Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Tujuan ini menandakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia sebagai negara kesejahteraan bertanggung jawab untuk pemenuhan kesejahteraan warga negaranya, karena ciri utama dari negara kesejahteraan adalah munculnya kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warga negaranya 1 . Munculnya kewajiban negara tersebut melahirkan hak bagi warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Negara Indonesia untuk menyejahterakan warga negaranya adalah melalui jaminan sosial. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh warga negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak 2 . Hak atas jaminan sosial tersebut diatur dalam Pasal 28 H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pemenuhan hak atas jaminan sosial ini menjadi tanggung jawab Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 1 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1998, hlm. 11. 2 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 1

Transcript of Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Page 1: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

memajukan kesejahteraan umum. Tujuan ini menandakan bahwa Negara Indonesia

adalah negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia sebagai negara kesejahteraan

bertanggung jawab untuk pemenuhan kesejahteraan warga negaranya, karena ciri

utama dari negara kesejahteraan adalah munculnya kewajiban negara untuk

mewujudkan kesejahteraan umum bagi warga negaranya1. Munculnya kewajiban

negara tersebut melahirkan hak bagi warga negara untuk memperoleh kesejahteraan.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Negara Indonesia untuk menyejahterakan warga

negaranya adalah melalui jaminan sosial.

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

seluruh warga negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak2.

Hak atas jaminan sosial tersebut diatur dalam Pasal 28 H ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pemenuhan hak atas jaminan sosial

ini menjadi tanggung jawab Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep ini kemudian

diadopsi dan diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut UU SJSN). Berdasarkan undang-

undang ini, pelaksanaan jaminan sosial diwujudkan melalui beberapa program, dan

yang menjadi penyelenggara jaminan sosial tersebut adalah Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS)3. Tenaga Kerja4 juga merupakan warga negara Indonesia yang

berhak mendapat jaminan sosial. Jaminan Sosial yang disediakan untuk tenaga kerja

adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang diatur dalam Undang-Undang

1 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1998, hlm. 11.

2 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.3 Pasal 5 butir 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Yang kini telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, kini dilebur menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

4 Tenaga kerja didefinisikan sebagai setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat, Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

1

Page 2: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut UU

Jamsostek).

Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dikenal sebagai “pahlawan devisa

negara”, pada hakekatnya juga termasuk ke dalam ruang lingkup tenaga kerja pada

umumnya, namun yang membedakannya dengan tenaga kerja pada umumnya adalah

wilayah tempatnya bekerja, yaitu di luar negeri. Hal ini dapat kita lihat dari definisi

TKI itu sendiri yaitu setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk

bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan

menerima upah5. Oleh karena itu, standar jaminan sosial yang seharusnya TKI

dapatkan sebagai hak mereka adalah jaminan sosial yang tersedia bagi para tenaga

kerja, yaitu Jamsostek. Hak atas jaminan sosial ini melekat bagi setiap warga negara

Indonesia di manapun ia berada dan bekerja. Perbedaan wilayah dan yurisdiksi dalam

bekerja tidak dapat menghilangkan hak atas jaminan sosial dan tanggung jawab negara

untuk memenuhinya.

Saat ini TKI mendapatkan suatu bentuk perlindungan berupa sebuah program

asuransi6. Program asuransi ini dinamakan dengan Asuransi Tenaga Kerja Indonesia

(selanjutnya disebut Asuransi TKI). Penyelenggara dari asuransi ini adalah perusahaan

asuransi swasta yang tergabung dalam suatu konsorsium asuransi swasta7. Dalam

tataran pelaksanaan, program Asuransi TKI yang berjalan sekarang ini tidak mampu

memberikan perlindungan kepada TKI. Menurut Jumhur Hidayat, Kepala Badan

Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI),

persoalan utama dari lemahnya perlindungan dari program ini adalah

penyelenggaraannya oleh konsorsium asuransi swasta. Menurut beliau sejauh ini

perusahaan yang menangani Asuransi TKI dinilai hanya berorientasi pada uang premi

sehingga sering mengabaikan hak TKI untuk mendapatkan klaimnya. Beliau

menambahkah bahwa BNP2TKI banyak menerima pengaduan TKI dan keluarganya

setelah kesulitan memproses uang klaim melalui perusahaan yang menangani

Asuransi TKI, yang ternyata tidak mendapat perhatian serius baik saat proses

5 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

6 Hasil wawancara yang dilakukan oleh Delegasi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran untuk Lomba Legislative Drafting Nasional Piala Soediman Kartohadiprodjo III dengan Ketua BNP2TKI, Jumhur Hidayat, pada tanggal 13 Januari 2012.

7 Pasal 1 poin 14 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.07/MEN/V/2010 Tentang Asuransi TKI.

2

Page 3: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

pengajuan atau berupa tindak lanjut pembayaran klaimnya. Dari total 240 miliar

rupiah yang diterima oleh konsorsium asuransi TKI atas pembayaran premi, hanya

sekitar 40 miliar rupiah yang telah diklaim oleh TKI8.

Kenyataan ini sangatlah ironis, mengingat bahwa TKI merupakan tenaga kerja

kita yang bekerja di luar negeri dengan resiko kerja lebih besar dibanding tenaga kerja

yang bekerja di dalam negeri9. Data jumlah kedatangan TKI di Gedung Pendataan

Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (GPK TKI) Selapajang Tangerang pada tahun

2011 menunjukkan bahwa 44.573 dari 309.463 orang TKI mendapat masalah di

negara tempatnya bekerja10.

Mendasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih jauh mengenai jaminan sosial bagi TKI di luar negeri ke

dalam bentuk penulisan paper yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS JAMINAN

SOSIAL BAGI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI”.

B. Identifikasi Masalah

Bagaimana keterkaitan antara hak TKI atas jaminan sosial dengan konsepsi

negara kesejahteraan yang dianut Indonesia?

Bagaimana pengaturan jaminan sosial bagi TKI di luar negeri berdasarkan

peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Ketenagakerjaan?

Bagaimana praktik penyelenggaraan jaminan sosial TKI di luar negeri

dikaitkan dengan program Jamsostek dan Asuransi TKI?

8 Hasil wawancara yang dilakukan oleh Delegasi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran untuk Lomba Legislative Drafting Nasional Piala Soediman Kartohadiprodjo III dengan Ketua BNP2TKI, Jumhur Hidayat, pada tanggal 13 Januari 2012.

9 Ibid.10 Data diperoleh dari Pusat Penelitian Pengambangan dan Informasi Badan Nasional Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesi (Puslitfo BNP2TKI). Data diakses pada 13 Januari 2012 di kantor pusat BNP2TKI Jakarta.

3

Page 4: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

BAB II

TINJAUAN YURIDIS JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA INDONESIA (TKI)

DI LUAR NEGERI

A. Pemenuhan Hak atas Jaminan Sosial bagi TKI sebagai Bentuk Perwujudan

Kewajiban Negara Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Hak atas jaminan sosial pada dasarnya berbicara tentang perlindungan dan

penjaminan ketersediaan kebutuhan hidup demi pemenuhan standar kehidupan yang

layak. Karena itulah hak atas jaminan sosial adalah salah satu bentuk hak asasi

manusia di bidang ekonomi, sosial, budaya11. Hak ini muncul dari sebuah tuntutan

agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang. Negara

dituntut berperan aktif agar hak tersebut terpenuhi dan tersedia. Keterlibatan negara

disini harus menunjukkan tanda positif (+), tidak boleh menunjukan tanda negatif (-),

maka hak ini sering disebut hak positif. Jadi untuk memenuhi hak ini, negara wajib

menyusun dan menjalankan program-program bagi pemenuhan hak tersebut.

Salah satu tujuan negara Indonesia yang terdapat dalam Alinea Keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Hal

ini menjadi bukti nyata bahwa pada dasarnya tujuan para founding fathers adalah

menjadikan negara ini sebagai negara kesejahteraan (welfare state). Dalam sidang

BPUPK (Badan Penyelenggara Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan), para founding

fathers memilih bentuk negara kesejahteraan sebagai jawaban terhadap kondisi bangsa

di masa itu yang dililit kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Jika dikaitkan

dengan paham “negara pengurus” yang dianut Indonesia12, tujuan negara Indonesia

lebih ditekankan pada pencapaian kesejahteraan umum dimana negara justru harus

11 Karel Vasak, seorang ahli hukum Perancis, membantu kita memahami mengenai perkembangan substansi hak-hak asasi manusia dengan membagi hak asasi manusia ke dalam tiga generasi. Generasi pertama menunjuk hak sipil dan politik. Termasuk didalamnya hak hidup, keutuhan jasmani, hak kaebebasan, hak bergerak, hak suaka, dsb. Generasi kedua menunjuk kepada hak ekonomi, sosial, budaya. Termasuk didalamnya hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak ataskesehatan, dsb. Generasi ketiga adalah hak-hak prosedural. Rhona K.M. Smith (ed.), Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008, hlm. 15-16

12 Moh. Hatta dalam Ananda B. Kusuma, Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Sekertariat Negara Republik Indonesia, 2004, hlm 126.

4

Page 5: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

turut campur dalam kehidupan sosial kemasyarakatan13. Hal ini sesuai dengan

konsepsi negara kesejahteraan.

Secara umum konsepsi negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model

ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui

pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam menentukan kebijakan

publik yang kemudian negara memberikan pelayanan sosial secara universal dan

komprehensif kepada warganya. Kranenburg, menyatakan bahwa negara harus secara

aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh

masyarakat secara merata dan seimbang. Jadi, ciri utama dari negara kesejahteraan

adalah munculnya kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi

warga negaranya14. Akibat dari munculnya kewajiban pemerintah tersebut, secara

langsung juga melahirkan hak bagi warga negara untuk memperoleh kesejahteraan.

Meski beresiko menyederhanakan keragaman, sedikitnya ada empat model

negara kesejahteraan yang hingga kini masih beroperasi adalah:

a. Model Universal

Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh

penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai the

Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark

dan Finlandia.

b. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States

Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara

melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan

sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha, dan pekerja

(buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama

kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui

skema asuransi sosial. Model yang dianut oleh Jerman dan Austria ini sering

13 Irving Sewrdlow menyatakan bahwa turut campur negara dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dapat dengan cara: operasi langsung (misalnya menciptakan lapangan kerja), pengendalian langsung (misalnya izin pengiriman TKI), pengendalian tidak langsung (misalnya dengan peraturan perundang-undangan), pemengaruhan langsung (misalnya lewat penyuluhan), pemengaruhan tidak langsung (misalnya dengan pemberian informasi atau penjelasan suatu kebijakan), Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,16-17

14 E. Utrecht, Op.Cit, hlm. 11.5

Page 6: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

disebut sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan

oleh Otto von Bismarck dari Jerman.

c. Model Residual

Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS,

Inggris, Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan

dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung

(disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat

dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada tiga elemen yang menandai model

ini di Inggris: (a) jaminan standar minimum, termasuk pendapatan minimum;

(b) perlindungan sosial pada saat munculnya resiko-resiko; dan (c) pemberian

pelayanan sebaik mungkin. Model ini mirip model universal yang memberikan

pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang

luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan

pelayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal.

Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer

dan efisien.

d. Model Minimal

Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (seperti

Spanyol, Italia, Chile, Brazil) dan Asia (antara lain Korea Selatan, Filipina,

Srilanka). Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk

pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan

sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya

diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang

mampu membayar premi15.

Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial yang di

banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya negara dalam meningkatkan

kesejahteraan warga negaranya, terutama melalui perlindungan sosial16. Perlindungan

sosial disini salah satunya dengan jaminan sosial. Kenneth Thomson dalam

15 Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung, 2005, hlm. 28.

16 Perlindungan sosial (social protection) mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets), Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Social Policy as Public Policy), Edisi II, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 8.

6

Page 7: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Introduction to The Principle Of Social Security, merumuskan jaminan sosial sebagai

berikut17:

“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh

masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa

tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-

peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar

penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan

terhadap konsekuensi ekonomi dan terjadinya peristiwa tersebut serta jaminan untuk

tunjangan keluarga dan anak”.

Pengertian jaminan sosial secara sempit dapat dijumpai pada buku Iman

Soepomo yang merumuskan bahwa jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima

pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan kesalahannya tidak

melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan (income social security)

dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya18. Kata

“pembayaran” dalam definisi Iman Soepomo di atas mengandung makna bahwa

pengertian yang dikemukakan oleh beliau sangatlah sempit, jauh dari apa yang

sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial di Indonesia saat

ini. Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi pekerja/buruh bukan hanya

berupa pembayaran, tetapi juga berupa pelayanan, bantuan, dan sebagainya19.

Tujuan jaminan sosial adalah menjaga dan meningkatkan taraf kehidupan

warga negara dalam menjalani kehidupannya. Ruang lingkup jaminan sosial adalah

sangat luas, antara lain meliputi adanya jaminan pangan, pendidikan, kesehatan,

papan, makan siang di tempat kerja, dana untuk rekreasi guna mengobati stres dan

masih banyak lagi macamnya yang menjamin kesinambungan ekonomi atau

penghasilan seseorang meskipun terjadi suatu resiko pada dirinya. Program jaminan

sosial adalah jaminan yang menjadi bagian dari program jaminan ekonomi suatu

bangsa. Karakteristik dari program jaminan sosial, yaitu:

a. Program jaminan sosial biasanya ditentukan oleh pihak pemerintah sebagai

penyelenggara negara.

17 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 113.18 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1983, hlm. 136.19Zaeni, Asyhadie, Op. Cit, hlm. 114-115.

7

Page 8: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

b. Program jaminan sosial memberikan kepada perorangan dengan pembayaran

tunai sebagai ganti rugi akibat suatu resiko.

c. Pendekatan pelaksanaan program jaminan sosial, yaitu berupa pelayanan

umum, bantuan sosial, dan asuransi sosial.

Jaminan sosial juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan Indonesia

sebagai negara kesejahteraan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan

keadilan sosial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Keadilan

sosial sebagaimana tercantum dalam Sila Kelima Pancasila dan Alinea Keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung konsekuensi bahwa setiap

orang harus diperlakukan secara adil tanpa ada perkecualian, baik di mata hukum

maupun pemerintah, dalam hal pemenuhan hak-haknya. Keadilan sosial berkehendak

mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonesia20. Hak atas

jaminan sosial tersebut diatur dalam Pasal 28 H ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

Pasca Amandemen yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat". Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap orang harus diperlakukan

secara adil tanpa ada perkecualian dalam hal pemenuhan hak atas jaminan sosialnya,

dan pemenuhan hak atas jaminan sosial ini menjadi kewajiban negara sebagaimana

tercantum dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Amandemen

yang menyatakan bahwa, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan”. Tujuan akhir dari pemenuhan hak atas jaminan sosial

adalah terselenggarakannya kesejahteraan umum dan terwujudnya keadilan sosial

berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Indonesia sebenarnya adalah negara kesejahteraan yang menganut model

korporasi, yang mengharuskan negara memberikan jaminan sosial secara merata bagi

seluruh penduduknya, baik kayak maupun miskin, dengan mengikutsertakan

masyarakat dan sektor swasta. Tetapi pada perkembangannya, model negara

kesejahteraan yang dianut Indonesia menjadi bergeser menjadi model minimal, karena

pengeluaran pemerintah untuk jaminan sosial masih rendah dan tidak semua penduduk

mendapatkan jaminan sosial. Misalnya saja TKI. TKI pada dasarnya adalah warga

20 Syaidus Syahar, Pancasila sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung, 1975, hlm 227.

8

Page 9: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

negara Indonesia juga yang berhak mendapatkan jaminan sosial untuk menjamin

kesinambungan ekonomi atau penghasilan TKI tersebut meskipun terjadi suatu resiko

pada dirinya. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan, maka

Negara Indonesia berkewajiban menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar

dari TKI tersebut.

Dengan demikian, jaminan sosial merupakan hak bagi setiap warga negara

Indonesia, termasuk TKI, untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan

keadilan sosial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

B. Analisis terhadap Peraturan Perundang-undangan di Bidang Hukum

Ketenagakerjaan Terkait Jaminan Sosial Bagi TKI

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) mendefinisikan tenaga

kerja sebagai setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat. Berdasarkan definisi di atas, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terkualifikasi

sebagai tenaga kerja, karena TKI bekerja, menghasilkan barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan sendiri, bahkan memberikan remitansi yang besar yang berguna

bagi pembangunan nasional. Yang membedakannya dengan tenaga kerja pada

umumnya adalah wilayah tempatnya bekerja, yaitu di luar negeri.

Pasal 99 UU Ketenagakerjaan selanjutnya mengatur bahwa setiap pekerja/

buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja

(Jamsostek) yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut UU Jamsostek). Pasal 6 ayat (1) UU

Jamsostek menerangkan ruang lingkup program Jamsostek meliputi Jaminan

Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU Jamsostek, untuk pengelolaan program

Jamsostek dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi. Asuransi yang dimaksud

adalah asuransi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut

UU SJSN), yang merupakan suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib

9

Page 10: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi

yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Asuransi sosial tidak bersifat

mencari keuntungan (non-profit oriented). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, salah satu syarat dari program asuransi

sosial adalah penyelenggaranya harus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Penyelenggara program Jamsostek menurut Pasal 25 UU Jamsostek adalah

BUMN. Setelah lahir Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut UU BPJS), kini penyelenggara

Jamsostek dilebur menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri

dari Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),

Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri

(TASPEN), Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia (ASABRI), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi

Kesehatan Indonesia (ASKES).

Berdasarkan Pasal 31 UU Ketenagakerjaan, setiap tenaga kerja mempunyai

hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan

dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Oleh karena itu,

dilaksanakan penempatan tenaga kerja dengan memperhatikan pemerataan

kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program

nasional dan daerah. Penempatan tenaga kerja ini terdiri dari penempatan tenaga kerja

di dalam negeri dan di luar negeri. Pengaturan penempatan tenaga kerja di luar negeri

kemudian didelegasikan ke peraturan perundang-undangan lain yang sederajat, yaitu

Undang-Undang Nomor 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar

Negeri (UU PPTKILN). Sesuai namanya, undang-undang ini tidak hanya mengatur

penempatan, tetapi juga perlindungan bagi TKI yang berada di luar negeri. Pasal 1

butir 1 UU PPTKILN mendefinisikan TKI sebagai setiap warga negara Indonesia

yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk

jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Oleh karena itu, TKI juga seharusnya

mendapatkan jaminan sosial dengan mekanisme asuransi sosial sebagai bentuk

perlindungan dari negara terhadap tenaga kerjanya.

Pasal 68 UU PPTKILN menyatakan bahwa pelaksana penempatan TKI swasta

wajib mengikutsertakan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri dalam program

10

Page 11: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

asuransi. Jenis program asuransi yang wajib diikuti oleh TKI tersebut diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Menteri, yang dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.07/MEN/V/2010 Tentang Asuransi TKI

(selanjutnya disebut Permen Asuransi TKI). Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Permen

Asuransi TKI ini, TKI mendapatkan program Asuransi TKI, yaitu program asuransi

yang diberikan kepada calon TKI/TKI yang meliputi pra penempatan, masa

penempatan, dan purna penempatan di luar negeri dalam hal terjadi risiko-risiko yang

diatur dalam Peraturan Menteri ini. Risiko-risiko dimaksud tercantum dalam Pasal 23

Permen Asuransi TKI, meliputi:

Pra Penempatan Masa Penempatan Purna Penempatam

a. risiko meninggal dunia;

b. risiko sakit dan cacat;

c. risiko kecelakaan;

d. risiko gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI;dan

e. risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/ pelecehan seksual.

a. risiko gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI;

b. risiko meninggal dunia; c. risiko sakit dan cacat; d. risiko kecelakaan di dalam dan di luar jam

kerja; e. risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

secara perseorangan maupun massal sebelum berakhirnya perjanjian kerja;

f. risiko upah tidak dibayar; g. risiko pemulangan TKI bermasalah; h. risiko menghadapi masalah hukum; i. risiko tindak kekerasan fisik dan

pemerkosaan/pelecehan seksual; j. risiko hilangnya akal budi;dan k. risiko yang terjadi dalam hal TKI

dipindahkan ke tempat kerja/tempat lain yang tidak sesuai dengan perjanjian penempatan.

a. risiko kematian; b. risiko sakit; c. risiko kecelakaan;dan d. risiko kerugian atas

tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke daerah asal, seperti risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual dan risiko kerugian harta benda

Pasal 1 angka 4 Permen Asuransi TKI menyatakan bahwa penyelenggara

program Asuransi TKI adalah perusahaan asuransi swasta yang telah mendapat izin

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam menyelenggarakan Asuransi TKI

tersebut, perusahaan-perusahaan asuransi ini kemudian dapat bergabung membentuk

suatu konsorsium asuransi swasta.

Asuransi TKI ini pada hakikatnya bukan merupakan jaminan sosial. Jaminan

sosial didasarkan pada prinsip asuransi sosial yang dimaksudkan dalam skema Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan oleh negara (dalam hal ini

BPJS). Sedangkan Asuransi TKI didasarkan pada prinsip asuransi komersil yang

bersifat mencari keuntungan (profit oriented) yang diselenggarakan oleh konsorsium

asuransi swasta. Konsorsium asuransi swasta ini mencari keuntungan sebesar-11

Page 12: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

besarnya, terbukti dari tingkat klaim Asuransi TKI tidak sampai 5 persen dari jumlah

peserta. Dengan demikian, perlindungan yang didapat TKI saat ini, yaitu Asuransi

TKI, bukanlah jaminan sosial yang sepatutnya tenaga kerja dapatkan. Asuransi TKI ini

pun belum dapat memberikan perlindungan secara menyeluruh kepada TKI.

Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa terdapat ketidaksinkronan

antara perlindungan yang seharusnya didapat TKI sebagai tenaga kerja sebagaimana

dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan, UU Jamsostek, dan UU SJSN, yaitu jaminan

sosial yang berprinsip asuransi sosial dan diselenggarakan oleh negara (dalam hal ini

BPJS), dengan perlindungan bagi TKI yang saat ini didapat berdasarkan Permen

Asuransi TKI sebagai peraturan pelaksana dari UU PPTKILN, yaitu Asuransi TKI

yang berprinsip asuransi komersil dan diselenggarakan oleh konsorsium asuransi

swasta.

C. Permasalahan dalam Praktik Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri Terkait Program Jamsostek dan Asuransi TKI

Terdapat suatu gejala bahwa banyaknya jumlah tenaga kerja Indonesia di luar

negeri diakibatkan negara belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang

memadai bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga mereka berusaha memenuhi

kebutuhan hidup dasarnya yang layak dengan mencari pekerjaan di negara-negara

tetangga. Hal ini dibuktikan dengan data sebagai berikut:

TABEL 1.121

Pengganggur Terbuka Nasional menurut Golongan Umur dan Pendidikan

Februari Tahun 2011

Golongan

Umur

Pendidikan

Jumlah

≤ SD SMTPSMTA

Umum

SMTA

Kejuruan

Diploma

I/II/III/

Akademi

Universitas

Jumlah 1,920,971 1,803,009 2,264,803 1,081,674 434,457 612,717 8,117,631

Prosentas

e23.66 22.21 27.90 13.32 5.35 7.55 100

21 BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Februari 2011 diolah Pusdatinaker.12

Page 13: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

TABEL 1.222

Prosentase Penempatan TKI Terhadap Angka Penggangguran

Tahun 2011

No. Provinsi

Angka

Pengangguran

(JML)

Penempatan

TKI (JML)

Prosentase

penempatan TKI

Terhadap Angka

Pengangguran (%)

1. Naggroe Aceh Darussalam 171,050 1,258 0.7

2. Sumatera Utara 460,616 12,398 2.7

3. Sumatera Barat 162,490 849 0.5

4. Riau 185,909 492 0.3

5. Jambi 58,797 575 1.0

6. Sumatera Selatan 228,084 1,725 0.8

7. Bengkulu 30,453 422 1.4

8. Lampung 201,483 17,790 8.8

9. Kepulauan Bangka Belitung 19,716 223 1.1

10. Kepulauan Riau 58,883 628 1.1

11. D.K.I Jakarta 542,709 18,204 3.4

12. Jawa Barat 1,982,448 145,012 7.3

13. Jawa Tengah 1,042,496 122,814 11.8

14. D.I. Yogyakarta 107,115 3,709 3.5

15. Jawa Timur 845,647 110,497 13.1

16. Banten 697,083 27,963 4.0

17. Bali 65,604 15,056 22.9

18. Nusa Tenggara Barat 116,412 72,846 62.6

19. Nusa Tenggara Timur 59,655 7,106 11.9

20. Kalimatan Barat 112,525 1,435 1.3

21. Kalimantan Tengah 41,595 107 0.3

22. Kalimantan Selatan 103,501 1,062 1.0

23. Kalimantan Timur 174,807 655 0.4

24. Sulawesi Utara 98,232 1,176 1.2

25. Sulawesi Tengah 55,812 986 1.8

26. Sulawesi Selatan 243,021 13,911 5.7

27. Sulawesi Tenggara 46,232 979 2.1

28. Gorontalo 21,120 51 0.2

29. Sulawesi Barat 15,506 516 3.3

30. Maluku 53,490 461 0.9

31. Maluku Utara 26,836 45 0.2

32. Papua Barat 30,422 58 0.2

33. Papua 57,882 72 0.1

22 Ibid.13

Page 14: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Jumlah 8,117,631 581,081 7,2

Melihat data-data tersebut di atas, hal ini menjadi suatu pekerjaan besar bagi

pemerintah untuk dapat memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia.

Keadaan semacam ini menimbulkan suatu konsekuensi bahwa Pemerintah harus

mampu memberikan perlindungan serta pemenuhan akan jaminan hak-hak dasar

daripada TKI itu sendiri. TKI sebagai salah satu unsur dari tenaga kerja yang memiliki

peranan yang penting dalam pembangunan nasional tentunya berhak untuk

memperoleh Jaminan Sosial dalam rangka memberikan kesejahteraan bagi

kehidupannya meskipun ia berada di luar wilayah Indonesia. Peranan penting yang

diberikan TKI dalam pembangunan nasional berupa sumbangan devisa negara melalui

remitansi sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini:

TABEL 223

REMITANSI TKI (Periode 2006-2011)

NO TAHUN REMITANSI ( X US$ 1 Miliar)

1. 2006 5.56

2. 2007 6.00

3. 2008 6.52

4. 2009 6.62

6. 2010 6.74

7. 2011 6.73

Berikut ini akan dijabarkan mengenai permasalahan dalam praktik

penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja indonesia di luar negeri terkait program

Jamsostek dan Asuransi TKI.

Pertama, praktik penyelenggaraan Jamsostek belum mampu menjangkau TKI

saat ini. Secara keseluruhan, sistem perlindungan sosial Indonesia dicirikan oleh

kombinasi jaminan sosial, yang bertindak sebagai inti sistem dari masyarakat, juga

program-program sosial pro-masyarakat miskin yang ditargetkan untuk rumah tangga

yang menambah skema jaminan sosial. Skema jaminan sosial mencakup pegawai

pemerintah, militer dan personil polisi, serta bagian dari tenaga kerja formal di sektor

swasta. Sebagian besar mereka yang dijamin dengan jaminan sosial termasuk dalam

23 Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi (Puslitfo BNP2TKI).14

Page 15: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

golongan tenaga kerja Indonesia yang relatif cukup mampu. Secara umum, sistem

perlindungan sosial di Indonesia sebagian besar meninggalkan para tenaga kerja yang

berada digolongan menengah dari distribusi pendapatan. Lebih jauh, tenaga kerja

sektor informal yang miskin, yang tidak berada dalam kemiskinan ekstrim serta para

TKI yang berada di luar negeri atau bisa kita sebut dengan tenaga kerja migran, sering

mendapati diri mereka tidak terlindungi oleh skema jaminan sosial ataupun menjadi

target dari program sosial yang memberikan manfaat bagi golongan penghasilan

terendah.

Dalam konteks internasional, terdapat instrumen hukum berupa konvensi

internasional yang beberapa diantaranya telah diratifikasi oleh Indonesia. Dalam hal

ini perlu digaris bawahi bahwa ada atau tidaknya konvensi tersebut, hak itu harus tetap

dijamin. Pemerintah memiliki tiga kewajiban terhadap hak asasi manusia, yaitu untuk

menghormati (to respect), untuk melindungi (to protect), dan untuk memenuhi (to

fulfil)24. Dalam pembahasan tentang ICESCR, Matthew Craven25 menjabarkan

semacam indikator terhadap terpenuhinya hak-hak atas pekerjaan. Indikator yang

dimaksud antara lain adalah 1) upah minimum; 2) upah yang layak dan setara; 3)

kehidupan yang layak; 4) kondisi keselamatan dan kesehatan kerja; 5) kesetaraan

kesempatan terhadap promosi karir; dan 6) hak beristirahat, berlibur, dan pembatasan

jam kerja yang berasalan (rasional). Hak-hak tersebut mungkin saja dapat sepenuhnya

tercapai bagi pekerja formal. Namun, menjadi sulit untuk seluruhnya dipenuhi jika

diterapkan pada pekerja non formal, seperti pekerja pembantu rumah tangga. Oleh

karena itu, masih ada tantangan dalam memperluas cakupan perlindungan sosial.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) melindungi sebagian kecil tenaga

kerja sektor swasta terhadap resiko-resiko usia lanjut, cedera akibat kerja, kesehatan,

dan kematian. Namun, lagi-lagi di dalam sistem perlindungan tenaga kerja ini para

TKI tidak terlindungi. Padahal Jamsostek diharapkan dapat melindungi para tenaga

kerja dalam perusahaan yang memiliki 10 tenaga kerja atau lebih yang penghasilannya

lebih dari Rp 1 juta (90 dolar Amerika Serikat). Usia pensiun untuk dana jaminan

sosial ini adalah 55 tahun. Jaminan kesehatan melindungi suami/istri dan hingga tiga

orang anak dibawah usia 22 tahun dari pekerja yang diasuransikan. Pengusaha yang

memberi jaminan kesehatan yang lebih unggul tidak harus berkontribusi terhadap

24 Idem, hlm. 162.25 Idem, hlm165.

15

Page 16: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

premi asuransi kesehatan Jamsostek. Untuk tenaga kerja sektor publik, ada tiga skema

yang menjamin pegawai negeri, polisi, dan anggota militer (tabel 3.1). Sedangkan

untuk pekerja lainnya, sebagian besar masih tidak terlindungi oleh skema jaminan

sosial. Bahkan, sekitar 83 persen tenaga kerja tidak dilindungi oleh jaminan sosial

(usia tua, cedera dan kematian akibat kerja).26 Perlindungan kesehatan lebih tinggi,

sebesar 46 persen berkat penyediaan perawatan kesehatan bagi masyarakat miskin

yang didanai pajak (Jaminan Kesehatan Masyarakat/Jamkesmas)27.

TABEL 3.128

Skema Jaminan Target Perlindungan resiko

Jaminan Sosial Tenaga kerja sektor formalTabungan hari tua, cedera akibat kerja,

kesehatan, dan tunjangan kematian

Taspen Pegawai NegeriPensiun (usia lanjut, cacat, janda/duda dari

penerima pensiun, dan kecelakaan tenaga kerja)

AskesPegawai negeri dan

Pensiunan polisi dan militerTunjangan kesehatan

Asabri Militer dan Polisi Pensiun dan tunjangan kematian

Catatan: Beberapa laporan menggolongkan Jamkesmas (Sebelumnya dikenal sebagai Askeskin)

sebagai jaminan sosial. Laporan ini mengelompokkan skema jaminan tersebut sebagai program sosial

yang menargetkan rumah tangga karena merupakan perawatan kesehatan yang didanai pajak bagi

masyarakat kurang mampu.

TABEL 3.229

Angka Kontribusi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

  Besarnya kontribusi (berdasarkan persentase gaji/upah tetap)Dibayar oleh perusahaan Dibayar oleh tenaga kerja

Cedera Akibat Kerja 0,24-1,74%*

Tunjangan Kematian 0,3%  

Tabungan Hari tua 3,7% 2%

Perawatan Kesehatan 3,0%  

* Besarnya persentase bergantung pekerjaan**Maksimal Rp. 60.000/bulan untuk tenaga kerja yang menikah dan Rp. 30.000 untuk tenaga kerja

yang belum menikah

Adapun kemudian terkait perlindungan sosial tersebut harus kita lihat, fitur

penting dari anggaran perlindungan sosial adalah fleksibilitasnya. Dengan kata lain,

pemerintah menyesuaikan anggaran sesuai dengan kebutuhan. Gambar 4.1 dengan

26 ILO, Social Security in Indonesia: Advancing the Development Agenda, Jakarta, 2008. 27 DJSN, National Social Security Council, Jakarta, 2010.28 ILO, Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2010: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi

Menjadi Penciptaan Lapangan Pekerjaan, Jakarta, 2011.29 PwC, Indonesian Pocket Tax Book, Jakarta, 2010.

16

Page 17: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

jelas menunjukkan peningkatan pengeluaran untuk perlindungan sosial di tahun 2006

dan 2008 seiring dengan usaha pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan harga

bahan bakar di tahun 2005 dan resesi global yang berawal ditahun 2008. Secara

umum, pengeluaran untuk perlindungan sosial telah mengalami tren ekspansif, dengan

terus melakukan peningkatan yang terus-menerus dalam pengeluaran untuk

perlindungan sosial ini, namun sampai dengan saat ini Indonesia masih tertinggal

dibandingkan negara-negara tetangga dalam hal komitmen negara pada perlindungan

sosial (Gambar 4.2). Karenanya, masih ada ruang untuk mengeksplorasi lebih jauh

ekspansi fiskal bagi perlindungan sosial khususnya dalam hal jaminan sosial bagi TKI.

GAMBAR 4.130

Pengeluaran untuk Perlindungan Sosial (berdasarkan PDB, 2004-2008)

2004 2005 2006 2007 200801234567

GAMBAR 4.231

Pengeluaran Negara untuk Jaminan Sosial (Berdasarkan PDB, Data tahun terakhir)

LaosIndonesiaKambojaFilipinaIndia

ThailandVietnamMalaysia

Korea

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Kedua, pelaksanaan program perlindungan TKI yang diberikan negara berupa

Asuransi TKI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004

tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, belum dapat dilaksanakan

secara maksimal dan menyeluruh. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam praktiknya,

30 Bank Dunia dan Sekretariat ASEAN, Country report of the ASEAN Assessment on The Social Impact of The Global Financial Crisis: Indonesia, Jakarta 2011.

31 ILO, World Social Security Report 2010/2011, Jakarta 2011.

17

pengeluaran yang ditargetkan bagi rumah tangga

pengeluaran yang ditargetkan bagi masyarakat

Page 18: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Asuransi TKI yang diperoleh oleh TKI ternyata tidak sesuai dengan jaminan sosial

yang seharusnya diperoleh TKI sebagai warga negara Indonesia sebagaimana yang

dimaksud dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh warga negara

Indonesia. Maka, asuransi yang seharusnya didapatkan oleh TKI adalah asuransi sosial

sebagai bentuk jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Artinya

adalah pemerintah harus turut serta terhadap berbagai macam aspek pengelolaan

asuransi. Perbedaan prinsip yang digunakan mengakibatkan perbedaan pelaksanaan

asuransi. Hal ini ditandai dengan pengelolaan asuransi TKI yang dilakukan oleh pihak

swasta yaitu konsorsium asuransi TKI bukan oleh negara secara langsung yang

pembiyaannya itu dibebankan kepada penyalur tenaga kerja Indonesia swasta

(PPTKIS) senilai Rp 400.000,00 yang terdiri dari Rp 50.000,00 untuk asuransi pra

penempatan, Rp 300.000,00 untuk asuransi penempatan (2 tahun kontrak kerja), dan

Rp 50.000,00 untuk asuransi purna penempatan sebesar Rp 50.000,- (TKI sampai di

Indonesia)32.

Dalam praktiknya pelaksanaan dari Asuransi TKI banyak terjadi

penyimpangan-penyimpangan seperti pada proses penunjukkan dan pelaksanaan

perlindungan oleh satu-satu konsorsium proteksi TKI yang dilakukan oleh perusahaan

swasta yang pada dasarnya bukan penyelnggara dari jaminan sosial, pemungutan uang

premi kepada TKI, tidak diperolehnya polis asuransi atas pembayaran premi yang

dilakukan oleh PPTKIS bagi para TKI yang bersangkutan yang mengakibatkan para

TKI susah untuk melakukan klaim asuransi33.

Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh TKI di luar negeri seperti

pemutusan hubungan kerja, gaji tidak dibayar, penganiayaan, kematian, sakit dan

sebagainya menunjukkan bahwa pelaksanaan program asuransi TKI belum dapat

dilaksanakan secara maksimal. Berikut ini adalah data-data kasus yang dialami oleh

TKI:

TABEL 5.1

Data Kasus yang Sering Menimpa TKI di Luar Negeri

32 Taufik Rachman dan Prima Resti, “Asuransi TKI Dibayar oleh Penyalur TKI” dimuat dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/06/15/lmua42c-asuransi-tki-dibayar-oleh-penyalur-tki, tanggal 15 Ju ni 2011 diunduh pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 11.45 WIB.

33 Pusat Sumber Daya Buruh Migran, “Kontroversi Asuransi TKI Harus Dituntankan” dikutip dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/132498, tanggal 18 Januari 2011 yang dimuat pada http://www.buruhmigran.or.id/2011/01/kontroversi-asuransi-tki-harus-dituntaskan/, diunduh pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 12.04 WIB.

18

Page 19: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

No Jenis Kasus Jumlah Kasus

1 PHK secara sepihak 19.429

2 Sakit bawaan 9.378

3 Sakit akibat bekerja 5.510

4 Gaji tidak dibayar 3.550

5 Penganiayaan 2.952

Jumlah kasus tersebut dilihat dari jumlah TKI Indonesia di berbagai negara

tujuan sepanjang tahun 2010 yaitu:

TABEL 5.2

Data Jumlah TKI di Luar Negeri Tahun 2010

No Negara Jumlah TKI

1 Malaysia 1.200.000 orang

2 Arab Saudi 927.500 orang

3 Taiwan 130.000 orang

4 Hongkong 120.000 orang

5 Singapura 80.150 orang

6 Kuwait 61.000 orang

7 UEA 51.350 orang

8 Brunei Darussalam 40.450 orang

9 Yordania 38.000 orang

10 Qatar 24.586 orang

11 Bahrain 6.500 orang

12 Jepang -

13 Syria -

14 Libya -

15 Korea Selatan -

TABEL 5.3

Data TKI Versi Menakertrnas

Tujuan Jumlah

Malaysia 1.200.000

Arab Saudi 927.000

19

Page 20: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Taiwan 130.000

Hongkong 120.000

Singapura 80.150

Kuwait 61.000

Uni Emirat Arab 51.350

Brunei Darussalam 40.450

Yordania 38.000

Bahrain 6.500

Selain itu juga sepanjang tahun 2011 kasus berkenaan dengan TKI semakin

bertambah yaitu akhir tahun 2011 terdapat 417 TKI Indonesia yang terancam

hukuman mati baik di Malaysia, Arab Saudi, Singapura, dan China dan 32 orang

diantaranya telah di vonis hukuman mati hal itu dijelaskan oleh Direktur Eksekutif

Migrant Care Anis Hidayah pada tanggal 18 Desember 2011, berdasarkan hasil

Monitoring Migrant Care kasus-kasus yang terjadi berkenaan dengan TKI adalah

sebagai berikut34:

TABEL 5.4

Data Kasus yang Menimpa TKI di Luar Negeri Sepanjang Tahun 2011

No Jenis Kasus Jumlah Kasus

1. Hukuman Mati 417

2 Over syaters di arab Saudi 27.348

3 Kekerasan fisik 3.070

4 Kekerasan seksual 1.234

5 Meninggal Dunia 1.203

6. Gaji tidak dibayar 14.074

7. Terancam deportasi dari Malaysia 150.000

8. TKI bermasalah di penampungan perwakilan

luar negeri

21.823

TABEL 5.535

34 Anggi Kusumadewi, Ronito Kartika Suryani, “Migrant Care: 417 TKI Terancam Hukuman Mati” , dimuat dalam http://nasional.vivanews.com/news/read/273028-migrant-care--417-tki-terancam-hukuman-mati, 28 Desember 2011, diakses pada tanggal 28 Desember 2011, Pukul 14.21.37.

35 Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi (Puslitfo BNP2TKI)20

Page 21: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Pelayanan TKI Bermasalah di GPK-TKI Selapajang Tangerang Sepanjang

Tahun 2011

No Jenis Masalah Jumlah

1. PHK Sepihak 11.804

2. Sakit akibat kerja 7.263

3. Gaji tidak dibayar 1.723

4. Penganiayaan 2.137

5. Pelecehan seksual 2.186

6. Dokumen tidak lengkap 1.454

7. Sakit Bawaan 2.328

8. Majikan bermasalah 9.695

9. Pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian kerja 744

10. Kecelakaan kerja 732

11. Majikan meninggal 633

12. TKI hamil 531

13. Komunikasi tidak lancer 415

14. Tidak mampu bekerja 290

15. Membawa anak 402

16. Lain-lain 2.095

TOTAL 44.573

Tabel berikut merupakan deskripsi singkat hasil penelitian suatu lembaga

swadaya masyarakat, Fahmina, yang mensinyalir unsur-unsur perdagangan manusia

dalam arus TKI.

TABEL 636

Praktik-Praktik Perdagangan dan Eksploitasi dalam Sistem Ekspor TKI

Tahap Unsur-Unsur Perdagangan Manusia yang

Diketahui

Pelaku

Perekrutan Informasi tidak benar terhadap pekerjaan

Pemalsuan dokumen resmi (KTP,

paspor, izin keluarga)

Calo

PJTKI

Kepala Desa

36 Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Cirebon terkait dengan perlindungan TKI dan Keluarganya, Sorum Warga Buruh Migran (FWBMI)-Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) 2007 dalam Inna Junaenah, “Dimensi-Dimensi Kewajiban Negara Terhadap Hak-Hak Pekerja Migran” dalam Butir-Butir Pemikiran Dalam rangka Purna Bakti Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H, Pusat Studi Kebijakan Negara FH UNPAD, Bandung, 2009, hlm158-159.

21

Page 22: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

Pungutan Liar/Penjeratan utang Pegawai Imigrasi

Pra

Keberang-

katan

Pembatasan kebebasan bergerak

Pelecehan dan kekerasan seksual

Penjeratan utang

PJTKI

Manajemen Pusat

Pemerintah Setempat

Di Negara

Tujuan

Kondisi atau jenis pekerjaan tidak sesuai

kontrak dan/atau perjanjian lisan dengan

buruh, antara lain ditempatkan di rumah

bordil

Buruh ditugaskan dimajikan baru di

negara penerima tanpa persetujuannya,

dan dalam beberapa kasus dengan

pemaksaan dan kekerasan fisik, antara

lain untuk prostitusi

Kekerasan fisik, psikis, dan seksual

Penyekapan Ilegal

Penahanan identifikasi dan dokumen

imigrasi

Penjeratan utang

Upah dipotong atau tidak di bayar

Majikan

Agen Penempatan

Pegawai kedutaan

Pegwai imigrasi

Polisi

Pada

waktu

kembali

Pengelabuan, pemerasan, dan

pelecehan seksual pada waktu tiba di

bandara atau tempat transit sarana

transportasi

Pegawai Pemerintah

Polisi

Otoritas Bandara

Calo

Mafia/preman

Ketiga, rendahnya kapasitas TKI yang bekerja di luar negeri. Indonesia

bagaimanapun, tertinggal jauh di belakang saingan regional dalam hal pencapaian

pendidikan angkatan kerja. TKI yang bekerja di luar negeri baik pekerja formal

maupun informal pada tahun 2011 berjumlah 6 juta TKI (Sumber BNP2TK, namun

yang terdaftar hanya 50%). TKI tersebut tersebar ke 42 negara yang berasal dari 392

kabupaten/kota dari 500 kabupaten/kota dengan remitansi sebesar Rp. 100 Trilyun per

tahun dan 60% pekerja di sektor informal. Dengan hanya 27,1 persen tenaga kerja

memiliki pendidikan sekunder ke atas, tingkat ketrampilan pekerja Indonesia

tertinggal dibandingkan para pesaingnya di wilayah ini.

22

Page 23: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

TABEL 5

Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan (2007, %)

0 10 20 30 40 50 60

SingapuraFilipinaMalaysiaKoreaIndonesia

Hal inilah yang juga menjadi salah satu penyebab tingginya masalah TKI di

luar negeri. Pendidikan yang rendah dan keterampilan yang rendah ditambah dengan

kemampuan berbahasa yang tidak memadai mengakibatkan banyaknya tindakan

kekerasan yang dialami oleh TKI. Sehingga, posisi tawar dari TKI sangatlah rendah di

mata pemberi kerja. Mereka adalah subjek yang sarat akan tidak terlindunginya oleh

hukum. Masa pra penempatan TKI yang seharusnya diisi dengan berbagai macam

pembekalan cenderung tidak didapatkan oleh para TKI.

Tantangan khusus dalam pengembangan keterampilan adalah jarak waktu

antara pendidikan dan/atau pelatihan keterampilan dengan titik ketika keterampilan

tersebut tersedia untuk aktivitas ekonomi. Setiap pekerjaan membutuhkan sejumlah

keterampilan tertentu dan membutuhkan pelatihan bertahun-tahun untuk

menguasainya. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan bahwa pelatihan pada masa pra

penempatan TKI tidaklah cukup untuk meningkatan sumber daya manusia (TKI).

Lebih dari itu, pemerintah harus melaksanakan program pendidikan yang baik agar

masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan masyarakat dari berbagai negara di dunia

dan tentunya TKI dapat memiliki posisi tawar yang tinggi di masyarakat internasional.

Keempat, faktor pembiayaan jaminan sosial, akses jaringan komunikasi TKI

dengan pihak Indonesia, dan juga perbedaan batas wilayah negara serta tidak adanya

suatu lembaga yang disediakan untuk mengatur masalah penyelenggaraan jaminan

sosial bagi TKI di Luar Negeri yang langsung bekerja sama dengan organ yang ada di

negara tujuan penerima TKI menyebabkan Negara menjadi sulit memberikan akses

pemenuhan jaminan sosial yang bersifat nasional bagi mereka. Hal tersebut

menunjukkan tidak harmonisnya komitmen dari berbagai pihak untuk menerapkan

Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia yaitu tidak dilandasi dengan konsistensi

23

Page 24: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

untuk melaksanakan komitmen tersebut baik dari sisi Peran pemerintah, inisiatif

DPR/MPR, komitmen dan konsistensi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional serta

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan moral force dari masyarakat37.

BAB III

37 Pusat Sumber Daya Buruh Migran, “Kontroversi Asuransi TKI harus dituntankan” Ibid.24

Page 25: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara Indonesia adalah negara kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan konsep

“negara pengurus” yang digagas Moh. Hatta yang dalam pencapaian

kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial masyarakatnya

berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, negara harus turut

campur dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Indonesia sebenarnya adalah

negara kesejahteraan yang menganut model korporasi, yang mengharuskan

negara memberikan jaminan sosial secara merata bagi seluruh penduduknya,

baik kayak maupun miskin, dengan mengikutsertakan masyarakat dan sektor

swasta. Tetapi pada perkembangannya, model negara kesejahteraan yang

dianut Indonesia menjadi bergeser menjadi model minimal, karena

pengeluaran pemerintah untuk jaminan sosial masih rendah dan tidak semua

penduduk mendapatkan jaminan sosial. Misalnya saja TKI. TKI pada dasarnya

adalah warga negara Indonesia juga yang berdasarkan Pasal 28H ayat (3) UUD

1945 berhak mendapatkan jaminan sosial untuk menjamin kesinambungan

ekonomi atau penghasilan TKI tersebut meskipun terjadi suatu resiko pada

dirinya. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan, maka

Negara Indonesia berkewajiban menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan

dasar dari TKI tersebut, sebagimana tercantum pada Pasal 34 ayat (2) UUD

1945. Pemenuhan hak TKI atas jaminan sosial merupakan bentuk perwujudan

Negara Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan.

Adanya Asuransi TKI sebagai bentuk perlindungan bagi TKI bukanlah

jawaban yang tepat. Asuransi TKI bukan merupakan program jaminan sosial

yang dijalankan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam UU Jamsostek dan

UU SJSN, karena tidak menggunakan prinsip asuransi sosial, tetapi asuransi

komersil, dan bukan dijalankan oleh BPJS, melainkan konsorsium asuransi

TKI, sehingga yang menjadi tujuan utamanya adalah mencari keuntungan.

Padahal TKI terkualifikasi sebagai tenaga kerja dan juga merupakan warga

negara Indonesia yang berhak atas jaminan sosial untuk memajukan

kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial berdasarkan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Pancasila. Pelaksanaan

25

Page 26: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

program perlindungan TKI yang selama ini dijalankan pun belum mampu

memberikan jaminan sosial bagi TKI secara komperhensif.

Terbatasnya lapangan pekerjaan di dalam negeri, menyebabkan banyak WNI

memilih menjadi TKI di luar negeri. Mengingat remitansi yang diberikan TKI

merupakan sumbangan yang besar bagi devisa negara, selayaknya TKI

mendapatkan jaminan sosial juga sebagaimana tenaga kerja Indonesia yang

bekerja di Indonesia. Akan tetapi, muncul beberapa permasalahan dalam

praktik penyelenggaraan jaminan sosial TKI di luar negeri terkait program

Jamsostek dan Asuransi TKI sebagai berikut: Pertama, praktik

penyelenggaraan Jamsostek saat ini, hanya mampu menjangkau pegawai

pemerintah, militer dan personil polisi, serta melindungi sebagian kecil tenaga

kerja sektor swasta terhadap risiko-risiko usia lanjut, cedera akibat kerja,

kesehatan, dan kematian. Jamsostek belum mampu menjangkau TKI. Kedua,

pelaksanaan program perlindungan TKI yang diberikan negara berupa

Asuransi TKI, belum dapat dilaksanakan secara maksimal dan menyeluruh,

terbukti dari banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh TKI di luar negeri

seperti pemutusan hubungan kerja, gaji tidak dibayar, penganiayaan, kematian,

sakit dan sebagainya. Hal ini dikarenakan Asuransi TKI tidak sesuai dengan

prinsip asuransi sosial yang seharusnya melandasi jaminan sosial bagi TKI.

Ketiga, rendahnya kapasitas TKI yang bekerja di luar negeri dalam hal

pencapaian pendidikan angkatan kerja. Keempat, faktor pembiayaan jaminan

sosial, akses jaringan komunikasi TKI dengan pihak Indonesia, dan juga

perbedaan batas wilayah negara serta tidak adanya suatu lembaga yang

disediakan untuk mengatur masalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi TKI

di luar negeri yang langsung bekerja sama dengan organ yang ada di negara

tujuan penerima TKI, menyebabkan negara menjadi sulit memberikan akses

pemenuhan jaminan sosial yang bersifat nasional bagi mereka.

B. Saran

Untuk mengatasi agar tidak terjadi kesenjangan dan demi mewujudkan

masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur, sudah sepatutnya dibentuk

suatu peraturan berbentuk undang-undang yang berfungsi sebagai dasar hukum

adanya suatu jaminan sosial bagi TKI di luar negeri. Hal ini menjadi suatu urgensi

26

Page 27: Jaminan Sosial Bagi Tki Di Luar Negeri

karena begitu banyak masalah TKI di luar negeri dan di dalam masalah tersebut

tergambar bahwa pemerintah belum memberikan suatu perlindungan dan jaminan

sosial bagi TKI di luar negeri secara maksimal dan konsisten. Undang-undang ini

nantinya harus terintegrasi ke dalam skema SJSN, sehingga TKI sebagai tenaga kerja

akan mendapatkan jaminan sosial sebagaimana tenaga kerja pada umumnya.

27