jbptunpaspp-gdl-renyfebria-717-1-6.babi
-
Upload
beni-ridwan-susanto -
Category
Documents
-
view
23 -
download
2
Transcript of jbptunpaspp-gdl-renyfebria-717-1-6.babi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Undang-undang no.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang direvisi
menjadi UU. 32 Tahun 2004 dan diubah dengan Perpu No.3 Tahun 2005 serta UU
No.25 tentang pengimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang
direvisi menjadi UU. No 33 Tahun 2004, menjadi tonggak awal dari otonomi daerah.
Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan
keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai
dengan kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut. (Indra Bastian 2007:2).
Dengan pelaksanaan otonomi daerah kabupaten dan kota, pengelolaan
keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, sistem
pengelolaan keuangan daerah yang baik diperlukan untuk mengelola dana
desentralisasi secara transparan, ekonomis, efisien, efektif, dan akuntabel.
Beberapa prioritas perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah penting
dilakukan, terutama dalam aspek anggaran, akuntansi, dan pemeriksaan. Sejalan
dengan pelaksanaan otonomi daerah, sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik
difokuskan untuk mengelola dana secara desentralisasi dengan transparan, efisien,
efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas. Untuk
1
mewujudkan hal tersebut diperlukan suatu pemikiran cerdas melalui inovasi sistem
akuntansi (Indra Bastian 2007 : 2).
Dalam mengelola keuangan daerah, pemerintah daerah menggunakan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Keuangan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan yang bertujuan
untuk memberikan informasi dalam pertanggungjawaban penggunaan dana.
Beberapa karakteristik akuntansi keuangan daerah yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan sistem akuntansi keuangan daerah adalah :
a. Kebijakan akuntansi yang akan diterapkan (berhubungan dengan
asset/kekayaan, kewajiban, modal, pelaporan dll),
b. Perlakuan akuntansi untuk berbagai hal (pendapatan, belanja/pengadaan,
pembentukkan dana cadangan, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan),
c. Kode rekening yang berlaku standar,
d. Prosedur akuntansi (pengajuan dana, penganggaran, pengadaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, persediaan, penerimaan pendapatan, dll),
dan
e. Perlu diciptakan formulir-formulir standar.
Pada dasarnya Pemerintah Daerah telah berupaya untuk menyusun laporan
keuangan dengan menggunakan sistem akuntansi keuangan daerah yang diharapkan
mampu mewujudkan tercapainya transparansi dan akuntabilitas. Pengembangan
2
sebuah sistem yang tepat untuk dapat di implementasikan di daerah menghasilkan
suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang diharapkan dapat mengganti sistem
akuntansi. Dengan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) diharapkan
transparansi dan akuntabilitas yang diharapkan dalam pengelolaan keuangan daerah
dapat tercapai (Abdul Halim 2008 : 35).
Adapun manfaat penerapan sistem akuntansi keuangan daerah berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintahan (2005 : 11) adalah bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas dan keandalan pengelolaan keuangan pemerintah melalui penyusunan
dan pengembangan standar akuntansi pemerintahan.
Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa kota Cimahi adalah kota pertama
di Jawa Barat yang berhasil menetapkan APBD 2010 tepat waktu. Pemerintah kota
Cimahi adalah salah satu pemerintah daerah Jawa Barat yang menerapkan SIMDA
melalui kerjasama dengan BPKP Jabar. Kerjasama asistensi penyusunan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah (Sistem Akuntansi Keungan Daerah) antara BPKP Jabar
dengan Pemkot Cimahi dalam menerapkan aplikasi SIMDA keuangan secara penuh
dimulai sejak tahun anggaran 2009. Pada tahun 2007 SIMDA belum dapat diterapkan
karena praktek penganggaran dan penatausahaan keuangan di Pemkot Cimahi belum
sesuai dengan Permendagri 13/2006 dan Permendagri 59/2007. Tahun 2008, SIMDA
diterapkan dalam taraf merekam/menginput kembali atas transaksi manual yang telah
dilakukan melalui penganggaran, penatausahaan dan pelaporan.
3
Dari aktivitas penginputan kembali transaksi manual ke dalam SIMDA,
diketahui banyak hal yang perlu diperbaiki oleh Pemkot Cimahi agar praktek
pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan aturan yang ada. Tahun 2009 SIMDA
mulai secara utuh diterapkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan berlanjut ke
tahun anggaran 2010. Berdasarkan bimbingan dari Tim Asistensi SAKD Perwakilan
BPKP Prov Jabar terhadap Pemerintahan Kota Cimahi, Pemkot Cimahi menjadi
Pemda pertama di Jawa Barat yang menatapkan Perda APBD TA 2010 tanggal 30
Desember 2009.
Penelitian yang dilakukan Renovator (2004) tentang peran sistem akuntansi
keuangan daerah dalam mewujudkan akuntabilitas keuangan pemerintah daerah Jawa
Barat, menunjukkan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah berperan dalam
mewujudkan akuntabilitas keuangan daerah.
Dewasa ini, akuntabilitas publik juga menjadi kajian dan fokus bahasan yang
marak. Tuntutan akuntabilitas telah menjadi tema sentral yang disuarakan masyarakat
konsumen, lembaga-lembaga non pemerintah, mahasiswa, maupun masyarakat awam
di Indonesia kepada pemerintah, wakil-wakil rakyat di DPR/DPRD, perusahaan-
perusahaan negara maupun swasta, serta berbagai institusi negara.
Menurut Funnell dan Cooper (1998) yang dikutip Robinson (2004:2a)
seseorang itu bertanggung jawab (accountable) jika ia berkewajiban menjawab
pertanyaan serta memberi penjelasan atas keputusan atau kebijakan serta tindakan-
tindakan yang bersumber dari otoritas untuk melakukan sesuatu perbuatan atas nama
4
individu, kelompok orang atau institusi tertentu (sebagai agen pemberi otoritas atau
principal). Berawal dari konsep akuntabilitas seperti itulah, maka penyediaan
informasi yang relevan menggambarkan kinerja (performance) sektor publik yang
esensial bagi sektor publik dalam memberikan pertanggungjawaban akan segala
aktivitasnya kepada semua pihak yang berkepentingan.
Fenomena yang terjadi dalam pengembangan sektor publik di Indonesia
dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,
baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu
media pertanggungjawaban secara periodik (Stanbury, 2003).
Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran,
akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan
akuntabilitas finansial. Terkait akuntabilitas, kita dapat menemukan adanya aturan
mengenai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagaimana
diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/1999 serta Keputusan Lembaga
Administrasi Negara (LAN) No. 598/IX/6/Y/99 juncto Keputusan Kepala LAN No.
239/IX/6/8/2003.
Namun demikian, mekanisme akuntabilitas sebagaimana diatur oleh sejumlah
peraturan tersebut belum memenuhi kriteria akuntabilitas publik sebagaimana
dimaksud oleh sejumlah pakar seperti Melvin J Dubnick, Barbara Romzek dan
5
Patricia Ingraham, James Fesler dan Donald Kettl, serta Jay Shafritz (lihat dalam
Callahan, 2007, 109-110). Mekanisme akuntabilitas yang diatur dalam LAKIP hanya
ditujukan secara internal kepada atasan saja serta hanya mengukur sejauhmana target
yang sudah ditetapkan telah tercapai dalam rangka pelaksanaan misi organisasi.
Akutabilitas publik yang seharusnya dibangun dalam pandangan para pakar
sebagaimana dikutip oleh Callahan (2007) adalah akuntabilitas publik yang tidak
hanya ditujukan secara internal (pemerintah atasan saja) tetapi juga ditujukan kepada
para pemangku kepentingan lainnya seperti masyarakat. Selain itu, mekanisme
akuntabilitas publik juga tidak hanya ditujukan untuk mengukur kinerja, tetapi juga
dapat memantau perilaku dari pejabat publik agar sesuai dengan etika dan aturan
hukum yang berlaku.
Salah satu masalah yang sangat kritis diperhatikan oleh sebagian besar
masyarakat adalah akuntabilitas keuangan . Akuntabilitas keuangan bagi pemerintah
(khususnya pemerintah daerah) memberikan arti bahwa aparatur pemerintah wajib
mempertanggungjawabkan setiap rupiah uang rakyat yang ada dalam anggaran
belanjanya yang bersumber dari penerimaan pajak dan retribusi. Format baru yang
perlu dikembangkan dan diterapkan oleh pemerintah daerah agar terciptanya
pemerintah yang bersih dan good governance adalah dengan cara adanya
akuntabilitas dari penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu bagian dari akuntabilitas
yang dapat diciptakan oleh aparatur pemerintah daerah adalah dengan adanya
akuntabilitas keuangan daerah. Akuntabilitas keuangan daerah akan tercapai adalah
6
dengan dilaksanakannya sistem akuntansi keuangan daerah yang baru yang sesuai
dengan paradigma good governance, dimana akuntabilitas merupakan kunci dalam
mewujudkan good governance.
Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala
daerah dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran
daerah. Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata dalam pelaksanaannya,
keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi
hanya oleh informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah
pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif.
Menurut Muhammad Gade (2002) salah satu fungsi akuntansi pemerintah
adalah akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengurusan keuangan Negara,
Seiring dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
pengelolaan keuangan daerah maka tuntutan akuntabilitas sektor publik lebih tertuju
kepada pemerintahan daerah. Disamping itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pasal 30 bahwa aspek
akuntabilitas terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan
keuangan, dan laporan barang. Dimana laporan realisasi anggaran, neraca dan catatan
atas laporan keuangan tersebut dihasilkan oleh sistem akuntansi keuangan daerah.
Maka agar akuntabilitas sektor publik terjamin, diperlukan sistem akuntansi,
karena sistem akuntansi merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan
daerah yang transparan, adil, efektif dan efisien.
7
Dengan diterapkannya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)
diharapkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dapat tercapai khususnya
akuntabilitas pada SKPD, dimana laporan keuangan SKPD merupakan dasar laporan
keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian yang dilakukan oleh
Renovator (2004) tentang peran sistem akuntansi keuangan daerah dalam
mewujudkan akuntabilitas keuangan pemerintah daerah Jawa barat, menunjukkan
bahwa dengan adanya penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, maka akan
tercipta akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Daerah. Akan tetapi, hasil
penelitian menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat belum sepenuhnya melakukan
penyusunan laporan keuangan daerah dengan mengikuti Standar Akuntansi
Pemerintah, penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang
memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu.
Dalam hal ini, Pemerintahan Kota Cimahi sedang melakukan pendekatan
akuntabilitas publik terhadap masyarakat kota Cimahi. Dalam pendekatan
akuntabilitas publik, kebebasan informasi merupakan kewajiban lembaga atau badan
publik untuk menyebarluaskan produk kebijakan, aturan, rencana, dan hasil itu
sebagai pengetahuan untuk mengikuti penyelenggaraan negara yang transparan dan
berpola umpan balik. Pada Pemerintahan Kota Cimahi, hal tersebut dapat dilihat
berdasarkan UU No.14/2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, dimana UU
tersebut memudahkan masyarakat untuk dapat mengakses segala informasi publik.
8
Dokumen-dokumen seperti rincian APBD, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
(LKPJ) Wali Kota, serta BUMD kini dapat diakses oleh masyarakat luas. Disamping
itu, pada tahun 2009, dalam pemeriksaan laporan keuangan, pelaporan keuangan
daerah kota Cimahi menyandang status wajar dengan pengecualian.
Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengetahui
bagaimana pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap
akuntabilitas publik, maka penulis melakukan analisis dan penelitian untuk
membahas hal tersebut dalam skripsi dengan judul “PENGARUH PENERAPAN
SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH (SAKD) TERHADAP
AKUNTABILITAS PUBLIK” (Studi di Pemerintahan Kota Cimahi).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis
merumuskan beberapa permasalahan yang penulis akan coba bahas dalam penelitian
ini. Permasalahan tersebut antara lain :
1. Bagaimana penerapan sistem akuntansi keuangan daerah pada
Pemerintahan Kota Cimahi?
2. Bagaimana akuntabilitas publik pada Pemerintahan Kota Cimahi?
3. Bagaimana pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah
terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintahan Kota Cimahi?
9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai sistem
akuntansi keuangan daerah pada Pemerintahan Kota Cimahi dan pengaruhnya
terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintahan Kota Cimahi.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan atas penelitian yang dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem akuntansi keuangan
daerah pada Pemerintahan Kota Cimahi.
2. Untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas publik pada Pemerintahan
Kota Cimahi.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan sistem akuntansi
keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintahan Kota
Cimahi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang
bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan membutuhkan, antara lain :
a. Bagi penulis pribadi, dengan melakukan penelitian ini akan lebih
memahami penerapan teori-teori yang telah diperoleh dan dapat
memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga
10
sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai tidaknya kesesuaian
antara teori yang dipelajari dengan fakta yang terjadi.
b. Bagi pemerintahan kota Cimahi, dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam penyusunan akuntansi keuangan daerah.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian di Pemerintahan Kota
Cimahi Jl. RD.Demang Hardjakusumah, Cimahi 40513. Untuk memperoleh data
yang diperlukan sesuai dengan objek yang akan diteliti, maka penulis akan
melaksanakan penelitian pada waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintahan Kota
Cimahi yang beralamat di Jl. RD.Demang Hardjakusumah, Cimahi 40513.
11