jamur
description
Transcript of jamur
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Jamur Tiram
2.1.1 Klasifikasi Jamur Tiram Putih
Menurut Soenanto (2000) bahwa dalam mikologi penggolongan jamur tiram putih adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Myceteae
Divisio : Amastigomycetes
Classis : Basidiomycetes
Ordo : Agaricales
Familia : Agaricaceae
Genus : Pleurotus
Species : Pleurotus ostreatus
2.1.2 Morfologi Jamur Tiram Putih
Jamur tiram tubuh buahnya memiliki tangkai yang tumbuh menyamping (bahasa
latin: Pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus). Bagian tudung dari jamur berubah
warna dari hitam,abu-abu, coklat, hingga putih dengan permukaan yang hamper licin,
diameter 2-20 cm yang bertepi tudung mulus sedikit berlekuk. Memiliki spora berbentuk batang
berukuran 8-11 x 3-4µm, serta miselia berwarna putih yang bias tumbuh dengan cepat (Fadillah,
2010: 19).
Jamur tiram disebut juga jamur shimeji yang dapat dikonsumsi sebagai makanan. Pada
abad ke-17 Antonio van Leeuwenhoek menemukan miselium (benang-benang yang terdapat
pada jamur). Secara alami jamur tiram ditemukan dibawah pohon berdaun lebar atau tanaman
berkayu dan tidak memerlukan cahaya matahari yang banyak. Jamur tiram putih mempunyai
tudung bulat 3-15 cm (Meina, 2007).
Jamur tiram putih disebut juga white mushroom karena tubuh buahnya berwarna putih
susu. Tudung jamur tiram ini berkulit agak tipis, rata dan ada yang bergelombang. Jenis ini
cabangnya banyak dalam sebuah rumpun dan tidak sama besarnya. Jenis yang dewasa
diameternya 3-8 cm (Soenanto, 2000: 7).
Dari sekian banyak jenis jamur edible ditemukan oleh Asegab (2010) jamur tiram putih
termasuk dalam kategori jamur yang sering dikonsumsi. Oleh karena itu banyak petani jamur
yang membudidayakannya terutama jamur tiram putih mulai tahun 1990. Hal yang sama
ditunjukkan pula masyarakat agribisnis jamur Indonesia (MAJI). Jamur tiram putih ini salah satu
usaha yang memiliki peluang cukup besar karena dalam 10 tahun terakhir nilai ekonomis jamur
tiram putih sering meningkat.
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Jamur Tiram Putih
Menurut Fadillah (2010), kandungan nutrisi jamur tiram putih sebagai berikut:
Tabel 2.1 Komposisi nutrisi jamur tiram segar per 100 gram
Zat Gizi Kandungan
Kalori (energi) 367 kal
Protein 10,5-30,4%
Karbohidrat 56,6%
Lemak 1,7-2,2%
Thiamin 0,2 mg
Riboflavin 4,7-4,9 mg
Niasin 77,2 mg
Ca (Kalsium) 314 mg
K (Kalium) 3,793 mg
P (Fosfor) 717 mg
Na (Natrium) 837 mg
Fe (Zat Besi) 3,4-18,2 mg
Serat 7,5-8,7%
Jamur tiram merupakan bahan makanan yang bernutrisi dengan kandungan protein tinggi,
rendah karbohidrat, lemak, kalori, kaya vitamin dan mineral. Jamur tiram juga mengandung zat
besi, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C dan kalsium. Jamur tiram mengandung asam amino,
72% lemak dalam jamur tiram adalah asam lemak tak jenuh, sehingga aman jika dikonsumsi
bagi penderita kelebihan kolesterol maupun gangguan metabolism lipid lainnya dan 28% nya
adalah asam lemak jenuh yang membuat rasa jamur tiram enak (Prayoga, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Departemen Sains Kementrian Industri
Thailand (Chazali & Pratiwi, 2010), menunjukkan bahwa jamur tiram mengandung sebanyak
5,49% protein, karbohidrat 50,59%, serat 1,56%, lemak 0,17%, diperkirakan setiap 100 g jamur
tiram segar mengandung kalsium 8,9 mg, besi 1,9 mg, fosfor 17,0 mg, vitamin B 0,15 mg,
vitamin B1 0,75 mg, vitamin B2 0,75 mg, vitamin C 12,40 mg dan menghasilkan 45,65 kalori.
Berdasarkan hasil penelitian lainnya bahwa jamur tiram aman dikonsumsi karena kandungan
logamnya jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Fruit Product Order and Preventio
og food Adulteration Act pada tahun 1954.
Berdasarkan hasil penelitian di Massachusett University (Fadillah, 2010) kandungan gizi
jamur tiram diantaranya riboflavin, asam pantothenat, dan biotin (vitamin B) dan masih
terpelihara dengan baik meskipun jamur telah dimasak.
Berdasarkan hasil penelitian dari Beta Glucan Health Center (Fadillah, 2010) bahwa
jamur tiram mengandung senyawa Pleuran, (di Jepang jamur tiram disebut Hiratake sebagai
jamur obat), mengandung protein (19-30%), karbohidrat (50-60%), asam amino, vitamin B1
(thiamin), B2 (riboflavin), B3 (Niacin), B5 (asam pantothenat), B7 (biotin), vitamin C dan
mineral seperti Calcium, Besi, Mg, Fosfor, K, P, S, dan Zn. Dapat juga sebagai anti tumor,
menurunkan kolesterol, dan anti oksidan.
Kandungan gizi jamur tiram putih diantaranya mengandung protein 27%, karbohidrat
58%, abu 9,3%, lemak 1,6%, serat 11,5% dan kalori sebanyak 265,5 kalori. Jamur tiram putih
mempunyai khasiat sebagai pencegah penyakit diantaranya kurang darah atau darah rendah,
perbaikan gangguan cerna, mencegah kanker, tumor, hipertensi atau darah tinggi, menurunkan
kadar kolestrol, diabetes, dan sebagai sumber gizi (Soenanto, 2000: 13).
Jamur tiram putih ini berfungsi sebagai alternatif protein khususnya bagi vegetarian dan
penderita kolesterol tinggi. Kandungan gizi daging setara dengan jamur, bahkan cenderung lebih
baik karena bebas dari kolesterol jahat. Cocok bagi penderita kanker dan tumor karena didalam
jamur tiram putih ini terdapat senyawa pluran, yaitu senyawa antikanker dan antitumor. Protein
jamur tiram putih sekitar 19-35%, dibandingkan beras 7,3%, gandum 13,2% dan susu sapi 25,2%
sehingga proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Kandungan nutrisi jamur tiram
putih antara lain kalori 300 kilo kalori, abu 6,5%, protein 26,6%, karbohidrat 50,57%, lemak 2%
dan serat 13,3% (Cahyana, dkk, 1999: 6).
Jamur tiram putih mengandung vitamin dan mineral sekitar tujuh jenis per seratus gram
bahan kering. Diantaranya mineralfosfor yaitu 134,8 mg, 108,7 mg, adalah natrium 83,7 mg,
kalsium 33 mg, besi 15,2 mg, thiamin 4,8 mg dan riboflavin 4,7 mg (Suriawiria, 2000: 21).
Jamur dapat dimanfaatkan sebagai penetralisir racun serta zat radio aktif yang terkandung dalam
tanah, selain itu jamur tiram juga dapat mencegah kelenjar gondok (Djarijah dan Djarijah, 2000:
10).
2.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih
1.Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur
tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air
dan hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan menganggu pertumbuhan
jamur tiram putih itu sendiri, pH optimum pada media tanam berkisar 6-7 ( Susilawati &
Raharjo, 2010).
2.Suhu Udara
Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan miselium jamur tiram berada di kisaran 23-
28 derajat celcius dengan suhu optimal 25 derajat celcius. Untuk pertumbuhan tubuh buah jamur
tiram dapat tumbuh pada suhu 17 - 23 derajat celcius. Saat ini miselia jamur tiram juga mampu
tumbuh dengan baik di wilayah dataran rendah dengan suhu diatas 28 derajat celcius serta tubuh
buah jamur tiram dapat tumbuh pada suhu 30 derajat (Effendi, 2010).
3.Cahaya
Widiastuti & Tjokrokusumo (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan miselium akan
tumbuh dengan cepat dalam, keadaan gelap/tanpa sinar, Sebaiknya selama masa pertumbuhan
misellium ditempatkan dalam ruangan yang gelap, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah
memerlukan adanya rangsangan sinar. Pada tempat yang sama sekali tidak ada cahaya badan
buah tidak dapat tumbuh, oleh karena itu pada masa terbentuknya badan buah pada permukaan
media harus mulai mendapat sinar dengan intensitas penyinaran 60 - 70 %.
4.Kelembapan
Parjimo & Agus (2007) menyatakan bahwa pada pembentukan miselium membutuhkan
kelembapan 60-80%, sedang untuk merangsang pertumbuhan tunas dan tubuh buah
membutuhkan kelembapan 90%. Tunas dan tubuh buah yang tumbuh dengan kelembapan 80%
akan mengalami gangguan absorbsi nutrisi sehingga menyebabkan kekeringan dan mati.
Kelembapan ini dipertahankan dengan menyemprotkan air secara teratur.
2.3 Media Tumbuh.
Jamur tiram merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat
menyediakan makanan sendiri (heterotrof) dengan cara berfotosintesis seperti tanaman yang
berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat makanan yang sudah jadi atau dihasilkan oleh
organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Jamur mendapatkan makanan dengan cara menyerap
zat organik dari tumbuhan atau benda lainnya melalui hifa dan miselium, kemudian
menyimpannya dalam bentuk glikogen (Agromedia, 2009).
Suriawiria (2002) menyatakan bahwa jamur dapat tumbuh pada media limbah, karena
jamur mampu mendegradasi limbah organik. Dengan kemampuannya tersebut jamur tiram putih
dapat dimanfaatkan untuk menambah nilai guna limbah. Jamur tiram putih termasuk dalam
jamur yang tumbuh pada substrat organik yang telah mati dan akan merombak substrat menjadi
zat yang mudah di serap. Biasanya substrat tersebut mengalami pengomposan terlebih dahulu.
Sumarsih (2010) menyatakan bahwa bahan utama sebagai media tanam jamur adalah
lignoselulosa. Disekitar kita banyak terdapat bahan tersebut. Berbagai macam limbah pertanian,
limbah kertas, dan limbah industri yang menggunakan bahan tanaman. Jenis bahan baku yang
digunakan menanam jamur adalah kayu glondongan, serbuk gergaji, jerami padi, aval kapas,
ampas tebu, blotong, sekam, tongkol jagung, alang-alang, dan kulit kacang-kacangan. Maulana
(2012) menyatakan bahwa media terbaik adalah menggunakan serbuk gergaji dan sekam padi,
karena kedua bahan tersebut mengandung lignoselulosa, lignin, dan serat yang lebih tinggi
daripada bahan lainnya.
2.4 Budidaya Jamur Tiram
2.4.1 Pembuatan media
Suriawiria (2002) menyatakan bahwa proses budidaya jamur tiram dimulai dari bahan
baku yang terdiri dari serbuk gergaji, bekatul dan kapur. Adapun komposisi media yang sering
digunakan yaitu 100 kg serbuk gergaji, 10 kg bekatul, dan 2 kg kapur. Pencampuran media
dilakukan merata dengan kelembaban 30-60%. Kemudian media dimasukan kedalam plastik Poli
Propilen dengan ukuran yang diinginkan.
Berdasarkan penelitian Steviani (2011) media yang digunakan sebagai media tumbuh
jamur tiram kombinasi 80% serbuk gergaji, 10-15% bekatul, 3% kapur dan air secukupnya
(kandungan air antara 40-60%). Masing – masing perlakuan tersebut dimasukan kedalam plastik
Poli Propilen ukuran 17 X 35 cm dengan ketebalan 0,003 mm. Media dipadatkan agar tidak
mudah rusak dan busuk sehinggga produktivitas jamur menjadi tinggi. Pemadatan media dapat
dilakukan secara manual atau alat pemadatan lainnya (Mufarrihah, 2011).
2.4.2 Sterilisasi
Sterelisasi baglog bertujuan untuk mencegah pertumbuhan semua jasad hidup yang
berada di dalam baglog/substrat tanam yang terbawa bersama bahan baku yang dapat
mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterelisasi baglog/substrat tanam jamur dapat
dilakukan dengan menggunakan uap air panas bertekanan tinggi yaitu pada temperatur uap air
sekitar 100oC memerlukan waktu antara 7-8 jam (Sasongko, 2013).
Berdasarkan penelitian Putranto (2012) sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan
untuk menginaktifkan mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu
pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90oC selama 6-8 jam.
Untuk melakukan sterilisasi dapat digunakan alat yang sangat sederhana, yaitu drum minyak
yang sedikit dimodifikasi dengan menambahkan saringan pembatas antara air dengan media
tanam.
2.4.3 Inokulasi dan Inkubasi
Sunarmi & Cahyo (2010) menyatakan bahwa baglog yang telah disterilisais dipindahkan
ketempat dan didiamkan selama 24 jam. Inokulasi adalah penanaman bibit jamur pada media
baglog jamur yang sudah didinginkan atau media yang siap tanam. kegiatan dilakukan didalam
ruangan yang sudah disterilkan (bersih). Penanaman bibit dilakukan oleh lebih dari satu orang,
untuk mempercepat proses inokulasi agar terhindar kontaminasi.
Inkubasi merupakan tahap penyimpanan baglog yang sudah diinokulasi ke dalam ruang
inkubasi sehingga seluruh baglog ditutupi miselium berwarna putih. Tempat inkubasi bersih,
kering (kelembaban di bawah 60%), aerasi, sirkulasi udara baik, temperatur ruangan antara 28-
30o C, serta tidak boleh terkena matahari langsung (Piryadi, 2013).
2.4.4 Pemeliharaan dan Panen
Suriawiria (2002) menyatakan bahwa selama pertumbuhan bibit dan pertumbuhan tubuh
buah, kelembaban udara antara 70-90% jika berkurang maka media akan kering. Untuk menjaga
kelembaban terjamin, lantai ruangan disiram air bersih pada pagi dan sore. Setelah jamur
dipanen, bekas batang jamur dibersihkan dari substrat tanaman karena batang yang tersisa tidak
busuk. Pemanenan dapat dilakukan 4-8 kali dan jumlah jamur yang dipanen permusim mencapai
600 gram tergantung kandungan substrat.