jtptiain-gdl-miftakhurr-5074-1-skripsi-i.pdf

download jtptiain-gdl-miftakhurr-5074-1-skripsi-i.pdf

of 131

Transcript of jtptiain-gdl-miftakhurr-5074-1-skripsi-i.pdf

  • STUDI ANALISIS METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID MENARA KUDUS JAWA TENGAH

    S K R I P S I

    Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1)

    Dalam Ilmu Syariah

    Oleh : MIFTAKHUR ROKHMAN HABIBI

    N I M : 0 7 2 1 1 1 0 7 1

    KONSENTRASI ILMU FALAK JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH

    FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

    SEMARANG 2011

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    DEKLARASI

    Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

    penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

    berisi materi yang pernah ditulis oleh orang

    lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini

    tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain

    kecuali informasi yang terdapat dalam

    referensi yang dijadikan bahan rujukan.

    Semarang, 10 Juni 2011

    Deklarator,

    Miftakhur Rokhman Habibi NIM : 0 7 2 1 1 1 0 7 1

  • vi

    ABSTRAK

    Berapa banyak arah kiblat masjid-masjid di Indonesia ini kurang tepat menghadap ke arah Kabah. Hal ini bisa dibuktikan oleh Totok Roesmanto dengan tulisannya tentang Kiblat dalam kolom Kalang harian Suara Merdeka edisi Minggu tanggal 01 Juni 2003 yang menyebutkan bahwa Masjid al-Aqsha Menara Kudus memiliki sumbu bangunan 25 dari barat ke utara. Padahal arah kiblat yang seharusnya bagi masjid tersebut dari perhitungannya dengan metode Azimuth Kiblat 24 21 39 B-U. Tulisan Ahmad Izzuddin dalam Kolom Suara Merdeka menyatakan bahwa perlu mengadakan pelurusan arah kiblat mengingat banyak masjid-masjid yang melenceng dari arah yang seharusnya. Dari situlah penulis melakukan penelitian di Masjid al-Aqsha Menara Kudus sebagai respon positif terhadap fenomena tersebut untuk mengungkap metode apa yang digunakan pada saat masjid tersebut serta faktor-faktor apa yang menyebabkan ketidak-akurasian arah kiblatnya. Dalam penelitian ini penulis mengguanakan field research dengan metode pengumpulan data berupa pengamatan secara langsung yakni obesrvasi lapangan, wawancara dan dokumentasi. setelah data terkumpul metode yang digunakan untuk analisa data dengan menggunakan tehnik analisis komparatif.

    Metode penentuan arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus yang menggunakan posisi bintang Polaris berbeda jika dibandingkan metode terkini. Hal itu bisa dibandingkan dengan metode penentuan arah kiblat yang mutakhir yakni metode azimuth kiblat dan rasd al-kiblat / bayang-bayang matahari dengan menggunakan peralatan falak baik yang sederhana maupun modern bisa ditentukan berapa azimuth kiblat atau sudut yang menunjukkan arah kiblat dan kapan bayang-bayang suatu benda yang tegak lurus terhadap bumi yang terkena sinar matahari menunjukkan arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus ini. Dari hasil perhitungan arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus dengan metode azimuth kiblat dan rashdul kiblat, penulis menemukan perbedaan yang sangat signifikan antara arah kiblat yang ada pada masjid tersebut dengan arah kiblat yang seharusnya yang dilakukan oleh penulis diperoleh selisih (kemelencengan) dengan kiblat seharusnya yaitu ( 24 21 39 - 10 40 14.32 = 13 41 24.18).

    Penyebab Ketidak-akurasian kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus disebabkan oleh kesalahan pada metode pengukuran dan kurangnya pemahaman terhadap persoalan arah kiblat sehinga diperlukan adanya pengukuran ulang.

    . Key word : Metode, Penentuan Arah Kiblat, Masjid al-Aqsha Menara Kudus

  • vii

    M O T T O

    !$uZym rr&ur 4n

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

    Ayahanda dan Ibunda tercinta, bapak

    Muhammad Ichsan sholeh dan Ibu farchatul luluk

    yang selalu berjuang, berdoa dan memberikan

    restunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu

    mencurahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada

    kita se-Keluarga.

    Paman dan Bibi ku yang selalu memotivasi

    penulis untuk menggapai cinta bagai bintang

    memetik bintang di langit.

    Saudara dan saudariku sekeluarga serta yang

    selalu memberikan dorongan baik moral maupun

    spiritual, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini.

    Semua Guru-ku, khususnya kepada Romo Kyai

    H.Sirodj Khudhori dan Bapak A. Izzuddin M.Ag,

    yang telah menuntun jiwa dan raga yang dhoif

    ini ke cahaya Illahiyah. Terima kasih telah

    mendidik dan mengajarku walau harfan.

    Teman-teman Falak 2007 seperjuangan kalian

    adalah penerus generasi bangsa.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah Swt. penulis haturkan atas segala limpahan nikmat

    yang tiada terhitung serta rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Analisis Metode Penentuan Arah

    Kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus Jawa Tengah, dengan lancar dan baik

    tanpa banyak menemui halangan dan kendala.

    Shalawat serta Salam semoga tetap selalu terlimpahkan dan senantiasa

    penulis lantunkan kepada Rahmatan lil alamin Rasulullah Muhammad SAW

    beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikutnya yang telah membawa

    zaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang dengan Islam.

    Pepatah mengatakan Berat sama dipikul ringan sama dijinjing, maka

    penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah semata hasil dari

    usaha penulis secara pribadi. Akan tetapi semua itu terwujud berkat adanya usaha

    dan bantuan baik berupa moral maupun spiritual dari berbagai pihak yang telah

    membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis tidak

    akan lupa untuk menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama

    kepada :

    1. Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang Dr. Imam Yahya dan

    Pembantu-Pembantu Dekan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

    menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas untuk belajar dari awal

    hingga akhir.

    2. Prof. Dr. H. Muslih Shobir, M.A., selaku Pembimbing I, atas bimbingan dan

    pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.

    3. Rupii, M.Ag, selaku Pembimbing II yang selalu mengarahkan penulis baik

    moral maupun spritual untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

    4. Ketua Prodi Falak Dr. H. Arja Imrani, M.A., atas arahan dan didikan yang

    senantiasa selalu menghiasi mahasiswa falak pada umumnya, dan khusunya

    kepada penulis.

  • x

    5. Kepala Jurusan dan Sekretaris Jurusan al-Ahwal asy-Syakhsiyah, dosen-dosen

    dan karyawan Fakultas Syariah IAIN Walisongo atas segala didikan, bantuan

    dan kerjasamanya.

    6. Kedua orang tua tercinta penulis beserta segenap saudara sekeluarga, atas

    segala doa, perhatian, dukungan, kelembutan dan curahan kasih sayang yang

    tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.

    7. Keluarga Besar Pengurus Masjid al-Aqsha Menara Kudus Jawa Tengah yang

    telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di masjid

    tersebut.

    8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang,

    khususnya kepada KH. Sirojd Chudlori dan Ahmad Izzuddin, M.Ag, selaku

    pengasuh yang selalu mendidik penulis dan yang telah memberikan ilmu-

    ilmunya baik dalam bangku perkuliahan maupun pesantren.

    9. Keluarga besar Ngelom, Surabaya (Wonokromo), Porong Sidoarjo.

    10. Maya (Bukan nama sebenarnya) Kau adalah Perhiasan Hidup yang selalu

    membuatku bahagia dan tentram.

    11. Semua teman-teman Falak terutama angkatan 2007, kawan-kawan HMI

    Komisariat Syariah, Tarbiyah, Dakwah dan Ushuluddin Korkom Walisongo

    maupun Cabang Semarang yang telah memberi masukan dan motivasi kepada

    penulis untuk berjuang untuk Agama dan Negara.

    12. Teman-teman santri Daarun Najaah yang telah membantu dan memotivasi

    penulis dalam menggapai cita dan cinta.

    Harapan sekaligus doa penulis semoga diterima Allah SWT. serta

    mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda atas semua amal

    kebaikan dan jasa-jasa dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

    skripsi ini

    Tiada gading yang tak retak, maka penulis juga menyadari bahwa

    skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan

    kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharap saran dan kritik

    konstruktif dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini.

  • xi

    Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat nyata bagi

    penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

    Semarang, 10 Juni 2011

    Penulis

    Miftakhur Rokhman Habibi

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

    HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv

    HALAMAN DEKLARASI................................................................................. v

    HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... vi

    HALAMAN MOTTO.......................................................................................... vii

    HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... viii

    HALAMAN KATA PENGANTAR................................................................... ix

    HALAMAN DAFTAR ISI................................................................................. x

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Permasalahan.................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah.................................................................................... 7

    C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 7

    D. Telaah Pustaka......................................................................................... 8

    E. Kerangka Teori........................................................................................ 10

    F. Metode Penelitian.................................................................................... 11

    G. Sistematika Penulisan............................................................................... 15

    BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG ARAH KIBLAT

    A. Definisi Kiblat.......................................................................................... 17

    1. Pengertian Kiblat menurut bahasa ............................................................. 17

    2. Pengertian Kiblat menurut istilah............................................................... 18

    B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat............................................................ 19

    1. Dasar Hukum dari al-Quran...................................................................... 19

    2. Dasar Hukum dari al-Hadits....................................................................... 21

    C. Sejarah Kiblat.......................................................................................... 23

    D. Metode Penentuan Arah Kiblat............................................................... 27

    1. Azimuth Kiblat........................................................................................... 27

    2. Rashdul Kiblat ........................................................................................... 46

  • xiii

    BAB III : ARAH KIBLAT MASJID AL- AQSHA MENARA KUDUS

    A. Gambaran Umum Kota Kudus................................................................. 53

    1. Sejarah Kota Kudus..................................................................................... 53

    2. Keadaan Geografis, Klimatologis dan Administratif Kota Kudus.............. 54

    3. Keadaan Sosial dan Ekonomi Kota Kudus................................................. 55

    4. Keadaan Keagamaan dan Adat Istiadat Kota Kudus.................................. 57

    B. Gambaran Umum Masjid al-Aqsha Menara Kudus................................. 59

    1. Sejarah Masjid al-Aqsha Menara Kudus..................................................... 59

    2. Bangunan Masjid al-Aqsha Menara Kudus................................................ 60

    3. Signifikansi Masjid al-Aqsha Menara Kudus Bagi Umat........................... 62

    C. Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Al-Aqsha Menara Kudus .......... 63

    BAB IV : ANALISIS TERHADAP METODE PENENTUAN ARAH

    KIBLAT MASJID AL- AQSHA MENARA KUDUS

    A. Analisis Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus...... 85

    B. Analisis faktor-faktor yang menyebabkan ketidak-akurasian Masjid al-Aqsha

    Menara Kudus.................................................................................................. 88

    BAB V : PENUTUP

    A. Kesimpula............................................................................................... 104

    B. Saran-saran............................................................................................. 106

    C. Penutup................................................................................................... 107

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Menghadap kiblat adalah salah satu syarat dalam melaksanakan shalat.

    Kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati

    ke Kabah (Makkah) dengan tempat kota yang bersangkutan2. Sebelum kiblat

    berpindah ke Masjidil Haram, Rasulullah Saw. ketika berada di Madinah,

    beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama kurang lebih 17 bulan.3

    Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwasannya Rasulullah Saw. selalu

    menghadap ke langit seraya memanjatkan do'a agar kiblat berpindah dari

    Baitul Maqdis ke Baitul Haram, kemudian turunlah wahyu Allah Swt. yang

    memerintahkan Rasulullah Saw. untuk menghadap kiblat yakni Ka'bah yang

    ada di Saudi Arabia sebagai respon atas doa dan keinginan Rasulullah Saw.

    untuk menghadap ke Kabah.4 Hal ini sebagaimana Allah SWT. berfirman :

    ) : .(

    2 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta : Buana

    Pustaka, cet. I, 2004. hlm. hlm. 50. 3 Muslim, Sahih Muslim, Juz. I, Beirut : Darul Kutubil Ilmiyyah, t.t., hlm. 214. 4 Muhammad Ali as-Shabuni, Rawa'i al-Bayan fi Tafsiri Ayat al-Ahkam, Dar al-Kutub al-

    Ilmiyyah Bairut, 1999. hlm.32.

  • 2

    Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang di beri al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqarah : 144).5

    Dari pemaparan di atas para ulama dan para fuqaha sepakat

    bahwasannya ka'bah merupakan kiblat di mana ketika shalat umat Islam harus

    menghadapnya sebagai salah satu syarat syahnya shalat sesuai dengan kaidah

    ushul fiqih sebagai berikut :

    6

    Artinya : Suatu kewajiban yang tidak sah kecuali dengan adanya suatu syarat tertentu, maka syarat itu adalah menjadi wajib pula.

    Apabila dalam keadaan tertentu misalnya ketakutan karena diserang

    musuh ketika dalam peperangan, dalam keadaan darurat diperbolehkan tidak

    menghadap kiblat, sesuai dengan kaidah ushul fiqih yang menyatakan :

    7

    Artinya : (Dalam keadaan) darurat diperbolehkan segala hal yang dilarang.

    5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang :

    Kumudasmoro Grafindo, 1994, hlm. 37. 6 Jalaluddin Abdurrahman bin bin Abu Bakr as-Suyuthi. al-Asybah wa an-Nadhair.

    Jakarta : Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah. hlm. 101. 7 Abdullah bin Said al-Hadrami. Idlahu Qawaid al-Fiqhiyyah, Jakarta : Haramain, t.t.

    hlm. 42.

  • 3

    Ketika dalam keadaan sakit berat8 dan ketika melaksanakan shalat

    sunnah di atas kendaraan maka juga diperbolehkan untuk tidak menghadap

    kiblat9. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

    sebagai berikut:

    : : :

    . ) . ( 10 Artinya : Muslim berkata kepada kami, bercerita Hisyam, bercerita Yahya

    bin Abi Katsir dari Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata : Ketika Rasulullah SAW shalat di atas kendaraan (tunggangannya) beliau menghadap ke arah sekehendak tunggangannya, dan ketika beliau hendak melakukan shalat fardlu beliau turun kemudian menghadap kiblat.(HR. Bukhari).

    Berdasarkan al-Quran dan al-Hadis di atas menghadap kiblat merupakan

    syarat sah shalat, ketika melaksanakan shalat seseorang harus yakin bahwa

    sudah menghadap kiblat dengan benar . Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam

    hadits Rasulullah Saw., sebagai berikut :

    : : ) (

    Artinya : Dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW. bersabda

    :menghadaplah kiblat lalu takbirlah (HR.Bukhari).

    8 Lihat QS. Al-Baqarah ayat 239. 9 Lihat QS. Al-Baqarah ayat 115. 10 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz. I, Beirut : Dar

    al-Kutubil Ilmiyyah, t.t, hlm. 130-131. 11 Ibid. hlm. 130.

  • 4

    Dalam kitab Tafsir Ayat al-Ahkam terdapat uraian tentang apakah wajib

    menghadap ke Ain al-Ka'bah12 atau arahnya saja?, Ali as-Shabuni

    menjelaskan bahwa golongan Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat

    bahwasanya menghadap kiblat harus dilakukan dengan cara menghadap ke

    benda Ka'bah itu sendiri, bukan sekedar arah Ka'bah saja. Mereka sepakat

    bahwa seseorang harus benar-benar menghadap ke benda Ka'bah sebagai

    syarat syahnya shalat.13

    Hal ini berbeda dengan golongan Hanafiyah dan Malikiyah yang

    menyatakan bahwa bagi penduduk Makkah yang dapat menyaksikan Kabah,

    maka wajib menghadap kepada benda Ka'bah, tetapi bagi yang tidak dapat

    melihat Kabah cukup dengan menghadap ke arahya saja sebagaimana

    penduduk yang berada sangat jauh dari wilayah Mekkah misalnya negara-

    negara Asia, Afrika, Australia, Amerika dan sebagainya sebagaimana hadis

    dari Abu Hurairah.14

    : :

    ) ( 15 Artinya : Dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw. Bersabda Baitullah

    adalah kiblat bagi orang-orang di Masjid al-Haram, Masjid al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram

    12 Ain al-ka'bah adalah ka'bah yang terbuat dari batuan-batuan yang disusun berbentuk

    kubus. Lihat C. E. Bostworth, et. al (ed), The Encyclopedia of Islam, Vol. IV, Leiden : E. J. Brill, 1978, hlm. 317.

    13 Muhammad Ali as-Shobuni, op.cit, hlm. 34. 14Ibid, hlm. 35. 15 Imam al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, Juz I,Beirut : Libanon, t.t, hlm. 143. Lihat juga

    Imam al-Qurtubi, Al-Jami li Ahkam al-Quran , Juz I, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t, hlm. 562

  • 5

    (Mekkah), dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di bumi, baik di barat maupun di timur (HR. Baihaqi.)

    Mereka juga merujuk pada hadits Rasululah SAW. yang berbunyi :

    : : ) ( 16

    Artinya : Bercerita Hasan bin Bakar al-Maruzy bercerita al-Maally bin

    Manshur bercerita Abdullah bin Jafar al-Mahzumy dari Utsman bin Muhammad al-Akhnas dari Said al-Maqbury dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW. bersabda :Arah yang ada di antara timur dan barat adalah Kiblat (HR. Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari).

    Berdasarkan hadis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwasanya bagi

    yang tidak mampu untuk melihat atau menyaksikan Ka'bah cukup dengan

    arahnya saja sesuai dengan posisi tempat di mana hendak didirikan shalat

    dengan mempertimbangkan koordinat lintang dan bujur kota atau tempat

    tersebut dari kota Mekkah.

    Banyak anggapan dari masyarakat negeri ini yang cenderung

    meremehkan bagaimana menghadap kiblat ketika shalat. Mereka

    barpandangan bahwa arah kiblat banyak disalahpahami sebagai arah barat.

    Arah kiblat di Indonesia berkisar antara 22o sampai 25o dari barat ke utara.

    16 Lihat Muhammad ibnu Ismail ash-Shanani, Subulus Salam, juz. I, Beirut : Darul

    Kutubil Ilmiyyah, t.t. hlm. 250.

  • 6

    Disamping itu banyak ditemukan arah kiblat masjid-masjid besar dan

    bersejarah yang kurang tepat ke arah ka'bah. Hal ini berdasarkan hasil

    penelitian yang dilakukan oleh Totok Roesmanto yang menyatakan bahwa :

    Keberadaan bangunan masjid di sebelah barat alun-alun menyebabkan sumbu bangunannya sering dikaitkan dengan arah timur-barat. Bangunan masjid kuno di anggap menghadap ke timur. Lajur-lajur shalat telah disesuaikan dengan arah kiblat sehingga tidak lagi tegak lurus pada sumbu bangunan. Sebenarnya, sumbu bangunan masjid juga tidak mengarah timur-barat. Ada baiknya data beberapa masjid kuno di bawah ini di simak, Masjid Menara atau Masjidil Aqsa, Kudus, yang di bangun tahun 1549 memiliki sumbu bangunan bergeser 25 ke arah utara dari sumbu bumi timur-barat. Masjid Kotagede yang menempati lahan bekas Dalem Ki Ageng Pemanahan, 1550, bergeser 19. Masjid Mantingan di sebelah timur bangunan cungkup makam Ratu Kalinyamat, 1559, bergeser hampir 40 . Masjid Agung Jepara yang atap aslinya bersusun lima di bangun tahun 1700 bergeser 15, Masjid Tembayat, Klaten, 1700, bergeser 26, dan Masjid Agung Surakarta, 1757, bergeser 10.17

    Begitu juga dengan tulisan Ahmad Izzuddin dalam Suara Merdeka

    tentang "Perlunya meluruskan arah kiblat" yang menjadi pendorong bagi

    penulis untuk penelitian ini yang menyatakan bahwa :

    Realita di masyarakat sampai sekarang, banyak ditemukan masjid-masjid dan mushalla-mushalla yang arah kiblatnya berbeda-beda. Padahal menghadap ke kiblat hukumnya wajib bagi yang melakukan shalat. Masjid Besar Kauman Semarang (masih dalam proses pembangunan di lahan tanah banda wakaf Masjid Kauman), seorang kontraktor bangunan menyatakan, ia pernah mengukur arah kiblat di Semarang hanya 14 derajat dari titik barat ke utara. Padahal menurut perhitungan astronomi yang akurat, arah kiblat untuk Semarang 24,5 derajat. Melihat fenomena itu, kiranya kita perlu meluruskan kiblat masjid, agar dapat memberikan keyakinan dalam beribadah secara ain al-yaqin atau mendekati bahkan sampai haqqu al-yaqin, bahwa kita benar-benar menghadap kiblat (Kakbah). Karena perbedaan per derajat saja sudah memberikan perbedaan kemelencengan arah seratusan kilometer. Bagaimana kalau perbedaan puluhan derajat, bisa-bisa arah kiblat melenceng jauh dari Masjidil Haram, atau jauh dari Baitullah (Kakbah).18

    17 Lihat Totok Roesmanto tentang Kiblat dalam Kolom KALANG Suara Merdeka,

    Minggu, tanggal 01 Juni 2003. 18 Baca dalam harian Suara Merdeka 27 Juni 2003 atau lacak di www. Suaramerdeka.com

    /03/03/27.

  • 7

    Bertolak dari permasalahan di atas, Masjid al-Aqsha Menara Kudus

    merupakan salah satu masjid yang bersejarah di Indonesia yang dibangun oleh

    Sunan Kudus memiliki kemiringan 25 ke utara. Hal ini sangat tidak sesuai

    dengan azimuth kiblat masjid tersebut yakni 24 21 39, dari situ dapat

    dilihat bahwa bangunan tersebut memiliki kemiringan (25 00 00 - 24 21

    39) 0 38 21.

    Dari sinilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang metode

    apa yang dipakai dalam penentuan arah kiblat Masjid Agung Menara Kudus

    yang memiliki sumbu bangunan 25o ke arah utara pada saat masjid itu

    didirikan.

    B. Rumusan Masalah

    Mengacu pada latar belakang yang telah diutarakan di atas maka dapat

    dikemukakan di sini pokok-pokok permasalahan yang akan di bahas dalam

    skripsi ini. Pokok-pokok permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimanakah metode penentuan arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara

    Kudus pada saat didirikan?

    2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak-akurasian arah kiblat

    pada Masjid al-Aqsha Menara Kudus ?

    C. Tujuan Penelitian

    Dalam hal ini tujuan penelitian ini adalah :

    1. Untuk mengetahui bagaimana metode penentuan arah kiblat Masjid al-

    Aqsha Menara Kudus.

  • 8

    2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak-akurasian

    arah kiblat pada Masjid al-Aqsha Menara Kudus.

    D. Telaah Pustaka

    Karya tulis yang berkaitan dengan Masjid al-Aqsha Menara Kudus yaitu

    karya Abdul Baqir Zain tentang Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia yang

    secara garis besar mengemukakan sejarah dan fungsi masjid-masjid bersejarah

    yang tersebar di negara Indonesia antara lain Masjid Agung Demak, masjid

    Agung Sunan Ampel, Masjid al-Aqsha Menara Kudus dan masjid-masjid

    bersejarah lainnya yang ada di Nusantara.19

    Adapun tulisan yang menguraikan tentang arah kiblat antara lain : Skripsi

    Ismail Chudori yang berjudul Studi tentang Pengecekan Arah Kiblat Masjid

    Agung Surakarta yang menjelaskan bahwa arah kiblat Masjid Agung

    Surakarta tersebut pada kenyataannya menghadap ke timur (bergeser 14

    derajat dari titik timur ke selatan), dengan kata lain kiblat masjid ini adalah 14

    derajat dari titik barat ke utara. Padahal perhitungan arah kiblat Masjid Agung

    Surakarta ini sebenarnya adalah 24 32 3.93 dari titik barat ke utara atau 65

    27 56.07 dari titik utara ke barat atau 294 32 3.93 UTSB. Dengan

    demikian dapat diketahui bahwa masjid ini mengalami kekurangan /

    pergeseran dari arah kiblat dengan selisih / sebesar 10 dari titik barat ke

    utara.20

    19 Lihat Abdul Baqir Zain, Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, cet. I, Jakarta : Gema Insani Press, 1999.

    20 Lihat Skripsi Ismail Chudori Studi Tentang Pengecekan Arah Kiblat MasjidAgung Surakarta, Skripsi Sarjana fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang,2005,t.d

  • 9

    Skripsi Erfan Widiantoro Studi Analisis Tentang Sistem Penentuan Arah

    Kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta yang menguraikan bahwa

    antara sumbu bangunan asli dan kiblat yang seharusnya memiliki selisih 6 41

    7.97. Hal ini berdasarkan perhitungan antara sumbu bangunan asli dan kiblat

    yang seharusnya yakni 24 42 48.8 - 18 01' 40.83" = 6 41 7.97).21

    Berdasarkan penelitian tersebut, masjid di atas posisi Masjid Besar

    Mataram Kotagede tidak mengarah tepat ke arah kiblat yang seharusnya, 24

    42' 48.8" (dari titik Barat ke arah Utara), sehingga dari hasil penentuan arah

    kiblat tersebut baik melalui azimuth kiblat maupun rashdul kiblat telah

    diperoleh suatu fakta bahwa arah kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede saat

    ini arah kiblatnya kurang akurat. Terjadi pergeseran shaf yaitu : 1 42' 7.2" ke

    Utara dari arah kiblat yang seharusnya.

    Skripsi Ahnad Jaelani Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Sunan

    Ampel Surabaya Jawa Timur yang menguraikan Arah kiblat Masjid Agung

    Sunan Ampel kurang akurat. Arah kiblat masjid kurang ke utara sebesar 00 12

    28,94 untuk shaf asli dan shaf perluasan kurang ke utara sebesar 00 16

    34,43 atau 2940 01 51 dari titik UTSB sehingga dapat disimpulkan arah

    kiblat semuanya baik shaf asli dan perluasan tidak lebih dari 10 dengan alat

    theodolit.

    Karya lain yaitu : Kumpulan materi dari Workshop Nasional Mengkaji

    Ulang Metode Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat Dalam

    21 Lihat Skripsi Erfan Widiantoro Studi Analisis Tentang Sistem Penentuan Arah Kiblat

    Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta, Skripsi Sarjana fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2009,t.d

  • 10

    Perspektif Ilmu Syariah dan Astronomi22yang menjelaskan tentang

    bagaimana cara penentuan awal waktu shalat dan arah kiblat ditinjau dari

    fiqih dan astronomi agar dapat dijadikan acuan oleh umat dalam menjalankan

    ibadah.

    Dari beberapa telaah pustaka yang telah dipaparkan di atas, penulis

    belum pernah menemukan tulisan yang secara spesifik dan mendetail yang

    membahas tantang metode penentuan arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara

    Kudus. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

    metode penentuan arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus.

    E. Kerangka Teori

    Bertolak dari permasalahan di atas, menentukan arah kiblat hanya

    masalah arah yaitu ke arah Kabah (Baitullah) di kota Mekkah yang dapat

    diketahui dari setiap titik di permukaan bumi ini, dengan berbagai cara

    misalnya dengan menentukan azimuth kiblat dan rasdul kiblat. Secara garis

    besar ada beberapa cara penentuan arah kiblat yaitu sebagai berikut:

    1. Menentukan Azimuth Kiblat

    Azimuth kiblat adalah arah atau garis yang menunjukkan ke kiblat

    (Kabah). Metode ini dengan menggunakan data Lintang dan Bujur tempat

    22 Kumpulan materi, Workshop Nasional Mengkaji Ulang Metode Penentuan Awal

    Waktu Shalat dan Arah Kiblat Dalam Perspektif Ilmu Syariah dan Astronomi, Universitas Islam Indonesia, tanggal 07 April 2001.

  • 11

    beserta lintang dan bujur Mekkah. Kemudian setelah itu dihitung dengan

    rumus cosinus.23

    2. Menentukan Rashdul Kiblat

    Rashdul kiblat adalah ketentuan waktu di mana bayangan benda yang

    terkena sinar matahari menunjuk arah kiblat. Sebagaimana dalam kalender

    Menara Kudus KH Turaichan ditetapkan tanggal 27/28 Mei dan tanggal 15/16

    Juli pada tiap-tiap tahun sebagai Yaum Rashd al-Kiblat.24 Namun demikian

    pada hari-hari selain tersebut mestinya juga dapat ditentukan jam rashdul

    kiblat / arah kiblat dengan bantuan sinar matahari kemudian setelah itu

    dilakukan perhitungan matematis dengan memperhitungkan bujur matahari,

    selisih bujur matahari, kemudian menentukan deklinasi matahari, lintang

    tempat , bujur tempat dan sebagainya.25

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan menggunakan

    pendekatan penelitian kualitatif, maka penelitian ini disebut dengan

    penelitian kualitatif26 yang memiliki karakteristik natural dan merupakan

    23 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta : Buana

    Pustaka, 2004. hlm. 52-64. 24 Hal ini terjadi setiap tanggal 28 Mei (untuk tahun bashitoh) atau 27 Mei ( untuk tahun

    kabisath ) pada pukul 16. 17 WIB, dan juga pada tanggal 15 Juli (untuk tahun bashitoh) atau 16 Juli (untuk tahun kabisath) pada pukul 16. 26. WIB. Baca selengkapnya Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang : Komala Grafika, 2006, hlm. 42-49.

    25 Ibid 26 Penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

    secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan

  • 12

    kerja lapangan yang bersifat deskriptif.27. Penulis akan melakukan

    penjelajahan lapangan yang berfungsi untuk mempelajari secara intensif

    tentang latar belakang keadaan sekarang28, agar diketahui latar belakang

    arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus yang memiliki sumbu 25 ke

    arah utara.

    2. Sumber Data

    a) Data Primer

    Data primer yaitu informasi yang secara langsung mempunyai

    wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan dan

    penyimpanan data.29 Dengan kata lain, data primer atau data tangan

    pertama, adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

    dengan mengenakan alat pengambilan data langsung pada subjek

    sebagai sumber informasi yang dicari.30 Dalam penelitian ini, penulis

    melakukan pengambilan data berdasarkan data lapangan. Tehnik

    pengambilan data ini berupa suatu proses pengamatan terhadap sesuatu

    yang akan diteliti, yakni pengamatan terhadap arah kiblat Masjid al-

    Aqsha Menara Kudus dan berupa dokumen dan responden31,serta

    meminta informasi para ta'mir Masjid al-Aqsha Menara Kudus, para berhubungan dengan orang yang bersangkutan dalam bahasa dan peristilahannya . Lihat Lexy J Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 3

    27 Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 69.

    28 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Ed. I,( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), Cet. 10, 1997, hlm. 22.

    29 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin), 1990, hlm. 42

    30 Saifudin Azwar, Metode Penlitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), Cet. III, 2001, hlm. 91

    31 Lihat Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta :: PT. Rineka Cipta, Cet. XII, 2002, hlm. 107.

  • 13

    Ahli Falak di sekitar wilayah Kudus, dan juga pihak-pihak terkait

    dengan penelitian ini.

    b) Data Sekunder

    Data sekunder adalah sumber informasi yang secara tidak

    langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap

    informasi yang ada padanya, baik berupa al-Quran, Sunnah Nabi dan

    sebagainya.32Data sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku

    yang berkaitan dengan ilmu falak khususnya tentang arah kiblat dan

    buku-buku lain yang berisi tentang informasi Masjid al-Aqsha Menara

    Kudus.

    Dari sini setiap data atau informasi yang diperoleh dari masalah

    demi masalah akan dibandingkan dengan informasi lain yang ada,

    sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan untuk kemudian dapat di

    ambil suatu kesimpulan sebagai hasil akhir dari permasalahan yang di

    bahas dalam skripsi ini.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini data-data diperoleh penulis dengan melakukan

    observasi atau pengamatan langsung33 yakni melakukan pengukuran

    kembali arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus. Hal ini akan

    membuktikan apakah masjid tersebut memiliki sumbu 25 ke arah utara.

    Data juga diperoleh dengan melakukan kajian-kajian terhadap

    dokumen / catatan baik dari pakar falak maupun dari ahli sejarah khususnya

    32 Noeng Muhadjir, op. cit.,hlm. 43 33 Sumadi Suryabrata, op. cit., hlm. 17.

  • 14

    tentang Masjid al-Aqsha Menara Kudus yang berkaitan dengan

    permasalahan dalam skripsi ini, dan melakukan wawancara (interview)34

    kepada pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi untuk skripsi

    ini khususnya para ta'mir Masjid al-Aqsha Menara Kudus, para ahli falak di

    sekitar wilayah Kudus, dan juga pihak-pihak terkait dengan penelitian ini

    yang tidak bisa dicantumkan oleh penulis. Pihak-pihak tersebut diantaranya

    adalah pihak Pengurus Masjid al-Aqsha Menara Kudus.

    Penulis juga meminta pendapat yang diungkapkan oleh astronom

    dari LAPAN Thomas Djamaludin yang merupakan hasil wawancara

    penulis via surat elektronik (email) di [email protected]. Kemudian

    pendapat astronom dari BOSSCHA Hendro Setyanto melalui wawancara

    via email di [email protected]. serta pendapat pakar baik

    yang diterbitkan maupun tidak.

    4. Metode Analisis Data

    Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan tehnik analisis

    komparatif35, yakni dengan mengkomparasikan metode penentuan arah

    kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus saat itu dengan metode-metode

    penentuan arah kiblat saat ini yaitu sistem tahqiqi atau kontemporer.

    Tehnik analisis semacam ini disebut juga analisis kualitatif36. Hal ini

    34 Suharsini Arikunto, op .cit., hlm. 202. Lihat juga dalam Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hlm. 67.

    35 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, Ed. III, 1996, hlm. 88.

    36 Analisis kualitatif pada dasarnya mempergunakan pemikiran logis, analisis dengan logika, induksi, deduksi, analogi, komparasi dan sejenisnya. Lihat Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 95.

  • 15

    dikarenakan data yang akan di analisis berupa data yang didapat dengan

    cara pendekatan kualitatif yakni pengamatan langsung.

    Tehnik analisis yang digunakan penulis dalam skripsi adalah dengan

    content analysis model narrative dalam hal ini adalah metode penentuan

    arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus. Dalam hal ini sumber primer

    sumber primer narrative research adalah wawancara. Narrative interview

    didesain untuk member peluang partisipan untuk menceritakan sangat

    mendekati personallife stories37. Hal ini akan menguak tentang fakta

    kebenaran data tersebut, sedangkan kritik internal menguak tentang

    keakurasian data tersebut38. Dua metode ini berfungsi sebagai metode kritik

    atas data atau dokumen yang ada sehingga dapat diketahui kelebihan dan

    kekurangan data tersebut.

    G. Sistematika Penulisan

    Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana dalam

    setiap bab terdapat sub-sub bab permasalahan; yaitu :

    Bab pertama adalah menguraikan tentang latar belakang

    permasalahan, pokok permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode

    penelitian dan sistematika penulisan.

    Bab kedua adalah menjelaskan berbagai sub pembahasan

    diantaranya tentang pengertian kiblat, dasar hukum menghadap kiblat, sejarah

    kiblat dan macam-macam metode penentuan arah kiblat.

    37 Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu (Kualitatif dan Kuantitatif untuk Pengembangan Ilmu Penelitian, Edisi Revisi, Yogyakarta : Rake Sarasin, 2006. hal. 140-145.

    38 M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori dan Praktek), cet. I, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 169.

  • 16

    Bab ketiga adalah mencakup berbagai hal di antaranya gambaran

    umum kota Kudus tentang keadaan geografis, monografis, demografis,

    ekonomi, budaya dan sosial keagamaan kota Kudus. Dalam bab ini diuraikan

    pula tentang sejarah dan bangunan Masjid al-Aqsha Menara Kudus,

    signifikansi Masjid al-Aqsha Menara Kudus bagi umat dan sejarah penentuan

    arah kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus.

    Bab keempat adalah menguraikan analisis terhadap metode

    penentuan Arah Kiblat Masjid al-Aqsha Menara Kudus. Bab kelima

    merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan, saran-saran dan penutup.

  • 17

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG ARAH KIBLAT

    A. Definisi Kiblat

    Menurut bahasa kata kiblat berasal dari bahasa Arab di mana kata

    ini disebutkan dalam al-Quran 7 kali yang memiliki dua arti yang

    berbeda:

    1. Kiblat yang berarti arah

    Sebagaimana dalam firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat

    142 :

    ) : ( Artinya : Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan

    berkata : Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah : Kepunyaan Allah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. (QS. Al-Baqarah : 142).39

    2. Kiblat yang berarti tempat

    Kata ini terdapat dalam firman Allah Swt dalam surat Yunus ayat

    87 :

    39 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang :

    Kumudasmoro Grafindo, 1994, hlm. 36.

  • 18

    ) : ( Artinya: Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya :

    Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat bersembahyang dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman (QS. Yunus : 87).40

    Sedangkan menurut istilah kata kiblat memiliki beberapa definisi.

    Menurut para ulama, para ahli falak, dan para ahli tafsir berdasarkan satu

    objek kajian kiblat yang berarti kabah. Beberapa istilah mengenai kiblat

    antara lain yaitu :

    a. Abdul Aziz Dahlan mendefinisikan kiblat sebagai bangunan Kabah

    atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian

    ibadah.41

    b. Harun Nasution dan kawan-kawan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia,

    mengartikan kiblat sebagai arah menghadap pada waktu shalat42

    c. Departemen Agama Republik Indonesia mendefinisikan kiblat yaitu

    suatu arah tertentu kaum muslimin mengarahkan wajahnya dalam

    ibadah shalat.43

    40 Ibid. hlm. 320. 41 Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

    Hoeve, Cet. Ke-1, 1996, hlm. 944. 42 Harun Nasution, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Djambatan, 1992, hlm. 563. 43 Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

    Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama / IAIN, Ensiklopedi Islam, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993, hlm. 629.

  • 19

    d. Slamet Hambali memberikan definisi arah kiblat yaitu arah menuju

    Kabah (Makkah) lewat jalur terdekat yang mana setiap muslim dalam

    mengerjakan shalat harus menghadap ke arah tersebut.44

    e. Muhyiddin Khazin mendefinisikan kiblat sebagai arah atau jarak

    terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati Kabah (Makkah)

    dengan tempat kota yang bersangkutan.45

    f. Nurmal Nur mengartikan kiblat sebagai arah yang menuju ke Kabah

    di Masjidil Haram di Makkah, dalam hal ini seorang muslim wajib

    menghadapkan mukanya tatkala ia mendirikan shalat atau dibaringkan

    jenazahnya di liang lahad.46

    Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

    kiblat adalah arah terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati

    Kabah yang mana setiap muslim wajib menghadap ke arahnya ketika

    mendirikan shalat.

    B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat

    1. Dasar Hukum dari al-Quran

    Al-Quran telah menjelaskan mengenai dasar hukum menghadap

    kiblat, antara lain yaitu:

    44 Slamet Hambali, Ilmu Falak I (Tentang Penentuan Awal Waktu Shalat dan Penentuan

    Arah Kiblat Di Seluruh Dunia), Semarang : t.p, 1998, hlm. 84. 45 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta : Buana

    Pustaka, cet. I, 2004, hlm. 50. 46 Nurmal Nur, Ilmu Falak (Teknologi Hisab Rukyat Untuk Menentukan Arah Kiblat,

    Awal Waktu Shalat dan Awal Bulan Qamariah), Padang: IAIN Imam Bonjol Padang, 1997, hlm. 23.

  • 20

    a. Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 144

    ) :

    ( Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke

    langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang di beri al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqarah : 144).47

    b. Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 150

    ) : ( Artinya : Dan darimana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah

    wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada Ku. Dan agar Ku-

    47 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit, hlm. 37.

  • 21

    sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya kamu dapat petunjuk (QS. Al-Baqarah : 150).48

    2. Dasar Hukum dari al-Hadis

    Hadis-hadis Nabi Muhammad Saw yang membicarakan tentang

    kiblat memang cukup banyak jumlahnya. Hadis-hadis tersebut antara lain

    adalah :

    a. Hadits riwayat Muslim

    " "

    ). ( 49

    Artinya : Bercerita Abu Bakar bin Abi Saibah, bercerita Affan,

    bercerita Hammad bin Salamah, dari Tsabit dari Anas: Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW (pada suatu hari) sedang shalat dengan menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Kemudian ada seseorang dari bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku pada shalat fajar. Lalu ia menyeru Sesungguhnya kiblat telah berubah. Lalu mereka berpaling seperti kelompok Nabi, yakni ke arah kiblat (HR. Muslim).

    48 Ibid, hlm. 38. 49 Muslim, op. cit., hlm. 214-215.

  • 22

    a. Hadits riwayat Bukhari

    : : ) ( 50

    Artinya : Dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW. bersabda :menghadaplah kiblat lalu takbir (HR. Bukhari).

    : :

    : . ) .

    ( 51

    Artinya : Bercerita Muslim, bercerita Hisyam, bercerita Yahya bin Abi Katsir dari Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata : Ketika Rasulullah SAW shalat di atas kendaraan (tunggangannya) beliau menghadap ke arah sekehendak tunggangannya, dan ketika beliau hendak melakukan shalat fardlu beliau turun kemudian menghadap kiblat.(HR. Bukhari).

    Berdasarkan dasar hukum dari al-Quran dan hadis di atas dapat

    diketahui bahwa :

    Pertama, menghadap kiblat merupakan kewajiban bagi seorang

    muslim ketika mendirikan shalat sebagaimana kesepakatan para ulama

    yang menyatakan bahwasannya menghadap kiblat adalah sebagian dari

    syarat sah shalat.

    Kedua, ketika melaksanakan shalat fardhu dalam keadaan menaiki

    kendaraan seorang mulim wajib menghadap kiblat dari takbiratul ihram

    50 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail

    al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz. I, Beirut : Dar al-Kutubil Ilmiyyah, t.t, hlm. 130 51 Ibid, hlm. 130-131.

  • 23

    sampai salam, namun diperbolehkan tidak menghadap kiblat ketika

    mengerjakan shalat sunnah.

    Ketiga, ketika dalam keadaan dharurat dan sakit yang mana tidak

    bias menghadap kiblat maka diperbolehkan tidak menghadap kiblat dan

    diganti dengan isyarat mata, tangan atau anggota tubuh lainnya.

    C. Sejarah Kiblat

    Bangunan Kabah merupakan sebuah bangunan yang di buat dari

    batu-batu (granit) Makkah yang kemudian di bangun menjadi bangunan

    berbentuk kubus (cube-like building) dengan tinggi kurang lebih 16 meter,

    panjang 13 meter dan lebar 11 meter.52 Batu-batu tersebut yang dijadikan

    bangunan Kabah saat itu di ambil dari lima sacred mountains, yakni:

    Sinai, al-Judi, Hira, Olivet dan Lebanon.53

    Para ahli sejarah menyatakan Nabi Adam AS dianggap sebagai

    peletak dasar bangunan Kabah di bumi. Yaqut al-Hamawi (ahli sejarah

    dari Irak) menyatakan bahwa bangunan Kabah berada di lokasi kemah

    Nabi Adam AS setelah diturunkan Allah SWT dari surga ke bumi54.

    Setelah Nabi Adam AS wafat, bangunan itu di angkat ke langit. Lokasi itu

    dari masa ke masa diagungkan dan disucikan oleh umat para nabi.

    Hal itu dibuktikan dengan adanya lokasi yang digunakan untuk

    membangun sebuah rumah ibadah oleh Nabi Ibrahim AS dan puteranya

    52 Mircea Eliade (ed), The Encyclopedia Of Religion, Vol. 7, New York : Macmillan

    Publishing Company, t.t, hlm. 225. 53 Lihat dalam Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains

    Modern), Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2004, hlm. 34-35. 54 Abdul Azis Dahlan, Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT

    Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Ke-1, 1996, hlm. 944

  • 24

    Nabi Ismail AS. Bangunan inilah merupakan rumah ibadah pertama yang

    di bangun, berdasarkan firman Allah yang tersurat dalam ayat al-Quraan

    surat Ali Imran ayat 96 :

    ) :( Artinya : Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk (tempat

    beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS. Ali Imran: 96).55

    Menurut sejarahnya Nabi Ismail AS menerima Hajar Aswad (batu

    hitam)56 dari Malaikat Jibril di Jabal Qubais, lalu meletakkannya di sudut

    tenggara bangunan yang berbentuk kubus. Dalam bahasa Arab bangunan

    tersebut disebut mukaab. Dari kata inilah muncul sebutan Kabah. Ketika

    itu Kabah belum berdaun pintu dan belum ditutupi kain. Orang pertama

    yang membuat daun pintu Kabah dan menutupinya dengan kain adalah

    Raja Tubba dari Dinasti Himyar (pra Islam) di Najran (daerah Yaman).57

    Setelah masa Nabi Ismail AS berakhir, bangunan Kabah dikuasai

    oleh keturunannya, lalu Bani Jurhum, lalu Bani Khuzaah yang

    memperkenalkan penyembahan berhala. Kemudian bangunan Kabah di

    55 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit, hlm. 91. 56 Hajar Aswad atau batu hitam yang terletak di sudut tenggara bangunan Kabah ini

    sebenarnya tidak berwarna hitam, melainkan berwarna merah kecoklatan (gelap). Hajar Aswad ini merupakan batu yang disakralkan oleh umat Islam. Mereka mencium atau menyentuh Hajar Aswad tersebut saat melakukan thawaf karena Nabi Muhammad SAW. juga melakukan hal tersebut. Pada dasarnya pensakralan tersebut dimaksudkan bukan untuk menyembah Hajar Aswad, akan tetapi dengan tujuan menyembah Allah SWT. Lihat selengkapnya Mircea Eliade (ed), op.cit, hlm. 225.

    57 Mircea Eliade, op.cit. hlm. 226.

  • 25

    dipelihara oleh kabilah-kabilah Quraisy yang merupakan generasi penerus

    garis keturunan Nabi Ismail AS.58

    Sebelum kelahiran Nabi Muhammad Saw., Kabah dipelihara oleh

    kakek beliau yakni Abdul Muthalib yang merupakan salah satu keturunan

    kabilah Quraisy. Dia menghiasi pintunya dengan emas yang ditemukan

    ketika menggali sumur zam-zam.

    Bangunan Kabah ini memiliki keunikan dan daya tarik pada masa

    itu. Pada masa pemerintahan Abrahah selaku gubernur Najran, yang saat

    itu merupakan daerah bagian kerajaan Habasyah (sekarang Ethiopia)

    memerintahkan penduduk Najran, yaitu bani Abdul Madan bin ad-Dayyan

    al-Harisi untuk membangun tempat peribadatan seperti bentuk Kabah di

    Makkah. Bangunan itu disebut Biah dan dikenal sebagai Kabah Najran.

    Kemudian bangunan yang menyerupai Kabah ini diagungkan oleh

    penduduk Najran dan diurus oleh para uskup.59

    Abrahah pernah bermaksud menghancurkan Kabah di Makkah

    dengan pasukan gajah karena iri dan dengki terhadap bangunan tersebut.

    Namun, Allah Swt. melindunginya dengan mengirim tentara burung yang

    melempari mereka dengan batu dari tanah berapi sehingga mereka menjadi

    seperti daun yang di makan ulat.60

    Semakin bartambahnya waktu, Kabah sebagai bangunan

    peninggalan sejarah, mengalami kerapuhan sehingga banyak bagian-

    bagian temboknya yang retak dan bengkok. Di samping itu Makkah

    58 Abdul Azis Dahlan, et al., op. cit., hlm. 945 59 Lihat dalam Susiknan Azhari, op. cit., hlm. 35-36. 60 Lihat QS. Al-Fiil ayat 1-5

  • 26

    sebagai lokasi bangunan tersebut juga pernah dilanda banjir sehingga

    menggenangi Kabah. Kemudian air hujan tersebut meretakkan dinding-

    dinding Kabah yang memang sudah rusak.

    Setelah Kabah mengalami keretakan pada dinding-dindingnya,

    orang-orang Quraisy mengadakan renovasi bangunan Kabah untuk

    memelihara kedudukannya sebagai tempat suci. Pemimpinpemimpin

    kabilah dan para pemuka masyarakat Quraisy berpartisipasi dalam

    renovasi ini. Sudut-sudut Kabah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian,

    Pojok sebelah utara disebut ar-Ruknul Iraqi, sebelah barat ar-Ruknu as-

    Syam, sebelah selatan ar-Rukn al-Yamani, sebelah timur ar-Rukn al-

    Aswadi (karena Hajar Aswad terletak di pojok ini). Tiap kabilah mendapat

    satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.61

    Dalam peletakan Hajar Aswad mereka berselisih pendapat tentang

    siapa yang akan meletakkannya. Kemudian mereka mengadakan

    sayembara yang menyatakan bahwa orang yang berhak meletakkan batu

    hitam tersebut adalah orang yang pertama kali masuk pintu Kabah.

    Pilihan mereka jatuh ke tangan seseorang yang dikenal sebagai al-Amin

    (yang jujur atau terpercaya) yaitu Muhammad bin Abdullah (yang

    kemudian menjadi Rasulullah SAW).

    Setelah Fathul Makkah (penaklukan kota Makkah), pemeliharaan

    dan perawatan Kabah dipegang oleh kaum muslimin. Berhala-berhala

    61 Susiknan Azhari, op. cit., hlm. 43

  • 27

    sebagai lambang kemusyrikan yang terdapat di dalamnya maupun di

    sekitarnya dihancurkan oleh kaum muslimin.62

    D. Metode Penentuan Arah Kiblat

    Pada saat ini metode yang sering digunakan di Indonesia ada 2

    macam, yakni azimuth kiblat dengan memanfaatkan arah utara geografis

    (true north) dan rasd al-kiblat.63

    1. Azimut Kiblat

    Azimuth kiblat adalah arah atau garis yang menunjuk ke kiblat

    (Kabah)64. Untuk menentukan Azimuth kiblat ini diperlukan beberapa

    data, antara lain: 65

    a. Lintang Tempat/ Ardlul Balad daerah yang kita kehendaki.

    Lintang Tempat/ Ardlul Balad adalah jarak dari daerah yang kita

    kehendaki sampai dengan khatulistiwa di ukur sepanjang garis bujur.

    Khatulistiwa adalah lintang 0o dan titik kutub bumi adalah lintang 90o.

    Jadi nilai lintang berkisar antara 0o sampai dengan 90o. Di sebelah

    selatan khatulistiwa disebut Lintang Selatan (LS) dengan tanda negatif

    (-) dan di sebelah utara khatulistiwa disebut Lintang Utara (LS) di beri

    tanda positif (+).

    b. Bujur Tempat/ Thulul Balad daerah yang kita kehendaki.

    Bujur Tempat atau Thulul Balad adalah jarak dari tempat yang

    kita kehendaki ke garis bujur yang melalui kota Greenwich dekat

    62 Lihat dalam Susiknan Azhari, loc. cit. 63 Susiknan Azhari, op.cit., hlm. 45 64 Baca selengkapnya Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah

    Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang : Komala Grafika, 2006, hlm. 28 65 Ibid

  • 28

    London. Sebelah barat kota Greenwich sampai 180o disebut bujur barat

    (BB) dan di sebelah timur kota Greenwich sampai 180o disebut Bujur

    Timur (BT).

    c. Lintang Tempat Kota Makkah

    d. Bujur Tempat Kota Makkah

    Besarnya data Lintang Makkah adalah 21 25 14.7 LU dan

    Bujur Makkah 39 49 40 BT.66

    Untuk mengetahui atau menentukan lintang dan bujur tempat di bumi ini

    sekurang-kurangnya ada lima cara yaitu dengan:67

    a. Melihat dalam buku-buku,

    Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencari

    koordinat geografis (lintang dan bujur) suatu tempat, yakni dengan

    cara melihat atau mencari dalam daftar yang tersedia dalam buku-buku

    yang ada.

    Meskipun demikian, cara ini ternyata mempunyai beberapa

    kelemahan antara lain :68

    1. Tidak semua tempat di bumi ini ada dalam daftar tersebut. Daftar

    tersebut biasanya hanya memuat koordinat geografis kota-kota

    penting saja. Misalnya kota Kudus dengan Lintang 6 50 LS dan

    Bujur 110 50 BT.

    66 Lihat Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab

    Rukyah Tingkat Dasar Jawa Tengah Tengah Pimpinan Wilayah Lajnah Falakiyyah NU Jawa Tengah, op. cit, hlm. 1.

    67 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), op.cit., hlm. 29

    68 Ibid

  • 29

    Adapun untuk kota-kota atau tempat-tempat yang tidak terdapat

    dalam daftar tersebut, maka harus di ukur atau di hitung sendiri.

    2. Tidak ada kejelasan bagi kita di titik mana angka koordinat

    geografis tersebut berlaku. Misalnya kota Kudus dengan Lintang 6

    50 LS dan Bujur 110 50 BT.

    b. Menggunakan peta,

    Kita akan mencari lintang dan bujur kota K. Langkah-langkah

    yang harus kita tempuh adalah :69

    1. Mencari koordinat dua buah kota terdekat dengan tempat yang

    akan di cari (K). Misalkan kota A berkoordinat 6 31 Lintang

    Selatan dan 110 35 Bujur Timur, dan kota B berkoordinat 7 11

    Lintang Selatan dan 110 55 Bujur Timur. Perhatikan gambar

    berikut ini :

    2.30 cm

    A 6 31 LS dan 110 35 BT B

    0.7 1.5

    cm K K cm

    1.7 cm

    A B

    7 11 LS dan 110 55 BT

    2. Ukur jarak A B. misalkan = 2.30 cm. Selisih bujur kota A dan B

    = 110 55 - 110 35 = 0 20.

    69 Ibid, hlm

  • 30

    3. Ukur jarak K K, misalkan = 1.7 cm.

    Perhitungan :

    Bujur kota A = 110 35

    Selisih bujur kota A dan K = 1.7/2.30 x 0 20 = 00 15

    Dengan demikian bujur kota S = 110 50

    4. Ukur jarak A A, misalkan 1,5 cm. Selisih lintang kota A dan B =

    7 11 - 6 31 = 0 40.

    5. Ukur jarak A S, misalkan 0.7 cm.

    Perhitungan :

    Lintang kota A = 6 31

    Selisih lintang kota A dan S = 0.7/1.5 x 0 40 = 0 19

    Dengan demikian bujur kota S = 6 50

    c. Menggunakan tongkat istiwa.

    Dengan menggunakan tongkat istiwa, dapat dikatakan cara ini

    lebih teliti daripada sebelumnya. Hal ini dikarenakan cara ini

    menggunakan alam sebagai media untuk menentukan koordinat

    geografis. Langkah-langkah yang harus di tempuh dengan cara ini

    adalah sebagi berikut :70

    1. Tegakkan sebuah tongkat (kayu, bambu atau besi) yang lurus,

    sepanjang 1.75 meter (175 cm), tegak lurus dengan bumi. Tempat

    tersebut harus datar, terbuka dan tidak terhalang oleh sinar

    matahari sepanjang hari (untuk memastikan tegak lurusnya

    70 Ibid, hlm. 31-33

  • 31

    gantungan benang yang di beri pemberat di puncak tongkat

    tersebut dan untuk proses selanjutnya).

    2. Buat satu atau beberapa lingkaran dengan menjadikan tongkat

    sebagai satu titik pusat lingkaran. Dengan kata lain titik-titik pusat

    lingkaran tersebut berhimpit dengan berdirinya tongkat.

    3. Perhatikan dan berilah tanda titik pada saat bayang-bayang ujung

    tongkat menyentuh lingkaran, pada pagi hari (sebelum Dhuhur)

    dan sore hari (sesudah Dhuhur). Jadi ada dua buah titik pada

    masing-masing lingkaran tersebut yaitu titik pada waktu pagi dan

    titik pada waktu sore.

    4. Hubungkan kedua titik tersebut dengan sebuah garis lurus dan

    garis inilah yang menunjukkan arah timur-barat.

    5. Buat garis tegak lurus71 dengan garis arah timur-barat tersebut, dan

    garis ini menunjukkan arah utara-selatan.

    6. Cocokkan jam yang akan di pakai dalam pengukuran ini dengan

    waktu standar di wilayah yang bersangkutan (WIB, WITA atau

    WIT).72

    71 Garis tegak lurus adalah garis yang membuat atau membentuk sudut siku-siku, bila

    garis a tegak lurus b berarti a dan b membentuk sudut siku-siku 90. Ibid. 72 Waktu Indonesia di bagi menjadi tiga bagian yaitu waktu Indonesia bagian Barat

    (WIB) sesungguhnya adalah waktu pada meridian (bujur) 105 BT, yang dijadikan waktu standar untuk Indonesia wilayah barat adalah 7 jam lebih dahulu dari waktu Greenwich (GMT); sedangkan Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) sesungguhnya adalah waktu pada meridian 120 BT, sama dengan 8 jam lebih dahulu dari GMT; dan Waktu Indonesia bagian Timur (WIT) sesungguhnya adalah waktu pada meridian 135 BT, sama dengan 9 jam lebih dahulu dari GMT. Lihat Muhyiddin Khazin, op. cit., hlm. 71-72

  • 32

    7. Perhatikan bayang-bayang tongkat tersebut saat berhimpit dengan

    garis arah utara-selatan (waktu kulminasi / menjelang waktu

    Zuhur).

    a. Catat jam saat itu dengan teliti, misalnya jam 11:40:39.

    b. Ukur panjang bayang-bayang tersebut. Misalkan panjang

    bayang-bayang tersebut adalah 35.00 cm.

    c. Perhatikan arah bayang-bayang tersebut, apakah berada di

    sebelah utara atau sebelah selatan tongkat. Apabila bayang-

    bayang kulminasi tersebut berada di sebelah selatan tongkat,

    maka hal ini berarti bahwa tempat pengukuran berada di

    sebelah selatan matahari dan demikian pula sebaliknya.

    8. Lihat data Equation of Time / Daqaiqut Tafawut (perata waktu).

    Misalkan pengukuran dilakukan tanggal 1 april 2010, Equation of

    Time saat itu menunjukkan 0j 3m 59d.73 Jadi pada tanggal 1 April

    2010 meridian-pass terjadi pada jam 12 - ( 0j 3m 59d) = 12:3:59.

    Data ini menunjukkan saat matahari berkulminasi atas pada

    setiap tempat di bumi menurut waktu setempat (Local Mean Time

    = LMT). Jadi pada saat meridian matahari akan berkulminasi atas

    pada jam 12:0:24, termasuk pada meridian 105 BT (Bujur Timur).

    Karena pada 105 BT itu LMT = WIB, berarti matahari akan

    berkulminasi di sana pada jam 12:0:24 WIB. Dengan demikian ada

    73 Di ambil dari data matahari dalam Ephimeris tanggal 02 April 2005 pada jam 11:00

    WIB atau jam 04:00 GMT. Juga dapat di ambil dari Kitab al-Khulasotul Wafiyah karangan KH. Zubair, hlm. 217, Lihat dalam Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Dasar Jawa Tengah, op. cit, hlm. 8.

  • 33

    perbedaan 12:3:59 11:40:39 = 0j 23m 20d antara saat matahari

    berkulminasi di tempat pengukuran dan saat matahari

    beffrfrkulminasi di bujur WIB (105). Di lokasi pengukuran

    matahari berkulminasi lebih dahulu 23 menit 20 detik daripada

    bujur di WIB. Hal ini berarti bahwa lokasi pengukuran berada di

    sebelah timur bujur WIB dengan perbedaan 0j 23m 20d X 15 = 5

    50 0. Dengan demikian bujur tempat yang di ukur adalah 105 +

    5 50 0 = 110 50 0 BT.

    9. Pada langkah (7.b) di atas, telah di ukur panjang bayang-bayang

    tongkat pada saat matahari berkulminasi, yaitu 35.00 cm.

    Dengan data ini dapat di hitung jarak zenith dengan rumus :

    Cotan Zm = 175 = 5.00

    35.00

    Jadi Zm = 11 18 35.76 (Zm adalah jarak antara matahari dan

    titik ke zenith).

    10. Hitung data deklinasi matahari pada tanggal 15 Juni 2010 tersebut.

    Data deklinasi matahari pada tanggal tersebut menunjukkan angka

    4 28 44.74

    74 Deklinasi ini di ambil dari data matahari dalam Ephimeris tanggal 15 Juni 2010 pada

    jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT. Untuk menentukan deklinasi matahari juga bisa menggunakan perhitungan deklinasi urfi. Ibid, hlm. 32

    Cotan Zm = panjang tongkat panjang bayang-bayang

  • 34

    11. Perhatikan gambar berikut :

    Z E

    M

    S U

    Q N Keterangan : Z = Titik Zenith N = Titik Nadir EQ = Equator (Khatulistiwa) S = Selatan U = Utara EM = Deklinasi Matahari M = Matahari ZM = Jarak Zenith

    Apabila matahari berada di sebelah uatar equator maka deklinasi

    bertanda positif (+) dan apabila matahari berada di sebelah selatan

    equator maka deklinasi matahari bertanda negatif (-).75

    Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa :

    Lintang tempat = jarak zenith - deklinasi matahari.

    ZE = ZM EM

    ZE = 11 18 35.76 - 4 28 44

    = 6 49 51.76

    75 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta : Buana

    Pustaka, cet. I, 2004

  • 35

    Karena titik zenith berada di selatan equator berarti tempat itu

    berlintang selatan. Jadi lintang tempat yang di ukur adalah 6 49

    51.76 LS atau jika dilbulatkan menjadi 6 50.

    d. Menggunakan Theodolite,

    Cara ini merupakan cara yang lebih teliti untuk menentukan

    lintang dan bujur. Theodolite adalah alat ukur semacam teropong yang

    dilengkapi dengan lensa, angka-angka yang menunjukkan arah

    (azimuth) dan ketinggian dalam derajat dan water-pass.76

    Untuk menentukan lintang dan bujur tempat dengan theodolite,

    dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :77

    1. Pasanglah theodolite pada tripot (tiang)nya, dengan benar dan

    dengan memperhatikan keseimbangan water-passnya, agar tegak

    lurus dengan titik pusat bumi. Juga perlu diperhatikan bahwa

    pemasangan ini harus dilakukan di suatu tempat datar dan tidak

    terlindung dari sinar matahari. Dan pasang pula benang dengan

    pemberat di bawah theodolite tersebut.

    2. Tunggu saat bayang-bayang benang yang bergantung di bawah

    theodolite itu berhimpit dengan garis utara-selatan. Perhatikan

    bayang-bayang tersebut apakah berada di sebelah utara atau di

    sebelah selatan tongkat. Apabila bayang-bayang kulminasi tersebut

    berada di sebelah selatan tongkat, hal ini berarti tempat pengukuran

    berada di sebelah selatan matahari, demikian pula sebaliknya.

    76 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), op.cit., hlm. 29

    77 Ibid. hlm. 34-36

  • 36

    3. Bidiklah titik pusat matahari pada saat itu, dan catat jam berapa

    saat itu. Misalkan jam 11:40:39 WIB.

    4. Lihat data Equation Of Time / Daqaiqut Tafawut (perata waktu).

    Misalkan pengukuran dilakukan tanggal 01 April 2010, Equation

    of Time saat itu menunjukkan 0j 3m 59d.78 Jadi pada tanggal 01

    April 2010 meridian-pass terjadi pada jam 12 - ( 0j 3m 59d) = 12:

    3:59. Data ini menunjukkan saat matahari berkulminasi atas

    pada setiap tempat di bumi menurut waktu setempat (Local Mean

    Time = LMT). Jadi pada saat meridian matahari akan berkulminasi

    atas pada jam 12:03:59, termasuk pada meridian 105 BT (Bujur

    Timur). Karena pada 105 BT itu Local Mean Time = WIB, berarti

    matahari akan berkulminasi di sana pada jam 12:03:59 WIB.

    Dengan demikian ada perbedaan 12:03:59 11:40:39 = 0j 23m 20d

    antara saat matahari berkulminasi di tempat pengukuran dan saat

    matahari berkulminasi di bujur WIB (105). Di lokasi pengukuran

    matahari berkulminasi lebih dahulu 23 menit 20 detik daripada

    bujur di WIB. Hal ini berarti bahwa lokasi pengukuran berada di

    sebelah timur bujur WIB dengan perbedaan 0j 23m 20d X 15 = 5

    50 0. Dengan demikian bujur tempat yang di ukur adalah 105 +

    5 50 0 = 110 50 0 BT.

    78 Data Equation Of Time tersebut dinukil dari Ephimeris tanggal 01 April 2010 pada jam

    11:00 WIB atau jam 04:00 GMT. Juga dapat di ambil dari Kitab al-Khulasotul Wafiyah karangan KH. Zubair, hlm. 217, Lihat dalam Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Dasar Jawa Tengah, op. cit, hlm. 8.

  • 37

    5. Catat penunjukan V pada theodolite. Misalkan V = 78 41

    24.24. Ini menunjukkan bahwa tinggi matahari pada saat itu (saat

    kulminasi) adalah 78 41 24.24. Dengan demikian zenith

    matahari pada saat itu adalah 90 - 78 41 24.24 = 11 18 35.76.

    6. Cari data deklinasi matahari pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00

    GMT tanggal 01 April 2010 tersebut. Data deklinasi matahari

    menunjukkan angka 4 28 44.79 Jika matahari berada di sebelah

    uatar equator maka deklinasi bertanda positif (+) dan Jika matahari

    berada di sebelah selatan equator maka deklinasi matahari bertanda

    negatif (-). Lihat gambar berikut ini :80

    Gambar :

    Z E

    M

    S U

    Q

    N

    Keterangan : Z = Zenith N = Nadir U = Utara S = Selatan

    79 Data deklinasi ini dnukil dari data matahari dalam Ephimeris tanggal 02 April 2005

    pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT. Untuk menentukan deklinasi matahari juga bisa menggunakan perhitungan deklinasi urfi. Ahmad Izzuddin, loc.cit.

    80 Muhyiddin Khazin, loc. cit.

  • 38

    E = Equator (Khatulistiwa) EM = Deklinasi Matahari M = Matahari ZM = Jarak Zenith Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa :

    Lintang tempat = jarak zenith - deklinasi matahari

    ZE = ZM EM

    ZE = 11 18 48.76 - 4 28 44

    = 6 50 4.76

    Karena titik zenith berada di selatan equator berarti tempat itu

    berlintang selatan. Jadi lintang tempat yang di ukur adalah 6 50

    LS.

    e. Menggunakan GPS (Global Positioning System).81

    GPS adalah sebuah peralatan elektronik yang bekerja dan

    berfungsi memantau sinyal dari satelit untuk menentukan posisi tempat

    (koordinat geografis /lintang dan bujur tempat) di bumi. Alat ini

    biasanya digunakan dalam navigasi di laut dan udara agar setiap posisi

    kapal atau pesawat dapat diketahui oleh nahkoda atau pilot, yang

    kemudian dilaporkan kepada menara pengawas di pelabuhan atau

    bandara terdekat.

    Adapun cara untuk mengoperasikan GPS adalah dengan langkah-

    langkah sebagai berikut82 :

    81 Ahmad Izzuddin, op.cit. hlm. 36 82 Ibid, hlm.37

  • 39

    1. Pasanglah GPS di tempat terbuka. Gunakanlah selalu Chart Table

    Mount (kaki GPS) untuk menjamin agar antenna GPS menghadap

    persis ke atas.

    2. Di sudut kanan atas akan muncul kata-kata searching, beberapa

    saat kemudian akan berubah menjadi Get Data, lalu akhirnya

    menjadi Locked.

    3. Setelah muncul kata-kata Locked tekan tombol POS, dan

    layar akan menampilkan lintang dan bujur tempat yang

    bersangkutan.

    Misalnya :

    S 6 50 00 : artinya tempat yang bersangkutan terletak pada

    6 50 00 LS.

    E 110 50 00 : artinya tempat yang bersangkutan terletak pada

    110 50 00 BT.83

    Adapun untuk perhitungan Azimuth Kiblat, kita bisa menggunakan

    rumus :84

    Keterangan : LM : Lintang Makkah

    LT : Lintang Tempat SBMD : Selisih Bujur Mekkah Daerah

    83 Lihat dalam Nabhan Maspoetra, Koordinat Geografis dan Arah Kiblat (Perhitungan

    dan Pengukurannya), disampaikan dalam Pelatihan Tenaga Teknis Hisab Rukyah Tingkat Dasar dan Menengah, Ciawi-Bogor, Juni 2003, hlm. 2-15.

    84 Ibid

    Tan Q = tan LM x cos LT x cosec SBMD sin LT x cotg SBMD

  • 40

    Contoh Perhitungan :

    Kudus 06 50 LS dan 110 50 BT

    Langkah I : cari SBMD 110 50 39 49 40 = 71 0 20

    Cara pejet kalkulator : 110 50 39 49 40 = shift.

    Langkah berikutnya masukkan ke rumus :

    Tan Q = tan 21 25 14.7 x cos -6 50 x cosec 71 0 20 sin -6 50 x

    cotg 71 0 20

    Cara pejet kalkulator:

    21 25 14.7 tan x 6 50 +/- cos x 71 0 20 sin shift 1/x 6 50 +/- sin

    x 71 0 20tan shift 1/x = shift tan shift === 24 21 59.1

    Shift tan (tan 21 25 14.7 x Cos (-) 7 32 x ( Sin 71 0 20) x-1 - Sin (-)

    7 32 x ( Tan 71 0 20)x-1 )= shift === 24 21 59.1

    Jadi Azimuth Kiblat untuk Kudus adalah 24 21 59.1 dari titik barat ke utara

    atau 65 38 0.9 dari titik utara ke barat atau 294 38 0.9 UTSB.

    Untuk mengfungsikan hasil hisab tersebut dalam penentuan arah kiblat

    maka langkah yang dapat dilakukan adalah :

    Pertama, mengetahui arah Utara Sejati (True North) terlebih dahulu,

    yakni dengan dengan kompas85 atau tongkat istiwa dengan bantuan posisi

    matahari.

    85 Penggunaan kompas sebagai alat untuk menentukan arah utara sejati yang nantinya

    akan dipergunakan untuk pengukuran arah kiblat memang merupakan cara yang mudah dan sederhana. Akan tetapi perlu diketahui bahwa kompas magnetis ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya bahwa kompas magnetis ini peka terhadap benda-benda logam yang berada di sekitarnya, dan kutub utara magnet yang merupakan alat utama dalam kompas ini tidak selalu berhimpit dengan kutub utara-selatan bumi karena adanya variasi magnet (magnetic variation), sehingga penunjukan kompas tidak selalu tepat menunjukkan arah utara-selatan. Ibid, hlm. 41

  • 41

    a. Menggunakan kompas

    Cara penggunaan kompas dalam pengukuran arah kiblat adalah

    sebagai berikut :86

    1. Letakkan kompas di tanah dengan di beri alas benda isolator dan

    biarkan sampai jarum penunjuk arah utara-selatan tenang;

    2. Lihat koreksi magnetik (magnetic variation)87 pada daerah / tempat

    pengukuran tersebut, kemudian tambahkan nilai koreksi magnetik

    tersebut pada penunjuk jarum kompas tersebut;

    3. Tarik garis utara-selatan sesuai dengan penunjukan jarum kompas

    yang sudah ditambahkan dengan koreksi magnetik. Dan garis tersebut

    menunjukkan arah utara sebenarnya (True North).

    b. Menggunakan tongkat istiwa

    1. Tancapkan sebuah tongkat lurus pada sebuah pelataran datar yang

    berwarna putih cerah. Panjang tongkat 50 cm diameter 1,5 cm (misal).

    Ukurlah dengan lot dan atau water-pass sehingga pelataran yang

    digunakan untuk pengukuran benar-benar datar dan tongkat betul-betul

    tegak lurus terhadap pelataran.

    2. Lukislah sebuah lingkaran berjari-jari sekitar 30 cm berpusat pada

    pangkal tongkat.

    86 Ibid 87 Koreksi magnetik (magnetic variation) adalah nilai pergeseran (selisih) antara arah

    utara-selatan yang ditunjukkan oleh jarum kompas yang dipengaruhi oleh kutub utara-selatan magnet dengan kutub utara-selatan bumi. Sehingga untuk menunjukkan arah utara sebenarnya dengan kompas kita harus menambahkan nilai koreksi magnetik dengan arah yang ditunjukkan oleh jarum kompas. Dan perlu diketahui bahwa nilai untuk koreksi magnetik atau juga biasa disebut dengan deklinasi kompas untuk tiap-tiap tempat itu berbeda misalnya di Indonesia ini variasi magneti berkisar 0 sampai dengan 5. Untuk menentukan deklinasi kompas atau magnetic declination bisa dilacak di internet melalui www. Magnetic-declination.com.9/1/2011.

  • 42

    3. Perhatikan dan berilah tanda titik pada saat bayang-bayang ujung

    tongkat menyentuh lingkaran, pada pagi hari (sebelum Dhuhur) dan

    sore hari (sesudah Dhuhur). Jadi ada dua buah titik pada masing-

    masing lingkaran tersebut yaitu titik pada waktu pagi dan titik pada

    waktu sore.

    4. Hubungkan kedua titik tersebut dengan sebuah garis lurus. Dan garis

    tersebut merupakan garis arah barat-timur secara tepat.

    5. Lukislah garis tegak lurus (90 derajat) pada garis barat-timur tersebut,

    maka akan memperoleh garis utara-selatan yang persis menunjuk titik

    utara sejati.88

    Kedua, setelah kita mendapatkan arah utara-selatan yang akurat, baik

    dengan kompas maupun tongkat istiwa, kita dapat mengukur arah kiblat

    dengan cara :89

    a. Bantuan busur derajat atau rubu mujayyab dengan mengambil posisi 24

    21 59.1 dari titik barat ke utara atau 65 38 0.9 dari titik utara ke barat.

    Dan itulah arah kiblat.

    88 Agar apa yang dilakukan tersebut tidak gagal dan memperoleh hasil yang teliti maka

    perlu diperhatikan : a. Untuk menjaga kemungkinan terhalangnya sinar matahari pada saat ujung bayang-

    bayang tongkat hampir menyentuh lingkaran, perlu dibuatkan beberapa lingkaran dengan jari-jari yang berbeda. Sehingga mempunyai banyak kemungkinan memperoleh titik sentuhan ujung bayang-bayang tongkat pada lingkaran.

    b. Ujung tongkat jangan di buat runcing sebab bayang-bayang akan kabur tidak jelas. c. Makin tinggi ukuran tongkat yang di pakai, makin panjang ukuran bayang-

    bayangnya. Sehingga akan makin jelas perubahan letak ujung bayang-bayang sehingga lebih cermat dan teliti.

    d. Sebagaimana diketahui, bahwa sebenarnya posisi matahari setiap saat berubah. Perubahan deklinasi terutama, lebih mempengaruhi pengamatan. Oleh karena itu, dalam pengamatan kita sebaiknya memilih hari atau tanggal saat perubahan deklinasi matahari harganya kecil. Hal ini terjadi pada saat matahari ada di titik balik utara atau sekitarnya atau di titik balik selatan atau sekitarnya. Kedua titik balik itu masing-masing pada tanggal 21 Maret dan 23 September. Ibid, hlm. 42

    89 Ibid

  • 43

    b. Atau garis segitiga siku-siku, yakni setelah ditemukan arah utara-selatan

    maka buat garis datar 100 cm (sebut saja titik A sampai B). Kemudian dari

    titik B, di buat garis persis tegak lurus ke arah barat (sebut saja B sampai

    C). Dengan menggunakan perhitungan trigonometris, yakni tangen 65 38

    0.9 x 100 cm, maka akan diketahui panjang garis ke arah barat (titik B

    sampai titik C) yakni 220,79 cm. Kemudian kedua ujung garis titik A

    ditemukan dengan garis titik C. Dan hubungan kedua titik (A dan C)

    tersebut membentuk garis yang menunjukkan garis arah Kiblat.

    c. Dengan cara menggunakan theodolite90

    1. Cocokkan jam yang akan digunakan dengan jam radio RRI yang di

    kontrol oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen

    Perhubungan atau pakai GPS.

    2. Pasang theodolite dengan benar, perhatikan water-passnya.

    3. Ketahui lintang dan bujur tempat yang akan di ukur dengan GPS atau

    alat lainnya, misalnya Kudus 06 50 LS dan 110 50 BT.

    4. Menghitung sudut arah kiblat di tempat tersebut.

    Rumus :

    90 Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab Rukyah

    Tingkat Dasar Jawa Tengah Pimpinan Wilayah Lajnah Falakiyyah NU Jawa Tengah, op. cit., hlm. 4.

    Cotan Q = cos LT x tan 21 2514.7 - sin L T sin SBMD tan SBMD

  • 44

    Telah kita hitung di atas bahwa sudut arah kiblat untuk Kudus adalah 24 21

    59.1 dari titik barat ke utara, sehingga sama dengan 65 38 0.9 dari titik

    utara ke barat.

    5. Bidik titik pusat matahari dengan theodolite dan catat jam berapa saat

    itu, misalnya jam 10 : 15 : 30 WIB dan tombol preset agar penunjukan

    layar theodolite menjadi nol ( 0 ).

    6. Kita cari data deklinasi matahari pada jam 10:00 WIB atau jam 03:00

    GMT tanggal 01 April 2010 tersebut. Data deklinasi matahari

    menunjukkan angka 4 27 4691.

    7. Kita cari equation of time (e), dalam Ephimeris pada jam 09:00 WIB

    atau jam 02:00 GMT tanggal 01 April 2010 equation of time

    menunjukkan angka -0j 03m 59d92.

    Sehingga merpass 12 e = 12 (-0j 03m 59d) = 12 : 03: 59

    8. Menghitung sudut waktu matahari pada saat pengukuran dengan

    rumus:

    t = (W-M) x 15 + BT BD

    Keterangan :

    T = Sudut Waktu Matahari, W = Waktu Bidik (Waktu Pengukuran), M = Merpass, BT = Bujur Tempat BD = Bujur Daerah

    91 Deklinasi ini di ambil dari data matahari dalam Ephimeris tanggal 02 April 2005 pada

    jam 09:00 WIB atau jam 02:00 GMT. Data Ephimeris ini terdapat dalam software Winhisab. 92 Lihat dalam Ibid.

  • 45

    Berarti :

    t = (10:15:3012:03:59) x 15 + 110 50 105 = - 21 17 15.

    9. Menghitung azimuth matahari pada saat pembidikan dengan rumus :

    Cara pejet kalkulator :

    6 50 +/- sin +/- : 21 17 15 +/- tan + 6 50 +/- Cos X 4 27 46

    tan : 21 17 15 +/- sin = shift 1/x shift tan Shift.

    = - 84 44 54.08 (dimutlakkan)

    Shift tan ( - sin (-)6 50 : tan (-)21 17 15 + cos (-)6 50 X tan 4

    27 46 : sin (-)21 17 15)x-1 = shift.

    = - 84 44 54.08 (dimutlakkan)

    (ini artinya titik utara berada - 84 44 54.08 dari matahari saat

    pengukuran atau titik barat berada 5 15 05.92 dari matahari).

    Ada empat kemungkinan :

    a. Pengukuran pagi dan deklinasi utara, azimuth matahari = A (hasil

    hitungan).

    b. Pengukuran sore dan deklinasi utara, azimuth matahari = 360 A

    (hasil hitungan).

    c. Pengukuran pagi dan deklinasi selatan, azimuth matahari = 180

    A (hasil perhitungan)

    d. Pengukuran sore dan deklinasi selatan, azimuth matahari = 180 +

    A (hasil perhitungan).

    Cotan A = - sin LT : tan t + cos LT x tan deklinasi : sin t

  • 46

    10. Putar theodolite ke kiri (berlawanan dengan arah jarum jam) sebesar

    azimuth (hasil penggarapan di nomor 9). Inilah titik utara sejati.

    11. Putar theodolite ke kiri (berlawanan dengan arah jarum jam) lagi

    sebesar sudut arah kiblat yang sudah di hitung di atas (65 38 0.9).

    Inilah arah kiblat yang di cari.93

    2. Rashdul Kiblat

    Rashdul kiblat adalah ketentuan waktu dimana bayangan benda yang

    terkena sinar matahari menunjuk ke arah kiblat.94

    Ahli falak dari Kudus Turaichan Ajhuri menetapkan tanggal 28 Mei

    dan tanggal 15 atau 16 Juni setiap tahun sebagai Yaumur Rashdul Kiblat

    atau hari dimana rashdul kiblat dapat diketahui dengan tepat. Karena pada

    tanggal tersebut jam yang telah ditentukan menunjukkan bahwa matahari

    berada tepat di atas Kabah. Atau juga bisa disebut dengan istiwa utama

    atau istiwa adzam yaitu suatu keadaan dimana matahari akan berada tepat

    di titik zenith ketika istiwa.95

    Meskipun demikian, jam Rashdul Kiblat dapat diketahui selain pada

    hari-hari tersebut (Yaumur Rashdul Kiblat) dan berlaku di seluruh tempat

    di bumi. Bahkan setiap hari bisa ditentukan Rashdul Kiblat dengan

    93 Lihat dalam Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab

    Rukyah Tingkat Nasional Mahad Aly, Benda, Sirampog, Brebes, Sabtu s.d Rabu, tanggal 07 s.d 11 Mei 2005. Lihat juga dalam Ahmad Izzuddin, Cara Pengukuran Kiblat Dengan Theodolite dalam Materi Diklat Nasional Hisab Rukyah Tingkat II, PPLFNU di INISNU Jepara, Selasa s.d Jumat, tanggal 06 s.d 09 Agustus 2002. Lihat juga dalam Slamet Hambali, Menentukan Arah Kiblat Berdasarkan Posisi Matahari Dengan Alat Bantu Theodolite dalam Materi Orientasi Hisab Rukyah Kanwil Departemen Agama Jawa Tengah Tahun 2005, Semarang, Senin-Kamis 20-23 Juni 2005.

    94 Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Dasar Jawa Tengah Pimpinan Wilayah Lajnah Falakiyyah NU Jawa Tengah, loc.cit.

    95 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), op.cit., hlm. 43

  • 47

    bantuan sinar matahari karena setiap hari jam Rashdul Kiblat mengalami

    perubahan karena dipengaruhi oleh deklinasi matahari.96

    Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan proses

    perhitungan atau menentukan jam Rashdul Kiblat yaitu:97

    1. Menentukan Lintang Tempat/ Ardlul Balad daerah yang kita

    kehendaki.

    2. Menentukan Bujur Tempat/ Thulul Balad daerah yang kita kehendaki.

    3. Menentukan Lintang Tempat Kota Makkah

    4. Menentukan Bujur Tempat Kota Makkah

    5. Menentukan deklinasi matahari

    Deklinasi matahari atau Mail as-Syams adalah jarak sepanjang

    lingkaran deklinasi dihitung dari equator sampai matahari. Apabila

    matahari berada di sebelah utara equator maka deklinasi diberi tanda

    positif (+) dan sebelah selatan equator di beri tanda negatif (-).98

    Nilai deklinasi matahari ini baik positif atau pun negatif adalah 0

    sampai sekitar 23 27. Harga deklinasi 0 terjadi pada setiap tanggal

    21 Maret dan 23 September. Selama waktu (21 Maret sampai 23

    September) deklinasi matahari positif, dan selama waktu (23

    September sampai 21 Maret) deklinasi matahari negatif.99

    96 Ibid 97 Ibid, hlm. 43-49 98 Muhyiddin Khazin, op. cit., hlm. 68 99 Ibid

  • 48

    Menurut Muhyiddin Khazin, nilai deklinasi matahari mengalami

    perubahan dari waktu ke waktu selama satu tahun itu dapat diketahui

    pada tabel-tabel astronomis, misalnya Almanak Nautika, Ephemeris.100

    Keterangan : SBM = Selisih Bujur Matahari

    Dengan ketentuan deklinasi positif ( + ) jika deklinasi sebelah

    utara equator yakni BM pada 0 buruj sampai 5 buruj dan deklinasi negatif

    ( - ) jika deklinasi sebelah selatan equator yakni BM pada 6 buruj sampai

    11 buruj.

    Namun cara tersebut hanya sebatas perkiraan (Hisab Urfi)101 dan

    tidak bisa dijadikan sebagai acuan untuk pengukuran. Untuk

    mengetahui deklinasi matahari bisa dilakukan misalnya dengan data

    Ephemeris yang ada di software Win Hisab sesuai dengan tanggal dan

    jam yang akan dijadikan perhitungan.

    Contoh data ephemeris tanggal 1 April 2010 yakni dengan

    membuka software Win Hisab dan langsung menuju pada tanggal yang

    dicari tersebeut lalu ditemukan deklinasi matahari pada jam 12 GMT

    (Greenwich Mean Time) 10 42 47. 102

    100 Ibid 101 Hisab urfi ialah hisab yang perhitungannya didasarkan pada kaidah-kaidah tradisional.

    Lihat Ichtijanto, Almanak Hisab Rukyat Departemen Agama, (Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam ), t.t. hlm. 37

    102 Muhyiddin Khazin, op. cit. hlm. 66

    Sin deklinasi = sin SBM x sin deklinasi terjauh (23 27)

  • 49

    6. Menentukan perata waktu (Equation of Time)

    Data Equation Of Time / Daqaiqut Tafawut (perata waktu).

    Misalkan pengukuran dilakukan tanggal 01 April 2010, Equation of

    Time saat itu menunjukkan 0j 3m 53d.103 Jadi pada tanggal 01 April

    2010 meridian-pass terjadi pada jam 12 - ( 0j 3m 53d) = 12: 3:53.

    7. Menentukan Rashdul Kiblat dengan rumus104

    Rumus I : Sin LT x Cotg AQ = Cotg A Rumus II : Tan Dekl x Cotg LT x Cos A = Cos B+A

    Keterangan : LT = Lintang Tempat AQ = Arah Kiblat Contoh Perhitungan :

    Lintang Tempat Kudus 6 50 00 LS (- 60 50 00)

    Arah Kiblat Kudus 24 22 4.18105

    Deklinasi tanggal 01 April 10 42 47.106

    Rumus I :107

    sin - 6 50 x cotg 24 22 04.18 = cotg A

    Cara pejet kalkulator :

    6 50+/- sin x 24 22 04.18 tan shift 1/x = shift 1/x shift tan shift

    103 Data Equation Of Time tersebut dinukil dari Ephimeris tanggal 01 April 2010 pada

    ja