JARINGAN SOSIAL EKONOMI PENERBIT BUKU KIRI DI...
Transcript of JARINGAN SOSIAL EKONOMI PENERBIT BUKU KIRI DI...
JARINGAN SOSIAL EKONOMI PENERBIT BUKU
KIRI DI INDONESIA PASCA REFORMASI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ahmad Chairul Anhari
1111111000034
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
Jaringan Sosial Ekonomi Penerbit Buku Kiri di Indonesia Pasca Reformasi
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juli 2018
Yang Menyatakan
(Ahmad Chairul Anhari)
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Ahmad Chairul Anhari
NIM : 1111111000034
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
Jaringan Sosial Ekonomi Penerbit Buku Kiri di Indonesia Pasca Reformasi
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 16 April 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Dr. A. Dzuriyatun Toyibah, M.Si, MA.
NIP. 197609182003 12 2 003 NIP. 197608032003 12 2 003
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
JARINGAN SOSIAL EKONOMI PENERBIT BUKU KIRI DI INDONESIA
PASCA REFORMASI
Oleh:
Ahmad Chairul Anhari
1111111000034
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juli
2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Joharotul Jamilah, S.Ag., M.Si.
NIP. 197609182003 12 2 003 NIP. 196808161997 03 2 002
Penguji I, Penguji II,
Mohammad Hasan Ansori, , Ph.D Husnul Khitam, M.Si.
NIP. NIP. 198308072015 03 1 003
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 23 Juli 2018.
Ketua Program Studi
FISIP UIN Jakarta
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si.
NIP. 197609182003 12 2 003
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis tentang bertahannya penerbit-penerbit buku kiri
melalui kerangka teoritis sosiologi ekonomi, khususnya perspektif jaringan sosial
ekonomi. Penerbit buku kiri yang menjadi objek penelitian ini yaitu Insist Press
dan Resist book di Jogja, Marjin Kiri di Tangerang Selatan, dan Ultimus di
Bandung. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika penerbit buku kiri,
seperti stigma komunisme, sumber daya dan modal yang kecil, serta kondisi
sosial masyarakat menjadi tantangan bagi penerbit buku kiri untuk bisa
membentuk dan memanfaatkan jaringan mereka.
Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kualitatif, serta metode
pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumentasi. Setelah
dikumpulkan, data diolah dan dianalisis menggunakan kerangka teori. Kerangka
teori menggunakan sosiologi ekonomi, kemudian menggunakan perspektif
jaringan sosial ekonomi, untuk melihat dan mengkaji jaringan-jaringan yang
dimiliki komunitas penerbit-penerbit buku kiri baik dalam proses pembentukan
jaringan, pola-pola jaringan, maupun pemanfaatan jaringan.
Hasilnya, dapat dilihat bahwa (1) jaringan-jaringan sosial informal (seperti,
persahabatan, rekan kerja, social club dan lain-lain) lebih mendukung untuk
membentuk jaringan (2) pola jaringan dalam bentuk mikro, meso dan makro,
serta (3) cara penerbit-penerbit buku kiri memanfaatkan jaringan yang
mereka miliki untuk tindakan ekonomi.
Kata Kunci: Jaringan Sosial Ekonomi, Penerbit Buku Kiri, Sosiologi
Ekonomi, Social Economy Networking
vi
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kepada Allah swt, yang telah memberikan rahmat,
hidayah dan taufiq-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian skripsi
ini dengan segala macam cobaan dan tantangan. Sholawat kepada Nabi
Muhammad Saw, yang mana spirit perjuangannya menjadi inspirasi bagi penulis.
Penelitian skripsi ini merupakan karya awal yang membuka wawasan dan
menyadarkan betapa luasnya jagat intelektual. Proses dalam penulisan skripsi ini
telah memberikan begitu banyak pelajaran dan hikmah yang penulis terima, serta
menghantarkan penulis bertemu dengan orang-orang baru dengan wawasan dan
pengalaman yang beragam. Dengan begitu, pengalaman ini bisa dikatakan
menjadi bagian dari pencarian jati diri manusa penulis. Penulis sangat berterima
kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Sebab, tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin
selesai. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang besar
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berupaya
memajukan intelektualitas mahasiswa melalui peran strukturalnya di
FISIP UIN Jakarta.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., selaku Ketua Prodi Sosiologi yang telah
membantu dan menyemangati dengan penuh perhatian kepada penulis selama
proses penulisan skripsi ini.
vii
3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si., selaku Sekretaris Prodi Sosiologi yang sekaligus
sebagai penguji dalam sidang skripsi, telah memberikan masukan yang
penting dalam rekomendasi penelitian.
4. Dr. A. Dzuriyatun Toyibah, M.Si, MA., selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu sabar dan tidak mengenal bosan dalam memberikan
pencerahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih
Bu Ibah atas segala kritik dan masukan yang konstruktif dan membuka
ruang dialektis selama proses bimbingan berlangsung di tengah
kesibukannya.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah
sebagai penyambung rantai pengetahuan dan transformasi keilmuan
selama proses kuliah berlangsung.
6. Untuk kedua orang tua tercinta yang berjasa besar selama hidup penulis, yang
telah memberikan cinta dan kasih sayang tanpa putus, memotivasi penulis dan
mendukung segala pilihan dan jalan hidup penulis. Semua yang mereka
berikan menjadi akumulasi semangat besar untuk penulis dan berperan besar
dalam penyelesaian skripsi.
7. Terima kasih pula untuk kedua kakak dan kedua adik tercinta yang wajahnya
senantiasa mengingatkan penulis untuk sesegera mungkin merampungkan
skripsi.
8. Terima kasih kepada Tirta Sati Ayu, yang dengan setia membantu dan
mensupport penulis selama proses penulisan skripsi ini. Juga kepada Samsul,
viii
Suci, Mbah Ary, Derry dan Ayu, juga sama-sama berjuang di jalurnya
masing-masing dan saling mensupport.
9. Terima kasih kepada teman-teman dari penerbit-penerbit buku, Resist Book,
Insist Press, Ultimus dan Marjin Kiri, yang mau menerima dan membantu
penulis untuk bisa memberikan kontribusinya dalam penulisan skripsi ini,
khususnya kepada Mas Indro, Mas Anwar, Bung Bilven, Rony Agustian, dan
Bang Robi. Semoga semakin sukses selalu memajukan kualitas literasi di
Indonesia tercinta.
10. Terima kasih kepada Adriansyah Aswaja “Sunan Bekasi”, Kholid Syaifullah,
Ronald Adam, Bang Anwar “Senior 2M”, Cena, yang telah meluangkan
waktunya untuk berdiskusi dan sharing dengan penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
11. Terima kasih untuk teman-teman Sosiologi 2011 FISIP UIN Jakarta,
Kholid Syaifullah, Abdul Hakim Syafi‟i, Ronald Adam, Irfan Arridha,
Alvindo Febriansyah, Ivan Sulistiana, Wahyu Ramdhani, Wibi Prastyono,
Budi Setiawan, Rizki Deniz, Muhammad Kurniawan, Ru‟yatul Hilal, Ade
Muhammad Irfan, Fadhli Ibrahim, Soghi Muhammad, Ulya Syarifah,
Dewi Andira, Eka Rizkiati, Yusri Nurhabibah, Eva Anggriana, Cahya
Arini, Indah Sari, Adibah, Ayu Pertiwi, Nazimatul Alimah.
12. Terima kasih kepada Pasukan Cobra Semi Senior FISIP UIN 2011,
Hendra Sunandar, Ahmad Nurcholis, Khairi Fuadi, Muhammad Sutisna, Fikri
Mahir Lubis, Ahsan Ridhoi, Roy Imanudin, Reza R Ramadhan, Iksan
ix
Nasution, Muhammad Sulthon, Muhammad Ikhsan, Amar Runsfikry,
Aprilian Cena, Faisal Rumadi, dan lain-lain.
13. Serta Keluarga Besar PMII KOMFISIP, Cabang Ciputat yang tidak bisa
disebutkan satu per satu.
14. Terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar Perguruan Aji Jaya
Sampurna Paku Alam Sejagat yang membimbing penulis secara spiritual.
Demikian ucapan terima kasih penulis sebesar-besarnya yang mungkin
belum bisa membalas kebaikan hati mereka. Semoga penelitian ini bermanfaat
untuk kemaslahatan rakyat. Terakhir penulis ingin mengucapkan terima kasih
untuk pembaca yang selalu ditunggu-tunggu kritik dan masukan bermanfaatnya.
Jakarta, 16 April 2018
Ahmad Chairul Anhari
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .......................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................................ iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 11
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 12
E. Kerangka Teori........................................................................................... 15
1. Teori Jaringan Sosial Ekonomi .............................................................. 15
2. Kekuatan Ikatan yang Lemah ................................................................. 20
3. Kerangka Konseptual ............................................................................. 22
F. Metode Penelitian....................................................................................... 25
1. Pendekatan Kualitatif ............................................................................. 25
2. Sumber Data ........................................................................................... 26
3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 26
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 29
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 30
BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN .................................................... 32
A. Insist Press .................................................................................................. 33
1. Sejarah .................................................................................................... 33
2. Visi dan Misi .......................................................................................... 35
3. Manajemen ............................................................................................. 36
4. Kegiatan .................................................................................................. 37
B. Resist Book ................................................................................................ 38
1. Sejarah .................................................................................................... 38
2. Visi dan Misi .......................................................................................... 40
3. Manajemen ............................................................................................. 41
xi
4. Kegiatan .................................................................................................. 41
C. Marjin Kiri ................................................................................................. 41
1. Sejarah .................................................................................................... 41
2. Visi dan Misi .......................................................................................... 44
3. Manajemen ............................................................................................. 44
4. Kegiatan .................................................................................................. 44
D. Ultimus ....................................................................................................... 44
1. Sejarah .................................................................................................... 44
2. Visi dan Misi .......................................................................................... 46
3. Manajemen ............................................................................................. 47
4. Kegiatan .................................................................................................. 47
BAB III ANALISIS .............................................................................................. 48
A. Proses Pembentukan Jaringan Sosial Ekonomi Antar Penerbit Buku Kiri 48
B. Peran Jaringan Sosial Ekonomi terhadap Mobiltas .................................... 57
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 69
A. Kesimpulan ................................................................................................ 69
B. Saran ........................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xiii
LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel II. A. 1 Katalog Buku Penerbit Insist Press ................................................ 34
Tabel II. B. 1 Katalog Buku Penerbit Resist Book ............................................... 39
Tabel II. C. 1 Katalog Buku Penerbit Marjin Kiri ................................................ 42
Tabel II. D. 1 Katalog Buku Penerbit Ultimus ..................................................... 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Peneltian ini mengangkat fenomena penerbit buku kiri di Indonesia
yang lahir pasca reformasi, dengan jaringan sosial ekonomi yang mereka
miliki, kemudian dikaikan dengan tindakan ekonomi mereka. Tindakan
ekonomi yang dimaksud adalah usaha penerbit buku untuk mempertahankan
eksistensi mereka sebagai unit bisnis.
Penerbitan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
kebudayaan, intelektual, dan pendidikan suatu bangsa. Pembangunan dan
produk pengetahuan adalah kunci penting terhadap tumbuh kembangnya
suatu peradaban (Altbach, 2002: 2). Penerbit buku mreupakan sebuah unit
usaha resmi yang fokus pada bidang penerbitan, penggandaan, dan pemasaran
buku, yang juga menanggung resiko penerbitan baik berupa risiko yuridis,
maupun segi ekonomi dan sosiologisnya (Pakar, 2005: 6). Produk
pengetahuan yang dihasilkan oleh penerbitan bisa berupa media massa seperti
koran, majalah, buletin, dan buku. Selain itu penerbitan tidak bisa dianggap
remeh sekadar penerbitan belaka.
Jika kita meninjau terbitnya suatu buku, sebenarnya penerbit bukulah
yang memiliki peran lebih besar terhadap keberadaan buku itu sendiri hingga
muncul di pasaran buku. Dalam hal ini kita perlu melihat proses dalam
menerbitkan buku. Sebuah naskah yang ingin diterbitkan menjadi buku tentu
2
naskah tersebut diserahkan kepada pihak penerbit. Kemudian penerbit akan
melihat naskah mulai dari tema sampai dengan isi.
Nantinya akan menjadi pertimbangan apakah naskah tersebut layak atau
tidak untuk diterbitkan. Bahkan beberapa diantaranya mungkin ada yang
dirubah baik tema maupun isi tergantung dari pandangan pihak penerbit itu
sendiri. Setelah melewati proses tersebut naskah yang sudah sesuai dengan
keingininan penerbit akan dicetak dan dijual di pasaran.
Sebuah penerbitan buku hanya dipandang sebagai unit bisnis yang
mengurus proses penerbitan buku dimulai dari memilih tulisan-tulisan
berbentuk makalah sampai menjadi buku dan dipasarkan. Namun penerbitan
adalah agen intelektual yang menyebarluaskan suatu pengetahuan dan
informasi, karena penerbitan memiliki kepentingan budaya dan pendidikan
yang sangat luas (Altbach, 2002: 4).
Mungkin kita sering dengar mengenai penerbit-penerbit yang
menerbitkan buku dengan tema-tema tertentu. Kita ambil contoh penerbit
Mizan dengan tema-tema ke-Islaman, Komunitas Bambu dengan buku-buku
bertemakan sejarah, Gramedia yang buku-bukunya merupakan tema-tema
populer, atau beberapa penerbit yang menerbitkan buku khusus buku-buku
pelajaran, dan lain sebagainya. Kemudian terbentuklah identitas yang melekat
pada penerbit buku. Fenomena tersebut membuat penelitan ini ingin
mendalami permasalahan penerbitan buku yang menerbitkan buku dengan
tema-tema khusus, yaitu penerbit buku yang menerbitkan tema kiri.
3
Istilah kiri cenderung dipandang sebagai sebuah gerakan oposisi
terhadap sayap kanan dan resistensi akan kelompok-kelompok penguasa yang
dominan serta melawan kapitalisme. Sedangkan menurut Santoso (2014:16-
17) mengatakan bahwa wacana pemikiran „kiri‟ adalah pemikiran dan
gerakan sosial yang bersebrangan dengan segala hal yang berbau
establishment, terutama kemapanan kekuasaan otoriter dan juga kapitalisme.
Di Indonesia sendiri kiri diidentikan dengan PKI beserta ideologinya terutama
sejak peristiwa kudeta 1965. Peristiwa tersebut menyebabkan ideologi
komunis serta semua yang berasal dari pemikiran Marxisme dilarang.
Sedangkan penyebutan penerbit buku kiri dikarenakan mereka menerbitkan
buku yang mengandung unsur ideologi tersebut.
Mengenai keberadaan penerbit buku kiri sebenarnya bukan hal yang
baru, keberadaannya sudah ada pasca Indonesia merdeka. Pada saat itu
terdapat pameran buku terbesar yang diadakan di Jakarta yang bernama
Gelanggang Buku, dan Jajasan Pembaruan (JP) sebagai salah satu peserta
menjadi satu-satunya penerbit yang merepresentasikan diri mereka sebagai
penerbit buku kiri dan revolusioner-progresif. Mereka memasok karya-karya
klasik Karl Marx, Friederich Engels, dan Lenin, serta menerbikan karya-
karya sastra dari eksponen Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) (Yuliantri
dan Dahlan, 2008:453).
Selain JP, ada pula Universitas Rakjat (UNRA) yang mencetak buku-
buku di bidang pendidikan. Mereka dianggap oleh kelompoknya sebagai alat
revolusi yang berfokus pada usaha pembaruan buku pelajaran. Melalui buku-
4
buku yang diterbitkannya, UNRA mempublikasikan nilai-nilai Marxisme
sebagai salah satu tambahan bahan ajar yang bersumbu pada tiga tolak, yaitu
filsafat materialisme, dialektika historis, ekonomi-politik, dan sosialisme
ilmiah (Yuliantri dan Dahlan, 2008:458-459).
Pada saat itu ada 4 kelompok yang masuk dalam kategori kelompok
kiri, pertama, kaum komunis yang juga termasuk sejak semula bagian PKI
serta orang-orang yang menganut ajaran Marxisme dan Leninisme, serta
ajaran Stalin. Kedua, kaum sosialis yang awalnya dibawa oleh Partai Sosialis
Indonesia (PSI). Mereka membawa ideologi sosialis kerakyatan yang
kiblatnya kepada kaum sosial-demokrat Eropa Barat.Yang ketiga, kaum
Murba yang merupakan aliansi dari Partai Murba. Kelompok ini bisa
dikatakan radikal, karena mereka melakukan perjuangan senjata, salah satu
kelompok yang tidak mau berunding dengan Belanda saat itu. Tokoh dari
kelompok ini adalah Tan Malaka. Yang keempat adalah kaum Marhaenis
yang memiliki semangat perjuangan nasionalis. Ajarannya adalah Marxisme
yang disesuaikan dan diterapkan di Indonesia dengan tokohnya Soekarno
(Yudotomo, 2000:7-11). JP dan UNRA dikaitkan dengan PKI, karena ada
persamaan pandangan ideologi melalui buku-buku yang mereka terbitkan.
Setelah dikeluarkannya TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 mengenai
pembubaran PKI dan pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme/Komunisme,
beberapa waktu kemudian dibentuk Tim Pelaksana Pengawasan Larangan
Ajaran Marxisme-Leninisme/ Komunisme yang membuat daftar buku-buku
5
yang dilarang. Tercatat total buku yang dilarang mencapai 174 judul
(Jaringan Kerja Budaya, 1999:47).
Sejak Orde Baru berkuasa, banyak penerbit buku yang lebih memilih
jalan aman dengan tidak menerbitkan buku-buku yang berbau marxisme atau
tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tokoh-tokoh PKI. Namun ada pula
penerbit buku saat itu yang menerbitkan karya-karya eks-Tapol 1965, salah
satunya Pramoedya Ananta Toer, yaitu penerbit Hasta Mitra.1
Jatuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998 memberikan momen
tersendiri terhadap industri perbukuan. Dengan berbalut idealisme untuk
mengukuhkan wacana tandingan. Sehingga pemikiran-pemikiran yang
sebelumnya dilarang pada masa Orde Baru, seperti buku-buku karya Antonio
Gramsci, Friedrich Nietzsche, dan Karl Marx muncul dan bertebaran di toko
buku, koperasi kampus, hingga pedagang di lapak-lapak buku (Adhe, 2016:
43-44).
Momen ini kemudian dibarengi dengan lahirnya penerbit-penerbit buku
baru dengan skala kecil antara lain Insist Press, Resist Book, Marjin Kiri,
Teplok, Ultimus, Merake Sumba, Narasi. Penerbit-penerbit ini yang
cenderung konsisten menerbitkan buku-buku yang mengandung pemikiran-
pemikiran kiri.
Persoalannya adalah era reformasi yang membuka pintu demokrasi bagi
masyarakat Indonesia. Namun tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan nilai-
nilai demokrasi. Peristiwa di Desa Kaloran sebuah gabungan dibawah
1“Hasta Mitra, Bertarung Melawan Pembodohan” 17 Mei 2008. Diakses 25 April 2018
https://radiobuku.com/2008/05/hasta-mitra-bertarung-melawan-pembodohan/
6
bendera Aliansi Anti-Komunis (AAK) yang terdiri dari Gerakan Pemuda
Islam, Front Hizbullah, Forum Pemuda Betawi, Badan Komunikasi Pemuda
Remaja Masjid Indonesia, dan Barisan Merah Putih membakar buku karya
ahli filsafat Franz Magnis-Suseno, pemikiran Karl Marx dari sosialisme
utopis ke perselisihan revisionisme. Mereka juga mengancam akan merampas
dan menghancurkan buku-buku lain yang berhubungan dengan Marxisme dan
komunisme dari berbagai perpustakaan serta toko buku di seluruh Indonesia
(Herlambang 2013:4).
Berawal dari acara Belok Kiri Fest di Kantor Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Jakarta pada akhir Februari sampai awal Maret 2016. Acara tersebut
awalnya diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) namun adanya
pembatalan sepihak dari pengurus TIM. Kemudian Belok Kiri Fest pindah di
Kantor LBH Jakarta. Acara ini berisi kegiatan diskusi dan pemutaran film
yang berkaitan dengan isu-isu kiri, khususnya peluncuran buku Sejarah
Gerakan Kiri di Indonesia Untuk Pemula.2
Pada 2009 Kejaksaan RI melalui situs resminya mengumumkan
keputusan mengenai pelarangan beredarnya beberapa buku. Dua buku
diantaranya, yaitu Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan
Kudeta Suharto yang diterbitkan oleh Penerbit Institut Sejarah Sosial
Indonesia, dan Lekra Tak Membakar Buku Suara Senyap Lembar
2“Festival Belok Kiri Dilarang, Ini Kronologinya” 27 Februari 2016. Diakses 4 Desember 2016
(https://m.tempo.co/read/news/2016/02/27/083748759/festival-belok-kiri-dilarang-ini-
kronologinya).
7
Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 yang diterbitkan oleh Penerbit
Merakesumba, dianggap melanggar TAP MPRS No. 5 Tahun 1966.3
Kemudian acara Belok Kiri Fest pada Februari 2016 yang merupakan
acara diskusi dan pameran buku-buku kiri. Disamping peluncuran buku
Sejarah Gerakan Kiri di Indonesia Untuk Pemula dilarang oleh aparat.
Menyebabkan acara berpindah tempat dari yang tadinya diadakan di TIM,
akhirnya diselengarakan di Kantor LBH Jakarta.4
Setelah acara tersebut berlangsung, terjadi aksi sweeping buku-buku
kiri yang dilakukan oleh aparat di beberapa kota. Dua penerbit, yakni Resist
Book dari Yogyakarta dan Ultimus dari Bandung didatangi oleh aparat
berkaitan dengan buku-buku kiri yang mereka terbitkan.5 Persoalan buku kiri
ini juga berdampak kepada Perpustakaan Pusat Nasional (Perpusnas) yang
diisukan akan membakar koleksi buku-buku kiri mereka yang berjumlah
sekitar 570 buku.6
Beberapa kasus yang telah disebutkan di atas membuktikan bahwa
faktanya masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum bisa
menerima segala bentuk pemikiran kiri. Belum lagi pemikiran kiri yang selalu
3“Pelarangan Peredaran Barang Cetakan Berupa 5 Buah Buku.” 2009. Kejaksaan Republik
Indonesia. Diakses 29 September 2016 (https://www.kejaksaan.go.id/siaranpers.php?id=244).
4“Festival Belok Kiri Dilarang, Ini Kronologinya” 27 Februari 2016. Diakses 4 Desember 2016
(https://m.tempo.co/read/news/2016/02/27/083748759/festival-belok-kiri-dilarang-ini-
kronologinya). 5“Sweeping Buku Kiri, 2 Penerbit Didatangi Tentara dan Polisi” 2016. Tempo.co Diakses 28
September 2016 (https://www.tempo.co/read/news/2016/05/17/078771701/sweeping-buku-kiri-2-
penerbit-didatangi-tentara-dan-polisi/). 6“Miliki Koleksi 570 Buku Kiri, Perpusnas Ralat Pernyataannya.” 2016. SindoNews. Diakses 1
November 2016 (http://daerah.sindonews.com/read/1109792/174/miliki-koleksi-570-buku-kiri-
perpusnas-ralat-pernyataannya-1463643960).
8
dikaitkan dengan komunisme serta peristiwa kudeta tahun 1965. Sehingga hal
ini berdampak pada penerbit-penerbit buku kiri, yang sering kali mendapat
tindakan represif baik dari kelompok masyarakat maupun aparat.
Walaupun keberadaan buku kiri mendapatkan kecaman dari beberapa
kalangan, namun tidak berarti buku-buku kiri kehilangan peminatnya. Seperti
acara Belok Kiri Fest meskipun acaranya berpindah tempat di Kantor LBH
Jakarta, namun acara tersebut tidak sepi pengunjung. Selain itu IndoProgress
dalam websitenya juga menulis review buku-buku kiri yang diterbitkan oleh
beberapa penerbit buku. Kemudian data dari tirto.id mengenai penjualan buku
dari penerbit Marjin Kiri justru meningkat pada tahun 2014 dari 8.794
eksemplar menjadi 10.877 eksemplar.7 Dari sini membuktikan bahwa
disamping bisnis penerbitan buku kiri mendapat kecaman dari beberapa
pihak, namun mereka juga tidak kehilangan peminatnya.
Namun permasalahan lainnya adalah secara bisnis sebenarnya penerbit
buku juga sulit untuk bisa mendominasi pasar buku di Indonesia. Penerbit
buku kiri yang dianggap sebagai penerbit skala kecil harus bersaing dengan
penerbit besar seperti Gramedia dan Mizan yang memiliki jaringan toko buku
sendiri. Bisa saja mereka memasok buku-buku mereka ke toko buku
Gramedia, misalnya, akan tetapi keuntungan yang diraih tidak terlalu
memuaskan, belum lagi mereka terkendala oleh aturan-aturan toko buku yang
cenderung menyulitkan penerbit-penerbit kecil.
7 “Melawan Goliat Perdagangan Buku” 2016. Tirto.id Diakses pada 10 Oktober 2016
(www.tirto.net/melawan-goliat-perdagangan-buku-835)
9
Selain itu buku-buku yang bertemakan kiri juga tidak terlalu popular di
Indonesia. Data statistik Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) mengenai Market
Share buku,8 persentase buku subjek social sciences pada tahun 2014 hanya
mencapai 3,55 persen, jauh dari subjek religion and spiritual yang mencapai
12,85 persen di tahun yang sama. Perlu diketahui bahwa buku-buku kiri lebih
cenderung pada subjek social sciences. Sedangkan dari hasil data IKAPI,
penempatan buku-buku dengan subjek social sciences yang hanya 3,55
persen, membuktikan bahwa buku-buku kiri tidak begitu diminati di
masyarakat Indonesia. Belum lagi minat baca masyarakat Indonesia yang
lemah. Hasil survey tahun 2012 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS),9 mengenai proporsi penduduk Indonesia yang berumur 10 tahun ke
atas yang membaca dalam seminggu, khususnya pada jenis bacaan
pengetahuan, hanya mencapai 20,49 persen di perkotaan dan 15,67 persen di
pedesaan. Sedangkan secara keseluruhan, baik di pedesaan maupun
perkotaan, hanya mencapai pada angka 12,49 persen.
Secara bisnis persoalan di atas cukup mengganggu jalannya penerbitan.
Ditambah jika berbicara untung dan rugi penerbitan buku kiri tidak memiliki
keuntungan yang bisa dibilang besar. Dikarenakan modal mereka yang kecil
dalam satu judul buku hanya mencetak sekitar 1000 sampai 2000 eksemplar,
dengan nilai jual per buku yang tidak terlalu mahal artinya keuntungan yang
sedikit. Jumlah cetak ini berbanding jauh dengan jumlah penduduk
8“Statistik Market Share Buku di Indonesia” 2014. Ikatan Penerbit Indonesia.Diakses 10 Oktober
2016 (www.ikapi.org/statistik/) 9“Proporsi Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Membaca Selama Seminggu Terakhir
menurut Provinsi, Jenis Bacaan, dan Tipe Daerah.”2012. Badan Pusat Statistik. Diakses 27 Juni
2016 (https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1521/).
10
masyarakat di seluruh Indonesia, sehingga persebarannya tidak bisa
diharapkan merata. Kondisi ini yang kemudian dimanfaatkan oleh beberapa
oknum untuk membuat bajakan dari buku-buku tersebut kemudian dijual di
pasaran dengan harga yang lebih rendah. Hal ini tentu saja semakin
menambah kerugian bagi penerbit.
Banyak hal yang kami pertimbangkan dalam jumlah buku yang dicetak.
Kami melihat kondisi pasar yang memang lemah kualitas dan kuantitas minat
baca, walaupun sebenarnya buku tersebut materinya berkualitas untuk
disebarluaskan. Selain itu dari segi keuangan kami juga perlu mempertimbangkan
bahwa masih ada hal lain yang harus kami urus. Jadi tidak bisa kami
mengeluarkan seluruh uang kami untuk mencetak satu judul buku. Sehingga kami
hanya mencetak paling banyak seribu sampai dua ribu eksemplar. Kecuali
seandainya buku tersebut habis dan banyak permintaan, maka akan kami cetak
kembali (Robi, 2016)
Selain itu penerbit buku sebagai unit bisnis harus memenuhi tuntutan
ekonomi mereka yang antara lain seperti biaya pembelian perlengkapan dan
alat kantor, biaya staff karyawan dan biaya produksi (Pambudi, 1996: 133).
Adanya dinamika yang terjadi pada penerbit buku-buku kiri tersebut,
sehingga menjadi alasan bagi mereka untuk mencari sumber baru untuk
mempertahankan eksistensi mereka.
Namun demikian, dengan adanya beberapa faktor permasalahan
tersebut, beberapa pihak penerbit buku justru tetap menjalankan bisnis
bukunya untuk menerbitkan buku-buku kiri. Dibutuhan usaha ekstra yang
perlu dilakukan oleh pihak penerbit untuk menghadapi kondisi sosial dan
ekonomi agar dapat bertahan di pasaran buku Indonesia, salah satunya adalah
penerbit membentuk jaringan yang bisa membantu penerbit buku kiri dalam
menghadapi permasalahan yang telah disebutkan di atas. Sehingga perlu
11
dilakukan penelitian yang lebih dalam mengenai fenomena jaringan yang
dimiliki oleh penerbit buku kiri dalam menghadapi dinamika penerbitan buku
di Indonesia pasca reformasi.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa
pertanyaan penelitian.
1. Bagaimana penerbit buku kiri di Indonesia membentuk jaringan sosial
ekonomi yang mereka miliki?
2. Bagaimana peran jaringan sosial ekonomi dalam meningkatkan mobilitas
penerbit buku kiri di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa tujuan yang menjadi landasan dalam penelitian ini,
pertama, penelitian ini ingin melihat dan mengkaji proses penerbit-penerbit
buku kiri dalam membentuk jaringan sosial ekonomi yang mereka miliki,
serta ingin memahami pandangan-pandangan mereka terkait jaringan yang
mereka bentuk.
Kedua, melihat sejauh pola jaringan sosial yang dimiliki oleh penerbit-
penerbit buku kiri. Dalam hal ini, penelitian ini ingin mengetahui seberapa
besar jaringan yang dimiliki oleh penerbit-penerbit buku kiri.
Ketiga, setelah melihat jaringan-jaringan yang dimiliki penerbit buku,
penelitian ini ingin melihat dan mengkaji secara sosiologis terkait tindakan
ekonomi penerbit-penerbit buku kiri terhadap jaringan yang mereka miliki.
Dalam hal ini peneliti ingin melihat usaha maksimal penerbit buku dalam
12
memanfaatkan jaringan yang mereka miliki untuk kepentingan ekonomi
mereka.
Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni secara akademis
dan praktis. Secara akademis penelitian ini menambah dan memperbaharui
kajian sosologi ekonomi, khususnya terkait mengenai jaringan sosial
ekonomi, serta kajian mengenai penerbit buku yang ada di Indonesia.
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini bisa menjadi rujukan baru
dalam mengembangkan usaha penerbitan buku, khususnya dalam penerbitan
buku-buku kiri. Kemudian penelitian ini bisa menjadi strategi bagi
keberadaan penerbit buku-buku kiri serta buku-buku yang mereka terbitkan,
juga terhadap buku-buku kiri lainnya, agar bisa memanfaatkan jaringan yang
mereka miliki.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai industri buku kiri di Indonesia masih dibilang
sangat jarang. Berdasarkan hasil penelusuran ada beberapa penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan fenomena industri buku. Terkait dengan
hal ini ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan.
Penelitian kualitatif deskriptif mengenai penerbitan buku refrensi Islam
di Indonesia (Maryam dan Nuryudi, 2014). Penelitian ini melihat aspek bisnis
dan non bisnis yang meliputi faktor ideologis, serta dinamika penerbitan buku
refrensi Islam di Indonesia.
Penelitian mengenai eksistensi media harian Kompas selama masa
pemerintahan Orde Baru sampai era Reformasi (Kurniawan dan Nurcahyo,
13
2013). Dalam pembahasannya penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode historis, dengan melihat asal-usul dan peran tokoh
di dalam media harian Kompas, serta bagaimana Kompas sebagai media
massa menempatkan posisi mereka dalam situasi politik di Indonesia selama
masa Orde Baru sampai era Reformasi. Sayangnya penelitian ini hanya
melihat bagaimana Kompas sebagai media massa mempertahankan
eksistensinya pada aspek politik saja.
Selanjutnya penelitan mengenai strategi pengembangan media, yakni
Media Indonesia dan Metro TV di bawah manajemen Media Group yang
dikaitkan antara bisnis dan ideologi (Samatan, 2009). Metode yang digunakan
bersifat kualitatif melalui pendekatan fenomenologi dan analisis deskriptif.
Penelitian ini menemukan upaya bertahan dilakukan dengan menyiasati
ketidakpastian bisnis media akibat regulasi kekuasaan, antara lain dilakukan
dengan melakukan diversifikasi usaha dengan mendirikan Metro TV.
Tindakan lainnya adalah melakukan subsidi silang yang dilakukan oleh
Media Group melalui beberapa perusahaan di luar bisnis media. Sayangnya
penelitian ini hanya melihat pada persoalan media massa sebagai bisnis serta
manajemennhya untuk mempertahankan eksistensinya, tanpa melihat aspek
politik yang mempengaruhi eksistensi sebagai media massa.
Selanjutnya penelitian mengenai kelangsungan hidup penerbitan
majalah berbahasa melayu di Indonesia dan Malaysia (Sannusi, 2014).
Penelitian ini melihat perkembangan penerbitan majalah di kedua Negara
tersebut, yakni majalah Tempo dan Massa. Penelitian ini melihat kondisi
14
dinamika politik yang mempengaruhi kelangsungan hidup kedua penerbit
majalah tersebut, serta usaha yang dilakukan oleh manajemen penerbit
majalah dalam streategi mengemas majalah yang diterbitkan serta kondisi
pasar yang mempengaruhi aspek bisnis penerbitan majalah. Penelitian ini bisa
dijadikan acuan untuk melihat fenomena lain, khususnya dalam ruang lingkup
penerbitan buku di Indonesia, yang melibatkan aspek ekonomi, politik, social,
serta kemajuan teknologi.
Disertasi mengenai percetakan dan penerbitan di Indonesia sejak 1602
sampai dengan 1970 (Isa, 1972). Disertasi ini membahas perkembangan hal-
hal yang berkaitan dengan industri percetakan dan penerbitan yang di
Indonesia, khususnya berbentuk koran dan buku, sejak jaman penjajahan
Belanda dan penjajahan Jepang, serta pasca kemerdekaan Indonesia masa
pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru.
Sayangnya tidak jelaskan lebih lengkap bagaimana keterkaitan
Peristiwa G30S/PKI pada 1965 mempengaruhi turunnya produksi buku di
Indonesia. Tidak dikaitkan juga kondisi politik setelah Indonesia merdeka
yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas buku pada saat itu.
Kemudian Buku yang yang ditulis oleh Adhe (2007) mengenai
penerbit-penerbit buku yang lahir sejak 1998 atau lebih tepatnya sejak
runtuhnya rezim orde baru sampai 2007 di Yogyakarta. Dalam buku ini
beberapa persoalan dibahas terkait dengan dinamika penerbit-penerbit buku
seperti lekatnya label alternatif kepada penerbit yang lahir disebabkan adanya
idealisme untuk membuat wacana tandingan, kemudian perkembangan dan
15
pasang surutnya penerbit-penerbit buku di Yogyakarta, dengan melihat aspek-
aspek yang menonjol, seperti modal yang besar, aspek pemasaran buku, tema
terbitan, cara kerja redaksional penerbitan, gaya penulis terkini, perilaku
penerbit di Yogyakarta, dan tumbuhnya event organizer perbukuan.
Masalah yang diangkat dalam buku ini terlalu luas. Terlihat dari
pemilihan objek yang dibahas dalam buku ini adalah penerbit-penerbit yang
lahir pada 1990-an dan pasca Soeharto. Permasalahan yang diangkat
cenderung sekadar deskripsi pengalaman dari penerbit-penerbit terkait yang
ada di dalam buku. Nampak kekurangan analisis ilmiah dalam buku tersebut
terkait dengan masalah yang diangkat. Penelitian ini mencoba untuk
memfokuskan diri pada penerbit buku kiri. Masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah strategi bertahan yang dilakukan oleh penerbit buku kiri.
Kemudian akan dikaji dan dianalisis secara ilmiah dengan kacamata
Sosiologi.
E. Kerangka Teori
1. Teori Jaringan Sosial Ekonomi
Jaringan sosial merupakan kajian yang melihat hubungan yang
memiliki nilai makna dan bersifat subyektif yang berkaitan dengan sesuatu
sebagai ikatan. Ikatan tersebut dilihat dari aktor atau individu di ada dalam
jaringan, sedangkan ikatan merupakan hubungan antar para aktor tersebut.
Kajian mengenai jaringan social mulai dikembangkan sisiolog sejak 1950-
an terkait bagaimana hubungan satu sama lain muncul dan bagaimana
16
ikatan berjalan dengan baik sebagai jembatan untuk memperoleh sesuatu
yang dikerjakan (Damsar, 2011: 158-159).
Teori jaringan ini bersandar pada sekumpulan prinsip yang saling
berkaitan. Pertama ikatan antara aktor adalah simetris dalam kadar maupun
intensitas. Kedua, ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks
struktur jaringan yang lebih luas. Ketiga, terstrukturnya ikatan sosial
menimbulkan berbagai jenis jaringan nonacak. Keempat, adanya
kelompok jaringan menyebabkan terbentuknya hubungan silang antar
kelompok jaringan maupun antar individu. Kelima, adanya ikatan simetris
antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan bersamaan dengan
akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tak
merata. Keenam, distribusi yang timpang akan bergabung untuk
mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan bekerja sama,
sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya (Ritzer dan
Goodman dalam Damsar, 2011: 159-160).
Watts (1999) menjelaskan konsep small world dalam menganalisis
terbentuknya sebuah jaringan. Ia menjelaskan bahwa pada awalnya,
populasi transaksional potensial tersegmentasi menjadi kelompok-
kelompok diskrit, seperti manusia gua yang berkerumun di suku-suku
terisolasi. Kemudian, satu atau beberapa anggota masing-masing suku
menyerang sendiri dan melakukan kontak dengan kelompok lain,
membangun hubungan, bahkan ketika suku-suku itu sendiri tetap
berhubungan secara internal.
17
Dari sini kemudian ia memunculkan mekanisme yang mengarah
kepada terbentuknya small world. Ada dua kemungkinan, pertama adalah
bahwa hubungan terbentuk secara acak, karena kemungkinan pertemuan
dapat memberi kesempatan pada permukaan. Namun kemungkinan ini
menurut Watts menghancurkan pengelompokan lokal, yang melanggar
model dunia maya dimana hubungan lingkungan yang kuat bertahan.
Kemungkinan kedua adalah bahwa hubungan antar suku muncul saat
anggotanya bertemu di satu atau lebih institusi sosial atau ekonomi
sekunder, seperti sekolah, asosiasi profesional, klub sosial, dewan
pemerintahan, dan tempat kerja. Kelompok-kelompok ini merupakan
dimensi sosiologis yang berbeda dari kelompok lokal, karena pada
kelompok pertama pengelompokan model terjadi sebelum jaringan
terintegrasi. Dengan demikian, jaringan menjadi terintegrasi sebagai dunia
kecil ketika institusi sosial berkembang atau tersedia untuk
menghubungkan suku terisolasi.
Karakteristik penting dari sifat dunia kecil dari jaringan yang
dibangun melalui keanggotaan umum di institusi adalah bahwa jaringan ini
dapat sangat bergantung pada distribusi ukuran kelompok tempat individu
berada. Kelompok yang lebih besar jelas memberi lebih banyak individu
keterpaparan satu sama lain (Ritzer, 2009:1312).
Granovetter memulai pendekatan jaringan sosial dalam sosiologi
ekonomi. Asumsi yang ia bangun adalah tindakan ekonomi tidak dapat
dilepaskan dari konteks sosial. Ia mengembangkan konsep jaringan sosial
18
yang secara umum ia definisikan sebagai hubungan sosial antarindividu
yang relatif stabil. Jaringan sosial, bukan tingkah laku individu (atomized
actor), merupakan bahan dasar pertukaran ekonomi. Dari konsep jaringan
sosial ia melangkah dari analisis mikro (hubungan antarindividu) menuju
analisis meso (hubungan antarkelompok) (Achwan, 2014: 32-33).
Jaringan dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu jaringan mikro, yang
merupakan interaksi sosial antara satu individu dengan individu lainnya.
Jaringan meso merupakan interaksi yang terjadi di dalam satu kelompok
dan membentuk jaringan. Sedangkan jaringan makro merupakan interaksi
sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya (Damsar, 2011:
160-165).
Granovetter memiliki pandangan berbeda dengan ahli ekonomi
mengenai bertahannya perusahaan. Ia mengatakan bahwa perusahaan ada
dan menjalankan bisnisnya bukan dalam unit yang terisolasi melainkan
membangun hubungan kerjasama dengan perusahaan, tujuannya adalah
untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin. Namun dalam mengejar
tujuan tersebut Granovetter menekankan arti penting kerjasama dan
dengan perusahaan lain sebagai syarat mutlak kelangsungan hidup
perusahaan tersebut. Kerjasama antarperusahaan dapat menurunkan biaya
transaksi ekonomi, menjinakan kompetisi lawan pesaingnya, dan malahan
memiliki peluang menduduki posisi strategis di arena bisnis (Achwan,
2014: 37).
19
Granovetter (2005: 33-35) mengembangkan empat prinsip inti yang
penting berkaitan dengan jaringan sosial dan hasil ekonomi, yaitu
a. Norma dan densitas jaringan (norms and networks density). Norma
sebagai acuan untuk bagaimana interaksi antarindividu terjalin di
dalam ikatan atau jaringan itu sendiri. Norma ini bisa diterapkan ketika
antarindividu yang ada di dalam ikatan atau jaringan tersebut tidak
memiliki batasan kognitif, emosional, spasial dan temporal.
b. Kekuatan ikatan yang lemah (the strength of weak ties). Informasi baru
lebih mudah didapatkan melalui pihak di luar jaringan dari pada
melalui individu di dalam jaringan itu sendiri. Karena individu di
dalam jaringan cenderung bergerak di dalam lingkaran yang sama.
Sehingga pihak di luar jaringan yang bergerak dalam lingkaran yang
berbeda bisa menghubungkan kita ke dunia yang lebih luas.
c. Pentingnya lubang struktural (the importance of structural holes). Burt
(1992) memperluas dan merumuskan kembali argumen "ikatan lemah"
dengan menekankan bahwa apa yang sangat penting bukanlah kualitas
ikatan tertentu, melainkan cara berbagai bagian jaringan dijembatani.
Dia menekankan keunggulan strategis yang bisa dinikmati individu
yang memiliki ikatan ke beberapa jaringan yang sebagian besar
terpisah satu sama lain. Sejauh ini merupakan satu-satunya jalur yang
melaluinya informasi atau sumber daya lainnya dapat mengalir dari
satu sektor jaringan ke sektor lainnya, mereka dapat dikatakan
memanfaatkan "celah struktural" dalam jaringan.
20
d. Interpenetrasi tindakan ekonomi dan non-ekonomi (the
interpenetration of economic and non-economic action). Ketika
kegiatan ekonomi dan non-ekonomi saling terkait, kegiatan non-
ekonomi mempengaruhi biaya dan teknik yang tersedia untuk aktivitas
ekonomi. Pencampuran kegiatan ini adalah apa yang Granovetter sebut
sebagai "keterikatan sosial" ekonomi, yang mana tindakan ekonomi
terkait atau bergantung pada tindakan atau institusi sosial, budaya,
politik dan agama.
2. Kekuatan Ikatan yang Lemah
Analisis jaringan sosial disarankan sebagai alat untuk
menghubungkan mikro dan makro teori sosiologis. Prosedur ini
digambarkan oleh elaborasi implikasi makro dari satu aspek interaksi skala
kecil: kekuatan ikatan diad. Dikatakan bahwa tingkat tumpang tindih
jaringan pertemanan dua individu bervariasi secara langsung dengan
kekuatan ikatan mereka satu sama lain. Dampak dari prinsip ini pada
difusi pengaruh dan informasi, peluang mobilitas, dan organisasi
komunitas dieksplorasi. Stres diletakkan pada kekuatan ikatan lemah yang
kohesif. Kebanyakan model jaringan berurusan, secara implisit, dengan
ikatan yang kuat, sehingga membatasi penerapannya ke kelompok kecil
yang terdefinisi dengan baik. Penekanan pada ikatan yang lemah cocok
untuk diskusi tentang hubungan antar kelompok dan analisis segmen
struktur sosial yang tidak mudah didefinisikan dalam kelompok primer
(Granovetter, 1973:1360).
Granovetter mengatakan bahwa analisis proses dalam jaringan
interpersonal menyediakan jembatan mikro-makro yang paling
bermanfaat. Dalam satu atau lain cara, melalui jaringan inilah interaksi
skala kecil diterjemahkan ke dalam pola berskala besar, dan ini, pada
21
gilirannya, memberi umpan balik ke dalam kelompok-kelompok kecil
(Granovetter, 1973:1360).
Granovetter mendefinisikan kekuatan ikatan adalah kombinasi
(mungkin linier) dari jumlah waktu, intensitas emosional, keintiman
(saling curhat), dan layanan timbal balik yang menjadi ciri ikatan. Ikatan
yang ia maksud adalah ikatan yang sifatnya positif dan simetris. Masing-
masing ini agak independen dari yang lain, meskipun set jelas sangat intra
korelasi (Granovetter, 1973:1361).
Hipotesis yang dibangun adalah bahwa semakin kuat ikatan yang
menghubungkan dua individu, semakin mirip mereka, dalam berbagai
cara. Ia menggambarkan ikatan-ikatan yang lemah saling menghubungkan
satu sama lain. Hal ini digambarkan melalui ikatan yang kuat
menghubungkan A ke B dan A ke C, C dan B, yang mirip dengan A,
mungkin mirip satu sama lain, meningkatkan kemungkinan persahabatan
setelah mereka bertemu (Granovetter, 1973:1362).
Adanya proses difusi dalam ikatan yang lemah, Granovetter
menjelaskan melalui contoh hubungan antara A, B dan C, di mana A dan
B sangat terkait, A memiliki ikatan kuat ke beberapa teman C, tetapi
ikatan antara C dan B tidak ada. Namun hubungan antara C dan B bisa
terbentuk melalui hubungan antara A dan B (Granovetter, 1973:1363).
Secara umum, setiap orang memiliki banyak sekali kontak,
jembatan antara A dan B menyediakan satu-satunya rute di mana
informasi atau pengaruh dapat mengalir dari setiap kontak A ke kontak B,
dan, akibatnya, dari siapa pun yang terhubung secara tidak langsung ke A
kepada siapa pun yang terhubung secara tidak langsung ke B. Jadi, dalam
studi difusi, kita dapat mengharapkan jembatan untuk mengambil peran
penting (Granovetter, 1973:1364).
Granovetter menjelakan mengenai ikatan yang bisa menjadi
jembatan., dengan syarat ikatan tersebut (antara A dan B) merupakan
sebuah ikatan yang kuat, walaupun keduanya berasal dari ikatan yang
lemah. Ada jarak yang panjang untuk bisa menghubungkan ikatan
22
tersebut. Seperti halnya jembatan dalam sistem jalan raya, jembatan lokal
dalam jaringan sosial akan lebih signifikan sebagai hubungan antara dua
sektor sejauh itu adalah satu-satunya alternatif bagi banyak orang - yaitu,
sebagai derajatnya meningkat. Jembatan dalam arti absolut adalah yang
lokal dengan tingkat tak terbatas. Dengan logika yang sama yang
digunakan di atas, hanya ikatan yang lemah mungkin adalah jembatan
lokal. Ikatan yang lemah ini kemudian menciptakan jalan yang lebih
pendek, melalui jembatan tadi. Secara intuitif, ini berarti bahwa apa pun
yang disebarkan dapat menjangkau lebih banyak orang, dan melintasi
jarak sosial yang lebih besar (yaitu, panjang jalur), ketika melewati ikatan
yang lemah dan bukannya kuat (Granovetter, 1973:1364-1366).
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa di antara ikatan-ikatan
yang lemah terjalin ikatan yang kuat, kemudian ikatan yang kuat tersebut
bisa menjadi jembatan bagi ikatan lemah lainnya untuk saling
berkomunikasi satu sama lain. Sehingga informasi dan gagasan lebih
mudah mengalir melalui hubungan yang dibangun dari ikatan tersebut
(Granovetter, 1973:1373).
3. Kerangka Konseptual
a. Kiri secara Umum
Menyebutkan istilah kiri muncul dalam perbendaharaan
internasional dimulai dari Perancis pada abad ke 19. Kata „kiri‟
merujuk kepada ide parlemen yang duduk di sebelah kiri ketua
parlemen untuk menuntut kedaulatan bangsa melawan kedaulatan raja.
Ketika istilah ini meluas di Eropa, muncullah komunisme dan
sosialisme (Lecrerc, 2011:23-24).
Kiri memiliki karakter sebagai basis perlawanan terhadap
sesuatu yang dominan dan bersifat kapitalis. Hal ini seperti yang
disampaikan oleh menyebutkan definisi kiri secara umum di kalangan
23
internasional. Golongan kiri selalu didefinisikan sebagai golongan
yang menggunakan ajaran Marx sebagai cara berfikir, cara melihat,
dan cara menganalisa persoalan. Golongan ini secara tegas
menyatakan diri sebagai kekuatan politik yang merupakan antitesa dan
sekaligus sintesa dari kekuatan kapitalis (Imam Yudotomo, 2000:5).
Juga menjelaskan wacana pemikiran „kiri‟ adalah pemikiran dan
gerakan sosial yang senantiasa melawan, mengkritik, dan memang
terkadang „nakal‟ untuk menghancurkan segala hal yang bersifat
establishment, terutama kemapanan kekuasaan otoriter dan juga
kapitalisme (Listyono Santoso, 2014:16-17).
Perlu ditekankan juga mengenai ideologi kiri adalah tidak selalu
mengenai komunisme saja. Karena dari definisi yang telah disebutkan
di atas bahwa sebagai perlawanan terhadap hal-hal yang bersifat
dominan dan bersifat kapitalis. Pada kasus rezim komunis Polandia
ketika menderetkan barisan tank berlapis baja di jalan-jalan guna
memberhentikan laju gerakan solidaritas untuk selama-lamanya
(Crashaw dan Jackson 2015:6). Gerakan solidaritas melawan rezim ini
juga bagian dari kiri karena melawan kekuasaan yang dominan dan
otoriter.
Dalam perspektif epistemologi, pemikiran dan gerakan „kiri‟
sesungguhnya lebih diletakan pada pembacaan ulang kritis atas
berbagai bentuk pengetahuan dominan. Kemudian diperlakukan
sebagai kebenaran satu-satunya. Ketika sebuah pengetahuan
24
ditampilkan sebagai kebenaran utama maka ia cenderung
dinomorsatukan sebagai kemapanan formal. Pada saat yang
bersamaan ia akan meminggirkan realitas kebenaran yang lain. Setiap
yang berbeda dengan pemahaman konstruksi pengetahuan yang
dimilikinya merupakan sebuah kesalahan.
Jika dilihat dari kerangka dasar yang digunakan oleh pemikiran
dan gerakan „kiri‟ tampak jelas jika ia memperoleh inspirasi dari
beberapa filsuf yang fenomenal, misalkan Karl Marx, Derrida,
Foucault, dan filsuf yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt,
terutama Herbert Marcuse yang pernah dijuluki sebagai „filsuf bagi
New Left‟. Pemikiran-pemikiran inilah yang kemudian memberikan
inspirasi terhadap gerakan mahasiswa di Jerman. Masih banyak lagi
filsuf yang „diakui‟ masuk dalam pemikir „kiri‟ (Santoso, 2014:16-
18).
Selain itu kajian kiri juga mulai berkembang bukan hanya
cakupan makro tetapi juga mikro. Bukan hanya persoalan buruh
melainkan keseluruhan masyarakat kontemporer. Hal ini juga
berkaitan dengan fenomena global mengenai kiri baru yang muncul di
tahun 1959 (Lyman, 1987:126).
Fokus gerakan kiri baru ditujukan kepada sistem politik,
korupsi, eksploitasi negara dunia ketiga, hak-hak kelompok minoritas
seperti perempuan, pertentangan hak kulit hitam dan kulit putih,
pendidikan, agama, serta keluarga (Lyman, 1987: 129-131).
25
b. Kiri Konteks Indonesia
Kiri dalam konteks Indonesia tidak bisa dilepaskan dari konteks
sejarah. Hal ini terkait dengan peristiwa kudeta pada tahun 1965 yang
dituduhkan kepada PKI, yang kemudian pemerintah mengeluarkan
TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 mengenai larangan ajaran marxisme
dan komunisme (Yatmaka dkk., 2016:414)..
Beberapa varian pemikiran yang dianggap berasal dari ideologi „kiri‟
antara lain seperti Marxisme-Leninisme, Trotskysme, Maoisme,
Anarkisme, hingga yang cukup moderat seperti Sosial-Demokrasi
(As‟ad Ali, 2009:275).
Sehingga dari alasan-alasan tersebut wacana-wacana yang dianggap
kiri cenderung termarjinalkan. Hal ini dibuktikan sebagaimana telah
disinggung di awal mengenai tindakan-tindakan dari masyarakat
Indonesia terhadap segala sesuatu yang dianggap berbau kiri.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Kualitatif
Penelitian ini ingin memahami proses yang dilakukan penerbit buku
kiri untuk membentuk jaringan, kemudian memanfaatkan jaringan yang
mereka miliki untuk kepentingan ekonomi mereka. Maka data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah data-data deskriptif, karena data
yang diambil berasal dari pandangan serta pengalaman-pengalaman para
pelaku yang berkecimpung langsung di penerbitan buku kiri. Sehingga
pendekatan kualitatif bisa mendukung penelitan ini, karena penelitian
26
kualitatif sebagai metode penelitian menghasilkan data yang bersifat
deskriptif yang berasal dari lisan dan perilaku orang yang diamati (Bogdan
dan Taylor, dalam Basrowi dan Suwandi, 2008:21).
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, ada dua jenis data dilihat dari cara memperoleh
datanya, yaitu data primer yang langsung diperoleh dari objek peneliti dan
data sekunder yang merupakan data yang sudah ada atau dibuat (Adi,
2004: 57).
Pembagian data primer dan skunder merupakan pembagian antara
data yang diambil secara langsung dan tak langsung. Data primer bisa
didapatkan melalui wawancara dan observasi, sedangkan data skunder bisa
dapatkan melalui dokumentasi berupa foto atau video yang pernah dibuat
dan data-data survey dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
tidak terstruktur (unstructured interviews), atau bisa juga disebut
sebagai wawancara terbuka. Hal ini dilakukan agar interaksi antara
peneliti dan responden lebih cair. Sedangkan variasi yang digunakan
adalah wawancara mendalam (indepth interviews) untuk memahami
sudut pandang informan terkait subjek yang diteliti (Marvasti, 2004:
20-21).
27
Terkait dengan penelitian yang dilakukan juga harus memahami
kondisi dan latar belakang informan yang merupakan aktivis literasi,
maka teknik wawancara tersebut lebih tepat untuk penelitian ini.
b. Observasi
Selain wawancara, observasi dilakukan untuk mengamati secara
langsung kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok (Neuman,
2007: 287-288). Untuk menghindari miss antara pernyataan
narasumber dengan kondisi nyata yang terjadi, sehingga peneliti perlu
untuk melakukan terjun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi
lingkungan objek yang diteliti.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan pada:
1) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Penerbit Buku Kiri, meliputi
kegiatan di kantor penerbitan, kegiatan diskusi serta bazar buku.
2) Kegiatan yang terkait dengan hubungan antar penerbit.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu bagian dalam pengumpulan
data yang diperoleh dari dokumen-dokumen (Silalahi, 2010: 291).
Dokumentasi mempunyai kelebihan dibandingkan teknik lainnya
dalam hal teknik pengambilan data, hal itu dikarenakan tidak semua
peristiwa terekam melalui indera manusia atau memori pada setiap
orang.
Dalam hal ini termasuk hal-hal yang berkaitan dengan masa
lampau, yang mengacu pada kerangka teoritik dalam penelitian ini,
28
juga dapat mengungkap kiat-kiat penerbit dalam mempertahankan
eksistensinya untuk mendistribusikan buku-buku kiri di Indonesia.
d. Pemilihan Informan
Informan merupakan orang yang berhubungan dengan peneliti
dalam rangka mencari dan dapat memberikan data penelitian yang
dibutuhkan (Neuman, 2007:299). Selain itu, informan merupakan
dalam penelitian ini dilihat sebagai orang yang ahli mengenai letak
dan akses informasi yang dibutuhkan bagi peneliti yang tidak bersedia
memberikan informasinya kepada orang sembarangan.
Oleh sebab itu, informan dapat dipetakan sebagai orang yang (1) dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang tidak dapat dijawab oleh
orang lain; (2) orang yang dapat merekomendasikan peneliti kepada
informan lain dengan kapasitas pengetahuan yang kurang lebih sama; (3)
menyediakan akses dan mengembangkan kesadaran peneliti mengenai
bagian-bagian latar dan; (4) orang yang membantu peneliti untuk
menafsirkan makna dari observasi peneliti (Marvasti, 2004: 52).
Dari kriteria informan di atas, pemilihan informan dalam
penelitian ini dilakukan melalui teknik purposive. Teknik ini
digunakan dalam situasi dimana peneliti menggunakan justifikasi
dalam memilih kasus dengan tujuan tertentu. Hal ini biasanya
digunakan pada penelitian eksploratif atau penelitian lapangan
(Neuman, 2007: 142). Dalam hal ini juga termasuk penelitian
kualitatif.
Ada tiga situasi yang sesuai dengan teknik purposive. Pertama,
ketika peneliti memilih kasus-kasus yang unik yang membutuhkan
informasi yang juga unik. Kedua, penelitian membutuhkan informan
29
yang sulit untuk dijangkau (difficult-to-reach) sehingga memerlukan
informasi subjektif dan ahli untuk mengidentifikasi sample dalam
proyek riset. Ketiga, ketika peneliti hendak mengidentifikasi tipe-tipe
kasus yang khusus untuk melakukan investigasi secara mendalam
(Neuman, 2007: 143). Dalam penelitian ini dikarenakan ada beberapa
informan penting dari penerbit buku yang memiliki kendala untuk
ditemui, sehingga penelitian ini mengambil narasumber lain yang
masih berada di dalam internal penerbit buku, namun tidak
mengurangi keabsahan informasi yang diberikan. Sehingga teknik
purposive perlu dilakukan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini ditetapkan beberapa informan sebagai
berikut:
1) Pihak Penerbit Buku Marjin Kiri, Robi dan Rony Agustian.
2) Pihak Penerbit Buku Ultimus, Bilven.
3) Pihak Penerbit Buku Resist Book, Indro Suprobo.
4) Pihak Penerbit Buku Insist Press, Anwar.
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam pendekatan kualitatif, analisa data dilakukan melalui tiga
langkah, yakni reducing data, displaying data, dan conclusing data
(Marvasti, 2004: 88-90). Yang pertama reducing data yaitu tahap memilah
data, mengeliminasi data yang tidak diperlukan, mencari informasi kunci,
agar saat peneliti menganalisis dapat lebih fokus dan teratur.
30
Sementara yang kedua, displaying data, merupakan tahap
sistematisasi data. Data-data yang telah dipilah kemudian disusun secara
sistematis menggunakan kerangka teoritik. Selanjutnya, ketiga, conclusing
data, adalah tahap menarik makna dari data yang menggambarkan topik
penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika pembahasan yang
terdiri dari empat bab, yang uraiannya terdiri dari berikut:
Bab pertama: berisikan tentang pernyataan penelitian, pertanyaan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
pembahasan. Bab ini menjelaskan urgensi penelitian ini agar dilakukan dan
juga sebagai pijakan dan langkah awal untuk pembahasan selanjutnya.
Bab kedua: membahas tinjauan pustaka dan kerangka teoritis.
Pembahasan bab ini bertujuan untuk memperkuat posisi akademis penelitian
ini.
Bab ketiga: membahas tentang gambaran umum mengenai sejarah, visi
dan misi, manajemen dan kegiatan dari masing-masing penerbit yaitu Insist
Press, Resist Book, Marjin Kiri dan Ultimus. Pembahasan dalam bab ini
bertujuan untuk menjelaskan dinamika secara umum objek yang dibahas
(penerbit buku kiri) dalam penelitian ini.
Bab ketiga: berisi deskripsi dan analisis hasil dan temuan selama
penelitian yang juga sekaligus menjadi jawaban pertanyaan penelitian yaitu:
(1) Proses Pembentukan Jaringan Sosial Ekonomi Antar Penerbit Buku Kiri,
31
(2) Bentuk-Bentuk Jaringan Sosial Ekonomi Penerbit Buku Kiri, serta (3)
Jaringan dan Tindakan Ekonomi Penerbit Buku Kiri.
Bab kelima: yaitu bab akhir dari penelitian ini yang berisi kesimpulan
dari semua hasil dari temuan penelitian dan penutup yang juga mencangkup
saran serta masukan kepada pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap tema penelitian ini. Dalam bagian ini juga harus mencangkup
daftar pustaka dan lampiran-lampiran hasil penelitian.
32
BAB II
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Dalam Bab ini akan menerangkan beberapa penerbit buku kiri di Indonesia
dengan latar belakangnya masing-masing. Namun sebelumnya, baiknya
membahas bagaimana penelitian ini mengklasifikasikan penerbit buku kiri.
Untuk menemukan kriteria dari penerbit buku-buku kiri dalam penelitian
ini, maka ada beberapa poin yang ditekankan. Dalam pengertian penerbitan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah penerbit buku. Penerbit buku adalah sebuah
badan usaha resmi yang khusus bergerak di bidang penerbitan, pengadaan, dan
pemasaran buku, dengan menanggung sendiri segala akibat dan risikonya, baik
berupa risiko yuridis, maupun segi ekonomi dan sosiologisnya (Pamboenan,
1990:6).
Dalam kriteria yang telah disebutkan tadi, penelitian ini mengambil objek
penelitian berupa penerbit buku yang menerbitkan buku-buku kiri secara
konsisten. Selain itu objek yang akan diteliti juga merupakan penerbit-penerbit
yang lahir sejak 1998, lebih tepatnya setelah reformasi.
Perlu diketahui bahwa penerbit buku-buku kiri ini merupakan badan usaha
penerbit buku yang berskala kecil baik secara modal dan hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan produksi. Penerbit-penerbit buku kiri ini tidak bisa kita
bayangkan seperti Gramedia dan Mizan yang juga memiliki book store eksklusif.
Ciri-ciri ini bisa dilihat pada beberapa aspek, seperti lokasi kantor penerbitan
bukanlah layaknya sebuah kantor seperti umumnya, akan tetapi berbentuk rumah-
33
rumah, baik itu rumah kontrakan ataupun rumah penerbit dari salah satu pemilik
penerbit yang bersangkutan. Dalam jumlah buku yang diterbitkan, paling tidak
mereka hanya menerbitkan 1000-2000 eksemplar, karena keterbatasan modal
yang dimiliki oleh penerbit.
Kemudian dari bidang kajian biografi dan pemikiran, materi dalam buku
yang diterbitkan oleh penerbit cenderung membahas mengenai tokoh-tokoh yang
menjadi kerangka dasar pemikiran kiri.
A. Insist Press
1. Sejarah
Insist Press lahir dari rahim LSM Insist (Institute for Social
Transformation), yang merupakan kumpulan pegiat-pegiat masyarakat
sipil yang memiliki bermacam entitas di belakangnya yang kemudian
secara resmi didirikan pada tahun 10 Desember 1997. Salah satu kegiatan
Insist menyebarkan selebaran dan buku-buku yang berkaitan dengan visi
lembaga tersebut. Dari kegiatan LSM Insist tersebut, kemudian dibentuk
divisi yang mengurus kegiatan tersebut, termasuk dalam urusan cetak
mencetak selebaran maupun buku yang diterbitkan oleh Insist. Dari sini
kemudian cikal bakal Insist Press lahir sekitar November 1998. Pada era-
era awal Insist Press diurus oleh orang-orang Insist sendiri seperti Roem
Topatimasang, Mansoer Fakih, dan Saleh Abdullah. Setelah itu masuklah
Eko Prasetyo yang kemudian memegang tampuk kepemimpinan Insist
Press setelah generasi pertama Insist Press pada tahun 1999.
34
Dalam perkembangannya, Insist Press fokus pada pengembangan
wacana kritis, pandangan alternative, dan gagasan-gagasan baru. Pada 20
Mei 2004, Insist yang sebelumnya kepanjangan dari Institute for Social
Transformation berubah menjadi Indonesian Society for Social
Transformation. Sampai hari ini Insist Press sudah menerbitkan lebih dari
300 buku. Insist Press saat ini beralamat di Dusun Sambirejo, Padukuhan
Sempu, Pakembinangun, Kec. Pakem, Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Di antara beberapa penerbit-penerbit buku kiri yang
disebutkan dalam penelitian ini, Insist Press lah yang memiliki ruang kerja
mandiri, bukan berbentuk rumah kontrakan ataupun rumah pribadi.
Kondisi kantor penerbit Insist Press layaknya sebuah pondokan yang
berada di dalam pedesaan. Di sekitar kantor Insist press masih dikelilingi
oleh hutan. Karena letaknya dekat dengan kaki lereng gunung Merapi.
Tabel II. A. 1 Katalog Buku Penerbit Insist Press
No Judul Buku
Penulis, Penyunting,
Penerjemah,
Penyusun
1 Bebas dari Militer: Analisis Sosiologis atas
Kecenderungan Masyarakat Modern
Martin Shaw
2 Bebas dari Neoliberalisme (Edisi Tahun
2003)
Mansour Fakih
3 BENCANA KETIDAKADILAN: Refleksi
Pengurangan resiko Bencana Di Indonesia
Puthut EA & Nurhady
Sirimorok
4 Berpijak di Dunia Retak: Catatan Keluarga
Penyintas Tragedi 1965
Basuki Raharjo
5
Bersaksi Untuk Pembaruan Agraria: dari
Tuntutan Lokal Hingga Kecenderungan
Global
Noer fauzi
6 Catatan Perlawanan Aba Du Wahid
7 Che Guevara: Sang Revolusioner Rius
35
8 Che Untuk Pemula Sergio Sinay dan
Agung Arif Budiman
9 Cinta Pertama: Kisah Pramoedya, Remaja,
dan Homoseksual
Dalih Sembiring, dkk.
10 Das Kapital untuk Pemula David Smith; Phil
Evans
11 Dinamika Kelas dalam Perubahan Agraria Henry Bernstein
12
Fasisme Hugh Purcell,
Pengantar: Mansour
Fakih
13 Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni
Militer dalam Sinema Indonesia
Budi Irawanto
14 Gagasan-gagasan Politik Gramsci Roger Simon
15 Gelombang Perlawanan Rakyat: Kasus-kasus
Gerakan Sosial di Indonesia
Penyusun: Francis
Wahono dkk
16 HAM versus Kapitalisme Muh. Budairi Idjehar
17 HAM: Kejahatan Negara dan Imperialisme
Modal
Eko Prasetyo
18 Das Kapital untuk Pemula David Smith; Phil
Evans
19
Kapitalisme Pendidikan: antara kompetisi
dan keadilan
Francis Wahono,
pengantar: Mansour
Fakih
20
Kapitalisme Perkebunan dan Konsep
Pemilikan Tanah oleh Negara
Rikardo Simarmata;
Pengantar: Gunawan
Wiradi
Beberapa buku yang diterbitkan oleh Insist Press yaitu Tiada Jalan
Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam Sketsa dan Orang-orang
Kalah: Kisah Penyingkiran Masyarakat Adat Kepulauan Maluku.10
2. Visi dan Misi
Visi dari penerbit Insist Press adalah tak seperti bisnis pada
umumnya. Sebagai penerbit buku pada umumnya yang cenderung
berbicara bisnis, namun bagi Insist Press sendiri mereka mencoba untuk
10
Wawancara dengan Mas Anwar di Kantor Insist Press, Kaliurang, Yogyakarta.
36
menjadi penerbit buku yang berbeda. Hal ini juga tertuang dalam misi
mereka sendiri, yaitu mengembangkan wacana kritis, pemikiran alternatif
dan gagasan-gagasan baru tentang transformasi sosial. Misi ini juga terkait
bahwa Insist Press juga bagian dari LSM Insist, sehingga misi mereka
berkaitan dengan LSM tersebut. Sehingga misi khususnya antarai lain
sebagai salah satu badan penggalang dana untuk mendukung kerja-kerja
pengorganisasian, pendidikan rakyat, advokasi kebijakan, dan kegiatan-
kegiatan lain yang dilakukan oleh semua organisasi lain yang dilakukan
oleh semua organisasi lainnya anggota kofederasi Insist.
3. Manajemen
Insist Press sebagai penerbit buku secara manajemen penerbit buku
ini bisa dikatakan rapi. Tidak seperti beberapa penerbit buku lainnya yang
sistem manajemennya masih tradisional atau merangkap.
1. Direktur Pelaksana : Muhammad Anwar
2. Redaktur Pelaksana : Lubabun Ni‟am, Achmad Choiruddin
3. Administrasi dan Keuangan : Kurnia Nofitasari
4. Sirkulasi dan Distribusi : Anton Nugroho
5. Afiliasi Percetakan : Eko Susanto
DEWAN REDAKSI :
2. Roem Topatimasang (Ketua)
3. Hira Jhamtani
4. Nurhady Sirimorok
5. Ahmad Mahmudi
37
6. Muchtar Abbas
7. Noer Fauzi Rachman
DEWAN REDAKSI-Jurnal WACANA :
1. Lubabun Ni‟am
2. Nurhady Sirimorok
3. Hira Jhamtani
4. Laksmi A. Savitri
5. Anu Lounela
DEWAN KOMISARIS :
1. Roem Topatimasang
2. Donny Hendrocahyono
3. Puthut EA
4. Kegiatan
Kegiatan Insist Press tentu sebagai penerbit adalah menerbitkan
buku, termasuk proses dalam menerbitkan buku. Insist Press juga ikut
memasarkan buku seperti dalam kegiatan bazar buku, mereka ikut
membuka stand untuk menjual buku-buku mereka. Selain itu di ruang
kerja Insist Press juga menyediakan kegiatan diskusi rutin bulanan. Dalam
hal ini juga karena Insist Press bagian dari lembaga Insist, maka kegiatan
mereka adalah mendukung visi dan misi dari lembaga Insist.
38
B. Resist Book
1. Sejarah
Resist Book adalah penerbit buku yang didirikan pada tahun 2004 di
Jogjakarta oleh tujuh belas orang, namun yang paling berpengaruh dalam
pendirian Resist Book adalah Eko Prasetyo. Dikarenakan Eko Prasetyo ini
sebelumnya berasal dari Insist Press yang kemudian keluar dan
membentuk penerbitan buku baru, sehingga baik cara pandang maupun
cara kerja Resist Book tidak jauh berbeda dengan Insist Press.
Hal tersebut bisa dilihat dari pernyataan dari pihak Resist Book yang
mengatakan bahwa Resist Book merupakan sebuah kelompok gerakan
yang bentuknya adalah badan usaha penerbitan, namun ruhnya adalah
gerakan intelektual. Sehingga selain menerbitkan buku, kegiatan lainnya
yaitu diskusi dan pemutaran film. Setelah tahun 2014 karena jumlah
orang-orang Resist mulai berkurang, kemudian Resist memfokuskan diri
di kegiatan penerbitan buku saja. Untuk diskusi mereka mengikuti
undangan dari komunitas di luar penerbitan.
Sampai saat ini buku yang sudah diterbitkan oleh Resist Book sekitar
140 buku. Kantor Resist Book berupa rumah kontrakan yang beralamat di
Jalan Magelang Km.5, No.83, Kutu Dukuh Sleman, Tridadi, Yogyakarta,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan rumah
kontrakan.
39
Tabel II. B. 1 Katalog Buku Penerbit Resist Book
No Judul Buku Penulis
1 Alain Badiou dan Masa Depan Marxisme Martin Suryajaya
2 Analisa Ekologi Kritis
3 Anarki Kapitalisme Andre Gorz
4 Anti Filsafat: Metode Pemikiran Marx Etienne Balibar
5 Che Guevara: Sang Revolusioner Che Guevara
6 Estetika Marxis Henri Arvon
7 Filsafat Sebagai Senjata Revolusi Louis Althusser
8 Gerakan Rakyat Melawan Elite Munafrizal Manan
9 Guru: Mendidik itu Melawan! Eko Prasetyo
10 Hegemoni dan Strategi Sosialis: Post
Marxisme & Gerakan Sosial Baru
Ernesto Laclau &
Chantal Mouffe
11 Islam Politik: Sebuah Analisis Marxis Deepa Kumar
12 Karl Marx, Revolusi, dan Sosialisme:
Sanggahan Terhadap Franz Magnis-Suseno
Ken Budha
Kusumandaru
13 Karnaval Perlawanan: Kabar dari Garis
Depan Protes Anti-Kapitalisme Global Naomi Klein
14 Keadilan Tidak untuk yang Miskin Eko Prasetyo
15 Kemiskinan Global Jeremy Seabrook
16 Lenin: Revolusi Oktober 1917 Saiful Arif dan Eko
PD
17 Lenin: Teori dan Praktek Revolusioner Christopher Hill
18 Mao Untuk Pemula Rius
19 Manipulasi Kebijakan Pendidikan Darmaningtyas &
Edi Subkhan
20 Marx untuk Pemula Rius
21 Marx: Sang Pendidik Revolusioner Robin Small
22 Mazhab Pendidikan Kritis Dr. M Agus
Nuryatno
23 Memahami Teori Kritis Stuart Sim & Borin
van Loon
24 Negara dan Revolusi Sosial: Pokok-pokok
Tan Malaka Fahsin M. Fa‟al
25 Sosialisme dan Revolusi Andre Gorz
40
2. Visi dan Misi
Visi: Terciptanya masyarakat Indonesia dan generasi muda yang
memiliki sikap kritis, berwawasan luas, memiliki kegemaran untuk selalu
mendidik diri melalui bacaan-bacaan bermutu, dan membangun komitmen
untuk mengupayakan gerakan-gerakan sosial dalam beragam bentuknya
demi keadilan dengan prinsip memilih mendahulukan kepentingan mereka
yang tertindas dan bersama mereka melawan penindasan (preferential
option for and with the oppresed).
Misi :
a. Menyediakan bacaan-bacaan yang bermutu dan mendorong sikap
kritis terhadap beragam bentuk ketidakadilan yang meminggirkan
masyarakat.
b. Menyediakan bacaan-bacaan yang memperluas wawasan tentang
ketidakadilan struktural yang terjadi di tengah masyarakat dalam
konteks lokal, nasional maupun mondial.
c. Menyediakan bacaan-bacaan bermutu yang mendorong komitmen
untuk melakukan gerakan sosial dalam beragam bentuknya demi
membela mereka yang mengalami ketertindasan, menegakkan
kejujuran, kebenaran dan keadilan.
d. Menyediakan bacaan-bacaan bermutu tentang sejarah kebangsaan
Indonesia dalam perspektif kritis agar terbangun refleksi kritis
terhadap cita-cita nasionalisme yang telah diperjuangkan oleh para
pendiri bangsa.
41
e. Menyediakan bacaan-bacaan bermutu yang mendorong komitmen
untuk menciptakan perdamaian dunia
3. Manajemen
Koordinator : Indro Suprobo
Redaksi : Darmawan dan Indro Suprobo
Administrasi dan Penjualan
Rahayu Kusumawati
Titis Prihatini
Dwi Putri Lestari Agnes
Percetakan : Suradi dan Supino
4. Kegiatan
Kegiatan Resist Book selain menerbitkan buku, juga mengikuti
kegiatan lain yang dilakukan oleh komunitas di luar penerbitan, seperti
bazar buku dan diskusi.
C. Marjin Kiri
1. Sejarah
Marjin Kiri adalah penerbit buku kritis yang berdiri di Tangerang
Selatan pada tahun 2005. Awalnya penerbit ini didirikan dan diurus oleh
lima orang, namun saat ini hanya tersisa dua orang pendiri selaku pengurus
Marjin Kiri, yaitu Robi dan Ronny Agustian. Marjin Kiri sendiri berkantor
di BSD, yang juga merupakan rumah tinggal Ronny Agustian. Kantor
redaksi terletak di Regensi Melati Mas A9/10 Serpong, Tangerang Selatan,
yang juga kediaman pribadi dari Ronny Agustian. Namun beberapa urusan
42
seperti bagian pemasaran yang diurus oleh Robi di rumahnya Kedaung,
Ciputat, Tangerang Selatan
Pada Oktober 2014, Marjin Kiri mendapat kehormatan diundang
untuk mengikuti Frankfurt Book Fair, ajang pameran buku terbesar di
dunia.Pada Juni 2015, mereka diundang ke Norwegia oleh NORLA
(Norwegian Literature Abroad) untuk bertemu dengan penerbit-penerbit di
sana. Pada Oktober tahun yang sama, Marjin Kiri menjadi salah satu
penerbit dalam delegasi Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015, di mana
Indonesia menjadi "Tamu Kehormatan". Tradisi penerbitan Marjin Kiri
yang mementingkan gagasan serta kualitas yang bisa
dipertanggungjawabkan untuk substansi, terjemahan, maupun desain
sampai saat ini masih pertahankan demi menyemai gagasan-gagasan kritis
untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan.11
Tabel II. C. 1 Katalog Buku Penerbit Marjin Kiri
No Judul Buku Penulis Kategori
1
Aku Bukan Manusia, Aku Dinamit:
Filsafat Nietzsche dan Politik
Anarkis
John Moore (ed.)
& Spencer
Sunshine
Filsafat
2 Anarkisme: Perjalanan Sebuah
Gerakan Perlawanan Sean M. Sheehan Filsafat
3
Buruh, Serikat dan Politik:
Indonesia pada Tahun 1920an-
1930an
John Ingleson Sosial-Politik
4 Di Balik Marx: Sosok dan
Pemikiran Friedrich Engels
Dede Mulyanto
(ed.) Filsafat
11
“Profil Marjin Kiri.” Marjin Kiri. Didunduh pada 7 Agustus 2016.
(http://marjinkiri.com/pages/tentang.htm).
43
5
Di Bawah Tiga Bendera:
Anarkisme Global dan Imajinasi
Antikolonial
Benedict
Anderson Sosial-Politik
6
Dilarang Gondrong! Praktik
Kekuasaan Orde Baru terhadap
Anak Muda Awal 1970an
Aria Wiratma
Yudhistira
Kajian
Indonesia
7 Ekonomi Revolusi Che Guevara Helen Yaffe Sosial-Politik
8 Gombalnya Globalisasi: Komik
Sejarah Kapitalisme El Fisgón Ekonomi-Politik
9 Kebangkitan Gerakan Buruh:
Refleksi Era Reformasi
Abu Mufakhir,
dkk Sosial-Politik
10
Kekerasan Budaya Pasca 1965:
Bagaimana Orde Baru Melegitimasi
Anti-Komunisme Melalui Sastra
dan Film
Wijaya
Herlambang Kajian Budaya
11 Kekerasan dan Identitas Amartya Sen Sosial-Politik
12 Hidup di Luar Tempurung Benedict
Anderson Sosial-Politik
13 Leila Khaled: Kisah Pejuang
Perempuan Palestina Sarah Irving Sosial-Politik
14 MENCARI MARXISME:
Kumpulan Esai Martin Suryajaya Filsafat
15
Merebut Ruang Kota: Aksi Rakyat
Miskin Kota Surabaya 1900-
1960an
Purnawan
Basundoro
Kajian
Indonesia
16 Njoto: Biografi Pemikiran 1951-
1965
Fadrik Aziz
Firdausi
Kajian
Indonesia
17 Pengantar Pemikiran Tokoh-tokoh
Antropologi Marxis
Dede Mulyanto
& Stanley Khu
(eds.)
Sosial-Politik
18 Penghancuran Buku: Dari Masa ke
Masa Fernando Báez Kajian Budaya
19
Perbudakan Seksual: Perbandingan
antara Masa Fasisme Jepang dan
Neofasisme Orde Baru
Anna Mariana Kajian
Perempuan
20
Memata-matai Kaum Pergerakan:
Dinas Intelijen Politik Hindia
Belanda 1916-1934
Allan Akbar Kajian
Indonesia
21 PESINDO: Pemuda Sosialis
Indonesia, 1945-1950
Norman Joshua
Soelias Sosial-Politik
44
2. Visi dan Misi
Marjin Kiri adalah penerbit kritis independen yang menghadirkan
buku-buku terpilih di bidang sosial, ekonomi, politik, sastra, sejarah dan
filsafat. Tradisi penerbitan yang mementingkan gagasan serta kualitas
yang bisa dipertanggungjawabkan untuk substansi, terjemahan, maupun
desain. Tradisi ini terus dipertahankan demi menyemai gagasan-gagasan
kritis untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan.
3. Manajemen
Direktur Penerbitan : Robi
Editor :
1. Rony Agustian
2. Robi
3. Iqbal
Tim Sosial Media : Rose dan Mia
Penjualan : Haikal
4. Kegiatan
Kegiatan Marjin Kiri selain menerbitkan buku antara lain juga
mengikuti kegiatan yang diadakan oleh komunitas tertentu, terkait
dengan kegiatan literasi, seperti bazar buku.
D. Ultimus
1. Sejarah
Awalnya penerbitan asal Bandung ini merupakan sebuah toko buku
pada tahun 2004 yang menjual buku-buku kiri sekaligus menjadi tempat
45
berkumpulnya beberapa komunitas di Bandung. Akan tetapi melihat
banyaknya penerbit buku yang menerbitkan buku kiri yang bangkrut,
sehingga mempengaruhi komiditas buku-buku kiri agak menurun, maka
Ultimus mulai mencoba menjadi penerbit buku di tahun 2005. Sejak saat
itu mulai lah Ultimus menerbitkan buku, namun hanya menerbitkan satu
buku dalam satu tahun. Kegiatan menerbitkan buku lebih didalami lagi
pada tahun 2008, dengan target menerbitkan satu buku dalam satu bulan.
Namun keberadaan toko buku Ultimus hanya bertahan sampai
tahun 2012. Kemudian Bilven Riwaldo selaku pendiri Ultimus, mulai
mencoba usaha penerbitan buku pada tahun 2005 namun belum terlalu
serius. Dalam setahun hanya menerbitkan buku satu sampai dua buku.
Baru pada tahun 2008 Ultimus mulai serius menerbitkan buku, dengan
intensitas menerbitkan satu buku dalam satu bulan. Ultimus sampai tahun
2015 sudah menerbitkan sekitar 80 buku.12
. Ultimus berkantor di sebuah
rumah di sebuah komplek Jalan Cikutra Baru, Neglasari, Cibeunying
Kaler, Neglasari, Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Jawa Barat.
Tabel II. D. 1 Katalog Buku Penerbit Ultimus
No Judul Subjudul Penulis
1 LAPORAN AKHIR IPT 1965 Laporan Akhir Pengadilan
Rakyat Internasional 1965
IPT 1965
2 DENGARKAN JERITAN
BUMI!
Respons Kristiani atas Krisis
Keadilan Ekologis
Oikotree
3 PEMBUANGAN PULAU BURU dari Barter ke Hukum Pasar Djoko Sri
Moeljono
12
“Ultimus, toko buku berbau kiri di Kota Kembang” 2015.Merdeka.com. Diunduh 2 Oktober
2016.(https://www.merdeka.com/peristiwa/ultimus-toko-buku-berbau-kiri-di-kota-hujan.html).
46
4 BERTAHAN HIDUP DI PULAU
BURU
Mars
Noersmono
5 SINGAPURA Hidup Semasa Tipu Daya Sang
Rezim
Poh Soo Kai
6 CAHAYA MATA SANG
PEWARIS Kisah Nyata Anak‐Cucu
Korban Tragedi „65
Putu Oka
Sukanta (ed.)
7 TANAH MERAH YANG
MERAH
sebuah catatan sejarah Koesalah
Soebagyo Toer
8
ZHOU ENLAI potret seorang Intelektual
Revolusioner | Bakti sepanjang
usia membangun Tiongkok
modern
Han Suyin
9 SAYA SEORANG
REVOLUSIONER
Memoar Rewang Joko Waskito
10
DARI BERANDA TRIBUNAL Bunga Rampai Kisah Relawan
Friends of International
People's Tribunal 1965
Friends of
International
People's
Tribunal 1965
11 NYANYI SUNYI KEMBANG-
KEMBANG GENJER
Sebuah Drama oleh Faiza
Mardzoeki
Faiza
Mardzoeki
12 AKU DALAM PUSARAN
SEJARAH NEGERIKU
Proklamasi Kemerdekaan
sampai G30S 1965
HH Ong
13
BANTEN SEABAD SETELAH
MULTATULI
Catatan Seorang Tapol 12
Tahun dalam Tahanan, Kerja
Rodi, dan Pembuangan
Djoko Sri
Moeljono
2. Visi dan Misi
Visi penerbit buku Ultimus adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui penerbitan buku-buku bermutu. Sedangkan misinya yang
pertama, menerbitkan buku-buku sejarah yang objektif. Kedua,
menerbitkan buku-buku terjemahan filsafat klasik yang penting. Ketiga,
menerbitkan buku-buku sosial-politik, membuka kesadaran masyarakat.
47
3. Manajemen
Direktur : Bilven
Administrasi Keuangan : Afnaldi
Percetakan : Rudi
Pemasaran : Sangdenai
Editor : Bilven dan Sangdenai
4. Kegiatan
Selain menerbitkan buku, kegiatan lainnya yaitu membuka kajian-
kajian baik itu diskusi maupun pemutaran film yang diadakan oleh
Ultimus di kantornya atau bekerja sama dengan komunitas-komunitas
lainnya. Ultimus juga sering kali melakukan advokasi yang berkaitan
dengan persoalan HAM.
48
BAB III
ANALISIS
A. Proses Pembentukan Jaringan Sosial Ekonomi Antar Penerbit Buku Kiri
Granovetter mengembangkan konsep jaringan sosial yang secara umum
ia definisikan sebagai hubungan sosial antarindividu yang relatif stabil. Dari
konsep jaringan sosial ia melangkah dari analisis mikro (hubungan
antarindividu) menuju analisis meso (hubungan antar kelompok) (Achwan,
2014: 32-33).
Ada tiga tingkatan bentuk jaringan sosial ekonomi, yaitu mikro dalam
bentuk hubungan antarindividu, meso dalam bentuk hubungan dalam
kelompok dan makro hubungan antar kelompok yang lebih besar (Damsar,
2011: 160-165).
Dalam bentuk mikro yakni hubungan antarindividu, penerbit buku kiri
memiliki jaringan perkawanan antar penerbit. Hal ini juga tidak bisa
dilepaskan dari latar belakang aktor-aktor yang mendirikan penerbit buku
kiri. Eko Prasetyo sebelum mendirikan Resist Book, pernah menjadi pengurus
Insist Press. Rony Agustian sebelum mendirikan Marjin Kiri, pernah menjadi
penerjemah buku baik di Insist Press, bahkan setelah mendirikan penerbit
buku ia juga sering diminta menerjemahkan buku di Insist Press dan Ultimus.
Selain Rony, Indro sebagai pengurus Resist Book secara pribadi juga sering
kali diundang untuk mengisi diskusi di beberapa penerbit buku, termasuk
Insist Press.
49
Hubungan perkawanan ini bisa dikatakan kuat, karena selain hal di atas,
masing-masing individu di penerbit buku juga sering diundang untuk menjadi
pembicara di beberapa tempat. Ketika acara Kampung Buku Jogja, Rony
menjadi pembicara di acara tersebut, karena teman-teman dari Insist Press
menghubunginya. Ini juga terjadi ketika acara Pekan Literasi di Bandung,
Bilven dari penerbit Ultimus yang juga menjadi panitia di acara tersebut
menghubungi Rony Agustian untuk menjadi mengisi acara menjadi
pembicara.
Bahkan ketika terjadi kasus sweeping buku oleh aparat pada tahun 2016
yang dialami oleh Resist Book dan Ultimus, secara pribadi antarindividu
penerbit buku baik Marjin Kiri maupun Insist Press sama-sama menghubungi
Resist Book dan Ultimus untuk memberikan dukungan.
Kemudian bentuk jaringan meso yang dilihat dari hubungan antar
lembaga dan komunitas. Dimulai dari Insist Press secara kelembagaan
merupakan konfederasi dari LSM INSIST, sehingga buku-buku yang
diterbitkan oleh Insist Press juga bagian dari pendukung gerakan LSM
INSIST.
Insist Press adalah lembaga penerbitan di dalam lingkaran konfederasi INSIST
(Anwar, 2018).
Insist Press dan Resist book yang masih satu kota, Jogjakarta, sama-
sama masuk ke dalam Masyarakat Literasi Yogya (MLY), yang mana
merupakan komunitas gerakan literasi di Yogyakarta. Selain MLY, Resist
Book tidak bergabung dengan komunitas lainnya, hanya sekedar berjejaring
dan mengikuti event-event yang diadakan komunitas lain.
50
Kami bergabung di komunitas Masyarakat Literasi Yogya, selebihnya Resist tidak
bergabung dengan komunitas-komunitas melainkan berjejaringan, jadi kalau
komunitas-komunitas itu ada aktivitas (acara), kita akan diundang (Suprobo, 2018).
Marjin Kiri juga melakukan hal yang sama dengan Resist Book ketika
ditanya mengenai keikutsertaan komunitas literasi. Mereka tidak bergabung
dengan komunitas mana pun, namun mereka tetap berkomunikasi dengan
komunitas literasi di Tangerang Selatan dan beberapa kali mengikuti event
yang diadakan, bahkan buku Laela Kholid yang diterbitkan oleh Marjin Kiri
pernah pula dibedah.
Ultimus sebelum menjadi penerbit buku merupakan toko buku dan
sudah memiliki jaringan dengan komunitas-komunitas di Bandung. Sampai
pada akhirnya Ultimus berubah menjadi penerbit buku, komunitas-komunitas
tersebut tetap dirangkul oleh Ultimus. Asumsi mereka bahwa jika menjadi
penerbit buku, maka jaringan yang mereka miliki akan semakin luas.
Ultimus awalnya toko buku saja pada 15 Januari 2004 di Bandung dengan berbasis
komunitas dalam hal mensuport komunitas untuk membangun jaringan. Menyadari
bahwa bisnis buku kiri tidak terlalu menguntungkan, ditambah suplai buku kiri
semakin sedikit serta banyaknya penerbit buku kiri yang tutup, sehingga mereka
memutuskan untuk melakukan transformasi dari toko buku menjadi penerbit buku.
Mereka mulai merintis penerbit buku sejak 2004 sampai 2005, namun lebih
diseriuskan lagi pada tahun 2006, namun tetap menjaga hubungan komunitas yang
ada sebelumnya. Terlebih dengan penerbit buku mereka bisa membangun
komunitas di luar Bandung (Bilven, 2016).
Sampai saat ini bersama dengan komunitas-komunitas di Bandung,
Ultimus mengadakan acara rutin Pekan Literasi. Melalui acara ini pula
penyelenggara acara tersebut, khususnya Ultimus, bisa memperluas jaringan
mereka. Ketika peneliti hadir di acara tersebut, beberapa penerbit lain seperti
Resist Book, Insist Press dan Marjin Kiri ikut berpartisipasi di acara Pekan
Literasi di Bandung.
51
Salah satu mempersatukan kekuatan komunitas literasi yang dibentuk maka
dibentuklah acara-acara Pekan Literasi Kebangsaan di Bandung. Dalam sosiologi
ini disebut social capital, perlunya membentuk ikatan dan membangun kepercayaan
di komunitas literasi. Dan ini sudah dibuktikan selama beberapa tahun kenapa kami
bisa bertahan (Bilven, 2016).
Bentuk jaringan makro mencakup jaringan yang bentuknya kelompok
besar saat ini belum ditemukan adanya indikasi untuk membentuk kelompok
literasi yang cakupannya lebih besar. Bahkan penerbit-penerbit buku kiri
tersebut sama-sama tidak tergabung dalam keanggotaan IKAPI yang
cakupannya nasional.
Jaringan-jaringan yang dimiliki oleh penerbit-penerbit buku pada
dasarnya tidak begitu saja ada, melainkan ada beberapa faktor yang menjadi
tantangan bagi penerbit-penerbit buku kiri.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Anwar dari Insists Press, ia
berkata:
Era 1999 sampai 2000 saat booming buku, Insist Press menjadi salah satu icon
yang ikut menerbitkan buku-buku kiri. Salah satu produk Insist Press yang masih
berjalan Jurnal Wacana, yang terbit berkala sejak tahun 1999. Tema-tema buku
dari Insist press berupa pendidikan, feminis dan gender, masyarakat sipil, tema-
tema HAM. Menerbitkan dan mendistribusikan buku yang sekiranya dipandang
akan laku di pasar. Menerbitkan buku yang secara ideologis pantas diterbitkan,
tanpa perduli pasar mau menerima atau tidak (Anwar,2016).
Berdasarkan pernyataan ini, bahwa Insist Press dalam penerbitan buku
kiri tidak terpengaruh oleh kebijakan pasar, tapi lebih kepada faktor ideologis.
Insist yang bergerak dengan keluar dari jalur mainstream pastinya akan sering
mendapatkan penolakan dari penerbit mainstream.
Dalam penerbitan buku kiri tentu saja tidak akan lepas dari hambatan
dan tantangan. Insist Press sebagaimana yang dikatakan oleh Anwar dalam
wawancara memiliki banyak tantangan dan ancaman, adapun diantaranya:
52
Gangguan melalui telepon dan email seperti usaha untuk menghalangi Insist Press
menerbitkan suatu buku, beberapa kali buku-buku Insist Press dilarang seperti di
pameran-pameran tertentu oleh ormas-ormas intoleran. Buku Teologi Pembebasan
dan Tindakan-Tindakan Kecil Perlawanan dilarang di toko buku Gramedia.
Seandainya ingin masuk ke toko buku Gramedia, kata “Perlawanan” harus diganti.
Padahal pada buku-buku lain dari Insist Press yang temanya kiri secara ideologi
masuk. Banyak penerbit Jogja mengambil tema-tema alternatif, tapi secara pasar
mengikuti mainstream umum (Anwar, 2016).
Kelompok intoleran yang memberikan ancaman pada Insist Press
menunjukkan bahwa masih banyak kelompok masyarakat yang alergi dengan
istilah kiri, dimana hal tersebut masih identik dengan Komunisme. Gramedia
sebagai penerbit sekaligus distributor buku mainstream tidak mau mengambil
resiko menjual buku yang kontroversial dan mengundang keresahan pada
sebagian masyarakat. Jadi, banyak juga penerbit yang mengambil tema
alternatif agar diterima oleh pasar, dan hal ini menunjukkan bahwa para
penerbit kiri menyerah pada pasar.
Anwar juga mengatakan bahwa intervensi dari Gramedia sering
membuat Insist Press menjadi tidak independen, dimana gerakan yang
awalnya berdasarkan ideologis menjadi bergeser menjadi tujuan ekonomis,
dimana omzet menjadi patokan. Adapun hasil wawancara penulis dengan
Anwar sebagai berikut:
Ada beberapa penerbit ketika mencetak buku dalam jumlah massal, harus
menyetorkan dulu ke gramedia, untuk memperkirakan bagaimana jika buku
tersebut dipasarkan di toko buku Gramedia. Jika Gramedia menolak, mereka harus
merubah buku tersebut. Ketergantung ini menjadi instrumen, buku tersebut masuk
dalam instrumen apa, independensinya seperti apa. Karena peta pasar buku secara
omzet besar melalui distributor tertentu mekanismenya berjalan. Sebuah buku
sebelum dicetak banyak, harus diminta nilai terlebih dahulu kepada jaringan toko
buku melalui distributor, apakah bisa dicetak banyak atau tidak. Kemudian dari
distributor inilah yang memberikan keputusan untuk merubah isi buku.
Bagi Insist Press, persoalan kiri atau tidak kiri, ideologinya bukan pada ideologi
politik tertentu. Akan tetapi yang dimaksud kiri adalah alternatif atau menerbitkan
sesuatu untuk membela orang-orang yang terpinggirkan. Tema-tema tersebut
53
bukan hanya di negara-negara liberal, akan tetapi juga ada juga di negara-negara
sosialis (Anwar, 2016).
As‟ad Said Ali mengatakan bahwa kelompok kiri juga ada yang
moderat, yaitu yang hanya memainkan isu sosialis-demokratis (Said Ali,
2009:275). Insist Press tidak memiliki kepentingan pada ideologi politik
Komunis, tapi memiliki tujuan pembelaan pada kelompok terpinggirkan yang
ada diseluruh Negara, baik di Negara liberal atau sosialis. Jadi, pengungkapan
kebenaran fakta akan mendapatkan tentangan, apabila diterima maka
kebenaran fakta tersebut harus agak disamarkan agar tidak terlihat vulgar.
Sedangkan penerbit buku kiri Ultimus sangat sadar bahwa menjual
buku kiri akan sulit meraih keuntungan materi. Namun, Ultimus tujuan
awalnya adalah membangun jaringan komunitas saja. Berikut wawancara
penulis dengan Bivlen selaku pemilik Ultimus:
Ultimus awalnya toko buku saja pada 15 Januari 2004 di Bandung dengan berbasis
komunitas dalam hal mensuport komunitas untuk membangun jaringan. Menyadari
bahwa bisnis buku kiri tidak terlalu menguntungkan, ditambah suplai buku kiri
semakin sedikit serta banyaknya penerbit buku kiri yang tutup, sehingga mereka
memutuskan untuk melakukan transformasi dari toko buku menjadi penerbit buku.
Mereka mulai merintis penerbit buku sejak 2004 sampai 2005, namun lebih
diseriuskan lagi pada tahun 2006, namun tetap menjaga hubungan komunitas yang
ada sebelumnya. Terlebih dengan penerbit buku mereka bisa membangun
komunitas di luar Bandung. Sehinga sejak tahun 2006 Ultimus menjadi penerbit
buku. Jenis buku-buku yang diterbitkan adalah buku-buku yang tidak diterbitkan di
tempat lain. Sampai saat ini dari ISBN buku yang sudah diterbitkan hampir 110
judul.
Ultimus hanya dijalankan oleh 4 orang. Namun untuk acara-acara seperti bazar
buku, mereka mengambil pihak luar untuk membantu Ultimus. Ultimus didirikan
oleh 6 orang, namun yang sampai saat ini hanya bertahan 1 orang dari pendirinya
yaitu Bilven. Buku-buku yang Ultimus terbitkan tidak semuanya berkaitan buku-
buku kiri, namun setengah dari terbitan bukunya berkaitan dengan 65, meliputi
memoar, puisi, sejarah, analisis dan lain sebagainya (Bivlen, 2016).
Hal ini menunjukkan bahwa penerbit buku kiri Ultimus dalam hal
pendiriannya tidak berorientasikan pada keuntungan, dengan tujuan
54
memperkuat jaringan komunitas, dan ternyata hal ini bisa menjadi strategi
bertahan. Konsistensi sangat penting, terbukti banyaknya penerbit buku kiri
yang tutup namun Ultimus tetap bisa bertahan.
Penerbit buku Resist terlihat menjadi penerbit buku yang lebih idealis,
dimana mereka lebih fokus kepada bukuilmu sosial dan pengembangan
wacana. Upaya untuk menerbitkan buku populer tidak dilakukan oleh Resist.
Bisa dikatakan juga bahwa Resist adalah gerakan intelektual untuk
mencerdaskan masyarakat, bukan menjadi penerbit buku-buku yang
menghasilkan generasi tukang khayal. Indro selaku anggota Resist dalam
wawancaranya mengatakan:
Resist awalnya didirikan oleh 17 orang. Ada redaksi, administrasi keuangan,
percetakan, pemasaran.Penerbit ini berdiri pada tahun 2004. Resist Book
sebenarnya merupakan sebuah gerakan. Bentuknya memang berupa badang usaha
penerbitan, namun ruhnya adalah gerakan intelektual. Sehingga awalnya selain
kegiatan menerbitkan buku, juga ada diskusi serta pemutaran film. Menerbitkan
buku-buku yang wacana yang mengambil jarak dengan realitas yang terjadi.
Sehingga resist mengambil sikap untuk memperjuangkan referensi dan bersikap
kritis. Lebih senang mendefinisikan sebagai penerbit dengan ilmu-ilmu sosial
kritis. Orientasinya adalah berkontribusi kepada pengembangan wacana-wacana
terhadap orang yang mau berkomitmen terhadap keadilan, terutama kepada
kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Selama ini terbitan resist berkaitan
dengan ilmu-ilmu sosial dan non-fiksi.
Cara melihat suatu materi buku yang akan diterbitkan, pertama melalui tema.
Mereka menolak tema-tema yang sifatnya fiksi seperti novel, atau tema-tema
teknik. Mereka hanya menerima tema-tema ilmu sosial. Kemudian melihat isu
yang diusung, apakah menarik atau tidak. Selain itu melihat gagasan yang
disampaikan baru atau tidak. kemudian relevansinya dengan melihat kondisi saat
ini cukup kuat atau tidak. Biasanya buku yang dicetak oleh Resist Book dalam satu
judul dicetak sekitar 500 sampai 1000 buku. Untuk memasarkan buku, awalnya
mereka melalui distributor toko buku besar seperti Gramedia dan Gunung Agung.
(Indro,2016)
Era reformasi ternyata tidak serta-merta memberikan kebebasan
berpikir dan berpendapat pada rakyat Indonesia. Pemerintah masih saja
memiliki kecurigaan terhadap para penerbit buku kiri, sehingga peralihan dari
55
rezim otoriter masih saja menyisakan pengekangan terhadap karya
intelektual. Indro kembali menjelaskan:
Ketika 2006 sampai 2010 ketika lokasi penerbit di daerah Magelang, hampir setiap
bulan selalu didatangi oleh Babinsa POLRI. Mereka bertanya mengenai buku-buku
yang diterbitkan, dengan jenis pertanyaan yang sama setiap bulannya. Pernah pula
mengadakan diskusi kemudian tidak jadi karena didatangi intel dan menghentikan
acara (Indro, 2016).
Dari tantangan-tantangan yang dihadapi tersebut, ditambah lagi modal
secara materi yang tidak terlalu kuat, maka penerbit-penerbit buku tersebut
membutuhkan sumber daya yang bisa mereka jangkau, yaitu jaringan.
Kebutuhan tersebut tentu untuk memperkuat bisnis mereka sebagai penerbit
buku. Hal ini seusuai dengan asumsi Granovetter bahwa tindakan ekonomi
tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial (Achwan, 2014: 32-33).
Bilven menjelaskan,
Sebagai penerbit buku apalagi dalam skala kecil yang tentu secara modal kami
kalah dengan penerbit-penerbit buku yang memiliki modal yang lebih kuat kami
juga membutuhkan modal lain, salah satunya membentuk jaringan yang seperti ini.
Sehingga kami bisa bertahan dan bersaing dengan penerbit-penerbit yang
modalnya lebih kuat (Bilven, 2017).
Hal yang sama juga disampaikan Rony Agustian,
Komunikasi antar penerbit harus jalan. Bagi kami semuanya adalah kawan tidak
ada pesaing ini itu. Karena kami perlu memperluas jaringan (Agustian, 2017).
Uniknya ketika ditanya mengenai keanggotaan di IKAPI, baik Resist
Book, Insist Press, Ultimus maupun Marjin Kiri sama-sama menolak untuk
masuk sebagai anggota IKAPI. Padahal sebenarnya IKAPI secara
kelembagaan cakupannya nasional. Namun penerbit-penerbit buku kiri
tersebut memiliki alasan tersendiri untuk tidak masuk ke dalam keanggotaan
IKAPI. Seperti dalam penjelasan Bilven mengenai Ultimus tidak ikut serta
dalam keanggotaan IKAPI bahwa,
56
Kami tidak mengikuti IKAPI karena bagi kami IKAPI lebih banyak beban bagi
kami, dari pada yang diterima oleh anggotanya. Termasuk iuran yang diminta oleh
IKAPI dari penerbit buku. Sedangkan ketika penerbit buku dijegal seperti kasus
sweeping buku, IKAPI tidak mengantisipasi ataupun memberikan pernyataan.
Ketika ada penerbit buku terancam bangkrut, IKAPI tidak memberikan bantuan
apa pun. Termasuk birokrasi di jaringan buku Gramedia yang sering kali
memberatkan penerbit tidak diadvokasi oleh IKAPI (Bilven, 2017).
Alasan inilah Ultimus lebih memilih berjejaring dengan komunitas-
komunitas lokal di Bandung dalam bentuk event bulanan bernama Pekan
Literasi Kebangsaan.
Awalnya kami dengan latar belakang yang berbeda-beda, ada yang dari komunitas
HAM Bandung, kemudian komunitas sastra, pecinta lingkungan dan lain
sebagainya karena sering ngumpul bareng dan ngopi-ngopi untuk sekedar sharing,
kemudian muncul ide untuk membuat kegiatan yang sekiranya bisa
mengaspirasikan kegelisahan teman-teman. Kemudian kita seriusin hingga
akhirnya terwujud lewat acara Pekan Literasi ini. Karena sejak awal kami tidak
ingin acara ini ditunggangi kepentingan, maka acara ini pure kami selenggarakan
melalui dompet kami masing-masing tanpa sponsor (Bilven, 2017).
Rony Agustian juga menjelaskan mengenai tidak ikut sertanya Marjin
Kiri di keanggotaan IKAPI,
Bagi saya jika ingin gabung ke asosiasi kami menginginkan yang lebih konkret dan
fungsinya lebih jelas. Malah saya gabung di asosiasi penerbit indie internasional,
Alliance of Independent Publisher dan gabung di facebook-nya. Gabung di asosiasi
tersebut juga lebih banyak dapat ilmunya dari pada di IKAPI yang hanya
mempelajari trik-trik mendapatkan proyek pengadaan. Di aliansi tersebut kami
membahas hal-hal yang substansial dan keberpihakannya jelas. Ketika saya kabari
mengenai pelarangan buku beberapa waktu lalu mereka siap untuk membantu
advokasi. Kalo di IKAPI kami tidak mendapatkan apa-apa. Waktu sedang
ramainya pelarangan kami sudah mendesak ke Ketua IKAPI untuk membuat
pernyataan, namun mereka lebih memilih untuk diam, tidak ada keberpihakan.
Resist Book dan Insist Press yang sama-sama dari Jogja tidak juga tidak
bergabung di IKAPI.
Kebanyakan penerbit tidak menjadi anggota IKAPI karena syarat untuk menjadi
anggota IKAPI pada aspek legal kelembagaan harus ada, mulai dari akte, sertifikat
dan lainnya, penerbit-penerbit indie untuk mengurus itu semua belum terlalu cukup
sumber dayanya. Dari sini kami bersama teman-teman penerbit Jogja lainnya
mendiskusikan hal ini yang kemudian kami membentuk komunitas yang
memperjuangkan literasi. Sehingga terbentuklah Masyarakat Literasi Yogyakarta
(Anwar, 2016).
Dari alasan-alasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa mereka
menganggap bahwa IKAPI sebagai penerbit tidak terlalu mensupport para
57
penerbit buku kiri tidak sepenuhnya berbicara bisnis, melainkan juga
persoalan idealisme untuk gerakan intelektual. Namun mereka juga sadar
bahwa tidak adanya jaringan bisa mempersempit gerak aktivitas penerbit
buku kiri.
Terkait proses terbentuknya jaringan yang dimiliki penerbit buku kiri
mengacur pada pendapat Watts mengenai mekanisme terbentuknya jaringan
dalam konsep small world, bahwa bahwa hubungan antar suku muncul saat
anggotanya bertemu di satu atau lebih institusi sosial atau ekonomi sekunder,
seperti sekolah, asosiasi profesional, klub sosial, dewan pemerintahan, dan
tempat kerja. Dan Dengan jaringan menjadi terintegrasi sebagai dunia kecil
ketika institusi sosial berkembang atau tersedia untuk menghubungkan suku
terisolasi (Watts dalam Ritzer, 2009:1312).
Adanya cara pola pikir yang sama baik antar penerbit buku maupun
dengan komunitas di luar penerbit buku, penerbit-penerbit buku kiri tersebut
membentuk jaringan sendiri yang menurut mereka bisa mendukung mereka
baik secara bisnis maupun secara idealisme mereka.
B. Peran Jaringan Sosial Ekonomi terhadap Mobiltas
Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya mengenai bentuk
jaringan penerbit-penerbit buku kiri mulai dari mikro, meso dan makro, serta
proses jaringan sosial ekonomi tersebut terbentuk. Selanjutnya kita akan
membahas peran jaringan sosial ekonomi terhadap mobilitas penerbit buku
kiri.
58
Tingkat tumpang tindih jaringan pertemanan dua individu bervariasi
secara langsung dengan kekuatan ikatan mereka satu sama lain. Dampak dari
prinsip ini pada difusi pengaruh dan informasi, peluang mobilitas, dan
organisasi komunitas dieksplorasi (Granovetter, 1973:1360).
Dimulai dari bentuk jaringan mikro, hubungan antarindividu yang
kental dengan perkawanan. Hubungan perkawanan ini saling mengisi satu
sama lain. Misalnya ketika Rony Agustian menjadi pembicara di salah satu
agenda acara dari Kampung Buku Jogja yang diadakan oleh Masyarakat
Literasi Yogya, yang menghubung Rony adalah teman-teman dari Insist
Press, karena Rony memiliki hubungan perkawanan yang kuat dengan teman-
teman di Insist Press. Atau ketika Rony Agustian mengisi acara Pekan
Literasi di Bandung, maka yang menghubungi Rony adalah Bilven, yang
secara personal lebih dekat. Mengenai hal dari Bilven sendiri mengakui,
Dia (Rony Agustian) menjadi pembicara di acara ini (Pekan Literasi) atas
permintaan saya pribadi. Karena saya mengetahui beliau punya kapasitas untuk
berbicara mengenai persoalan literasi yang terjadi di negara kita (Bilven, 2016).
Selain itu Rony Agustian sampai saat ini secara pribadi masih diminta
untuk menerjemahkan buku di beberapa penerbit buku, termasuk Insist Press,
Ultimus dan Gramedia.
Saya di Resist freelance saja, saya masih free nerjemahin dimana-mana, bahkan
Gramedia juga kadang minta saya nerjemahin buku (Agustian, 2017).
Ketika terjadi sweeping buku oleh aparat pada tahun 2016, Robi dari
Marjin Kiri langsung menghubungi teman-teman Resist Book dan Ultimus,
karena kedua penerbit tersebut yang didatangi aparat. Dia memberikan
dukungan kepada teman-teman Ultimus dan Resist Book.
Saya menghubungi Ultimus dan teman-teman Resist Book mengenai kejadian
tersebut (sweeping buku). Bilven mengkonfirmasi bahwa ada aparat yang datang
59
ke Ultimus. Tinggal Resist yang belum menjawab chat saya. Bagi pribadi saya
selama itu memperjuangkan literasi yang berkualitas, saya siap membantu (Robi,
2016).
Hal ini sesuai dengan apa yang Granovetter jelaskan dalam
mendefinisikan kekuatan ikatan sebagai kombinasi (mungkin linier) dari
jumlah waktu, intensitas emosional, keintiman (saling curhat), dan layanan
timbal balik yang menjadi ciri ikatan. Ikatan yang ia maksud adalah ikatan
yang sifatnya positif dan simetris. Masing-masing ini agak independen dari
yang lain, meskipun set jelas sangat intra korelasi (Granovetter, 1973:1361).
Intensitas emosional antar penerbit seperti yang dikemukakan
Granovetter melahirkan sebuah kekuatan ikatan yang kuat untuk saling
mendukung satu sama lain. Terbukti seperti kasus sweeping yang dialami
penerbit-penerbit buku kiri kemudian diadvokasi oleh penerbit buku kiri
lainnya, serta hubungan perkawanan individu-individu antar penerbit. Artinya
hubungan tersebut menghasilkan sebuah ikatan yang positif.
Kemudian dalam bentuk jaringan meso, dalam hal ini adanya kerjasama
baik dalam antar penerbit maupun komunitas. Dari pengamatan peneliti di
kantor penerbit-penerbit buku kiri, baik Marjin Kiri, Ultimus, Resist Book
dan Insist Press, peneliti menemukan bahwa adanya hubungan antara
penerbit-penerbit buku tersebut yang sifatnya simbiosis mutualisme. Hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa buku-buku yang merupakan titipan dari
penerbit lain, khususnya yang berbeda kota. Misalnya di Marjin Kiri
ditemukan buku-buku terbitan Ultimus, Resist Book dan Insist Press. Juga di
kantor penerbit Resist Book ditemukan buku-buku terbitan Ultimus dan
Marjin Kiri. Ketika dikonfirmasi mengenai hal ini, masing-masing penerbit
60
mengakui adanya sistem titip buku antar penerbit. Robi mengatakan
mengenai hal ini,
Kita kadang tidak bisa menjangkau pasar yang agak jauh dari tempat kita (ke luar
kota). Makanya kadang misalnya Marjin Kiri buka stand bazar buku di UIN
Ciputat, Ultimus yang di Bandung atau Resist Book dan Insist Press yang di Jogja
mereka mau ikut jualan, tetapi kan tidak terjangkau untuk untuk ikut baik dari segi
waktu dan biaya, karena kita saling mengerti posisi keuangan kita, ya kita saling
menitipkan buku (Robi, 2017).
Selain itu antar penerbit buku kiri juga saling berbagi informasi,
terutama mengenai bazar buku di kota masing-masing. Misalnya Pekan
Literasi di Bandung, melalui Ultimus, penerbit buku kiri di luar kota Bandung
seperti Marjin Kiri, Resist Book dan Insist Press diundang untuk membuka
stand di acara tersebut. Bilven sendiri menjelaskan,
Kita seperti ada pembagian lahan tanpa harus bersepakat terlebih dahulu antar
penerbit mengenai jenis buku yang diterbitkan masing-masing. Antar penerbit
buku saling mengisi. Seandainya ada pameran buku di Bandung, mereka
mengundang penerbit buku kiri lainnya seperti Resist Book dan Insist Press dari
Jogja dan Marjin Kiri dari Ciputat untuk mengisi pameran di Bandung, begitu juga
sebaliknya. Bahkan ketika buku Marjin Kiri yang Kekerasan Budaya Tahun 65
pertama kali diluncurkan di tempat Ultimus sendiri (Bilven, 2016). Hal ini mengacu pada pendapat Granovetter bahwa perusahaan bertahan
dan terus menjalankan bisnisnya bukan dalam unit yang terisolasi melainkan
membangun hubungan kerjasama dengan perusahaan lain, tentunya bertujuan
untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin. Namun dalam mengejar
tujuan tersebut, ia menekankan arti penting kerjasama dan dengan perusahaan
lain sebagai syarat mutlak kelangsungan hidup perusahaan. Kerjasama
antarperusahaan dapat menurunkan biaya transaksi ekonomi, menjinakan
kompetisi lawan pesaingnya, dan malahan memiliki peluang menduduki
posisi strategis di arena bisnis (Achwan, 2014: 37).
61
Granovetter juga mengatakan bahwa semakin kuat ikatan yang
menghubungkan dua individu, semakin mirip mereka, dalam berbagai cara. Ia
menggambarkan ikatan-ikatan yang lemah saling menghubungkan satu sama
lain (Granovetter, 1973:1362). Kerjasama antar penerbit seperti titip buku dan
berbagi informasi yang sama-sama dilakukan antar penerbit buku kiri tersebut
membuktikan bahwa adanya kesamaan dalam menjalin hubungan.
Namun ada yang menarik dari sini terkait pasar buku. Ketika
ditanyakan mengenai menjual buku mereka melalui jaringan toko buku
Gramedia, dikarenakan Gramedia memiliki jaringan toko buku mencakup
hampir di setiap kota seluruh Indonesia.
Setiap penerbit tentunya ingin bukunya terjual laku. Satu-satunya yang potensial
untuk menjual bukunya adalah jaringan toko buku Gramedia, dikarenakan di toko
buku lain sering kali macet bahkan kadang tidak dibayar. Pihak Gramedia meminta
diskon 50 persen ke penerbit dari harga buku yang dijual. Sehingga jika buku dari
penerbit ingin dimasukan ke toko buku Gramedia, ongkos produksi harus dikalikan
5 atau 6 kali lipat, hasil dari penjualan buku yang didapatkan penerbit bisa
menutupi ongkos produksi buku yang diterbitkan. Akibatnya daya beli masyarakat
terhadap buku menjadi turun dan buku tidak laku. Apa lagi ongkos cetak saat ini
semakin naik. Sehingga penerbit tidak mendapatkan keuntungan minimal balik
modal yang pada akhirnya mematikan penerbit buku. Di sisi lain, Gramedia
pasokan bukunya semakin berkurang dikarenakan buku semakin tidak laku
(Bilven, 2016).
Rony Agustian menjawab mengenai jaringan toko buku Gramedia,
Sering kali ketika kami ingin memasukan buku yang kami terbitkan mendapat
penolakan dari Gramedia, alasannya karena isu yang diangkat di buku terbitan
kami berkaitan dengan marxisme. Padahal ketika kami ajukan ke toko buku lain
seperti Gunung Agung dan Toga Mas tidak ada masalah (Agustian, 2017).
Indro juga lebih mengkritisi terkait toko buku Gramedia,
Apakah penerbit harus bergantung pada toko buku besar tertentu? Itu juga harus
dikritis, melihat mekanisme yang berkerja seperti apa. Jika mekanisme yang ada
tidak mendukung kepentingan kita, itu harus dievaluasi. Sering kali ada anggapan
bahwa jika buku tidak masuk ke toko buku besar tertentu berarti tidak laku. Resist
Book adalah salah satu penerbit yang mengambil jarak dengan model mekanisme
macam itu. Sehingga kita membangun mekanisme sendiri yang sesuai dengan
kebutuhan kita, yang mensuport cita-cita kita dan juga mendukung keprihatinan
kita terhadap kehidupan sosial ini.
62
Yang kami sayangkan, jika buku kami ingin masuk ke gramedia, sebelum
diterbitkan maka naskahnya harus dikirim ke Gramedia, seolah-olah menjadi
redaksi tertentu. Jika Gramedia menyetujui, maka buku ini boleh dicetak dan
masuk ke toko buku Gramedia. Hal ini seakan-akan mereka yang menentukan buku
itu layak atau tidak untuk dicetak. Jika di buku tersebut ada gambar palu aritnya,
langsung ditolak, padahal mereka juga tidak mengetahui isinya bagaimana
(Suprobo, 2016).
Insist Press juga ikut mengomentari,
Buku Teologi Pembebasan dan Tindakan-Tindakan Kecil Perlawanan dilarang di
toko buku Gramedia. Seandainya ingin masuk ke toko buku Gramedia, kata
“Perlawanan” harus diganti. Padahal pada buku-buku lain dari Insist Press yang
temanya kiri secara ideologi masuk.
Ada beberapa penerbit ketika mencetak buku dalam jumlah massal, harus
menyetorkan dulu ke gramedia, untuk memperkirakan bagaimana jika buku
tersebut dipasarkan di toko buku Gramedia. Jika Gramedia menolak, mereka harus
merubah buku tersebut. Ketergantung ini menjadi instrumen, buku tersebut masuk
dalam instrumen apa, independensinya seperti apa. Karena peta pasar buku secara
omzet besar melalui distributor tertentu mekanismenya berjalan. Sebuah buku
sebelum dicetak banyak, harus diminta nilai terlebih dahulu kepada jaringan toko
buku melalui distributor, apakah bisa dicetak banyak atau tidak. Kemudian dari
distributor inilah yang memberikan keputusan untuk merubah isi buku (Anwar,
2016). Kekecewaan terhadap toko buku besar Gramedia dengan alasan-alasan
di atas, dan itu dialami oleh penerbit-penerbit kecil seperti Ultimus, Marjin
Kiri, Resist Book dan Insist Press, akhirnya mereka menghindari untuk
menjual buku mereka di toko buku Gramedia. Hal ini kemudian mendorong
penerbit buku kiri untuk mencari cara lain untuk menjual buku-buku mereka.
Melalui jaringan ini lah kemudian bisa menjadi peluang untuk memasarkan
buku-buku mereka. Adanya berbagi informasi, kemudian event bazar buku,
launching dan diskusi buku di berbagai tempat, menjadi peluang bagi pasar
mereka.
Kami menjual buku di online dan acara bazar, supaya kami bisa menjual buku
lebih murah. Dan ini lebih menguntungkan dari pada kami menjual buku melalui
jaringan toko buku besar seperti Gramedia (Bilven, 2017).
63
Dalam pandangan Granovetter mengenai interpenetrasi tindakan
ekonomi dan non-ekonomi (the interpenetration of economic and non-
economic action), ketika kegiatan ekonomi dan non-ekonomi saling terkait,
kegiatan non-ekonomi mempengaruhi biaya dan teknik yang tersedia untuk
aktivitas ekonomi. Pencampuran kegiatan ini adalah apa yang Granovetter
sebut sebagai "keterikatan sosial" ekonomi, yang mana tindakan ekonomi
terkait atau bergantung pada tindakan atau institusi sosial, budaya, politik dan
agama Granovetter (2005: 35).
Penerbit buku kiri sebagai unit bisnis yang sebelumnya menjual buku
melalui toko buku besar dengan harga yang tinggi, namun merasa tidak
efektif dan tidak terlalu menguntungkan, serta prosedur yang menyulitkan.
Kemudian penerbit buku beralih membangun jaringan, dan dari jaringan yang
mereka miliki kemudian membuat kegiatan yang sekiranya bisa memajukan
anggotanya yang ada di dalam jaringan, seperti bazar buku. Bagi penerbit
buku, cara ini lebih terjangkau bagi penerbit dan harga buku yang mereka jual
bisa lebih murah, sehingga lebih menguntungkan.
Salah satu jalan untuk menghindari hal ini adalah tidak menggunakan jaringan toko
buku Gramedia. Kami selaku penerbit buku harus memiliki saluran penjual lain,
seperti online, lapak bersama, membuat peluncuran buku. Sehingga buku lebih
murah dan keuntungan bisa didapatkan oleh penerbit buku, terutama bagi kami
para penerbit buku kecil (Bilven, 2016).
Burt (1992) memperluas dan merumuskan kembali argumen "ikatan
lemah" dengan menekankan bahwa apa yang sangat penting bukanlah
kualitas ikatan tertentu, melainkan cara berbagai bagian jaringan dijembatani.
Dia menekankan keunggulan strategis yang bisa dinikmati individu yang
memiliki ikatan ke beberapa jaringan yang sebagian besar terpisah satu sama
64
lain. Sejauh ini merupakan satu-satunya jalur yang melaluinya informasi atau
sumber daya lainnya dapat mengalir dari satu sektor jaringan ke sektor
lainnya, mereka dapat dikatakan memanfaatkan "celah struktural" dalam
jaringan (Burt dalam Granovetter, 2005: 34).
Menurut pernyataan Indro dari Resist Book,
Biasanya buku yang dicetak oleh Resist Book dalam satu judul dicetak sekitar 500
sampai 1000 buku. Untuk memasarkan buku, awalnya mereka melalui distributor
toko buku besar seperti Gramedia dan Gunung Agung (Indro, 2016).
Mark Granovetter melihat ekonomi semakin meningkat terpisah,
lingkup yang berbeda dalam masyarakat modern, dengan transaksi ekonomi
didefinisikan tidak lagi oleh kewajiban sosial atau kekerabatan dari mereka
yang bertransaksi, tetapi dengan perhitungan rasional keuntungan individu
(Granovetter, 1985: 482) . Insist Press dalam penerbitan buku terlihat juga
mengutamakan keuntungan dan memperhatikan penerimaan pasar. Mereka
juga tidak terlalu ekslusif, dimana mereka masih mau bekerjasama dengan
pemerintah dalam penerbitan. Sebagaimana yang wawancara penulis dengan
Anwar dari Insist Press:
Secara umum dalam mencetak buku, tidak semuanya dicetak banyak. Ada dua
pertimbangan, yang pertama buku tersebut diperkirakan akan laku di pasar, maka
buku tersebut akan dicetak banyak. Namun jika buku tersebut diperkirakan tidak
terlalu laku di pasaran, mereka hanya mencetak sedikit, yang dijual melalui agen-
agen online atau jual sendiri. Bagi Insist Press, mereka ingin menerbitkan buku
yang dianggap penting untuk dibaca, bukan melulu persoalan pasar. Misalnya buku
Perempuan Rumah Kenangan yang ditulis oleh M. Aan Mansyur, tema tersebut
tidak terlalu laku, namun dianggap penting. Atau buku Erni Aladjai yang temanya
mengenai orang-orang yang termajinalkan di Nusa Tenggara, buku-bukunya tidak
terlalu laku di pasar, namun bagi Insist buku tersebut penting untuk bisa dibaca.
Saat ini sedang menggarap dokumentasi sejarah tentang kemerdekaan orang-orang
Cina sebelum Indonesia merdeka di daerah Kalimantan. Secara kesejarahan belum
diketahui orang banyak, namun bagi Insist Press buku tersebut penting untuk
dibaca.
Insist Press juga tidak terlalu kaku. Beberapa kali juga bekerja sama dengan
lembaga-lembaga pemerintahan, pernah juga bekerja sama dengan Forum
65
Kesehatan Rakyat untuk menerbitkan buku, karena secara tema dianggap penting.
Pernah pula menerbitkan buku yang kontroversial, Nicotine War. Buku Sekolah Itu
Candu karya Roem Topatimasang (Anwar, 2016)
Marjin Kiri sebagai penerbit lebih mengutamakan pengembangan
wacana literasi. Mereka membuka kerjasama dengan kampus, LSM,
pemerintah dan komunitas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Robi dari
Marjin Kiri:
Bazar buku di luar kota selama ini kami menggunakan orang-orang kami sendiri.
Tapi kami juga tidak menutup kemungkinan ada teman-teman kami yang jadi
reseller buku-buku kami. Ada juga kami diminta mendatangkan buku-buku kami
ke acara di Tangsel yang kebetulan diskusi mengenai salah satu buku kami Laela
Kholid, bahkan kami juga membantu menghubungi penerjemahnya, yang menjual
bukunya di acara tersebut panitia acara, bukan Marjin Kiri.
Selama kami bisa support ya kami bantu, entah itu berupa buku ataupun
menghubungi penulis, selama itu masih obyektif, tertib, selama acaranya dan
panitianya jelas. Itu sebagai bentuk upaya kami untuk membangun semangat
literasi. Walaupun dari sisi keuntungan tidak semuanya untung, malah kadang
buntung.
Kami juga punya reseller kami, ada yang titip penerbit, ada juga di jogja toko buku
toga mas. Sebenarnya juga buku-buku kami ada di beberapa kampus juga bukan
kami yang minta. Malah beberapa pihak panitia yang minta untuk mendatangkan
buku kami. Untuk kerjasama dalam menerbitkan buku juga kami terbuka, kami
juga pernah kerjasama dengan LSM TURC, sekitar 4 sampai 5 lembaga kami
sudah kerjasama.
Kami tidak mengikuti komunitas literasi apa pun. Tetapi kami baru sebatas
mengikuti kegiatan komunitas, seperti kegiatan komunitas literasi tangsel. Namun
secara personal, jangankan di tingkat lokal, di komite buku juga kami banyak
membantu. Waktu acara Frankfur Bookfair kami menjadi perwakilan dari delegasi
Indonesia. Bahkan Rony Agustian beberapa kali mengisi acara di sana, menjadi
moderator.
Kami juga memberikan kontribusi untuk memperjuangkan literasi, termasuk ketika
Jokowi membagi-bagikan buku kami juga ikut menyumbang buku hampir 500
ekslempar secara gratis. Kami mensupport untuk wacana literasi pendidikan.
Kemudian kami juga menyiapka buku-buku yang akan disumbangkan. Jadi setiap
buku yang baru terbitkan berapa persen akan kami sumbangkan ke komunitas,
perpustakaan dan lain-lain. Karena kami kan Cuma bisa bantuk buku aja, bukan
bantu uang (Robi, 2016).
Dalam pandangan Ranjay Gulati dan Martin Gargiulo, organisasi
menciptakan hubungan untuk mengelola lingkungan yang tidak pasti, untuk
66
memenuhi kebutuhan sumber daya mereka, akibatnya mereka memasuki
hubungan dengan organisasi lain yang memiliki sumber daya dan
kemampuan yang dapat membantu mereka mengatasi kendala (Gulati dan
Gargiulo, 1999: 1440).
Dalam wawancara penulis dengan Rony Agustian dari Marjin Kiri,
penulis melihat bahwa memang Marjin Kiri benar-benar serius dalam
pengembangan wacana literasi, dimana mereka membantu memfasilitasi
acara bedah buku, dan bahkan seringkali mereka tidak memperoleh
keuntungan dari acara bedah buku tersebut. Buku kiri yang masih tabu
dikalangan sebagian masyarakat membuat Marjin Kiri beberapakali
mendapatkan penolakan dari dari Gramedia yang merupakan distributor
mainstream. Hambatan dari struktur pemerintah yang pernah melarang
penerbitan buku kiri menunjukkan bahwa gerakan Marjin Kiri seringkali
tidak kondusif dan bekerjasama dengan pihak lain. Rony Agustian
menjelaskan:
Marjin kiri ikut dalam event Kampung Buku Jogja. Sering kali kami ingin
memasukan buku yang kami terbitkan mendapat penolakan dari Gramedia,
alasannya karena isu yang diangkat di buku terbitan kami berkaitan dengan
marxisme. Padahal ketika kami ajukan ke toko buku lain seperti Gunung Agung
dan Toga Mas tidak ada masalah. Kami tidak bergabung di IKAPI, namun ketika
ada rapat IKAPI kami diundang bahkan masuk group chat wahtsapp IKAPI. Bagi
saya jika ingin gabung ke asosiasi kami menginginkan yang lebih konkret dan
fungsinya lebih jelas. Malah kami gabung di asosiasi penerbit indie internasional,
Alliance of Independent Publisher dan gabung di facebook-nya. Gabung di asosiasi
tersebut juga lebih banyak dapat ilmunya dari pada di IKAPI yang hanya
mempelajari trik-trik mendapatkan proyek pengadaan. Di aliansi tersebut kami
membahas hal-hal yang substansial dan keberpihakannya jelas. Ketika saya kabari
mengenai pelarangan buku beberapa waktu lalu mereka siap untuk membantu
advokasi. Kalau di IKAPI kami tidak mendapatkan apa-apa. Waktu sedang
ramainya pelarangan kami sudah mendesak ke Ketua IKAPI untuk membuat
pernyataan, namun mereka lebih memilih untuk diam, tidak ada keberpihakan.
67
Penerbit lain yang menitipkan buku ke kami jika ada event saja. Komunikasi antar
penerbit harus jalan. Bagi kami semuanya adalah kawan tidak ada pesaing ini itu.
Bahkan dengan gramedia kami juga terus komunikasi. Karena kami perlu
memperluas jaringan. Bazar buku di luar kota selama ini kami menggunakan
orang-orang kami sendiri. Tapi kami juga tidak menutup kemungkinan ada teman-
teman kami yang jadi reseller buku-buku kami.
Ada juga kami diminta mendatangkan buku-buku kami ke acara di Tangsel yang
kebetulan diskusi mengenai salah satu buku kami Laela Kholid, bahkan kami juga
membantu menghubungi penerjemahnya, yang menjual bukunya di acara tersebut
panitia acara, bukan Marjin Kiri.
Selama kami bisa support ya kami bantu, entah itu berupa buku ataupun
menghubungi penulis, selama itu masih obyektif, tertib, selama acaranya dan
panitianya jelas. Itu sebagai bentuk upaya kami untuk membangun semangat
literasi. Walaupun dari sisi keuntungan tidak semuanya untung, malah kadang
buntung (Agustian, 2016)
Buku-buku yang dijual oleh Marjin Kiri adalah tipe buku yang dilarang
pada era pemerintahan Orde Baru. Wacana Marxisme yang revolusioner pada
zaman orde baru memang menjadi momok yang menakutkan, dimana
benturan antara PKI yang beriodeologi Komunis dengan Islam dan militer
masih menjadi trauma bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Kurikulum
sejarah di pendidikan nasional juga masih menjadikan sejarah versi Orde baru
sebagai sebuah kebenaran yang sudah final, sehingga pembongkaran fakta
sejarah baru menjadi sesuatu yang tabu bahkan menakutkan.
Isu kebangkitan PKI terus saja dimunculkan oleh kelompok intoleran
dan bahkan juga oleh tokoh militer, mereka terus menganggap bahwa
kemunculan buku-buku kiri adalah bentuk tanda-tanda kebangkitan PKI, dan
bahkan mereka menganggap bahwa Soeharto adalah pahlawan yang paling
berjasa dalam pemberantasan PKI.
Ultimus menjadi salah satu penerbit yang cenderung keras melawan
isu-isu tersebut melalui buku-buku yang diterbitkannya. Beberapa di
68
antaranya, mungkin salah satu yang paling booming adalah buku Sejarah
Gerakan Kiri di Indonesia yang secara frontal isinya argumentasi yang
melawan justifikasi yang mereka anggap selama ini masyarakat salah
memahami persoalan kiri di Indonesia. Bahkan dalam menerbitkan buku
tersebut, Ultimus bekerjasama dengan beberapa komunitas dan LSM,
termasuk kerjasama dengan LBH Jakarta, yang juga launching buku tersebut
diadakan di kantor LBH Jakarta.
Granovetter menjelaskan mengenai ikatan yang bisa menjadi jembatan,
dengan syarat ikatan tersebut merupakan sebuah ikatan yang kuat, walaupun
keduanya berasal dari ikatan yang lemah. Ada jarak yang panjang untuk bisa
menghubungkan ikatan tersebut. Seperti halnya jembatan dalam sistem jalan
raya, jembatan lokal dalam jaringan sosial akan lebih signifikan sebagai
hubungan antara dua sektor sejauh itu adalah satu-satunya alternatif bagi
banyak orang - yaitu, sebagai derajatnya meningkat. Jembatan dalam arti
absolut adalah yang lokal dengan tingkat tak terbatas. Dengan logika yang
sama yang digunakan di atas, hanya ikatan yang lemah mungkin adalah
jembatan lokal. Ikatan yang lemah ini kemudian menciptakan jalan yang lebih
pendek, melalui jembatan tadi. Secara intuitif, ini berarti bahwa apa pun yang
disebarkan dapat menjangkau lebih banyak orang, dan melintasi jarak sosial
yang lebih besar (yaitu, panjang jalur), ketika melewati ikatan yang lemah
dan bukannya kuat (Granovetter, 1973:1364-1366).
69
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelusuran dan penjelasan dari analisis yang telah
dibahas di bab sebelumnya, ada beberapa kesimpulan yang bisa dipahami
mengenai penerbit buku kiri di Indonesia, baik Resist Book, Insist Press,
Ultimus dan Marjin Kiri, bisa mempertahankan eksistensinya sampai hari ini
melalui jaringan sosial ekonomi yang mereka miliki.
Terbentuknya jaringan sosial ekonomi yang dimiliki jaringan penerbit
buku kiri, baik mikro maupun meso tidak bisa dilepaskan dengan konteks
sosial yang ada. Konteks sosial tersebut juga merupakan tantangan yang harus
dihadapi oleh penerbit, seperti stigma komunisme, kondisi pasar yang tidak
terlalu mendukung bagi penerbit buku kiri khususnya, kemudian sumber daya
dan modal yang kecil.
Kesadaran untuk membangun dan memperluas jaringan, dikarenakan
secara sumber daya dan modal mereka yang tidak terlalu kuat, sangat tidak
memungkinkan bisa bertahan jika mereka menjadi sebuah unit usaha yang
terisolasi. Sehingga mereka harus membangun dan memperluas jaringan agar
bisa membuka peluang baru bagi kondisi ekonomi penerbit buku kiri.
Mengenai peluang baru tersebut, terbukti melalui peran dari jaringan
sosial yang dimiliki oleh penerbit buku kiri. Peran jaringan tersebut antara
lain sebagai jembatan untuk menghubungkan penerbit-penerbit buku kiri
70
dalam meningkatkan mobilitas mereka. Sehingga, jaringan sosial berfungsi
untuk dalam mendapatkan informasi dan mobilisasi yang sebelumnya sulit
untuk bisa dicapai.
B. Saran
Penelitian ini bukanlah final dalam kajian penerbit buku kiri. Artinya
penelitian ini pasti memiliki kelemahan-kelemahan pada titik-titik tertentu.
Penelitian ini hanya membaca bentuk dan proses jaringan sosial ekonomi
yang dimiliki oleh penerit buku kiri, baik Resist Book, Insist press, Ultimus
maupun Marjin Kiri, serta melihat usaha yang dilakukan penerbit buku untuk
mempertahankan bisnisnya melalui jaringan yang dimiliki. Penelitian ini
tidak menggunakan seluruh perspektif sosiologi ekonomi secara
konprehensif.
Namun temuan dan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini kiranya
bisa menjadi masukan terhadap usaha penerbitan buku, khususnya penerbit
buku-buku kiri, untuk mengembangkan jaringan sosial ekonomi mereka.
Sehingga dengan jaringan sosial ekonomi yang mereka miliki bisa
meningkatkan mobilitas dari penerbit buku kiri.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Achwan, Rochman. 2013. Sosiologi Ekonomi di Indonesia. Jakarta: UI Press.
Adhe. 2007. Declare! Kamar Kerja Penerbit Jogja (1998-2007). Yogyakarta:
Octopus.
Ali, As‟ad Said. 2009. Pancasila: Jalan Kemaslahatan Bangsa. Jakarta: LP3ES.
Altbach, Philip G. dan Damtew Teferra. 2000. Bunga Rampai Penerbitan dan
Pembangunan. Jakarta: PT Grasindo.
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana.
Field, John. ed. 2011. Modal Sosial. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Herlambang, Wijaya. ed. 2015. Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde
Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Seni dan Sastra. Tangerang
Selatan: Marjin Kiri.
Lecrerc, Jacques. 2011. Mencari Kiri: Kaum Revolusioner dan Revolusi Mereka.
Tangerang Selatan: Marjin Kiri.
Moleong, Lexy J. ed. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Paembonan, Taya. 1990. Penerbitan dan Pengembangan Buku Pelajaran di
Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pakar, Dadi. 2005. Bagaimana Mengapa Penerbitan Buku (Pengantar Ihwal
Penerbitan). Jakarta: IKAPI.
Pambudi, Hassan. 1996. Pedoman Dasar Penerbitan Buku. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Ritzer, George, Douglas J. Goodman.ed. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Prenada Media Group.
Santoso, Listyono, et al.. 2014. Epistemologi Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sargent, Lyman Tower. 1984. Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer: Sebuah
Analisis Komparatif. Jakarta: Erlangga.
Silalahi, Uber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Wicaksono, Dirgantara dan Imam Achmad. 2013. Marxisme dan Kehancuran
PKI. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Yatmaka, Yayak, et al..2016. Sejarah Gerakan Kiri Indonesia Untuk Pemula.
Bandung: Ultimus.
Yudotomo, Imam. 2000. Quo Vadis Golongan Kiri Indonesia. Yogyakarta:
CSDS.
Yuliantri, Rhoma Dwi Aria dan Muhidin M Dahlan. 2008. Lekra Tak Membakar
Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965.
Yogyakarta: Merakesumba.
E-Book dan Jurnal Elektronik
Isa, Zubaidah. 1972. Printing and Publishing In Indonesia 1602-1970.
Bloomington: Indiana University. Diunduh 26 Januari 2017 (http://e-
resources.perpusnas.go.id:2071/docview/302700226?pq-
origsite=summon).
xiv
Granovetter, Mark S. 1973. “The Strength of Weak Ties.” American Journal of
Sociology, 78 (6): 1360-1380
(http://www.jstor.org/stable/2776392).
-----.1985. “Economic Action and Social Structure: The Problem of
Embeddedness.” American Journal of Sociology, 91(3):481-510
(http://www.jstor.org/stable/2780119).
-----. 2005. “Association The Impact of Social Structure on Economic Outcomes.”
The Journal of Economic Perspectives, 29: 33-50
(http://www.jstor.org/stable/4134991)
Gulati, Ranjay and Martin Gargiulo. 1999. “Where Do Interorganizational
Network Come From?“ American Journal of Sociology, 104(5):1439-1493
(http://www.jstor.org/stable/10.1086/210179).
Jaringan Kerja Budaya. 1999. Menentang Peradaban: Pelarangan Buku di
Indonesia. Jakarta: ELSAM. Diunduh 16 Oktober 2016
(http://perpustakaan.elsam.or.id/index.php?p=show_detail&id=2504&key
words=menentang+peradaban).
Maryam, Siti dan Nuryudi. 2014. Penerbitan Buku Refrensi Islam di Indonesia
(Tinjauan Aspek Bisnis dan Non-Bisnis). Jakarta: Pusat Penelitian dan
Penerbitan UIN Jakarta.
Podolny, Joel M. 2001. “Network as the Pipes and Primes of The Market.“
American Journal of Sociology, 107(1):33-60
(http://www.jstor.org/stable/10.1086/3230378).
Ritzer, George. 2009. The Blackwell Encyclopedia of Sociology. Oxford:
Blackwell Publishing.
Taufiqurrohman, Muhammad. 2010. Produksi Budaya/Budaya Produksi Chick Lit
Indonesia di Penerbit Gagas Media. Depok: Universitas Indonesia.
Diunduh 16 Oktober 2016
(http://lib.ui.ac.id/detail?id=128679&lokasi=lokal#horizontalTab2).
Yusuf, Iwan Awaluddin, et al.. 2010. Pelarangan Buku di Indonesia: Sebuah
Paradoks Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi. Yogyakarta:
PR2Media. Diunduh 16 Oktober 2016
(http://pr2media.or.id/portfolio/pelarangan-buku-di-indonesia/).
Media Elektronik
“Festival Belok Kiri Dilarang, Ini Kronologinya” 27 Februari 2016.Tempo.
Diakses 4 Desember 2016
(https://m.tempo.co/read/news/2016/02/27/083748759/festival-belok-kiri-
dilarang-ini-kronologinya).
“Melawan Goliat Perdagangan Buku” 2016. Tirto.id Diakses pada 10 Oktober
2016 (www.tirto.net/melawan-goliat-perdagangan-buku-835)
“Miliki Koleksi 570 Buku Kiri, Perpusnas Ralat Pernyataannya.” 2016.
SindoNews. Diakses 1 November 2016
(http://daerah.sindonews.com/read/1109792/174/miliki-koleksi-570-buku-
kiri-perpusnas-ralat-pernyataannya-1463643960).
“Melawan Goliat Perdagangan Buku” 2016. Tirto.id. Diakses pada 10 Oktober
2016 (www.tirto.net/melawan-goliat-perdagangan-buku-835)
xv
“Pelarangan Peredaran Barang Cetakan Berupa 5 Buah Buku.” 2009. Kejaksaan
Republik
Indonesia. Diakses 29 September 2016
(https://www.kejaksaan.go.id/siaranpers.php?id=244).
“Profil Marjin Kiri.” Marjin Kiri. Diakses pada 7 Agustus 2016.
(http://marjinkiri.com/pages/tentang.htm).
“Profil Insist.” Insist. Diakses pada 20 Oktober 2016
(http://www.insist.or.id/about/insist).
“Profil Penerbit LKiS.”Penerbit LKiS. Diaksespada 20 Oktober 2016
(http://www.lkis.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=
181&Itemid=224).
“Proporsi Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Membaca Selama
Seminggu Terakhir menurut Provinsi, Jenis Bacaan, dan Tipe
Daerah.”2012. Badan Pusat Statistik. Diakses 27 Juni
2016(https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1521/).
“Statistik Market Share Buku di Indonesia” 2014. Ikatan Penerbit Indonesia.
Diakses 10 Oktober 2016 (www.ikapi.org/statistik/)
“Sweeping Buku Kiri, 2 Penerbit Didatangi Tentara dan Polisi” 2016. Tempo.
Diakses 28 September 2016
(https://www.tempo.co/read/news/2016/05/17/078771701/sweeping-buku-
kiri-2-penerbit-didatangi-tentara-dan-polisi/).
“Ultimus, Toko Buku Berbau Kiri di Kota Kembang” 2015.Merdeka. Diakses 2
Oktober 2016. (https://www.merdeka.com/peristiwa/ultimus-toko-buku-
berbau-kiri-di-kota- hujan.html).
xvi
LAMPIRAN
LAMPIRAN GAMBAR
xvii