Joko”. - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/11290/6/BAB V.pdf · Bagi masyarakat pesisir 2...

28
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sejarah Sejarang merupakan suatu asal usul yang di beritakan, diceritakan hingga di tuliskan. Sejarah dapal penelitian ini adalah suatu sejarah dalam pembentukan suatu daerah yang memperingati cerita Syekh Datuk Lodang Wali Joko di Pantai Utara Pulau Jawa tepatnya di Pulau Seprapat. Pulau Seprapat adalah pulau kecil yang tak berpenghuni (sekarang menjadi tempat dimakamkannya Syekh Datuk Lodang Wali Joko). Dari tokoh masyarakat yang kakeknya dulu seorang juru kunci terkait cerita itu mengatakan bahwa: Sejarah sedekah laut wonten Juwana punika dipunwiwiti saking kejadian cerito saking Syekh Datuk Lodang ingkang manggen wonten pulau seprapat. Ceritanipun zaman biyen punika wonten panti ngerang ingkang dumados pusat nyebarke ilmu agama islam. Sakniki pulau seprapat dumados panggenanipun pesarean Syekh Datuk Lodang Wali Joko. Semasa uripe syekh Datuk Lodang Wali Joko punika gadhah penggawean ngajari murid-muride ilmu jaya kawijayan. Saking ilmunipun punika warga sekitaripun nambahi asmanipun Syekh Datuk Lodang dumados Wali Joko”. (Artinya: Sedekah laut itu awalnya bercerita tentang Syekh Datuk Lodang yang ada di Pulau Seprapat sebagi pusat penyebaran Agama. Sekarang Pulau seprapat berfundi sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi Syekh Datuk Lodang Wali Joko. Semasa hidupnya beliau belum menikah dan hanya mengajari murid-muridnya Ilmu Jaya Kewijayaan maka dari itu dinamakan Wali Joko). Dahulu kala berdiri Panti Ngerang yang sekarang bertempat di Dukuh Ngerang Desa Trimulyo sebagai pusat penyebaran Agama Islam pada masa saat itu. Syekh Datuk Lodang adalah orang pertama yang menyebarkan agama islam disana dengan punya ilmu Jaya Kewijayaan yang berisi tentang kelemahan-kelemahan murid -murid Panti Ngerang. Murid-murid Syekh Datuk Lodang antara lain Maling Kopo (Nama Asli Joko Pilang anak maling Pekuwon sekarang menjadi nama Desa yaitu Desa Pekuwon), Ki Ageng Ngerang, Adipati Mondoliko, Pathak Warak, Said Kusumastuti/ Sunan Muria, Adipati Tunjungpuro, Adipati Cokrojoyo. Suatu ketika ada murid yang bernama Maling Kopo yang mencuri dan membaca secara diam-diam isi kitab milik Syekh Datuk Lodang tersebut. Singkat cerita Maling Kopo mendapat kekuatannya dari kitab tersebut. Pada Akhirnya Maling Kopo tahu bahwa Roroyono diculik oleh

Transcript of Joko”. - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/11290/6/BAB V.pdf · Bagi masyarakat pesisir 2...

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah

Sejarang merupakan suatu asal – usul yang di beritakan, diceritakan hingga di tuliskan.

Sejarah dapal penelitian ini adalah suatu sejarah dalam pembentukan suatu daerah yang

memperingati cerita Syekh Datuk Lodang Wali Joko di Pantai Utara Pulau Jawa tepatnya di Pulau

Seprapat. Pulau Seprapat adalah pulau kecil yang tak berpenghuni (sekarang menjadi tempat

dimakamkannya Syekh Datuk Lodang Wali Joko). Dari tokoh masyarakat yang kakeknya dulu

seorang juru kunci terkait cerita itu mengatakan bahwa:

” Sejarah sedekah laut wonten Juwana punika dipunwiwiti saking kejadian cerito saking Syekh Datuk Lodang ingkang manggen wonten pulau seprapat. Ceritanipun zaman biyen punika wonten panti ngerang ingkang dumados pusat nyebarke ilmu agama islam. Sakniki pulau seprapat dumados panggenanipun pesarean Syekh Datuk Lodang Wali Joko. Semasa uripe syekh Datuk Lodang Wali Joko punika gadhah penggawean ngajari murid-muride ilmu jaya kawijayan. Saking ilmunipun punika warga sekitaripun nambahi asmanipun Syekh Datuk Lodang dumados Wali Joko”. (Artinya: Sedekah laut itu awalnya bercerita tentang Syekh Datuk Lodang yang ada di Pulau Seprapat sebagi pusat penyebaran Agama. Sekarang Pulau seprapat berfundi sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi Syekh Datuk Lodang Wali Joko. Semasa hidupnya beliau belum menikah dan hanya mengajari murid-muridnya Ilmu Jaya Kewijayaan maka dari itu dinamakan Wali Joko).

Dahulu kala berdiri Panti Ngerang yang sekarang bertempat di Dukuh Ngerang Desa

Trimulyo sebagai pusat penyebaran Agama Islam pada masa saat itu. Syekh Datuk Lodang adalah

orang pertama yang menyebarkan agama islam disana dengan punya ilmu Jaya Kewijayaan yang

berisi tentang kelemahan-kelemahan murid -murid Panti Ngerang. Murid-murid Syekh Datuk

Lodang antara lain Maling Kopo (Nama Asli Joko Pilang anak maling Pekuwon sekarang menjadi

nama Desa yaitu Desa Pekuwon), Ki Ageng Ngerang, Adipati Mondoliko, Pathak Warak, Said

Kusumastuti/ Sunan Muria, Adipati Tunjungpuro, Adipati Cokrojoyo.

Suatu ketika ada murid yang bernama Maling Kopo yang mencuri dan membaca secara

diam-diam isi kitab milik Syekh Datuk Lodang tersebut. Singkat cerita Maling Kopo mendapat

kekuatannya dari kitab tersebut. Pada Akhirnya Maling Kopo tahu bahwa Roroyono diculik oleh

Pathak Warak dan mencoba kekuatannya dengan Pathak Warak dan berhasil membunuhnya dan

menyelamatkan Roroyono. Pathak Warak adalah seseorang teman seperguruan di Panti Ngerang.

Roroyono adalah putri dari Ki Ageng Ngerang. Awalnya Roroyono yang akan dijodohkan dengan

Sunan Muria, namun saat itu diculik oleh Pathak Warak. Sebagai timbal balik Maling Kopo diberi

kekuasaan menguasai Buntar atau sekarang biasa disebut Desa Bendar. Namun Maling Kopo

punya niat serakah yaitu ingin memperistri Roroyono. Maka diculiklah Roroyono ke Pulau

Seprapat. Akhir Cerita Maling Kopo dibunuh oleh Adipati Cokrojoyo

Gambar 1. Makam Syekh Datuk Lodang

5.1.1 Awal Mula Pelaksanaan Pelarungan Sesaji

Nama sedekah laut diambil dari kata “sedekah” artinya memberi sesuatu “laut” artinya

lautan artinya memberi sesuatu di laut. Orang pesisir Juwana biasanya menyebutnya sebagai

perayaan pelarungan sesaji di tengah laut. Perayaan ini memiliki nilai sugesti yang sangat tinggi

bagi masyarakat pada upacara adat tersebut. Dari sumber tokoh masyarakat desa yang didapat

mengenai pelaksanaan sedekah laut di Masyarakat Pesisir Juwana beliau mengatakan:

“Sedekah laut punika sedekah kangge segoro utawi syukure masyarakat saking limpahanipun hasil laut. Sedekah laut punika biasane dipunlakoni masyarakat ingkang gadhah panggenan celak kalian segoro. Biyen masyarakat ingkang manggen wonten pinggir segoro ngadakakaen perayaan piyambak-piyambak antar tetangga sekiwa tengene. Dereng wonten kirap pelarungan sesaji wonten tengah segoro.

Saben desa ngadakaken piyambak-piyambak wonten balaidesa. Acaranipun bancakan kangge pundhen kaliyan bancakan kangge tanggane. Biasane bancakan punika isine sekul kotakan kalian jajan dibeto dhateng balaideso terus dipundongani kyai kalian juru kunci. Ingkang tumut nyelenggarakaken acara punika masyarakat desa bendar, ngerang, lautrejo, bajomulyo, pekuwon kalian masyarakat ingkang gadhah kapal. Acara sedekah laut punika pancen dumados tradisi tiyang pesisir”. (Artinya: Sejarah sedekah laut itu berawal dari perayaan yang dilakukan oleh masyarakat yang dekat dengan tepi pantai sebagai rasa syukur masyarakat sekitar terhadap limpahan ikan dan keselamatan para orang yang melaut. Sedekah laut biasanya dilkukan oleh masyarakat yang rumahnya dekat pantai atau dilewati garis pantai. Awalnya masyarakat yang dekat dengan garis pantai dulunya mengadakan perayaan antara tetangga dengan tetangga. Bancaan (seserahan dalam bentuk nasi atau snack tradisional) belum ada pelarungan sesaji dilaut biasanya dikumpulkan ke punden (pendopo yang biasa ada di balai desa untuk tempat berdoa atau perayaan) setelah dibacakan doa oleh kyai atau juru kunci maka bancaan dapat disebar ke tetangga ataupun saudara. Seserahan tersebut adalah rasa syukur warga dalam nikmat yang diberikan ke masyarakat pesisir. Mulai dari Desa Bendar, Desa Ngerang, Desa Laut Rejo, Desa Bajomulyo, Desa Pekuwon dan masyarakat yang punya kapal atau masyarakat dengan profesi sebagai nelayan.

Makna simbolis upacara sedekah Laut adalah ungkapan terimakasih dan sebagai timbal

balik dengan penguasa Laut Utara yang telah memberikan hasil laut yang melimpah. Makna

simbolis yang tuangkan dalam upacara ini adalah sesaji yang memiliki isi yang beragam

(Purwahida, 2013).

Sedekah laut yang diadakan oleh masing-masing desa sebenarnya dengan tujuan yang

sama. Namun, karena belum adanya tempat atau wadah menyatukan acara sedekah laut. Maka

masing-masing Desa merayakan sendiri-sendiri di Balai Desanya masing-masing sebagai wujud

syukurnya masyarakat atas kelimpahan hasil tangkapan ikan yang didapat. Selain pelarungan

sesaji ke laut biasanya masing-masing desa juga mengadakan hiburan untuk masyarakat dengan

adanya tarian-tarian dan juga hiburan lainnya. Sebenarnya dalam satu desa ada beberapa

perayaan yang harus dilakukan. Misalnya dalam satu desa sebenarnya ada 2 adat yang harus

dipatuhi. Bagi masyarakat pesisir 2 hal tersebut meliputi sedekah bumi dan sedekah laut. Namun,

sedekah laut tidak diwajibkan oleh masyarakat yang dekat pantai untuk dirayakan karena akan

memberatkan masyarakat. Perubahan cara perayaan berubah semenjak adanya Bupati yang

menjabat pada tahun 1953 dari paparan tokoh masyarakat tersebut mengatakan:

Mulai tahun 1953 Bapak Bupati jaman punika dipunrewangi kalian sarekat kantor kecamatan juwana lewat KUD “SAROH MINO” ndamel acara pelarungan sesaji wonten tengah segoro supados masyarakat ingkang gadhah panggenan wonten pinggir segoro mboten usah ndamel bancaan piyambak-piyambak wonten balaideso, ananging cukup wonten setunggal panggenan inggih punika Pulau Seprapat. (Artinya: Mulai tahun 1953 Bapak Bupati dibantu karo sarekat Kantor Kecamatan lewat KUd SAROH MINO buat acara pelarungan sesaji di tengah laut agar masyarakat tidak perlu membuat perayaan di masing-masing desa lagi cukup satu acara bertempat di Pulau Seprapat).

Acara berdoa Bersama sebelum pelarungan sesaji tersebut dilakukan di Palau Seprapat

karena sekalian untuk ziarah ke makam Syekh Datuk Lodang. Barulah setelah selesainya doa

dan ziarah sesaji di larung di tengah laut.

Gambar 6 merupakan foto dari Gedung yang dulu dijadikan sebagai tempat iuran massal dalam

pembuatan acara sedekah laut.

Gambar 2. Gedung Sarono Mino

Gedung Sarono Mino sekarang berubah fungsi sebagai Gedung Pertemuan atau sebagi

Gedung yang disewakan untuk acara-acara umum. Gedung itu bertempat di Desa Bajomulyo

bersampingan dengan Kantor TNI Angkatan Laut dan Tempat Pengisian Bahan Bakar Kapal.

Tempat itu sekarang hanya meninggalkan papan nama KUD Sarono Mino yang masih ada di

depan Gedung Pertemuan Mina Graha.

Gambar 3. Gedung Pertemuan Mina Graha

Setelah resmi dibubarkan pelaksanaan Sedekah Laut dilakukan oleh kepanitian yang

dibentuk oleh Kantor Kecamatan dan di ketuai langsung oleh Bupati yang menjabat. Keuangan

untuk biaya perayaan ini diambil sedikit dari APBD daerah dan patungan dari masyarakat,

nelayan, pemilik kapal, hingga pengusaha daerah.

5.1.2 Pelaksanaan Sedekah Laut

Narasumber sebagai ketua pelaksana acara mengatakan bahwa pelaksanaan Sedekah

laut biasanya dilakukan pada bulan Syawal. Sebelum pelaksanaan biasanya aparat desa yang

terkait membuat panitia untuk mengurusi acara Sedekah Laut. Dari sumber mengatakan bahwa:

“Sedekah laut biasanya dilakukan saat satu minggu setelah Lebaran Bulan Syawal dan harus hari minggu agar semua masyarakat dapat menyaksikan dan ikut serta dalam acara sedekah laut. Biasanya dari kantor Kabupaten Pati mengirim orang untuk membantu dalam pelaksanaan Sedekah laut disini. Mengenai siapa yang terlibat biasanya ya Bupati Pati Bapak Hariyanto kalau pun ada anggota DPR yang datang mungkin juga akan diundang. Dinas Perikanan dan Kelautan serta anggotaipun Kecamatan, Kantor Kepala Desa, Nelayan, Pengusaha hingga Masyarakat akan ikut untuk meramaikan acara.

Pelaksanaan Sedekah laut di Bajomulyo memang sudah acara tahunan yang sudah

dilakukan dari dulu. Sebagamana acara resmi dan sakral acara ini juga hampir mengahabiskan

banyak dana untuk keseluruhan acara mulai dari pembuatan sesaji hingga hiburan untuk

masyarakat. Acara tersebut biasanya mengundang massa yang ingin ikut dan turut melihat

prosesi pelepasan larung di tengah laut sehingga biasanya anggota TNI ataupun aparat

kepolisian turun untuk meminimalkan tindakan yang tidak diinginkan.

Gambar 4. Peresmian Acara yang dibuka oleh Bupati Pati

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017

Gambar 5. Kegiatan Sedekah Laut yang di Hadiri oleh Bupati Kabupaten PATI

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017

Gambar 6. Kirab Sedekah Laut

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017

Gambar 7. Pelaksanaan Pelepasan Larung ke Tengah Laut

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017.

Pelaksaan ini direncanakan 3 bulan sebelum acara. Menurut Narasumber dari Kepala desa

setempat mengatakan bahwa perencanaan acara ini memang lama karena dari panitia meminta

bahwasannya setiap RT atau desa tetangga harus ikut ambil dalam kirab yang di lakukan oleh

panitia. Setiap RT harus ada simbolis yang akan di kirab dan diperlihatkan oleh masyarakat desa.

Bentuk keikutsertakan masyarakat adalah ikut perlombaan membentuk bentuk atau symbol-

simbol yang mereka buat. Bentuk yang di pamerkan tergantung dari kreativitas dari masing-

masing pemuda yang membuat. Maka 3 bulan menurut panitia cukup untuk masing-masing RT

menyiapkan simbol ataupun bentuk – bentuk yang dapat menghibur masyarakat.

Gambar 8. Simbol buatan Masyarakat Bajomulyo RT 02/RW I

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017

Menurut Rahma, 2015 dalam penelitiannya mengatakan bahwa Upacara Sedekah Laut

di daerah pantai utara yang terletak di Kabupaten Rembang diadakan setahun sekali, yaitu pada

bulan Sura. Namun masyarakat lain melakukannya saat bulan Syawal. Rangkaian upacara

Sedekah Laut terdiri atas upacara Nyekar, upacara Tirakatan, upacara Larung dan Ruwatan.

Perencanaan biasanya dirapatkan di dalam Balai Desa Bajomulyo atau di Kantor

Kecamatan juwana. Dari sumber terkait mengatakan:

“Perencanaan sedekah laut itu dilakukan 3 bulan sebelum acara. Biasanya

rapat dilakukan di “Kawedanan” atau Kantor Kecamatan Juwana atau di Kantor Balai

Desa Bajomulyo. Semua perencanaan dibahas disana mulai penyusunan anggaran

dan pengeluaran desa yang akan dituangkan ke APBD. Selain itu mempersiapkan

susunan kepanitian, menentukan hiburan hingga mempersiapkan pembuatan

miniatur kapal dan sesajinya”. Biasanya hiburan yang dipertunjukkan adalah

Kethoprak, Wayang, hingga dangdut. Kalau hiburan tidak semuanya ditampilkan

dalam satu hari. Jadi, pada siang hari bisanya adalah Kethoprak, lalu malamnya

Wayang dan besok malamnya Dangdut. Namun nggak tiap tahun disini menampilkan

semua pertunjukan daerah itu hanya apabila dana yang didapat oleh panitia lebih dari

cukup maka bisa saja menampilkan ketiganya. Dana paling banyak di dapat dari

pengusaha dan pemilik kapal. Biasanya satu pengusaha bisa menyumbang 50 jt

hingga lebih apabila pemilik pengusaha itu punya kapal lebih dari satu”.

5.1.3 Susunan Panitia dalam Acara Perayaan Tradisi Sedekah Laut di Kecamatan Juwana

Susunan kepanitiaan terdiri atas:

a. Penanggung Jawab : Bpk. Hariyanto, SH selaku Bupati Kab. Pati

b. Ketua Umum : Bpk. H. Sugito

c. Wakil : Bpk. Mulyadi

d. Sekretaris : Bpk. Suratman

e. Bendahara : Bpk. Sutopo

f. Sesepuh Desa : Mbah Suparman

g. Tokoh Masyarakat : Bpk. Jamari

Perlengkapan dalam persiapan biasanya dilimpahkan ke pemuda daerah atau biasa

disebut “Karang Taruna”. Selain itu ada perlengkapan untuk masakan sesaji di percayakan oleh

para istri-istri nelayan juga aparat desa. Makanan sesaji yang biasa dibuat meliputi jajanan pasar

/ makanan pasar hingga tumpeng. Untuk tari-tarian biasanya dilimpahkan ke Sekolah SMP

hingga SMA yang dapat menari kesenian Reog hingga Tari Gambyong.

Susunan acara sedekah laut di Pelabuhan Juwana diawali dengan perlombaan-

perlombaan yang diadakan oleh panitia yaitu lomba voli. Minggu selanjutnya diadakan Manaqib

/ Tasyakuran Acara Maleman (Klonengan). Pada hari berikutnya adanya prosesi Kirab Sesaji,

Pelarungan Sesaji ke Tengah Laut, Pertunjukan Sanggar seni tari dari Juwana, Pentas Hiburan

hingga Sholawat Bersama. Susunan acara dalam bentuk tabel terlampirkan pada Lampiran 3.

Susunan Kepanitiaan terlampirkan pada Lampiran 4. Ketentuan dana perayaan Larung sesaji

terlampir pada Lampiran 5.

5.1.4 Makna Simbol-simbol dari Sedekah Laut

Menurut Fuadhiyah, (2011) mengatakan bahwa simbol atau makna adalah dua istilah

berbeda namun tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya adalah hal

yang memiliki keterkaitan yang sama. Kata simbol adalah tanda atau ciri yang memberitaukan

sesuatu hal kepada seseorang.

Simbol-simbol dari perayaan sedekah laut di Juwana ini memiliki ciri dan makna yang

berbeda tergantung dari makna yang dibuat simbol. Berikut adalah simbol-simbol yang wajib di

buat untuk perayaan tradisi sedekah laut.

Gambar 9. Gunungan

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017.

Gambar 15 adalah gambar Sesaji Simbol Kelimpahan hasil para petani setempat atau

masyarakat disana menyebutnya (Gunungan). Dari sumber terkait mengatakan:

” Gunungan iki biasane sing gawe wong tani. Isine gunungan iki reno-reno. Ono

buah, palawijo lan sayur-sayuran. Simbol – simbol iku ngartiaken wong tani mulyo lan

rezeki panen e melimpah”. (Artinya: Gunungan ini menggambarkan bahwa petani

sedang makmur. Isi dari gunungan ini bermacam-macam. Ada buah, palawija

(tanaman pengganti padi biasanya jagung, ketela dan sejenis ubi-ubian). Gunungan

di buat untuk menunjukkan kelimpahan hasil panen para petani.

Gunungan biasanya dibuat seperti gunung atau bentuk kerucut tergantung dari orang

membuatnya. Gunungan biasanya dibuat dua yang pertama akan di buang ke laut. Satunya lagi

setelah gunungan ini di doakan oleh para sesepuh dan kyai setempat maka akan di rebutkan

oleh masyarakat. Kepercayaan orang sana mengatakan apabila dapat salah satu isi gunungan

itu semua kesialan akan hilang dan kebaikan akan selalu datang.

Simbol selanjutnya yang selalu ada adalah kepala kerbau. Dari paparan narasumber

mengatakan:

“ndas kebo iku simbol kemalasan, kebodohan, kesialan lan sifat-sifat elek liyane. Kepala kerbau dilarung nang laut gawe ngilangke utawa ngadohke sifat-sifat menungso sing elek-elek. Intine ono ne simbol iku telu perkoro iku ilang larut nang banyu laut. (Kepala kerbau itu simbol-simbol dari sifat malas, sial, bodoh dan sifat – sifat jelek yang dimiliki oleh kerbau. Manusia yang lalai, bodoh hingga malas diibaratkan kerbau karena kerbau memiliki sifat-sifat tersebut. Kepala kerbau dilarung jauh ditengah laut agar manusia terhindar dari sifat-sifat itu).

Gambar 10. Kepala Kerbau

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017

Kerbau yang dipakai biasanya minimal berumur 2 tahunan untuk diambil kepalanya. Tapi

biasanya dari panitia akan memprioritaskan kerbau yang umurnya 4 tahunan. Kerbau akan

disembelih untuk diambil kepalanya. Biasanya penyembelihan dilakukan oleh kyai yang ada di

Juwana. Daging dari tubuh kerbau biasanya langsung dimasak oleh ibu-ibu nelayan lalu di makan

bersama saat setelah acara pelarungan di tengah laut.

Simbol berikutnya merupakan merupakan miniature kapal yang akan dibuang dengan isi

sesaji bermacam-macam. Salah satunya kepala Kerbau. Miniatur kapal ini merupakan Larung

Sesaji yang akan dibuang ke tengah Laut dengan harapan setelah pembuangan larung ini akan

melimpahnya hasil tangkapan ikan di laut. Larung sesaji dalam bentuk kapal ini di maksudkan

agar sang penguasa tahu bahwa ini larung sesaji dari Juwana karena kapal yang dibuat di

miripkan semirip mungkin sebagai identitas kapal orang Juwana. Kapal milik orang Juwana

memiliki alat tangkap cantrang dan purse seine. Kapal miniatur ini juga diberi identitas pada

badan kapal. Identitasnya adalah KM. Juwana.

Gambar 11. Miniatur kapal sebagai Media Larung Sesaji

Sumber: Kantor Balai Desa Bajomulyo, 2017

Simbol didalam sesaji lainnya terdapat pada Tabel. 10

Tabel 1. Simbol sesaji

No Nama Simbol Makna lambang/simbol

1 Pisang Sanggan Sebagai lambang raja atau ratu

2 Nasi Tumpeng Sebagai palang agar masyarakat dalam mencari nafkah tidak ada yang menghalangi

3 Nasi Among (Warna putih) biasanya diatasnya di tancapkan bawang merah dan cabai)

Permohonan keselamatan junjungan Nabi Muhammad

4 Kelapa muda Lambang persembahan saudara

5 Kepala kerbau/kepala kambing Lambang kebodohan dan kesialan

6 Ketupat dan Lepet Lambang keselamatan

7 Bunga 7 warna Permohonan dari keharuman

8 Jajanan Pasar Permohonan rezeki bertambah

Pada Tabel 11 menjelaskan bahwa simbol-simbol diatas biasanya tambahan dari sesaji

yang akan dilarung. Pisang sanggan merupakan pisang yang terdiri dari pisang raja atau pisang

luput. Pisang sanggan biasa digunakan oleh masyarakat Juwana bukan hanya untuk sedekah

laut akan tetapi saat upacara-upacara pernikahan hingga kelahiran bayi. Nasi tumpeng

merupakan nasi yang dibuat kerucut dan samping-samping bawahnya terdapat lauk-pauk serta

sayuran yang sudah dimasak. Nasi among adalah nasi yang dibuat kerucut namun, dalam ukuran

yang kecil. Pada bagian atasnya akan ditancapkan bawang merah dan cabai merang keriting

serta simbol-simbol lainnya.

Menurut Anwar, (2013) mengatakan bahwa salah satu makna dari sesaji tumpeng

merupakan makanan berupa nasi dengan lauknya ditata dan membentuk mengerucut

membentuk gunung. Pada kosmologi jawa selain laut, pertanian atau persawahan, gunung

dianggap mempunyai nilai tinggi dalam memegang peranan penting dalam tata kehidupan orang

jawa. Simbol keselamatan dengan mengingatkan adanya kekuasaan tertinggi yaitu Tuhan Yang

Maha Kuasa yang waijb kita mintai keselamatan dan pertolongan.

5.1.5 Tujuan dari Kegiatan Sedekah Laut

Menurut narasumber sebagai Kepala Desa di desa Bajomulyo mengatakan:

“Tujuan dari perayaan sedekah laut ini sebenarnya ada 2 yaitu sebagai uri-uri budaya dan rasa syukur masyarakat dalam kelimpahan ikan serta rasa kekhawatiran warga apabila tidak dilakukan maka akan timbul bala yang tidak diinginkan oleh masyarakat”.

Tujuan dari sedekah laut ada dua diantaranya adalah

1. Sebagai “uri-uri” (melestarikan) budaya

Uri-uri budaya merupakan bahasa orang pesisir disana. Uri-uri budaya biasa disebut

sebagai suatu kegiatan pelestarian kebudayaan. Pelestarian budaya yang dimaksud

adalah pelestarian kirab budaya, pelarungan sesaji dan kegiatan-kegiatan sakral yang

ada dalam susunan acara sedekah laut.

Pelestarian budaya dalam sedekah laut ini meliputi pelestarian menghidupkan

kembali cerita rakyat agar generasi muda mengerti makna atas perayaan ini.

Pelestarian adalah upaya memberi makna baru dan dalam masyarakat yang pluralistik

pemberian makna itu dapat beragam, maka pelestarian warisan budaya harus dapat dibicarakan

bersama, dinegosiasikan dan perlu disepakati bersama pula melalui suatu dialog yang terbuka

dan seimbang. Perbedaan pemberian makna suatu warisan budaya harus sedapatnya dihargai

dan diwadahi dalam proses pengambilan keputusan yang demokratis. Dalam era global ini,

masyarakat banyak mengalami pencerahan termasuk dalam bidang warisan budaya. Ada

kesadaran yang makin kuat bahwa warisan budaya pada sumberdaya budaya itu haruslah

sepengetahuan masyarakat luas (Daud, 2005).

2. Sebagai Rasa syukur Alhamdulillah kepada Alloh SWT dan khawatir atas kelimpahan ikan

dan keselamatan saat melaut.

Nilai religious berperanan dalam suasana apresiasi atau penilaian yang dapat diakibatkan

seringnya suatu nilai dinilai secara berbeda oleh orang banyak. Sebuah patokan atau kriteria

tersebut memberi dasar pertimbangan kritis tentang pengertian religius, estetika, dan kewajiban

moral. Nilai selalu berkaitan dengan penilaian seseorang, sementara fakta menyangkut ciri-ciri

objektif saja. Nilai religiusitas merupakan istilah kepercayaan, keyakinan terhadap percaya

kepada Tuhan, percaya pada takdir, suka berdoa, suka bertobat, dan bersyukur (Pratiwi, 2018).

0 menjelaskan beramal, bersedekah hinggaTaubah Ayat 6-Qur'an Surat AtPada

kesyukuran atas apapun yang telah di berikan oleh Alloh SWT. Berikut adalah

Taubah ayat ke 60-potongan ayat pada Qur'an Surat At

اب و ۞ إ ق ي الر ف م و ه وب ل ق ة ف ل ؤ م ل ا ا و ه ي ل ين ع ل ام ع ل ا ين و اك س م ل ا اء و ر ق ف ل ل ات ق د ا الص م يل ن ب ف ي س ين و م ار غ ل ا

م ي ك يم ح ل ع للا و ن للا ة م يض ر ف يل ب ن الس اب للا و

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,

pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,

orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Bijaksana.

Pada ayat-ayat Al-Qur’an diatas menggambarkan bahwa kesyukuran pada masyarakat

Juwana ini adalah segala yang diberi oleh Alloh akan kembali kepadanya.

Maksudnya, memberikan akal, instink (naluri) dan kodrat alamiyah untuk kelanjutan

hidupnya masing-masing. Oleh karena itu, kita dapat menyaksikan semua makhluk berusaha

untuk memperoleh manfaat dan terhindar dari bahaya.

Sedekah laut mempunyai pesan mistis diantaranya konon cerita pada tahun 2002 di

Juwana mengalami masa musim paceklik maka perayaan sedekah laut akhirnya di tiadakan.

Sugesti masyarakat mengatakan apabila sedekah laut ini tidak dilakukan sekarang mungkin akan

datang bala yang makin besar. Namun, sugesti hanyalah sugesti bagi orang yang

mempercayainya. Akhirnya pada masa itu bulan berganti bulan hasil tangkapan semakin sedikit

maka terpaksa bagi orang yang percaya akan sugesti itu tetap dilakukannya namun sangat

sederhana hanya sesaji biasa yang tidak seperti tahun-tahun biasanya. Mungkin bagi orang yang

mempercayainya tangkapan mereka setelah perayaan. Akan tetapi ada juga yang mengatakan

bahwa itu hanya sugesti masyarakat saja. Selain itu tujuan lain adalah sebagai mempererat

solidaritas antara masyarakat.

Menurut Anwar, (2013) mengatakan upacara sedekah laut termasuk di dalamnya upacara

Larung merupakan perwujudan rasa terima kasih kepada mbaurekso yang telah memberikan

hasil yang berlimpah ruah kepada nelayan. Pada dimensi hubungan manusia dengan alam,

upacara tersebut dimaksudkan memberikan kesadaran dan pembelajaran kepada masyarakat

untuk memelihara alam, khusunya laut. Pelarungan “sesaji” yang digantikan dengan tumpeng ke

laut sebagai penghormatan pada laut. Bagi nelayan laut adalah nadi kehidupan ekonomi mereka.

Kelestarian laut sangat berkait dengan melimpahnya hasil. Dengan menjalin harmoni dengan

lingkungan, khususnya laut, maka kehidupan ekonomi mereka akan terjamin di masa-masa

mendatang. Inilah makna-makna di balik perayaan tradisi terkait.

Purwahida, (2015) mengatakan secara umum maksud diadakan upacara ini yaitu untuk

memohon keselamatan bagi para nelayan dan keluarganya dalam menunaikan tugas sehari-hari,

mendapat hasil melimpah, juga sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat dari hasil laut

kepada penguasa laut utara.

5.1.6 Aktivitas Masyarakat Pesisir Desa Bendar dan Bajomulyo dalam Kehidupan Sehari -

hari

Aktivitas masyarakat Desa Bendar kebanyakan dari penduduk bendar yang laki-laki

adalah melaut lalu aktivitas perempuan masyarakat bendar adalah mengeringkan hasil

tangkapan ataupun sebagai pengumpul ikan yang siap untuk dilelang kepada penjual ikan di

pasar. Masyarakat di Bendar sebagian adalah pemilik kapal. Para pemilik kapal biasanya

memperkerjakan orang untuk dijadikan awak kapal. Hasil tangkapan masyarakat Bendar

kebanyakan adalah ikan hasil alat tangkap cantrang dan purse seine.

Gambar 12. Aktivitas Masyarakat Bendar

Aktivitas masyarakat Desa Bajomulyo sebagian besar melakukan pekerjaannya di

Pelabuhan Juwana, mulai dari menjadi bakul di pelabuhan hingga sebagai buruh bongkar kapal.

Sebagian pekerja perempuan adalah sebagai bakul ikan yang akan dijual kembali di Pasar.

Sebagian lagi menjadi penjahit jaring di rumahnya. Bila Kapal milik seseorang sedang menepi

maka pekerja buruh bongkar akan merapat untuk bekerja menurunkan ikan yang ada dikapal.

Pemilik kapal biasanya mendapat bagian paling besar saat kapal menepi ke Pelabuhan.

Gambar 13. Aktivitas Masyarakat Bajomulyo di Pelabuhan

Pada Gambar 21 menunjukkan bahwa pekerjaan masyarakat Bajomulyo bergantung pada

pelabuhan di sana. Pekerjaan di pelabuhan beragam. Mulai dari seorang pengumpul ikan hingga

buruh pikul.

5.2 Eksistensi tradisi Sedekah Laut pada Masyarakat Juwana

Menurut Aprilia, 2016 mengatakan bahwa eksistensi merupakan prosesi keberadaan

sesuatu yang mengandung unsur – unsur yang bertahan dan berkembang. Keberadaan sesuatu

hal dengan adanya manusia yang terus mempertahankan, mengaktualisasi potensi-potensi untuk

di kembangkan.

Keberadaan tradisi sedekah laut di Juwana adalah sebuah tujuan wisata mungkin akan

terus ada dan tidak akan hilang apabila seseorang di sana masih mempunyai sugesti atau

paradigma mengenai perayaan tersebut. Peristiwa sedekah laut di Juwana secara resmi yang

diresmikan oleh Bupati pada tahun 1953 sudah berlangsung selama 64 tahun. Terakhir

pelaksanaan sedekah laut di Juwana adalah tahun 2017. Menurut Narasumber mengatakan

bahwa:

“Sedekah laut di Juwana ini mungkin sangat sulit untuk dihilangkan, akan tetapi semakin adanya perkembangan zaman dan teknologi mungkin akan sedikit berubah namun tidak hilang makna dari adanya perayaan tersebut. Sedekah laut di Juwana ini sudah bertahun-tahun dahulu sudah ada. Namun perayaan dulu tidak seperti hal nya sekarang. Dahulu ketidaktahuan masyarakat bagiamana harus mengekspresikan rasa syukurnya ke Tuhan lewat sedekah laut jadi dulu membuat simbolisnya secara individu. Namun setelah tahun 1953 perayaan tersebut dibuat sama halnya sedekah laut pada umummnya”.

Sedekah laut pada zaman sekarang dengan yang lalu tentu berbeda, pada tahun 50an

susunan acara masih sangat sederhana, hanya ada kirab sesaji keliling desa, pelarungan sesaji,

pembagian makanan ke warga, dan hiburan tayub an. Adanya perkembangan zaman sedekah

laut yang dahulu dengan sekarang nilai-nilai yang didapat tentu masih masih sama. Nilai tentang

mengenal tokoh sejarah, makna simbol hingga makna pelaksanaan sedekah laut di Juwana.

Perbedaan yang terlihat akan perkembangan zaman ini adalah hiburan. Dahulu hiburan hanya

tayub an hingga pada tahun 90an hiburan bertambah menjadi kethoprak dan wayang kulit. Akan

tetapi hiburan tersebut tidak lama tergantikan oleh musik dangdut yang. Pada masa tahun 2000an

wayang kulit masih dijadikan acara tahunan hingga sekarang. Bertahannya sedekah laut di

Juwana tentu beralasan. Narasumber berikut mengatakan:

“Bertahannya tradisi ini karena adanya kekhawatiran masyarakat akan bencana. Bencana berupa tidak adanya ikan, kapal tenggelam, hingga bencana banjir ataupun bencana lainnya. Karena masyarakat Juwana percaya akan mitos maka dari itu tradisi ini dipertahankan hingga sekarang”.

Pemerintah setempat sangat mendukung akan adanya kegiatan tersebut. Terbukti dalam

dukungannya pemerintah menyumbang dana dari APBN dalam melaksanakan acara tersebut.

Selain dana pemerintah masih mengusahakan agar acara tahunan sedekah laut di wilayah

Juwana dapat dijadikan warisan budaya yang bisa terus di lestarikan hingga masa generasi yang

akan datang.

Eksistensi sedekah laut di Juwana dari dahulu hingga sekarang tentu masih eksis karena

acara tersebut memiliki banyak tujuan dalam pelaksanaan perayaraan sedekah laut salah

satunya adalah melestarikan kisah cerita rakyat yang ada di Juwana. Masyarakat Juwana

mempertahan cerita rakyat itu hingga sekarang agar generasi yang akan datang tahu perihal

sejarah itu. Era globalisasi tentu sangat menjadi keprihatinan bagi masyarakat Juwana generasi

dahulu akan ketakutan terkikisnya budaya lokal menjadi budaya yang akan hilang. Namun,

sebagian masyarakat Juwana yang mempunyai peran dalam organisasi kelompok nelayan

setempat menanggapinya dengan baik.

Berikut adalah tanggapan salah satu warga di Desa Bajomulyo mengenai eksistensi

tradisi sedekah laut pada era globalisasi:

“Dalam menyikapi permasalah era globalisasi teknologi dalam eksistensi

tradisi sedekah laut di Juwana sebenarnya dapat menjadi tradisi yang kuat

karena berkat teknologi maka tradisi ini dapat bisa di sampaikan dengan

mudah ke generasi sekarang. Lewat media tv, internet dan lain-lain. Jadi,

eksistensi sedekah laut ini masih tetap eksis pada era teknologi ini. Tradisi

sedekah laut dengan adanya teknologi juga sangat membantu. Contohnya

kalau dahulu orang-orang masih membawa larung sesaji dengan cara di

pikul dan jalan kaki menyusuri jalan sekarang dengan adanya teknologi tidak

perlu panas kehujanan karena ada mobil dan tidak perlu di gendong lagi,

tinggal sesaji di taruh di mobil dan orangnya menyetir. Mungkin 20 tahun

kemudian tradisi ini bisa saja berkembang dengan berubahnya zaman yang

semakin modern. Tentu saja pada era globalisasi ada peran yang

menjadikannya positif tapi juga ada negatifnya yaitu tradisi bisa saja punah

karena tergantikan menjadi tradisi yang baru. Harapan saya ya budaya bisa

saja berkembang namun, nilai-nilai dari kearifan lokal kalau bisa tetap

dipertahankan”.

Alasan lain mengapa sedekah laut di Juwana selalu ada karena masih adanya minat dari

masyarakat dalam mempertahankan tradisi ini agar menjadi warisan budaya nasional juga

budaya nelayan. Karena keuntungan dalam melaksanaan tradisi ini lebih banyak menghasilkan

keuntungan dari pada kerugian. Salah satunya karena adanya kegiatan itu masyarakat setempat

dikenal karena budayanya oleh orang lain di luar daerahnya. Keuntungan lain adalah

bertambahnya pendapatan masyarakat setempat karena saat pelaksanaan masyarakat setempat

menjual makanan dan cinderamata tentang sedekah laut.

Era Globalisasi dalam eksistensi tradisi sedekah laut di Juwana harus di sikapi dengan

bijaksana. Tindakan berupa penyaringan budaya yang masuk, penanaman pemahaman perihal

pentingnya budaya harus segera di tularkan ke generasi muda sekarang agar tradisi dapat terus

bertahan hingga masa yang akan datang.

Menurut Sukeni, (2012) mengatakan era globalisasi dapat merubah segala hal dalam

budaya. Menghilangkan suatu budaya asli begitu pula dapat menciptakan budaya yang baru. Ada

berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus

berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau

teknologi komunikasi telah menjadi sarana budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan

hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Diperlukan peran pemerintah melalui

kebijakan-kebijakan yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan kultural atau

budaya dari pada semata-mata hanya ekonomi yang merugikan suatu perkembangan

kebudayaan dalam kebijakan yang dirumuskan Maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi

nya sebagai pelindung dan pengayom keseniankesenian tradisional tanpa harus turut campur

dalam proses estetikanya.

Cara dalam mempertahankan eksistensi budaya di Juwana dapat di lakukan dengan cara

publikasi dalam bentuk pembukuan sejarah cerita rakyat setempat, atau video perayaan sedekah

laut, pergelaran acara atau festival budaya daerah yang harus diikuti oleh keseluruhan pelajar di

Juwana dan cara-cara lainnya dalam mempertahankan budaya daerah.

Menurut Sukeni, (2012) langkah antisipatif mencegah pudarnya budaya daerah. Berikut

ada beberapa alternatif untuk mencegah pudarnya rasa cinta pada budaya daerah: 1.

Diadakannya festival budaya secara berkala. Diikuti oleh anak anak sekolah maupun di luar

sekolah. Diadakannya festival budaya ini di maksudkan agar pemuda pemudi indonesia dan

masyarakat tau bahwa adanya budaya Indonesia. 2. Diadakannya pertunjukan kesenian daerah

seperti wayang kulit, atau seni budaya lain di sekolah. Hal ini di maksudkan agar siswa tau

tentang seni budaya Indonesia yang keberadaannya mulai hilang di telan derasnya arus

globalisasi. 3. Diadakannya Fashion Show baju baju adat. Hal ini dimaksudkan agar siswa siswi

tahu tentang beragam baju adat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. 4. Memahami budaya dan

bentukbentuk lain yang meningkatkan kecintaan pada budaya kita sendiri 5. Menambahkan

budaya daerah sebagai muatan lokal di sekolah.

Faktor-faktor yang dapat mengancam eksistensi ini meliputi

• Modernisasi

Eksistensi berkaitan erat dengan kegiatan yang menyadarkan manusia. Manusia sebagai

pelaku harus sadar bahwa dalam hidup di dunia ini manusia terhubung dengan manusia yang

lainnya dan menyakapi ketergantungan dari manusia yang satu dengan yang lainnya (Ardani,

2013).

Modernisasi sebagai fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus

dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses kehidupan manusia. Kehadiran

teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi prose. Modernisasi yang

terjadi menyentuh seluruh aspek yang penting dalam kehidupan. Modernisasi menciptakan

berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan. dalam upaya

memanfaatkan Modernisasi untuk kepentingan kehidupan. Modernisasi selalu diperbincangkan

oleh banyak orang di seluruh dunia (Sukeni, 2012).

Keeksistensian tradisi menjadi berkembang atau bisa saja hilang tentu adanya faktor

modernisasi. Namun, apabila masyarakat berupaya mempertahankan tradisi maka era

modernisasi ini tidak akan memiliki pengaruh terhadap bertahannya tradisi di masyarakat.

Faktor ini merubah sedikit pada budaya sedekah laut yaitu contohnya adalah pada hiburan

orkes melayu yang dahulu belum ada sekrang orkes melayu ditampilkan dari tahun 2013 hingga

sekarang. Perubahan inilah yang mencolok dari pada perubahan yang lainnya.

• Perubahan Makna tradisi sedekah laut

Hal yang ditakutkan oleh generasi lama adalah perubahan-perubahan yang dapat mengubah

makna dari sedekah laut itu sendiri.

• Keminatan masyarakat pesisir terhadap sedekah laut

Hal lain adalah masyarakat akan enggan untuk mengikuti acara sedekah laut ini kembali karena

mereka akan menggap acara ini hanya sejarah pada bagian di Juwana. Faktor-faktor tersebut

akan menjadi ancaman pada eksistensi dari sedekah laut di Juwana.

5.3 Peran dan Upaya Masyarakat Juwana Pada Tradisi Sedekah Laut

Sedekah laut di Juwana menjadi acara tahunan yang menarik perhatian masyarakat.

Umumnya masyarakat Kabupaten Pati. Keeksistensinya acara ini berhubungan dengan peranan

masyarakat pada tradisi sedekah laut ini. Peran yang dibuat oleh masyarakat adalah membuat

acara ini menjadi acara yang memikat banyak orang, mulai dari kirab budaya hingga adanya

perlombaan. Dari narasumber mengatakan bahwa:

“Tentulah masyarakat berperan penting dalam eksistensi sedekah laut. Yang melaksanakan kan masyarakat. Kalau bukan kita ya punah sudah itu tradisi. Keuntungannya masyarakat Desa Bendar dan Bajomulyo sangat antusias apabila terselenggaranya acara tersebut. Karena tentu adanya pemasukan lebih untuk warga karena warga sekitar akan berjulan hingga menjadikan jalan depan rumah mereka untuk dijadikan lahan parkir. Selain itu juga lewat acara itu Desa kita dapat terekspos oleh publik. Selain peran kemauan masyarakat tentu ada peran materil dari masyarakat. Peran manusia dan peran materi tentu sangat mendukung dalam perayaan acara ini”

Masyarakat memiliki peran penting dalam membuat budaya itu terus hidup atau malah

hilang. Karena masyarakat memiliki pikiran, dan pikiran dapat berubah tergantung zaman yang

dilalui oleh masyarakat tersebut. Salah satu tugas yang harus diemban oleh para pengelola

warisan budaya adalah membantu masyarakat atau menjadi fasilitator dalam proses pemaknaan

atau pemanfaatan sumberdaya sesuai dengan keahlian dan pengetahuan, sehingga masyarakat

dapat menentukan pilihan mereka sendiri dengan tepat. Selain itu, para pengelola dapat

membatu masyarakat atau pihak-pihak yang berbeda kepentingan menemukan resolusi di antara

mereka (Daut, 2005).

Peran masyarakat yang terlihat dalam membantu ikut ambil bagian dari acara ini adalah

membantu tenaga, dan materi. Narasumber mengatakan bahwa:

“Orang Juwana melibatkan dirinya dalam perayaan acara ini melalui tenaga yang diberikan secara sukarela walaupun telah ada susunan panitia namun, tenaga panitia tentu kurang. Selain tenaga warga juga siap dalam ditarik iuran seiklasnya, selain I tu ketika panitia meminta sesuatu ke warga, warga sini siap membantu. Contohnya panitia membutuhkan snack saat rapat maka warga gantian dalam menyediakan snack. Begitu pula dalam halnya transportasi, warga yang memilki transportasi besar juga dengan sukarela membantu secara cuma-cuma”.

Peran masyarakat yang selalu dilakukan adalah ketika selesainya pelarungan sesaji laut

masyarakat biasanya membuatkan banyak makanan di ruang tamu mereka untuk warga lainnya

agar dapat masuk dan menikmati semua makanan yang diberikan dari warga setempat secara

gratis. Kegiatan ini hanya berlaku pada masyarakat Bendar dan sebagian warga Bajomulyo.

Masyarakat percaya dengan memberikan makan masyarakat yang lain dapat membuang sial dan

mendapatkan rezeki yang lebih banyak lagi. Peran lainnya adalah membantu bergotong - royong

mengikuti kirab sesaji keliling desa setempat dan sebagian nelayan yang memiliki biasanya

memperikan tumpangan gratis ke penonton yang ingin mengikuti serangkaian acara pelarungan

di tengah Laut Jawa. Biasanya nelayan akan mengajak beberapa saudara jauh untuk mengikuti.

Apabila kapal pemilik masih kosong banyak maka akan diajaknya penonton lain untuk dapat naik

dan melihat pelarungan sesaji ke tengah laut.

Gambar 14. Masyarakat yang ikut serta dari Pelarungan sesaji di laut

Sumber: Dokumentasi Desa Bajomulyo, 2017.

Masyarakat Juwana senang akan adanya kehadiran dan dukungan penuh dari aparat

kepemerintahan untuk mendampingi serta membantu secara materi dalam pelaksanaan acara

sedekah laut di Juwana. Peran pemerintah dalam mengawal acara tentu memiliki dampak yang

baik dalam mempertahankan budaya pesisir yang ada di Pati ini. Peran masyarakat di luar

Juwana juga sangat berperan akan terusnya eksistensinya acara sedekah laut ini bagi

masyarakat khususnya wilayah Juwana. Biasanya orang-orang yang melihat acara ini daerah

orang-orang daerah Wedarijaksa, Jaken, Tayu, Trangkil dan wilayah-wilayah luar Kecamatan

Juwana. Kehadiran mereka tentu berdampak baik bagi seluruh pihak yang terkait dengan

kehadiran penonton yang jauh ini dapat menjadikan tradisi sampai saat ini masih memilki peminat

yang banyak.

Kesadaran akan pentingnya pengelolaan dan pelestarian warisan budaya kini akan

semakin tinggi. Bahkan, banyak di antara pencinta dan pemerhati warisan budaya yang

berkeyakinan bahwa sumber daya budaya itu tidak saja merupakan warisan, tetapi lebih-lebih

adalah pusaka bagi bangsa Indonesia. Artinya, sumber daya budaya itu mempunyai kekuatan

yang dapat dimanfaatkan untuk membantu dan melindungi bangsa ini dalam menapaki jalan ke

masa depan. Sebagai pusaka, warisan budaya itu harus tetap di jaga agar kekuatannya tidak

hilang dan dapat diwariskan kepada generasi penerus tanpa berkurang nilainya. Karena

pelestarian adalah upaya memberi makna baru dan dalam masyarakat yang pluralistik pemberian

makna itu dapat beragam, maka pelestarian warisan budaya harus dapat dibicarakan bersama,

dinegosiasikan dan perlu disepakati bersama pula melalui suatu dialog yang terbuka dan

seimbang. Perbedaan pemberian makna suatu warisan budaya harus sedapatnya dihargai dan

diwadahi dalam proses pengambilan keputusan yang demokratis (Daud, 2003).

Upaya ini juga dilakukan pada perayaan sedekah laut yang ada di Juwana. Upaya

masyakat yang memiliki nilai historis akan memaksimalkan dalam melestarikan budaya daerah.

Ungkapan oleh narasumber yang merupakan salah satu Guru Bahasa Daerah (Bahasa Jawa) di

SMP N 1 Juwana mengatakan:

Upaya pelestarian secara langsung ada pembinaan materi sedekah laut secara

langsung datang ketempat mungkin belum. Kita biasanya menggunakan video, dan

foto untuk menunjukkan ini adalah budaya kita, maka ini harus di lestarikan. Dari juga

berperan dalam menyampaikan makna dari sedekah laut ini. Mungkin akan sangat

efektive apabila siswa dapat ikut terjun langsung ke lapang untuk melihat. Akan

sangat disayangkan karena tempatnya sangat berbahaya dan perlu biaya.

Pendapat lain dari ketua pelaksana sedekah laut mengatakan:

“Upaya pelestarian sedekah laut pada masyarakat bendar ataupun masyarakat

Bajomulyo adalah mengikutsertakan anak-anaknya dalam pelaksanaan kegiatan

sedekah laut, mengikutkan anak-anak nya dalam rapat rencana acara sedekah laut.

Contohnya ada lomba-lomba yang diperuntukkan untuk anak-anak maka dari itu

anak-anak dibawah anggota panitia biasanya dikutkan agar dapat menungkan ide-

ide mereka dalam membuat dan meramaikan acara sedekah laut. Kehadiran anak-

anak dalam acara juga sebagai bentuk upaya dalam mengenalkan bentuk organisasi

masyarakat juga nilai solidaritas dalam membantu mempertahakan suatu budaya.

Gambar 15. Kirab Sedekah Laut

Sumber: Dokumentasi Pak Hendra warga Bajomulyo, 2016.

Upaya lainnya yang biasa dilakukan oleh sekelompok panitia adalah membuat lomba

yang peserta adalah anak-anak. Lomba dalam pembuatan simbol-simbol unik untuk kirab

budaya, ataupun lomba voli dan lomba-lomba lainnya. Untuk menarik perhatian dari peserta

lomba diadakan hadiah berupa uang dan jajanan yang telah dibungkus oleh kertas kado.

Beberapa upaya yang dapat dari pemerintah setempat adalah membuat suatu kebijakan dalam

mempertahankan budaya sedekah laut untuk dijadikan desa wisata ataupun kebijakan tentang

warisan budaya lokal Indonesia. Upaya yang berkaitan dengan teknologi antara lain adalah

mendokumentasikan setiap tahun budaya lokal sedekah laut yang ada disana dan

menguploadnya ke sosial media.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menarik generasi sekarang untuk

mempertahankan tradisi sedekah laut ini adalah membuat suatu kompetisi dapat membangun

semangat akan melestarikan budaya setempat yaitu tentang lomba pembuatan poster, upaya

pembuatan film dokumenter dan upaya-upaya yang bersifat membangun lainnya.

Menurut Mubah, (2011) budaya lokal harus dilindungi oleh hukum yang mengikat semua

elemen masyarakat. Pada dasarnya, budaya adalah sebuah karya. Didalamnya ada ide, tradisi,

nilai-nilai kultural, dan perilaku yang memperkaya aset kebangsaan. Tidak adanya perlindungan

hukum dikhawatirkan membuat budaya lokal mudah tercerabut dari akarnya karena dianggap

telah ketinggalan zaman. Karena itu, peraturan daerah (perda) harus diterbitkan. Peraturan itu

mengatur tentang pelestarian budaya yang harus dilakukan oleh semua pihak. Kebudayaan akan

tetap lestari jika ada kepedulian tinggi dari masyarakat. Selama ini kepedulian itu belum tampak

secara nyata, padahal ancaman sudah kelihatan dengan jelas. Budaya lokal yang khas dapat

menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi apabila disesuaikan dengan

perkembangan media komunikasi dan informasi. Harus ada upaya untuk menjadikan media

sebagai alat untuk memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika ini bisa dilakukan, maka daya

tarik budaya lokal akan semakin tinggi sehingga dapat berpengaruh pada daya tarik lainnya,

termasuk ekonomi dan investasi. Untuk itu, dibutuhkan media bertaraf nasional dan internasional

yang mampu meningkatkan peran kebudayaan lokal di pentas dunia. Upaya yang dapat

dilakukan agar destinasi wisata ini tetap berlanjut dan berkembang antara lain destinasi wisata

halal.

5.4 Makna Sedekah Laut dan Sumberdaya

Sedekah laut bagi sumberdaya memiliki makna sebagai nilai ritual untuk mengatur

kehidupan masyarakat ataupun mengatur kelestarian sumberdaya di laut, nilai solidaritas antara

masyarakat dengan masyarakat yang lain dan keselarasan alam. “Bancaan” dalam sedekah laut

memiliki dimensi nilai lokal, dimana nilai untuk mengatur kehidupan bersama antar warga

masyarakat. Maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang harus ditaati

bersama.

Peran sedekah laut bagi sumberdaya alam dan lingkungan adalah membuktikan bahwa wilayah

adat yang pengelolaannya dikelola oleh berbagai komunitas adat ternyata mampu menjaga

kelestarian lingkungan alam. Demikian merupakan suatu pertanda baik bahwa masa depan

lingkungan hidup berada pada masyarakat yang berdaulat dalam memelihara tradisi dan praktik-

praktik pengelolaan sumberdaya alamnya.

Prinsip yang sedang dilakukan oleh masyarakat adalah suatu hal yang mengikat prinsip

pelestarian budaya untuk pelestarian sumberdaya agar sumberdaya alam terus lestari dan tidak

hilang.