JUDULE EMBOH - jurnalsrigunting.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Sejalan dengan...

34
PARADIGMA BARU PELAYANAN UNJUK RASA DENGAN PEMBERDAYAAN NEGOSIATOR POLRI I. PENDAHULUAN Sejalan dengan bergulirnya reformasi di negara kita beberapa tahun silam merupakan awal semangat demokrasi digunakan sebagai alasan untuk berbuat maupun bertindak demi tercapainya suatu keinginan dan penyampaian aspirasi yang sekian lama terpendam dan tidak tersampaikan oleh masyarakat Indonesia, khususnya pada strata masyarakat bawah yang selalu tidak dapat berbuat apa-apa hanya demi kepentingan politik bagi para penguasa yang haus akan kekuasaan otoriter dan bertindak diktator yang tidak tanggap dan mau mendengar aspirasi masyarakat. Masyarakat merasa sudah jenuh dengan segala tekanan-tekanan selama ini, dimana pada akhirnya harapan masyarakat ingin menikmati kehidupan di alam demokrasi dengan semangat reformasi yang terlepas dari sifat kekuasaan otoriter dari sang penguasa yang diktator

Transcript of JUDULE EMBOH - jurnalsrigunting.files.wordpress.com file · Web viewPENDAHULUAN. Sejalan dengan...

PARADIGMA BARU PELAYANAN UNJUK RASA DENGAN PEMBERDAYAAN NEGOSIATOR POLRI

I. PENDAHULUAN

Sejalan dengan bergulirnya reformasi di negara kita beberapa

tahun silam merupakan awal semangat demokrasi digunakan sebagai

alasan untuk berbuat maupun bertindak demi tercapainya suatu

keinginan dan penyampaian aspirasi yang sekian lama terpendam dan

tidak tersampaikan oleh masyarakat Indonesia, khususnya pada strata

masyarakat bawah yang selalu tidak dapat berbuat apa-apa hanya

demi kepentingan politik bagi para penguasa yang haus akan

kekuasaan otoriter dan bertindak diktator yang tidak tanggap dan mau

mendengar aspirasi masyarakat. Masyarakat merasa sudah jenuh

dengan segala tekanan-tekanan selama ini, dimana pada akhirnya

harapan masyarakat ingin menikmati kehidupan di alam demokrasi

dengan semangat reformasi yang terlepas dari sifat kekuasaan otoriter

dari sang penguasa yang diktator dan yang tidak mau mendengar

aspirasi masyarakat kecil, sehingga masyarakat menginginkan adanya

perubahan yang sesuai dengan semangat reformasi.

Perubahan yang terjadi pada kenyataannya tidak sesuai dengan

harapan masyarakat,dan dirasa sangat berpengaruh terhadap semua

lini kehidupan masyarakat setelah era reformasi diperdengungkan di

Indonesia, seperti kita ketahui bersama bahwa dampak reformasi

dengan gaya khas demokrasinya masyarakat dapat dengan bebas

menyampaikan aspirasinya melalui berbagai cara yang digunakannya

dan masyarakatpun sudah terlalu jauh melangkah yang tanpa adanya

kontrol terhadap pelaksanaan demokrasi tersebut sehingga pada

kenyataannya akibat dari semua ini banyaknya kejadian-kejadian yang

cenderung bersifat anarkhis yang berawal dari kegiatan demonstrasi,

unjuk rasa maupun main hakim sendiri yang pada akhirnya berlanjut

pada perbuatan-perbuatan kejahatan. Dampak perubahan yang sangat

mencolok ini disebabkan masyarakat yang belum siap menerima

reformasi sebagai perubahan gaya hidup berpolitik di negeri ini,

sehingga masyarakat dalam perbuatannya selalu menghalalkan segala

cara dengan dalih bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah

sebagai perbuatan yang demokratis, hal ini jelas sangat tidak sesuai

dengan semangat reformasi yang ada, apalagi dengan tidak

mengindahkan hukum sama sekali, sehingga hukum di negara kita ini

sama sekali dilecehkan yang pada akhirnya aparat penegak hukum

dalam hal ini Kepolisian Negara republik Indonesia ( Polri ) sendiri tidak

dapat berbuat banyak untuk menerapkan hukum, karena masyarakat

selalu berlindung dibalik hak asasi manusia yang mereka sendiri tidak

mengerti apa arti hak asasi manusia itu sesungguhnya. Aparatpun

selalu menjadi bulan-bulanan, dan selalu di sudutkan dengan

pelanggaran hak asasi manusia yang menyebabkan aparat khususnya

Polri trauma dalam setiap tindakannya, karena apabila akan

menegakan hukum dengan benar akan selalu dihantui dengan akibat

yang diperbuatnya baik itu bentrokan dengan masyarakat ataupun

dengan para pengunjuk rasa. Masyarakat dalam menyampaikan

pendapatnya sendiri sudah diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang ada, sehingga masyarakat memiliki hak untuk

menyampaikan pendapatnya dimuka umum dapat disampaikan secara

bebas dan bertanggung jawab.

Menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan salah satu

hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-Undang

Dasar 19451 yang berbunyi : “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya

ditetapkan dengan undang-undang “. Kemerdekaan menyampaikan

pendapat tersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak-

Hak Asasi Manusia yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas

kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini

termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat

gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan

keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dengan tidak

memandang batas-batas “. Hak setiap warga negara untuk

menyampaikan pendapat dimuka umum ini oleh pemerintah Indonesia

telah diatur secara rinci untuk memberikan perlindungan bagi warga

masyarakat untuk dapat menyampaikan pendapatnya sesuai harapan

dan aspirasinya terhadap negara yang telah diatur pada Undang-

Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan

pendapat dimuka umum.

Pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum2, yang

1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19452 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum

berbunyi : “ Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok,

bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan

tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan masyarakat,

berbangsa dan bernegara “. Menurut undang-undang tersebut

dikatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka

umum merupakan hak dari setiap warga negara untuk menyampaikan

pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan

bertanggung jawab dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk

tempat yang dapat didatangi dan dilihat oleh semua orang, yang dalam

pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dengan adanya peraturan perundang-

undangan tersebut, Polri telah memiliki payung hukum dalam

melakukan tindakan penegakan hukum yang berkenaan dengan unjuk

rasa.

Polri sesuai dengan tugas pokoknya yang diatur dalam Undang-

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik

Indonesia3, memiliki kewajiban terhadap masyarakat untuk melindungi,

mengayomi dan melayani melalui kegiatan Pengaturan, Penjagaan

dan Pengawalan. Disamping tugas pokoknya, Polri dalam rangka

mengimplementasikan niat dan komitmen bangsa Indonesia untuk

menegakkan Supremasi Hukum akibat adanya berbagai kekerasan

dan kerusuhan massa yang dirasakan sangat merugikan masyarakat

bangsa dan negara Indonesia tersebut, maka Polri sesuai tugas, fungsi

dan perannya sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, 3 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat telah

melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan menanggulangi

kekerasan dan kerusuhan massa tersebut, namun hasilnya dirasakan

belum optimal.

II. PERMASALAHAN

Dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa selama ini Polri

masih sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang belum

dapat memberikan kontribusi yang positif, yang dapat menyelesaikan

masalah dilapangan tanpa adanya upaya kekerasan. Penanganan

terhadap unjuk rasa yang selama ini lebih terkesan represif, padahal

para pimpinan Polri sudah berupaya semaksimal mungkin dengan

mengeluarkan berbagai petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk tehnis

untuk penanganan unjuk rasa dilapangan4.

Berbagai persoalan baru dalam penanganan unjuk rasa selalu

muncul, bersamaan dengan pelaksanaan unjuk rasa yang dilaksanakan

oleh para demonstran tersebut berbeda antara kota yang satu dengan

yang lainnya, hal ini disebabkan bentuk dan eskalasi massa

demonstran mempunyai tujuan dan cara menyampaikan aspirasinya

saling berbeda-beda. Ada beberapa persoalan-persoalan yang muncul

dalam penanganan unjuk rasa, antara lain :

1. Mengapa sampai saat ini masih sering terjadi bentrokan dengan

para pengunjuk rasa ?

4 Petunjuk Tehnis Paradigma Baru Pelayanan Unjuk Rasa melalui Pemberdayaan Negosiator Polri, Bambang Susetyo, Drs, 2002

2. Bagaimana kemampuan negosiator dan siapa yang paling

berpotensi sebagai negosiator ?

3. Apakah Polri dengan paradigma baru dapat melaksanakan

pelayanan unjuk rasa melalui negosiatornya ?

4. Bila negosiator gagal, bagaimana penanganan unjuk rasa yang

diharapkan ?

III. PEMBAHASAN

A. Paradigma Lama Pelayanan Unjuk Rasa Saat Ini

1. Penggunaan Polisi Laki-Laki ( Polki ) sebagai Pasukan

Dalmas

Penanganan terhadap massa pengunjuk rasa

sampai saat ini masih berbeda-beda antara kota yang

satu dengan kota yang lainnya, hal ini disebabkan bentuk

dan eskalasi dari massa yang berunjuk rasa mempunyai

tujuan dan cara yang berbeda-beda dalam

melaksanakan unjuk rasa. Dalam penanganan terhadap

massa pengunjuk rasa di semua kota, hampir secara

menyeluruh Polri masih menggunakan Polisi Laki-Laki

( Polki ) sebagai Pasukan Pengendalian Massa

( Dalmas ), sehingga penanganan unjuk rasa yang

selama ini dilaksanakan tidak seluruhnya dapat

selesaikan dengan aman.

Penggunaan Polki dalam dalam penanganan unjuk

rasa seharusnya disesuaikan dengan kondisi massa,

pimpinan dilapangan harus tanggap terhadap situasi dan

perkembangan eskalasi massa, sehingga pimpinan

dilapangan dapat segera mengambil keputusan, apakah

akan menggunakan Polki atau menggunakan Polisi

Wanita ( Polwan ) sebagai pasukan Dalmas. Selama ini

setiap ada unjuk rasa Polki selalu dikedepankan, hal ini

dirasa masih kurang efektif, sebab masih sering terjadi

bentrokan dengan massa, yang dapat dilihat dengan

adanya pasukan yang mudah terpancing emosinya dan

langsung menyerang para pengunjuk rasa. Ada

beberapa faktor yang menjadikan seringnya terjadi

bentrokan dengan massa, yang salah satunya adalah

Pasukan Dalmas yang digunakan diberbagai Polda

masih menggunakan Polki yang masih muda-muda, yang

baru lulus dari pendidikan Bintara Kepolisian. Pendidikan

Bintara Kepolisian hanya dilaksanakan selama enam

bulan, hal ini jelas kurang mantap untuk menjadikan

personil Polri yang berkualitas, rata-rata mereka masih

memiliki tingkat emosional yang tinggi, yang sering

terlihat pada saat massa pengunjuk rasa memancing

petugas untuk melawan, hal tersebut segera di respon

oleh petugas dengan melakukan tindakan represif,

padahal hal tersebut dapat dihindari apabila petugas

mampu menahan emosi dan lebih bersifat persuasif.

Hampir di seluruh Polda di Indonesia, dalam menangani

unjuk rasa dengan menggunakan petugas Polki, hanya

Polda Metro Jaya dan beberapa kota besar yang sudah

mengedepankan Polwan untuk menangani unjuk rasa,

karena dengan memberdayakan Polwan, petugas tidak

mudah tersulut emosinya dan massa juga menjaga etika

untuk memancing emosi petugas dari Polwan, sehingga

bentrokan dengan massa pengunjuk rasa dapat dihindari.

2. Peran Negosiator

Seringkali kita mendapati pada saat pelaksanaan

unjuk rasa tidak dikawal dan didampingi oleh petugas,

bahkan tidak ada negosiator yang seharusnya berperan

aktif untuk berkomunikasi dengan pimpinan unjuk rasa.

Keberadaan negosiator ini adalah sangat penting, karena

negosiator berperan untuk mencari solusi terhadap

pelaksanaan unjuk rasa agar jangan sampai

pelaksanaan unjuk rasa tersebut semakin meluas dan

berubah manjadi tindakan anarkhis.

Kadangkala negosiator hadir dilapangan dalam

palaksanaan unjuk rasa, dan inipun sifatnya mendadak

karena eskalasi tingkat kerawanan unjuk rasa sudah

mulai meningkat, sehinga baru muncul kehadiran

negosiator. Kehadiran negosiator yang mendadak inipun

tidak memiliki kemampuan dalam bernegosiasi maupun

kemampuan dalam berbicara, negosiator lebih terkesan

sebagai orang yang ingin di hargai, arogan dan

berbicarapun tidak mencerminkan kesantunan, sehingga

hal ini jelas tidak dapat menurunkan eskalasi kerawanan,

dan bahkan sama sekali tidak memberikan kontribusi

yang positif untuk mencari solusinya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

1. Personil Dalmas

a. Pasukan Dalmas yang saat ini digunakan dalam

setiap penanganan unjuk rasa adalah personil

Polri yang baru selesai dari pendidikan Bintara,

dan mereka masih terlalu muda, dimana mereka

rata-rata baru lulus dari SMU dan langsung

masuk sekolah Bintara Polri, sehingga baik

pengalaman maupun mental dirasa masih kurang

dan labil. Mereka pada umumnya masih belum

bisa menahan emosi, bila dihadapkan dengan

massa yang selalu memancing kemarahan

petugas, apalagi dihadapkan dengan massa dari

para mahasiswa yang masih seumur mereka. Dari

kenyataan tersebut hendaklah menjadi tanggung

jawab pimpinan dilapangan untuk dapat

mengendalikan pasukannya.

b. Pemilihan personil guna pembentukan pasukan

Dalmas seyogyanya dilakukan seselektif mungkin,

hal ini dimaksudkan untuk memperoleh personil

yang memiliki kredibilitas dan berkualitas. Selama

ini pembentukan pasukan Dalmas dilakukan

secara asal-asalan, dan biasanya anggota yang

ditunjuk sebagai pasukan Dalmas adalah anggota

yang tidak memiliki kemampuan lebih. Sebab

untuk anggota yang memiliki kemampuan lebih

biasanya telah diminta oleh pimpinan lain untuk

menjadi ajudan atau stafnya, dan hal ini berlaku

pula terhadap Polwan. Polwan yang memiliki

wajah yang cukup lumayan ( cantik ), biasanya

sudah dipesan dan diminta oleh beberapa

pimpinan seperti Staf Pribadi ( Spri ) Kapolda,

Spri Kadit Lantas dan sebagainya.

Penggunaan tes psikologi ( Psikotes )

sangat berpengaruh sekali dalam pembentukan

pasukan Dalmas, hal ini untuk mengetahui

kemampuan dan karateristik personil untuk

penempatan bidang tugas anggota, sehingga

anggota yang ditempatkan telah sesuai dengan

kemampuan pribadinya.

c. Dalam pelaksanaan pengamanan atau pelayanan

terhadap unjuk rasa, selama ini jarang melibatkan

satuan fungsi lain seperti fungsi Lalu lintas,

Intelijen dan Reserse. Pelibatan terhadap satfung

lain ini akan memiliki tugas masing-masing,

seperti :

1). Fungsi Lalu lintas bertugas untuk mengawal

para pengunjuk rasa mulai dari titik start

hingga lokasi pelaksanaan unjuk rasa, dan

juga bertugas mengatur lalu lintas yang

dilalui oleh massa pengunjuk rasa agar

tidak terjadi kemacetan.

2). Fungsi Intelijen juga sangat perlu untuk

dilibatkan, fungsi intelijen berfungsi untuk

mendeteksi tingkat kerawanan yang akan

terjadi, dan juga disusupkan ditengah-

tengah massa untuk mengetahui tujuan

massa pengunjuk rasa.

3). Sedangkan fungsi Reserse bertugas untuk

mendukung upaya represif, apabila

pelaksanaan unju rasa telah terjadi

bentrokan yang menimbulkan korban atau

pelaksanaan unjuk rasa sudah menjurus

apada perbuatan anarkhis.

2. Negosiator

a. Saat ini hanya beberapa Polda yang sudah

memberdayakan negosiator dalam menangani

unjuk rasa, bahkan negosiator juga belum secara

menyeluruh dimiliki oleh Polres di seluruh

Indonesia, sehingga beberapa kegiatan unjuk rasa

yang dilaksanakan di beberapa daerah atau

Polres, langsung diambil alih oleh pimpinan kodal

lapangan, dan bahkan tak jarang seorang

Kapolres langsung memimpin pelaksaan

pengamanan unjuk rasa dan juga berperan

sebagai seorang negosiator. Hal ini jelas sangat

tidak efisien, karena peran Kapolres seharusnya

hanya sebagai pemegang Kodal dalam

pengamanan tersebut.

b. Dalam perekrutan calon negosiator tidak pernah

menggunakan psikotes sebagai sarana untuk

mengetahui tingkat kemampuan seseorang,

apakah dia memiliki kemampuan dalam berbicara

didepan massa dan pengalaman yang luas serta

mental yang tinggi untuk menjadi seorang

negosiator.

c. Dalam pemanggilan calon negosiator yang akan di

didik untuk menjadi seorang negosiator masih

tidak sesuai dengan harapan, pemanggilan yang

dilakukan oleh Polda kepada Polres jajaran untuk

mengirimkan seorang calon negositor untuk

mengikuti pendidikan negosiator, kadangkala

Kapolres secara asal-asalan mengirimkan seorang

calon yang tidak memiliki kemampuan apa-apa,

dan bahkan calon tersebut seorang yang sering

bermasalah yang merupakan orang buangan,

ketidaktahuan Kapolres terhadap pentingnya

peran negosiator inilah yang menjadikan seorang

negosiator tidak berkualitas.

d. Negosiator yang ada selama ini masih disominasi

oleh Polki, padahal beberapa pengalaman unjuk

rasa yang terjadi, negosiator yang menggunakan

Polwean sangat efektif.

3. Sarana dan Prasarana serta Kesejahteraan

a. Sarana dan prasarana untuk pasukan Dalmas

masih sangat terbatas, dan bahkan dibeberapa

Polda masih sangat kurang. Sarana dan

prasarana tersebut seperti kendaraan bermotor

roda dua yang berfungsi untuk pengawalan massa

pengunjuk rasa, juga berfungsi sebagai barikade

dijalan selama dalam perjalanan menuju lokasi

unjuk rasa.

b. Pengadaan kendaraan bermotor untuk negosiator

masih jarang ada, padahal kendaraan bermotor

untuk negosiator tersebut sangatlah penting untuk

mencapai lokasi unjuk rasa maupun kegiatan lain

yang berhubungan dengan kepentingan

negosiator.

c. Kesejahteraan untuk pasukan Dalmas dirasa

masih jauh dari harapan, bukannya hal ini untuk

membedakan dengan fungsi lain akan tetapi agar

pasukan Dalmas memiliki dedikasi dan tingkat

disiplin yang tinggi serta untuk memberikan

dorongan atau semangat dalam melaksanakan

tugas.

d. Dan juga kesejahteraan terhadap negosiator

sampai saat ini juga belum ada yang memikirkan,

dengan asumsi bahwa negosiator tersebut sama

dengan anggota polisi yang lain.

C. Paradigma Baru Pelayanan Unjuk Rasa Yang Diharapkan

1. Pemilihan dan Peran seorang Negosiator

a. Negosiator memiliki peran yang cukup penting

dalam mengantisipasi jalannya unjuk rasa,

sehingga pemilihan seseorang untuk menjadi

negosiator akan sangat berperan dalam

pelaksanaan dilapangan. Peran negosiator sangat

menentukan baik buruknya pelaksanaan unjuk

rasa, sehingga negosiator diharapkan akan

mampu untuk meredam massa unjuk rasa maupun

pasukan Dalmas untuk tidak terpancing emosi

yang disebabkan massa pengunjuk rasa yang

sengaja memancing emosi pasukan.

Karena pentingnya peran negosiator

tersebut, seharusnya dalam rangka perekrutan,

perlu memperhatikan selektifitas dan kualitas dari

negosiator. Seorang negosiator harus memiliki

kemampuan dalam berbicara atau berdialog

dengan massa, karena kemampuan ini jarang

dimiliki oleh semua orang. Disamping kemampuan

berbicara,seorang negosiator juga harus memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi orang lain,

wawasan yang cukup luas serta pengalaman

menyelesaikan suatu perkara, sehingga

negosiator yang dimiliki akan sangat berkualitas

dan memiliki dedikasi yang tinggi.

Seorang negosiator dalam menegosiasikan

keadaan harus selalu bersikap sopan dan santun

tetapi tegas dengan mengedepankan win-win

solution dalam penyelesaiannya, sehingga hasil

yang dicapai akan memuaskan kedua belah

pihak.

b. Penggunaan Polwan yang berparas cantik

sebagai negosiator akan sangat berpengaruh

terhadap upaya suksesnya negosiasi atau

penggalangan yang dilakukan. Dengan

memberdayakan Polwan pelaksanaan negosiasi

akan sangat terasa pengaruhnya, keberadaan

negosiator tersebut akan dapat diterima oleh

massa pengunjuk rasa dan pelaksanaan dialog

dimungkinkan tidak membosankan, sehinga akan

dicapai kata sepakat yang merupakan

keberhasilan dari negosiator.

c. Negosiator semestinya dimilki oleh Polres di

seluruh jajaran Indonesia, sehingga peran

negosiator akan lebih mengena dalam menangani

masalah unjuk rasa.

2. Pemberdayaan Polisi Wanita ( Polwan ) sebagai

Pasukan Dalmas

Pemberdayaan Polwan sebagai pasukan Dalmas

memang cukup efisien dan memberikan kontribusi yang

positif, hal ini terbukti dengan penanganan unjuk rasa di

beberapa kota besar di Indonesia, seperti di Polda Metro

Jaya, Polda Jatim dan Polda Jateng. Pasukan Dalmas

yang menggunakan Polwan memang terasa sekali

pengaruhnya, dengan menempatkan Polwan pada posisi

di ring satu atau pada garis depan akan dapat membawa

massa pengunjuk rasa pada unjuk rasa yang damai dan

persuasif.

3. Sarana Kendaraan Bermotor untuk Negosiator

Pengadaan kendaran untuk mendukung tugas-

tugas operasional negosiator dalam penanganan unjuk

rasa sangat diperlukan keberadaannya, kendaraan yang

ada saat ini kurang mendukung dalam pelaksanaan

operasional negosiator, padahal kendaraan bermotor

roda dua sangat penting guna mendapingi massa

pengunjuk rasa dan kecepatan untuk mencapai lokasi

unjuk rasa, sehingga akan tercapai ketepatan dan

kecepatan waktu serta pelaksanaan unjuk rasa dapat

terlaksana dengan tertib dan aman.

D. Upaya-Upaya Yang Dilakukan

1. Upaya Negosiasi

Dalam penanganan unjuk rasa di upayakan

untuk mengedepankan negosiasi mengantisipasi agar

pelaksanaan unjuk rasa dapat terkordinir dan tidak

sampai meningkatnya eskalasi kerawanan. Upayakan

pelaksana negosiasi dengan memberdayakan

Negosiator Polwan yang berparas cantik, hal ini di

maksudkan untuk lebih memperoleh hasil yang maksimal

serta tercapainya negosiasi. Ada beberapa strategi

dalam pelaksanaan unjuk rasa5, antara lain :

a. Upayakan negosiator untuk dapat menemui

pimpinan unjuk rasa.

b. Negosisi dilaksanakan mulai dari titik gerak hingga

pelaksananan dilokasi unjuk rasa.

c. Ajak bicara pimpinan unjuk rasa, dengan

mempertimbangkan :

1) Perlakukan dia sebagai teman bicara

(counter part).

2) Jangan anggap dia sebagai lawan (musuh).

3) Tanyakan permasalahannya dan

keinginannya.

5 Han jar bagi Mahasiswa PTIK Angkatan XXXVIII/Argya Hwardaya. Hadiman, DR, Irjen Pol (P), PTIK, 2002.

4) Dengarkan keterangannya dengan

seksama (hal ini agar tidak terkesan tidak

menghargai lawan bicara).

5) Jangan di interupsi (disangkal) pada saat

dia bicara.

6) Hindari perdebatan.

7) Konfirmasikan kebenarannya.

8) Jelaskan duduk persoalannya dan tujuan

dari negosiasi ini untuk keinginan bersama.

9) Bicara dengan fakta-fakta dan data-data

yang ada.

10) Buat persamaan persepsi untuk mencapai

kesepakatan.

d. Musyawarahkan penyelesaiannya

1) Buatlah kesamaan tujuan dari hasil

pembicaraan.

2) Terapkan konsep win-win solution.

3) Buatlah kesepakatan.

4) Tanda tangani kesepakatan (jika perlu).

Selanjutnya negosiator langsung berkordinasi dan

melaporkan hasilnya kepada pimpinan pasukan

dilapangan, agar hasil dari kesepakatan dapat

dilaksanakan oleh semua pasukan serta pimpinan

pasukan dapat mengontrol pelaksanannya.

Menjaga hasil dari kesepakatan untuk

dilaksanakan oleh Para pengunjuk rasa dan seluruh

petugas Dalmas, agar pelaksanaan unjuk rasa dapat

berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Negosiator harus mampu memberikan keyakinan

kepada pimpinan unjuk rasa dan pimpinan pasukan

Dalmas dilapangan agar jangan ragu menegur anak

buahnya, apabila ditemukan ada penyimpangan terhadap

hasil kesepakatan.

2. Pelayanan terhadap Pengunjuk Rasa oleh Negosiator

a. Sebelum melaksanakan negosiasi hendaknya

negosiator agar mempunyai data awal tentang apa

yang menjadi tuntutan dari pengunjuk rasa yang

dperoleh dari tim intelijen yang disusupkan

ditengah-tengah pengunjuk rasa.

b. Upayakan negosiator bertemu dengan pimpinan

unjuk rasa atau kordinator lapangan.

c. Pelaksanaan negosiasi sudah mulai dilaksanakan

mulai dari titik start unjuk rasa sampai lokasi unjuk

rasa hingga negosiasi berhasil dan memperoleh

kesepakatan.

d. Negosiator harus ebih proaktif dan kreatif untuk

mendiskusikan atau berdialog untuk mencapai

kata sepakat dengan mengedepankan win-win

solution dalam upaya penyelesaiannya.

e. Negosiator selama berdialog selalu bersikap

sopan dan santun tetapi tegas, yang selalu

menghargai pendapat kordinator lapangan.

f. Upayakan negosiator dapat mempengaruhi korlap

untuk mengikuti petunjuk kita, dengan maksud

agar pelaksanaan unjuk rasa dapat dilaksanakan

dengan tertib dan aman hingga usai.

g. Upayakan dalam negosiasi untuk melibatkan

media massa, agar pelaksanaan negosiasi dapat

langsung diliput guna mengetahui kenyataan yang

terjadi, dan baik pengunjuk rasa maupun pasukan

Dalmas dapat menahan diri untuk tidak sampai

terpancing untuk bentrok.

h. Bila negosiator gagal, maka sebisa mungkin

negosiator mencari inisiatif lain untuk memberi

kesempatan lagi untuk berdialog. Dan apabila

upaya terakhir masih belum diperoleh kata sepakat

dan unjuk rasa ada indikasi mengarah pada

perbuatan anarkhis, maka upaya penyelesaian

diserahkan kepada kodal lapangan dengan disertai

pengerahan pasukan Dalmas.

3. Kesejahteraan

Kesejahteraan untuk negosiator penting sekali

untuk diperhatikan, hal ini untuk menciptakan dedikasi

anggota agar lebih disiplin dan bertanggung jawab

terhadap tugasnya.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Selama ini negosiator hanya dimiliki oleh Polda-Polda

tertentu dan belum sampai pada tingkat Polres. Padahal

negosiator sangat perlu dimilki oleh Polres seluruh jajaran

Indonesia. Pelaksanaan seleksi calon negosiator harus lebih

selektif dengan menggunakan sarana tes psikologi untuk

memperoleh negosiator yang berkualitas dan handal.

Negosiator dupayakan dengan memberdayakan Polwan yang

berwajah cantik sebagai negosiator.

Kendaraan bermotor sangat dibutuhkan baik itu oleh

pasukan Dalmas maupun Negosiator guna pengawalan massa

unjuk rasa dan ketepatan serta kecepatan waktu oleh

negosiator untuk sampai dilokasi unjuk rasa. Menjaga

kesepakatan yang telah dambil antara negosiator dengan korlap

untuk diketahui oleh seluruh massa unjuk rasa dan pasukan

Dalmas.

B. Saran

1. Negosiator seharusnya ada ditiap-tiap Polres jajaran

seluruh Indonesia minimal dua negosiator.

2. Pemberdayaan Polwan yang berparas cantik sebagai

negosiator.

3. Perekrutan negosiator agar lebih selektif lagi dengan

menggunakan tes psikologi untuk mengetahui

kemampuan dan kepribadian calon negosiator agar di

peroleh negosiator yang berkualitas dan handal.

4. Upayakan melibatkan media massa terutama media

elektronik untuk meliput langsung pelaksanaan

negosiasi, agar pelaksanaan negosiasi sesuai dengan

kenyataan.

5. Penyelesaian dengan menggunakan sistem win-win

solution merupakan syarat utama dalam pengambilan

kesepakatan.

Jakarta, 07 Februari 2003

Penulis

WAWAN MULIAWANNO MHS. 4289