puskesmas

Penyerahan metadon dari petugas gudang obat puskesmas kepada petugas di unit layanan PTRM harus dinyatakan dengan dokumen tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak. Metadon yang diserahkan masih dalam kondisi utuh kemasan pabrik. Setelah unit layanan PTRM tutup, prosedur sebaliknya, pengembalian sisa metadon yang digunakan kepada gudang obat puskesmas harus dinyatakan secara tertulis.

7. Pemusnahan

Pemusnahan Sediaan Metadon HCl sama dengan ketentuan pemusnahan narkotika pada umumnya.

Pemusnahan dilakukan bila :

a. Metadon HCl rusak

b. Metadon HCl tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan

Page 63: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 63 -

Pelaksana Pemusnahan:

Apoteker Penanggung jawab

Saksi Pemusnahan Metadon:

Petugas Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Petugas Balai Besar/Balai POM setempat.

BAP Pemusnahan Narkotika dibuat oleh pelaksana pemusnahan minimal dalam rangkap 4, dengan peruntukan sbb :

a. Rangkap ke 1 dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

b. Rangkap ke 2 dikirimkan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian

c. Rangkap ke 3 dikirim ke Balai Besar/Balai POM setempat Rangkap ke 4 sebagai arsip

ZB. Prosedur Kalibrasi Alat Pompa Metadon/ Dispenser Set

Definisi : Kalibrasi alat pompa metadon/dispenser set adalah suatu kegiatan kalibrasi yang dilakukan pada alat pengukur dosis metadon oleh lembaga resmi pemerintah yang berwenang dalam kegiatan ini dan dilakukan minimal sekali setahun

1. Tujuan Peneraan alat dipensing:

a. Untuk menghindari kesalahan pengukuran dosis metadon, yang mungkin dapat mengakibatkan kekurangan dosis atau bahkan kelebihan dosis metadon, sehingga membahayakan pasien

b. Untuk menghindari kebocoran pada saat pemberian metadon yang dapat mengakibatkan ketidaksesuaian perhitungan dosis yang telah dikeluarkan menurut jumlah pasien aktif dengan sisa dosis yang ada.

Page 64: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 64 -

2. Prosedur Kalibrasi alat dispensing:

a. Kalibrasi dispenset dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali sesuai dengan sertifikat yang terdapat pada alat tersebut untuk

menghindari ketidaksesuaian pengukuran.

b. Kalibrasi dilakukan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan / Institusi Penguji Alat Kesehatan setempat, dengan alat kalibrasi yang telah ditentukan oleh badan tersebut.

c. Kalibrasi alat dilakukan di masing-masing klinik PTRM.

d. Klinik PTRM melalui kepala institusi mengajukan surat permintaan kalibrasi alat kepada Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan / Institusi Penguji Alat Kesehatan.

e. Setelah dilakukan kalibrasi maka Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan / Institusi Penguji Alat Kesehatan akan memberikan sertifikat jika alat tersebut masih laik pakai

f. Apabila setelah dilakukan kalibrasi ternyata alat tersebut mengalami kerusakan maka harus dilakukan perbaikan atau penggantian alat baru sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 65: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 65 -

BAB V

PENATALAKSANAAN PTRM PADA POPULASI KHUSUS

Keadaan adiksi juga dialami oleh mereka yang mengalami gangguan jiwa atau psikiatrik lainnya, ibu hamil dan janin yang dikandungnya, anak-anak dan remaja, gangguan penggunaan napza multipel, pasien dengan keluhan nyeri, para pasien pasca pembinaan oleh lembaga pemasyarakatan, profesi kesehatan yang adiksi terhadap opioida, mereka yang bepergian serta pengguna napza dengan HIV/AIDS. Kelompok khusus tersebut membutuhkan penanganan yang disertai pertimbangan tim multidisiplin ilmu.

Yang termasuk dalam populasi khusus:

A. Pasien dengan HIV/AIDS

B. Pasien dengan pengobatan ARV /OAT

C. Pasien dengan Diagnosis Ganda (Dual Diagnosis)

D. Pasien Hamil dan Neonatus

E. Pasien dengan Gangguan Penggunaan Napza Tipe Multiple

F. Pasien dengan Keluhan Nyeri

G. Pasien Pasca Lapas

H. Tenaga Kesehatan yang Adiksi Opioid

I. Pasien yang Bepergian

Keterangan :

A. Pasien dengan HIV/AIDS

Pasien dengan HIV/AIDS yang memerlukan terapi metadon, mengikuti prosedur terapi metadon sebagaimana lazimnya. Ketika diperlukan terapi untuk infeksi oportunistik dan atau terapi antiretroviral, maka diperlukan pertimbangan dokter ahli lainnya sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Dalam hal tidak ada dokter ahli, maka dokter terlatih dalam bidang terapi HIV/AIDS dan terapi oportunistiknya dapat mengambil tindakan.

Page 66: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 66 -

B. Pasien dengan pengobatan ARV/OAT

Inisiasi metadon pada pasien telah mendapat ARV/OAT(inducer)

a. Zat tsb mengiduksi metabolisme metadon di hati, metadon cepat

dimetabolisme

b. Inisiasi dan peningkatan dosis tidak mengikuti aturan yang biasa

c. Peningkatan dosis lebih cepat

d. Peningkatan dosis tergantung dari keluhan dan gejala klinis.

C. Pasien dengan Diagnosis Ganda

Pasien dengan diagnosis ganda psikiatrik, memerlukan terapi psikiatrik untuk gangguan psikiatriknya sampai kondisinya stabil secara mental emosional. Tujuannya agar pesien dapat patuh menjalankan terapi metadon.

D. Pasien Hamil, Menyusui dan Neonatus

Penatalaksanaan terapi rumatan metadon pada perempuan hamil dan menyusui

a. Pemberian metadon pada perempuan hamil dengan ketergantungan heroin adalah indikasi kuat dengan mengikuti prosedur inisiasi seperti biasa.

b. Kebutuhan Metadon akan meningkat pada trimester ke-3 karena metabolisme pada perempuan hamil meningkat

c. Dosis metadon pada trimester ke-3 dapat diberikan dengan dosis terbagi

d. Pemberian metadon tetap dilakukan pada perempuan menyusui, dengan proses penyapihan yang dilakukan secara perlahan untuk mencegah gejala putus zat.

Perempuan hamil yang memerlukan terapi metadon perlu pengawasan bersama dokter ahli kebidanan . Dalam hal tak ada dokter ahli kebidanan maka dokter terlatih dan bidan terlatih dapat melakukan perawatan bersama dengan tim terapi rumatan metadon. Perempuan hamil yang ketergantungan opioid berisiko tinggi akan komplikasi sebagai akibat dari:

Page 67: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 67 -

a. antenatal care yang tidak adekuat

b. gaya hidup: merokok, nutrisi buruk, stres tinggi dan deprivasi

c. berulang intoksikasi dan mengalami putus zat sehingga membuat

kemungkinan terjadinya abortus

Dengan menggunakan terapi metadon, kondisi perempuan hamil lebih stabil secara mental emosional, dapat diatur gaya hidup lebih sehat, dapat lebih didorong untuk pemeriksaan antenatal care.

Bagi wanita hamil, perlu pemantauan ketat terhadap ibu dan janinnya. Dalam hal tersebut juga diperlukan pengurangan dosis sebesar 2,5-5 mg setiap minggu.

Bayi yang baru dilahirkan dari ibu pengguna metadon perlu mendapat pengawasan bersama dokter anak. Dalam hal tak ada dokter anak, maka dokter terlatih dapat melakukannya. Risiko yang mungkin dihadapi oleh bayi baru lahir dari ibu dengan terapi rumatan metadon adalah bayi dengan gejala putus zat. Gejala putus zat pada bayi adalah:

a. Iritabilitas meningkat termasuk karena rangsang suara b. Gangguan tidur c. Bersin d. Menghisap tangannya e. Menghisap tak efektif f. Menangis merintih g. Berak cair h. Hiperaktif i. Berat badan sulit naik j. Tak nyaman dengan cahaya terang k. Gemetar l. Pernafasan cepat m. Menguap, muntah, lendir banyak

n. Jarang kejang

Gejala putus zat biasanya dimulai pada 48 jam setelah lahir dan dapat tertunda sampai 7-14 hari. Terapi yang diberikan bermaksud mengurangi semua gejala di atas dengan cara:

a. mendekap bayi, menyelimutinya

b. hidung dan mulut bersihkan dari kotoran dan lendir

Page 68: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 68 -

c. berikan dot ’empeng’ untuk mengurangi rangsang menghisap

Bagi bayi dengan putus zat berat dapat diberikan opioid :

a. oral morfin 2 mg/ml atau

b. cairan tinctura opii 0.4 mg/ml atau

c. metadon

E. Pasien denganGangguan Penggunaan Napza Tipe Multipel

Pengguna opioid seringkali menggunakan zat secara multipel:

a. satu dari lima pasien yang memeinta pertolongan terapi metadon di Malaysia adalah mereka yang ketergantungan opioid

b. 5 % dari pengguna juga ketergantungan alkohol

c. Pengguna opioid seringkali juga mengguna benzodiazepin atau alkohol dengan takaran mengganggu kesehatan

Tanda pasien berisiko tinggi pengguna zat multipel adalah

a. sering intoksikasi atau putus zat benzodiazepin dan atau alkohol

b. secara teratur menggunakan obat lain diatas dosis terapetik rata-rata orang biasa

Skrining urin dapat dilakukan sesuai kebutuhan untuk mengantisipasi kelebihan atau kekurangan dosis karena interaksi obat. Rujukan ke spesialis diperlukan terutama jika menggunakan zat sedatif.

F. Pasien dengan Keluhan Nyeri

Pasien dengan keluhan nyeri karena berbagai kondisi medis lainnya

memerlukan analgetika seperti pasien lainnya yang bukan pengguna metadon. Rasa nyeri dapat dibantu dengan nonopioid analgetik atau tramadol. Dapat diberikan peningkatan dosis metadon untuk membantu mengatasi nyeri. Amati tanda putus zat sebagai tanda kurang memadainya dosis metadon. Agonis parsial seperti buprenorfin harus dihindari karena akan mempresipitasi gejala putus zat.

Page 69: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 69 -

G. Pasien Pasca Lapas

Klien pasca bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dirujuk pada tempat layanan metadon terdekat dengan tempat tinggal atau tempat

aktivitas barunya. Bila tidak dijumpai tempat layanan metadon yang dapat dijangkau, alihkan pada terapi subsitusi buprenorfin dekat tempat tinggal atau tempat aktivitasnya. Pengalihan metadon ke buprenorfin dilakukan dalam jangka waktu tertentu, seperti yang tertera pada tabel 2.

1. Tenaga Kesehatan yang Adiksi Opioid

Pada dasarnya profesi kesehatan yang adiksi opioid mendapatkan terapi yang sama dengan pasien lainnya. Guna menghindari penggunaan yang salah, maka ia mendapat pengawasan yang lebih cermat dari tanda klinis dan bila perlu didukung oleh pemeriksaan penunjang.

2. Pasien yang Bepergian

Bagi pasien yang bepergian ke tempat yang tersedia pelayanan metadon, maka ia akan dirujuk ke pelayanan metadon di tempat yang dituju. Pasien membawa surat pengantar dari klinik sebelumnya. Dokter dari klinik sebelumnya menghubungi dokter di klinik yang dituju. Bila tidak terdapat pelayanan metadon, maka pasien dipersiapkan untuk mendapatkan terapi buprenorfin dan kemudian dirujuk ke pelayanan buprenorfin setempat. Dokter di klinik sebelumnya hendaklah menghubungi dokter di klinik yang dituju.

Page 70: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 70 -

BAB VI

PEMBIAYAAN

Besaran tarif pelayanan PTRM ditetapkan dengan mempertimbangkan komponen jasa sarana dan jasa pelayanan. Pola tarif harian yang dikenakan pada pasien harus sudah meliputi komponen pelayanan utama. Tarif untuk pelayanan penunjang dapat berupa paket atau satuan sesuai dengan pelayanan yang diberikan pada pasien.

Komponen jasa pelayanan meliputi:

Konsultasi (awal dan lanjutan)

1. Pemberian metadon

2. Konseling

3. Spot cek

Komponen jasa sarana meliputi :

1. Gelas, sirup, air mineral

2. Stik dan reagen tes urin

3. Alat tulis kantor

4. Alat registrasi online

5. Telepon, internet

6. Listrik

Page 71: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 71 -

BAB VII

PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Prosedur Penerbitan kartu identitas

Definisi : Kartu identitas merupakan tanda pengenal bagi pasien yang mengikuti PTRM dimana nomor identitas pasien adalah nomor yang berlaku secara nasional. Kartu identitas harus tersedia bagi semua pasien dan harus diperlihatkan kepada petugas yang sedang bertugas di loket metadon (Lihat formulir A).

1. Tujuan:

a. Untuk menghindari kepemilikan registrasi ganda atas seorang pasien

b. Untuk mendukung sistem registrasi nasional

c. Untuk menghindari penyalahgunaan dosis metadon oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

2. Prosedur Penerbitan kartu identitas:

a. Pasien yang mendaftar ke klinik PTRM akan memperoleh nomor registrasi dan diberikan kartu identitas peserta PTRM

b. Kartu identitas mencantumkan:

1) Nomor registrasi

2) Nama pasien

3) Nama keluarga

4) Alamat pasien

5) Nomor telepon

6) Tempat & tanggal lahir pasien

7) Nomor kartu identitas

8) Pas foto pasien

Page 72: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 72 -

c. Kartu identitas ditandatangani oleh koordinator PTRM setempat & pasien

d. Kartu identitas berlaku secara nasional

e. Masa berlaku kartu identitas adalah 3 (tiga) tahun, dan apabila masa berlaku kartu tersebut habis dapat dilakukan perpanjangan masa berlaku

f. Apabila pasien telah keluar dari program, secara terencana dan atau tanpa rencana, maka kartu identitas tetap dianggap berlaku hingga masa berlaku kartu tersebut habis. Kartu identitas pasien tidak secara otomatis menunjukkan keaktifan pasien dalam terapi, bagi pasien pemegang kartu yang akan melakukan pengalihan perawatan tetap membutuhkan surat rujukan atau keterangan dari klinik PTRM dimana pasien tersebut berasal.

g. Bagi pasien yang dalam rentang waktu tertentu setelah keluar dari terapi akan kembali melakukan perawatan metadone baik diklinik asal maupun klinik lainnya, diharapkan tetap mencantumkan riwayat identitas sebelumnya.

h. Apabila pasien masuk kembali dalam program sebelum 3 (tiga) tahun setelah diterbitkannya kartu identitas maka kartu tersebut dapat diberlakukan kembali, dengan masa berlaku melanjutkan sisa masa berlaku kartu tersebut.

i. Apabila kartu identitas hilang maka dapat diterbitkan kartu identitas baru dengan pemberian tanda ‘PENGGANTI’ dan kartu yang hilang dinyatakan tidak berlaku lagi.

j. Kartu identitas tidak dapat dipindahtangankan

k. Bagi layanan PTRM yang sudah melakukan registrasi on line, maka kartu identitas pasien tetap dibuat sebagai data pendukung

untuk melakukan alih layanan ke klinik yang belum melakukan registrasi on line.

B. Surat Persetujuan

Sebelum diterima dalam PTRM, pasien harus menandatangani surat persetujuan dengan disaksikan dan ditanda tangani oleh orangtua atau wali (lihat formulir D).

Page 73: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 73 -

C. Lembar Evaluasi Klinis

Dokter/psikiater yang bertugas harus mengisi lembar evaluasi klinis pada saat penerimaan awal dan pada setiap konseling selama pasien masih

tetap mengikuti program PTRM. Lembar evaluasi klinis akan ditempelkan pada buku rekam medis dan disimpan di PTRM. (Lihat lampiran E).

D. Lembar Evaluasi Psikologi dan Psikososial

Psikolog dan petugas evaluasi psikososial mengisi lembar yang tersedia untuk laporan dimaksud.

E. Formulir Registrasi

Setiap pasien dibuatkan kartu registrasi metadon, di mana tertulis tanggal, dosis, dan tanda tangan pasien sesudah menerima dosis. Nama setiap pasien harus tertulis pada formulir registrasi untuk setiap pasien. (Lihat lampiran B).

Laporan pelaksanaan PTRM dilakukan secara berkala, terdiri atas :

1. Laporan Harian

Laporan harian pasien sesuai dengan prosedur pencatatan rekam medis rumah sakit. Laporan harian penggunaan metadon dilakukan dalam buku log atau catatan oleh petugas . Laporan harian tersebut disampaikan kepada penanggung jawab PTRM dan apoteker/asisten apoteker penanggung jawab sediaan metadon.

2. Laporan Bulanan

a. Laporan bulanan disusun tiap bulan. Laporan harian dikompilasi untuk kemudian dibuat laporan bulanan sesuai formulir laporan

bulanan dan rekapitulasi pelayanan penunjang (seperti contoh terlampir). Untuk laporan rekapitulasi penggunaan metadon diuraikan dalam perhitungan angka desimal dalam satuan mg sesuai pemakaian aktual.

b. Satelit mengirimkan laporan bulanan ke RS Pengampu selambat-lambatnya tanggal 26 setiap bulan dengan tembusan ke Dinas Kesehatan setempat. RS Pengampu mengkompilasi laporan bulanan dari satelit kemudian dikirimkan kepada Kementerian

Page 74: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 74 -

Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan tembusannya kepada Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual, Direktorat Pengawasan NAPZA Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan dan Balai POM setempat

c. Khusus untuk PTRM LAPAS/RUTAN mengirimkan laporan bulanan kepada RS Pengampu dengan tembusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan cq. Direktur Bina Khusus Narkotika dan Kepala Kantor Wilayah Departem Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat. Laporan kasus tidak menyebutkan identitas klien, sehingga konfidensialitas tetap terjaga.

d. Dalam hal penyerahan metadon ke klinik satelit PTRM (Puskesmas), Badan POM RI menunjuk dan menetapkan apotek-apotek yang dapat menyerahkan obat metadon.

e. Apotek yang dimaksud dalam butir d diatas harus mengirimkan laporan mutasi metadon kepada RS Pengampu; dengan tembusan Direktur Pengawasan Napza Badan POM, Balai Besar/Balai POM, Dinkes setempat dan Set.Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes.

3. Laporan Tahunan

Laporan tahunan merupakan kompilasi laporan bulanan yang dibuat pada bulan Januari tahun berikut oleh RS Pengampu, dikirimkan kepada Kementerian Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan tembusannya kepada Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual, Direktorat Pengawasan NAPZA Badan

Pengawasan Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan dan Balai POM setempat, Dirjen PAS cq. Ditbina Sustik Dephukham.

4. Umpan Balik Laporan PTRM

Kementerian Kesehatan cq. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa dan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung melakukan kajian atas pencatatan dan pelaporan layanan PTRM yang dikirimkan oleh setiap Rumah Sakit Pengampu, dan menyampaikan hasil-hasil

Page 75: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 75 -

kajian terkait kepada setiap pihak yang berkepentingan sekali dalam satu tahun.

F. Registrasi Online Metadon

Dengan melakukan input terhadap sidik jari pasien PTRM, dan memasukkan data dan riwayat penyakit pasien, maka pasien tersebut terdaftar secara nasional dengan identitas yang unik. Sidik jari digunakan setiap hari untuk membuka akses data pasien harian, dengan sistem software yang dirancang sesuai kebutuhan, pasien dapat melakukan transfer ke klinik lain dengan tanpa kehilangan riwayat meminum metadon.

Dari aspek pasien manfaat dapat dirasakan dengan;

1. Memungkinkan pasien untuk mendapatkan pelayanan ke lokasi lain1, termasuk ke lingkungan tertutup (lapas/rutan) maupun yang berada ditengah masyarakat,

2. mempermudah akses informasi tentang perawatan lanjutan bagi pasien baru.

Dari aspek manfaat bagi layanan kesehatan:

1. Mengurangi jumlah pemberian resep dan penulisan laporan untuk perawatan pasien – sebuah proses untuk menuju sistem yang minim kertas, menghindari pemberian resep obat terapi ganda untuk pasien,

2. Menghindari pemakaian obat terapi tidak resmi dengan memverifikasi identitas pasien,

3. Memonitor konsumsi obat secara rutin baik internal klinik maupun antara RS pengampu-klinik, dan antar klinik-klinik dengan sistem pengamanan yang terjaga.

Dari aspek manfaat bagi perencana program dan pemantauan:

1. Memungkinkan pemantauan kebutuhan dan persediaan obat secara nasional,

1 Pindah lokasi yang dimaksud tetap harus sesuai dengan kaidah dan prosedur

pelayanan PTRM yang berlaku di Indonesia

Page 76: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 76 -

2. Memungkinkan pemantauan perjalanan karakteristik pemakaian metadone pasien,

3. Memungkinkan pemantauan setiap detik sesuai kebutuhan di tingkat

nasional

Sistem registrasi online dijalankan pada klinik PTRM yang sarana, prasarana dan sumber daya telah siap.

Alur Transaksi Metadon dengan Sistem Registrasi Online Metadon

Pasien Baru Admin Pasien Admin Rekam

Admin

Pendaftaran Sidik Jari

Transaksi

Pasien

Lama

Isi Form

Pendaftaran

Online

Database

Entry Data

Pasien Baru

Catatan

Nomor

Registrasi

Pasien

Nomor

Registrasi

Identifikasi

Sidik Jari

Rekam Sidik Jari

perwakilan dari

keluarga pasien

(1 orang)

Verifikasi

Rekam

Sidik Jari

Verifikasi perwakilan

dari keluarga pasien

(1 orang)

Isi Summary

Transaksi (History

Master Data Base)

Pengecekan

Transaksi

Transaksi

Daftar Antrian Pasien

Entry

Transaksi

Pasien Terima

Obat

Page 77: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 77 -

G. Alur Pelaporan Pelaksanaan PTRM

* Tembusan kepada Dirjen Binfar dan Alkes, Direktorat P2ML dan Ditwas Napza Badan POM,

Dinas Kesehatan setempat

* Untuk satelit Lapas dan Rutan laporan ditembuskan kepada Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM

H. Pelaporan

Terdiri dari: 1. Petunjuk pengisian register harian pasien PTRM 2. Pelaporan pengelolaan dan pemakaian metadon 3. Petunjuk pengisian instrumen penilaian Monitoring dan evaluasi

PTRM

Satelit PTRM

RS Pengampu PTRM

dengan tembusan Dinkes setempat

Kementerian Kesehatan RI

cq. Direktorat Bina

Kesehatan Jiwa dengan

tembusan *

tgl

26

tgl

5

Page 78: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 78 -

Instrumentasi

Institusi

pelaksana layanan PTRM

Institusi /

kelompok stakeholder

layanan PTRM

MONITORING DAN EVALUASI PTRM

Internal

MONITORING DAN EVALUASI PTRM

Eksternal

Hasil :

Nilai Keberhasilan layanan

Perbaikan / Koreksi untuk

Peningkatan Mutu Layanan PTRM

Page 79: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 79 -

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Definisi :

Suatu penjabaran batasan wewenang atas proses pembinaan dan pengawasan terhadap PTRM yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan POM, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Hukum dan HAM, dan Rumah Sakit Pengampu

1. Peran Kementerian Kesehatan:

a. Pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit Pengampu

b. Pembinaan dilakukan meliputi teknis medis, peningkatan kapasitas, kebijakan logistik dan pengembangan layanan, serta berbagai keputusan menyangkut penyelenggaraan PTRM

c. Pengawasan meliputi monitoring dan evaluasi atas kebutuhan layanan dan penyelenggaraan PTRM

2. Peran Kementerian Hukum dan HAM :

a. Pembinaan dan pengawasan terhadap klinik PTRM di Lapas/Rutan

b. Pembinaan dilakukan meliputi kebijakan pengembangan layanan, perlindungan hukum serta keputusan menyangkut penyelenggaraan PTRM di Lapas/Rutan

c. Pengawasan meliputi monitoring dan evaluasi atas kebutuhan layanan dan penyelenggaraan PTRM di Lapas/Rutan

3. Peran Badan POM:

a. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan metadon

b. Monitoring efek samping obat

c. Sampling dan pengujian metadon

d. KIE dalam rangka pengawasan

Page 80: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 80 -

4. Peran Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota:

a. Pembinaan dan pengawasan bersama-sama dengan Kementerian Kesehatan terhadap Rumah Sakit /Puskesmas Pengampu

setempat

b. Pembinaan dan pengawasan terhadap Klinik PTRM sesuai dengan jenjang wewenang yang berlaku

c. Pembinaan dilakukan meliputi peningkatan kapasitas, perencanaan pengembangan layanan dan logistik bersama-sama dengan RS/Puskesmas Pengampu

d. Pengawasan meliputi monitoring dan evaluasi atas kebutuhan layanan dan penyelenggaraan PTRM

5. Peran Rumah Sakit Pengampu

Definisi Rumah Sakit Pengampu:

Adalah rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan. Dasar penunjukkan Rumah Sakit pengampu mengacu pada prosedur penetapan Rumah Sakit Pengampu.

a. Tugas Rumah Sakit Pengampu terhadap klinik PTRM:

1) Bimbingan teknis penyelenggaraan terapi rumatan metadon: asesmen awal, dosis, penatalaksanaan efek samping, ijin dosis bawa pulang

2) Bimbingan teknis penanganan kasus-kasus sulit: tidak ada perubahan perilaku, depresi, agitatif dan lain-lain

3) Memantau proses pencatatan penyelenggaraan terapi

4) Meminta laporan penyelenggaraan terapi secara berkala

serta memberikan umpan baliknya

5) Mengkompilasi laporan satelit dan melaporkannya berdasarkan jenis data:

a) Data demografis dan klinis pasien kepada Subdit Direktorat Bina Upaya Kesehatan dan tembusannya kepada Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual

Page 81: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 81 -

b) Data penerimaan dan penggunaan metadon kepada Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dengan tembusan kepada Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung cq. Subdit Pengendalian AIDS dan Penyakit Menular Seksual, Ditwas Napza Badan POM

6) Berkoordinasi dengan tim terpadu Kelompok Kerja Harm Reduction Kementerian Kesehatan cq Ditjen Bina Upaya Kesehatan cq Ditbina Kesehatan Jiwa untuk mengusulkan adanya pelatihan penyegaran ataupun pelatihan lanjutan

7) Permohonan distribusi logistik metadon sebagaimana yang telah disebut pada Prosedur Permohonan Logistik Metadon

8) Dalam situasi khusus Rumah Sakit Pengampu dapat mengeluarkan suatu kebijakan setelah saling berkoordinasi

b. Prosedur Pelaksanaan Supervisi Rumah Sakit Pengampu :

1) Untuk klinik yang baru dibuka:

a) Petugas dari Rumah Sakit Pengampu dapat datang ke klinik setiap kali diperlukan atau dapat digantikan dengan proses magang sekurang-kurangnya satu minggu dalam penerimaan dan penatalaksanaan klien dalam PTRM

b) Proses supervisi pada dua minggu pertama perlu ditekankan pada:

(1) Proses skrining dan asesmen klien, termasuk riwayat penggunaan zatnya

(2) Proses pemberian informasi tentang PTRM: manfaat, kemungkinan kerugian (efek samping), konsekuensi yang harus ditanggung,stabilisasi dosis, THD, dan alih layanan

(3) Peresepan dosis awal, penambahan dosis, termasuk kemungkinan adanya efek kumulatif dalam tubuh

c) Setelah 2 bulan dilakukan supervisi sebulan sekali dengan perhatian pada :

Page 82: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 82 -

(1) Pencatatan dan pelaporan

(2) Prosedur pemberian layanan

(3) Problem klien dan keluarga

(4) Mempertahankan klien dalam program

(5) Proses pemberian dosis bawa pulang

d) Pelaksanaan sistem rujukan

2) Untuk unit PTRM yang telah berjalan:

a) Supervisi dilakukan sebulan sekali

b) Penekanan supervisi pada klinik yang telah berjalan adalah pada:

(1) Pencatatan dan pelaporan

(2) Prosedur pemberian layanan

(3) Problem klien dan keluarga

(4) Mempertahankan klien dalam program

(5) Proses pemberian dosis bawa pulang

(6) Pelaksanaan sistem rujukan

(7) Pertemuan antara satelit dengan pengampu dilakukan sesuai kebutuhan dan kemampuan

Koordinasi antar Rumah Sakit Pengampu dapat dilaksanakan melalui sarana komunikasi yang tersedia dan pertemuan yang dapat dianggarkan oleh Kementerian Kesehatan.

Tahapan :

1. Pengampu selain melakukan monitoring dan evaluasi pada kliniknya juga mempunyai kewajiban untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap semua klinik satelitnya setiap tahun.

2. Hasil monitoring dan evaluasi dilaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat dan juga Subpokja Harm Reduction Kementerian Kesehatan

Page 83: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 83 -

Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi yang telah disampaikan.

Proses monitoring dan evaluasi akan diatur lebih lanjut dalam bab

Monitoring dan Evaluasi.

Page 84: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 84 -

BAB IX

MONITORING DAN EVALUASI

A. Tujuan

1. Tujuan Umum

Meningkatkan mutu layanan terapi rumatan metadon secara komprehensif dan holistik.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pendataan dan penilaian tentang kualitas penyelenggaraan layanan terapi rumatan metadon atas pasien Penasun sebagai penerima layanan terkait.

b. Melaksanakan upaya pembinaan untuk implementasi PTRM yang lebih baik.

c. Menyusun rencana tindak lanjut dalam pengembangan layanan PTRM setempat.

B. Sasaran

Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap :

a. Tim Pelaksana Klinik PTRM

b. Pasien dan Keluarga

c. Pemangku kepentingan terkait (LSM, kepolisian, masyarakat dan sebagainya)

d. Sarana dan Pra-Sarana

Metodologi

1. Monitoring

a. Pencatatan dan pelaporan

Data yang perlu dicatat :

1) Jumlah pasien aktif per hari.

2) Nilai dosis metadon yang diterima setiap individu pasien aktif per hari.

Page 85: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 85 -

3) Keluhan subyektif dan obyektif setiap individu pasien aktip per hari.

4) Tindakan untuk mengatasi keluhan individu pasien aktif per

hari.

5) Tindakan medikasi terhadap pasien aktif per hari.

6) Tindakan rujukan

Data yang perlu dilaporkan :

1) Laporan bulanan pelaksanaan layanan PTRM.

2) Laporan tiga-bulanan pelaksanaan layanan PTRM.

3) Tabel posisi jumlah pasien terdaftar, aktip, dan DO setiap bulan atau per tiga bulan.

4) Tabel kapasitas gender pasien seluruhnya setiap bulan atau per tiga bulan.

5) Tabel penggunaan dosis rasional (mulai terendah dan tertinggi) semua pasien aktif setiap bulan atau per tiga bulan.

6) Tabel pasien penerima ARV terhadap seluruh pasien (terdaftar dan aktif) setiap bulan atau per tiga bulan.

7) Tabel aspek latar belakang pendidikan pasien (terdaftar dan aktif) sekali dalam setahun.

8) Tabel aspek pekerjaan/kegiatan harian pasien (terdaftar dan aktif) sekali dalam setahun.

9) Jumlah pasien yang ditangkap polisi

b. Presentasi dan diskusi

Presentasi disampaikan oleh Koordinator Klinik PTRM dengan menampilkan semua informasi terkait yang dibutuhkan. Meliputi profil layanan PTRM, permasalahan yang ada, data terkini, dan rencana tindak lanjut. Tampilan presentasi dapat berbentuk data tertulis maupun poster.

Diskusi dapat bersifat terbuka yang dilakukan terhadap pemberi dan penerima layanan PTRM

Page 86: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 86 -

c. Pengisian Daftar Tilik

Pengisian daftar tilik dilakukan atas formulir Monitoring dan evaluasi PTRM yang berisi :

1) Informasi umum

2) Informasi penilaian implementasi program

3) Rencana tindak lanjut dan rekomendasi

4) Informasi khusus

2. Evaluasi

a. Wawancara dan observasi

Wawancara dapat bersifat terstruktur dan atau semi terstruktur.

b. Diskusi kelompok terarah

c. Studi deskriptif : telaah data primer dan sekunder (survei)

3. Proses Diskusi

Pada kegiatan monitoring dan evaluasi PTRM dilakukan diskusi tentang tatalaksana layanan PTRM. Diskusi dilakukan antara pelaksana layanan (dokter, perawat, dan apoteker/asisten apoteker) dan Tim Monitoring dan evaluasi PTRM.

Diskusi bertujuan untuk:

a. Mendapatkan gambaran dan pilihan untuk menyelesaikan masalah seputar layanan teknis-medis terapi rumatan metadon

b. Mengetahui mekanisme manajerial klinik PTRM

c. Pertukaran pengalaman dan pengetahuan tentang layanan PTRM

d. Sosialisasi kebijakan tentang layanan PTRM

Penyampaian materi secara terpisah untuk proses diskusi dalam suatu pertemuan monitoring dan evaluasi PTRM tidak diperlukan. Materi diskusi mencakup berbagai hal sesuai kebutuhan dan dapat merujuk pada Laporan Pelaksanaan Layanan PTRM.

Sekalipun dalam PTRM ditemukan aspek non medis yang cukup luas, diharapkan bahwa pemberian saran dalam proses diskusi dititik-beratkan pada area teknis medis, diantaranya:

Page 87: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 87 -

a. Implementasi teknik penapisan pasien.

b. Implementasi teknik penilaian (assessment).

c. Implementasi teknik penetapan dosis awal dan kepatuhan untuk

peningkatan dosis sesuai target dosis adekuat metadon.

d. Implementasi proses monitoring kepatuhan pasien, skrining dengan tes urin, dan pencegahan penggunaan opiat lain.

e. Kegiatan konseling untuk mendukung proses perubahan perilaku pasien.

f. Dukungan intervensi terkait deteksi HIV (tes VCT), penanganan IO (infeksi oportunistik), pemberian/penyediaan akses ARV, dan kontrol kondisi kehamilan.

g. Kondisi khusus : dosis bawa pulang, dosis dimuntahkan, dan pencegahan dualisme pemberian metadon di lintas-kerja antara Rumah Sakit Pengampu dengan Satelit terutama Satelit Puskesmas.

h. Manajemen dan pengorganisasian sumber daya dukungan untuk klinik PTRM.

i. Kepatuhan Tim PTRM untuk penyediaan data rutin pelaksanaan layanan, pencatatan, pelaporan, dan pemeliharaan logistik (metadon).

j. Kemandirian dalam penyediaan metadon berkelanjutan dengan sumber daya lokal atau propinsi.

4. Cakupan pelaksanaan monitoring dan evaluasi PTRM: (kriteria inklusi)

a. Unit layanan PTRM yang telah berjalan minimal 3 bulan

b. Kebijakan dan prosedur layanan PTRM

c. Penatalaksanaan kasus pasien

d. Pencatatan dan pelaporan

e. Kerjasama lintas program dan sektor

5. Penggunaan Prosedur Monitoring dan Evaluasi PTRM

Prosedur monitirong dan evaluasi ini ditujukan bagi :

Page 88: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 88 -

a. Kementerian Kesehatan RI

b. Dinas Kesehatan Provinsi

c. Rumah Sakit Pengampu

d. Satelit

e. Pemangku kepentingan

6. Kriteria Keberhasilan Layanan PTRM

Kelengkapan Administratif:

a. SK penetapan layanan dari Kementerian Kesehatan RI

b. SK penetapan Tim PTRM dari pimpinan UPT

c. Surat Edaran jam layanan PTRM dari pimpinan UPT

d. SOP layanan PTRM

e. Kesesuaian antara fisik dan administratif pemakaian Metadon HCl dalam setahun terakhir

f. Piagam kerjasama dengan pihak-pihak pendukung terkait

g. Surat dukungan dari Pemerintah Daerah

h. Mekanisme sistem rujukan

Indikator Standar a. Daya tahan pasien dalam satu tahun b. Angka putus terapi (drop out) sebelum 3 bulan dalam 1 tahun c. Dosis rata-rata : awal dan rumatan d. Jumlah pasien baru dalam setiap bulan

Indikator Penunjang a. Penggunaan zat lain di luar Metadon HCl

b. Jumlah pasien yang menjalani pelayanan HIV c. Jumlah pasien dalam fase rumatan dengan dosis di bawah 40 mg

per hari d. Tersedianya kelompok dukungan sebaya

Indikator Lanjutan a. Proporsi gender di dalam layanan b. Tersedianya intervensi psikososial c. Tersedianya kelompok dukungan keluarga

Page 89: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 89 -

d. Tersedianya layanan komordibitas (dual diagnosa)

7. Kriteria Keberhasilan PTRM

Kriteria keberhasilan program terapi metadon adalah:

Jumlah pasien yang drop-out pada tahun pertama kurang dari 45%.

Jumlah hasil tes air seni sewaktu-waktu terhadap opiat yang menunjukkan hasil positif kurang dari atau sama dengan 30%.

Jumlah pasien yang bekerja, sekolah, atau mempunyai kegiatan yang tetap lebih dari 30%

Kondisi kesehatan pasien yang lebih baik menurut hasil pemeriksaan medis dokter PTRM.

Page 90: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 90 -

8. Peran dan Fungsi

ALUR PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI PTRM

9. Unit Pelayanan PTRM

a. Manajemen:

1) Penentuan sasaran, pengumpulan data secara teratur terhadap pelayanan

2) Pencatatan dan pelaporan data serta melaporkan secara teratur dan tepat waktu sesuai format yang tersedia

3) Analisis data untuk peningkatan mutu

b. Pelayanan

1) Pemeriksaan kelengkapan status masing-masing pasien 2) Bimbingan teknis pada satelit dan pemberi layanan (RS

Pengampu) 3) Audit medik 4) Pemeriksaan penyimpanan, distribusi dan kebutuhan

metadon

SATELIT

RS PENGAMPU

DINKES

PROVINSI

KEMENTERIAN

KESEHATAN RI

DINKES

KAB/KOTA

Page 91: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 91 -

10. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

a. Evaluasi pelaksanaan layanan PTRM di wilayahnya b. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian layanan baru

c. Perencanaan anggaran

11. Dinas Kesehatan Propinsi

a. Pengajuan usulan pembukaan layanan baru b. Perencanaan pengembangan layanan PTRM c. Penyusunan standar prosedur mutu layanan PTRM d. Penyusunan kebijakan pelaksanaan layanan PTRM di

wilayahnya e. Perencanaan anggaran f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan layanan PTRM

13. Kementerian Kesehatan

a. Penyusunan kebijakan pelaksanaan layanan PTRM secara nasional

b. Menyusun pedoman Monitoring dan evaluasi PTRM Melakukan Monitoring dan evaluasi PTRM secara nasional

Page 92: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 92 -

BAB X

PENUTUP

Transmisi HIV pada Pengguna Napza Suntik memberikan kontribusi yang signifikan pada Epidemi HIV di Indonesia. Pada tahun 2001-2005, transmisi pada Penasun merupakan mode transmisi yang terbanyak yang tercatat pada pelaporan kasus AIDS Nasional. Meskipun saat ini, Penasun tidak lagi menduduki peringkat pertama, namun transmisi HIV dikalangan Penasun tetap mengkhawatirkan.

Sampai saat ini bukti ilmiah menunjukkan bahwa pengurangan dampak buruk Napza masih dianggap sebagai salah satu pendekatan yang efektif dan berhasil untuk menangani masalah penyalahgunaan Napza dan HIV. Salah satunya adalah melalui Program Terapi Rumatan Metadon. Hingga November 2010 terdapat 65 layanan PTRM yang melayani 2.575 pasien aktif setiap harinya. Pemerintah terus mengembangkan layanan PTRM untuk meningkatkan akses Penasun ke layanan PTRM dan layanan lainnya yang mereka butuhkan.

Pengalaman di banyak negara berkembang menunjukkan bahwa gerakan masyarakat cukup mampu menurunkan timbulnya infeksi baru dari HIV. Fenomena ini harus disambut dengan dukungan dan fasilitasi dari pemerintah sebagai komitmen negara untuk melindungi warganya. Upaya yang sungguh-sungguh baik dari pemerintah, masyarakat, LSM, dan pihak swasta masih diperlukan untuk mengendalikan HIV dan AIDS secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Pedoman ini senantiasa akan selalu diperbaharui sehingga dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang terkait serta memenuhi kebutuhna masyarakat

MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Page 93: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 93 -

FORMULIR A

Halaman Muka

KARTU PASIEN

NAMA RUMAH SAKIT/PKM UNIT PTRM (logo rumah sakit/PKM ybs)

ALAMAT RUMAH SAKIT

TELEPON/FAX/EMAIL

No. Reg. PTRM:_ _ _ _ _ _ _ - _ _ _ _ (7 digit pertama: kode RS/puskesmas nasional)

No. Rekam Medik:..........................

Nama :

Tanggal Lahir : Jenis Kelamin: L/P

Umur :

Tanggal pertama kali masuk PRM:

Dikeluarkan di:............................

Tanggal:.........................................

(.....................................................)

Nama & Tanda tangan

Penanggung Jawab PTRM

*Kartu ini berlaku dari tanggal ... s/d ... (1 tahun sejak registrasi)

Pasfoto

2x3 cm

Page 94: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 94 -

Halaman Belakang

Perhatian:

1. Bawalah KARTU PASIEN ini, karena kartu ini adalah kunci untuk mencari

berkas Anda.

2. KARTU PASIEN ini merupakan identitas ANDA sebagai peserta program

terapi metadon di rumah sakit yang bersangkutan.

3. Laporkan kepada Dokter Anda, apabila Anda mengalami

komplikasi/masalah kesehatan/overdosis selama menjalankan pengobatan

metadon, agar menjadi catatan yang tertulis di kartu ini.

4. Jika KARTU PASIEN hilang, harap segera menghubungi PTRM.

5. Jika ada yang menemukan KARTU PASIEN ini, mohon

menghubungi/mengembalikan kantor PTRM.

*Ukuran dibuat seperti ukuran ID Card

Page 95: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 95 -

FORMULIR B

LEMBAR KUNJUNGAN HARIAN

No. Reg. PTRM:_ _ _ _ _ _ _ - _ _ _ _ (7 digit pertama: kode RS/puskesmas nasional)

No. Rekam Medik:..........................

Nama :

Tanggal Lahir :

Umur :

Jenis Kelamin : L/P (lingkari yang benar)

Alamat Rumah :

Telepon/HP :

Catatan:

Formulir B ini merupakan halaman paling depan dari berkas pasien.

Di bagian map depan pasien letakkan juga pasfoto

Pasfoto

2x3 cm

Page 96: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 96 -

Halaman berikutnya

FORMULIR PENGGUNAAN METADON HARIAN

NAMA RUMAH SAKIT:

ALAMAT:

TELEPON/FAX/EMAIL:

No. Reg. PTRM:_ _ _ _ _ _ _ - _ _ _ _ (7 digit pertama: kode RS/puskesmas nasional)

No. Rekam Medik:..........................

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : L/P (lingkari yang benar)

Tanggal Hari ke- Dosis

(mg)

Tanda

tangan

pasien

Tanda

tangan

petugas

Catatan

Page 97: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 97 -

Page 98: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 98 -

FORMULIR C

NAMA RUMAH SAKIT:

ALAMAT:

TELEPON/FAX/EMAIL:

SURAT PERSETUJUAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : __________________________________________________

Umur : __________________________________________________

Jenis Kelamin : __________________________________________________

Alamat Rumah : __________________________________________________

Telepon : __________________________________________________

No reg. PRM : __________________________________________________

No. Rekam Medik: ________________________________________________

setelah mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh staf PTRM dan memahami

program tersebut, saya ingin secara sukarela menjalani program terapi metadon, dan akan

mematuhi semua tata tertib dan peraturan PTRM.

(spasi yang agak lebar untuk keperluan pengecapan penelitian)

.................., .................200....

Disaksikan oleh:

Nama & tanda tangan pasien :

( )

Nama & tanda tangan

orangtua/penanggung jawab/pendamping

(bila pasien setuju):

( )

Dokter yang bertugas :

( )

Page 99: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 99 -

Penjelasan program terapi metadon:

1. Metadon adalah suatu opiat sintetik yang menyebabkan pasien akan mengalami

ketergantungan fisik. Jika ia berhenti mengkonsumsi metadon secara tiba-tiba, ia

akan mengalami gejala putus zat.

2. Terapi metadon merupakan suatu terapi pengganti opioid bagi orang yang memiliki

ketergantungan kronis terhadap opioid selama kurun waktu lebih dari 1 tahun.

3. Terapi metadon bertujuan untuk mencegah/mengontrol penularan infeksi HIV,

Hepatitis B dan C yang rentan ditularkan melalui pemakaian jarum suntik bersama.

4. Metadon diberikan dalam bentuk cair dengan cara diminum dan ditelan di hadapan

petugas.

5. Metadon merupakan obat keras golongan narkotik yang pemakaiannya harus dengan

pengawasan dokter. Metadon dapat menimbulkan overdosis jika digunakan oleh

anak/dewasa yang tidak memiliki toleransi terhadap opiat.

6. Jika digunakan secara benar dan dengan pengawasan dokter, terapi metadon dapat

membantu menghilangkan kebiasaan memakai opioida, mengurangi tingkat

kriminalitas, dan membantu memperbaiki hubungan pasien di lingkungan sosialnya.

7. Jika terjadi overdosis, pasien/keluarga/orang terdekat harus segera menghubungi

dokter/petugas kesehatan.

8. Efek samping yang biasanya terjadi adalah sulit buang air besar, mengantuk,

berkeringat, mual dan muntah. Ketika pertama kali mendapat metadon dan

peningkatan dosis, disarankan sebaiknya tidak mengendarai mobil/motor/ sejenisnya

dan tidak mengoperasikan mesin.

9. Program terapi rumatan metadon memerlukan waktu beberapa tahun.

10. Pasien dapat dikeluarkan secara paksa apabila melanggar aturan-aturan dari PTRM

sesuai dalam pedoman nasional.

Page 100: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 100 -

FORMULIR D

NAMA RUMAH SAKIT:

ALAMAT:

TELEPON/FAX/EMAIL:

PROGRAM TERAPI METADON

LEMBAR EVALUASI KLINIS

Identitas Pasien

Nama: ____________________________________ Jenis Kelamin: ______________

Umur : ___________________________________ Pendidikan Terakhir: __________

Agama : __________________________________ Kewarganegaraan: ___________

Pekerjaan : ________________________________

Status Perkawinan : _________________________

Alamat Lengkap Rumah:

________________________________________

Alamat teman dekat/pendamping

(jika pasien setuju)

Telepon Rumah:___________________________ HP:_______________________

Nomor Urut Kelahiran :

anak nomor ____ dari _____bersaudara

Pekerjaan Ayah: ____________________________ Pekerjaan Ibu:_______________

Riwayat Penggunaan Zat:

Jenis zat Temb. Alko. Ganj. Benz Amfe Koka Halu. Inha.

Pernah

pakai?

Page 101: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 101 -

Umur

pertama kali

pakai

Pakai dlm 1

Tahun akhir

Pakai dlm 1

bln akhir?

Cara pakai?

Berapa

banyak?

*Riwayat pemakaian Opioid Sebelumnya

Berapa lama?

Jenisnya?

Umur pertama kali pakai?

Umur berapa menggunakan opioid secara teratur?

Berapa banyak per hari dalam 1 bulan terakhir ?

Cara pakai?

Apakah sudah pernah menjalankan detoksifikasi? YA TIDAK *

Jika YA, berapa kali? Rawat jalan:..........

Rawat inap :..........

Apakah sudah pernah mengikuti program rehabilitasi? YA TIDAK *

Jika YA, berapa kali? Dimana? ...

Apakah sudah pernah mengikuti program rumatan metadon sebelumnya? YA TIDAK *

Page 102: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 102 -

Jika YA, berapa kali? Dimana? ...

Apakah sudah pernah mengikuti program rumatan buprenorfin? YA TIDAK *

Jika YA, berapa kali? Dimana? ...

Apakah sudah pernah mengikuti program terapi naltrekson? YA TIDAK *

Jika YA, berapa kali? Dimana? ...

Masalah Mediko-psiko-sosial.

Apakah pernah menderita suatu komplikasi medik akibat penggunaan zat psikoaktif? YA TIDAK *

Jika YA, sebutkan:......................

Apakah Anda pernah mengalami overdosis sebelumnya? YA TIDAK *

Jika YA, overdosis tersebut disebabkan oleh obat apa? Sebutkan ...

Page 103: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 103 -

Apakah terdapat ko-morbiditas psikiatrik ? YA TIDAK *

Jika YA, sebutkan:......................

Apakah terdapat stresor psikososial ? YA TIDAK *

Jika YA, sebutkan:......................

Apakah pernah terlibat masalah pelanggaran hukum dan ditahan (dipenjara) berkaitan

langsung dengan penggunaan zat psikoaktif ? YA TIDAK *

Jika YA, sebutkan jenis zat psikoaktif tersebut:......................

Faktor risiko Seksual : (jika pasien mau menjawab hal ini)

Apakah Anda pernah berhubungan seksual? YA TIDAK *

Jika YA, dengan siapa? Sebutkan ........

Lalu isi tabel di bawah ini:

Kriteria Menggunakan kondom**

Tidak Pernah Selalu Kadang-kadang

Pasangan Hidup

Pacar

Teman

PSK

**tandai (X)

Faktor Risiko Menyuntik

Apakah Anda pernah saling meminjam alat suntik ? YA TIDAK *

Jika YA, dengan berapa banyak orang?

a. 1 orang b. 2-10 orang c. >10 orang

Jika Anda berbagi jarum/alat lainnya, apakah Anda menyeterilkan alat suntik bekas pakai

sebelum menyuntik diri sendiri? .......................... YA TIDAK *

Page 104: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 104 -

Apakah Anda pernah mendapat transfusi darah ? YA TIDAK *

Jika YA, sebutkan untuk alasan apa?......................

_____________

*lingkari yang dianggap benar

Page 105: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 105 -

Hasil pemeriksaan fisik:

Kesadaran :

Keadaan umum :

Tekanan Darah :

Frekuensi Nadi :

Frekuensi Napas :

Berat badan

Page 106: Juknis HIV: Pedoman PTRM

Status generalis:

(Terutama injecting site and soft tissue infection, liver condition, limfadenopati)

Hasil pemeriksaan laboratorium:

(tidak wajib, namun dapat menjadi pertimbangan bila ada indikasi)

Urine Drug Screen :

Tes fungsi hati :

Tes kehamilan :

Tes HIV :

Tes Hepatitis B & C :

Pemeriksaan sinar tembus (atas indikasi)

Pemeriksaan lain (atas indikasi)

Hasil pemeriksaan mental/psikiatris (jika ada indikasi)

Hasil tes psikologis (jika diperlukan):

Evaluasi sosial:

- Riwayat pekerjaan

- Riwayat pendidikan

- Lingkungan rumah

- Berapa jumlah anak?

Diagnosis:

Rencana terapi:

..........................,....................20...

Diisi oleh Dr...........................

Tanda tangan

Page 107: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 107 -

FORMULIR E

LAPORAN BULANAN PENGGUNAAN METHADONE CAIR

BOTOL : MG/ML

NAMA APT/RS/PUSK/SATELIT : BULAN :

ALAMAT : TAHUN :

NO STOK AWAL SATUAN

PEMASUKAN

JML KESELURUHAN

PEMAKAIAN

STOK AKHIR

KETERANGAN

MG TGL SUMBER JUMLAH JLH PASIEN TOTAL PEMAKAIAN

1 2 3 4 5 6 2+6 8 9 (2+6)-

9 10

JAKARTA,

PENANGGUNG JAWAB PTRM

(APOTEKER/DOKTER)

( )

SIK/SID :

Page 108: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 108 -

FORMULIR F

NAMA RUMAH SAKIT:

ALAMAT:

TELEPON/FAX/EMAIL:

LAPORAN BULANAN

BULAN:.........................

TAHUN: .........

Jumlah Pasien:

Jumlah pasien pada akhir bulan lalu

Jumlah pasien baru

Jumlah pasien drop-out*

Jumlah pasien rujuk masuk

Jumlah pasien rujuk keluar

Jumlah pasien dikeluarkan

Jumlah pasien pada akhir bulan ini

Jumlah pasien dalam terapi ARV*

Jumlah pasien dalam terapi TB*

Jumlah WBP yang ikut PTRM*

*drop-out : tidak minum obat dalam waktu 7 hari berturut-turut tanpa alasan

* WBP: Warga Binaan Pemasyarakatan (khusus Lapas/Rutan)

* Terapi ARV/TB pada layanan yang satu atap

Page 109: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 109 -

FORMULIR G

NAMA RUMAH SAKIT:

ALAMAT:

TELEPON/FAX/EMAIL:

Rekapitulasi Pelayanan Penunjang Terapi Metadon

Bulan … Tahun 20 …

Kegiatan Jumlah pasien yang

mengikuti/diperiksa

Catatan

VCT Pre-test

VCT Post-test

Peer Support Group*

Lain-lain:

................

................

*Pertemuan kelompok orangtua dan kelompok klien

Page 110: Juknis HIV: Pedoman PTRM

- 110 -

FORMULIR H

NAMA RUMAH SAKIT:

ALAMAT:

TELEPON/FAX/EMAIL:

FORMULIR PELAPORAN INSIDEN (BAGIAN DARI SOP)

Staf penanggungjawab pelaporan: _________________________________________

Tanggal, waktu, dan lokasi insiden:

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

Deskrispi insiden:

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

Tindakan yang diambil pada saat itu, dan tindakan selanjutnya:

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

Anjuran Tindakan:

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

Tanda Tangan: __________________ (Koordinator Program/Lapangan)