JEMARI - ftp.unpad.ac.id filedi Bali. Ia tidak mengikuti kursus atau sekolah mu sik. Ia lebih fokus...

1
Sosok | 11 JUMAT, 10 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Sayatan instrumen yang dimainkan Dewa Budjana mampu membuat pendengar seakan bersemedi. R ABU pekan lalu, pe- tikan gitar Dewa Budjana mengalun di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ada 18 instrumen yang ia perde- ngarkan malam itu, tercipta dalam kurun waktu 1993-2010. Antara lain Dreamland (2005), Dancing Tears (2005), Lalu Lintas (1987), Lost Paradise (2005), Kromatiklagi (2005), serta Temple Island (2004). Adapun Gangga dan Caka yang ia mainkan ma- lam itu belum dirilis. “Saya be- lum rekaman sehingga belum tahun kapan mau dirilis. Untuk tahun ini kayaknya sudah mepet,” tutur Budjana, santai, seusai pementasan yang ber- langsung selama 2 jam itu. Apalagi, dia memang harus menyiapkan diri untuk konser. Dewa mengungkapkan dirinya perlu waktu untuk berlatih. Untuk performa, ia tidak pernah merasa sempurna. “Kadang kondisi yang kurang fit juga membuat saya tidak berkon- sentrasi saat tampil,” cetusnya. Bagi gitaris kelahiran Waika- bu bak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, 30 Agustus 1963 ini, musik sudah menjadi bagian hidup. Tak ayal, setiap bangun tidur, ia pasti akan me- mainkan gitar sebelum memulai aktivitas secara normal. “Untuk bisa profesional, perlu ketekun- an dan kedisiplinan. Ini yang membuat saya termotivasi un- tuk menciptakan hal-hal baru melalui gitar,” paparnya. Jendela Pemilik nama lengkap I Dewa Gede Budjana itu telah me- nekuni gitar sejak sekolah dasar di Bali. Ia tidak mengikuti kursus atau sekolah musik. Ia lebih fokus kepada impro- visasi sehingga menghasilkan melodi yang enak didengar. “Semua lagu yang saya cipta memang ditujukan agar orang- orang bisa merasakan kedamai- an sambil bersemedi,” ujarnya. Budjana pun mengaku untuk mengenal secara jeli setiap kar- yanya, perlu memahami judul. “Instrumen kan sulit diartikan. Nah, untuk bisa mengerti, ada pada judulnya,” paparnya. Instrumen Gangga, misalnya, ia buat saat berkunjung ke Rishikesh, India, pertengahan tahun ini. Kunjungan itu ia mak- nai sebagai sebuah perjalanan spiritual. Saat berada di ‘Negeri Hin- dustan’, ia mulai menciptakan beberapa instrumen di bawah kaki pegunungan Himalaya. “Saat saya bermain, beberapa yogi hanya memperhatikan. Mereka sangat suka dengan instrumen itu sehingga saya judulkan Gangga,” kisahnya. Meski sudah melanglang buana ke separuh dunia, ia ma- sih memiliki cita-cita untuk bisa manggung di tanah kela- hirannya kelak. Ia pun berha- rap ada promotor yang dapat mengundang. “Saya masih menunggu. Ke- pingin juga tampil di Sumba. Mudah-mudahan bisa main nanti,” tuturnya. Selain bermusik, suami Bor- Iwan Kurniawan JEMARI SANG DEWA MI/GINO F HADI MI/GINO F HADI rawati itu juga fokus memberi- kan perhatian ekstra kepada dua anaknya, Devananda, 6,5, dan Dawainanda yang belum genap 3 tahun. “Saya sudah berlanglang buana di dunia mu- sik sejak kecil. Sekarang perlu menjaga anak karena sudah mulai gede,” ujarnya, sambil merapikan sarung gitarnya. Rezeki dan idealisme Sebagai musikus yang berka- rier di dua sisi, yaitu menjadi gitaris band GIGI dan berkarier solo, Budjana tidak menemukan kendala. Ia hanya perlu mem- bagi waktu secara maksimal. Apakah di band GIGI hanya untuk mencari rezeki, sedang- kan tampil tunggal untuk ideal- isme? “Bagi saya sama saja. Dua-duanya untuk idealisme. Tidak ada yang saya kesamping- kan,” kilahnya. Untuk konser-konser pada 2011, ia mengaku belum memi- liki jadwal. Satu yang pasti, dia akan tampil pada perayaan ulang tahun band GIGI ke-17. “Ya begitulah. Konser bersa- ma GIGI bakal dirayain berbeda dengan konser-konser sebelum- nya,” ungkap lelaki berkumis itu. Selain berprofesi di dunia mu- sik, Budjana juga menjadi se- orang kolektor gitar. Setiap gitar yang ia simpan memiliki ke- nangan sehingga tidak dijual. Semuanya ia jadikan sebagai koleksi pribadi di rumahnya. “Ada puluhan. Semuanya masih sering saya gunakan saat manggung hingga bersantai di rumah,” papar salah satu pen- diri Music School of Indonesia (MSI) itu. (M-4) [email protected] DEMI membiayai ajang festival musik jazz, Jak Jazz, musikus Ireng Maulana rela menjual dua rumahnya. Maklum, ia mengaku kesulitan mendapatkan sponsor untuk acara tahunan yang digagasnya dan su- dah mulai digelar sejak 1988 si- lam. “Satu rumah, rumah saya yang tidak saya tempati, satunya lagi rumah yang sebenarnya untuk anak saya, terpaksa saya jual demi terus berjalannya Jak Jazz. Sedih juga, tapi ya tidak apa yang penting acara ini berjalan,” ungkap- nya prihatin saat dijumpai di Gandaria City, ke- marin. Tahun lalu ajang Jak Jazz urung digelar. Tahun ini juga hampir bernasib sama. Toh, musikus yang dikenal idealis ini tak mau putus asa. Ia pun wira-wiri melobi pihak-pihak yang mau membantu. Meski dana pas-pasan, ia akhirnya bisa menggelar Jak Jazz pada 10 dan 11 Desember. Malah, ajang itu ia jadikan ajang mencari dana untuk membatu korban bencana alam: Merapi, Wasior, dan Mentawai. Kare- na itu, tajuk acara pun menjadi Jak Jazz Cares. “Beruntung, saya da- pat dukungan dari artis yang bersedia dibayar dengan harga ‘pertemanan’. Juga ada dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata meski jumlahnya tak banyak. Mereka berjanji tahun depan baru akan menyokong lebih besar lagi,” ujarnya. Bantuan lainnya, Ireng mendapat tempat pergelaran acara itu secara cuma-cuma di Gandaria City. Syaharani, Idang Rasjidi, Didik SSS, Dwiki Dharmawan, Grace Simon ialah segelintir musikus yang siap mendukungnya dan akan tampil di Jak Jazz Cares. (Eri/M-1) IRENG MAULANA Jual Rumah demi Jazz BIODATA Nama : Dewa Budjana Tempat tanggal lahir: Waikabubak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, 30 Agustus 1963 Pekerjaan : Musikus, gitaris Istri : Borrawati Anak : Devananda, 6,5 tahun, dan Dawainanda, 2,6 tahun Karier: Squirrell (1980 - 1985) Spirit (1989 - 1992) Java Jazz (1993 - 1994) Gigi (1994 - Sekarang) Karier solo: Album Nusa Damai (1997) Album religius Nyanyian Dharma (1998) Album Gitarku (2000) Album Samsara (2003) Album Home (2005) Album Dawaiku (2010, belum diluncurkan)

Transcript of JEMARI - ftp.unpad.ac.id filedi Bali. Ia tidak mengikuti kursus atau sekolah mu sik. Ia lebih fokus...

Page 1: JEMARI - ftp.unpad.ac.id filedi Bali. Ia tidak mengikuti kursus atau sekolah mu sik. Ia lebih fokus kepada impro-visasi sehingga menghasilkan melodi yang enak didengar. “Semua lagu

Sosok | 11JUMAT, 10 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Sayatan instrumen yang dimainkan Dewa Budjana mampu membuat pendengar seakan bersemedi.

RABU pekan lalu, pe-tikan gitar Dewa Budja na meng a lun di Tea ter Saliha ra, Pasar

Minggu, Jakarta Selatan. Ada 18 instrumen yang ia perde-ngar kan malam itu, tercipta da lam kurun waktu 1993-2010.

Antara lain Dreamland (2005), Dancing Tears (2005), Lalu Lintas (1987), Lost Paradise (2005), Kromatiklagi (2005), serta Temple Island (2004). Adapun Gangga dan Caka yang ia mainkan ma-lam itu belum dirilis. “Saya be-lum rekaman sehingga belum tahun kapan mau dirilis. Un tuk tahun ini kayaknya sudah

mepet,” tutur Budjana, san tai, seusai pementasan yang ber-langsung selama 2 jam itu.

Apalagi, dia memang harus menyiapkan diri untuk konser. Dewa mengungkapkan dirinya perlu waktu untuk berlatih. Untuk performa, ia tidak pernah merasa sempurna. “Kadang kondisi yang kurang fit ju ga membuat saya tidak ber kon-sentrasi saat tampil,” cetusnya.

Bagi gitaris kelahiran Waika-bu bak, Sumba Barat, Nusa Teng gara Timur, 30 Agustus 1963 ini, musik sudah menjadi ba gian hidup. Tak ayal, setiap ba ngun tidur, ia pasti akan me-

mainkan gitar sebelum memulai aktivitas secara normal. “Untuk bisa profesional, perlu ketekun-an dan kedisiplinan. Ini yang membuat saya termoti vasi un-tuk menciptakan hal-hal baru melalui gitar,” papar nya.

JendelaPemilik nama lengkap I De wa

Gede Budjana itu telah me-nekuni gitar sejak sekolah da sar di Bali. Ia tidak mengikuti kursus atau sekolah mu sik.

Ia lebih fokus kepada impro-visasi sehingga menghasilkan melodi yang enak didengar. “Semua lagu yang saya cipta

memang ditujukan agar orang-orang bisa merasakan kedamai-an sambil bersemedi,” ujar nya.

Budjana pun mengaku untuk mengenal secara jeli setiap kar- yanya, perlu memahami judul. “Instrumen kan sulit diartikan. Nah, untuk bisa mengerti, ada pada judulnya,” paparnya.

Instrumen Gangga, misalnya, ia buat saat berkunjung ke Rishi kesh, India, pertengahan ta hun ini. Kunjungan itu ia mak-nai sebagai sebuah perjalanan spiritual.

Saat berada di ‘Negeri Hin-dus tan’, ia mulai menciptakan beberapa instrumen di bawah

kaki pegunungan Himalaya. “Saat saya bermain, beberapa yo gi hanya memperhatikan. Me reka sangat suka dengan instrumen itu sehingga saya judulkan Gangga,” kisahnya.

Meski sudah melanglang bua na ke separuh dunia, ia ma-sih memiliki cita-cita untuk bi sa manggung di tanah kela-hir annya kelak. Ia pun berha-rap ada promotor yang dapat mengundang.

“Saya masih menunggu. Ke-pingin juga tampil di Sumba. Mudah-mudahan bisa main nanti,” tuturnya.

Selain bermusik, suami Bor-

Iwan Kurniawan

JEMARI SANG DEWA

MI/GINO F HADI

MI/GINO F HADI

rawati itu juga fokus memberi-kan perhatian ekstra kepada dua anaknya, Devananda, 6,5, dan Dawainanda yang belum genap 3 tahun. “Saya sudah ber langlang buana di dunia mu-sik sejak kecil. Sekarang perlu menjaga anak karena sudah mulai gede,” ujarnya, sambil merapikan sarung gitarnya.

Rezeki dan idealismeSebagai musikus yang ber ka-

rier di dua sisi, yaitu menjadi gi taris band GIGI dan berkarier solo, Budjana tidak menemukan kendala. Ia hanya perlu mem-bagi waktu secara maksimal.

Apakah di band GIGI hanya untuk mencari rezeki, sedang-kan tampil tunggal untuk ideal-isme? “Bagi saya sama saja. Dua-duanya untuk idealisme. Tidak ada yang saya kesamping-kan,” kilahnya.

Untuk konser-konser pada 2011, ia mengaku belum memi-liki jadwal. Satu yang pasti, dia akan tampil pada perayaan ulang tahun band GIGI ke-17.

“Ya begitulah. Konser bersa-ma GIGI bakal dirayain berbe da dengan konser-konser sebe lum-nya,” ungkap lelaki berku mis itu.

Selain berprofesi di dunia mu-sik, Budjana juga menjadi se-orang kolektor gitar. Setiap gi tar yang ia simpan memiliki ke-nang an sehingga tidak dijual. Semuanya ia jadikan sebagai koleksi pribadi di rumahnya.

“Ada puluhan. Semuanya ma sih sering saya gunakan saat mang gung hingga bersantai di rumah,” papar salah satu pen-diri Music School of Indonesia (MSI) itu. (M-4)

[email protected]

DEMI membiayai ajang festival musik jazz, Jak Jazz, musikus Ireng Maulana rela menjual dua rumahnya. Maklum, ia mengaku kesulitan mendapatkan sponsor untuk acara tahunan yang digagasnya dan su-dah mulai digelar sejak 1988 si-lam.

“Satu rumah, rumah saya yang tidak saya tempati, satunya lagi rumah yang sebenarnya untuk anak saya, terpaksa saya jual demi terus berjalannya Jak Jazz. Sedih juga, tapi ya tidak apa yang penting acara ini berjalan,” ungkap-nya prihatin saat dijumpai di Gandaria City, ke-marin.

Tahun lalu ajang Jak Jazz urung digelar. Tahun ini juga hampir bernasib sama. Toh, musikus yang dikenal idealis ini tak mau putus asa. Ia pun wira-wiri melobi pihak-pihak yang mau membantu. Meski dana pas-pasan, ia akhirnya bisa

menggelar Jak Jazz pada 10 dan 11 Desember.Malah, ajang itu ia jadikan ajang mencari dana

untuk membatu korban bencana alam: Merapi, Wasior, dan Mentawai. Kare-

na itu, tajuk acara pun menjadi Jak Jazz Cares.

“Beruntung, saya da-pat dukungan dari artis

yang bersedia dibayar dengan harga ‘pertemanan’.

Juga ada dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata

meski jumlahnya tak banyak. Mereka berjanji tahun depan baru akan menyokong lebih besar lagi,” ujarnya. Bantuan lainnya, Ireng mendapat tempat pergelaran acara itu

secara cuma-cuma di Gandaria City.

Syaharani, Idang Rasjidi, Didik SSS, Dwiki Dharmawan, Grace Simon ialah segelintir musikus yang siap mendukungnya dan akan tampil di Jak Jazz Cares. (Eri/M-1)

IRENG MAULANA

Jual Rumah demi Jazz

BIODATANama : Dewa Budjana

Tempat tanggal lahir: Waikabubak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, 30 Agustus 1963

Pekerjaan : Musikus, gitaris

Istri : Borrawati

Anak : Devananda, 6,5 tahun, dan Dawainanda, 2,6 tahun

Karier:• Squirrell (1980 - 1985)• Spirit (1989 - 1992)• Java Jazz (1993 - 1994)• Gigi (1994 - Sekarang)

Karier solo:• Album Nusa Damai (1997)• Album rel igius Nyanyian

Dharma (1998)• Album Gitarku (2000)• Album Samsara (2003)• Album Home (2005)• Album Dawaiku (2010,

belum diluncurkan)