Jenis Dan Rancangan Penelitian

69
JENIS-JENIS dan RANCANGAN PENELITIAN 1. PENELITIAN TINDAKAN KELAS Menurut Kemmis dan McTaggart (1982) mengemukakan bahwa PTK adalah cara suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi sebuah kondisi dimana mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain. Senada dengan pendapat di atas, Raka Joni, dkk (1998) mengartikan penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan- tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Jadi, Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu jenis penelitian tindakan yang dilaksanakan oleh praktisi pendidikan (khususnya guru, dosen, atau instruktur) dalam proses pembelajaran di kelas. Fraenkel, dkk (2012:596) menyebutkan sekurang-kurangnya lima manfaat penelitian tindakan kelas, yaitu: 1. PTK dapat dilakukan oleh hampir semua ahli di semua tipe sekolah, semua level, guru kelas baik secara individu maupun berkelompok, ataupun pimpinan sekolah. 2. PTK dapat memperbaiki praktik pendidikan; membantu praktisi pendidikan (guru, pimpinan sekolah) dalam meningkatkan kompetensi terhadap apa yang mereka lakukan.

Transcript of Jenis Dan Rancangan Penelitian

JENIS-JENIS dan RANCANGAN PENELITIAN

1. PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Menurut Kemmis dan McTaggart (1982) mengemukakan bahwa PTK adalah cara

suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi sebuah kondisi dimana mereka

dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses

oleh orang lain. Senada dengan pendapat di atas, Raka Joni, dkk (1998) mengartikan

penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku

tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan

mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan

yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran

tersebut dilakukan. Jadi, Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu jenis

penelitian tindakan yang dilaksanakan oleh praktisi pendidikan (khususnya guru, dosen,

atau instruktur) dalam proses pembelajaran di kelas.

Fraenkel, dkk (2012:596) menyebutkan sekurang-kurangnya lima manfaat

penelitian tindakan kelas, yaitu:

1. PTK dapat dilakukan oleh hampir semua ahli di semua tipe sekolah, semua level, guru

kelas baik secara individu maupun berkelompok, ataupun pimpinan sekolah.

2. PTK dapat memperbaiki praktik pendidikan; membantu praktisi pendidikan (guru,

pimpinan sekolah) dalam meningkatkan kompetensi terhadap apa yang mereka

lakukan.

3. PTK memberi ruang kepada guru atau praktisi lain untuk mengadakan penelitian

mereka sendiri sehingga dapat mengembangkan cara-cara yang lebih efektif untuk

mempraktikkan keahlian-keahlian mereka sendiri.

4. PTK membantu guru mengidentifkasi masalah-masalah dan isu-isu secara sistematis.

5. PTK dapat membangun sebuah komunitas yang berorientasi penelitian ilmiah di dalam

sekolah itu sendiri

Ada empat jenis PTK, yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK

empiris, dan (4) PTK eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut

dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.

1. PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang

dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti

mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian.

Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan,

pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah

atau kelas.

2. PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila

orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses

penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan

demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya

peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data

serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga

dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini

peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal

sampai berakhir penelitian.

3. PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti

berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang

dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses

penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman

penelti dalam pekerjaan sehari-hari.

4. PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah

apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau

strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di

dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih

dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan

instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat

menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan

pengajaran.

Penelitian tindakan (termasuk PTK) dilakukan dalam suatu siklus (putaran)

tertentu. Setiap siklus terdiri dari sejumlah langkah yang harus dikerjakan peneliti. Ada

beberapa model rancangan yang dikemukakan para pakar. Pada kesempatan ini

dikemukakan tiga model di antaranya, yaitu (1) model Kurt Lewin, (2) model Kemmis &

Taggart, dan (3) model John Elliot.

1. Rancangan Penelitian Tindakan model Kurt Lewin

Rancangan model Kurt Lewin merupakan model dasar yang kemudian

dikembangkan oleh ahli-ahli lain. Penelitian tindakan, menurut Kurt Lewin, terdiri

dari empat komponen kegiatan yang dipandang sebagai satu siklus, yaitu:

perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi

(reflecting). Digambarkan dalam sebuah bagan, model ini tampak sebagai berikut.

ACTING

PLANNING OBSERVING

REFLECTING

Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin

Pada awalnya proses penelitian dimulai dari perencanaan, namun karena ke

empat komponen tersebut berfungsi dalam suatu kegiatan yang berupa siklus, maka

untuk selanjutnya masing-masing berperan secara berkesinambungan.

2. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kemmis & McTaggart

Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih

lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip

antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami.

Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing

terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act &

observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang-

ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar,

rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:

Gambar 2. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kemmis & Taggart

Langkah pertama pada setiap siklus adalah penyusunan rencana tindakan.

Tahapan berikutnya pelaksanaan dan sekaligus pengamatan terhadap pelaksanaan

tindakan. Hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk refleksi. Apabila hasil

refleksi siklus pertama menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan belum memberikan

P

L

A

N

1

2

ACT & OBSERVE

REFLECT

3

R P

E L

V A

I N

S

E

D

4ACT & OBSERVE

5

REFLECT

6

R P

E L

V A

I N

S

E

D

7ACT & OBSERVE

8

REFLECT

9

hasil sebagaimana diharapkan, maka berikutnya disusun lagi rencana untuk

dilaksanakan pada siklus kedua. Demikian seterusnya sampai hasil yang dinginkan

benar-benar tercapai.

3. Rancangan Penelitian Tindakan Model John Elliott

Seperti halnya model Kemmis & McTaggart, model John Elliott juga merupakan

pengembangan lebih lanjut dari model Lewin. Elliott mencoba menggambarkan

secara lebih rinci langkah demi langkah yang harus dilakukan peneliti. Ide dasarnya

sama, dimulai dari penemuan masalah kemudian dirancang tindakan tertentu yang

dianggap mampu memecahkan masalah tersebut, kemudian diimplementasikan,

dimonitor, dan selanjutnya dilakukan tindakan berikutnya jika dianggap perlu.

Berikut ini adalah bagan model PTK versi John Elliott.

SIKLUS

I

Ide Awal

Temuan fakta dan Analisis

Perencanaan Umum langkah Tindakan 1,2,3

Monitoring Imple-mentasi dan

Implementasi langkah Tindakan

Penjelasan Kegagalan tentang Implementasi

Revisi Peren-canaan Umum

II

III

Gambar 3. Rancangan Penelitian Tindakan Model John Elliot

(versi revisi model Lewin)

Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

Secara garis besar dari beberapa model PTK yang telah dijelaskan di atas, terdapat

4 tahapan yang biasa dilalui pada PTK yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

pengamatan dan (4) refleksi. Adapun perincian dari tiap tahap adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan

Perbaikan Perencanaan Langkah Tindakan 1,2,3

Implementasi Langkah BerikutnyaMonitoring

Implementasi dan efeknya

Penjelasan Kegagalan dan efeknya

Revisi Ide Umum

Perbaikan Perencanaan Langkah 1,2,3

Monitoring Implementasi dan Efek

Implementasi Langkah Berikutnya

Penjelasan kegagalan pelak. & efeknya

Pada tahap perencanaan, peneliti menentukan fokus permasalahan yang akan diteliti,

kemudian membuat perangkat pembelajaran serta instrumen pengamatan untuk

menjaring data dan fakta yang terjadi pada waktu proses tindakan berlangsung. Secara

rinci tahap perencanaan adalah sebagai berikut:

- Mengidentifikasi dan menganalisis masalah. Masalah tersebut harus diangkat dari

permasalah di lapangan, masalahnya harus penting dan bermanfaat bagi peningkatan

mutu hasil pembelajaran.

- Menetapkan alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, yang akan menjadi latar

belakang PTK Merumuskan masalah secara jelas, berupa kalimat pertanyaan.

- Menentukan berbagai alternatif tindakan pemecahan masalah dan memilih tindakan

yang paling tepat.

- Membuat intrumen pengumpul data dan menentukan indikator keberhasilan tindakan.

2) Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, strategi dan rencana pembelajaran yang telah disiapkan

pada tahap perencanaan, dilaksanakan. Pada tahap ini guru harus ingat dan mentaati apa

yang dirumuskan dalam rencana pembelajaran, berlaku wajar dan tidak dibuat-buat.

3)Pengamatan

Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pencatatan semua hal yang diperlukan dan

yang terjadi selama  pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data dilakukan

dengan bantuan format observasi yang telah dipersiapkan, termasuk juga pengamatan

secara cermat pelaksanaan tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya terhadap

proses dan hasil belajar siswa. Data dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil

tes, kuis, prentasi, nilai tugas dll) atau data kualitatif (keaktifan siswa, antusiasme

siswa, mutu diskusi yang dilakukan, kreatifitas siswa dll).

4) Refleksi

Tahap refleksi dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah

dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul kemudian dilakukan evaluasi guna

menyempurnakan tindakan berikutnya.

2. PENELITIAN EKSPERIMEN

Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen adalah suatu penelitian

yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari

hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimen erat kaitanya dalam

menguji suatu hipotesis dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan

perubahan terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan. Penelitian eksperimen

merupakan suatu penelitian yang menjawab pertanyaan “jika kita melakukan  sesuatu pada

kondisi yang dikontrol secara ketat maka apakah yang akan terjadi?”. Untuk mengetahui

apakah ada perubahan atau tidak pada suatu keadaan yang di control secara ketat maka

kita memerlukan perlakuan (treatment) pada kondisi tersebut dan hal inilah yang

dilakukan pada penelitian eksperimen.  Sehingga penelitian eksperimen dapat dikatakan

sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu

terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiono : 2010).

Secara umum di dalam pembicaraan penelitian dikenal adanya dua penelitian

eksperimen yaitu: eksperimen betul (true experiment) dan eksperimen tidak betul-betul

tetapi hanya mirip eksperimen. Itulah sebabnya maka penelitian yang kedua ini dikenal

sebagai “penelitian pura-pura” atau quasi experiment. 

Contohnya dalam bidang fisika penelitian-penelitian dapat menggunakan desain

eksperimen karna variabel-variabel dapat di pilih  dan variable lain dapat mempengaruhi

proses eksperimen dan dapat dikontrol secara tepat, adapun cotohnya dalam bidang fisika

mencari pengaruh panas terhadap muai panjang suatu benda. Dalam hal ini variasi panas

dan muai panjang dapat di ukur secara teliti, dan penelitian dilakukan dilaboratorium,

sehingga pengaruh-pengaruh variable lain dari luar dapat di control. Sedangkan dalam

penelitian social khususnya pendidikan, desain eksperimen yang digunakan untuk

penelitian akan sulit mendapatkan hasil yang akurat, karna banyak variable luar yang

berpengaruh dan sulit mengontrolnya adapun contohnya mencari pengaruh metode

kontekstual terhadap kecepatan pemahaman murid dalam pelajaran matematika.

Bentuk Penelitian Eksperimental

1. Pre-experimental

Pada pre-experimental ini sumber-sumber yang mempengaruhi validitas internal

sulit dikontrol, sehingga hasil penelitian bukan bentuk-bentuk dari pengaruh variabel

yang dipilih oleh peneliti.

Bentuk pre-experimental ada beberapa macam yaitu :

a. One – Shot Case Study

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut,

X         O      

Dimana : X = treatment yang diberikan/variabel independen yang

merupakan sebab

    O = Observasi/variabel dependen yang merupakan akibat

Misal : X = training pada karyawan

    O = prestasi kerja

b. One-Group Pretest-Post test

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut,

     O1 X O2  

Dimana : O1 , diadakan pre test sebelum diberi treatment

    O2 , diukur dengan post test setelah ditreatment

X  = Treatment

Misal : O1= prestasi kerja karyawan sebelum diberi training,

dites terlebih dahulu

   O2= prestasi kerja karyawan setelah diberi training,

kemudian ditest

X = Training

Pengaruh treatment adalah O2 - O1, hasil O2 dan O1 diperbandingkan

apakah terjadi perbedaan statistik yang signifikan.

c. Intact – Group Comparison

Desain ini dapat digambarkan seperti berikut,

X      O1   O2  

Dimana : O1 = hasil pengukuran kelompok yang ditreatmen

   O2 = hasil pengukuran kelompok yang tidak diberi

treatmen

X  

=Treatmen

Misal : O1 = adalah prestasi kerja karyawan setelah diberi

training

    O2 = adalah prestasi kerja karyawan tanpa diberi treatmen

Pengaruh treatmen adalah O1 – O2 , O1 dan O2 diperbandingkan

apakah terjadi perbedaan statistik yang signifikan.

2. True Experimental

Dikatakan true experimental (eksperimental yang betul-betul) karena dengan

desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi

eksperimen. Dengan demikian validitas internal penelitian menjadi tinggi. Ciri utama

dari true experimental adalah, sample dipilih secara random dan ada kelompok

kontrol.

Bentuk-bentuk true experimental adalah:

a. Post test - Only Control Design

Desain tersebut dapat digambarkan seperti berikut :

R     X  

R

O1

O2

   

Dimana : R  =Random

    X  =treatmen

    O1= kelompok satu diberi treatmen

    O2= kelompok dua tanpa diberi treatmen

Pengaruh adanya treatmen adalah O1 – O2 .

Ada dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random. Kelompok satu

diberi treatmen dan disebut sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelompok

kedua tidak diberi treatmen kelompok ini disebut sebagai kelompok kontrol. Setelah

kelompok eksperimen diberi treatmen, kelompok tersebut di tes, demikian juga

dengan kelompok kontrol. Hasil ke dua kelompok itu diperbandingkan apakah ada

perbedaan statistik yang signifikan.

b. Pre test – Control Group Design

Desain tersebut dapat digambarkan seperti berikut :

R       O1      X     O2

R      O3    O4      O2

   

Dimana : R  = Random

   O1 dan O2 = dua kelompok yang dipilih secara random kemudian diberi pre tes

(kelompok eksperimen)

    X  = treatmen

   O3 dan O4 = dua kelompok yang dipilih secara random, sebagai kelompok

kontrol.

Dalam bentuk ini, dua kelompok yang telah dipilih secara random diberi pre

tes. Kelompok eksperimen kemudian diberi treatmen, sementara kelompok yang

tidak diberi treatmen sebagai kelompok kontrol. Setelah itu hasil dari kelompok

eksperimen dan dari kelompok kontrol diperbandingkan apakah ada perbedaan

secara statistik yang signifikan. Hasil pre tes yang baik bila ada kesamaan

karakteristik antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.  

3. Factorial Design

Desain factorial merupakan modifikasi dari desain true experimental, yaitu dengan

memperhatikan kemungkinan ada variabel moderator yang mempengaruhi

treatmen (variabel independen)terhadap hasil (variabel dependen).

Desain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

R O1 X Y1 O2

R O3 Y1 O4  

R O5 X Y2 O6

R O7   Y2 O8

Variabel moderator adalah Y1 dan Y2

Pada desain ini semua kelompok dipilih secara random, ada 4 kelompok yang

dipilih. Kelompok yang diberi treatmen adalah :

Kelompok laki-laki ( O1 ) dan kelompok perempuan ( O5 ). Kelompok yang tidak

diberi treatmen adalah : kelompok laki-laki ( O3 ) dan kelompok perempuan ( O7 )

Sebelumnya semua kelompok diberi pre test. Harapannya semua kelompok

mempunyai hasil tes yang sama. Namun apabila ada perbedaan, maka perbedaan

inilah yang akan diteliti.

Contoh :

Suatu penelitian untuk mengetahui perubahan penampilan luar (kemasan) suatu

produk terhadap pemilihan produk. Untuk itu dipilih empat kelompok secara random.

Variabel moderatornya adalah jenis kelamin, yaitu laki-laki (Y1) dan perempuan (Y2).

Treatmen yang berupa pengenalan kemasan baru diberikan pada kelompok

eksperimen laki-laki (O1) dan disuruh memilih produk baru tersebut. Treatmen

(pengenalan kemasan baru) juga diberikan pada kelompok eksperimen perempuan

(O5) dan juga disuruh memilih produk baru tersebut. Pengaruh treatmen untuk

kelompok laki-laki adalah :

( O2 - O1 ) – ( O4 - O3 )

Pengaruh treatmen untuk kelompok perempuan adalah :

( O6 – O5 ) – ( O8 – O7 )

Apabila terdapat perbedaan pengaruh kemasan baru terhadap pemilihan produk

baru antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, maka penyebab utamanya

adalah bukan karena treatmen yang diberikan (karena treatmen yang diberikan sama)

tetapi karena adanya akibat yang ditimbulkan oleh variabel moderator ( misal selera :

selera lakilaki- berbeda dengan selera perempuan dan lain sebaganya).  

4. Quasi Eksperimental

Desain ini termasuk bentuk true ekxperimental. Desain ini mempunyai kelompok

nkontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya. Untuk mengontrol variabel-variabel

luar yang mempengaruhi eksperimen.

Bentuk-bentuk quasi eksperimental adalah :

a. Time Series Desaign = Desain serial waktu

Desain serial waktu melakukan pengukuran berulang-ulang, sebelum dan sesudah

eksperimen.

Bentuk dari desain tersebut adalah :

O1 O2  O3  O4  X   O5  O6  O7  O8

Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dipilih

secara random. Hanya ada satu kelompok saja dalam desain ini. Sebelum diberi

treatmen kelompok diberi pre tes sampai empat kali. Dengan empat kali tes

keadaan keadaan kelompok dapat diketahui. Setelah itu kelompok diberi treatmen.

Setelah diberi treatmen kelompok diberi post tet sampai empat kali juga. Besarnya

pengaruh treatmen adalah :

( O5 + O6 + O7 + O8 ) – ( O1 + O2 + O3 + O4 )

b. Nonequivalent Control Group Design

Desain ini hampir sama dengan desain sebelumnya. Pada desain ini kelompok-

kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.

Bentuk desainnya sebagai berikut :

O1 X O2

O3 O4

Misal penelitian produktivitas kerja karyawan sebuah perusahaan, yang

mempunyai karakteristik yang hampir sama (misal karyawan bagian administrasi).

Kelompok karyawan tersebut dibagi menjadi. Kelompok pertama diberi pre tes

(O1 ) kemudian diberi tretmen (misal diberi training) setelah itu diberi post test

(O2 ). Kelompok ke dua diberi pre test (O3 ) dalam hal ini kelompok kedua ini tidak

diberi treatmen, detelah itu diberi post test (O4 ). Pengaruh treatmen terhadap

produktivitas kerja adalah :

(O2 – O1) – (O4 –O3 )

3. PENELITIAN PENGEMBANGAN

Penelitian pengembangan merupakan penelitian yang bertujuan menghasilkan dan

mengembangkan produk berupa prototipe, desain, materi pembelajaran, media, strategi

pembelajaran, alat evaluasi pendidikan,dsb. Penelitian untuk memecahkan masalah praktis

dalam dunia pendidikan, masalah di kelas, yang dihadapi dosen/guru dalam pembelajaran.

Penelitian bukan untuk menguji teori, menguji hipotesis, namun menguji dan

menyempurnakan produk (Soenarto, 2008).

Metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk

dapat menghasilkan produk tertentu, digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan

dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas,

maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.

Penelitian pengembangan pendidikan sains adalah suatu jenis penelitian yang

bertujuan mengembangkan suatu produk pendidikan dan/atau pembelajaran sains serta

menvalidasi efektivitas, efisiensi, dan/atau daya tarik produk yang dihasilkan. Contoh

produk: materi pelatihan guru sains, metode pembelajaran sains, metode pembelajaran

sains, paket pembelajaran sains tercetak, paket pembelajaran sains berbentuk CD

(Soekardjo, 2008).

Langkah-langkah Penelitian Pengembangan

A. Menurut Sugiyono

Menurut Sugiyono (2011:408) langkah-langkah pelaksanaan strategi penelitian dan

pengembangan yang dilakukan untuk menghasilkan produk tertentu dan untuk menguji

keefektifan produk yang dimaksud, adalah :

a. Potensi dan masalah

Penelitian ini dapat berangkat dari adanya potensi atau masalah. Potensi

adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki suatu nilai tambah pada

produk yang diteliti. Pemberdayaan akan berakibat pada peningkatan mutu dan akan

meningkatkan pendapatan atau keuntungan dari produk yang diteliti. Masalah juga

bisa dijadikan sebagai potensi, apabila kita dapat mendayagunakannya. Sebagai

contoh sampah dapat dijadikan potensi jika kita dapat merubahnya sebagai sesuatu

yang lebih bermanfaat. Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam penelitian

harus ditunjukkan dengan data empirik.

Masalah akan terjadi jika terdapat penyimpangan antara yang diharapkan

dengan yang terjadi. Masalah ini dapat diatasi melalui R&D dengan cara meneliti

sehingga dapat ditemukan suatu model, pola atau sistem penanganan terpadu yang

efektif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.

b. Mengumpulkan Informasi dan Studi Literatur

Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukan secara faktual, maka selanjutnya

perlu dikumpulkan berbagai informasi dan studi literatur yang dapat digunakan

sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi

masalah tersebut.

Studi ini ditujukan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landasan

teoretis yang memperkuat suatu produk. Produk pendidikan, terutama produk yang

berbentuk model, program, sistem, pendekatan, software dan sejenisnya memiliki

dasar-dasar konsep atau teori tertentu. Untuk menggali konsep-konsep atau teori-teori

yang mendukung suatu produk perlu dilakukan kajian literatur secara intensif. Melalui

studi literatur juga dikaji ruang lingkup suatu produk, keluasan penggunaan, kondisi-

kondisi pendukung agar produk dapat digunakan atau diimplementasikan secara

optimal, serta keunggulan dan keterbatasannya. Studi literatur juga diperlukan untuk

mengetahui langkah-langkah yang paling tepat dalam pengembangan produk tersebut.

Produk yang dikembangkan dalam pendidikan dapat berupa perangkat keras

seperti alat bantu pembelajaran, buku, modul atau paket belajar, dll., atau perangkat

lunak seperti program-program pendidikan dan pembelajaran, model-model

pendidikan, kurikulum, implementasi, evaluasi, instrumen pengukuran, dll. Beberapa

kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih produk yang akan dikembangkan.

c. Desain Produk

Produk yang dihasilkan dalam produk penelitian research and development

bermacam-macam. Sebagai contoh dalam bidang tekhnologi, orientasi produk

teknologi yang dapat dimafaatkan untuk kehidupan manusia adalah produk yang

berkualitas, hemat energi, menarik, harga murah, bobot ringan, ergonomis, dan

bermanfaat ganda. Desain produk harus diwujudkan dalam gambar atau bagan,

sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya serta

memudahkan fihak lain untuk memulainya. Desain sistem ini masih bersifat hipotetik

karena efektivitasya belum terbukti, dan akan dapat diketahui setelah melalui

pengujian-pengujian.

d. Validasi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan

produk, dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan lebih efektif dari yang

lama atau tidak. Dikatakan secara rasional, karena validasi disini masih bersifat

penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum fakta lapangan.

Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar

atau tenaga ahli  yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang

dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga

selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya. Validasi desain dapat

dilakukan dalam forum diskusi. Sebelum diskusi peneliti mempresentasikan proses

penelitian sampai ditemukan desain tersebut, berikut keunggulannya.

e. Perbaikan Desain

Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli

lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya

dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain. Yang bertugas memperbaiki

desain adalah peneliti yang mau menghasilkan produk tersebut.

f. Uji coba Produk

Desain produk yang telah dibuat tidak bisa langsung diuji coba dahulu. Tetapi

harus dibuat terlebih dahulu, menghasilkan produk, dan produk tersebut yang

diujicoba. Pengujian dapat dilakukan dengan ekperimen yaitu membandingkan

efektivitas dan efesiensi sistem kerja lama dengan yang baru.

g. Revisi Produk

Pengujian produk pada sampel yang terbatas tersebut menunjukkan bahwa

kinerja sistem kerja baru ternyata yang lebih baik dari sistem lama. Perbedaan sangat

signifikan, sehingga sistem kerja baru tersebut dapat diberlakukan

h. Ujicoba Pemakaian

Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang

tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk yang berupa sistem kerja baru tersebut

diterapkan dalam kondisi nyata untuk lingkup yang luas. Dalam operasinya sistem

kerja baru tersebut, tetap harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna

untuk perbaikan lebih lanjut.

i. Revisi Produk

Revisi produk ini dilakukan, apabila dalam perbaikan kondisi nyata terdapat

kekurangan dan kelebihan. Dalam uji pemakaian, sebaiknya pembuat produk selalu

mengevaluasi bagaimana kinerja produk dalam hal ini adalah sistem kerja.

j. Pembuatan Produk Masal

Pembuatan produk masal ini dilakukan apabila produk yang telah diujicoba

dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi masal. Sebagai contoh pembuatan

mesin untuk mengubah sampah menjadi bahan yang bermanfaat, akan diproduksi

masal apabila berdasarkan studi kelayakan baik dari aspek teknologi, ekonomi dan

ligkungan memenuhi. Jadi untuk memproduksi pengusaha dan peneliti harus bekerja

sama. 

B. R & D Versi Dick and Carey

Model Dick – Carey adalah model desain Instruksional yang dikembangkan

oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari

model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip desain

Instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara

berurutan. Model Dick – Carey tertuang dalam Bukunya The Systematic Design

of Instruction edisi 6 tahun 2005. Perancangan Instruksional menurut sistem

pendekatan model Dick & Carey terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di

dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut. Model Dick and Carey terdiri

dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi

perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang

lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang

sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan

kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya

padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.

Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:

a. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.

b. Melaksanakan analisi pembelajaran

c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa

d. Merumuskan tujuan performansi

e. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan

f. Mengembangkan strategi pembelajaran

g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran

h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif

i. Merevisi bahan pembelajaran

j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Berikut penjabaran langkah-langkahnya

a. Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)).

Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar pebelajar dapat

melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program Instruksional. Tujuan

Instruksional mungkin dapat diturunkan dari daftar tujuan, dari analisis kinerja

(performance analysis), dari penilaian kebutuhan (needs assessment), dari

pengalaman praktis dengan kesulitan belajar pebelajar, dari analisis orang-orang

yang melakukan pekerjaan (Job Analysis), atau dari persyaratan lain untuk instruksi

baru. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun

sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di

mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan

pembangunan.

b. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis)

Langkah ini, pertama mengklasifikasi tujuanke dalam ranah belajar Gagne,

menentukan langkah-demi-langkah apa yang dilakukan orang ketika mereka

melakukan tujuan tersebut (mengenali keterampilan bawahan / subordinat).

Langkah terakhir dalam proses analisis Instruksional adalah untuk menentukan

keterampilan, pengetahuan, dan sikap, yang dikenal sebagai perilaku masukan

(entry behaviors), yang diperlukan peserta didik untuk dapat memulai Instruksional.

Peta konsep akan menggambarkan hubungan di antara semua keterampilan yang

telah diidentifikasi.

c. Analisis Pembelajar dan Lingkungan (Analyze Learners and Contexts)

Langkah ini melakukan analisis pembelajar, analisis konteks di mana mereka akan

belajar, dan analisis konteks di mana mereka akan menggunakannya. Keterampilan

pembelajar, pilihan, dan sikap yang telah dimiliki pembelajar akan digunakan untuk

merancang strategi Instruksional.

d. Merumuskan Tujuan Performansi (Write Performance Objectives)

Pernyataan-pernyataan tersebut berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam

analisis Instruksional, akan mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari,

kondisi di mana keterampilan yang harus dilakukan, dan kriteria untuk kinerja yang

sukses.

e. Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop Assessment Instruments).

Berdasarkan tujuan performansi yang telah ditulis, langkah ini adalah

mengembangkan butir-butir penilaian yang sejajar (tes acuan patokan) untuk

mengukur kemampuan siwa seperti yang diperkirakan dari tujuan. Penekanan

utama berkaitan diletakkan pada jenis keterampilan yang digambarkan dalam tujuan

dan penilaian yang diminta.

f. Pengembangan Siasat Instruksional (Develop Instructional Strategy).

Bagian-bagian siasat Instruksional menekankan komponen untuk mengembangkan

belajar pebelajar termasuk kegiatan praInstruksional, presentasi isi, partisipasi

peserta didik, penilaian, dan tindak lanjut kegiatan.

g. Pengembangan atau Memilih Material Instruksional (Develop and Select

Instructional Materials).

Ketika kita menggunakan istilah bahan Instruksional kita sudah termasuk segala

bentuk Instruksional seperti panduan guru, modul, overhead transparansi, kaset

video, komputer berbasis multimedia, dan halaman web untuk Instruksional jarak

jauh. maksudnya bahan memiliki konotasi.

h. Merancang dan Melaksanakan Penilaian Formatif (Design and Conduct Formative

Evaluation of Instruction).

Ada tiga jenis evaluasi formatif yaitu penilaian satu-satu, penilaian kelompok kecil,

dan penilaian uji lapangan. Setiap jenis penilaian memberikan informasi yang

berbeda bagi perancang untuk digunakan dalam meningkatkan Instruksional.

Teknik serupa dapat diterapkan pada penilaian formatif terhadap bahan atau

Instruksional di kelas.

i. Revisi Instruksional (Revise Instruction).

Strategi Instruksional ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini

dimasukkan ke dalam revisi Instruksional untuk membuatnya menjadi alat

Instruksional lebih efektif.

j. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design And Conduct Summative

Evaluation).

Hasil-hasil pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang

dibutuhkan. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/

diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif. Penggunaan model Dick and

Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal

proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu

melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2)

adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil

pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu

dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.

C. Versi Borg and Gall

Menurut Borg and Gall (1989:782), yang dimaksud dengan model penelitian

dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product”.

Kadang-kadang penelitian ini juga disebut ‘research based development’, yang muncul

sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk

mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development

juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui ‘basic

research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-

masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’, yang digunakan untuk

meningkatkan praktik-praktik pendidikan. Dalam penelitian ini Research and

Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model pelatihan keterampilan sebagai

upaya pemberdayaan, sehingga kemampuan masyarakat petani dalam berusaha dapat

berkembang. Menurut Borg dan Gall (1989: 783-795), pendekatan Reseach and

Development (R & D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah, yaitu:

a) Studi Pendahuluan: Langkah pertama ini meliputi analisis kebutuhan, studi

literature, penelitian skala kecil dan standar laporan yang dibutuhkan.

Analisis Kebutuhan: Untuk melakukan analisis kebutuhan ada beberapa kriteria,

yaitu 1) Apakah produk yang akan dikembangkan merupakan hal yang penting bagi

pendidikan? 2) Apakah produknya mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan?

3) Apakah SDM yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang

akan mengembangkan produk tersebut ada? 4) Apakah waktu untuk

mengembangkan produk tersebut cukup?

Studi Literatur: Studi literatur dilakukan untuk pengenalan sementara terhadap

produk yang akan dikembangkan. Studi literatur ini dikerjakan untuk

mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan

pengembangan produk yang direncanakan.

Riset Skala Kecil: Pengembang sering mempunyai pertanyaan yang tidak bisa

dijawab dengan mengacu pada reseach belajar atau teks professional. Oleh

karenanya pengembang perlu melakukan riset skala kecil untuk mengetahui

beberapa hal tentang produk yang akan dikembangkan.

b) Merencanakan Penelitian

Setelah melakukan studi pendahuluan, pengembang dapat melanjutkan langkah

kedua, yaitu merencanakan penelitian. Perencaaan penelitian R & D meliputi: 1)

merumuskan tujuan penelitian; 2) memperkirakan dana, tenaga dan waktu; 3)

merumuskan kualifikasi peneliti dan bentuk-bentuk partisipasinya dalam penelitian.

c) Pengembangan Desain

Langkah ini meliputi: 1) Menentukan desain produk yang akan dikembangkan

(desain hipotetik); 2) menentukan sarana dan prasarana penelitian yang dibutuhkan

selama proses penelitian dan pengembangan; 3) menentukan tahap-tahap

pelaksanaan uji desain di lapangan; 4) menentukan deskripsi tugas pihak-pihak yang

terlibat dalam penelitian.

d) Preliminary Field Test

Langkah ini merupakan uji produk secara terbatas. Langkah ini meliputi: 1)

melakukan uji lapangan awal terhadap desain produk; 2) bersifat terbatas, baik

substansi desain maupun pihak-pihak yang terlibat; 3) uji lapangan awal dilakukan

secara berulang-ulang sehingga diperoleh desain layak, baik substansi maupun

metodologi.

e) Revisi Hasil Uji Lapangan Terbatas

Langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan uji lapangan

terbatas. Penyempurnaan produk awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba

lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak

dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi

terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat perbaikan internal.

f) Main Field Test

Langkah merupakan uji produk secara lebih luas. Langkah ini meliputi 1) melakukan

uji efektivitas desain produk; 2) uji efektivitas desain, pada umumnya, menggunakan

teknik eksperimen model penggulangan; 3) Hasil uji lapangan adalah diperoleh

desain yang efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi.

g) Revisi Hasi Uji Lapangan Lebih Luas

Langkah ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan yang lebih

luas dari uji lapangan yang pertama. Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan

lebih luas ini akan lebih memantapkan produk yang kita kembangkan, karena pada

tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan dengan adanya kelompok kontrol.

Desain yang digunakan adalah pretest dan posttest. Selain perbaikan yang bersifat

internal. Penyempurnaan produk ini didasarkan pada evaluasi hasil sehingga

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.

h) Uji Kelayakan

Langkah ini meliputi sebaiknya dilakukan dengan skala besar: 1) melakukan uji

efektivitas dan adaptabilitas desain produk; 2) uji efektivitas dan adabtabilitas desain

melibatkan para calon pemakai produk; 3) hasil uji lapangan adalah diperoleh model

desain yang siap diterapkan, baik dari sisi substansi maupun metodologi.

i) Revisi Final Hasil Uji Kelayakan

Langkah ini akan lebih menyempurnakan produk yang sedang dikembangkan.

Penyempurnaan produk akhir dipandang perlu untuk lebih akuratnya produk yang

dikembangkan. Pada tahap ini sudah didapatkan suatu produk yang tingkat

efektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir

memiliki nilai “generalisasi” yang dapat diandalkan.

j) Desiminasi dan Implementasi Produk Akhir

Laporan hasil dari R & D melalui forum-forum ilmiah, ataupun melalui media

massa. Distribusi produk harus dilakukan setelah melalui quality control.

Teknik analisis data, langkah-langkah dalam proses penelitian dan

pengembangan dikenal dengan istilah lingkaran research dan development menurut

Borg and Gall terdiri atas :

a. meneliti hasil penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan,

b. mengembangkan produk berdasarkan hasil penelitian,

c. uji lapangan

d. mengurangi devisiensi yang ditemukan dalam tahap ujicoba lapangan.

D. Versi 4D

Metode pengembangan (Development Research) dengan menggunakan

pendekatan pengembangan model 4D (four-D model). Adapun tahapan model

pengembangan meliputi tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design),

tahap pengembangan (develop) dan tahap ujicoba (disseminate). Tahapan yang

dilakukan pada penelitian ini baru sampai pada tahap pengembangan (develop). Secara

garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut (Trianto, 2007 : 65 – 68).

a. Tahap Pendefinisian (Define)

Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan mendefinisikan syarat-syarat

pembelajaran di awali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang

dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: (a) Analisis

ujung depan, (b) Analisis siswa, (c) Analisis tugas. (d) Analisis konsep, dan (e)

Perumusan tujuan pembelajaran.

b. Tahap Perencanaan (Design)

Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap ini

terdiri dari empat langkah yaitu, (a) Penyusunan tes acuan patokan, merupakan

langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes

disusun berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi

Dasar dalam kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar mengajar, (b)

Pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan materi pelajaran, (c)

Pemilihan format. Di dalam pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan

mengkaji format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di

negara-negara yang lebih maju.

c. Tahap Pengembangan (Develop).

Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah

direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat

oleh para pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan

mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa

yang sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah

berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas

sesungguhnya.

d. Tahap penyebaran (Disseminate).

Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan

pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang

lain. Tujuan lain adalah untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat di dalam

KBM.

E. Versi ADDIE

Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik yaitu

model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement- Evaluate). ADDIE muncul pada

tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.Salah satu fungsinya

ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur

program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.

Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :

a. Analysis (analisa)

b. Design (disain / perancangan)

c. Development (pengembangan)

d. Implementation (implementasi/eksekusi)

e. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)

Langkah 1: Analisis

Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh

peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan),

mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis).

Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau

profile calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan

analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.

a. Analisis Kinerja

Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah

masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan

program pembelajaran atau perbaikan manajemen.

Contoh :

Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan menyebabkan rendahnya kinerja

individu dalam organisasi atau perusahaan, hal ini diperlukan solusi berupa

penyelenggaraan program pembelajaran.

Rendahnya motivasi berprestasi, kejenuhan, atau kebosanan dalam bekerja

memerlukan solusi perbaikan kualitas manajemen.Misalnya pemberian

insentif terhadap prestasi kerja, rotasi dan promosi, serta penyediaan fasilitas

kerja yang memadai.

b. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan

kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk

meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila

program pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang

sedang dihadapi. Pada saat seorang perancang program pembelajaran melakukan

tahap analisis, ada dua pertanyaan kunci yang yang harus dicari jawabannya,

yaitu :

i. Apakah tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, dibutuhkan oleh siswa?

ii. Apakah tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, dapat dicapai oleh siswa?

Jika hasil analisis data yang telah dikumpulkan mengarah kepada pembelajaran

sebagai solusi untuk mengatasi masalah pembelajaran yang sedang dihadapi,

selanjutnya perancang program pembelajaran melakukan analisis kebutuhan

dengan cara menjawab beberapa pertanyaan lagi.

Pertanyaannya sebagai berikut :

a. Bagaimana karakteristik siswa yang akan mengikuti program pembelajaran?

(learner analysis )

b. Pengetahuan dan ketrampilan seperti apa yang telah dimiliki oleh siswa?(pre-

requisite skills)

c. Kemampuan atau kompetensi apa yang perlu dimiliki oleh siswa? (task atau

goal analysis)

d. Apa indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa

siswa telah mencapai kompetensi yang telah ditentukan setelah melakukan

pembelajaran? (evaluation and assessment)

e. Kondisi seperti apa yang diperlukan oleh siswa agar dapat memperlihatkan

kompetensi yang telah dipelajari? (setting or condition analysis)

Langkah 2: Desain

Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat

bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas kertas

harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama

merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan

realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan

pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran

yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada

banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih dan tentukan yang

paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain,

semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya,

dan lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas

dan rinci.

Langkah 3: Pengembangan

Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi

kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia

pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul

cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan

lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus

disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah

uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian

dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif,

karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang kita

kembangkan.

Langkah 4: Implementasi

Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang

sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau

diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa

diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut

harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau

seting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario

atau desain awal.

Langkah 5: Evaluasi

Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang

dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi

bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat

tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan

revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk

evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan

yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk

yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lainlain.

F. Versi Kemp

Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan

sebuah bahan ajar, yaitu:

a. Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran

tiap topiknya;

b. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;

c. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya

dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar;

d. Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;

e. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang

pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;

f. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau

menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah menyelesaikan

tujuan yang diharapkan;

g. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi

personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan

rencana pembelajaran;

h. Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan

pembelajaran serta melihat kesalahankesalahan dan peninjauan kembali beberapa

fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi

yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif

4. PENELITIAN LABORATORIUM

Penelitian laboratorium merupakan penelitian yang dilakukan dalam

ruangan tertutup, dimana kelompok eksperimen dijauhkan dari variable pengganggu sebab

dapat memengaruhi hasil dari pengujian hubungan sebab akibat. Penelitian jenis ini

dilakukan dalam suatu tempat khusus untuk mengadakan studi-ilmiah dan kerja ilmiah.

Tujuan dari penelitian laboratorium untuk ilmu pengetahuan sosial ialah: untuk

mengumpulkan data, mengadakan analisa, mengadakan test serta memberikan interpretasi

terhadap sejumlah data, sehingga orang bisa meramalkan kecendrungan gerak dari satu

gejala sosial dalam satu masyarakat tertentu. Objek penelitiannya, baik berupa masalah-

masalah yang teoritis sifatnya maupun yang praktis, yang diteliti oleh satu tim ahli.

 LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN LABORATORIUM:

Kita tentunya sudah memahami tentang metode ilmiah dan penelitian ilmiah. Yang

perlu kita ketahui adalah bahwa penelitian ilmiah berusaha untuk menemukan,

mengembangkan, dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan

metode ilmiah. Dengan selalu melakukan penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan akan selalu

berkembang. Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti

langkah-langkah tertentu. Langkah-Langkah Pokok dalam Penelitian yaitu:

1. Identifikasi Masalah

Masalah dapat berupa: kriteria atau pertimbangan, minat pribadi, dan umum. Serta

dapat juga berupa nilai dan ideologi bersama.

Ø  Latar Belakang Masalah

Hal yang umum dikaitkan dengan topik penelitian (khusus). Atau das sollen (what

should be) menjadi das sein (what is happening). Serta mengapa sesuatu itu

dianggap masalah. Secara spesifik kriterianya: mencerminkan kebutuhan, tidak

bersifat hipotetis (fakta), menyarankan adanya hipotesis yang berarti dapat diuji

yang dikembangkan dari pernyataan masalah, relevan dan dapat dikelola.

Ø  Rumusan Masalah

Berbentuk kalimat tanya (basic question) yang hendak dicari jawabannya dalam

penelitian dengan ciri-ciri sebagai berikut: menunjukkan hubungan minimal dua

variabel dan dapat diuji secara empirik. Artinya, data sebagai jawaban harus dapat

diperoleh. Serta menghindari pertanyaan yang berkaitan dengan moral dan etika.

2. Menentukan Tujuan Penelitian

a. Mencari informasi sebagai rekomendasi pada pihak-pihak tertentu (sponsor) dalam

rangka pemecahan masalah.

b. Memperjelas kebenaran suatu masalah yang menarik perhatian peneliti atau

sponsor.

c. Memberi gambaran tentang hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kebijakan

yang telah ditentukan (Suparmoko, 1977).

Secara umum ada empat tujuan dilakukannya suatu penelitian, yaitu:

1. Tujuan Exploratif (Penemuan) : menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu.

2. Tujuan Verifikatif (Pengujian): menguji kebenaran sesuatu dalam bidang yang telah

ada.

3. Tujuan Developmental (Pengembangan) : mengembangkan sesuatu dalam bidang yang

telah ada.

4. Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)

Sesuai dengan pengertian mengenai penelitian laboratorium yaitu suatu penelitian

yang menguji tentang sebab akibat. Maka, tujuan dari penelitian laboratorium itu adalah

untuk mengetahui apa saja sebab dan akibat yang selama ini ada pada pembelajaran.

Contohnya Menyelidiki sistem dari suatu bahasa, menyelidiki/menganalisis unsur-unsur

kaidah bahasa, menyelidiki/menganalisis lambang/isyarat/tanda bunyi suatu bahasa. Dan

tujuan dari penelitian laboratorium untuk ilmu pengetahuan sosial ialah untuk

mengumpulkan data, mengadakan analisa, mengadakan test serta memberikan interpretasi

terhadapt sejumlah data, sehingga orang bisa meramalkan kecendrungan gerak dari satu

gejala sosial dalam satu masyarakat tertentu. Objek penelitiannya, baik berupa masalah-

masalah yang teoritis sifatnya maupun yang praktis, yang diteliti oleh satu tim ahli.

Sedangkan manfaat dari suatu penelitian yaitu dapat dijadikan acuan, masukan,

pertimbangan, dapat diaplikasikan langsung, dan dapat menjadi rujukan bagi penelitian

selanjutnya.

1. Kelebihan penelitian laboratorium

Kelebihan penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini lebih dapat

dipertanggungjawabkan keabsahannya karena hanya memfokuskan pada pengujian

hubungan sebab dan akibat.

2. Kekurangan penelitian laboratorium

Kekurangan atau kelemahan penelitian laboratorium adalah penelitian ini belum

tentu dapat diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari.

5. PENELITIAN DESKRIPTIF

Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif dapat digunakan pendekatan

kuantitatif  berupa pengumpulan dan pengukuran data yang berbentuk angka atau

pendekatan kualitatif berupa penggambaran keadaan secara naratif (kata-kata) apa adanya,

(Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha

mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sujana

dan Ibrahim, 1989:65). Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan

masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Dalam

pendidikan, penelitian deskriptif lebih berfungsi untuk pemecahan praktis dari pada

pengembangan ilmu pengetahuan. Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang

menjadi pusat perhatiannya, kemudian menggambarkan atau melukiskannya sebagaimana

adanya, sehingga pemanfaatan temuan penelitian ini berlaku pada saat itu pula yang belum

tentu relevan bila digunakan. Karena itu tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Tidak

menuntut adanya perlakuan atau manipulasi variabel, karena gejala dan peristiwanya telah

ada dan peneliti tinggal mendeskripsikannya. Variabel yang diteiliti bisa tunggal, atau

lebih dari satu variabel, bahkan dapat juga mendeskripsikan hubungan beberapa variabel.

Penelitian deskriptif menurut Etna Widodo dan Mukhtar (2000) kebanyakan tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih pada menggambarkan apa

adanya suatu gejala, variabel, atau keadaan. Namun demikian, tidak berarti semua

penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam penelitian

deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji melainkan bagaimana berusaha menemukan

sesuatu yang berarti sebagai alternatif dalam mengatasi masalah penelitian melalui

prosedur ilmiah.

Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian

yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian

dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang

diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana yang terdapat pada

penelitian eksperiman.

Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang

dikemukakan Furchan (2004) bahwa:

1) Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan

cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan obyektivitas, dan dilakukan secara

cermat.

2) Tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan, dan

3) Tidak adanya uji hipotesis.

Secara garis besar, manfaat/keuntungan penelitian deskriptif adalah sebagai berikut:

a. Relatif mudah dilaksanakan

b. Tidak membutuhkan kelompok kontrol sebagai pembanding.

c. Diperoleh banyak informasi penting yang dapat digunakan untuk perencanaan

program pelayanan kesehatan pada masyarakat, memberikan informasi kepada

masyarakat tentang kesehatan, mengadakan perbandingan status kesehatan.

Penelitian deskriptif memiliki keunikan sebagai berikut :

1. Penelitian deskriptif menggunakan kuesioner dan wawancara, seringkali memperoleh

responden yang sangat sedikit, akibatnya bias dalam membuat kesimpulan.

2. Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, kadangkala dalam pengumpulan

data tidak memperoleh data yang memadai.

3. Penelitian deskriptif juga memerlukan permasalahan yang harus diidentifikasi dan

dirumuskan secara jelas, agar di lapangan peneliti tidak mengalami kesulitan dalam

menjaring data yang diperlukan.

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN DESKRIPTIF

1) Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui

metode deskriptif

2) Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas

3) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian

4) melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan

5) menentukan kerangka berfikir dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian

6) mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk menentukan populasi,

sampel, teknik sampling, instrument pengumpulan data, dan menganalisis data

7) mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik

statistik yang relevan; dan  membuat laporan penelitian.

Ditinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam

meneliti, serta tempat dan waktu, penelitian ini dapat dibagi atas beberapa jenis. Menurut

Sukmadinata, N. S,  (2011), Ada beberapa variasi dalam penelitian deskriptif yaitu studi

perkembangan, studi kasus, studi kemasyarakaatan, studi perbandingan, studi hubungan,

studi waktu dan gerak, studi lanjut, studi kecendrungan, analisis kegiatan dan analisis isi

atau dokumen.

1. Studi Perkembangan, bisa mendeskripsikan sesuatu keadaan saja, tetapi bisa juga

mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-tahapan perkembangannya.

2. Studi Kasus, metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan

sesuatu kasus.

3. Studi Kemasyarakatan,  kajian intensif yang dilakukan terhadap suatu kelomok

masyarakat yang tinggal bersama di suatu daerah yang memiliki ikatan dan karakteristik

tertentu.

4. Studi Perbandingan, bentuk penelitian deskriptif  yang membandingkan dua atau lebih

dari dua situasional.

5. Studi Hubungan, disebut juga studi korelasional yang meneliti hubungan antara dua hal,

dua variabel atau lebih.

6. Studi Waktu dan Gerak, ditujukan untuk meneliti atau menguji  jumlah waktu dan

banyaknya gerak yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan.

7. Studi Kecenderungan, studi ini diarahkan untuk melihat kecenderungan perkembangan.

8. Studi Tindak Lanjut, merupakan pengumpulan data  terhadap para lulusan atau orang-

orang yang telah menyelesaikan suatu program pendidikan, latihan atau pembinaan.

9. Analisis Kegiatan, diarahkan untuk menganalisis kegiatan yang dilakukan dalam

pelaksanaan suatu tugas atau pekerjaan adalam bidang industri, bisnis, pemerintahan,

lembaga sosial dll baik dalam kegiatan produksi atau layanan jasa.

10. Anaisis Isi atau Dokumen, ditujukan untuk menghimpun dan  menganalisis dokumen-

dokumen resmi, yang valid dan keabsahannya.

Jenis - jenis penelitian deskriptif yaitu sebagai berikut :

a) Penelitian Survai

Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi

dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun,

1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti

gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Survey adalah suatu desain yang

digunakan untuk penyelidikan informasi yang berhubungan dengan prevalensi,

distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu popilasi. Pada survey tidak ada

intervensi, survey mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang, pengetahuan,

kemauan, pendapat, perilaku, dan nilai.

Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data

dokumen. Penggalian data melalui kuisioner dapat dilakukan tanya jawab langsung atau

melalui telepon, sms, e-mail maupun dengan penyebaran kuisioner melalui surat.

Wawancara dapat dilakukan juga melalui telepon, video confeence maupun tatap muka-

langsung.

Keuntungan dari survey ini adalah dapat memperoleh berbagai informasi serta

hasil dapat dipergunakan untuk tujuan lain. Akan tetapi informasi yang didapat sering

kali cenderung bersifat superfisial. Oleh karena itu pada penelitian survey akan lebih

baik jika dilaksanakan analisa secara bertahap.

Pada umumnya survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data.

Survei menganut aturan pendekatan kuantitatif, yaitu semakin sample besar, semakin

hasilnya mencerminkan populasi. Penelitian survey dapat digunakan untuk maksud

penjajakan (eksploratif), menguraikan (deskriptif), penjelasan (eksplanatory) yaitu

untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, evaluasi, prediksi atau

meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan dating, penelitian operational dan

pengembangan indikaor-indikator social.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian survey adalah

sebagai berikut:

1) Merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan survey

2) Menentukan konsep dan hipotesa awal serta menggali kepustakaan.

Dengan membentuk hipotesis awal, menentukan jenis survei yang akan dilakukan

akankah melalui surat (e-mail), wawancara (interview), atau telepon, membuat

pertanyaan-pertanyaan, menentukan kategoridari responden, dan menentukan setting

penelitian.

3) Pengambilan sampel, yaitu menentukan target populasi responden yang akan di

survei, membuat kerangka sampel survei, menentukanbesarnya sampel (menentukan

derajat keseragaman, presisi yang dikehendaki dari penelitian, rencana analisa,

tenaga, biaya, dan waktu), dan memilih sampel.

4) Pembuatan kuesioner

Penggunaan kuesioner merupakan yang pokok untuk pengumpulan data. Hasil

kuesioner akan terjelma dalam angka-angka, table-tabel, analisa statistik dan uraian

serta kesimpulan hasil penelitian. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap

muka dengan responden. Kuesioner diisi sendiri oleh kelompok, wawancara melalui

telepon dan kuesioner dapat diposkan.

5) Pekerjaan lapangan, termasuk memilih dan melatih pewawancara

Susunan tim pekerja lapangan biasanya terdiri dari staf peneliti, pengawas lapangan,

dan asisten lapangan (pewawancara). Wawancara merupakan suatu proses interaksi

dan komunikasi.

6) Mengedit dan mengkode

Memasukkan data ke komputer, mengecek ulang data yang telah dimasukkan, dan

membuat analisis statistik  data. Buku kode digunakan sebagai pedoman oleh

pengkode untuk memindahkan jawaban pertanyaan dalam kuesioner ke lembaran

IBM, kartu tabulasi atau ketempat yang telah tersedia (kotak-kotak kode) dalam

kuesioner itu sendiri.

7) Analisa dan pelaporan

Tujuan analisa adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan diinterprestasi. Laporan penelitian yang lengkap tidak hanya menyajikan

hasil penelitian tetapi juga proses penelitian iru sebagai keseluruhan.

Pokok permasalahan survei digunakan untuk:

a. Mentabulasi objek nyata (tangible)

- Suara hasil pemilihan umum

- Pekerjaan orangtua

b. Mengukur obyek tidak nyata (intangible)

- Pendapat

- Minat

- Prestasi

Contoh :

1. Minat siswa SMA mengikuti kegiatan ekstrakurikuler taekwondo

2. Tingkat kebugaran siswa SD

3. Pemahaman guru penjas terhadap KTSP di Jember

4. Kesiapan sarana prasarana untuk penjas pada jenjang SD di Jember

b) Penelitian Studi Kasus

Penelitian yang menyangkut status objek penelitian yang berkenaan dengan fase

spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Studi kasus merupakan rancangan

penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif; Misalnya satu

pasien, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi. Meskipun jumlah subyek

cenderung sedikit, jumlah variabel yang ditiliti sangat luas. Oleh karena itu sangat

penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data

dokumen. Deskripsi dari studi kasus tergantung dari keadaan kasus tetapi tetap

mempertimbangkan waktu. Keuntungan yang paling besar dari desain ini adalah

pengkajian secara rinci meskipun jumlah dari responden sedikit, sehingga akan

didapatkan gambaran satu unit subyek secara jelas. Misalnya, studi kasus tentang

mahasiswa yang drop out.

Contoh :

1. Studi kasus mahasiswa drop out.

2. Faktor penghambat kegiatan ekstrakulikuler sepakbola SMA.

3. Faktor pendukung kegiatan ekstrakulikuler sepakbola SMA.

c) Penelitian Korelasional

Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan

pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan

antara dua variabel atau lebih. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan,

memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang ada. Desain yang sering digunakan

adalah cross-sectinal. Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting, karena dengan

mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai

dengan tujuan penelitian. Menurut Gay dalam Sukardi (2008:166) menyatakan bahwa;

penelitian korelasi merupakan salah satu bagian penelitian ex-postfacto karena biasanya

peneliti tidak memanipulasi keadaan variabel yang ada dan langsung mencari

keberadaan hubungan dan tingkat hubungan variabel yang direfleksikan dalam

koefisien korelasi. Walaupun demikian ada peneliti lain seperti di antaranya Nazir

dalam Sukardi (2008:166); mengelompokkan penelitian korelasi ke dalam penelitian

deskripsi, karena penelitian tersebut juga berusaha menggambarkan kondisi yang sudah

terjadi. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan kondisi sekarang dalam

konteks kuantitatif yang direfleksikan dalam variabel. Penelitian korelasi mempunyai

tiga karakteristik penting untuk para peneliti yang hendak menggunakannya. Tiga

karakteristik tersebut, adalah:

1. Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin

melakukan manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.

2. Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.

3. Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.

Tujuan Penelitian Korelasional adalah:

Tujuan penelitian korelasional menurut Suryabrata (1994:24) adalah untuk mendeteksi

sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu

atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Sedangkan menurut Gay

dalam Emzir (2007:38), Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan

hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat

prediksi. Studi hubungan biasanya menyelidiki sejumlah variabel yang dipercaya

berhubungan dengan suatu variabel mayor, seperti hasil belajar variabel yang ternyata

tidak mempunyai hubungan yang tinggi dieliminasi dari perhatian selanjutnya.

Bentuk korelasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Korelasi sederhana

1 variabel sebab dengan 1 variabel akibat.

2. Korelasi parsial

1 variabel sebab, yang dikontrol oleh variabel sebab yang lain dengan 1 variabel

akibat.

3. Korelasi ganda

2 atau lebih variabel sebab secara bersama-sama dengan 1 variabel akibat.

Contoh:

a. Hubungan latar belakang pendidikan SMA, pendidikan orangtua terhadap IPK

Mahasiswa FKIP UNEJ

b. Kontribusi kekuatan lengan, panjang lengan, kekuatan tangan terhadap kemampuan

lempar bola siswa SD

d) Penelitian Studi Perkembangan

Metode penelitian deskriptif dengan studi perkembangan (developmental study)

seringkali dilakukan peneliti di bidang psikologi atau bidang pendidikan yang erat

kaitannya dengan tingkah laku. Sasaran penelitian ini menyangkut variabel yang

berhubungan dengan tingkah laku, baik itu secara individu atau kelompok. Penelitian

tersebut akan menarik variabel dengan membedakan pertumbuhan, kedewasaan, dan

tingkat umur subjek yang diteliti. Studi perkembangan ini biasanya dilaksanakan pada

periode longitudinal di waktu tertentu, studi ini bertujuan menemukan dimensi

perkembangan pada seorang responden. Dimensi yang sering diteliti misalnya, emosi,

fisik, intelektual, dan perkembangan sosial anak. Studi perkembangan ini dapat

dilakukan secara baik, baik itu dengan cross sectional maupun longitudinal. Jika

penelitian dilaksanakan dengan menggunakan model crosssectional, maka peneliti di

waktu yang sama serta simultan dengan menggunakan aneka variabel untuk diteliti.

Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan lalu dikomparasikan. Selain penelitian

perkembangan model longitudinal, peneliti menggunakan sampel seorang responden 

individu atau dalam suatu kelompok, misal satu kelas di satu sekolah, lalu dicermati

dan diteliti perkembangannya dalam jangka waktu tertentu misalnya selama 2 bulan, 6

bulan, atau 12 bulan. Semua yang terjadi didokumentasikan untuk kemudian digunakan

sebagai sumber informasi untuk menganalisis guna menghasilkan tujuan penelitian atau

mencari solusi sebuah permasalahan.

e) Penelitian Deskriptif Studi Kelanjutan

Penelitian deskriptif dengan studi kelanjutan ini seringkali dilakukan peneliti

untuk menentukan status responden setelah dilakukannya suatu perlakuan, misalnya

studi kelanjutan program pendidikan. Studi kelanjutan ini dilaksanakan untuk

melaksanakan evaluasi eksternal dan evaluasi internal, setelah responden atau subjek

penelitian ini menerima suatu studi atau perlakuan dalam sebuah lembaga pendidikan.

Misalnya, Badan Akreditasi Nasional mengharapkan ada informasi mengenai tingkat

serapan alumni suatu lembaga pendidikan tingkat perguruan tinggi di dunia kerja.

Dalam studi kelanjutan ini, peneliti mengenal istilah outcome(hasil)

dan output (keluaran). Data outcome (hasil) adalah menyangkut mengenai pengaruh

suatu tindakan atau perlakuan subjek sasaran dan kaitannya dengan masyarakat,

sedangkanOutput (keluaran) adalah hal yang menyangkut informasi hasil akhir setelah

suatu program yang dilaksanakan subjek sasaran selesai.

f) Penelitian Deskriptif Analisis dokumenter

Studi ini sering juga disebut analisi isi yang juga dapat digunakan untuk

menyelidiki variabel sosiologis dan psikologis.Penelitian yang dirancang untuk

mengumpulkan informasi tetapi melalui pengujian arsip dan dokumen. Penelitian ini

juga disebut sebagai penelitian analisis isi (content analisys). Peneliti bekerja secara

obyektif dan sistematis untuk mendeskripsikan isi bahan komunikasi melalui

pendekatan kuantitatif.

g) Penelitian Deskriptif Ex Post Facto 

Penelitian dengan rancangan Ex Post Facto sering disebut dengan after the fact.

Artinya, penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi, dan disebut juga

sebagai restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran

kembali. Terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke

belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.

Dalam pengertian yang lebih khusus, (Furchan, 383:2002) menguraikan bahwa

penelitian ex post facto adalah penelitian yang dilakukan sesudah perbedaan-perbedaan

dalam variable bebas terikat karena perkembangan suatu kejadian secara alami.

Penelitian ex post facto menguji apa yang telah terjadi pada subjek. Ex post

factos ecara harfiah berarti "sesudah fakta", karena kausa atau sebab yang diselidiki

tersebut sudah berpengaruh terhadap variabel lain. Penelitian ini disebut penelitian

kausal komparatif karena dimaksud untuk menyelidiki kausa yang mungkin untuk suatu

pola prilaku yang dilakukan dengan cara membandingkan subjek dimana pola tersebut

ada dengan subjek yang serupa dimana pola tersebut tidak ada atau berbeda (Glass &

Hopkin, 1979). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah satu atau

lebih kondisi yang sudah terjadi mungkin menyebabkan perbedaan perilaku pada

subjek. Dengan kata lain, penelitian ini untuk menentukan apakah perbedaan yang

terjadi antar kelompok subjek (dalam variabel independen) menyebabkan terjadinya

perbedaan pada variabel dependen.

Hanya saja dalam penelitian ex Post facto tidak ada manipulasi kondisi karena

kondisi tersebut sudah terjadi sebelum penelitian ini mulai dilaksanakan. Karena itu

penelitian ini memerlukan waktu yang relatif singkat.

Sebagai contoh, seorang peneliti tertarik untuk menyelidiki pengaruh broken

home (perpecahan antar orang tua) terhadap tingkat kenakalan remaja. Dalam hal ini

peneliti tidak mungkin melakukan eksperimen karena ia tidak mungkin memanipulasi

kondisi subjek (membuat agar terjadi broken home pada keluarga/orang tua mereka)

kemudian mengukur tingkat kenakalan remaja. Meskipun demikian, pengaruh tersebut

dapat diuji dengan cara membandingkan tingkat kenakalan remaja yang berasal dari

keluarga yang broken home dan yang harmonis jika pengaruh tersebut memang ada,

maka anak yang berasal dari keluarga broken home mempunyai tingkat kenakalan yang

lebih tinggi daripada mereka yang berasal dari keluarga yang harmonis.

Karena tidak melibatkan manipulasi, maka interprestasi hasil penelitian ini perlu

dilakukan dengan hati-hati. Dalam kasus contoh diatas, misalnya peneliti tidak yakin

bahwa perbedaan tingkat kenakalan antar kelompok subjek tersebut terjadi

karena broken home yang dialami oleh orang tua salah satu kelompok subjek. Hal ini

karena tingkat kenakalan tersebut hanya diukur sekali, yakni setelah terjadinya broken

home. Karena itu dalam menafsirkan hasil penelitian ini, peneliti dihadapkan pada

pertanyaan : apakah broken home mendorong kenakalan pada anak?. Apakah tingkat

kenakalan yang tinggi pads anak dari keluarga broken home sudah terjadi sebelum

timbulnya broken home?. Apakah perbedaan tersebut karena pengaruh orang tua yakni,

tingkat "kenakalan" orang tua yang broken home lebih tinggi daripada orang tua yang

harmonis? Ataukah kenakalan tersebut muncul karena adanya faktor lain, misalnya

kurangnya perhatian orang tua mereka, yang dapat terjadi pada keluarga broken

home maupun yang harmonis?. Meskipun interprestasinya terbatas, dalam bidang

pendidikan hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi kemungkinan

adanya hubungan kausal dari pola variasi kondisi yang diamati.

Langkah-langkah penelitian ex post facto:

a) Perumusan masalah, masalah yang ditetapkan harus mengandung sebab atau kausa

bagi munculnya variabel dependen, yang dapat diketahui berdasarkan hasil-hasil

penelitian yang pernah dilakukan atau penafsiran peneliti terhadap hasil observasi

fenomena yang sedang diteliti.

b) Setelah masalah dirumuskan, peneliti harus mampu mengidentifikasi hipotesis

tandingan atau alternatif yang mungkin dapat menerangkan hubungan antar variabel

independen dan dependen.

c) Penentuan kelompok subjek yang akan dibandingkan.

d) Pengumpulan data. Hanya data yang diperlukan yang dikumpulkan, balk yang

berkenan dengan variabel dependen maupun berkenaan dengan faktor yang

dimungkinkan memunculkan hipotesis tandingan. Karena penelitian ini menyelidiki

fenomena yang sudah terjadi, seringkali data yang diperlukan sudah tersedia

sehingga peneliti tinggai memilih sumber yang sesuai. Disamping itu berbagai

instrumen seperti tes, angket, interview, dapat digunakan untuk mengumpulkan data

bagi peneliti.

e) Analisis data. Teknik analisis data yang digunakan serupa dengan yang digunakan

dalam penelitian diferensial maupun eksperimen, dimana perbandingan nilai

variabel dependen dilakukan antar kelompok subjek atas dasar faktor yang menjadi

konsen.

f) Penafsiran basil. Pernyataan sebab akibat dalam penelitian ini perlu dilakukan

secara hati-hati. Kualitas hubungan antar variabel independen dan dependen sangat

tergantung pada kemampuan peneliti untuk memilih kelompok perbandingan yang

homogen dan keyakinan bahwa munculnya hipotesis tandingan dapat dicegah.

Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses

pengumpulan dan analisis penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses

perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dengan demikian maka pengembangan

rancangan deskriptif menjelaskan langkah-langkah sistematis yang ditempuh dalam

penelitian deskriptif:

1. Mengidentifikasi dan Memilih Masalah yang Akan Diteliti

Identifikasi masalah merupakan upaya mengelompokam, mengurutkan

sekaligus memetakan masalah berdasarkan bidang-bidang studi, (Sukmadinata, N.S,

2011). Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek

permasalahan yang muncul dan berkaitan dengan masalah atau variabel yang akan

diteliti, Riduwan, (2009).

Menurut Sukmadinata, N. S,  (2011), dalam megidentifikasi masalah

sebaiknya menggunakan sumber, baik sumber resmi pernyataan resmi, kesimpulan

seminar atau kenyataan faktual. Melalui proses ini maka akan dapat diketahui

gambaran masalah yang akan diteliti. Gambaran masalah yang telah teridentifikasi

dihubungkan, dibandingkan satu sama lain, kemudian diurutkan berdasarkan

rangking yang paling penting, mendesak sampai paling kurang. Meskipun telah

diurutkan berdasarkan tingkat urgensi, masalah-masalah yang telah teridentifikasi

perlu dipilih dengan pertimbangan minat dan kemampuan peneliti, lokasi dan

sumber data, waktu, dana dll.

Menurut Sukmadinata, N. S,  (2011), untuk memecahkan masalah atau

menentukan suatu tindakan diperlukan sejumlah informasi. Informasi tersebut

dikumpulkan melalui proses penelitian deskriptif. Masih menurut Sukmadinata, N.

S,  (2011), bahwa ada beberapa informasi yang bisa diperoleh melalui penelitian

deskriptif bagi pemecahan masalah yaitu : 1) bagaimana keadaan sekarang, 2)

informasi yang kita inginkan dan 3) bagaimana sampai ke sana, bagaimana

mencapainya.

2. Merumuskan dan Mengadakan Pembatasan Masalah

Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, lalu perlu dirumuskan. Rumusan

masalah merupakan pemetaan faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait

dengan fokus masalah (Sukmadinata, N. S,  2011). Perumusan ini penting, karena

berdasarkan rumusan tersebut maka peneliti dapat menentukan metode penelitian,

metode pengumpulan data, pengolahan data maupun analisis dan penyimpulan hasil

penelitian.

Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian terarah, terfokus,  dan tidak

melenceng ke mana-mana (Riduwan, 2009). Perlu diperhatikan bahwa sifat masalah

akan menentukan cara-cara pendekatan yang sesuai dan akhirnya akan menentukan

rancangan penelitiannya. Perumusan masalah berhubungan dengan tujuan dan

metode yang digunakan, (Sukmadinata, N. S,  2011). Kalau tujuan penelitian

diarahkan untuk memperoleh gambaran dan deskripsi secara rinci, sistematis dan

akurat suatu fenomena maka metode penelitian yang digunakan adalah metode

deskriptif kuantitatif maupun kualitatif.

Jika tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan atau komparasi suatu

variabel maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif

korelasi atau komparasi. Selain untuk mendeskripsikan suatu fenomena, penelitian

deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui

hubungan atas satu variabel kepada variabel lain. Suharsimi, A, (2005), menyatakan

karena itu pula penelitian komparasi dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok

penelitian deskriptif.

3. Melakukan Kajian Pustaka

Setelah masalah penelitian ditetapkan, selanjutnya pada tahapan ini peneliti

mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya dengan cara melakukan

kajian pustaka. Tujuan kajian pustaka adalah untuk memperoleh informasi yang

relevan dengan masalah yang diteliti, memperdalam pengetahuan tentang obyek

(variabel) yang diteliti, mengkaji teori dasar yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti, mengkaji temua penelitian terdahulu, dan mencari informasi aspek masalah

yang belum tergarap.

Sumber kajian pustaka dapat diperoleh dari sumber primer dan sekunder.

Sumber primer merupakan karangan asli yang ditulis oleh orang lain secara

langsung mengalami, melihat dan mengerjakan sendiri. Sumber sekunder adalah

tulisan tentang penelitian orang lain. Bahan pustaka yang biasanya tersedia

diperpustakaan adalah ensiklopedia, kamus, buku-buku teks dan buku referensi,

buku pegangan, biografi, indeks, abstrak laporan penelitian, majalah, jurnal dan

surat kabar, skripsi, tesis, desertasi.

4. Membuat Asumsi atau Anggapan-Anggapan

Asumsi dalam konteks penelitian diartikan sebagai anggapan dasar, yaitu suatu

pernyataan atau sesuatau yang diakui kebenarannya atau dianggap benar tanpa harus

dibuktikan lebih dahulu. Asumsi penelitian merupakan pijakan berpikir dan

bertindak dalam melaksanakan penelitian. Menurut sifatnya ada tiga jenis asumsi,

yaitu asumsi konseptual, asumsi situasional dan asumsi operasional. Asumsi

konseptual berakar pada pengakuan akan kebenaran suatu konsep atau teori. Asumsi

situasional diperlukan untuk mengantisipasi adanya kondisi lokal atau situasi yang

bersifat sementara yang berpotensi mempengaruhi berlakunya suatu hukum atau

prinsip yang dapat menggoyahkan rancangan penelitian. Asumsi operasional

bertolak dari masalah-masalah operasional yang masih dalam jangkauan

pengendalian peneliti.

5. Merumuskan Hipotesis Penelitian, Bila Ada

Hipotesis merupakan dugaan sementara atas permasalahan yang diteliti.

Penelitain deskriptif diperlukan perumusan hipotesis atau tidak tergantung pada

masalah dan tujuan yang telah dirumuskan, (Sukmadinata, N. S, 2011). Penelitian

deskriptif yang ditujukan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan

akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu tanpa

membandingkan atau menghungkan, tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian,

sebuah penelitian deskriptif yang dirancang untuk membuat komparasi atau

hubungan perlu merumuskan hipotesis.

6. Menentukan Populasi, Sampel, Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang berbeda pada sustu

wilayah dan memenuhi sayarat-syarat tertentu berkaitan  masalah yang diteliti,

(Martono, N, 2011). Kemudian dijelaskan bahwa sampel merupakan bagian dari

populasi  yang memiliki ciri-ciri atau keaadan tertentu yang akan diteliti. Terkait

dengan hal ini dalam penelitian deskriptif juga dilakukan penentuan sampel baik

dengan teknik probability  maupun non probability.

7. Menentukan Instrumen

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti.

Instrumen atau alat pengumpul data harus sesuai dengan tujuan pengumpulan data.

Sumber data dan jenis data yang akan dikumpulkan harus jelas. Instrumen penelitian

yang digunakan harus memenuhi persyaratan validitas (kesahihan) dan reliabilitas

(keterandalan), paling tidak ditinjau dari segi isinya sesuai dengan variabel yang

diukur. Prosedur pengembangan instrumen pengumpul data perlu dijelaskan tentang

proses uji coba, analisis butir tes, uji kesahihan dan uji keterandalan. Dalam

penelitian deskriptif kuantitaif, instrumen yang sering digunakan adalah angket

(kusioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan.

8. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yaitu wawancara, angket, observasi

dan studi dokumenter, Sukmadinata, N. S,  (2011). Terdapat perbedaan penelitian

deskriptif dengan penelitian survey dalam hal teknik pengumpulan data. Menurut

Sukmadinata, N. S, (2011), kajian deskriptif lebih luas dibanding survey karena

mencakup penelitia observasi dan studi dokumenter, sedangkan survey terbatas pada

penggunaan wawancara dan angket.

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan percakapan dengan responden atau narasumber. Angket atau kuisioner

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyataan atau penrnyataan tertulis kepada responden untuk dijawab,

(Sugiyono, 2010). Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung,

(Sukmadinata, N. S,  (2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa teknik studi dokumen

merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisa

dokumen-dokumen tertulis gambar maupun elektronik.

9. Analisis Data

Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, analisis data hasil penelitian

dibedakan menjadi dua, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis

kuantitatif digunakan untuk data yang dapat diklasifikasi dalam bentuk angka-angka.

Analisis kualitatif digunakan untuk data yang bersifat uraian kalimat (data narartif)

yang tidak dapat diubah dalam bentuk angka-angka.

Data yang bersifat kauntitaif pada penelitian deskriptif mutlak dianalisa

dengan mengguakan statistis. Statistik deskriptif  digunakan menganalisa data yang

bersifat kuantitatif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data apa

adanya.  Statistik deskriptif bisa berupa rata-rata hitung (mean), median,

modus,  kadang-kadang persentase dll. Menurut Sugiono, (2010), statistik deskriptif

juga dapat dilakukan mencari kuatnya hubungan antar variabel melalui analisis

korelasi, melakukan prediksi dengan analisi regresi dan membuat perbandingan

dengan membandingkan rata-rata data sampel atau populasi.

10.Menarik Kesimpulan atau Generalisasi

Akhirnya dalam kesimpulan harus mencerminkan jawaban dari pertanyaan

yang diajukan. Jangan sampai antara masalah penelitian, tujuan penelitian, landasan

teori, data, analisis data dan kesimpulan tidak ada runtutan yang jelas. Jika rumusan

masalah dan tujuan dalam penelitian deskriptif hanya ingin menjelaskan suatu

fenomena secara deskriptif maka kesimpulan yang dikemukakan hanya bersifat

deskriptif. Jika peneltian deskriptif yang bersifat membandingkan atau mencari

hubungan maka kesimpulan akhir menggambarkan adanya perbedaan atau hubungan

terkait dengan masalah yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Ary, Donald., et al. 2010. Introduction to Research in Education (8th ed). Wadsworth:

Cengage Learning.

Asikin, Moh. Khoirul Anwar, dan Pujiadi. 2009.  Cara Cepat & Cerdas Menguasai

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru. Semarang : Manunggal Karso.

Khoiri,Nur. 2009. Model dan Jenis dalam Penelitian. Jepara : INISNU.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta : Alfhabeta

Mulyatiningsih, Endang.2012.Modul Penelitian Tindakan Kelas. (online) (diakses 16 Maret

2013)(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-mulyatiningsih-

mpd/8cmetode-penelitian-tindakan-kelas.pdf)