Jenis Dan Rancangan Penelitian
-
Upload
liana-safitri-cassinotweest -
Category
Documents
-
view
180 -
download
1
Transcript of Jenis Dan Rancangan Penelitian
JENIS-JENIS dan RANCANGAN PENELITIAN
1. PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Menurut Kemmis dan McTaggart (1982) mengemukakan bahwa PTK adalah cara
suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi sebuah kondisi dimana mereka
dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses
oleh orang lain. Senada dengan pendapat di atas, Raka Joni, dkk (1998) mengartikan
penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan
mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan
yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran
tersebut dilakukan. Jadi, Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu jenis
penelitian tindakan yang dilaksanakan oleh praktisi pendidikan (khususnya guru, dosen,
atau instruktur) dalam proses pembelajaran di kelas.
Fraenkel, dkk (2012:596) menyebutkan sekurang-kurangnya lima manfaat
penelitian tindakan kelas, yaitu:
1. PTK dapat dilakukan oleh hampir semua ahli di semua tipe sekolah, semua level, guru
kelas baik secara individu maupun berkelompok, ataupun pimpinan sekolah.
2. PTK dapat memperbaiki praktik pendidikan; membantu praktisi pendidikan (guru,
pimpinan sekolah) dalam meningkatkan kompetensi terhadap apa yang mereka
lakukan.
3. PTK memberi ruang kepada guru atau praktisi lain untuk mengadakan penelitian
mereka sendiri sehingga dapat mengembangkan cara-cara yang lebih efektif untuk
mempraktikkan keahlian-keahlian mereka sendiri.
4. PTK membantu guru mengidentifkasi masalah-masalah dan isu-isu secara sistematis.
5. PTK dapat membangun sebuah komunitas yang berorientasi penelitian ilmiah di dalam
sekolah itu sendiri
Ada empat jenis PTK, yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK
empiris, dan (4) PTK eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut
dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.
1. PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang
dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti
mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian.
Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan,
pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah
atau kelas.
2. PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila
orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses
penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan
demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya
peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data
serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga
dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini
peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal
sampai berakhir penelitian.
3. PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti
berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang
dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses
penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman
penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
4. PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah
apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau
strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di
dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih
dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan
instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat
menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan
pengajaran.
Penelitian tindakan (termasuk PTK) dilakukan dalam suatu siklus (putaran)
tertentu. Setiap siklus terdiri dari sejumlah langkah yang harus dikerjakan peneliti. Ada
beberapa model rancangan yang dikemukakan para pakar. Pada kesempatan ini
dikemukakan tiga model di antaranya, yaitu (1) model Kurt Lewin, (2) model Kemmis &
Taggart, dan (3) model John Elliot.
1. Rancangan Penelitian Tindakan model Kurt Lewin
Rancangan model Kurt Lewin merupakan model dasar yang kemudian
dikembangkan oleh ahli-ahli lain. Penelitian tindakan, menurut Kurt Lewin, terdiri
dari empat komponen kegiatan yang dipandang sebagai satu siklus, yaitu:
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting). Digambarkan dalam sebuah bagan, model ini tampak sebagai berikut.
ACTING
PLANNING OBSERVING
REFLECTING
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin
Pada awalnya proses penelitian dimulai dari perencanaan, namun karena ke
empat komponen tersebut berfungsi dalam suatu kegiatan yang berupa siklus, maka
untuk selanjutnya masing-masing berperan secara berkesinambungan.
2. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kemmis & McTaggart
Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih
lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip
antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami.
Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing
terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act &
observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang-
ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar,
rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:
Gambar 2. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kemmis & Taggart
Langkah pertama pada setiap siklus adalah penyusunan rencana tindakan.
Tahapan berikutnya pelaksanaan dan sekaligus pengamatan terhadap pelaksanaan
tindakan. Hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk refleksi. Apabila hasil
refleksi siklus pertama menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan belum memberikan
P
L
A
N
1
2
ACT & OBSERVE
REFLECT
3
R P
E L
V A
I N
S
E
D
4ACT & OBSERVE
5
REFLECT
6
R P
E L
V A
I N
S
E
D
7ACT & OBSERVE
8
REFLECT
9
hasil sebagaimana diharapkan, maka berikutnya disusun lagi rencana untuk
dilaksanakan pada siklus kedua. Demikian seterusnya sampai hasil yang dinginkan
benar-benar tercapai.
3. Rancangan Penelitian Tindakan Model John Elliott
Seperti halnya model Kemmis & McTaggart, model John Elliott juga merupakan
pengembangan lebih lanjut dari model Lewin. Elliott mencoba menggambarkan
secara lebih rinci langkah demi langkah yang harus dilakukan peneliti. Ide dasarnya
sama, dimulai dari penemuan masalah kemudian dirancang tindakan tertentu yang
dianggap mampu memecahkan masalah tersebut, kemudian diimplementasikan,
dimonitor, dan selanjutnya dilakukan tindakan berikutnya jika dianggap perlu.
Berikut ini adalah bagan model PTK versi John Elliott.
SIKLUS
I
Ide Awal
Temuan fakta dan Analisis
Perencanaan Umum langkah Tindakan 1,2,3
Monitoring Imple-mentasi dan
Implementasi langkah Tindakan
Penjelasan Kegagalan tentang Implementasi
Revisi Peren-canaan Umum
II
III
Gambar 3. Rancangan Penelitian Tindakan Model John Elliot
(versi revisi model Lewin)
Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas
Secara garis besar dari beberapa model PTK yang telah dijelaskan di atas, terdapat
4 tahapan yang biasa dilalui pada PTK yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan dan (4) refleksi. Adapun perincian dari tiap tahap adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan
Perbaikan Perencanaan Langkah Tindakan 1,2,3
Implementasi Langkah BerikutnyaMonitoring
Implementasi dan efeknya
Penjelasan Kegagalan dan efeknya
Revisi Ide Umum
Perbaikan Perencanaan Langkah 1,2,3
Monitoring Implementasi dan Efek
Implementasi Langkah Berikutnya
Penjelasan kegagalan pelak. & efeknya
Pada tahap perencanaan, peneliti menentukan fokus permasalahan yang akan diteliti,
kemudian membuat perangkat pembelajaran serta instrumen pengamatan untuk
menjaring data dan fakta yang terjadi pada waktu proses tindakan berlangsung. Secara
rinci tahap perencanaan adalah sebagai berikut:
- Mengidentifikasi dan menganalisis masalah. Masalah tersebut harus diangkat dari
permasalah di lapangan, masalahnya harus penting dan bermanfaat bagi peningkatan
mutu hasil pembelajaran.
- Menetapkan alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, yang akan menjadi latar
belakang PTK Merumuskan masalah secara jelas, berupa kalimat pertanyaan.
- Menentukan berbagai alternatif tindakan pemecahan masalah dan memilih tindakan
yang paling tepat.
- Membuat intrumen pengumpul data dan menentukan indikator keberhasilan tindakan.
2) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, strategi dan rencana pembelajaran yang telah disiapkan
pada tahap perencanaan, dilaksanakan. Pada tahap ini guru harus ingat dan mentaati apa
yang dirumuskan dalam rencana pembelajaran, berlaku wajar dan tidak dibuat-buat.
3)Pengamatan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pencatatan semua hal yang diperlukan dan
yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data dilakukan
dengan bantuan format observasi yang telah dipersiapkan, termasuk juga pengamatan
secara cermat pelaksanaan tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya terhadap
proses dan hasil belajar siswa. Data dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil
tes, kuis, prentasi, nilai tugas dll) atau data kualitatif (keaktifan siswa, antusiasme
siswa, mutu diskusi yang dilakukan, kreatifitas siswa dll).
4) Refleksi
Tahap refleksi dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah
dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul kemudian dilakukan evaluasi guna
menyempurnakan tindakan berikutnya.
2. PENELITIAN EKSPERIMEN
Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen adalah suatu penelitian
yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari
hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimen erat kaitanya dalam
menguji suatu hipotesis dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan
perubahan terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan. Penelitian eksperimen
merupakan suatu penelitian yang menjawab pertanyaan “jika kita melakukan sesuatu pada
kondisi yang dikontrol secara ketat maka apakah yang akan terjadi?”. Untuk mengetahui
apakah ada perubahan atau tidak pada suatu keadaan yang di control secara ketat maka
kita memerlukan perlakuan (treatment) pada kondisi tersebut dan hal inilah yang
dilakukan pada penelitian eksperimen. Sehingga penelitian eksperimen dapat dikatakan
sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiono : 2010).
Secara umum di dalam pembicaraan penelitian dikenal adanya dua penelitian
eksperimen yaitu: eksperimen betul (true experiment) dan eksperimen tidak betul-betul
tetapi hanya mirip eksperimen. Itulah sebabnya maka penelitian yang kedua ini dikenal
sebagai “penelitian pura-pura” atau quasi experiment.
Contohnya dalam bidang fisika penelitian-penelitian dapat menggunakan desain
eksperimen karna variabel-variabel dapat di pilih dan variable lain dapat mempengaruhi
proses eksperimen dan dapat dikontrol secara tepat, adapun cotohnya dalam bidang fisika
mencari pengaruh panas terhadap muai panjang suatu benda. Dalam hal ini variasi panas
dan muai panjang dapat di ukur secara teliti, dan penelitian dilakukan dilaboratorium,
sehingga pengaruh-pengaruh variable lain dari luar dapat di control. Sedangkan dalam
penelitian social khususnya pendidikan, desain eksperimen yang digunakan untuk
penelitian akan sulit mendapatkan hasil yang akurat, karna banyak variable luar yang
berpengaruh dan sulit mengontrolnya adapun contohnya mencari pengaruh metode
kontekstual terhadap kecepatan pemahaman murid dalam pelajaran matematika.
Bentuk Penelitian Eksperimental
1. Pre-experimental
Pada pre-experimental ini sumber-sumber yang mempengaruhi validitas internal
sulit dikontrol, sehingga hasil penelitian bukan bentuk-bentuk dari pengaruh variabel
yang dipilih oleh peneliti.
Bentuk pre-experimental ada beberapa macam yaitu :
a. One – Shot Case Study
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut,
X O
Dimana : X = treatment yang diberikan/variabel independen yang
merupakan sebab
O = Observasi/variabel dependen yang merupakan akibat
Misal : X = training pada karyawan
O = prestasi kerja
b. One-Group Pretest-Post test
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut,
O1 X O2
Dimana : O1 , diadakan pre test sebelum diberi treatment
O2 , diukur dengan post test setelah ditreatment
X = Treatment
Misal : O1= prestasi kerja karyawan sebelum diberi training,
dites terlebih dahulu
O2= prestasi kerja karyawan setelah diberi training,
kemudian ditest
X = Training
Pengaruh treatment adalah O2 - O1, hasil O2 dan O1 diperbandingkan
apakah terjadi perbedaan statistik yang signifikan.
c. Intact – Group Comparison
Desain ini dapat digambarkan seperti berikut,
X O1 O2
Dimana : O1 = hasil pengukuran kelompok yang ditreatmen
O2 = hasil pengukuran kelompok yang tidak diberi
treatmen
X
=Treatmen
Misal : O1 = adalah prestasi kerja karyawan setelah diberi
training
O2 = adalah prestasi kerja karyawan tanpa diberi treatmen
Pengaruh treatmen adalah O1 – O2 , O1 dan O2 diperbandingkan
apakah terjadi perbedaan statistik yang signifikan.
2. True Experimental
Dikatakan true experimental (eksperimental yang betul-betul) karena dengan
desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi
eksperimen. Dengan demikian validitas internal penelitian menjadi tinggi. Ciri utama
dari true experimental adalah, sample dipilih secara random dan ada kelompok
kontrol.
Bentuk-bentuk true experimental adalah:
a. Post test - Only Control Design
Desain tersebut dapat digambarkan seperti berikut :
R X
R
O1
O2
Dimana : R =Random
X =treatmen
O1= kelompok satu diberi treatmen
O2= kelompok dua tanpa diberi treatmen
Pengaruh adanya treatmen adalah O1 – O2 .
Ada dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random. Kelompok satu
diberi treatmen dan disebut sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelompok
kedua tidak diberi treatmen kelompok ini disebut sebagai kelompok kontrol. Setelah
kelompok eksperimen diberi treatmen, kelompok tersebut di tes, demikian juga
dengan kelompok kontrol. Hasil ke dua kelompok itu diperbandingkan apakah ada
perbedaan statistik yang signifikan.
b. Pre test – Control Group Design
Desain tersebut dapat digambarkan seperti berikut :
R O1 X O2
R O3 O4 O2
Dimana : R = Random
O1 dan O2 = dua kelompok yang dipilih secara random kemudian diberi pre tes
(kelompok eksperimen)
X = treatmen
O3 dan O4 = dua kelompok yang dipilih secara random, sebagai kelompok
kontrol.
Dalam bentuk ini, dua kelompok yang telah dipilih secara random diberi pre
tes. Kelompok eksperimen kemudian diberi treatmen, sementara kelompok yang
tidak diberi treatmen sebagai kelompok kontrol. Setelah itu hasil dari kelompok
eksperimen dan dari kelompok kontrol diperbandingkan apakah ada perbedaan
secara statistik yang signifikan. Hasil pre tes yang baik bila ada kesamaan
karakteristik antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
3. Factorial Design
Desain factorial merupakan modifikasi dari desain true experimental, yaitu dengan
memperhatikan kemungkinan ada variabel moderator yang mempengaruhi
treatmen (variabel independen)terhadap hasil (variabel dependen).
Desain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
R O1 X Y1 O2
R O3 Y1 O4
R O5 X Y2 O6
R O7 Y2 O8
Variabel moderator adalah Y1 dan Y2
Pada desain ini semua kelompok dipilih secara random, ada 4 kelompok yang
dipilih. Kelompok yang diberi treatmen adalah :
Kelompok laki-laki ( O1 ) dan kelompok perempuan ( O5 ). Kelompok yang tidak
diberi treatmen adalah : kelompok laki-laki ( O3 ) dan kelompok perempuan ( O7 )
Sebelumnya semua kelompok diberi pre test. Harapannya semua kelompok
mempunyai hasil tes yang sama. Namun apabila ada perbedaan, maka perbedaan
inilah yang akan diteliti.
Contoh :
Suatu penelitian untuk mengetahui perubahan penampilan luar (kemasan) suatu
produk terhadap pemilihan produk. Untuk itu dipilih empat kelompok secara random.
Variabel moderatornya adalah jenis kelamin, yaitu laki-laki (Y1) dan perempuan (Y2).
Treatmen yang berupa pengenalan kemasan baru diberikan pada kelompok
eksperimen laki-laki (O1) dan disuruh memilih produk baru tersebut. Treatmen
(pengenalan kemasan baru) juga diberikan pada kelompok eksperimen perempuan
(O5) dan juga disuruh memilih produk baru tersebut. Pengaruh treatmen untuk
kelompok laki-laki adalah :
( O2 - O1 ) – ( O4 - O3 )
Pengaruh treatmen untuk kelompok perempuan adalah :
( O6 – O5 ) – ( O8 – O7 )
Apabila terdapat perbedaan pengaruh kemasan baru terhadap pemilihan produk
baru antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, maka penyebab utamanya
adalah bukan karena treatmen yang diberikan (karena treatmen yang diberikan sama)
tetapi karena adanya akibat yang ditimbulkan oleh variabel moderator ( misal selera :
selera lakilaki- berbeda dengan selera perempuan dan lain sebaganya).
4. Quasi Eksperimental
Desain ini termasuk bentuk true ekxperimental. Desain ini mempunyai kelompok
nkontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya. Untuk mengontrol variabel-variabel
luar yang mempengaruhi eksperimen.
Bentuk-bentuk quasi eksperimental adalah :
a. Time Series Desaign = Desain serial waktu
Desain serial waktu melakukan pengukuran berulang-ulang, sebelum dan sesudah
eksperimen.
Bentuk dari desain tersebut adalah :
O1 O2 O3 O4 X O5 O6 O7 O8
Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dipilih
secara random. Hanya ada satu kelompok saja dalam desain ini. Sebelum diberi
treatmen kelompok diberi pre tes sampai empat kali. Dengan empat kali tes
keadaan keadaan kelompok dapat diketahui. Setelah itu kelompok diberi treatmen.
Setelah diberi treatmen kelompok diberi post tet sampai empat kali juga. Besarnya
pengaruh treatmen adalah :
( O5 + O6 + O7 + O8 ) – ( O1 + O2 + O3 + O4 )
b. Nonequivalent Control Group Design
Desain ini hampir sama dengan desain sebelumnya. Pada desain ini kelompok-
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.
Bentuk desainnya sebagai berikut :
O1 X O2
O3 O4
Misal penelitian produktivitas kerja karyawan sebuah perusahaan, yang
mempunyai karakteristik yang hampir sama (misal karyawan bagian administrasi).
Kelompok karyawan tersebut dibagi menjadi. Kelompok pertama diberi pre tes
(O1 ) kemudian diberi tretmen (misal diberi training) setelah itu diberi post test
(O2 ). Kelompok ke dua diberi pre test (O3 ) dalam hal ini kelompok kedua ini tidak
diberi treatmen, detelah itu diberi post test (O4 ). Pengaruh treatmen terhadap
produktivitas kerja adalah :
(O2 – O1) – (O4 –O3 )
3. PENELITIAN PENGEMBANGAN
Penelitian pengembangan merupakan penelitian yang bertujuan menghasilkan dan
mengembangkan produk berupa prototipe, desain, materi pembelajaran, media, strategi
pembelajaran, alat evaluasi pendidikan,dsb. Penelitian untuk memecahkan masalah praktis
dalam dunia pendidikan, masalah di kelas, yang dihadapi dosen/guru dalam pembelajaran.
Penelitian bukan untuk menguji teori, menguji hipotesis, namun menguji dan
menyempurnakan produk (Soenarto, 2008).
Metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan
untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk
dapat menghasilkan produk tertentu, digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan
dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas,
maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.
Penelitian pengembangan pendidikan sains adalah suatu jenis penelitian yang
bertujuan mengembangkan suatu produk pendidikan dan/atau pembelajaran sains serta
menvalidasi efektivitas, efisiensi, dan/atau daya tarik produk yang dihasilkan. Contoh
produk: materi pelatihan guru sains, metode pembelajaran sains, metode pembelajaran
sains, paket pembelajaran sains tercetak, paket pembelajaran sains berbentuk CD
(Soekardjo, 2008).
Langkah-langkah Penelitian Pengembangan
A. Menurut Sugiyono
Menurut Sugiyono (2011:408) langkah-langkah pelaksanaan strategi penelitian dan
pengembangan yang dilakukan untuk menghasilkan produk tertentu dan untuk menguji
keefektifan produk yang dimaksud, adalah :
a. Potensi dan masalah
Penelitian ini dapat berangkat dari adanya potensi atau masalah. Potensi
adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki suatu nilai tambah pada
produk yang diteliti. Pemberdayaan akan berakibat pada peningkatan mutu dan akan
meningkatkan pendapatan atau keuntungan dari produk yang diteliti. Masalah juga
bisa dijadikan sebagai potensi, apabila kita dapat mendayagunakannya. Sebagai
contoh sampah dapat dijadikan potensi jika kita dapat merubahnya sebagai sesuatu
yang lebih bermanfaat. Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam penelitian
harus ditunjukkan dengan data empirik.
Masalah akan terjadi jika terdapat penyimpangan antara yang diharapkan
dengan yang terjadi. Masalah ini dapat diatasi melalui R&D dengan cara meneliti
sehingga dapat ditemukan suatu model, pola atau sistem penanganan terpadu yang
efektif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Mengumpulkan Informasi dan Studi Literatur
Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukan secara faktual, maka selanjutnya
perlu dikumpulkan berbagai informasi dan studi literatur yang dapat digunakan
sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi
masalah tersebut.
Studi ini ditujukan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan-landasan
teoretis yang memperkuat suatu produk. Produk pendidikan, terutama produk yang
berbentuk model, program, sistem, pendekatan, software dan sejenisnya memiliki
dasar-dasar konsep atau teori tertentu. Untuk menggali konsep-konsep atau teori-teori
yang mendukung suatu produk perlu dilakukan kajian literatur secara intensif. Melalui
studi literatur juga dikaji ruang lingkup suatu produk, keluasan penggunaan, kondisi-
kondisi pendukung agar produk dapat digunakan atau diimplementasikan secara
optimal, serta keunggulan dan keterbatasannya. Studi literatur juga diperlukan untuk
mengetahui langkah-langkah yang paling tepat dalam pengembangan produk tersebut.
Produk yang dikembangkan dalam pendidikan dapat berupa perangkat keras
seperti alat bantu pembelajaran, buku, modul atau paket belajar, dll., atau perangkat
lunak seperti program-program pendidikan dan pembelajaran, model-model
pendidikan, kurikulum, implementasi, evaluasi, instrumen pengukuran, dll. Beberapa
kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih produk yang akan dikembangkan.
c. Desain Produk
Produk yang dihasilkan dalam produk penelitian research and development
bermacam-macam. Sebagai contoh dalam bidang tekhnologi, orientasi produk
teknologi yang dapat dimafaatkan untuk kehidupan manusia adalah produk yang
berkualitas, hemat energi, menarik, harga murah, bobot ringan, ergonomis, dan
bermanfaat ganda. Desain produk harus diwujudkan dalam gambar atau bagan,
sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya serta
memudahkan fihak lain untuk memulainya. Desain sistem ini masih bersifat hipotetik
karena efektivitasya belum terbukti, dan akan dapat diketahui setelah melalui
pengujian-pengujian.
d. Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan
produk, dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan lebih efektif dari yang
lama atau tidak. Dikatakan secara rasional, karena validasi disini masih bersifat
penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum fakta lapangan.
Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar
atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang
dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga
selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya. Validasi desain dapat
dilakukan dalam forum diskusi. Sebelum diskusi peneliti mempresentasikan proses
penelitian sampai ditemukan desain tersebut, berikut keunggulannya.
e. Perbaikan Desain
Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli
lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya
dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain. Yang bertugas memperbaiki
desain adalah peneliti yang mau menghasilkan produk tersebut.
f. Uji coba Produk
Desain produk yang telah dibuat tidak bisa langsung diuji coba dahulu. Tetapi
harus dibuat terlebih dahulu, menghasilkan produk, dan produk tersebut yang
diujicoba. Pengujian dapat dilakukan dengan ekperimen yaitu membandingkan
efektivitas dan efesiensi sistem kerja lama dengan yang baru.
g. Revisi Produk
Pengujian produk pada sampel yang terbatas tersebut menunjukkan bahwa
kinerja sistem kerja baru ternyata yang lebih baik dari sistem lama. Perbedaan sangat
signifikan, sehingga sistem kerja baru tersebut dapat diberlakukan
h. Ujicoba Pemakaian
Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang
tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk yang berupa sistem kerja baru tersebut
diterapkan dalam kondisi nyata untuk lingkup yang luas. Dalam operasinya sistem
kerja baru tersebut, tetap harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna
untuk perbaikan lebih lanjut.
i. Revisi Produk
Revisi produk ini dilakukan, apabila dalam perbaikan kondisi nyata terdapat
kekurangan dan kelebihan. Dalam uji pemakaian, sebaiknya pembuat produk selalu
mengevaluasi bagaimana kinerja produk dalam hal ini adalah sistem kerja.
j. Pembuatan Produk Masal
Pembuatan produk masal ini dilakukan apabila produk yang telah diujicoba
dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi masal. Sebagai contoh pembuatan
mesin untuk mengubah sampah menjadi bahan yang bermanfaat, akan diproduksi
masal apabila berdasarkan studi kelayakan baik dari aspek teknologi, ekonomi dan
ligkungan memenuhi. Jadi untuk memproduksi pengusaha dan peneliti harus bekerja
sama.
B. R & D Versi Dick and Carey
Model Dick – Carey adalah model desain Instruksional yang dikembangkan
oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari
model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip desain
Instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara
berurutan. Model Dick – Carey tertuang dalam Bukunya The Systematic Design
of Instruction edisi 6 tahun 2005. Perancangan Instruksional menurut sistem
pendekatan model Dick & Carey terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di
dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut. Model Dick and Carey terdiri
dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi
perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang
lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang
sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan
kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya
padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
a. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
b. Melaksanakan analisi pembelajaran
c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
d. Merumuskan tujuan performansi
e. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
f. Mengembangkan strategi pembelajaran
g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
i. Merevisi bahan pembelajaran
j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Berikut penjabaran langkah-langkahnya
a. Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)).
Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar pebelajar dapat
melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program Instruksional. Tujuan
Instruksional mungkin dapat diturunkan dari daftar tujuan, dari analisis kinerja
(performance analysis), dari penilaian kebutuhan (needs assessment), dari
pengalaman praktis dengan kesulitan belajar pebelajar, dari analisis orang-orang
yang melakukan pekerjaan (Job Analysis), atau dari persyaratan lain untuk instruksi
baru. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun
sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di
mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan
pembangunan.
b. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis)
Langkah ini, pertama mengklasifikasi tujuanke dalam ranah belajar Gagne,
menentukan langkah-demi-langkah apa yang dilakukan orang ketika mereka
melakukan tujuan tersebut (mengenali keterampilan bawahan / subordinat).
Langkah terakhir dalam proses analisis Instruksional adalah untuk menentukan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap, yang dikenal sebagai perilaku masukan
(entry behaviors), yang diperlukan peserta didik untuk dapat memulai Instruksional.
Peta konsep akan menggambarkan hubungan di antara semua keterampilan yang
telah diidentifikasi.
c. Analisis Pembelajar dan Lingkungan (Analyze Learners and Contexts)
Langkah ini melakukan analisis pembelajar, analisis konteks di mana mereka akan
belajar, dan analisis konteks di mana mereka akan menggunakannya. Keterampilan
pembelajar, pilihan, dan sikap yang telah dimiliki pembelajar akan digunakan untuk
merancang strategi Instruksional.
d. Merumuskan Tujuan Performansi (Write Performance Objectives)
Pernyataan-pernyataan tersebut berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam
analisis Instruksional, akan mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari,
kondisi di mana keterampilan yang harus dilakukan, dan kriteria untuk kinerja yang
sukses.
e. Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop Assessment Instruments).
Berdasarkan tujuan performansi yang telah ditulis, langkah ini adalah
mengembangkan butir-butir penilaian yang sejajar (tes acuan patokan) untuk
mengukur kemampuan siwa seperti yang diperkirakan dari tujuan. Penekanan
utama berkaitan diletakkan pada jenis keterampilan yang digambarkan dalam tujuan
dan penilaian yang diminta.
f. Pengembangan Siasat Instruksional (Develop Instructional Strategy).
Bagian-bagian siasat Instruksional menekankan komponen untuk mengembangkan
belajar pebelajar termasuk kegiatan praInstruksional, presentasi isi, partisipasi
peserta didik, penilaian, dan tindak lanjut kegiatan.
g. Pengembangan atau Memilih Material Instruksional (Develop and Select
Instructional Materials).
Ketika kita menggunakan istilah bahan Instruksional kita sudah termasuk segala
bentuk Instruksional seperti panduan guru, modul, overhead transparansi, kaset
video, komputer berbasis multimedia, dan halaman web untuk Instruksional jarak
jauh. maksudnya bahan memiliki konotasi.
h. Merancang dan Melaksanakan Penilaian Formatif (Design and Conduct Formative
Evaluation of Instruction).
Ada tiga jenis evaluasi formatif yaitu penilaian satu-satu, penilaian kelompok kecil,
dan penilaian uji lapangan. Setiap jenis penilaian memberikan informasi yang
berbeda bagi perancang untuk digunakan dalam meningkatkan Instruksional.
Teknik serupa dapat diterapkan pada penilaian formatif terhadap bahan atau
Instruksional di kelas.
i. Revisi Instruksional (Revise Instruction).
Strategi Instruksional ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini
dimasukkan ke dalam revisi Instruksional untuk membuatnya menjadi alat
Instruksional lebih efektif.
j. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design And Conduct Summative
Evaluation).
Hasil-hasil pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang
dibutuhkan. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/
diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif. Penggunaan model Dick and
Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal
proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu
melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2)
adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil
pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu
dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
C. Versi Borg and Gall
Menurut Borg and Gall (1989:782), yang dimaksud dengan model penelitian
dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product”.
Kadang-kadang penelitian ini juga disebut ‘research based development’, yang muncul
sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk
mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development
juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui ‘basic
research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-
masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’, yang digunakan untuk
meningkatkan praktik-praktik pendidikan. Dalam penelitian ini Research and
Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model pelatihan keterampilan sebagai
upaya pemberdayaan, sehingga kemampuan masyarakat petani dalam berusaha dapat
berkembang. Menurut Borg dan Gall (1989: 783-795), pendekatan Reseach and
Development (R & D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah, yaitu:
a) Studi Pendahuluan: Langkah pertama ini meliputi analisis kebutuhan, studi
literature, penelitian skala kecil dan standar laporan yang dibutuhkan.
Analisis Kebutuhan: Untuk melakukan analisis kebutuhan ada beberapa kriteria,
yaitu 1) Apakah produk yang akan dikembangkan merupakan hal yang penting bagi
pendidikan? 2) Apakah produknya mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan?
3) Apakah SDM yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang
akan mengembangkan produk tersebut ada? 4) Apakah waktu untuk
mengembangkan produk tersebut cukup?
Studi Literatur: Studi literatur dilakukan untuk pengenalan sementara terhadap
produk yang akan dikembangkan. Studi literatur ini dikerjakan untuk
mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan
pengembangan produk yang direncanakan.
Riset Skala Kecil: Pengembang sering mempunyai pertanyaan yang tidak bisa
dijawab dengan mengacu pada reseach belajar atau teks professional. Oleh
karenanya pengembang perlu melakukan riset skala kecil untuk mengetahui
beberapa hal tentang produk yang akan dikembangkan.
b) Merencanakan Penelitian
Setelah melakukan studi pendahuluan, pengembang dapat melanjutkan langkah
kedua, yaitu merencanakan penelitian. Perencaaan penelitian R & D meliputi: 1)
merumuskan tujuan penelitian; 2) memperkirakan dana, tenaga dan waktu; 3)
merumuskan kualifikasi peneliti dan bentuk-bentuk partisipasinya dalam penelitian.
c) Pengembangan Desain
Langkah ini meliputi: 1) Menentukan desain produk yang akan dikembangkan
(desain hipotetik); 2) menentukan sarana dan prasarana penelitian yang dibutuhkan
selama proses penelitian dan pengembangan; 3) menentukan tahap-tahap
pelaksanaan uji desain di lapangan; 4) menentukan deskripsi tugas pihak-pihak yang
terlibat dalam penelitian.
d) Preliminary Field Test
Langkah ini merupakan uji produk secara terbatas. Langkah ini meliputi: 1)
melakukan uji lapangan awal terhadap desain produk; 2) bersifat terbatas, baik
substansi desain maupun pihak-pihak yang terlibat; 3) uji lapangan awal dilakukan
secara berulang-ulang sehingga diperoleh desain layak, baik substansi maupun
metodologi.
e) Revisi Hasil Uji Lapangan Terbatas
Langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan uji lapangan
terbatas. Penyempurnaan produk awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba
lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak
dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi
terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat perbaikan internal.
f) Main Field Test
Langkah merupakan uji produk secara lebih luas. Langkah ini meliputi 1) melakukan
uji efektivitas desain produk; 2) uji efektivitas desain, pada umumnya, menggunakan
teknik eksperimen model penggulangan; 3) Hasil uji lapangan adalah diperoleh
desain yang efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi.
g) Revisi Hasi Uji Lapangan Lebih Luas
Langkah ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan yang lebih
luas dari uji lapangan yang pertama. Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan
lebih luas ini akan lebih memantapkan produk yang kita kembangkan, karena pada
tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan dengan adanya kelompok kontrol.
Desain yang digunakan adalah pretest dan posttest. Selain perbaikan yang bersifat
internal. Penyempurnaan produk ini didasarkan pada evaluasi hasil sehingga
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.
h) Uji Kelayakan
Langkah ini meliputi sebaiknya dilakukan dengan skala besar: 1) melakukan uji
efektivitas dan adaptabilitas desain produk; 2) uji efektivitas dan adabtabilitas desain
melibatkan para calon pemakai produk; 3) hasil uji lapangan adalah diperoleh model
desain yang siap diterapkan, baik dari sisi substansi maupun metodologi.
i) Revisi Final Hasil Uji Kelayakan
Langkah ini akan lebih menyempurnakan produk yang sedang dikembangkan.
Penyempurnaan produk akhir dipandang perlu untuk lebih akuratnya produk yang
dikembangkan. Pada tahap ini sudah didapatkan suatu produk yang tingkat
efektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir
memiliki nilai “generalisasi” yang dapat diandalkan.
j) Desiminasi dan Implementasi Produk Akhir
Laporan hasil dari R & D melalui forum-forum ilmiah, ataupun melalui media
massa. Distribusi produk harus dilakukan setelah melalui quality control.
Teknik analisis data, langkah-langkah dalam proses penelitian dan
pengembangan dikenal dengan istilah lingkaran research dan development menurut
Borg and Gall terdiri atas :
a. meneliti hasil penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan,
b. mengembangkan produk berdasarkan hasil penelitian,
c. uji lapangan
d. mengurangi devisiensi yang ditemukan dalam tahap ujicoba lapangan.
D. Versi 4D
Metode pengembangan (Development Research) dengan menggunakan
pendekatan pengembangan model 4D (four-D model). Adapun tahapan model
pengembangan meliputi tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design),
tahap pengembangan (develop) dan tahap ujicoba (disseminate). Tahapan yang
dilakukan pada penelitian ini baru sampai pada tahap pengembangan (develop). Secara
garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut (Trianto, 2007 : 65 – 68).
a. Tahap Pendefinisian (Define)
Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran di awali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang
dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: (a) Analisis
ujung depan, (b) Analisis siswa, (c) Analisis tugas. (d) Analisis konsep, dan (e)
Perumusan tujuan pembelajaran.
b. Tahap Perencanaan (Design)
Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap ini
terdiri dari empat langkah yaitu, (a) Penyusunan tes acuan patokan, merupakan
langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes
disusun berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi
Dasar dalam kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar mengajar, (b)
Pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan materi pelajaran, (c)
Pemilihan format. Di dalam pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan
mengkaji format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di
negara-negara yang lebih maju.
c. Tahap Pengembangan (Develop).
Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah
direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat
oleh para pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan
mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa
yang sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah
berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas
sesungguhnya.
d. Tahap penyebaran (Disseminate).
Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan
pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang
lain. Tujuan lain adalah untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat di dalam
KBM.
E. Versi ADDIE
Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik yaitu
model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement- Evaluate). ADDIE muncul pada
tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.Salah satu fungsinya
ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur
program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :
a. Analysis (analisa)
b. Design (disain / perancangan)
c. Development (pengembangan)
d. Implementation (implementasi/eksekusi)
e. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Langkah 1: Analisis
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh
peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan),
mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis).
Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau
profile calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan
analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
a. Analisis Kinerja
Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah
masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan
program pembelajaran atau perbaikan manajemen.
Contoh :
Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan menyebabkan rendahnya kinerja
individu dalam organisasi atau perusahaan, hal ini diperlukan solusi berupa
penyelenggaraan program pembelajaran.
Rendahnya motivasi berprestasi, kejenuhan, atau kebosanan dalam bekerja
memerlukan solusi perbaikan kualitas manajemen.Misalnya pemberian
insentif terhadap prestasi kerja, rotasi dan promosi, serta penyediaan fasilitas
kerja yang memadai.
b. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan
kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk
meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila
program pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang
sedang dihadapi. Pada saat seorang perancang program pembelajaran melakukan
tahap analisis, ada dua pertanyaan kunci yang yang harus dicari jawabannya,
yaitu :
i. Apakah tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, dibutuhkan oleh siswa?
ii. Apakah tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, dapat dicapai oleh siswa?
Jika hasil analisis data yang telah dikumpulkan mengarah kepada pembelajaran
sebagai solusi untuk mengatasi masalah pembelajaran yang sedang dihadapi,
selanjutnya perancang program pembelajaran melakukan analisis kebutuhan
dengan cara menjawab beberapa pertanyaan lagi.
Pertanyaannya sebagai berikut :
a. Bagaimana karakteristik siswa yang akan mengikuti program pembelajaran?
(learner analysis )
b. Pengetahuan dan ketrampilan seperti apa yang telah dimiliki oleh siswa?(pre-
requisite skills)
c. Kemampuan atau kompetensi apa yang perlu dimiliki oleh siswa? (task atau
goal analysis)
d. Apa indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa
siswa telah mencapai kompetensi yang telah ditentukan setelah melakukan
pembelajaran? (evaluation and assessment)
e. Kondisi seperti apa yang diperlukan oleh siswa agar dapat memperlihatkan
kompetensi yang telah dipelajari? (setting or condition analysis)
Langkah 2: Desain
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat
bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas kertas
harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama
merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan
realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran
yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada
banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih dan tentukan yang
paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain,
semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya,
dan lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas
dan rinci.
Langkah 3: Pengembangan
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi
kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia
pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul
cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan
lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus
disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah
uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian
dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif,
karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang kita
kembangkan.
Langkah 4: Implementasi
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang
sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau
diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa
diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut
harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau
seting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario
atau desain awal.
Langkah 5: Evaluasi
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang
dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi
bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat
tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan
revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk
evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan
yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk
yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lainlain.
F. Versi Kemp
Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan
sebuah bahan ajar, yaitu:
a. Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran
tiap topiknya;
b. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;
c. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya
dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar;
d. Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;
e. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang
pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
f. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau
menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah menyelesaikan
tujuan yang diharapkan;
g. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi
personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan
rencana pembelajaran;
h. Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan
pembelajaran serta melihat kesalahankesalahan dan peninjauan kembali beberapa
fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi
yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
4. PENELITIAN LABORATORIUM
Penelitian laboratorium merupakan penelitian yang dilakukan dalam
ruangan tertutup, dimana kelompok eksperimen dijauhkan dari variable pengganggu sebab
dapat memengaruhi hasil dari pengujian hubungan sebab akibat. Penelitian jenis ini
dilakukan dalam suatu tempat khusus untuk mengadakan studi-ilmiah dan kerja ilmiah.
Tujuan dari penelitian laboratorium untuk ilmu pengetahuan sosial ialah: untuk
mengumpulkan data, mengadakan analisa, mengadakan test serta memberikan interpretasi
terhadap sejumlah data, sehingga orang bisa meramalkan kecendrungan gerak dari satu
gejala sosial dalam satu masyarakat tertentu. Objek penelitiannya, baik berupa masalah-
masalah yang teoritis sifatnya maupun yang praktis, yang diteliti oleh satu tim ahli.
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN LABORATORIUM:
Kita tentunya sudah memahami tentang metode ilmiah dan penelitian ilmiah. Yang
perlu kita ketahui adalah bahwa penelitian ilmiah berusaha untuk menemukan,
mengembangkan, dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan
metode ilmiah. Dengan selalu melakukan penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan akan selalu
berkembang. Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti
langkah-langkah tertentu. Langkah-Langkah Pokok dalam Penelitian yaitu:
1. Identifikasi Masalah
Masalah dapat berupa: kriteria atau pertimbangan, minat pribadi, dan umum. Serta
dapat juga berupa nilai dan ideologi bersama.
Ø Latar Belakang Masalah
Hal yang umum dikaitkan dengan topik penelitian (khusus). Atau das sollen (what
should be) menjadi das sein (what is happening). Serta mengapa sesuatu itu
dianggap masalah. Secara spesifik kriterianya: mencerminkan kebutuhan, tidak
bersifat hipotetis (fakta), menyarankan adanya hipotesis yang berarti dapat diuji
yang dikembangkan dari pernyataan masalah, relevan dan dapat dikelola.
Ø Rumusan Masalah
Berbentuk kalimat tanya (basic question) yang hendak dicari jawabannya dalam
penelitian dengan ciri-ciri sebagai berikut: menunjukkan hubungan minimal dua
variabel dan dapat diuji secara empirik. Artinya, data sebagai jawaban harus dapat
diperoleh. Serta menghindari pertanyaan yang berkaitan dengan moral dan etika.
2. Menentukan Tujuan Penelitian
a. Mencari informasi sebagai rekomendasi pada pihak-pihak tertentu (sponsor) dalam
rangka pemecahan masalah.
b. Memperjelas kebenaran suatu masalah yang menarik perhatian peneliti atau
sponsor.
c. Memberi gambaran tentang hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kebijakan
yang telah ditentukan (Suparmoko, 1977).
Secara umum ada empat tujuan dilakukannya suatu penelitian, yaitu:
1. Tujuan Exploratif (Penemuan) : menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu.
2. Tujuan Verifikatif (Pengujian): menguji kebenaran sesuatu dalam bidang yang telah
ada.
3. Tujuan Developmental (Pengembangan) : mengembangkan sesuatu dalam bidang yang
telah ada.
4. Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)
Sesuai dengan pengertian mengenai penelitian laboratorium yaitu suatu penelitian
yang menguji tentang sebab akibat. Maka, tujuan dari penelitian laboratorium itu adalah
untuk mengetahui apa saja sebab dan akibat yang selama ini ada pada pembelajaran.
Contohnya Menyelidiki sistem dari suatu bahasa, menyelidiki/menganalisis unsur-unsur
kaidah bahasa, menyelidiki/menganalisis lambang/isyarat/tanda bunyi suatu bahasa. Dan
tujuan dari penelitian laboratorium untuk ilmu pengetahuan sosial ialah untuk
mengumpulkan data, mengadakan analisa, mengadakan test serta memberikan interpretasi
terhadapt sejumlah data, sehingga orang bisa meramalkan kecendrungan gerak dari satu
gejala sosial dalam satu masyarakat tertentu. Objek penelitiannya, baik berupa masalah-
masalah yang teoritis sifatnya maupun yang praktis, yang diteliti oleh satu tim ahli.
Sedangkan manfaat dari suatu penelitian yaitu dapat dijadikan acuan, masukan,
pertimbangan, dapat diaplikasikan langsung, dan dapat menjadi rujukan bagi penelitian
selanjutnya.
1. Kelebihan penelitian laboratorium
Kelebihan penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini lebih dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya karena hanya memfokuskan pada pengujian
hubungan sebab dan akibat.
2. Kekurangan penelitian laboratorium
Kekurangan atau kelemahan penelitian laboratorium adalah penelitian ini belum
tentu dapat diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari.
5. PENELITIAN DESKRIPTIF
Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif dapat digunakan pendekatan
kuantitatif berupa pengumpulan dan pengukuran data yang berbentuk angka atau
pendekatan kualitatif berupa penggambaran keadaan secara naratif (kata-kata) apa adanya,
(Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sujana
dan Ibrahim, 1989:65). Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan
masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Dalam
pendidikan, penelitian deskriptif lebih berfungsi untuk pemecahan praktis dari pada
pengembangan ilmu pengetahuan. Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang
menjadi pusat perhatiannya, kemudian menggambarkan atau melukiskannya sebagaimana
adanya, sehingga pemanfaatan temuan penelitian ini berlaku pada saat itu pula yang belum
tentu relevan bila digunakan. Karena itu tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Tidak
menuntut adanya perlakuan atau manipulasi variabel, karena gejala dan peristiwanya telah
ada dan peneliti tinggal mendeskripsikannya. Variabel yang diteiliti bisa tunggal, atau
lebih dari satu variabel, bahkan dapat juga mendeskripsikan hubungan beberapa variabel.
Penelitian deskriptif menurut Etna Widodo dan Mukhtar (2000) kebanyakan tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih pada menggambarkan apa
adanya suatu gejala, variabel, atau keadaan. Namun demikian, tidak berarti semua
penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam penelitian
deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji melainkan bagaimana berusaha menemukan
sesuatu yang berarti sebagai alternatif dalam mengatasi masalah penelitian melalui
prosedur ilmiah.
Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian
yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian
dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang
diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana yang terdapat pada
penelitian eksperiman.
Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang
dikemukakan Furchan (2004) bahwa:
1) Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan
cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan obyektivitas, dan dilakukan secara
cermat.
2) Tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan, dan
3) Tidak adanya uji hipotesis.
Secara garis besar, manfaat/keuntungan penelitian deskriptif adalah sebagai berikut:
a. Relatif mudah dilaksanakan
b. Tidak membutuhkan kelompok kontrol sebagai pembanding.
c. Diperoleh banyak informasi penting yang dapat digunakan untuk perencanaan
program pelayanan kesehatan pada masyarakat, memberikan informasi kepada
masyarakat tentang kesehatan, mengadakan perbandingan status kesehatan.
Penelitian deskriptif memiliki keunikan sebagai berikut :
1. Penelitian deskriptif menggunakan kuesioner dan wawancara, seringkali memperoleh
responden yang sangat sedikit, akibatnya bias dalam membuat kesimpulan.
2. Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, kadangkala dalam pengumpulan
data tidak memperoleh data yang memadai.
3. Penelitian deskriptif juga memerlukan permasalahan yang harus diidentifikasi dan
dirumuskan secara jelas, agar di lapangan peneliti tidak mengalami kesulitan dalam
menjaring data yang diperlukan.
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN DESKRIPTIF
1) Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui
metode deskriptif
2) Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas
3) Menentukan tujuan dan manfaat penelitian
4) melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan
5) menentukan kerangka berfikir dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian
6) mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk menentukan populasi,
sampel, teknik sampling, instrument pengumpulan data, dan menganalisis data
7) mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik
statistik yang relevan; dan membuat laporan penelitian.
Ditinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam
meneliti, serta tempat dan waktu, penelitian ini dapat dibagi atas beberapa jenis. Menurut
Sukmadinata, N. S, (2011), Ada beberapa variasi dalam penelitian deskriptif yaitu studi
perkembangan, studi kasus, studi kemasyarakaatan, studi perbandingan, studi hubungan,
studi waktu dan gerak, studi lanjut, studi kecendrungan, analisis kegiatan dan analisis isi
atau dokumen.
1. Studi Perkembangan, bisa mendeskripsikan sesuatu keadaan saja, tetapi bisa juga
mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-tahapan perkembangannya.
2. Studi Kasus, metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan
sesuatu kasus.
3. Studi Kemasyarakatan, kajian intensif yang dilakukan terhadap suatu kelomok
masyarakat yang tinggal bersama di suatu daerah yang memiliki ikatan dan karakteristik
tertentu.
4. Studi Perbandingan, bentuk penelitian deskriptif yang membandingkan dua atau lebih
dari dua situasional.
5. Studi Hubungan, disebut juga studi korelasional yang meneliti hubungan antara dua hal,
dua variabel atau lebih.
6. Studi Waktu dan Gerak, ditujukan untuk meneliti atau menguji jumlah waktu dan
banyaknya gerak yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan.
7. Studi Kecenderungan, studi ini diarahkan untuk melihat kecenderungan perkembangan.
8. Studi Tindak Lanjut, merupakan pengumpulan data terhadap para lulusan atau orang-
orang yang telah menyelesaikan suatu program pendidikan, latihan atau pembinaan.
9. Analisis Kegiatan, diarahkan untuk menganalisis kegiatan yang dilakukan dalam
pelaksanaan suatu tugas atau pekerjaan adalam bidang industri, bisnis, pemerintahan,
lembaga sosial dll baik dalam kegiatan produksi atau layanan jasa.
10. Anaisis Isi atau Dokumen, ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen-
dokumen resmi, yang valid dan keabsahannya.
Jenis - jenis penelitian deskriptif yaitu sebagai berikut :
a) Penelitian Survai
Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi
dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun,
1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti
gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Survey adalah suatu desain yang
digunakan untuk penyelidikan informasi yang berhubungan dengan prevalensi,
distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu popilasi. Pada survey tidak ada
intervensi, survey mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang, pengetahuan,
kemauan, pendapat, perilaku, dan nilai.
Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data
dokumen. Penggalian data melalui kuisioner dapat dilakukan tanya jawab langsung atau
melalui telepon, sms, e-mail maupun dengan penyebaran kuisioner melalui surat.
Wawancara dapat dilakukan juga melalui telepon, video confeence maupun tatap muka-
langsung.
Keuntungan dari survey ini adalah dapat memperoleh berbagai informasi serta
hasil dapat dipergunakan untuk tujuan lain. Akan tetapi informasi yang didapat sering
kali cenderung bersifat superfisial. Oleh karena itu pada penelitian survey akan lebih
baik jika dilaksanakan analisa secara bertahap.
Pada umumnya survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data.
Survei menganut aturan pendekatan kuantitatif, yaitu semakin sample besar, semakin
hasilnya mencerminkan populasi. Penelitian survey dapat digunakan untuk maksud
penjajakan (eksploratif), menguraikan (deskriptif), penjelasan (eksplanatory) yaitu
untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, evaluasi, prediksi atau
meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan dating, penelitian operational dan
pengembangan indikaor-indikator social.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian survey adalah
sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan survey
2) Menentukan konsep dan hipotesa awal serta menggali kepustakaan.
Dengan membentuk hipotesis awal, menentukan jenis survei yang akan dilakukan
akankah melalui surat (e-mail), wawancara (interview), atau telepon, membuat
pertanyaan-pertanyaan, menentukan kategoridari responden, dan menentukan setting
penelitian.
3) Pengambilan sampel, yaitu menentukan target populasi responden yang akan di
survei, membuat kerangka sampel survei, menentukanbesarnya sampel (menentukan
derajat keseragaman, presisi yang dikehendaki dari penelitian, rencana analisa,
tenaga, biaya, dan waktu), dan memilih sampel.
4) Pembuatan kuesioner
Penggunaan kuesioner merupakan yang pokok untuk pengumpulan data. Hasil
kuesioner akan terjelma dalam angka-angka, table-tabel, analisa statistik dan uraian
serta kesimpulan hasil penelitian. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap
muka dengan responden. Kuesioner diisi sendiri oleh kelompok, wawancara melalui
telepon dan kuesioner dapat diposkan.
5) Pekerjaan lapangan, termasuk memilih dan melatih pewawancara
Susunan tim pekerja lapangan biasanya terdiri dari staf peneliti, pengawas lapangan,
dan asisten lapangan (pewawancara). Wawancara merupakan suatu proses interaksi
dan komunikasi.
6) Mengedit dan mengkode
Memasukkan data ke komputer, mengecek ulang data yang telah dimasukkan, dan
membuat analisis statistik data. Buku kode digunakan sebagai pedoman oleh
pengkode untuk memindahkan jawaban pertanyaan dalam kuesioner ke lembaran
IBM, kartu tabulasi atau ketempat yang telah tersedia (kotak-kotak kode) dalam
kuesioner itu sendiri.
7) Analisa dan pelaporan
Tujuan analisa adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diinterprestasi. Laporan penelitian yang lengkap tidak hanya menyajikan
hasil penelitian tetapi juga proses penelitian iru sebagai keseluruhan.
Pokok permasalahan survei digunakan untuk:
a. Mentabulasi objek nyata (tangible)
- Suara hasil pemilihan umum
- Pekerjaan orangtua
b. Mengukur obyek tidak nyata (intangible)
- Pendapat
- Minat
- Prestasi
Contoh :
1. Minat siswa SMA mengikuti kegiatan ekstrakurikuler taekwondo
2. Tingkat kebugaran siswa SD
3. Pemahaman guru penjas terhadap KTSP di Jember
4. Kesiapan sarana prasarana untuk penjas pada jenjang SD di Jember
b) Penelitian Studi Kasus
Penelitian yang menyangkut status objek penelitian yang berkenaan dengan fase
spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Studi kasus merupakan rancangan
penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif; Misalnya satu
pasien, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi. Meskipun jumlah subyek
cenderung sedikit, jumlah variabel yang ditiliti sangat luas. Oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data
dokumen. Deskripsi dari studi kasus tergantung dari keadaan kasus tetapi tetap
mempertimbangkan waktu. Keuntungan yang paling besar dari desain ini adalah
pengkajian secara rinci meskipun jumlah dari responden sedikit, sehingga akan
didapatkan gambaran satu unit subyek secara jelas. Misalnya, studi kasus tentang
mahasiswa yang drop out.
Contoh :
1. Studi kasus mahasiswa drop out.
2. Faktor penghambat kegiatan ekstrakulikuler sepakbola SMA.
3. Faktor pendukung kegiatan ekstrakulikuler sepakbola SMA.
c) Penelitian Korelasional
Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan
pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan
antara dua variabel atau lebih. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan,
memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang ada. Desain yang sering digunakan
adalah cross-sectinal. Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting, karena dengan
mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai
dengan tujuan penelitian. Menurut Gay dalam Sukardi (2008:166) menyatakan bahwa;
penelitian korelasi merupakan salah satu bagian penelitian ex-postfacto karena biasanya
peneliti tidak memanipulasi keadaan variabel yang ada dan langsung mencari
keberadaan hubungan dan tingkat hubungan variabel yang direfleksikan dalam
koefisien korelasi. Walaupun demikian ada peneliti lain seperti di antaranya Nazir
dalam Sukardi (2008:166); mengelompokkan penelitian korelasi ke dalam penelitian
deskripsi, karena penelitian tersebut juga berusaha menggambarkan kondisi yang sudah
terjadi. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan kondisi sekarang dalam
konteks kuantitatif yang direfleksikan dalam variabel. Penelitian korelasi mempunyai
tiga karakteristik penting untuk para peneliti yang hendak menggunakannya. Tiga
karakteristik tersebut, adalah:
1. Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin
melakukan manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.
2. Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.
3. Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.
Tujuan Penelitian Korelasional adalah:
Tujuan penelitian korelasional menurut Suryabrata (1994:24) adalah untuk mendeteksi
sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu
atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Sedangkan menurut Gay
dalam Emzir (2007:38), Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan
hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat
prediksi. Studi hubungan biasanya menyelidiki sejumlah variabel yang dipercaya
berhubungan dengan suatu variabel mayor, seperti hasil belajar variabel yang ternyata
tidak mempunyai hubungan yang tinggi dieliminasi dari perhatian selanjutnya.
Bentuk korelasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Korelasi sederhana
1 variabel sebab dengan 1 variabel akibat.
2. Korelasi parsial
1 variabel sebab, yang dikontrol oleh variabel sebab yang lain dengan 1 variabel
akibat.
3. Korelasi ganda
2 atau lebih variabel sebab secara bersama-sama dengan 1 variabel akibat.
Contoh:
a. Hubungan latar belakang pendidikan SMA, pendidikan orangtua terhadap IPK
Mahasiswa FKIP UNEJ
b. Kontribusi kekuatan lengan, panjang lengan, kekuatan tangan terhadap kemampuan
lempar bola siswa SD
d) Penelitian Studi Perkembangan
Metode penelitian deskriptif dengan studi perkembangan (developmental study)
seringkali dilakukan peneliti di bidang psikologi atau bidang pendidikan yang erat
kaitannya dengan tingkah laku. Sasaran penelitian ini menyangkut variabel yang
berhubungan dengan tingkah laku, baik itu secara individu atau kelompok. Penelitian
tersebut akan menarik variabel dengan membedakan pertumbuhan, kedewasaan, dan
tingkat umur subjek yang diteliti. Studi perkembangan ini biasanya dilaksanakan pada
periode longitudinal di waktu tertentu, studi ini bertujuan menemukan dimensi
perkembangan pada seorang responden. Dimensi yang sering diteliti misalnya, emosi,
fisik, intelektual, dan perkembangan sosial anak. Studi perkembangan ini dapat
dilakukan secara baik, baik itu dengan cross sectional maupun longitudinal. Jika
penelitian dilaksanakan dengan menggunakan model crosssectional, maka peneliti di
waktu yang sama serta simultan dengan menggunakan aneka variabel untuk diteliti.
Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan lalu dikomparasikan. Selain penelitian
perkembangan model longitudinal, peneliti menggunakan sampel seorang responden
individu atau dalam suatu kelompok, misal satu kelas di satu sekolah, lalu dicermati
dan diteliti perkembangannya dalam jangka waktu tertentu misalnya selama 2 bulan, 6
bulan, atau 12 bulan. Semua yang terjadi didokumentasikan untuk kemudian digunakan
sebagai sumber informasi untuk menganalisis guna menghasilkan tujuan penelitian atau
mencari solusi sebuah permasalahan.
e) Penelitian Deskriptif Studi Kelanjutan
Penelitian deskriptif dengan studi kelanjutan ini seringkali dilakukan peneliti
untuk menentukan status responden setelah dilakukannya suatu perlakuan, misalnya
studi kelanjutan program pendidikan. Studi kelanjutan ini dilaksanakan untuk
melaksanakan evaluasi eksternal dan evaluasi internal, setelah responden atau subjek
penelitian ini menerima suatu studi atau perlakuan dalam sebuah lembaga pendidikan.
Misalnya, Badan Akreditasi Nasional mengharapkan ada informasi mengenai tingkat
serapan alumni suatu lembaga pendidikan tingkat perguruan tinggi di dunia kerja.
Dalam studi kelanjutan ini, peneliti mengenal istilah outcome(hasil)
dan output (keluaran). Data outcome (hasil) adalah menyangkut mengenai pengaruh
suatu tindakan atau perlakuan subjek sasaran dan kaitannya dengan masyarakat,
sedangkanOutput (keluaran) adalah hal yang menyangkut informasi hasil akhir setelah
suatu program yang dilaksanakan subjek sasaran selesai.
f) Penelitian Deskriptif Analisis dokumenter
Studi ini sering juga disebut analisi isi yang juga dapat digunakan untuk
menyelidiki variabel sosiologis dan psikologis.Penelitian yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tetapi melalui pengujian arsip dan dokumen. Penelitian ini
juga disebut sebagai penelitian analisis isi (content analisys). Peneliti bekerja secara
obyektif dan sistematis untuk mendeskripsikan isi bahan komunikasi melalui
pendekatan kuantitatif.
g) Penelitian Deskriptif Ex Post Facto
Penelitian dengan rancangan Ex Post Facto sering disebut dengan after the fact.
Artinya, penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi, dan disebut juga
sebagai restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran
kembali. Terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke
belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.
Dalam pengertian yang lebih khusus, (Furchan, 383:2002) menguraikan bahwa
penelitian ex post facto adalah penelitian yang dilakukan sesudah perbedaan-perbedaan
dalam variable bebas terikat karena perkembangan suatu kejadian secara alami.
Penelitian ex post facto menguji apa yang telah terjadi pada subjek. Ex post
factos ecara harfiah berarti "sesudah fakta", karena kausa atau sebab yang diselidiki
tersebut sudah berpengaruh terhadap variabel lain. Penelitian ini disebut penelitian
kausal komparatif karena dimaksud untuk menyelidiki kausa yang mungkin untuk suatu
pola prilaku yang dilakukan dengan cara membandingkan subjek dimana pola tersebut
ada dengan subjek yang serupa dimana pola tersebut tidak ada atau berbeda (Glass &
Hopkin, 1979). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah satu atau
lebih kondisi yang sudah terjadi mungkin menyebabkan perbedaan perilaku pada
subjek. Dengan kata lain, penelitian ini untuk menentukan apakah perbedaan yang
terjadi antar kelompok subjek (dalam variabel independen) menyebabkan terjadinya
perbedaan pada variabel dependen.
Hanya saja dalam penelitian ex Post facto tidak ada manipulasi kondisi karena
kondisi tersebut sudah terjadi sebelum penelitian ini mulai dilaksanakan. Karena itu
penelitian ini memerlukan waktu yang relatif singkat.
Sebagai contoh, seorang peneliti tertarik untuk menyelidiki pengaruh broken
home (perpecahan antar orang tua) terhadap tingkat kenakalan remaja. Dalam hal ini
peneliti tidak mungkin melakukan eksperimen karena ia tidak mungkin memanipulasi
kondisi subjek (membuat agar terjadi broken home pada keluarga/orang tua mereka)
kemudian mengukur tingkat kenakalan remaja. Meskipun demikian, pengaruh tersebut
dapat diuji dengan cara membandingkan tingkat kenakalan remaja yang berasal dari
keluarga yang broken home dan yang harmonis jika pengaruh tersebut memang ada,
maka anak yang berasal dari keluarga broken home mempunyai tingkat kenakalan yang
lebih tinggi daripada mereka yang berasal dari keluarga yang harmonis.
Karena tidak melibatkan manipulasi, maka interprestasi hasil penelitian ini perlu
dilakukan dengan hati-hati. Dalam kasus contoh diatas, misalnya peneliti tidak yakin
bahwa perbedaan tingkat kenakalan antar kelompok subjek tersebut terjadi
karena broken home yang dialami oleh orang tua salah satu kelompok subjek. Hal ini
karena tingkat kenakalan tersebut hanya diukur sekali, yakni setelah terjadinya broken
home. Karena itu dalam menafsirkan hasil penelitian ini, peneliti dihadapkan pada
pertanyaan : apakah broken home mendorong kenakalan pada anak?. Apakah tingkat
kenakalan yang tinggi pads anak dari keluarga broken home sudah terjadi sebelum
timbulnya broken home?. Apakah perbedaan tersebut karena pengaruh orang tua yakni,
tingkat "kenakalan" orang tua yang broken home lebih tinggi daripada orang tua yang
harmonis? Ataukah kenakalan tersebut muncul karena adanya faktor lain, misalnya
kurangnya perhatian orang tua mereka, yang dapat terjadi pada keluarga broken
home maupun yang harmonis?. Meskipun interprestasinya terbatas, dalam bidang
pendidikan hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi kemungkinan
adanya hubungan kausal dari pola variasi kondisi yang diamati.
Langkah-langkah penelitian ex post facto:
a) Perumusan masalah, masalah yang ditetapkan harus mengandung sebab atau kausa
bagi munculnya variabel dependen, yang dapat diketahui berdasarkan hasil-hasil
penelitian yang pernah dilakukan atau penafsiran peneliti terhadap hasil observasi
fenomena yang sedang diteliti.
b) Setelah masalah dirumuskan, peneliti harus mampu mengidentifikasi hipotesis
tandingan atau alternatif yang mungkin dapat menerangkan hubungan antar variabel
independen dan dependen.
c) Penentuan kelompok subjek yang akan dibandingkan.
d) Pengumpulan data. Hanya data yang diperlukan yang dikumpulkan, balk yang
berkenan dengan variabel dependen maupun berkenaan dengan faktor yang
dimungkinkan memunculkan hipotesis tandingan. Karena penelitian ini menyelidiki
fenomena yang sudah terjadi, seringkali data yang diperlukan sudah tersedia
sehingga peneliti tinggai memilih sumber yang sesuai. Disamping itu berbagai
instrumen seperti tes, angket, interview, dapat digunakan untuk mengumpulkan data
bagi peneliti.
e) Analisis data. Teknik analisis data yang digunakan serupa dengan yang digunakan
dalam penelitian diferensial maupun eksperimen, dimana perbandingan nilai
variabel dependen dilakukan antar kelompok subjek atas dasar faktor yang menjadi
konsen.
f) Penafsiran basil. Pernyataan sebab akibat dalam penelitian ini perlu dilakukan
secara hati-hati. Kualitas hubungan antar variabel independen dan dependen sangat
tergantung pada kemampuan peneliti untuk memilih kelompok perbandingan yang
homogen dan keyakinan bahwa munculnya hipotesis tandingan dapat dicegah.
Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses
perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dengan demikian maka pengembangan
rancangan deskriptif menjelaskan langkah-langkah sistematis yang ditempuh dalam
penelitian deskriptif:
1. Mengidentifikasi dan Memilih Masalah yang Akan Diteliti
Identifikasi masalah merupakan upaya mengelompokam, mengurutkan
sekaligus memetakan masalah berdasarkan bidang-bidang studi, (Sukmadinata, N.S,
2011). Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek
permasalahan yang muncul dan berkaitan dengan masalah atau variabel yang akan
diteliti, Riduwan, (2009).
Menurut Sukmadinata, N. S, (2011), dalam megidentifikasi masalah
sebaiknya menggunakan sumber, baik sumber resmi pernyataan resmi, kesimpulan
seminar atau kenyataan faktual. Melalui proses ini maka akan dapat diketahui
gambaran masalah yang akan diteliti. Gambaran masalah yang telah teridentifikasi
dihubungkan, dibandingkan satu sama lain, kemudian diurutkan berdasarkan
rangking yang paling penting, mendesak sampai paling kurang. Meskipun telah
diurutkan berdasarkan tingkat urgensi, masalah-masalah yang telah teridentifikasi
perlu dipilih dengan pertimbangan minat dan kemampuan peneliti, lokasi dan
sumber data, waktu, dana dll.
Menurut Sukmadinata, N. S, (2011), untuk memecahkan masalah atau
menentukan suatu tindakan diperlukan sejumlah informasi. Informasi tersebut
dikumpulkan melalui proses penelitian deskriptif. Masih menurut Sukmadinata, N.
S, (2011), bahwa ada beberapa informasi yang bisa diperoleh melalui penelitian
deskriptif bagi pemecahan masalah yaitu : 1) bagaimana keadaan sekarang, 2)
informasi yang kita inginkan dan 3) bagaimana sampai ke sana, bagaimana
mencapainya.
2. Merumuskan dan Mengadakan Pembatasan Masalah
Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, lalu perlu dirumuskan. Rumusan
masalah merupakan pemetaan faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait
dengan fokus masalah (Sukmadinata, N. S, 2011). Perumusan ini penting, karena
berdasarkan rumusan tersebut maka peneliti dapat menentukan metode penelitian,
metode pengumpulan data, pengolahan data maupun analisis dan penyimpulan hasil
penelitian.
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian terarah, terfokus, dan tidak
melenceng ke mana-mana (Riduwan, 2009). Perlu diperhatikan bahwa sifat masalah
akan menentukan cara-cara pendekatan yang sesuai dan akhirnya akan menentukan
rancangan penelitiannya. Perumusan masalah berhubungan dengan tujuan dan
metode yang digunakan, (Sukmadinata, N. S, 2011). Kalau tujuan penelitian
diarahkan untuk memperoleh gambaran dan deskripsi secara rinci, sistematis dan
akurat suatu fenomena maka metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kuantitatif maupun kualitatif.
Jika tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan atau komparasi suatu
variabel maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif
korelasi atau komparasi. Selain untuk mendeskripsikan suatu fenomena, penelitian
deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui
hubungan atas satu variabel kepada variabel lain. Suharsimi, A, (2005), menyatakan
karena itu pula penelitian komparasi dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok
penelitian deskriptif.
3. Melakukan Kajian Pustaka
Setelah masalah penelitian ditetapkan, selanjutnya pada tahapan ini peneliti
mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya dengan cara melakukan
kajian pustaka. Tujuan kajian pustaka adalah untuk memperoleh informasi yang
relevan dengan masalah yang diteliti, memperdalam pengetahuan tentang obyek
(variabel) yang diteliti, mengkaji teori dasar yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, mengkaji temua penelitian terdahulu, dan mencari informasi aspek masalah
yang belum tergarap.
Sumber kajian pustaka dapat diperoleh dari sumber primer dan sekunder.
Sumber primer merupakan karangan asli yang ditulis oleh orang lain secara
langsung mengalami, melihat dan mengerjakan sendiri. Sumber sekunder adalah
tulisan tentang penelitian orang lain. Bahan pustaka yang biasanya tersedia
diperpustakaan adalah ensiklopedia, kamus, buku-buku teks dan buku referensi,
buku pegangan, biografi, indeks, abstrak laporan penelitian, majalah, jurnal dan
surat kabar, skripsi, tesis, desertasi.
4. Membuat Asumsi atau Anggapan-Anggapan
Asumsi dalam konteks penelitian diartikan sebagai anggapan dasar, yaitu suatu
pernyataan atau sesuatau yang diakui kebenarannya atau dianggap benar tanpa harus
dibuktikan lebih dahulu. Asumsi penelitian merupakan pijakan berpikir dan
bertindak dalam melaksanakan penelitian. Menurut sifatnya ada tiga jenis asumsi,
yaitu asumsi konseptual, asumsi situasional dan asumsi operasional. Asumsi
konseptual berakar pada pengakuan akan kebenaran suatu konsep atau teori. Asumsi
situasional diperlukan untuk mengantisipasi adanya kondisi lokal atau situasi yang
bersifat sementara yang berpotensi mempengaruhi berlakunya suatu hukum atau
prinsip yang dapat menggoyahkan rancangan penelitian. Asumsi operasional
bertolak dari masalah-masalah operasional yang masih dalam jangkauan
pengendalian peneliti.
5. Merumuskan Hipotesis Penelitian, Bila Ada
Hipotesis merupakan dugaan sementara atas permasalahan yang diteliti.
Penelitain deskriptif diperlukan perumusan hipotesis atau tidak tergantung pada
masalah dan tujuan yang telah dirumuskan, (Sukmadinata, N. S, 2011). Penelitian
deskriptif yang ditujukan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu tanpa
membandingkan atau menghungkan, tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian,
sebuah penelitian deskriptif yang dirancang untuk membuat komparasi atau
hubungan perlu merumuskan hipotesis.
6. Menentukan Populasi, Sampel, Teknik Sampling
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang berbeda pada sustu
wilayah dan memenuhi sayarat-syarat tertentu berkaitan masalah yang diteliti,
(Martono, N, 2011). Kemudian dijelaskan bahwa sampel merupakan bagian dari
populasi yang memiliki ciri-ciri atau keaadan tertentu yang akan diteliti. Terkait
dengan hal ini dalam penelitian deskriptif juga dilakukan penentuan sampel baik
dengan teknik probability maupun non probability.
7. Menentukan Instrumen
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti.
Instrumen atau alat pengumpul data harus sesuai dengan tujuan pengumpulan data.
Sumber data dan jenis data yang akan dikumpulkan harus jelas. Instrumen penelitian
yang digunakan harus memenuhi persyaratan validitas (kesahihan) dan reliabilitas
(keterandalan), paling tidak ditinjau dari segi isinya sesuai dengan variabel yang
diukur. Prosedur pengembangan instrumen pengumpul data perlu dijelaskan tentang
proses uji coba, analisis butir tes, uji kesahihan dan uji keterandalan. Dalam
penelitian deskriptif kuantitaif, instrumen yang sering digunakan adalah angket
(kusioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan.
8. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yaitu wawancara, angket, observasi
dan studi dokumenter, Sukmadinata, N. S, (2011). Terdapat perbedaan penelitian
deskriptif dengan penelitian survey dalam hal teknik pengumpulan data. Menurut
Sukmadinata, N. S, (2011), kajian deskriptif lebih luas dibanding survey karena
mencakup penelitia observasi dan studi dokumenter, sedangkan survey terbatas pada
penggunaan wawancara dan angket.
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan percakapan dengan responden atau narasumber. Angket atau kuisioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyataan atau penrnyataan tertulis kepada responden untuk dijawab,
(Sugiyono, 2010). Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung,
(Sukmadinata, N. S, (2011). Selanjutnya dijelaskan bahwa teknik studi dokumen
merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisa
dokumen-dokumen tertulis gambar maupun elektronik.
9. Analisis Data
Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, analisis data hasil penelitian
dibedakan menjadi dua, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis
kuantitatif digunakan untuk data yang dapat diklasifikasi dalam bentuk angka-angka.
Analisis kualitatif digunakan untuk data yang bersifat uraian kalimat (data narartif)
yang tidak dapat diubah dalam bentuk angka-angka.
Data yang bersifat kauntitaif pada penelitian deskriptif mutlak dianalisa
dengan mengguakan statistis. Statistik deskriptif digunakan menganalisa data yang
bersifat kuantitatif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data apa
adanya. Statistik deskriptif bisa berupa rata-rata hitung (mean), median,
modus, kadang-kadang persentase dll. Menurut Sugiono, (2010), statistik deskriptif
juga dapat dilakukan mencari kuatnya hubungan antar variabel melalui analisis
korelasi, melakukan prediksi dengan analisi regresi dan membuat perbandingan
dengan membandingkan rata-rata data sampel atau populasi.
10.Menarik Kesimpulan atau Generalisasi
Akhirnya dalam kesimpulan harus mencerminkan jawaban dari pertanyaan
yang diajukan. Jangan sampai antara masalah penelitian, tujuan penelitian, landasan
teori, data, analisis data dan kesimpulan tidak ada runtutan yang jelas. Jika rumusan
masalah dan tujuan dalam penelitian deskriptif hanya ingin menjelaskan suatu
fenomena secara deskriptif maka kesimpulan yang dikemukakan hanya bersifat
deskriptif. Jika peneltian deskriptif yang bersifat membandingkan atau mencari
hubungan maka kesimpulan akhir menggambarkan adanya perbedaan atau hubungan
terkait dengan masalah yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Ary, Donald., et al. 2010. Introduction to Research in Education (8th ed). Wadsworth:
Cengage Learning.
Asikin, Moh. Khoirul Anwar, dan Pujiadi. 2009. Cara Cepat & Cerdas Menguasai
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru. Semarang : Manunggal Karso.
Khoiri,Nur. 2009. Model dan Jenis dalam Penelitian. Jepara : INISNU.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta : Alfhabeta
Mulyatiningsih, Endang.2012.Modul Penelitian Tindakan Kelas. (online) (diakses 16 Maret
2013)(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-mulyatiningsih-
mpd/8cmetode-penelitian-tindakan-kelas.pdf)