JangkaR Edisi 7

4
Ribuan BMI mengikuti shalat Ied di Victoria Park, tahun lalu. Tahun ini, sholat Ied juga akan digelar di tempat sama, Rabu (1/10). Selain di lapangan rumput Victoria Park, shalat Ied juga digelar di Tin Hau Temple, Fung Shui Square, Tai Po. Shalat Ied digelar di Victoria Park dan Tai Po Tak Semua BMI Bisa Ikut Shalat GelaraN Redaksi J ANGKA R Penanggungjawab: Presidium Sekar Bumi, Koor- dinator: Etik Juwita, Redaksi: Yukee Muchtar, Zando Aurilia, Puri Hastomo, Prida, Sri An Fotografer: Alip, Marketing Manager: Tarini Sorrita Telepon : (852) 95858513, 9769 2569 Alamat Redaksi : Wan Chai, Hong Kong, Alamat Email: [email protected], [email protected] Diterbitkan Oleh Sekar Bumi Hong Kong J ANGKA R 1 J ANGKA R Media Alternatif Buruh Migran Indonesia Buletin Bulanan Vol. I No. 7, September 2008 Website : http://sekarbumihk.multiply.com & http://sekarbumihk.blogspot.com S HALAT Idul Fitri tahun ini akan kembali digelar di lapangan rumput Victoria Park, Causeway Bay, seperti tahun lalu. Tapi untuk tahun ini, selain di Victoria Park, shalat juga akan digelar di Tai Po. Hal ini disampaikan oleh Konsul Penerangan di KJRI Hong Kong, Nugroho Y.Aribhimo, ketika dihubungi JangkaR, Jumat (26/9). Shalat akan digelar Rabu (1/10) jam 9 pagi. Kepastian jadwal ini, menurut Nugroho, juga baru dipastikan pada Jumat (26/9) dan langsung diumumkan melalui SMS serta iklan yang di pasang di tempat- tempat yang biasa dikunjungi oleh orang Indonesia, seperti di warung-warung Indonesia. Dalam rilis yang diterima JangkaR disebutkan bahwa pelaksanaan shalat yang dikhususkan untuk komunitas masyarakat Indonesia di Hong Kong itu diperkirakan akan diikuti oleh 20. 000 orang, mengingat tanggal 1 Oktober adalah hari libur nasional di Hong Kong. Di Causeway Bay, shalat akan dilaksanakan di lapangan rumput Victoria Park. Sementara di Tai Po akan dilakukan di Tin Hau Temple, Fung Shui Square, Ting Kok Road. Sementara itu beberapa buruh migran Indonesia (BMI) yang dihubungi JangkaR memberi pernyataan beragam mengenai pelaksanaan shalat Idul Fitri ini. Siti Asiyah, BMI yang bekerja di Shau Kei Wan mengungkapkan kegembiraannya karena selama lima tahun ia bekerja di Hong Kong, baru tahun ini ia bisa mengikuti sholat berjamah Idul Fitri, “Saya memaksa minta izin libur. Biasanya kalau tidak jatah libur yang sebulan dua kali saya terima itu, libur begini selalu tidak dikasih,” ujarnya. Sedangkan Eni, BMI yang bekerja di Lam Tin mengatakan kalau shalat Idul Fitri itu hanya sunnah, dan tidak wajib. “Kalau dikasih libur ya saya shalat Ied, kalau tidak ya tidak apa-apa. Yang penting puasanya tidak batal. Saya belum minta libur sih, cuma biasanya kalau tidak hari Minggu majikan tidak mengizinkan,” katanya. Berbeda dengan Siti dan Eni, Yeni yang bekerja selama setahun di rumah majikannya di Shau Kei Wan malah mengungkapkan kesedihannya. Yeni mengaku tidak pernah dikasih libur selama bekerja setahun. Yeni sudah meminta libur untuk bisa bertemu kawan-kawannya di Hari Raya itu, tapi majikan dan agennya malah memaki-maki dirinya. *** Etik Juwita Selamat Idul Fitri S UATU ketika di bulan suci Ramadhan, perempuan-perempuan bersuami yang sedang tinggal di penampungan calon buruh migran (seorang BMI pernah menyebut tempat ini sebagai “penjara mahal”), setelah meninggalkan sejumlah uang sebagai jaminan, wajib menelan pil anti hamil yang diberikan oleh pihak Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di mana mereka masing-masing sedang ditampung, untuk bisa merayakan Idul Fitri bersama anak dan suami mereka. Perempuan-perempuan komoditas PJTKI ini dilarang hamil, dilarang “unfit’” Mengandung, sebuah kodrat anugrah Allah SWT, bagi para penyalur tenaga kerja dimasukkan dalam kategori “tidak sehat”. Perempuan-perempuan ciptaaan Allah yang Maha Besar ini sedang dibanting martabatnya di bulan suci. Namun pemerintah tidak pernah berbuat apa-apa karenanya. Di bulan suci ini pula, beberapa hari lalu, 21 perempuan meninggal dunia karena terinjak-injak saat berebut zakat. Nilai zakat itu, bila dibandingkan dengan harga sepotong roti isi daging di warung siap saji di Hong Kong, bahkan tidak cukup, hanya Rp 20.000 saja. Membaca beritanya di koran, sebagai perempuan yang berumah di negeri yang sama, kita sekali lagi disentak dan mengelus dada. Ada kejut, ada getir, ada rasa perih, ada sakit. Ada sekilas seperti kita sedang melihat, kita, perempuan buruh migran Indonesia, bisa saja menjadi salah satu yang terinjak-injak itu. Bulan ini, seperti beberapa tahun yang lalu, ada banyak soal tentang kita yang harus kita sendiri yang membuatnya lebih baik. (E-1)

description

Buletin bulanan organisasi Sekar Bumi di Hong Kong.

Transcript of JangkaR Edisi 7

Page 1: JangkaR Edisi 7

Ribuan BMI mengikuti shalat Ied di Victoria Park, tahun lalu. Tahun ini, sholat Ied juga akan digelar di tempat sama, Rabu (1/10). Selain di lapangan rumput Victoria Park, shalat Ied juga digelar di Tin Hau

Temple, Fung Shui Square, Tai Po.

Shalat Ied digelar di Victoria Park dan Tai Po

Tak Semua BMI Bisa Ikut Shalat

GelaraN

Redaksi JANGKAR

Penanggungjawab: Presidium Sekar Bumi, Koor-dinator: Etik Juwita, Redaksi: Yukee Muchtar, Zando Aurilia, Puri Hastomo, Prida, Sri An

Fotografer: Alip, Marketing Manager: Tarini Sorrita

Telepon : (852) 95858513, 9769 2569

Alamat Redaksi : Wan Chai, Hong Kong, Alamat Email: [email protected],

[email protected]

Diterbitkan Oleh Sekar Bumi Hong Kong

JANGKAR• 1

JANGKAR Media Alternatif Buruh Migran Indonesia Buletin Bulanan Vol. I No. 7, September 2008

Website : http://sekarbumihk.multiply.com & http://sekarbumihk.blogspot.com

SHALAT Idul Fitri tahun ini akan kembali digelar di lapangan rumput Victoria Park, Causeway Bay, seperti

tahun lalu. Tapi untuk tahun ini, selain di Victoria Park, shalat juga akan digelar di Tai Po.

Hal ini disampaikan oleh Konsul Penerangan di KJRI Hong Kong, Nugroho Y.Aribhimo, ketika dihubungi JangkaR, Jumat (26/9).

Shalat akan digelar Rabu (1/10) jam 9 pagi. Kepastian jadwal ini, menurut Nugroho, juga baru dipastikan pada Jumat (26/9) dan langsung diumumkan melalui SMS serta iklan yang di pasang di tempat-tempat yang biasa dikunjungi oleh orang Indonesia, seperti di warung-warung Indonesia.

Dalam rilis yang diterima JangkaR disebutkan bahwa pelaksanaan shalat yang dikhususkan untuk komunitas masyarakat Indonesia di Hong Kong itu diperkirakan akan diikuti oleh 20. 000 orang, mengingat tanggal 1 Oktober adalah hari libur nasional di Hong Kong.

Di Causeway Bay, shalat akan dilaksanakan di lapangan rumput Victoria Park. Sementara di Tai Po akan dilakukan di Tin Hau Temple, Fung Shui Square,

Ting Kok Road.Sementara itu beberapa buruh migran

Indonesia (BMI) yang dihubungi JangkaR memberi pernyataan beragam mengenai pelaksanaan shalat Idul Fitri ini.

Siti Asiyah, BMI yang bekerja di Shau Kei Wan mengungkapkan kegembiraannya karena selama lima tahun ia bekerja di Hong Kong, baru tahun ini ia bisa mengikuti sholat berjamah Idul Fitri, “Saya memaksa minta izin libur. Biasanya kalau tidak jatah libur yang sebulan dua kali saya terima itu, libur begini selalu tidak dikasih,” ujarnya.

Sedangkan Eni, BMI yang bekerja di Lam Tin mengatakan kalau shalat Idul Fitri itu hanya sunnah, dan tidak wajib. “Kalau dikasih libur ya saya shalat Ied, kalau tidak ya tidak apa-apa. Yang penting puasanya tidak batal. Saya belum minta libur sih, cuma biasanya kalau tidak hari Minggu majikan tidak mengizinkan,” katanya.

Berbeda dengan Siti dan Eni, Yeni yang bekerja selama setahun di rumah majikannya di Shau Kei Wan malah mengungkapkan kesedihannya. Yeni mengaku tidak pernah dikasih libur selama bekerja setahun. Yeni sudah meminta libur untuk bisa bertemu kawan-kawannya di Hari Raya itu, tapi majikan dan agennya malah memaki-maki dirinya. ***

Etik Juwita

Selamat Idul Fitri

SUATU ketika di bulan suci Ramadhan, perempuan-perempuan bersuami yang sedang tinggal di penampungan

calon buruh migran (seorang BMI pernah menyebut tempat ini sebagai “penjara mahal”), setelah meninggalkan sejumlah uang sebagai jaminan, wajib menelan pil anti hamil yang diberikan oleh pihak Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di mana mereka masing-masing sedang ditampung, untuk bisa merayakan Idul Fitri bersama anak dan suami mereka.

Perempuan-perempuan komoditas PJTKI ini dilarang hamil, dilarang “unfit’” Mengandung, sebuah kodrat anugrah Allah SWT, bagi para penyalur tenaga kerja dimasukkan dalam kategori “tidak sehat”. Perempuan-perempuan ciptaaan Allah yang Maha Besar ini sedang dibanting martabatnya di bulan suci. Namun pemerintah tidak pernah berbuat apa-apa karenanya.

Di bulan suci ini pula, beberapa hari lalu, 21 perempuan meninggal dunia karena terinjak-injak saat berebut zakat. Nilai zakat itu, bila dibandingkan dengan harga sepotong roti isi daging di warung siap saji di Hong Kong, bahkan tidak cukup, hanya Rp 20.000 saja. Membaca beritanya di koran, sebagai perempuan yang berumah di negeri yang sama, kita sekali lagi disentak dan mengelus dada.

Ada kejut, ada getir, ada rasa perih, ada sakit. Ada sekilas seperti kita sedang melihat, kita, perempuan buruh migran Indonesia, bisa saja menjadi salah satu yang terinjak-injak itu. Bulan ini, seperti beberapa tahun yang lalu, ada banyak soal tentang kita yang harus kita sendiri yang membuatnya lebih baik. (E-1)

Page 2: JangkaR Edisi 7

P a n g g u n G

Keluarga Besar SEKAR BUMI

( Seni & Karya Buruh Migran Indonesia )

Mengucapkan :

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 HTaqaballahu Minna Wa Minkum

Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir & Batin

2 •JANGKAR

menggelar Lomba Tari Tradisional dan Tari Modern di Yuen Long, pada Minggu (9/11) nanti.

Acara yang terbuka untuk seluruh organisasi BMI di Hong Kong ini menurut rencana juga akan dibarengi pula

DALAM rangka mempererat tali p e r s a u d a r a a n

antara sesama buruh migran Indonesia (BMI), sekaligus m e m b a n g k i t k a n kembali semangat Hari Pahlawan di kalangan BMI, Sekar Bumi akan

Peringati Hari PahlawanSekar Bumi Gelar Lomba

Bidang Musik dan Tarian Sekar Bumi sedang menggelar Latihan Rutin di Central Lawn, Victoria Park, Causeway Bay, Minggu (21/09)

dengan peluncuran buku kumpulan puisi (antologi) karya-karya anggota Sekar Bumi yang terkumpul dari setahun terakhir ini.

Deo, ketua panitia acara tersebut dalam keterangannya melalui email menyebutkan bahwa untuk meneruskan semangat perjuangan itu, BMI perlu menggali potensi-potensi dalam dirinya menuju kemerdekaan buruh migran yang sesungguhnya.

Menyinggung tentang tempat yang pelaksaan lomba yang jauh dari tempat komunitas BMI biasa menghabiskan masa libur (Causeway Bay), Yukee Muhctar, Sekjen Sekar Bumi mengatakan bahwa diperlukan juga usaha-usaha pemerataan kesempatan bagi seluruh BMI di mana pun dalam

upaya memperkenalkan organisasi Sekar Bumi pada para BMI di Yuen Long.

“Dengan mengadakan kegiatan seperti ini kami berharap hubugan persaudaraan akan semakin erat, apalagi kalau kawan-kawan tertarik untuk bergabung dengan Sekar Bumi sehingga kita bisa meningkatkan kegiatan berkesenian sebagai alat memupuk rasa percaya diri secara bersama-sama,” ungkapnya.

Dalam lomba ini juga akan disediakan tropi dan sertifikat. Uang pendaftaran untuk tiap-tiap tari yang diikutkan sebesar HK$ 100. Untuk keterangan selengkapnya dapat menghubungi: Carik (92064720), Dwi Sapon (60909268), Yukee (95182874), Aliyah (96874071) ***

Page 3: JangkaR Edisi 7

H o r i z o N

P e r s p e k t i F

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 HTaqaballahu Minna Wa Minkum

Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir & Batin

JANGKAR• 3

Libur Bagi NinaYukee Muchtar

BARU 10 bulan Nina (22) jualan bakso, buruh migran Indonesia (BMI)

asal Indramayu yang telah bekerja di Hong Kong selama lima tahun.

Ayahnya seorang petani, sementara ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Dia sulung dari tiga bersaudara yang kesemuanya perempuan. Karena tetangganya banyak yang sukses di Luar Negeri, dia jadi ingin merengkuh kesuksesan seperti mereka. Maka, setahun setelah lulus SMP, dia mendaftarkan dirinya ke PJTKI, tujuan Hong Kong.

Kini adalah kontrak ketiganya. Menurut BMI yang kini bekerja pada majikan di Lam Tin itu, hasil kerja dua kontrak sebelumnya hanya ia gunakan untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Membelikan

sawah sang ayah dan membantu biaya pendidikan adik-adiknya.

“Aku tak ingin mengungkit berapa banyak yang telah aku berikan pada orang tuaku untuk kehidupan keluargaku, mbak. Sekarang aku hanya berfikir sudah saatnya aku memikirkan masa depanku sendiri,” ungkapnya.

Ia kutemui di seberang Indo market, Causeway Bay, pertengahan September lalu. Aku salah satu pembelinya. Ini kali kedua aku membeli bakso yang dijajakan Nina.

“Ini bukan bakso saya sendiri, saya hanya menjualnya,” jawabnya saat kutanya siapa yang masak dan di mana masaknya.

Ia mengambil bakso itu dari temannya yang telah menikah dengan orang Hong Kong. Dalam sehari, dari pagi sampai

malam waktunya kembali ke majikan, setidaknya dia mendapatkan sekitar HK$300-400 saat kondisi pasar sedang ramai, sedang banyak pesanan untuk tumpeng dan lain-lain. Jika sedang sepi pun, dia masih mendapatkan sekitar HK$180 dan ini lebih baik dibanding dia hanya bengong atau kluyuran tak karuan.

Omset penjualan bakso bisa diketahui dari jumlah mangkok yang dibawanya dari rumah. Perempuan berambut pendek dan jangkung ini mengaku bahwa tempat jualannya berpindah-pindah. Dia tidak sendirian saat menjajakan baksonya, tapi bergantian dengan temannya. Saat ia menjajakan bakso, ada teman yang menunggui dagangan dan yang lain bertugas mencari pembeli serta mengawasi petugas Imigrasi yang beroperasi. Kadang dia bertugas di rumah menyelesaikan pesanan pembuatan tumpeng

untuk acara syukuran / selamatan ataupun Ulang Tahun.

Namun Nina juga merasa was-was saat berjualan. Pasalnya berjualan adalah tindakan melanggar hukum ketenagakerjaan di Hong Kong mengingat visa kerjanya adalah domestic helper. “Saya takut ketangkep ‘pakdhe’, karena kalau sampai ketahuan saya jualan maka saya akan di deportasi dan kemungkinan tak boleh ke Hong Kong lagi dan itu akan menyusahkan saya sendiri”,” ungkapnya. “Pakdhe” adalah istilah popular di kalangan BMI untuk menyebut petugas Imigrasi.

Meski begitu, Nina belum berpikir untuk menghentikan aktifitas jualannya. “Saya bekerja di hari Minggu agar gaji saya utuh dan saya bisa cepat memiliki banyak uang lalu pulang,” jelasnya.

Namun saat ditanya kapan ia akan pulang dan menikah, dia hanya bilang, “Insyaallah tahun depan saya pulang, tapi saya belum tahu apa rencana selanjutnya”. ***

BMI Bukan KomoditasAlif Putri

ME N I N G K AT N YA jumlah pekerja Indonesia ke luar

negeri yang bekerja di sektor informal, menjadikan peluang PJTKI dan pihak instansi pemerintah terkait dalam memperlakukan pekerja migran layaknya komoditas yang dijual murah tanpa perlindungan, semakin terbuka lebar.

Peningkatan jumlah buruh migran tersebut menjadi bukti lemahnya kepemimpinan pemerintah Indonesia dalam menangani kemiskinan dan gagalnya pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan.

Ini membuat masyarakat golongan bawah tak ada pilihan lain selain harus rela menempuh jalan menjadi pekerja migran untuk menutupi kebutuhan

keluarga bercerai berai, meninggalkan sanak saudara memilih menjadi buruh migran, akibat kebutuhan mendasar untuk bertahan hidup. Hingga tak pernah terpikirkan oleh mereka, yang akan di perlakukan layaknya budak, didiskriminasi dan tidak dimanusiakan di negara orang.

Di Hong Kong, jumlah buruh migran Indonesia sudah mencapai 120.000, urutan kedua setelah buruh migran asal Filipina. Dari jumah tersebut, tidak sedikit dari mereka yang pernah mengalami berbagai kejadian mulai dari tindakan kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan, hingga sampai sudah menjadi mayat beberapa bulan, yang baru di ketahui keberadaanya dari pihak pemerintah Indonesia

yang berada di Hong Kong.Selama ini, wakil

pemerintah Indonesia di Hong Kong masih sangat lemah dalam menangani kasus buruh migran. Dari mulai kasus tindakan kekerasan sampai pada masalah underpay hingga tingginya biaya penempatan. Keputusan pemerintah tentang penurunan biaya penempatan BMI di Hong Kong dari HK$21.000 menjadi Rp 15,5 juta, sampai sekarang pun tak ada realisasinya.

Dengan melihat semua ini, maka dibutuhkan sebuah pembangunan kesadaran bersama di kalangan BMI untuk memperbaiki nasib mereka. Untuk merebut hak yang selama ini dirampas. Karena bagaimanapun juga, sebuah perubahan tak bisa terjadi dengan menunggu dan mengharap belas kasihan. Kita mesti memulai dari sekarang untuk mengatakan dengan tegas bahwa kita bukan komoditas. ***

ekonomi keluarganya. Apalagi meningkatnya kebutuhan pokok sampai biaya pendidikan semakin mahal.

Rakyat miskin meningkat dan rela mengorbankan nyawanya hanya demi sesuap nasi. Tragedi Pasuruan, dimana 21 perempuan mati terinjak hanya untuk memperebutkan zakat senilai Rp 20.000 yang terjadi baru-baru ini, menjadi contoh tragis bagaimana kemiskinan benar-benar telah menjadi akut di Indonesia. Sementara di sisi lain, para pejabat berlomba-lomba menghamburkan uang demi kepentingan pribadi atau partai politiknya.

Rakyat semakin dicekik dengan harga kebutuhan pokok yang semakin melambung tinggi. Jutaan

Page 4: JangkaR Edisi 7

P u i s iB u r i t a N

4 •JANGKAR

Merdeka

Karya ALIF PUTRI

Amarah

Karya RIBY

Korban Kipas GratisRie Rie

ngatur untuk antri gitu,” Komsatun membela diri.

“Lhah, walaupun gak ada yang ngatur tapi kalau kamu dasarnya adalah orang yang tertib dan teratur tentunya ya ngerti budaya ngantri tho mbakyu,” ujarku.

Komsatun merengut, mulutnya berlipat-lipat. Tiba-tiba saja dia memekik keras. Mulutnya terbuka lebar,

m a t a n y a m e l o t o t melihat ke arah kakinya yang cuma b e r s a n d a l jepit. Di sana terlihat jari kakinya kaku tak bergerak.

“ C o m e a? Kenapa?” tanyaku.

“Waduh duh, jari k a k i k u d i i n j a k

orang. Wes, gak jadi antrilah, kakiku sakit. Cau lah,” kata Komsatun sambil mengaduh.

Kecewa ada di wajah Sarmila, tetapi solidaritasnya sebagai kawanku dan Komsatun menyebabkan dia mengikuti kami menyingkir dari deretan orang-orang yang mengantri kipas kertas itu menuju tepi lapangan.

“Alaah wong cuma kipas kertas aja kok, gak pakai kipas kertas ya masih bisa bertahan, daripada diinjak-injak,” kata Komsatun.

“Dan menginjak-injak,” tambah Sarmila.

Tiba-tiba saja ada perasaan lain di hatiku. Antara sedih dan kecewa juga pilu dan ah entah apa lagi.

“Iya, lha wong cuma kipas kertas saj, harganya ga ada 20 ribu. Ga sebesar zakat yang jadi rebutan di Pasuruan sana,” kataku lirih dengan tatapan mata sedih, hampir berkaca-kaca.

Komsatun dan Sarmila diam. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran mereka saat ini. Apakah mereka menyayangkan tragedi zakat bertumbal di Pasuruan sana sama sepertiku, ataukah cuma tersentak oleh pemikiranku yang tiba-tiba saja? Entahlah...***

HARI itu adalah Tung Jhau Jit. Orang bule menyebutnya sebagai Mid Autum Festival

atau juga Lantern Festival yang biasanya ditandai penyalaan lampion dan kebiasaan makan kue bulan sambil melihat bulan yang lagi bulat-bulatnya. Dan hari itu tepatnya di lapangan Victoria kami berdesakan dengan pengunjung lainnya untuk melihat p a m e r a n a n e k a l a m p i o n .

D i depan kedai es krim, s e seo rang membag i -b a g i k a n kipas yang terbuat dari kertas secara gratis. Dan kami bertiga a d a l a h salah tiga dari sekian b a n y a k orang yang menginginkan kipas kertas tersebut. “Kalau ada kipas khan bisa mengurangi sedikit hawa panas,” pikir kami.

“Oeeeiii, can hai mo lemau a lei!” teriak seorang perempuan paruh baya seraya memegangi kakinya yang terinjak oleh Komsatun.

Perempuan yang berbaju lobang-lobang seperti keranjang rumput itu memekik keras persis di depan telinga Komsatun. Komsatun, gadis desa yang ndeso temenku itu terperanjat seketika.

“Bai toi a!” teriaknya lagi, membuat Komsatun terperanjat untuk kedua kalinya dan mundur saat itu juga.

“Astagfirullah al adzim, orang ini ayu tapi kok seperti Step Mother-nya Snow White ya,” bisik Komsatun padaku.

“Lha salahmu sendiri gak mau ngantri, wong kebiasaan buruk dari Indonesia kok masih dibawa-bawa sampai Hongkong,” kataku.

“Udah gak mau ngantri pakai nginjak-injak kaki orang lagi,” Sarmila menimpali.

“Halah wong cuma kipas aja lho, gratis lagi, lagian gak ada yang ngatur-

Derap langkah Membakar semangatNyanyian hatiTerbawa amarah

Panasnya mentariNyalakan keberanianWujudkan impianDalam perjuangan

Tetesan airHancurkan bebatuanTerbawa gelombangLawan penindasan

Kepada dunia Aku persembahkanDarah dan keringat

Simbol kekuatan

Hong Kong, 5 September 2008

Merdeka…Merdeka…

Kita semua selalu berseru kata-kata ituDihari kemerdekaan kita…Tapi apakah kalian berpikir kembaliApa arti sebenarnya kemerdekaan itu?

Para rakyat yang tertindas Dan tak berdayapun ikut berseruMerdeka, Merdeka…

Padahal kemerdekaan ituTidak pernah mereka rasakan sama sekali…

Sadarkah kalian?Kemerdekaan ndonesia hanya buat para pejabat tinggi di sana…