Jtptunimus Gdl Ariyanimar 5223 2 Bab2
description
Transcript of Jtptunimus Gdl Ariyanimar 5223 2 Bab2
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Candida Spesies
Candida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18 dan penyakit yang
disebabkannya dihubungkan dengan higiene yang tidak baik. Pada tahun 1850
ditemukan pada stomatis (sariawan) yang disebut oral thurs, kemudian jamur
tersebut dinamakan trush fungus. Berdasarkan jamur yang bulat agak lonjong dan
koloninya berwarna putih , maka diberi nama Oidium albikan. Nama Oidium barasal
dari Monila, yang dianggap lebih sesuai karena spora jamur yang tampak merupakan
untaian manik menyerupai kalung (Monil). Akan tetapi pemberian nama Monila telah
menimbulkan kericuhan karena dalam Ilmu Pertanian telah dikenal sebagai penyebab
penyakit pada tumbuh-tumbuhan. Untuk mengatasi kericuhan tersebut nama Monila
diganti dengan Candida. Didalam perkembangannya genus Candida telah dikenal
lebih dari 32 spesies, tetapi hanya 7 diantaranya yang terdapat pada manusia. (Siti,
D.S. , 1982 )
Candida merupakan suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan
pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan eksudat. Ragi ini adalah
anggota flora normal selaput mukosa saluran pernapasan, saluran pencernanan, dan
genitalia wanita. Candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang system imunnya tertekan. Selain itu Candida juga dapat menimbulkan
invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, infeksi mata, dan organ lain
bila masuk kedalam tubuh secara intravena. ( Ernest, J. , 1992 )
-
1. Morfologi dan Identifikasi
Candida secara mikroskopis berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong,
gram positiv, dengan ukuran 2-5 x 3-6 hingga 2-5,5 x 5-28,5 koloni pada
medium padat sedikit menimbul dari permukaan media, dengan permukaan halus,
licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuning-kuningan dan berbau ragi. (Siti,
D.S. , 1982 )
Pada media SGA yang dieramkan pada suhu kamar, bentuk koloni lunak
berwarna coklat berbau seperti ragi. Pertumbuhannya terdiri atas pseudomiselium
yang terdiri atas pseudohifa yang membentuk blastokista pada nodus-nodus dan
kadang klamidokonidia pada ujungnya.
2. Reproduksi
Candida memperbanyak diri dengan cara aseksual yaitu spora yang
dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti dengan membentuk tunas
, maka spora Candida disebut dengan Blastospora atau sel ragi. Candida
membentuk pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian Blastospora yang dapat
bercabang-cabang. Berdasarkan bentuk tersebut maka dikatakan bahwa Candida
menyerupai ragi atau yeast like , untuk membedakan dengan jamur yang hanya
membentuk Blastospora. (Ernest, J. , 1992)
3. Sifat kimiawi
Spesies Candida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakarosa, galaktosa, dan
-
laktosa.Candida dapat meragikan glukosa dan maltosa, menghasilkan asam dan
gas, asam dari sukrosa. Kadang peragian karbohidrat ini bersama dengan sifat
koloni dan morfologi. (Siti, D.S. , 1982)
4. Pathogenitas
Candida dapat hidup sebagai saprofit atau disebut saproba tanpa
menyebabkan kelainan suatu apapun di dalam berbagai alat tubuh baik manusia
maupun hewan. Pada keadaan tertentu maka sifat jamur dapat berubah menjadi
pathogen dan menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis. Kandidiasis
adalah suatu infeksi akut atau subakut yang disebabkan oleh Candida sp. yang
dapat menyerang berbagai jarngan tubuh. (R.S. Siregar, 1991)
Beberapa faktor yang menyebabkan Candida menjadi pathogen adalah
daya tahan tubuh menurun, pemberian anti biotik yang terlalu lama, dan
berlebihan, menggunakan pil KB, gangguan hormonal diabetes malitus dan juga
kontak langsung dengan penderita melalui hubungan kelamin. Pada mulanya
penyakit kandidasis dianggap hanya penyakit ringan, tetapi setelah ditemukan
kasus yang fatal pada penderita kandidiasis, maka dapat disimpulkan bahwa
kandidiasis juga dapat menyerang organ dalam sepert jantung, ginjal, paru-paru.
(Mansur, A .N. , 1990)
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan langsung
Pemeriksaan langsung dilakukan dengan cara pegecatan menggunakan
larutan KOH 10 %. Sampel yang telah ditambah larutan KOH 10 % pada
-
objek glass ditutup dan diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 100x atau
450x , sehingga dapat dilihat Blastospora atau Pseudohifa .
b. Kultur Media
Material diinolulasikan pada media SGA kemudian diinkubasi pada suhu 370
selama 2-3 hari, maka akan didapatkan koloni Candida dengan bentuk bulat,
berdiameter 1-5 mm, warna krem, konsistensi smooth, elevasi cembung, dan
berbau seperti ragi.
c. Pertumbuhan koloni
Salah satu cara untuk mendapatkan pembiakan yaitu dengan penggoresan
(ditanam pada permukaan media). Cara yang dilakukan dengan menggunakan
ose mata lalu digoreskan diatas media.
Sesudah inkubasi akan didapat permukaan yang rapat pada goresan pertama,
tetapi akan terlihat koloni terpisah pada goresan terakhir. Cara ini digunakan
untuk mendapatkan biakan murni juga untuk mengetahui pertumbuhan kuman
secara kualitatif. (Satish, G. , 1990)
B. Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan secara umum dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara
teratur semua komponen di dalam sel hidup. Dengan demikian, pertambahan ukuran
yang diakibatkan oleh bertambahnya air atau oleh karena penumpukan lemak, bukan
merupakan pertumbuhan. Perbanyakan sel adalah konsekuensi dari
pertumbuhan.(Lud, W. ,2004)
-
1. Pertumbuhan Mikroba
Mikroba berkembang biak secara pembelahan biner, artinya satu sel induk
membelah menjadi dua sel anakan. Masing-masing sel anakan tersebut akan
membentuk dua sel anakan lagi, dan demikian seterusnya.
Peristiwa tersebut disebut dengan siklus sel. Selama siklus sel terjadi
perluasan dinding sel dan membran sel, pembentukan sekat dan pembagian DNA
ke sel-sel anakan. Selama pembelahan sel, replikasi DNA harus selaras sehingga
tiap sel anakan akan menerima paling sedikit satu salinan dari genom (sebuah
bahan genetic pada suatu organisme). Waktu yang diperlukan untuk pembelahan
sel dari satu sel menjadi dua sel anakan yang sempurna disebut waktu generasi.
Selain waktu generasi disebut juga istilah kecepatan pertumbuhan yang berarti
jumlah generasi per satuan waktu tertentu.(Depkes RI, 1982)
2. Fase Pertumbuhan Mikroba.
Suatu mikroba yang ditumbuhkan kedalam medium baru pada umumnya
tidak segera membelah diri, tetapi akan memerlukan waktu untuk penyesuaian
diri di dalam media tersebut. Jika faktor lingkungannya, maka bakteri akan
membelah diri. Dalam berkembang biak mikroba memiliki beberapa fase
pertumbuhan yaitu:
a. Fase Adaptasi/ Fase Lag
Fase penyesuaian merupakan suatu masa saat sel-sel, yang kekurangan
metabolit dan enzim akibat keadaan yang tidak menguntungkan dalam
-
pembiakan terdahulu, menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Enzim dan
zat-zat antara terbentuk dan terkumpul sampai mencapai konsentrasi yang
memungkinkan untuk pertumbuhan dimulai lagi.(Jawets, 1996)
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang
masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
c. Fase Eksponensial/ Fase Logaritma
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat
tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, suhu dan kelembapan udara.
Pada fase ini sel sel membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan fase
lannya, selain itu sel lebih sensitive terhadap keadan lingkungan.
d. Fase Pertumbuhan Lambat
Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik.
Hal ini karena jumlah sel yang masih tumbuh lebih banyak dari pada jumlah
sel yang mati. Selain itu disebabkan pula oleh zat nutrisi di dalam medium
sudah sangat berkurang, adanya zat hasil metabolisme yang mungkin beracun
atau dapat menhambat pertumbuhan mikroba.
e. Fase Stasioner
Pada fase ini jumlah populasi tetap karena jumlah sel yang terbentuk sama
dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel
tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah habis. Pada fase ini sel-sel
-
menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi,
dan bahan kimia.
f. Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena,
nutrien didalam medium sudah habis dan energi cadangan di dalam sel habis.
Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak, dan kecepatan
kematian dipengaruhi kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis jasad renik.(Lud,
W. ,2004)
3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertunbuhan jasad renik yang bersifat
heterotrof adalah tersedianya nutrient, air, suhu, pH, oksigen, dan potensial
oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya jasad renik yang lain.
a. Nutrient
Penyediaan makanan bagi pertumbuhan suatu organisme disebut nutrisi.
Mikroba terdiri dari bermacam-macam jenis yang masing-masing berbeda
dalam sifat fisiologisnya, karena itu kebutuhan makanan tiap-tiap golongan
atau jenis mikroba berbeda-beda. Ada bakteri yang dapat hidup dari zat
organik saja, tetapi ada pula mikroba yang hidup jika tidak ada zat organik.
Kebanyakan mikroba membutuhkan zat organic seperti garam-garam yang
mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, Cl, S dan P. Kecuali zat tersebut mikroba
juga memerlukan sumber makanan yang mengandung C, H, O, N yang
berfungsi sebagai penyusun protoplasma.(Depkes RI, 1982)
b. Tersedianya Air
-
Sel jasad renik membutuhkan air untuk hidup dan berkembang biak.
Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah
air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar dari komponen sel (70-
80%), air juga dibutuhkan sebagai reaktan dalam berbagai reaksi biokimia.
c. Nilai pH
Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh.
Mikroba pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit. Kebanyakan
mikroba memiliki pH optimum, yakni dimana pertumbuhannya optimum
sekitar 6,5-7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5 mikroba tidak dapat
tumbuh dengan baik.
d. Suhu
Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum, dan
maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu
minimum dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan
pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim.
e. Tersedianya Oksigen
Konsentrasi oksigen di alam mempengaruhi jenis mikroba yang dapat tumbuh.
Mikroba dapat dibedakan berdasarkan kebutuhannya akan oksigen untuk
pertumbuhannya, yakni jasad renik bersifat aerob, anaerob, anaerob fakultatif,
dan mikroaerofil.
f. Komponen Anti mikroba
Komponen anti mikroba dalam suatu bahan dapat menghambat pertumbuhan
jasad renik. Komponen anti mikroba dapat terdapat secara alami pada bahan
-
pangan, misalnya laktenin dan faktor anti koliform di dalam susu, dan lisozim
di dalam putih telur.(Lud, W. ,2004)
C. Shampo Anti Ketombe
Shampo anti ketombe adalah suatu sediaan kosmetika yang umumnya
mengandung desinfektan digunakan untuk maksud membersihkan rambut dan dibuat
khusus mengatasi gangguan rambut dan kulit.
Ketombe adalah bentuk kering kapitis saborea yang lazim dikenal sebagai
saborea sika (kering), yakni sisik kering berlapis-lapis yang rapuh mudah terlepas
yang melekat menutupi saborea kulit kepala.
Apapun penyebabnya, yang jelas dan terpenting, gangguan itu merupakan
masalah faal, sehingga tidak mungkin dapat diatasi hanya sekedar dengan sediaan
topical saja.
Oleh karena itu, shampo anti ketombe dibuat untuk mencegah atau
menghilangkan ketombe dari berbagai bentuk. Sehingga shampo anti ketombe
diharapkan dapat berfungsi:
1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut
berlemak atau kering dan mudah diatur.
2. Tidak boleh merangsang jaringan lemak, tetapi hanya boleh meningkatkan
aktivitasnya.
3. Efektif sebagai germisidum dan fungisidum, sehingga dapat mencegah
pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi untuk
beberapa waktu setelah keramas.
-
4. Kadar zat aktif yang digunakan tidak boleh meningkatkan kepekaan kulit
kepala; ini berart kadar manfaat dalam penggunaan tidak boleh
menyebabkan kegatalan, kulit mengelupas atau peradangan.( DepKes RI,
1985 )
1. Bahan Dasar Utama Shampo Anti Ketombe
a. Zat pembentuk busa
Zat pembentuk busa ini diperlukan guna memungkinkan berbusa banyak.
b. Zat pengasing
Zat ini dipergunakan sebagai pengikat garam-garam kalsium dan magnesium.
c. Zat pembening
Bertujuan untuk membuat shampo lebih enak dipandang.
d. Zat pengawet
Dengan pemberian zat pengawet, Shampo akan lebih lama disimpan.
e. Zat pewangi
Pemberian zat pewangi pada shampo, selain membuat shampoo lebih menarik
juga bertujuan memberi semacam identitas kepada shampo yang
bersangkutan.
f. Zat pelembab
Untuk mencegah minyak alami yang hilang pada waktu pencucian rambut
maka shampo juga mengandung zat yang berfungsi sebagai conditioner.(
Djen, M. , 1978)
-
2. Zat Aktif Yang Terdapat Dalam Shampo Anti Ketombe
Zat aktif yang digunakan dalam shampo anti ketombe menunjukkan salah
satu atau keaktifan bakterisidium, fungisidium, dan mengurangi atau menghalangi
sekresi kelenjar lemak.
Zat aktif yang digunakan dalam shampo anti ketombe umumnya
merupakan zat yang menunjukan keaktivan kuat dermatologi, artinya meskipun
zat itu digunakan dengan kadar yang disyaratkan kemungkinan besar dapat
menimbulkan reaksi kulit yang tidak dikehendaki, seperti ruam, pruritus,
dermatitis, dan rambut rontok.( Dep Kes RI, 1985 )
Shampo anti ketombe mengandung zat aktif berupa ZnPtO (Zink
Pirythione) yang berfungsi fungistatik (bersifat menghambat fungi) dan efektif
untuk mengobati infeksi kulit kepala karena jamur dan termasuk anti mikroba
yang menghambat sintesa asam nukleat.
Selain mengandung ZnPtO juga terdapat kandungan lain seperti
sulfamoid, grisea fulfin yang mengurangi dan mencegah ketombe. ZnPtO dalam
penggunaannya memiliki batas kadar maksimum yaitu 5 %. Dan dalam
pemakaiannya hanya untuk sediaan bilas, dilarang digunakan pada sediaan
hygiene mulut.( Badan POM, 2003 )
ZnPtO memiliki fungsi diantaranya mengatas serta mengurangi kerak
pada kulit kepala, anti mikroba berspektrum luas efektif terhadap bakteri gram
positive dan negative mold dan yeast, mengatasi penyebab ketombe,
membersihkan kulit kepala, menghilangkan gatal akibat ketombe, serta
-
menghambat serta mencegah pertumbuhan jamur penyebab ketombe. (Rudi, H.S.
, 2003)
B. Pemeriksaan Anti Mikroba
Anti mikroba adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi
atau jamur dan veast bersifat membasmi mikroba jenis lain, yang diperoleh secara
alamiah. Sifat anti mikroba pada umumnya adalah mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroba yang besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative
kecil.
1. Mekanisme Kerja Anti Mikroba
Anti mikroba memiliki beberapa mekanisme kerja antara lain ;
a. Merusak DNA
Sejumlah unsur anti mikroba bekerja dengan merusak DNA, yang meliputi
radiasi pengion ( ionisasi ), sinar ultra ungu dan zat-zat kimia reaktif DNA.
Kerusakan DNA yang ditimbulkan karena penyinaran atau secara kimiawi
akan mematikan sel karena mengganggu replikasi DNA.
b. Denaturasi protein
Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang ditentukan oleh
pertautan disulfida kovalen intramolekuler dan sejumlah pertautan kovalen
seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan ikatan hydrogen. Keadaan ini
dinamakan struktur tersier protein. Struktur ini mudah mudah terganggu
-
sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi yang dinamakan denaturasi
protein.
c. Gangguan selaput atau dinding sel
Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif, meloloskan beberapa
zat terlarut dan menahan zat lainnya. Zat-zat yang terkonsentrasi pada
permukaan sel mungkin mengubah sifat fisik dan kimiawi selaput, sehingga
menghalangi fungsi normalnya dan dengan demikian membunuh sel.
Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada sel dan melindungi
sel terhadap lisis osmotic, sehingga apabila ada zat yang merusak dinding sel
atau menghalangi sintesis normalnya maka akan menyebabkan sel lisis.(
Ernest, J. , 1996 )
2. Metode Pemeriksaan
Aktivitas anti mikrobia diukur secara in vitro untuk menentukan; potensi zat
anti mikroba dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan,
kepekaan mikroorganisme terhadap obat pada konsentrasi tertentu.
Penentuan nilai ini dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode berikut:
a. Metode pengeceran
Sejumlah obat anti mikroba tertentu dicampurkan pada pembenihan cair atau
padat. Pembenihan ditanami bakteri yang diperiksa dan dieram. Prinsip dari cara
pengenceran ini adalah penghambatan pertumbuhan mikroba dalam pembenihan
cair oleh suatu obat yang dicampurkan kedalam pembenihan. Pembenihan yang
-
dipakai harus merupakan pembenihan yang dapat menumbuhkan mikroba secara
optimum dan tidak dinetralkan obat yang digunakan.
b. Metode difusi
Suatu cakram kertas saring, cawan berliang renik atau silinder beralas yang
mengandung obat dalam jumlah tertentu, ditempatkan pada pembenihan yang
telah ditanami mikroba test. Setelah pengeraman, garis tengah daerah hambatan
yang mengelilingi obat dianggap sebagai kekuatan ukuran hambatan mikroba test.
Bila menentukan kepekaan mikroba dengan cara difusi sebagian besar
laboratorium menggunakan cakram kertas saring yang telah diberi anti biotika.
Kesulitan terbesar adalah laju pertumbuhan yang bervariasi diantara barbagai
mikroba dan harus dikoreksi dengan merubah kepadatan inokulum. Interpretasi
hasil test harus dibandingkan antara metode pengenceran dan metode difusi.
Perbandingan tersebut telah dibuat rujukan standart internasional.(Ernest, J.,
1996)
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas anti mikroba secara in vitro yaitu;
a. pH lingkungan
Beberapa obat lebih aktif pada pH asam dan yang lain pada pH basa.
b. Komponen-komponen pembenihan
Baik yang ditambahkan atau yang terdapat pada reagen pembenihan seringkali
mempengaruhi aktivitas anti mikroba.
c. Stabilitas obat
-
Pada suhu pengeraman, beberapa obat anti mikroba dapat kehilangan daya
kerjanya.
d. Besarnya inokulum
Umumnya makin besar inokulum, makin rendah kepekatannya. Populasi
mikroba yang lebih besar, lebih lambat dan peka hambatannya dari pada
populasi kecil.
e. Masa pengenceran
Dalam banyak hal, mikroba tidak dimatikan tetapi hanya dihambat setelah
berhubungan singkat dengan obat anti mikroba. Makin lama masa
pengeraman berlangsung, makin besar tumbuhnya resistensi.
f. Ativitas metabolik mikroba
Mikroba yang aktif dan pertumbuhan yang lebih cepat peka terhadap daya
kerja obat yang barada dalam keadaan istirahat.(Ernest, J., 1996 )