jantung

download jantung

of 32

description

penyakit jantung koroner

Transcript of jantung

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pektoris. Angina pektoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi > 70% penyempitan arteri koronaria. Angina pektoris dapat muncul sebagai angina pektoris stabi (APS) dan keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA).1PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan sekarang (tahun 2000-an) dapat dipastikan, kecenderungan penyebab kematian di Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (antara lain PJK) dan degeneratif.1 Menurut ESC (European Society Of Cardiology), prevalensi angina pada kelompok studi populasi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Untuk kelompok wanita, prevalensinya 0.1-1 % pada usia 45-54 tahun hingga 10-15% pada usia 65-74 tahun. Sedangkan pada kelompok laki-laki, prevalensinya 2-5 % pada usia 45-54 tahun hingga 10-20% pada usia 65-74 tahun. Untuk itu, dapat diperkirakan bahwa 20.000-40.000 per 1 juta populasi penduduk di Eropa mengalami angina.2Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit kardiovaskular menyebabkan 17,5 juta kematian di seluruh dunia, tercatat bahwa lebih dari 7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002, angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Di Indonesia, berdasarkan data survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat sekitar 400 ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi pembunuh nomor satu di dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.3BAB IIPEMBAHASAN2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 DefinisiPenyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Dalam kondisi lebih parah kemampuan jantung dalam memompa darah dapat hilang.3,4

Menurut WHO, penyakit jantung koroner adalah gangguan pada miokardium karena ketidakseimbangan antara aliran darah koroner dengan kebutuhan oksigen miokardium sebagai akibat adanya perubahan pada sirkulasi koroner yang dapat bersifat akut (mendadak) maupun kronik (menahun).3,42.1.2 Klasifikasi

Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari:1. Angina pektoris stabil (APS)

Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau dengan obat nitrogliserin.1,52. Sindroma Koroner Akut (SKA)

Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya erosi, fisur atau robeknya plak arterosklerosis sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.1,5,6Yang termasuk SKA adalah :

a) Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu:

Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20 menit), dan lebih sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan

Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat1,7Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) ialah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.7b) Infark miokard akut (IMA), yaitu

Nyeri angina yang umunya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). IMA bisa berupa Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI) dan ST elevasi miokard infark (STEMI).7

2.1.3 Faktor Risiko

Secara garis besar faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah (nonmodifiable).3,4,6Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK. Perubahan hipertensi khusunya pada jantung disebabkan karena:3,61. Meningkatkan tekanan darah

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.

2. Mempercepat timbulnya arterosklerosis

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menambah beban pembuluh darah arteri. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga mengurangi elastisitasnya. Tekanan darah yang tinggi dan menetap juga akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria sehingga memudahkan terjadinya pengendapan plak pada arteri koroner.b. Hiperkolesterolemia

Kenaikan kadar kolestrol berbanding lurus dengan peningkatan terjadinya serangan PJK. Peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) dan penurunan HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor resiko yang penting pada PJK. Ketika terjadi kadar LDL yang tinggi, LDL dapat terakumulasi pada subendotel dan mengalami modifikasi yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan tunika intima dan menginisiasi terbentuknya plak aterosklerosis.6c. Merokok

Zat-zat toksik dalam rokok yang masuk ke peredaran darah akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Racun nikotin dari rokok akan menyebabkan darah menjadi kental sehingga mendorong percepatan pembekuan darah. Platelet dan fibrinogen meningkat sehingga sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya trombosis pada pembuluh koroner yang sudah menyempit. Selain itu, rokok dapat meningkatkan oksidasi LDL, menurunkan kadar HDL, menyebabkan kerusakan endotel akibat stres oksidatif dalam kandungan rokok. Nikotin dalam asap rokok dapat menstimulasi aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah.6d. Diabetes Melitus

Pada pasien diabetes, terbentuknya plak aterosklerosis dicetuskan oleh disfungsi endotel, terganggunya aktivitas antifibrinolitik, serta meningkatnya fagositosis LDL oleh makrofag.6e. Obesitas dan kurang akitivitas fisik

Obesitas dapat meningkatkan beban jantung, ini berhubungan dengan PJK terutama karena pengaruhnya pada tekanan darah, kadar kolestrol darah dan juga diabetes. Melakukan aktivitas fisik atau olah raga secara teratur dapat menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh berkurang serta secara bersamaan mengendalikan kadar kolesterol dan tekanan darah, aktivitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin serta merangsang pengeluaran NO.6

f. Stres

Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi yang dapat membuat spasme arteri koroner sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :3,4,5,6a. Umur

Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi risiko PJK dan pada aumumnya dimulai pada usia 40 tahun ke atas. Menurut data yang dilaporkan American Heart Association, 1 dari 9 wanita berusia 45-60 tahun menderita PJK dan 1 dari 3 wanita berusia diatas 60 tahun menderita PJK.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena PJK dibandingkan dengan wanita. Tetapi pada wanita yang sudah menopause risiko PJK meningkat dan hampir tidak didapatkan perbedaan dengan laki-laki. Hal ini berhubungan dengan penurunan kadar hormon estrogen yang berperan penting dalam melindungi pembuluh darah dari kerusakan yang memicu terjadinya aterosklerosis.

c. Genetik

Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di bawah 55 tahun merupakan salah satu faktor risiko yang perlu dipertimbangkan.

2.1.4 Patogenesis Pembentukan Plak ArterosklerosisDisfungsi endotel merupakan proses primer terjadinya arterosklerosis yang dapat disebabkan baik karena bahan kimia maupun stress hemodinamik akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Akibat terjadinya disfungsi endotel maka akan menyebabkan (1) rusaknya peran endotel sebagai permeability barier, (2) melepaskan sitokin inflamasi, (3) meningkatkan produksi molekul adhesi yang merekrut leukosit, (4) mengganggu pelepasan substansi vasoaktif ( prostasiklin, NO), dan (5) mengganggu antitrombus. Efek yang tidak diinginkan ini menjadi dasar terjadinya arteroslerosis. 6Disfungsi endotelium menyebabkan endotel tidak lagi memiliki barier yang dapat menghambat masuknya lipoprotein ke dalam pembuluh darah arteri. Peningkatan permeabilitas dari endotel membuat LDL masuk ke intima,selanjutnya LDL akan terakomodasi di ruang subendotel dengan berikatan dengan matriks ekstraseluler yaitu proteoglikan. LDL tersebut akan dioksidasi oleh ROS (Reactive Oxygen Species) dan pro enzym yang dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehingga menjadi mLDL (modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari leukosit ke ruang sub intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui 2 cara yaitu (1) ekspresi LAM ( leukocyte adhesion molecule) pada pada permukaan endotel non adhesi, (2) signal kemoatraktan [MCP 1, IL 8, interferon inducible protein 10). 6Masuknya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag dan memakan mLDL melalui reseptor scavenger (pada makrofag) dan membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan beberapa faktor yang dapat merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa menghasilkan platelet derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan terjadinya migrasi sel otot dari internal elastic lamina ke ruang sub intima, tempat dimana sel otot bereplikasi. Sel busa juga melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan seperti TNF , IL-1, Fibroblast growth factor, dan TGF yang akan menstimulasi sel otot berproliferasi dan menghasilkan protein matriks ekstraseluler (kolagen dan elastin) dan lebih lanjut mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan mempertahankan inflamasi pada lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen akan membentuk fibrous cap. Pembentukan fibrous cap dan deposisi matriks ekstraseluler ini sebenarnya merupakan proses sintesis dan degradasi yang saling bergantian yaitu dimana (1) sintesis yaitu sel otot merangsang kolagen melalui TGF dan PDGF, dan (2) degradasi yaitu T- lymphocyte derived cytokine IFN menghambat sintesis kolagen dan lebih lanjut sitokin akan merangsang sel busa untuk menghasilkan MMP (matrix metalloproteinase) yang akan melemahkan fibrous cap sehingga mudah ruptur. Proses sintesis dan degrasi ini terus berlanjut tanpa menyebabkan gejala. Kematian dari sel otot dan sel busa baik karena stimulasi inflamasi yang berlebihan maupun karena apoptosis menyebabkan lemak dan debris seluler membentuk lipid core. Ukuran dari lipid core memiliki peranan biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain itu deposisi dan distribusi fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas plak, jika fibrous cap tebal maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita sebut plak stabil, tetapi apabila fibrous cap tipis akan cenderung menyebabkan ruptur dari plak. 6Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil. Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil. 6,7Adanya penyumbatan dari pembuluh darah koroner akan menyebabkan terjadinya iskemi miokardial dimana akan (1) meningkatkan respon simpatis sehingga menyebabkan diaforesis, peningkatan tekanan darah dan nadi, (2) disfungsi otot papillary sehingga menyebabkan mitral regurgitasi, (3) penurunan compliance diastol yang akan menyebabkan suara jantung S4 dan menyebabkan kongesti pulmoner sehingga timbul rales, (4) penurunan fungsi sistolik yang menyebabkan dyskinetic apical impulse. 6

Gambar 1. Proses aterosklerosis

2.1.5 Diagnosis 1. Anamnesis

Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai berikut : 9- Letak Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu. 9- Kualitas Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang. 9- Hubungan dengan aktivitas Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam. 9- Lamanya serangan Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin. 9

2. Pemeriksaan fisik

Pasien tampak cemas, tidak dapat istirahat (gelisah), sering kali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis ( takikardia dan/atau hipotensi), dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi) tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah , dijumpai S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan peningkatan suhu sampai 38C dalam minggu pertama pasca STEMI.103. EKG

Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. 9 Untuk mendiagnosa STEMI dari EKG adalah adanya elevasi segmen ST > 1mm pada 2 sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2 sadapan prekordial yang berhubungan, LBBB yang dianggap baru.11

4. Foto Dada

Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta. 95. Laboratorium

- CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.10,12

6. Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner Computed Tomography

Magnetic Resonance Arteriography17. Pemeriksaan invasif menetukan anatomi koroner1 Arteriografi koroner

Ultrasound intravaskular (IVUS)Tabel 1. Cara-cara Diagnostik Penyakit Jantung Koroner

NoDiagnostik Penyakit Jantung Koroner

1Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:

a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.

b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.

d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.

g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri dada akibat neuropati diabetik.

Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

Pada UAP ( Crescendo angina, Angina Pektoris Stabil ( Decrescendo

Angina pada wanita dan pria:

a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal maksudnya nyeri dada)

b. Pria: Paling sering langsung miocard infark ( banyak yang sudden death

2Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol, takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising sistolik), dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati hipertensi/diabetik.

Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmur dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).

3Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal, dislipidemia, SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat

Enzim Jantung Penanda Infark Miokardium (Gambar 8)

Enzim

Meningkat

Puncak

Normal

CK-MB

6 jam

24 jam

36-48 jam

GOT

6-8 jam

36-48 jam

48-96 jam

LDH

24 jam

48-72 jam

7-10 hari

Troponin T

Troponin I

3 jam

3 jam

12-24 jam

12-24 jam

7-10 hari

7-14 hari

4Foto Dada: Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru

5Pemeriksaan Jantung Non-invasif

a. EKG

Akut Koroner Sindrom:

STEMI ( ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru atau diduga baru; ada evolusi EKG

NSTEMI ( Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris; ada evolusi EKG

UAP ( Normal atau transient

Angina Pektoris Stabil ( iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri hilang.

ST depresi ST elevasi Q patologis

T inverted simetris AMI

OMI

b. Uji Latihan Jasmani (Treadmill)

c. Uji Latihan Jasmani Kombinasi Pencitraan:

Uji Latih Jasmani Ekokardiografi (Stress Eko)

Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard

Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imagingd. Ekokardiografi Istirahat

e. Monitoring EKG Ambulatoar

f. Teknik Non-invasif Penentuan Klasifikasi Koroner dan Anatomi Koroner:

Computed Tomografi Magnetic Resonance Arteriography

6Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner

Arteriografi Koroner

Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)

Gambaran EKG pada penyakit jantung koroner

Satu dari tiga komponen penting dalam diagnosis penyakit jantung koroner utamanya sindrom koroner akut adalah EKG. Kombinasi riwayat penyakit yang khas dan peningkatan kadar enzim jantung lebih dapat diandalkan daripada EKG dalam diagnosis infark miokard. EKG memiliki tingkat akurasi prediktif positif sekitar 80%.1. Segmen ST dan Gelombang T pada Iskemia MiokardIskemia miokard akan memperlambat proses repolarisasi, sehingga pada EKG dijumpai perubahan segmen ST (depresi) dan gelombang T (inversi) tergantung beratnya iskemia serta waktu pengambilan EKG. Spesifitas perubahan segmen ST pada iskemia tergantung morfologinya. Diduga iskemia jika depresi segmen ST lebih dari 0,5mm (setengah kotak kecil) dibawah garis besline (garis isoelektris) dan 0,04 detik dari j point. Pada treadmill test, positif iskemia jika terdapat depresi segmen ST sebesar 1mm.

Gambar 2. Variasi segmen ST (depresi) paa iskemia2. Perubahan/Evolusi EKG pada Injure MiokardSel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara elektrik lebih bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri dan pada EKG terdapat gambaran elevasi segmen ST pada sandapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi > 1mm pada sandapan ekstremitas dan > 2mm pada sandapan prekordial di dua atau lebih sandapan yang menghadap daerah anatomi jantung yang sama. Perubahan segmen ST, gelombang T dan kompleks QRS pada injuri dan infark mempunyai karakteristik tertentu sesuai waktu dan kejadian selama infark. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap beberapa bulan setelah infark miokard.

Gambar 3. Pola perubahan EKG pada IMA dengan ST elevasi (Emerg Med Clin N Am 2006; 24:53-89)

3. Perubahan EKG pada Infark Miokard Lama (OMI)Infark miokard terjadi jika aliran arah ke otot jantung terhenti atau tiba-tiba menurun sehingga sel otot jantung mati. Sel infark yang tidak berfungsi tersebut tidak mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah arus yang menuju daerah infark akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut dan pada EKG memberikan gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis dengan syarat durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik dan dalamnya harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama.

Gambar 4. (A) EKG sandapan II normal dengan progresi normal vektor listrik (tanda panah) dan kompleks QRS dimulai dengan gelombang Q septal yang kecil. (B) Perubahan EKG sandapan II pada infark lama: arah arus meninggalkan daerah infark (tanda panah) dan memperlihatkan gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis pada EKG

4. Konsep Resiprokal

Pada sandapan dengan arah berlawanan dari daerah injuri menunjukkan gambaran depresi segmen ST dan disebut perubahan resiprokal (mirror image). Perubahan ini dijumpai pada dinding jantung berlawanan dengan lokasi infark (75% dijumpai pada infark inferior dan 30% pada infark anterior). Perubahan ini terjadi hanya sebentar diawal infark dan jika ada berarti dugaan kuat suatu infark akut.

Gambar 12. Konsep Resiprokal5. Lokalisasi Infark Berdasarkan Lokasi Letak Perubahan EKGLokasiLead / SandapanPerubahan EKG

AnteriorV1-V4ST elevasi, Gelombang Q

AnteroseptalV1-V3ST elevasi, Gelombang Q

Anterior EkstensifV1-V6ST elevasi, Gelombang Q

PosteriorV1-V2ST depresi, Gelombang R tinggi

LateralI, avL, V5-V6ST elevasi, Gelombang Q

InferiorII, III, avFST elevasi, Gelombang Q

Ventrikel kananV4R-V5RST elevasi, Gelombang Q

2.1.6 Tatalaksana 1. Akut Koroner SindromDiagnosis; 2 dari 3 dibawah ini

a. Angina (Sensitifitas 70%, Spesifitas 20%)

b. Perubahan EKG (Sensitifitas 50%, Spesifitas 100%)

c. Peningkatan Enzim Jantung (Sensitifitas dan Spesifitas mendekati 100%)Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada prinsipnya sebagai berikut :

a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA

1) Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah, berikan nitrat sublingual

2) Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan

3) Jika mungkin periksa petanda biokimia

b. Jika EKG dan petanda biokimia curiga adanya SKA: Kirim pasien ke fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi defenitif dapat diberikan

c. Jika EKG dan petanda biokimia tidak pasti akan SKA

1) Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan

2) Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawatPenanganan di Instalasi Gawat Darurat

Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:

1) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,

2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,

3) Berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,

4) Pasang monitoring EKG secara kontiniu,

5) Pemberian obat:

Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia (< 50 kpm)

Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan

Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

Prinsip Management:

STEMI: MONACO + Reperfusi

NSTEMI: MONACO + Heparinb. Hasil penilaian EKG, bila:

1) Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :

Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.

Streptokinase: BP > 90 mmHg

tPA: BP < 70mmHg

Kontraindikasi: Riwayat stroke hemoragik, active internal bleeding, diseksi aorta.

Jika bukan kandidate reperfusi maka perlakukan sama dengan NSTEMI/UAP.

Angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi trombolitik

2) Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan

3) EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:

EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan

EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.

Gambar 4. Tatalaksana Akut Koroner Sindrom dengan ST elevasi

Gambar 15. Tatalaksana Akut Koroner Sindrom Non-ST elevasi/UAP

2. Angina Pektoris Stabil (Kronis Koroner Sindrom)

Tujuan utama pengobatan adalah mencegah kematian dan terjadinya serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina sehingga memperbaiki kualitas hidup.

Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis untuk mengontrol angina dan memperbaiki kualitas hidup. Tindakan lain adalah terapi reperfusi miokardium dengan cara intervensi koroner dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi CABG (bypass).

Berikut 10 elemen penting untuk penatalaksanaan angina stabil:

AAspirin dan anti angina

BBeta bloker dan pengontrol tekanan darahCCholesterol kontrol dan berhenti merokok DDiet dan atasi diabetesEEdukasi dan olah ragaPenanganan kegawatdaruratan (lihat Guideline AHA 2010 di bawah)

a. Tatalaksana awal:

Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).

Aspirin 160mg (dikunyah).

Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.

Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. 11b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda reperfusi).

Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.

Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).

Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.

Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 48 jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita). 11

Terapi fibrinolitik.

Dianjurkan pada:

a. Presentasi 3jam.

b. Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat.

c. Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik. 11Kontraindikasi fibrinolitik:

a. Kontraindikasi absolut:

Riwayat perdarahan intracranial apapun.

Lesi structural cerebrovaskular.

Tumor intracranial (primer ataupun metastasis).

Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir.

Dicurigai adanya suatu diseksi aorta.

Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir.

Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi). 11b. Kontraindikasi relatif:

Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolute. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu. Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir. Terapi antikoagulan oral. Kehamilan. Non compressible punctures. Ulkus peptikum aktif. Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut. 11Terapi awalAntitrombin terapiKontraindikasi spesifik

Streptokinase(SK)1,5 juta unit/ 100ml D5% atau NaCl 0,9% selama 30 60 menit.Dengan atau tanpa heparin iv selama 24 48 jamRiwayat SK atau anistreplase

Alteplase(tPA)15 mg iv bolus 0,75 mg/ kg BB selama 30 menit kemudian 0,5 mg/ kg BB selama 60 menit iv. Dosis total tidak melebihi 100mgHeparin iv selama 24 48 jam

Percutanous coronary intervention (PCI)

a. PCI primer.

Dianjurkan pada:

Presentasi 3jam.

Tersedia fasilitas PCI.

Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit.

(Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam.

Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.

Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3).

Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan. 11b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.

Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika tindakan PCI tidak dapat dilakukan dengan segera dan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah. Pada tindakan ini tidak dianjurkan menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa dengan dosis penuh. 11c. Rescue PCI.

Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas dengan:

Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia.

Keluhan iskemik yang berkepanjangan.

Syok kardiogenik.

Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi dimana rescue PCI tidak dapat dilakukan segera, reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang atau tirofiban. Pemilihan stent pada PCI primer atau rescue PCI adalah Bare metal stent (BMS). 11

Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)

Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan pengobatan, pada keadaan :a. Stenosis yang signifikan ( 50 %) di daerah left main (LM)

b. Stenosis yang signifikan ( 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner utama

c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior descending coronary artery.12.1.7 Komplikasi a. Aritmia supraventrikular

Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.13b. Gagal jantung

Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik. 13c. Sistole prematur ventrikel

Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya. 13

Gambar 1. Algoritma Acute Coronary Syndromes142.1.9 Prognosis Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan TIMI score (Thrombolysis in Myocardial Infarction )untuk STEMI yaitu 15Usia 65 74/ 75 2/3 poin

Tekanan darah sitolik < 1003 poin

HR > 1002 poin

Killip II - IV2 poin

Anterior ST elevasi atau LBBB1 poin

Diabetes, riwayat hipertensi atau

riwayat angina1 poin

Berat badan < 67 kg1 poin

Waktu pengobatan > 4 jam1 poin

EMBED PowerPoint.Slide.8

Iskemia

Injury

Infark

10

EMBED PowerPoint.Slide.12

EMBED PowerPoint.Slide.12

11

Unstable angina/NSTEMI

Aspirin, antithrombin, nitrates, GP IIb-IIIa antagonistBetablockers(calcium channel blockers)

Assess clinical status

High risk/unstableStable

(Recurrent ischemia, LV dysfunctionWidespread EKG changes, positiveenzyme markers)

Cardiac catheterizationSevere ischemia

Revascularization (PCI/CABG)Medical therapy

Stress test

yes

no

_1355682951.ppt

medslides.com

STEMI

ASA, beta blockers, antithrombin therapy

12 hrs

Eligible forLytic therapy

Lytic C/I

Not a candidateFor reperfusion

Persistentsymptoms

ThrombolysisPrimary PCInoyes

Other medical therapyConsider reperfusion(ACEI, nitrates, beta blockers, antiplatelets, antithrombin,statins)