Jenis manusia purba

17

Click here to load reader

Transcript of Jenis manusia purba

JENIS-JENIS MANUSIA PURBA DI INDONESIA

Berdasarkan dari penemuan (hingga saat ini) jenis manusia purba di Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu Meganthropus, Pithecanthropus dan jenis Homo. Hasil penemuan banyak terdapat di daerah jawa terutama daerah di Wajak, Tulungangung, lembah Sungai Brantas dan Sungai Benggawan Solo. Manusia jaman dulu sering hidup di daerah dekat sungai karena terdapat banyak air yang sangat berguna bagi kehidupan.Banyak teori yang telah dikemukakan oleh para ahli untuk mengemukakan perkembangan evolusi manusia zaman purba secara biologis meski secara bukti masih kurang lengkap dan jelas. Oleh karenanya, kita harus menyeleksi teori para ahli tersebut. Adapun yang dimaksud evolusi biologis adalah perubahan satu takson menjadi takson yang lain atau takson lama berubah menjadi sedikit.Pada abad ke-19, Darwin dalam bukunya The Origin of Species mengemukakan bahwa spesies yang hidup saat ini berasal dari spesies yang berasal dari masa lalu yang telah melewati proses seleksi alam. Adapun teori evolusi yang banyak diterima adalah teori evolusi manusia dari Australopithecus (Homo habilis) berevolusi menjadi Homo erectus kemudian berevolusi lagi ke Homo neaderthalensis kemudian berubah keHomo sapiens. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar perbandingan tengkorak manusia purba di bawah ini.

Gambar. Perbandingan tengkorak manusia purba (Sumber: Pustaka Pengetahuan Modern, Planet Bumi)Menurut Prof. Dr. T. Jacob, seorang pakar antropologi menuturkan bahwa manusia purba atau manusia fosil sudah punah. Kini penemuan banyak yang menemukan fosil-fosil dari hewan dan tumbuhan saja. Peneliti yang melakukan penelitian ini di Indonesia antara lain Dokter Eugene Dubois yang meneliti di daerah Trinil dan Ny. Selenka yang meneliti di daerah jawa tengah serta peneliti lain seperti C. Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koenigswald yang meneliti di daerah Sangiran, Sragen, Ngawi, Mojokerto, Ngandong.

Berikut Fosil-fosil yang telah ditemukan di Indonesia.1. Meganthropus

Gambar. Manusia purba jenis Meganthropus Paleojavanicus (Sumber: kucuba.com)Meganthropus paleojavanicus merupakan manusia purba yang telah ditemukan di daerah Sangiran oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 dan tahun 1941. Makhluk ini hidup sekitar 1-2 juta tahun yang lalu dengan makanan utamanya adalah tumbuhan.Adapun ciri-ciri Meganthropus palaeojavanicus antara lain:

a. Tulang pipi tebal,b. Otot rahang sangat kuat,c. Tidak memiliki dagu,d. Tonjolan belakang yang tajam,e. Tulang kening menonjol ke depan,f. Perawakan tegap,g. Memakan tumbuh-tumbuhan,H. Kehidupan sosialnya hidup dalam kelompok-kelompok dan berpindah-pindah.

2. PithecanthropusPithecanthropus memiliki arti sebagai manusia kera yang banyak ditemukan di daerah Perning daerah Mojokerto, Trinil(Ngawi), Kedungbrubus (Madiun) dan Sangiran (Sragen). Tjokrohandojo bersama Duyfjes (ahli purbakala) telah menemukan fosil tengkorak anak pada lapisan Pleistosen Bawah di daerah Kepuhlagen, Mojokerto yang kemudian dinamakan sebagai Pithecanthropus mojokertensis.Adapun ciri-ciri Pithecanthropus antara lain:

a. Rahang bawah kuat,b. Tulang pipi tebal,c. Kening menonjol,d. Tulang belakang menonjol dan tajam,e. Tidak berdagu,f. Memakan tumbuh-tumbuhan,g. Perawakan tegap serta memiliki perlekatan otot tengkuk besar dan kuat.

Di Indonesia sendiri banyak ditemukan jenis Pithecanthropus antara lain:a. Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak)Pithecanthropus erectus telah ditemukan di daerah Kedungbrubus (Madiun) dan Trinil (Ngawi) pada tahun 1890, 1891, dan 1892 oleh Dr. Eugene Dubois. Penemuan ini dianggap mampu menjadi penghubung (link) yang menghubungkan antara kera dengan manusia. Bukti ini juga didukung dengan penemuan manusia Neanderthal di Jerman.Adapun ciri-ciri dari Pithecanthropus erectus adalah sebagai berikut:

a) Berjalan tegak,b) Volume otaknya melebihi 900 cc,c) Badannya tegap dengan alat pengunyah yang kuat,d) Tinggi badan sekitar 165 170 cm,e) Berat badan sekitar 100 kg,f) Makanan masih kasar yang sedikit dikunyah,g) Diperkirakan hidup setengah sampai satu juta tahun yang lalu.

b. Pithecanthropus robustus (manusia kera berahang besar)Fosil Pithecanthropus robustus ditemukan oleh Weidenreich pada tahun 1939 di daerah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah. Selain itu ditemukan juga fosil tengkorak anak berumur sekitar 5 tahun di daerah Mojokerto oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 1941 yang kemudian dikenal dengan nama Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto). Fosil ini memiliki ciri hidung lebar, tulang pipi kuat, tubuhnya tinggi, serta hidupnya mengumpulkan makanan (food gathering).Di lembah Sungai Benggawan Solo banyak sekali ditemukan fosil-fosil manusia purba. Oleh karena itu, Dr. Von Koenigswald membagi lapisan Diluvium sungai tersebut menjadi 3 bagian, yakni:1) Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah) telah ditemukan Pithecanthropus robustus,2) Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah) telah ditemukan Pithecanthropus erectus,3) Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas) telah ditemukan Homo soloensis.c. Pithecanthropus dubuis (dubuis artinya meragukan)

Fosil Pithecanthropus dubuis ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1939 di daerah Sangiran pada lapisan Pleistosen Bawah.

d. Pithecanthropus soloensis (manusia kera dari Solo)Pithecanthropus soloensis ditemukan pada tahun 1931 1933 oleh Von Koenigswald, Oppennoorth, dan Ter Haar di daerah tepi Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah.

3. HomoHomo (manusia) merupakan manusia purba yang dinilai paling modern daripada jenis manusia purba yang lain. Manusia purba jenis ini memiliki ciri-ciri sebagia berikut:a) berat badan sekitar 30 sampai 150 kg,b) volume otaknya lebih dari 1.350 cc,c) alat-alatnya berasal dari batu dan tulang,d) berjalan dengan tegak,e) muka dan hidung lebar,f) mulut masih menonjol ke depan.

Manusia jenis homo itu sendiri dapat kita bedakan lagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Homo wajakensis (manusia dari Wajak)Homo wajakensis ditemukan pada tahun 1889 oleh Von Rietschoten di daerah Wajak, Tulungagung yang berupa beberapa bagian tengkorak. Fosil ini ditemukan pada Pleistosen Atas dimana termasuk dalam ras Australoid yang bernenek moyang Homo soloensis. Ini kemudian menjadi nenek moyang Australia. Homo wajakensis oleh Von Rietschoten dimasukan kejenis sebagai manusia purba cerdas (Homo Sapiens).

b. Homo soloensis (manusia dari Solo)Pada tahun 1931 1932, ahli Geologi Belanda (C. Ter Haar dan Ir. Oppenoorth) menemukan 11 tengkorak Homo soloensis pada lapisan Pleistosen Atas di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur. Fosil itu kemudian diteliti oleh Von Koenigswald dan Weidenreich yang kemudian diketahui bahwa fosil tersebut merupakan fosil sudah manusia (bukan kera).

c. Homo sapiensHomo sapiens merupakan manusia purba yang cerdas dan bentuk tubuhnya seperti manusia zaman sekarang. Kehidupan manusia purba ini masih sering berpindah-pindah (mengembara) dan sangat sederhana. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:1) volume otak sekitar 1.000 cc 1.200 cc,2) tinggi badannya bisa mencapai antara 130 210 m,3) otot tengkuk telah mengalami penyusutan,4) alat kunyah dan gigi telah mengalami penyusutan,5) muka sudah tidak menonjol ke depan,6) berdiri dan berjalan dengan tegak,7) berdagu serta tulang rahangnya biasa dan tidak sangat kuat.

Ada 3 jenis subspesies dari Homo sapiens yang dianggap telah menurunkan manusia saat ini, yaitu:1) Ras MongoloidRas Mongoloid menyebar ke Asia Timur seperti Jepang, Korea, Cina dan Asia Tenggara. Jenis subspesies ini memiliki ciri-ciri kulit kuning, tipe rambut lurus dan mata sipit.2) Ras KaukasoidRas Kaukasoid menyebar ke Eropa, India Utara (ras Arya), Yahudi (ras Semit) dan menyebar ke daerah Arab, Turki serta daerah Asia Barat lainnya. Jenis subspesies ini memiliki ciri-ciri kulit putih, rambut lurus, tinggi dan berhidung mancung.3) Ras NegroidRas Negroid menyebar ke Australia (ras Aborigin), Papua dan ke daerah Afrika. Jenis subspesies ini memiliki ciri-ciri kulit hitam, bibir tebal dan rambut keriting

ZAMAN MESOLITHIKUM

Setelah pleistosen berganti dengan holosen, kebudayaan paleolithikum tidak begitu saja lenyap melainkan mengalami perkembangan selanjutnya. Di Indonesia, kebudayaan paleolithikum itu mendapat pengaruh baru dengan mengalirnya arus kebudayaan baru dari daratan Asia ygna membawa coraknya sendiri. Kebudayaan baru yang timbul itu dinamakan Mesolithikum. Kebudayaan mesolithikum ini banyak ditemukan bekas-bekasnya di Sumatra, Jawa , Kalimantan, Sulawesi dan di Flores. Dari peninggalan-peninggalan tersebut dapat diketahui bahwa jaman itu manusia masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi sebagian sudah mempunyai tempat tinggal tetap, sehingga bisa dimungkinkan sudah bercocok tanam walau masih sangat sederhana dan secara kecil-kecilan. Bekas-bekas tempat tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai (Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua (Abris Sous Roche). Disitulah pula banyak didapatkan bekas-bekas kebudayaannya.Penelitian di bukit kerang menghasilkan banyak penemuan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Paleolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan pebble / kapak Sumatra. Bentuk pebble dapat dikatakan sudah cukup sempurna dan buatannya agak halus. Hal ini membuktikan bahwa alat-alat pada zaman mesolithikum merupakan pengembangan dari alat-alat zaman paleolithikum, dimana cara pembuatannya lebih baik dan lebih halus dari zaman paleolithikum.

A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)a. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

b. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

c. Hachecourt (kapak pendek)Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

d. Pipisan

Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.

2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)

Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.

3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture) Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)

Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

B. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH

Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.

Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Filipina.

C. KEBUDAYAAN TOALA

Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan silhoutte. Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.