joint operation

download joint operation

of 5

description

joint operation kso dan perlakuan pajaknya

Transcript of joint operation

2.1.Leasing dengan Hak Opsi

8.3.Joint Operation/Konsorsium, Kepastian Hukumnya dan Tax Planningnya

Joint Operation/Konsorsium adalah langkah yang biasanya diambil pengusaha yag memiliki peluang investasi namun tidak mempunyai dana. Hal ini, didorong oleh sulitnya pengusaha untuk mencari dana, Bank terkesan enggan untuk memberi kredit karena beberapa alasan;

1. Takut NPL (Non Performing Loan)

2. Mengganggu kesehatan Bank

3. Ada investasi yang lebih menguntungkan, yaitu Kredit Komersil. Karena;

a. Bunganya tinggi

b. Terms of paymentnya juga pendek

c. Turnover dana yang diinvestasikan lebih tinggi

d. Kualitas piutangnya juga likuid

Karena hal ini pengusaha skeptis mungkin cenderung untuk mencoba bertahan dengan caranya sendiri, mengerjakan pesanan kecil dengan kemampuan finansial perusahaan dan lain-lain. Namun, untuk pengusaha sejati melihat situasi seperti itu mereka melihat sebuah peluang untuk mengembangkan usaha. Peluang tersebut diwujudkan dengan cara mengkonsolidasi jaringan usahanya melalui pembentukan kerjasama operasi (KSO) dalam bentuk Konsorsium atau Operasi Bersama (JO). Ada 2 tipe JO;

1. Kerjasama Administratif Formal atau Administrative JO

Kontrak ditandatangani atas nama JO

JO dianggap seolah-olah entitas terpisah dari perusahaan anggotanya

Tanggung jawab berada ada entitas JO

Masalah modal pembagian kerja atau pembagian hasil dodasarkan pada porsi pekerjaan

JO wajib menyelenggarakan pembukuan (metode proportionate consolidation atau metode equity).

2. Kerjasama Operasional atau Non administrative JO

Kontrak dibuat langsung atas nama masing-masing perusahaan anggota

JO hanya sebagai alat koordinasi

Tanggung jawab ada pada masing-masing anggota

Non-administrative JO tidak wajib menyelenggarakan pembukuan (pendapatan dan biaya proyek dibukukan oleh masing-masing anggota JO).

Tagihan dapat diajukan sendiri atau melalui JO dengan commercial invoice,faktur pajak, dan bukti potong PPh psal 23 ( dengan catatan atas nama perusahaan masing-masing anggota).

Dalam Administratif JO tiap anggota mempunyai hak dan kewajiban yang diidentifikasikan dalam JOA (joint Operation Agreement). JOA mengatur;

a. Tata cara kontribusi pendapatan JO

b. Definisi Common costs

c. Rasio pembagian hasil bersih

d. Sedangkan dalam Non Administratif JO anggota akan memperoleh pembagian hasil usaha jika perusahaan memperoleh laba.

KSO terdiri dari 2 golongan;

1. KSO dengan entitas hukum yang terpisah

Hanya satu pihak yang memiliki kendali atas aset dan operasi KSO

Berbentuk hukum atau persekutuan

2. KSO tanpa pembentukan entitas hukum yang terpisah

Masing-masing partisipan memiliki kendali yang signifikan atas operasi dan aset KSO

Berbentuk pengendalian bersama operasi (PBO) dan pengendalian bersama aset (PBA)

8.3.1. Perlakuan Perpajakan atas Joint Operation (JO)

Berikut beberapa perlakuan pajak penghasilan atas JO, status subjek pajak dan kewajiban pajak dari JO;

1. JO bukan merupakan subjek pajak PPh karena bukan termasuk persekutuan. Alasannya adalah;

a. Persekutuan dilakukan oleh 2 orang atau lebih yang bekerjasama, sementara JO dilakukan oleh dua perseroan

b. Persekutuan tdak bersifat sementara, sementara JO hanya untuk satu proyek.

2. Kewajiban pajak JO adalah sebagai pemotong atau pemungut PPh pasal 21, PPh pasal 23, PPh pasal 26 dan PPN.

3. Selain kewajiban yang telah disebutkan, JO tidak wajib untuk menyampaikan SPT PPh Badan dan membayar PPh pasal 25 serta PPh pasal 29. PPh ini (PPh Badan, PPH pasal 25, PPh pasal 29) dikenakan atas penghasilan yang diperoleh anggota sesuai dengan porsi kerja atau penghasilan yang diterimanya.

4. Untuk penghasilan yang merupakan objek PPh pasal 23 (bunga, sewa, jasa tehnik, jasa manajemen), bukti potongnya harus dipecah untuk anggota JO sesuai dengan JOA yang telah disepakati.

8.3.2. Mekanisme Pemecahan Bukti Potong PPh pasal 23

Berikut mekanisme pemotongan dari pemecahan buti potong tersebut;

a. Jika belum melakukan pemotongan PPh pasal 23;

1. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan kepada pemberi hasil

2. Pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan atas nama masing-masing anggota JO dengan jumlah pajak sesuai dengan kesepakatan dalam JOA

3. Bukti pemotongan disampaikan ke para anggota JO

b. Jika terlanjur melakukan pemotongan PPh pasal 23 atas nama JO;

1. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan kepada KPP, dilampiri dengan fotokopi dokumen pendirian JO

2. KPP mengecek apakah benar telah terjadi pemotongan terhadap JO atau tidak. Jika benar, maka KPP berkewajiban untuk menerbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PPh pasal 23 yang seharusnya tidak terutang

3. Atas dasar SKKPP dilakukan pemindahbukuan dari PPh pasal 23 ke Perhitungan Lebih Bayar (PLB). Selanjutnya dari PLB dilakukan pemindahbukuan ke PPH pasal 25 atas nama para anggotanya dengan jumlah pajak sesuai dengan kesepakatan dalam JOA

8.3.3. Perlakuan PPN atas JO

Status dan Kewajiban PPN dari JO, yaitu;

1. JO merupakan Pengusaha Kena Pajak, jika menutup kontrak atas namanya karena dalam PPN JO dikenakan pajak sebagai satu kesatuan. Namun, jika JO hanya sebagai alat koordinasi dan anggotanya menutup kontrak atas namanya sendiri maka JO bukan Pengusaha Kena Pajak

2. Jika dalam bertransaksi dilakukan atas nama JO, maka JO harus memenuhi kewajibannya sebagai PKP (melaporkan perhitungan PPN dan PPnBM yang terutang melalui Surat Pemberitahun Masa PPN

3. Jika dalam bertransaksi dilakukan atas nama anggota JO dan JO hanya berperan sebagai alat koordinasi, maka yang memiliki kewajiban adalah anggota JO

4. Jika JO adalah kotraktor utama dalam proyek pemerintah yang di biayai hibah atau dana pinjaman luar negeri, maka BKP atu JKP tidak dipungut PPN dan faktur pajak yang diterbitkan oleh JO harus diberi cap PPN dan PPnBM tidak dipungut

8.3.4. Manajemen Perpajakan untuk Konsorsium/JO

Manfaat Manajemen Pajak, yaitu;

1. Meminimalkan kejutan pajak (tax suprise)

2. Menjalankan kewajiban dan haknya dibidang perpajakan secara efisien dan efektif

8.3.5. Kepastian Hukum terhadap pemajakan atas JO

Hingga kini belum ada satu ketentuan hukum yang berlaku yang mengatur pemajakan atas JO. Hanya terdapat satu peraturan setingkat Surat Edaran Disrjen Pajak, yaitu SE No. 44/PJ/1994 tentang mekanisme pemecahan bukti potong PPh pasal 23 yang dikaitkan dengan SE No. 26/PJ.9/1991 tentang Petunjuk Teknis Pemindahbukuan (Pbk). Selain itu hanya surat-surat khusus sebagai acuan hukum untuk JO. Yang menjadi permasalahan adalah dalam beberapa surat penegasan DJP ternyata tidak selalu konsisten sehingga menimbulkan ketidakpastian (uncertainty).

Menurut Adam Smith, pemungutan pajak hendaknya didasarkan empat kaidah/asas perpajakan; yaitu

1. Equality (asas keadilan)

2. Certainty (asas kepastian hukum)

3. Convenience of payment (asas ketepatan waktu pemungutan)

4. Economy in collection (asas pemungutan pajak yang ekonomis/efisien)

Dengan absennya certainty, keadilan tidak dapat diterapkan. Karena, tanpa kepastian fiskus maupun WP dapat menafsirkan pemajakan atas JO berbeda-beda yang akan berujung pada dispute.