Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

22
12 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan proses yang terjadi di permukaan bumi dan umumnya bersifat merusak seperti erosi, pelapukan, glasiasi, pengendapan, dan sebagainya. Sedangkan proses endogen merupakan proses yang terjadi di bawah permukaan bumi dan umumnya bersifat membangun. Seperti aktifitas vulkanisme, pengangkatan, perlipatan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai geologi bentang alam tersebut. Proses merupakan yang sedang terjadi pada bentang alam dan memodifikasi kondisi aslinya, dan tahapan menjelaskan seberapa jauh proses tersebut telah berlangsung dalam memodifikasi kondisi awal dari bentang alam. Analisis geomorfologi dilakukan melalui interpretasi foto udara/citra satelit dan peta topografi, sehingga diperoleh data kelurusan, pola kontur topografi, pola sungai, sudut lereng, kemiringan lapisan (dip slope), bentukan lembah sungai dan tingkat erosi yang terjadi. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk menentukan satuan geomorfologinya berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939) serta untuk memperkirakan proses geologi yang mempengaruhi pembentukannya. Jadi, analisis geomorfologi perlu dilakukan dalam sebuah pemetaan geologi, karena dari analisis geomorfologi dapat dibuat hipotesa awal bagaimana proses geologi bekerja dan membentuk bentang alam yang ada pada saat ini.

description

geomorfologi

Transcript of Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

Page 1: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

12

BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN

Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan

proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan proses yang terjadi di

permukaan bumi dan umumnya bersifat merusak seperti erosi, pelapukan, glasiasi,

pengendapan, dan sebagainya. Sedangkan proses endogen merupakan proses yang

terjadi di bawah permukaan bumi dan umumnya bersifat membangun. Seperti

aktifitas vulkanisme, pengangkatan, perlipatan, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk

bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi

mengenai geologi bentang alam tersebut. Proses merupakan yang sedang terjadi pada

bentang alam dan memodifikasi kondisi aslinya, dan tahapan menjelaskan seberapa

jauh proses tersebut telah berlangsung dalam memodifikasi kondisi awal dari bentang

alam.

Analisis geomorfologi dilakukan melalui interpretasi foto udara/citra satelit dan peta

topografi, sehingga diperoleh data kelurusan, pola kontur topografi, pola sungai, sudut

lereng, kemiringan lapisan (dip slope), bentukan lembah sungai dan tingkat erosi yang

terjadi. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk menentukan satuan geomorfologinya

berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939) serta untuk memperkirakan proses geologi

yang mempengaruhi pembentukannya. Jadi, analisis geomorfologi perlu dilakukan

dalam sebuah pemetaan geologi, karena dari analisis geomorfologi dapat dibuat

hipotesa awal bagaimana proses geologi bekerja dan membentuk bentang alam yang

ada pada saat ini.

Page 2: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

13

3.1.1 Penafsiran Geomorfologi Daerah Penelitian

Geomorfologi daerah penelitian, berdasarkan pada pengamatan peta topografi dan

observasi langsung di lapangan, berupa bentangan alam bergelombang yang terdiri

dari punggungan, perbukitan, dan lembah. Pada daerah penelitian titik tertinggi ± 987

m dpl di bagian Timur Laut (puncak Pasir Gombong). Beberapa puncak ketinggian

lainnya antara lain 941 m dpl (puncak Pasir Subleg), 857 m dpl (puncak Pasir

Bungbulang), dan beberapa puncak tinggi lainnya yang mewakili perbukitan di daerah

penelitian.

Perbedaan relief pada bentang alam di daerah penelitian disebabkan oleh perbedaan

respon batuan terhadap proses yang terjadi di permukaan. Reaksi ini berupa proses

yang terjadi dan tingkat ketahanan batuan terhadap proses denudasi yang berlangsung.

Morfologi tinggian dan relief terjal merupakan ekspresi dari litologi yang resisten,

dengan litologi berupa breksi, endapan vulkanik, dan batupasir. Sedangkan dataran

dan lembah yang memiliki relief yang landai merupakan ekspresi dari litologi yang

kurang resisten, dengan litologi berupa perselingan batupasir-batulempung.

Daerah penelitian tersusun atas morfologi punggungan dan lembah dengan perbedaan

elevasi yang relatif tajam. Keberadaan punggungan dan lembah tersebut

mencerminkan perbedaan tingkat ketahanan material penyusunnya terhadap proses

erosi yang terjadi. Punggungan dan perbukitan tersusun atas batuan dengan material

penyusun yang relatif keras sehingga cukup stabil dan resisten terhadap proses

denudasi dan struktur yang mempengaruhinya.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa punggungan dan perbukitan di daerah

penelitian tersusun atas batupasir-batulempung, batugamping dan material vulkanik.

Dataran dan lembah yang terletak di bagian Tenggara daerah penelitian disusun oleh

batulempung dan Napal yang kurang stabil terhadap proses denudasi dan struktur

yang mempengaruhinya.

Page 3: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

14

Gambar 3.1 Diagram bunga (roset) komposit yang menggambarkan pola kelurusan pada daerah penelitian.

Hasil analisa kelurusan sungai dan kelurusan bukit dari peta topografi, didapatkan

arah umum dominan pada daerah penelitian adalah NE-SW (Gambar 3.1) yang

diinterpretasi sebagai manifestasi sistem kekar yang berhubungan dengan struktur

sesar anjak dan kemiringan lapisan batuan (jurus/strike lapisan). Selain itu terdapat

arah umum lain yang berarah NW-SE yang diinterpretasikan sebagai manifestasi

struktur sesar mendatar.

Page 4: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

15

Gambar 3.2 Pola dan tipe genetik sungai daerah penelitian

Sungai pada daerah penelitian menunjukkan pola aliran rektangular (Gambar 3.2)

yang mencerminkan jejak sesar atau rekahan pada batuan yang beragam (Van

Zuidam, 1985). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aliran sungai

pada daerah penelitian lebih dikontrol oleh struktur baik sesar dan rekahan.

Menurut klasifikasi Davis, (1902) op.cit Thornbury, (1969), tipe genetik sungai

di daerah penelitian terdiri dari (Foto 3.1) :

1. sungai obsekuen adalah sungai yang arah alirannya berlawanan dengan kemiringan

lapisan batuan, contohnya terlihat pada Sungai Cihonje, Sungai Cipetir, Sungai

Citali, dan Sungai Cipateungteung.

2. sungai konsekuen adalah sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan

lapisan batuan, contohnya terlihat pada Sungai Cinempel, Sungai Ciginting,

Sungai Cilawang, Sungai Cimahpar, Sungai Cisokan, dan sebagian aliran Sungai

Cikidang

3. sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurus lapisan

batuan, contohnya terlihat pada Sungai Ciseupan dan sebagian aliran Sungai

Cikidang.

Page 5: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

16

Foto 3.1 Tipe genetik sungai daerah penelitian, obsekuen (CPTR-2), subsekuen (CMPR-2), dan

konsekuen CRWG-3)

3.1.2. Satuan Geomorfologi

Geomorfologi daerah penelitian dibagi berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939).

Klasifikasi ini berdasarkan pada tipe genetik atau proses dan faktor penyebab

bentukan morfologi sehingga daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi:

Satuan Satuan Perbukitan Lipatan, Satuan Perbukitan Vulkanik, dan Satuan Dataran

Aluvial.

3.1.2.1 Satuan Perbukitan Vulkanik

Satuan perbukitan vulkanik ini meliputi 25 % dari luas daerah penelitian yang

ditandai dengan warna merah muda pada peta geomorfologi (Lampiran E-I). Satuan

ini berupa perbukitan di bagian Timur dan Barat daerah penelitian. Ketinggian

topografinya berada diantara 525-871 mdpl.

CPTR-2 CMPR-4

CRWG-3

Page 6: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

17

Satuan ini memiliki kenampakan berupa morfologi perbukitan dengan kemiringan

lereng yang curam dengan pola kontur yang rapat dibandingkan dengan pola kontur

perbukitan lainnya (Foto 3.2). Pola kontur yang rapat dapat ditafsirkan bahwa batuan

penyusunnya adalah batuan yang relatif keras dan kompak. Dari pemetaan geologi

didapatkan litologi berupa andesit dan breksi vulkanik pada satuan ini. Tahapan

geomorfik pada Satuan Perbukitan Vulkanik termasuk ke dalam tahapan geomorfik

muda. Tahapan gemorfik muda ditandai dengan lembah sungai yang sempit dan

berbentuk V, dinding sungai terjal, dan tidak dijumpai dataran banjir. Satuan geomorf

ini digunakan sebagai kawasan perkebunan.

Foto 3.2 Satuan Perbukitan Vulkanik (dari CPT-9 ke arah Timur).

3.1.2.2 Satuan Perbukitan Lipatan

Satuan ini menempati sekitar 74% dari luas keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini

memiliki ketinggian topografinya berada disekitar 450-974 mdpl. Satuan ini ditandai

oleh bentuk morfologi punggungan yang memanjang dengan kemiringan lereng agak

terjal – landai (Foto 3.3). Batuan penyusun satuan ini adalah batupasir, batulempung,

batunapal, dan batugamping yang memiliki kemiringan lapisan batuan membentuk

lipatan antiklin dan sinklin. Ekspresi morfologi berupa relief yang relatif lebih kasar

hingga halus yang menunjukkan bahwa satuan ini memiliki tingkat resistensi tinggi-

rendah terhadap erosi.

Page 7: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

18

Foto 3.3 Unit Satuan Perbukitan Lipatan (dari lokasi CHJ-11 ke Timur)

3.1.2.3 Satuan Dataran Aluvial

Satuan ini meliputi 2 % dari luas daerah penelitian. Satuan ini berupa dataran rendah

dengan pola kontur yang renggang dan berada pada elevasi 450 – 500 mdpl (Foto

3.4). Satuan ini terletak di bagian tenggah dan Selatan daerah penelitian, yang

ditandai dengan warna abu- abu. Satuan ini memiliki tahapan geomorfik dewasa

dengan lembah sungai berbentuk U.

Batuan penyusun satuan ini adalah endapan-endapan hasil erosi dan transportasi dari

hulu sungai berupa pasir, lempung, kerikil, kerakal, dan bongkah dari batupasir,

batugamping dan batuan beku andesitik.

Foto 3.4Unit Satuan Dataran Aluvial (diambil di Sungai Cisokan, CSK-1)

Page 8: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

19

3.2. Stratigrafi

Berdasarkan data penelitian di lapangan dan berdasarkan data hasil analisa

laboratorium, maka daerah penelitian dapat dikelompokkan kedalam 6 satuan tidak

resmi dengan urutan dari tua ke muda sebagai berikut : Satuan Batugamping, Satuan

Napal, Satuan Batupasir- Batulempung, Satuan Lava Andesit, Satuan Breksi, dan

Satuan Aluvial dengan kolom stratigrafi daerah penelitian sebagai berikut :

Gambar 3.3 Kolom stratigrafi daerah penelitian (tanpa skala)

Page 9: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

20

Gambar 3.4 Peta geologi daerah penelitian

Page 10: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

21

3.2.1 Satuan Batugamping

Penyebaran dan Ketebalan

Satuan Batugamping terletak di Barat daerah penelitian (Gambar 3.4 dan Lampiran E-

III) yang ditandai dengan warna biru pada peta geologi dan menempati 8% dari

daerah penelitian. Satuan ini ditemukan di hilir Sungai Cisokan, Sungai Cisepan,

Sungai Cipateungteng dan Pasir Masigit.

Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi didapat ketebalan Satuan ini sekitar

900-1.850 meter.

Ciri Litologi

Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) batugamping ini termasuk dalam fasies

Wackestone dengan kandungan lumpur karbonat > 10% dengan ciri litologi bewarna

putih kecoklatan, terpilah sedang, kemas terbuka, butiran terdiri butiran detritus dan

foraminifera kecil, mollusca, dan algae. Matriks berupa lumpur karbonat dan

semennya berupa sparry (Foto 3.5).

Foto 3.5 Singkapan Batugamping di CSK-2

Umur

Hasil analisis mikropaleontologi pada contoh batuan pada lokasi CPTG-4b

menunjukkan kisaran umur N3-N5 biozonasi Blow (1969) yaitu Oligosen Akhir -

Miosen Awal (Lampiran A). Hal ini sesuai dengan pendapat peneliti terdahulu yaitu

Page 11: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

22

Martodjojo (1984) yang menyatakan umur Formasi Rajamandala adalah Oligosen

Akhir – Miosen Awal. Berdasarkan asosiasi foraminifera besar dan foraminifera

plankton, Karmini (1981) op. cit Martodjojo (1984) menyatakan umur batugamping

Formasi Rajamandala adalah N3. Dari paparan di atas disimpulkan bahwa satuan ini

berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal.

Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan ciri litiloginya dan kandungan fosil yang ditemukan, batugamping

bioklastik ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

Kesebandingan Stratigrafi

Berdasarkan ciri litologi, umur, dan lingkungan pengendapan satuan batugamping ini,

maka dapat disebandingkan dengan anggota batugamping Formasi Rajamandala

(Martodjojo, 1984).

Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi Satuan Batugamping dengan Satuan Batulempung di bawahnya

tidak ditemukan. Menurut literatur, satuan ini menunjukkan suatu hubungan yang

menjemari dengan satuan dibawahnya.

3.2.3 Satuan Napal

Penyebaran dan Ketebalan

Satuan napal ditandai dengan warna hijau muda pada peta geologi (Gambar 3.4 dan

Lampiran E-III), terletak di Barat daerah penelitian, dan meliputi sekitar 7 % daerah

penelitian. Satuan ini ditemukan di Sungai Cikarang, Sungai Cilawang, Sungai

Cipateungteung, dan di Selatan Sungai Cisokan (Lampiran E-II, Peta Lintasan).

Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi didapat ketebalan Satuan Napal ini

sekitar 125-250 meter.

Page 12: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

23

Ciri Litologi

Satuan Napal hadir dengan sisipan batugamping, dengan napal sebagai komponen

utama memiliki ciri litologi berwarna abu - abu, kompak, dan karbonatan (Foto 3.6).

Batugamping yang hadir sebagai sisipan dengan napal memilki ciri bewarna putih,

mud supported, fosil pecahan alga, foraminifera, dan mollusca. Berdasarkan

klasifikasi Dunham (1962), batugamping bioklastik ini termasuk pada fasies

Wackestone dengan kandungan lumpur karbonat > 10%.

Foto 3.6 Singkapan batunapal dengan struktur paralel laminasi di CSP-1

Umur

Hasil analisa mikropaleontologi pada contoh batuan dari lokasi CSPN-4

memperlihatkan kehadiran fosil foraminifera plankton Globigerinoides primordius,

Globigerina tripartita dan Globigerina venezuelana (Lampiran A) yang menunjukkan

kisaran umur N4-N5 pada Miosen Awal.

Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan ukuran besar butir dan kandungan fosil foraminifera planktonnya, satuan

ini diendapkan di laut dengan sistem arus energi rendah, di daerah laut dangkal. Hal

ini menunjukkan terjadinya pendalaman lingkungan pengendapan dari satuan

sebelumnya.

Kesebandingan Stratigrafi

Sisipan Batugamping

Page 13: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

24

Berdasarkan kesamaan umur dan ciri litologi, satuan napal yang ditemukan pada

daerah penelitian ini dapat disetarakan dengan satuan napal pada Formasi

Rajamandala.

Hubungan stratigrafi

Satuan napal menutupi secara selaras satuan batugamping yang berada dibawahnya.

3.2.3 Satuan Batupasir-Batulempung

Penyebaran dan Ketebalan

Satuan Batupasir-Batulempung pada peta geologi (Gambar 3.4 dan Lampiran E-III),

ditandai dengan warna kuning, penyebarannya meliputi 56% dari daerah penelitian

yang terletak di bagian Utara dan Selatan peta. Satuan ini tersingkap di Sungai

Cihonje, Sungai Cipetir, Sungai Cinempel, Sungai Ciginting, Sungai Cirangkuang,

hulu Sungai Citali, hilir Sungai Cilawang, hilir Sungai Cimahpar dan di sebagian

Sungai Cisokan. Berdasarkan rekontruksi penampang geologi didapatkan ketebalan

satuan 1.350-1.575 m.

Ciri Litologi

Satuan ini di bagian bawahnya dominan batulempung (Foto 3.7) dan semakin

dominan batupasir di bagian atas (Foto 3.8). Batupasir, abu – abu, pilah sedang,

kemas tertutup, agak karbonatan, porositas sedang, butir berbentuk membulat –

menyudut tanggung yang terdiri atas kuarsa, plagioklas, dan mineral opak. Struktur

sedimen yang ditemukan antara lain laminasi sejajar. Sedangkan batulempung

memiliki ciri litologi bewarna abu – abu – gelap, kompak, dan agak karbonatan.

Page 14: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

25

Foto 3.7 Singkapan satuan batupasir-batulempung yang didominasi batupasir

Foto 3.8 Singkapan batulempung sisipan batupasir dengan struktur laminasi sejajar dan convolute

Page 15: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

26

Sayatan tipis pada satuan batupasir (Lampiran C, Analisis Petrografi) menunjukkan

batupasir dengan pilah sedang, kemas tertutup, kontak antar butir berupa point

contact, long contact, concavo convex contact, mengandung butir sebanyak 60% yang

terdiri atas kuarsa, plagioklas, dan mineral opak, berukuran pasir halus (0.1 – 0.3

mm), berbentuk membulat - menyudut tanggung dengan matrik lempung sebanyak

25% yang mulai terekristalisasi menjadi serisit dan 15% semen berupa mineral

lempung. Berdasarkan klasifikasi Gilbert (1954) dinamakan batupasir Quartz-wacke.

Pada bagian Utara daerah penelitian ditemukan lapisan batupasir – batulempung yang

terbalik (Foto 3.9), diindikasikan dengan ditemukannya load cast pada bagian atas

lapisan batupasir yang seharusnya pada kondisi normal load cast berada di bagian

bawah lapisan.

Foto 3.9 Singkapan batupasir yang terbalik dengan load cast pada bagian atas lapisan

Umur

Analisis mikropaleontologi (Lampiran B) yang diambil dari CTL–4b dan CHJ–12b

didapatkan fosil foraminifera kecil planktonik yang memiliki kisaran umur N5–N7,

berdasarkan biozonasi Blow (1969). Jadi secara umum satuan ini memiliki umur

Miosen Awal.

Page 16: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

27

Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan kehadiran fosil foraminifera bentos maka menandakan bahwa

lingkungan pengendapan satuan ini adalah laut dangkal neritik tengah-neritik luar (20-

200 m). Kandungan material vulkanik yang terlihat pada sayatan petrografi

menunjukkan adanya aktifitas vulkanisme. Menurut Martodjojo (1984), aktifitas

tersebut masih berasal dari Selatan daerah penelitian yakni berasal dari gunungapi

vulkanik bawah laut yang telah muncul ke permukaan.

Kesebandingan Stratigrafi

Berdasarkan ciri litologi, struktur sedimen dan umurnya maka satuan ini dapat

disetarakan dengan Formasi Citarum yang dideskripsikan oleh Sudjatmiko (1972)

pada peta lembar Cianjur. Sudjatmiko dalam penulisannya mengambil nama Citarum

dari Martin (1887) yang kemudian dikutip oleh Van Bemmelen (1949). Lokasi

tipenya ditemukan di Sungai Cinongnang, anak Sungai Citarum di Sukabumi dengan

ketebalan 1.372 m oleh Suteja (1971) op. cit Martodjojo, (1984).

Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan napal dibawahnya adalah selaras

ditafsirkan dari kemenerusan waktu pengendapan.

3.2.4 Satuan Lava Andesit

Penyebaran

Satuan Andesit menempati sekitar 6% daerah penelitian, ditandai dengan warna

merah pada Peta Geologi (Gambar 3.4 dan Lampiran E-III). Terletak di bagian Barat

daerah penelitian, dan dapat ditemukan di bagian hulu Sungai Cisepan.

Page 17: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

28

Foto 3.10 Singkapan Lava Andesit

Ciri Litologi

Satuan ini berupa batuan beku andesit (Foto 3.10). Singkapan yang ditemukan

menunjukkan bahwa andesit yang tersingkap relatif segar. Batuan beku andesit ini

memiliki ciri litologi berwarna abu-abu gelap-hitam dengan ukuran kristal halus atau

afanitik, tetapi beberapa mineral masih dapat terlihat. Sayatan tipis (Lampiran C,

Analisis Petrografi) menunjukkan bahwa batuan bersifat hipokristalin, trakhitik,

dengan fenokris (50%) berupa plagioklas, piroksen, kuarsa, dan mineral opak dengan

masadasar (40%) berupa piroksen dan plagioklas. Hasil pengamatan petrografi

tersebut (Lampiran C) menunjukkan bahwa batuan ini diklasifikasikan sebagai

Andesit.

Page 18: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

29

Umur

Dari kesamaan penyebaran satuan ini dengan penyebaran batuan vulkanik pada Peta

Geologi Lembar Cianjur (Sujatmiko, 1972) maka satuan ini kemungkinan merupakan

berumur pliosen.

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Satuan ini terendapkan secara tidak selaras. Berdasarkan ciri litologi di atas, satuan ini

dapat disetarakan dengan endapan vulkanik muda (PL) yang berumur Pliosen

(Sujatmiko, 1972)

3.2.5 Satuan Breksi

Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi ini terletak di bagian Timur daerah penelitian, ditandai dengan warna

merah muda, dan menempati 19% dari daerah penelitian. Berdasarkan rekontruksi

penampang didapatkan ketebalan satuan ini 85 m.

Ciri Litologi

Satuan ini terdiri atas breksi volkanik (Foto 3.11) dan andesit (Foto 3.12). Umumnya

satuan ini tersingkap dengan kondisi yang relatif segar. Breksi berwarna abu–abu

gelap – hitam, fragmennya terdiri dari batuan beku basal dan andesit berukuran

kerakal–bongkah, dan berbentuk menyudut–menyudut tanggung. Matriksnya terdiri

dari pasir sedang–kasar. Sayatan tipis (Lampiran C, Analisis Petrografi) pada fragmen

breksi ini didapatkan bahwa fragmen memiliki tekstur hipokristalin, porfiritik dengan

30% fenokris yang terdiri dari plagioklas, piroksen, kuarsa, k- feldspar, mineral opak,

dan gelas sedangkan 40% dari masadasarnya terdiri dari plagioklas, piroksen, dan

Page 19: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

30

gelas. Litologi lainnya berupa batu andesit berwarna abu-abu-hitam dengan ukuran

kristal halus atau afanitik tetapi beberapa mineral masih dapat terlihat. Sayatan tipis

dari fragmen breksi (Lampiran C, Analisis Petrografi) menunjukkan bahwa batuan

bersifat hipokristalin, porfiritik, dengan fenokris (50%) berupa plagioklas, piroksen,

kuarsa, dan mineral opak dengan masadasar (40%) berupa piroksen dan plagioklas.

Hasil pengamatan petrografi tersebut (Lampiran C) menunjukkan bahwa batuan ini

diklasifikasikan sebagai andesit.

Foto 3.11 Singkapan breksi vulkanik di CLW-12

Foto 3.12 Singkapan breksi di CTL-12

Page 20: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

31

Umur dan Lingkungan Pengendapan

Dari kesamaan penyebaran satuan ini dengan penyebaran batuan vulkanik pada Peta

Geologi Lembar Cianjur (Sujatmiko, 1972) maka satuan ini kemungkinan merupakan

bagian dari Breksi Pliosen (Pb) dan berumur Pliosen-Plistosen. Satuan ini diendapkan

secara tidak selaras di atas satuan lain. Hubungan ketidakselarasan dapat terlihat pada

penyebaran lateral satuan ini pada peta geologi, adanya rumpang waktu antara satuan

ini dengan satuan lain yang lebih tua.

3.2.6 Satuan Aluvial

Satuan ini ditandai dengan warna abu-abu, menempati 2% dari daerah penelitian, dan

merupakan satuan termuda pada daerah penelitian (Lampiran E-III).

Foto 3.13 Satuan Aluvial di CSK-1

Satuan ini berupa endapan sungai yang belum terkonsolidasi dan terdiri dari materila

lepas berukuran kerikil-kerakal (Foto 3.13). Endapan aluvial ditemukan di Selatan

Sungai Cisokan dan hulu Sungai Citali. Fragmen yang ditemukan pada endapan ini

adalah material dengan ukuran kerikil-bongkah yang terdiri dari batupasir,

batulempung, batugamping, andesit, dan breksi. Satuan ini diperkirakan berumur

holosen sampai dengan Resen yang diendapkan secara tidak selaras diatas lapisan

yang lebih tua.

Page 21: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

32

3.3 STRUKTUR DAERAH PENELITIAN

Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian terdiri dari sesar – sesar

anjak yang berarah Barat – Timur, sesar – sesar geser berarah Barat Laut – Tenggara,

dan perlipatan dengan sumbu sejajar dengan arah sesar anjak. Bukti – bukti geologi

yang didapatkan di lapangan berupa kekar gerus (shear fracture), kekar geser (gash

fracture), cermin sesar (slicken side), dan kedudukan posisi stratigrafi.

Sesar-sesar naik yang dijumpai di daerah penelitian terdiri dari Sesar Naik Cisokan,

Sesar Naik Margaluyu, dan Sesar Naik Cicadas. Sesar naik tersebut memiliki arah

umum relatif Barat-Timur dengan arah kemiringan sesar ke arah selatan.

Sesar mendatar daerah penelitian berarah Barat Laut-Tenggara atau relatif tegaklurus

terhadap arah sesar naik merupakan sesar mendatar menganan. Sesar-sesar mendatar

ini dapat digolongkan kedalam tear fault yang memotong barisan sesar naik yang ada

di daerah penelitian. Tear fault didefinisikan sebagai suatu sesar mendatar berskala

kecil yang berasosiasi dengan struktur lainnya yaitu lipatan, sesar anjak ataupun sesar

normal (Twiss dan Moore, 1992).

Struktur lainnya yang dijumpai yaitu adalah struktur lipatan yang memiliki sumbu

searah dengan arah jurus sesar anjak yaitu relatif Barat-Timur. Berdasarkan arah

sumbu lipatan tersebut dapat kita ambil kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama

yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah relatif Barat Laut - Tenggara. Secara

lebih detail dan terperinci, analisis mengenai struktur geologi akan dibahas pada Bab

Analisis Struktur Geologi.

Page 22: Jbptitbpp Gdl Coryindahf 22653 4 2010ta 3

33

Gambar 3.5 Peta struktur geologi daerah penelitian