Jawaban Uts Perekonomian Indonesia

8
NAMA : SITI NUR FA’IZAH 15 APRIL 2014 NIM : 1162097 PRODI : AKUNTANSI 2011_A2 MATA UJIAN : PEREKONOMIAN INDONESIA PEMBAHASAN NOMOR 2 Sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997. Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Praktik Sistem Demokrasi Ekonomi Pada Sektor Kehutanan Masyarakat umum sudah sangat paham bahwa pemanfaatan hutan tropis di Indonesia tidak lestari, dan pada saat yang sama masyarakat yang hidup di sekitar hutan yang dimanfaatkan tersebut juga tidak mengalami perubahan kualitas kehidupannya. Lebih dari 25 tahun yang lalu Nancy Peluso menyebut Indonesia sebagai Rich Forest, Poor People . Artinya kawasan hutannya luas, tetapi masyarakat sekitar hutan miskin. Dengan berjalannya waktu dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sampai tahun 2009 kerusakan hutan Indonesia telah merambah ke hutan lindung dan hutan

Transcript of Jawaban Uts Perekonomian Indonesia

NAMA:SITI NUR FAIZAH15 APRIL 2014NIM:1162097PRODI:AKUNTANSI 2011_A2MATA UJIAN:PEREKONOMIAN INDONESIA

PEMBAHASAN NOMOR 2Sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997. Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Praktik Sistem Demokrasi Ekonomi Pada Sektor KehutananMasyarakat umum sudah sangat paham bahwa pemanfaatan hutan tropis di Indonesia tidak lestari, dan pada saat yang sama masyarakat yang hidup di sekitar hutan yang dimanfaatkan tersebut juga tidak mengalami perubahan kualitas kehidupannya. Lebih dari 25 tahun yang lalu Nancy Peluso menyebut Indonesia sebagai Rich Forest, Poor People . Artinya kawasan hutannya luas, tetapi masyarakat sekitar hutan miskin. Dengan berjalannya waktu dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sampai tahun 2009 kerusakan hutan Indonesia telah merambah ke hutan lindung dan hutan konservasi secara serius dengan tingkat kerusakan 1 juta ha pada tahun 2008. Kualitas kehidupan masyarakat belum menunjukkan perbaikan, dan tampaknya belum bergeser dari nuansa kemiskinan, ketimpangan dan ketertinggalan. Suasana seperti sekarang ini melahirkan stigma baru bagi kehutanan yaitu Poor Forest, Poor People. Hutan tidak mampu lagi menjalankan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan.Sekitar 100 tahun sudah berlalu hutan Indonesia dikelola dengan fokus pada eksploitasi timber, sangat kurang pada pemantapan kawasan, dan kelembagaan pengelola hutan yang sangat lemah. Reformasi tahun 1998 telah menjadi kilas balik dari proses penyadaran dan salah urus hutan Indonesia. Lahirnya pemikiran forest resources management dan community based forest management (CBFM) telah merubah paradigma ontology, epistemology, dan axiology pembangunan sumberdaya hutan. Departemen Kehutanan adalah institusi yang menghimpun struktur kekuasaan sektor kehutanan untuk melestarikan dan memperkuat eksistensi sumberdaya hutan Indonesia. Kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan, belum juga memberikan kinerja yang menggembirakan. Alih fungsi hutan dan lemahnya pengawasan terhadap eksistensi hutan Negara, bukti lain dari kurang kuatnya institusi kehutanan saat ini. Memberikan kekuasaan eksploitasi hutan di tangan usaha swasta, sering kali menghasilkan tindakan perlawanan dari rakyat, karena keadilan kurang merata. Deforestasi yang luas adalah sebuah bukti lemahnya konsep pengelolaan hutan di Indonesia. Deretan masalah-masalah tersebut mengharuskan kita melihat ulang adakah sesuatu yang kurang pas tentang pengelolaan hutan dilihat dari perspektif ideologis.Untuk menguji praktik sistem ekonomi kerakyatan di sektor kehutanan, tentu saja akan mengacu kepada ciri-ciri sistem ekonomi kerakyatan yang sudah diuraikan di atas (ada 7 ciri atau karakteristik). Masing masing criteria akan dikaitkan dengan proses apa yang sudah dicapai oleh sektor kehutanan. Kemudian proses pembelajaran apa yang dapat diambil dari uji praktik sistem ekonomi kerakyatan ini.Kegiatan pengelolaan dan pemanfatan sumberdaya hutan sejak tahun 1967-1998 menggunakan UU No.5/1967 tentang Undang_Undang Pokok Kehutanan. Mandatori penting di dalam UU ini adalah bahwa pandangan hutan sebagai kayu dan konservasi alam lebih mengemuka. Tidak ada mandatori yang kuat untuk memposisikan rakyat sebagai komponen penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Gerakan reformasi Mei 1998 adalah momen sangat penting dalam perubahan paradigm pengelolaan dan teori-teori pembangunan hutan di Indonesia.Pergantian UU kehutanan dari UU No.5/1967 menjadi UU No.41/1999 tentang Kehutanan, menandai adanya perubahan pemikiran dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Di dalam UUNo.41/1999 ini rakyat diberi peran dan diakui eksistensi sebagai satu komponen penting dalam pembangunan sumberdaya hutan. Salam satu pasal penting dalam UU No.41/1999 ini adalah keharusan setiap pengelolaan sumberdaya hutan utuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemanfaatan sumberdaya hutan. Dari aspek kebijakan yang berpihak kepada rakyat, pemerintah telah melahirkan beberapa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU No.41/1999, antara lain PP No.6/2007 jo PP No.3/2008. Terkait dengan otonomi daerah sesuai UU No.32/2004 telah pula dibuat turunannya berupa PP No.38/2007 dengan lampiran AA tentang pembagian wewenang kegiatan kehutanan tingkat Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten (termasuk di dalamnya mengatur pemberdayaan masyarakat).PEMBAHASAN NOMOR 3Berbagai ketidakpastian di pasar keuangan semakin meningkat dan diikuti oleh menurunnya kinerja perekonomian global. Awal masalah adalah krisis utang dan fiskal di Eropa dan AS. Kemudian ada dampak jangka pendek melalui jalur finansial berupa melemahnya bursa saham, meningkatnya indikator risiko utang, dan tekanan pembalikan arus modal portofolio oleh investor global dari emerging economies, termasuk Indonesia. Sedangkan penurunan kinerja perekonomian global tercermin pada perlambatan kegiatan produksi dan penjualan ritel yang disertai dengan tingkat keyakinan konsumen yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah harga komoditas internasional. Pengamat memperkirakan, secara keseluruhan akan ada trend menurunnya pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya volume perdagangan dunia, dan menurunnya harga komoditas global. Meskipun demikian, pihak Bank Indonesia yakin bahwa di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persespi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia, baik dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) maupun investasi portofolio.Bagaimanapun, harus selalu diwaspadai bahwa AS kini tengah mengalami masalah besar, dimana ketidakseimbangan internal maupun eksternal terjadi dan terus berlanjut. Secara teoritis, seharusnya akan terjadi proses penyesuaian pada mata uangnya, serta pada imbal hasil surat utangnya. Namun, posisi AS diuntungkan oleh posisinya sebagai penyedia likuiditas global dan tetap bisa berutang pada dunia dengan biaya yang sangat murah. Sebagai contoh, ada studi yang membahas mengenai saluran (channels) dengan mengevaluasi krisis nilai tukar berbagai negara selama 130 tahun terakhir. Kemudian dicoba mengidentifikasi transmisi krisis fiskal ke nilai tukar, yang antara lain melalui 3 jalur, yakni: direct, financial crisis, dan foreign liabilities. Ditemukan bahwa elastisitas defisit fiskal terhadap probabilitas krisis mata uang yang dikombinasikan dengan jalur krisis keuangan atau jalur kewajiban asing nilainya naik menjadi 7,5 kali lipat, serta jika semua jalur dikombinasikan maka langsung melonjak menjadi 250 kali lipat. Dan sudah ada yang mensinyalir situasi ini bisa terjadi di Amerika, yang bisa berarti akhir dari cerita dolar Amerika sebagai pemangku sistem moneter dunia.Amerika Serikat memiliki peranan yang cukup besar dalam dunia ekonomi politik internasional. Wall Street, pasar saham terbesar yang terdapat di Amerika pun adalah pasar saham terbesar di dunia. Dunia yang tanpa batas tempat kita berpijak saat ini (Globalisasi), membuat keterkaitan antara berbagai pihak menjadi sangat erat, terlebih dalam dunia ekonomi khususnya saham, sehingga kepanikan yang terjadi satu wilayah khususnya di pasar saham akan dengan sangat cepat mempengaruhi pasar di wilayah lain. Inilah penyebab terjadinya krisis yang mengglobal.

PEMBAHASAN NOMOR 5Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Kebijakan ekonomi Indonesia pada dasarnya merupakan kesinambungan dari kebijakan tahun tahun sebelumnya. Kebijakan ekonomi ditujukan untuk memperkuat fundamental ekonomi yang sudah membaik dan mengantisipasi berbagai tantangan baru yang mungkin timbul. Sasaran kebijakan ekonomi adalah menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menyerap lebih besar tenaga kerja sehingga mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu APBN dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendali tingkat inflasi. Jumlah penerimaan dan pengeluaran APBN harus digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang di tetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan diterapkan sacara terbuka dan bertanggung jawab demi untuk kemakmuran rakyat. Untuk salanjutnya APBN ini yang megatur atau mengarahkan kemana perekonomian itu akan di bawa,tentunya dengan pengawasan dari pihak-pihak pemerintah yang berwenang dan kompeten

PEMBAHASAN NOMOR 7 Industri perbankan Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat setelah dikeluarkannya paket deregulasi PAKTO 88. Pada dasarnya PAKTO 88 mengeliminanir persyaratan-persyaratan dasar yang diperlukan untuk membentuk suatu bank. Perizinan menjadi sangat mudah dan setiap bank berhak untuk menentukan tingkat suku bunga secara otonom. Pemerintah pada saat itu memberlakukan kebijakan ini atas dasar asas market-based dan asumsi free capital mobility, dengan harapan bahwa semakin tingginya persaingan akan membuat industri perbankan menjadi semakin efisien baik dari segi penyerapan dana, penyaluran kredit, pengelolaan resiko, serta penetapan suku bunga. Semakin efisien industri perbankan nasional diharapkan dapat membawa social welfare yang meningkat dalam masyarakat.Namun sayangnya, kebijakan uang ketat yang diterapkan pada segi fiskal tahun 1990an membuat terjadinya kekurangan dana yang tersedia untuk disalurkan. Hal tersebut diperparah dengan perilaku bank-bank umum mengandalkan dana pihak ketiga berupa deposito dan tabungan sebagai sumber utama pembiayaan kredit, alih-alih menggunakan modal disetor. Akibatnya cost of fund rata-rata industri perbankan nasional naik signifikan. Cost of Fund yang naik mengakibatkan tingginya suku bunga krediit nasional. Hal tersebut memicu perbankan nasional untuk mengabaikan prinsip-prinsip dasar penyaluran kredit sehingga kredit macet menumpuk. Kredit macet tersebut membuat resiko bank-bank kecil menjadi membuncah dan banyak yang terpaksa merger pada periode 1997-2000. Hal tersebut diperparah lagi dengan memburuknya dengan faktor eksternal yang membuat jatuhnya nilai tukar Rupiah, hilangnya kepercayaan terhadap bank, penarikan dana besar-besaran pada bank. Bank-bank kolaps dan pada gilirannya sektor riil mengalami stagnansi. Dalam menangani resiko sistemik tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan paket Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang sampai dengan saat ini masih menjadi pro-kontra di kalangan akademisi dan politisi.