Diplomasi TKI (Tugas)
Click here to load reader
-
Upload
andhik-beni-saputra -
Category
Documents
-
view
1.239 -
download
0
Transcript of Diplomasi TKI (Tugas)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sungguh benar pernyataan bahwa globalisasi dunia telah menyebabkan batas
antar negara menjadi semakin kabur dan selanjutnya menyebabkan pergerakan orang
dari satu negara menuju negara lainnya menjadi lebih mudah. Hal ini juga dirasakan
oleh Indonesia, dimana migrasi WNI secara besar ke luar negeri, baik untuk tujuan
bekerja, rekreasi, ibadah, menempuh pendidikan maupun untuk tujuan lainnya
semakin meningkat. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa salah satu tujuan
migrasi WNI ke luar negeri adalah untuk bekerja sebagai seorang profesional disektor
formal maupun sebagai seorang pekerja kasar disektor informal.
Dalam konteks internasional, Indonesia merupakan salah satu negara pengirim
tenaga kerja migran terbesar di Asia. Mobilitas tenaga kerja antar negara telah
menjadi suatu fenomena yang umum terjadi pada saat ini. Adapun negara tujuan
utama bagi Tenaga Kerja Indonesia adalah Arab Saudi, Malaysia, Singapura Hong
Kong, Taiwan, dan Jepang. Bagi Tenaga Kerja Indonesia, Malaysia merupakan salah
satu negara tujuan kerja yang cukup diminati. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh
dengan Indonesia, adanya persamaan bahasa dan budaya, upah yang akan diperoleh
TKI di Malaysia juga cukup menggiurkan.
Namun, berbagai permasalahan yang dihadapi oleh TKI seperti razia yang
dilakukan oleh aparat keamanan Malaysia, penyiksaan oleh majikan hingga tewasnya
TKI merupakan serangkaian masalah yang cukup sulit untuk diselesaikan bahkan
terkadang sampai menimbulkan ketegangan bagi hubungan diplomatik Indonesia-
Malaysia. Atas dasar uraian singkat tersebut maka dalam tulisan ini akan dipaparkan
mengenai akar permasalah TKI di Malaysia dimulai dari pemberangkatan hingga
penempatan kerja, serta upaya-upaya diplomasi pemerintah Indonesia terhadap
Malaysia mengenai masalah TKI.
1
1.2 Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Diplomasi Indonesia
2. Menjelaskan tentang proses pengiriman TKI ke luar negeri.
3. Memberikan gambaran tentang berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
TKI di Malaysia.
4. Memberikan suatu gambaran umum mengenai perlindungan TKI dan
diplomasi Indonesia.
1.3 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah dengan
mencari dan mengumpulkan bahan dari sumber-sumber buku yang relavan dengan
pokok pembahasan dan juga melalui berbagai situs internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mewujudkan sebuah makalah yang sistematis dan menarik untuk
dicermati, maka sistem penulisan pada bab-bab berikutnya akan tercermin pada poin-
poin sebagai berikut:
1. Di dalam Bab I, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan
penulisan, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
2. Di dalam Bab 2, akan dibahas tentang proses pengiriman TKI, permasalahan
TKI di Malaysia, dan Perlindungan TKI dan Diplomasi Indonesia.
3. Di dalam Bab 3, akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh setelah
melakukan pembahasan masalah dalam Bab 2.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pengiriman TKI
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri atau yang juga lazim disebut
sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI) merupakan salah satu penyumbang devisa
negara terbesar kedua setelah pendapatan dari sektor migas. Pemerintah Indonesia
mengirim 6 juta Tenaga Kerjanya ke beberapa negara tujuan dan menerima
sedikitnya Rp. 100 triliun devisa pertahun dari TKI.1 Atas kontribusi yang cukup
besar terhadap devisa negara tersebut maka acap kali keberadaan TKI di luar negeri
dianggap sebagai pahlawan devisa. Meskipun pada kenyataannya banyak diantara
TKI yang kurang mendapat perlakuan yang layak dari majikannya berupa penyiksaan
ataupun pelecehan seksual. Namun, secara umum sumbangan devisa dari para TKI di
luar negeri masih tetap tinggi. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada tahun 2009
mencatat penerimaan devisa dari TKI pada kuartal empat tahun 2009 mencapai 1,71
miliar dolar AS. Artinya, terjadi kenaikan 1,42% dibandingkan kuartal sebelumnya
yang sebesar 1,68 miliar dolar AS. Sepanjang 2009, nilai remitans2 TKI sebesar 6,77
miliar dolar AS . sementara pada tahun sebelumnya, nilai remitans TKI juga berkisar
di angka 6,7 miliar dolar AS.3
Dalam konteks masyarakat Indonesia terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi mobilisasi TKI ke Malaysia. Selama ini kedekatan wilayah dan
persamaan bahasa merupakan dua faktor yang menjadikan Malaysia sebagai negara
1 Perlindungan TKI Butuh Deregulasi, diakses dari <http://www.migrantcare.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=8&artid=816> pada 4 Juni 2010.2 Remitans (remittance) adalah transfer uang oleh pekerja asing ke negara dan tempat mereka berasal. Selain itu, remitans juga dianggap sebagai sebagian dari pendapatan pekerja asing internasional yang dikirimkanke negara dan tempat pekerja berasal. Lebih lanjut lihat di Haery Sihombing dan Mochamad Safarudin, Mari Kita “Garap” TKI. Diakses dari <www.scribd.com/doc/883019/Mari-Kita-Garap-TKI > pada 4 Juni 2010.3 Remittance TKI Tembus 6,77 Miliar Dolar. Diakses dari <http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/11889/Remittance-TKI-Tembus-6-77-Miliar-Dolar.jp > pada 12 Juni 2010.
3
tujuan yang cukup diminati oleh para TKI. Namun jika dikaji secara mendalam faktor
ekonomi berupa keinginan TKI untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi
merupakan alasan utama para TKI meninggalkan Indonesia untuk bekerja di
Malaysia. Selain itu, kemiskinan di tempat asal akan terus menjadi faktor pendorong
(push factor) bagi mengalirnya TKI ke luar negeri. Mobilisasi Tenaga Kerja
Indonesia ke Malaysia sebenarnya telah dimulai pada masa pra kemerdekaan.
Menurur Hugo terdapat tiga macam perpindahan TKI ke Malaysia. Pertama, force
migration yaitu migran TKI yang dipaksa untuk bekerja pada sektor perkebunan,
pembangunan jalan, dan konstruksi bangunan lainnya. Kedua, kuli kontrak yaitu
migran TKI yang dikontrak untuk bekerja pada periode waktu tertentu dengan sanksi
yang berat apabila pekerja tersebut memutuskan hubungan kerja. Ketiga adalah
migrasi spontan yaitu migran TKI yang bekerja di suatu perkebunan atau konstruksi
bangunan di Malaysia atas inisiatif sendiri.
Pada saat ini masalah pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri telah
memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah. Seiring dengan semakin kuatnya
tuntutan dari masyarakat untuk melakukan perbaikan dan kemudahan bagi proses
pengiriman TKI ke luar negeri, maka pemerintah telah mengambil kebijakan
penyederhanaan sistem pengurusan TKI yang selama ini sebanyak 23 titik menjadi 14
titik. Kebijakan tersebut didasarkan pada intruksi presiden pada 2 Agustus 2006.
Titik pertama sistem pengurusan TKI 14 titik ini adalah dilakukannya recruitment
agreement, job order/visa makalah/demand letter, dan draft perjanjian kerja4 yang dibuat
oleh pengguna TKI dan KBRI/KJRI di negara penempatan. Berdasarkan amanat Pasal 32
UU No. 39 Tahun 2004, titik yang kedua adalah Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) melaporkan hal-hal yand telah dilakukan sesuai dengan titik 4 Recruitment agreement merupakan perjanjian kerjasama penempatan antara PPTKIS dan Agency di luar negeri, membuat jangka waktu dan jumlah penempata, fasilitas bagi TKI, dan hak kewajiban para pihak. Job order/visa makalah merupakan permintaan TKI dari agency di luar negeri yang memuat julah permintaan, syarat jabatan, gaji, waktu kerja, dan fasilitas. Draft perjanjian kerja merupakan rancangan perjanjian kerja antara TKI dan pengguna yang memuat hak dan kewajiban TKI antara lain: gaji, waktu kerja dan istirahat, fasilitas, tempat penampungan, transportasi TKI, jaminan sosial, cuti, sanksi, dan hal-hal yang diperjanjikan. Ketiga hal tersebut disampaikan kepada agency negara tujuan penempatan kepada PPTKIS. Lebih lanjut lihat di Tabloid TKI, Edisi 07 (25 Agustus-07 September 2006). Hal:5.
4
pertama kepada Depnakertrans Republik Indonesia untuk mendapatkan Surat Izin
Pengerahan (SIP). Surat Izin Pengerahan ini merupakan izin yang diberikan kepada
PPTKIS untuk merekrut calon TKI dari daerah dalam jumlah tertentu untuk dipekerjakan
pada calon pengguna tertentu dalam jabatan dan jangka waktu tertentu. Setelah SIP
diterbitkan, titik ketiga dalam sistem pengurusan adalah dalam waktu tiga hari diadakan
sosialisasi/penyuluhan, pendaftaran dan seleksi Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI)
oleh PPTKIS bekerjasama dengan dinas pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi masalah ketenagakerjaan. Calon TKI yang dinyatakan memenuhi
persyaratan dan lulus seleksi, kemudian menandatangani Perjanjian Penempatan dengan
PPTKIS yang diketahui oleh Dinas ketenagakerjaan pemerintah setempat untuk
dimasukan dalam data nominasi calon TKI dalam Sistem Komputerisasi Online Tenaga
Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) yang telah disediakan oleh Denakertrans RI.
Titik pengurusan TKI yang keempat adalah pemeriksaan kesehatan dan psikologi
terhadap TKI berdasarkan data calon TKI dalam SISKOTKLN Depnakertrans yang
diselenggarakankan oleh PPTKIS bekerjasama dengan DEPKES RI. Pemeriksaan
kesehatan TKI ini dilaksanakan oleh rumah sakit atau sarana kesehatan yang mendapat
akreditas dari Departemen Kesehatan Indonesia dan ditunjuk oleh Depnakertrans. Sesuai
dengan amanat Pasal 41 ayat 1 UU No. 39 Tahun 2004 yang menyatakan “calon TKI
wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan.” Maka
PPTKIS bekerjasama dengan Depnakertrans untuk mengadakan pelatihan ataupun uji
kompetensi sesuai dengan standar dan syarat pekerjaan yang telah ditentukan oleh
pengguna di BLK-LN. Materi dan lama waktu pelatihan disesuaikan dengan permintaan
negara penempatan. Khusus bagi calon TKI sektor informal yang hendak ke Malaysia,
maka lama waku pelatihan adalah selama 200 jam pelajaran (1 bulan). Setelah calon TKI
selesai mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat keterampilan, selanjutnya ia wajib
mengikuti uji kompotensi di Lembaga Uji Kompetensi Indonesia (LUKI) atau Lembaga
Sertifikasi Kompetensi (LSK) yang telah mendapat akreditasi dan penunjukan dari
Menakertrans RI. Selain itu, berdasarkan Pasal 68 dan 70 UU No. 39 Tahun 2004,
PPTKIS wajib menginstruksikan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri dalam program
asuransi dan dapat menampung TKI sebelum pemberangkatan dalam jangka waktu yang
5
disesuaikan dengan negara tujuan. Khusus untuk Asia-Pasifik termasuk Malaysia
didalamnya lama waktu penampungan adalah 60-120 hari.
Titik pengurusan keberangkatan TKI yang keenam adalah penerbitan paspor yang
dilaksanakan oleh Ditjen Imigrasi, Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Setelah paspor diterbitkan, PPTKIS wajib membayar Dana Pembinaan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) sebesar 15 dolar AS untuk setiap calon
TKI pada kas negara melalui bank yang telah ditunjuk sebelumnya. Pembayaran dana ini
dilakukan bagi calon TKI yang datanya telah terintegrasi dalam sistem online
Depnakertrans Republik Indonesia dan dilakukan sebelum penerbitan Kartu Tenaga
Kerja Luar Negeri (KTKLN). Kemudian pada titik kedelapan, PPTKIS atau calon TKI
yang datanya telah terintegrasi dalam SISKOTKLN Depnakertrans mengurus visa kerja
di Kantor Perwakilan Negara Asing di Indonesia, dimana biayanya sesuai dengan negara
tujuan penempatan.
Kemudian pada titik kesembilan calon TKI diharuskan untuk mengikuti
Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), penandatanganan Perjanjian Kerja dan
pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Dalam Pembekalan Akhir
Pemberangkatan, calon TKI akan diberikan materi tentang pembinaan mental
kerohanian dan kepribadian, adat istiadat negara penerima, tata cara pemberangkatan
dan kedatangan di bandara negara tujuan penempatan, tata cara kepulangan ke tanah
air, dan peran perwakilan Indonesia di luar negeri. Selain itu, berdasarkan Pasal 69
ayat 2 UU No. 39 Tahun 2004, pembekalan akhir pemberangkatan dimaksudkan
untuk memberikan pemahaman kepada TKI mengenai peraturan perundang-undangan
di negara tujuan dan materi perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja merupakan perjanjian tertulis sebagai bukti adanya hubungan
kerja antara pengguna TKI dan TKI itu sendiri yang telah disiapkan oleh PPTKIS dan
ditandatangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan. Menurut Pasal 55 ayat 5 UU No. 39 Tahun 2004, Perjanjian Kerja
tersebut harus memuat nama dan alamat pengguna, nama dan alamat TKI, jabatan
dan jenis pekerjaan TKI, hak dan kewajiban para pihak, kondisi dan syarat kerja,
6
serta waktu perpanjangan kerja. Dan Perjanjian Kerja tersebut dibuat untuk jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun (Pasal 56 ayat 1 UU No. 39 Tahun 2004). Menurut Pasal 63 ayat 1
UU No. 39 Tahun 2004, Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTLN) dapat diberikan
kepada TKI apabila telah memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di luar
negeri, telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan, dan telah diikutsertakan
dalam perlindungan program asuransi. KTLN ini pada hakikatnya berfungsi sebagai
identitas diri TKI di negara tujuan, akses pelayanan di embarkasi dan debarkasi,
layanan perbankan, layanan asuransi, registrasi TKI purna, dan lain sebagainya.
Titik yang kesepuluh adalah keberangkatan TKI melalui embarkasi
keberangkatan setelah mendapatkan KTLN, yang difasilitasi oleh PPTKIS,
Depnakertrans, Dephhub, Depkum dan HAM, Depkeu, dan Polri. Namun sebelum
TKI berangkat ke negara tujuan, terlebih dahulu petugas Depnakertrans melalui
SISKOTKLN melakukan pengecekan terakhir terhadap dokumen kerja dan KTLN
yang telah diperoleh TKI. Titik yang kesebelas adalah kedatangan TKI di negara
penempatan. Berdasarkan Pasal 71 ayat 1 UU No. 39 Tahun 2004 disebutkan bahwa
setiap TKI wajib melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia
di negara tujuan. Dalam hal ini Perwakilan RI dapat memperoleh informasi data TKI
yang telah tiba di negara tujuan melalui SISKOTKLN Depnakertrans. Penggunaan
SISKOTKLN oleh Perwakilan RI tersebut sebagai bentuk laporan keberadaan TKI
dalam rangka perlindungan dan pengawasan TKI di luar negeri.
Titik yang keduabelas adalah masa penemapatan TKI di luar negeri. Dalam
Pasal 72 UU No. 39 Tahun 2004, PPTKIS dilarang menempatkan TKI yang tidak
sesuai dengan pekeerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja
yang disepakati dan ditandatangani oleh TKI yang bersangkutan. Pada masa
penempatan ini, PPTKIS atau Pengguna wajib melakukan kunjungan dan pemantuan
ke tempat kerja TKI setiap tiga bulan sekali. Hasil dari pemantauan tersebut
kemudian dilaporkan kepada KBRI/KJRI, Depnakertrans, Dinas Nakertrans
7
provinsi/kabupaten/kota sebagai bahan evaluasi kelangsungan hubungan kerja TKI
serta penanganan secara dini terhadap masalah yang mungkin terjadi terhadap TKI.
Titik yang ketigabelas adalah pelayanan kepulangan TKI dari debarkasi ke
daera asal di Indonesia. Berdasarkan Pasal 73 ayat 1 UU No. 39 Tahun 2004,
kepulangan TKI ke tanah air disebabkan oleh tujuh hal, yaitu (1) berakhirnya masa
perjanjian kerja, (2) pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja
berakhir, (3) terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara tujuan, (4)
mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan
pekerjaannya lagi, (5) meninggal dunia di negara tujuan, (6) cuti, dan (7) dideportasi
oleh pemerintah setempat. Dalam Pasal 74 UU No. 39 Tahun 2004 dijelaskan bahwa
setiap TKI yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada
Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Sementara pelaporan bagi TKI yang
bekerja pada Pengguna perseorangan dilakukan oleh PPTKIS. Dalam hal ini
kepulangan TKI dari negara tujuan sampai tiba di daerah asal menjadi tanggung
jawab PPTKIS. Pengurusan kepulangan TKI dilakukan oleh PPTKIS sebagaimana
yang dimaksudkan dalam Pasal 75 ayat 2 UU No. 39 Tahun 2004 adalah untuk
memberikan kemudahan atau fasilitas kepulangan TKI, pemberian fasilitas kesehatan
bagi TKI yang sakit dalam kepulangan, dan pemberian upaya perlindungan terhadap
TKI dari kemungkinan adanya tindakan pihak-pihak lain yang tidak bertanggung
jawab dan dapat merugikan TKI dalam kepulangan.
Titik yang terakhir adalah pembinaan dan pemberdayaan TKI purna. Pada
titik terakhir ini Depnakertrans-Menegkop&UKM-Jamsostek-Deperind-Perbankan-
Pemda berkordinasi untuk melakukan pendataan TKI purna di masing-masing daerah.
Pada titik ini juga dilakukan berbagai pembinaan terhadap TKI yang memiliki
keinginan untuk memulai usaha mandiri meliputi pembinaan wirausaha, bantuan
modal usaha kecil dan menengah, bantuan manajemen usaha termasuk pemasaran,
dan menfasilitasi asosiasi purna TKI. Khusus untuk Provinsi Riau sebagai salah satu
pintu pengiriman TKI ke Malaysia, BNP2TKI telah berencana untuk melakukan
peresmian Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
8
(P4TKI) di Dumai, dengan harapan dapat memberikan pelayanan yang baik bagi para
TKI Riau dan sekitarnya.5 Kehadiran P4TKI tersebut berfungsi untuk melayani
kepulangan, keberangkatan TKI asal Riau dan sekitarnya untuk ke luar negeri.
Keberadaan P4TKI Dumai tersebut juga diharapkan dapat mengurangi angka
kriminalitas yang selama ini banyak dialami oleh TKI. Bentuk kejahatan terhadap
Calon TKI ataupun TKI yang baru pulang umumnya berupa pemerasan dan penipuan
yang dilakukan PPTKIS nakal, hingga angkutan pemulangan liar yang banyak
beroperasi di sekitar Riau.
2.2 Permasalahan TKI di Malaysia
Bagi Indonesia dan Malaysia, keberadaan Tenaga Kerja Indonesia memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian kedua negara tersebut. Sebab
perekonomian Indonesia dan Malaysia sebenarnya sangat tergantung pada kerja sama
dalam bidang buruh migran ini. Pada sisi Indonesia, diterimanya Tenaga Kerja Indonesia
di Malaysia merupakan lapangan pekerjaan bagi banyak warga negara Indonesia
sekaligus menghasilkan devisa yang cukup besar. Sementara bagi Malaysia, kedatangan
para Tenaga Kerja Indonesia ke negaranya memberikan keuntungan pada dua hal.
Ketersediaan tenaga kerja kasar dan dapat dibayar dengan harga yang lebih murah,
seperti di sektor perkebunan, kontruksi, jasa pembantu rumah tangga dan manufaktur.
Artinya, roda ekonomi kedua negara juga terbantu dengan kerja sama ini. Para TKI
yang hendak bekerja di Malaysia pada kenyataannya harus melalui proses yang resmi
atau legal. Namun, pengurusan jalur resmi yang terkadang sulit dan melalui proses
yang berbelit-belit pada akhirnya memunculkan TKI ilegal dalam jumlah yang cukup
besar di Malaysia.
Menurut data imigrasi Malaysia terdapat 2 juta TKI di Malaysia yang terdiri atas
1,2 juta TKI legal dan 800.000 TKI ilegal telah bermukim di Malaysia sampai dengan
5 BNP2TKI, Hadirnya Pos Pelayanan TKI Dumai Lindungi dan Layani TKI Riau. Diakses dari <http://bnp2tki.go.id/content/view/1231/64/> pada 24 Mei 2010.
9
tahun 2007-2008.6 Kehadiran TKI ilegal di negara penerima seperti Malaysia, pada
akhirnya menimbulkan suatu permasalahan yang cukup pelik baik bagi TKI itu sendiri
ataupun bagi pemerintah Malaysia, seperti deportasi, perlakuan tidak manusiawi,
eksploitasi, kekerasan kerja, kekerasan seksual, dan pengupahan, yang banyak
dialami oleh TKI ilegal tersebut. Pemerintah Malaysia telah membuat suatu
perundang-undangan mengenai keberadaan tenaga kerja asing yang ilegal. Menurut
undang-undang di Malaysia, majikan yang melanggar hukum dengan mempekerjakan
tenaga kerja ilegal terancam mendapat hukuman. Berdasarkan peraturan pemerintah
Malaysia, pekerja asing ilegal pelanggar visa, pas, dan izin kerja (permit) wajib
membayar denda sebesar 30 ringgit per hari dan maksimal 3.000 ringgit (sekitar Rp.
8,1 juta). Adapun pengguna jasa pekerja asing ilegal didenda sebesar 5.000 ringgit
(sekitar Rp 13,5 juta).7 Majikan yang enggan terjaring razia menggunakan TKI ilegal
terkadang akan langsung memulangkan TKI ilegal dengan berbagai cara. Hingga
timbul masalah berupa kurang terpenuhinya hak-hak normatif TKI seperti
pembayaran gaji.
Meskipun di dalam negeri telah dilakukan reformasi mengenai proses
pengiriman TKI ke luar negeri yang disertai dengan pelatihan pembekalan terhadap
TKI. Namun, banyak pihak yang meragukan program pelatihan tersebut tidak
memberikan porsi cukup untuk meningkatkan kualitas intelektualitas dan pemahaman
TKI dalam menghadapi potensi tindakan melawan hukum yang dilakukan majikan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mayoritas TKI tidak begitu paham dengan
hukum tenaga kerja dan cara menghindari tekanan psikologis dari majikan. Hal
tersebut pada akhirnya menjadi faktor pemicu timbulnya berbagai tindak kekerasan
dari majikan yang terkadang berujung pada kematian TKI. Berdasarkan data lembaga
advokasi Migrant Care, TKI yang telah meninggal di luar negeri sampai akhir
6 Ahmad Hudaifah, Akar Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Diakses dari < http://suarapembaca.detik.com/read/2010/01/21/181232/1283590/471/akar-permasalahan-tenaga-kerja-indonesia-di-malaysia?882205470> pada 9 Juni 2010.7 Kompas, Penuhi Hak TKI Ilegal. Diakses dari <http://nasional.kompas.com/read/2010/02/18/02425464/Penuhi.Hak.TKI.Ilegal> pada 2o Mei 2010.
10
Desember 2009 mencapai 1.100 orang. Jumlah itu baik yang terlapor maupun tidak.
Dari jumlah itu, 68 persen atau 748 buruh migran tewas di Malaysia.8
Secara umum berbagai permasalahan pokok yang dihadapi oleh TKI dimulai dari
proses perekrutan di dalam negari, di negara penempatan hingga kepulangan TKI adalah
banyak diantara TKI yang memiliki dokumen jatidiri palsu, pungutan liar, maraknya
pemalsuan sertifikat pelatihan, uji kesehatan, dan uji kompetensi, asuransi yang tidak
dibayarkan sesuai dengan ketentuan, proses penampungan yang melanggar ketentuan dan
tidak manusiawi, penempatan yang tidak terkoordinasi dan termonitor, terdapat majikan
yang tidak memenuhi perjanjian kerja atau gaji tidak dibayar, penganiayaan atau
pelecehan seksual, adanya deportasi TKI secara besar-besaran karena dianggap ilegal
atau selesai masa kontrak (overstay), proses pemulangan yang menjadi objek pemerasan
dan penipuan, serta manajemen pemberangkatan dan pemulangan yang kurang optimal.
Apabila dikaji secara mendalam, permasalah TKI di negara penempatan sebenarnya tidak
hanya terjadi di Malaysia tetapi juga terjadi di negara-negara penempatan lainnya seperti
Arab Saudi. Namun selama ini tampak Malaysia selalu menjadi sorotan berbagai media
masa Indonesia.
Beberapa permasalahan TKI yang mendapat perhatian yang cukup luas dari
masyarakat Indonesia hingga berdampak pada memburuknya hubungan diplomatik kedua
negara adalah kasus-kasus penyiksaan TKI yang menjadi pembantu rumah tangga di
Malaysia. Salah satu kasus yang cukup menyita perhatian publik adalah pelarian
Ceriyati, TKI yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah, pada pertengahan 2007.
Berdasarkan pemberitaan berbagai media masa, Ceriyati nekat melarikan diri melalui
jendela dari lantai 15 apartemen majikannya. Tiga tahun sebelumnya tepatnya pada tahun
2004, berbagai media di Indonesia juga memberitakan tentang kasus Nirmala Bonat yang
berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang juga melarikan diri dari majikannya di
Malaysia karena tidak tahan terus menerus mengalami penyiksaan.
8 Mengurai Benang Kusut Permasalahan TKI. Diakses dari <http://bataviase.co.id/node/91448> pada 27 Mei 2010.
11
Razia terhadap pekerja asing oleh pemerintah Malaysia yang berujung pada
deportasi secara besar-besaran menambah daftar panjang permasalahan TKI di Malaysia,
khususnya TKI ilegal. Puncaknya terjadi pada tahun 2002, dimana ratusan TKI ilegal
dideportasi dari wilayah Malaysia dan terdampar di Nunukan, Kalimantan Timur.
Deportasi TKI ilegal tersebut merupakan dampak diterapkannya Akta Imigresen Nomor
1154 Tahun 2002 oleh pemerintah Malaysia. Akta imigrasi, yang merupakan hasil
amandemen aturan yang berlaku sebelumnya itu menetapkan bahwa semua tenaga
kerja asing yang datang dan bekerja secara ilegal di Malaysia harus dihukum dan
diusir. Tetapi, sebelumnya mereka dikenai denda 10.000 ringgit Malaysia dan sabetan
cambuk sebanyak enam kali. Deportasi tersebut akhirnya telah menimbulkan masalah
baru dalam negeri Indonesia.9 Dalam peristiwa deportasi ini setidaknya 60 TKI
meninggal dunia di Nunukan. Banyak diantara TKI yang dideportasi ini menjadi
sasaran pemerasan dan penipuan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Bahkan terdapat TKI yang menjual anaknya yang dibawah usia lima tahun untuk
ongkos pulang ke kampung halaman mereka.
Kasus-kasus yang menyangkut tindakan eksploitasi dan perlakuan-perlakuan
tidak sepantasnya diterima oleh TKI di Malaysia, baik berstatus legal maupun ilegal,
jelas merupakan tindakan yang perlu mendapat perhatian dan upaya-upaya
penyelesaian dari seluruh komponen bangsa. Sebab para TKI di luar negeri pada
dasarnya merupakan warga negara Indonesia yang patut mendapatkan perlindungan
dari pemerintah agar hak dan kewajiban mereka terpenuhi dengan baik.
2.3 Perlindungan TKI dan Diplomasi Indonesia
Permasalahan TKI di Malaysia pada dasarnya berkaitan dengan masalah
keamanan (security). Dominannya perspektif realis dalam hubungan internasional
9 Krisnadi Yuliawan, Tragedi Nunukan Gaya Diplomasi Memadamkan Api. Diakses dari <http://www.gatra.com/artikel.php?id=20416&pil=23> pada 23 Mei 2010.
12
setelah Perang Dunia II menyebabkan pengertian keamanan (security) hanya
mencakup ancaman-ancaman terhadap suatu negara (state). Kecenderungan ini
didasari oleh pandangan tentang absolutisme dalam realisme bahwa negara
merupakan satu-satunya aktor dalam hubungan internasional yang hanya dapat
mengelola berbagai isu keamanan. Sehingga peran aktor non-negara (civil society)
dianggap tidak mengetahui, memahami bahkan menguasai berbagai persoalan di atas
sehingga civil society hanya memainkan peranan yang sangat marjinal dalam
kebijakan keamanan nasional.10 Tetapi, seiring dengan semakin meningkatnya
hubungan internasional yang melibatkan aktor-aktor non-negara dan berkembangnya
masyarakat sipil global menyebabkan lahirnya pandangan yang tidal lagi
konvensional dalam memandang masalah keamanan, dengan pendekatan yang lebih
inovatif, dengan perspektif yang lebih bersifat people-centered.
Human security sebagai pendekatan alternatif dalam masalah keamanan
memiliki komponen utama berupa freedom from fear and freedom from want.
Dengan adanya model pendekatan human security ini diperlukan adanya perubahan
yang urgen pada pendekatan konvensional yang ekslusif pada keamanan teritorial,
dengan memberikan penekanan yang lebih besar pada persoalan kemanusiaan.
Menurut UNDP, human security dapat dibagi ke dalam tujuh kelompok.11 Pertama,
economic security merupakan jaminan pendapatan untuk memnuhi level kebutuhan
minimum kepada setiap orang. Kedua, food security, yaitu jaminan akan akses fisik
dan ekonomi kepada kebutuhan pokok. Ketiga, health security, yaitu jaminan proteksi
minimum dari penyakit dan gaya hidup yang tidak sehat. Keempat, enviromental
security, yaitu jaminan perlindungan kepada rakyat atas kerusakan alam berjangka
pendek dan panjang. Kelima, personal security, yaitu jaminan perlindungan kepada
rakyat atas kekerasan fisik baik yang berasal dari negara, non-negara, individu, sub-
state actors, kekerasan rumah tangga, kekejaman orang dewasa, ataupun dari individu
10 Anak Agung Banyu Perwita dalam Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan Metodolgi, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007) hal. 42. 11 Syamsul Hadi, ‘Sekuritisasi dan Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia.’ Jurnal Hukum Internasional Volume 5 Nomor 4 Juli 2008. Hal. 743.
13
itu sendiri (tindakan bunuh diri). Keenam, community security, yaitu perlindungan
terhadap rakyat terhadap hilangnya nilai-nilai dan hubungan-hubungan yang bersifat
tradisional, dan dari kekerasan etnis atau sektarian. Ketujuh, political security, yaitu
jaminan bahwa rakyat hidup dalam suatu masyarakat yang menghargai HAM.
Atas dasar hal tersebut maka perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia
di Malaysia dapat dikategorikan ke dalam human security. Sebagaimana yang telah
dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa TKI di Malaysia terkadang mengalami
berbagai kekerasasn fisik, berupa penyiksaan dari majikan hingga berakhir pada
kematian TKI. Berdasarkan pada Pasal 77 UU No. 39 Tahun 2004 disebutkan bahwa
setiap Tenaga Kerja Indonesia memiliki hak untuk memperoleh perlindungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang dimulai dari pra penempatan, masa
penempatan, sampai dengan purna penempatan. Secara ideal perlindungan terhadap
TKI di luar negeri termasuk Malaysia, akan selalu menjadi prioritas, pertama, kedua,
ketiga, keeempat dan seterusnya bagi pemerintah. Perlindungan terhadap TKI
sebenarnya merupakan isu yang bersifat intermestik (internasional dan domestik),
yaitu masalah internasional yang erat kaitannya dengan penanganan di dalam negeri
serta menjadi perhatian domestik. Sebab berbagai masalah TKI di Malaysia pada
kenyataannya selalu mendapat perhatian yang cukup besar bagi publik Indonesia.
Bahkan banyak masalah TKI di Malaysia sebenarnya berawal dari proses perekrutan
domestik Indonesia yang tidak beres dan profesional, seperti pemalsuan dokumen
calon TKI dan calo pengiriman TKI.
Dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap keberadaan TKI di
Malaysia tersebut, maka diperlukan diplomasi yang intens dari pemerintah Indonesia
agar dapat memberikan tekanan kepada Malaysia mengenai masalah TKI. Dalam
pengertian yang lebih sempit kegiatan diplomasi pada hakikatnya hanya menjadi
monopoli negera berserta para diplomat. Tetapi berbagai perubahan dalam hubungan
internasional yang disebabkan oleh meningkatnya peran aktor-aktor non-negara
seperti media massa, NGO internasional dan perseorangan, sehingga menyebabkan
negara bukan lagi sebagai aktor utama diplomasi untuk mendukung kepentingan
14
nasional.12 Dalam konteks diplomasi dengan Malaysia, berbagai LSM ataupun
organisasi non pemerintah Indonesia telah melakukan diplomasi secara intens dalam
rangka perlindungan TKI ataupun perbaikan citra Indonesia di mata masyarakat
Malaysia. Dalam hal ini peran Organisasi Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia di
Malaysia cukup signifikan dalam membangun citra bangsa Indonesia di Malaysia
melalui pelaksanaan berbagai macam kegiatan yang positif dilakukan seperti acara
seni budaya yang menghadirkan seniman ataupun budayawan Indonesia.
Dalam konteks diplomasi antar pemerintahan (G to G), jika dilihat secara
gamblang pemerintah Indonesia sebenarnya terlihat kedodoran dalam berunding
dengan Malaysia. Sehingga Indonesia memiliki bargaining power yang lebih kecil
dari Malaysia. Bahkan jika dibandingkan dengan diplomasi Filipina yang bergaya
ofensif, maka Indonesia cukup jauh tertinggal dalam memberikan tekanan-tekanan
kepada Malaysia dalam menyelesaikan permasalahan TKI. Berbagai langkah telah
ditempuh oleh Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan TKI di
Malaysia, namun hasilnya tetap saja kurang memuaskan bahkan kasus-kasus
penyiksaan terhadap TKI masih marak terjadi. Salah satu langkah pemerintah
Indonesia yang dianggap cukup efektif adalah diberlakukannya moratorium
(penghentian sementara) pengiriman TKI ke Malaysia yang mulai diberlakukan sejak
bulan Agustus 2009. Pemberlakuan moratorium tersebut telah berakibat pada
menurunnya pengirima TKI ke Malaysia dalam jumlah yang cukup signifikan. Salah
satu wujud diplomasi pemerintah Indonesia terhadap Malaysia tentang perlindungan
TKI adalah penandatanganan Letter of Intent of the Amandment to the Memorandum
of Understanding on the Recruitment anda Placement of Indonesian Domestic
Workers 2006 pada tahun 2010 ini. Subtansi dari MoU tersebut adalah paspor
dipegang oleh TKI, satu hari libur dalam seminggu dan joint task force.
12 Sukawarsini Djelantik dalam Yulius P. Hermawan, ibid. hal: 51
15
BAB III
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian mengenai Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia dapat
disimpulkan bahwa status TKI sebagai pahlawan devisa tidak sebanding dengan
16
perlindungan yang ia dapatkan selama berada di negara penempatan, khususnya
Malaysia. Hal ini dapat terlihat dari maraknya kasus-kasus penyiksaan terhadap TKI
yang bekerja di sektor informal terutama Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT),
seperi kasus penyiksaan yang di alami oleh Nirmala Bonat hingga Siti Hajar. Apabila
dikaji secara komprehensif, permasalahan TKI sebenarnya bermula dari dalam negeri
Indonesia sendiri. Proses pengurusan untuk menjadi TKI yang dianggap rumit dan
berbelit-belit serta memakan waktu yang lama, telah memunculkan inisiatif dalam
benak calon TKI untuk menggunakan jalan pintas melalui jasa percaloan atau tekong
yang dianggap lebih mudah dan cepat meskipun berstatus sebagai TKI ilegal. Ketika
sampai di negara penempatan pada akhirnya TKI ilegal tersebut hanya dianggap
sebagai masalah, sehingga perlu di usir secara paksa atau deportasi. Selain itu,
rendahnya pendidikan sebagian besar TKI juga dianggap rentan sebagai sasaran
eksploitasi dan timbulnya berbagai kasus penyiksaan ataupun kekerasan fisik lainnya.
Oleh karena itu, reformasi proses pengiriman TKI yang telah dilakukan perlu
diintensifkan kembali agar TKI yang ditempatkan adalah tenaga kerja yang
profesional.
Kemudian perlu juga dilakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia dalam hal akses pendidikan sebagai salah satu sarana peningkatan
intelektualitas masyarakat Indonesia. Agar nantinya TKI yang ditempatkan di luar
negeri bukanlah sebagai tenaga kerja kasar pada sektor informal seperti PLRT, tetapi
tenaga-tenaga kerja yang profesional pada sektor formal. Dalam hal diplomasi dengan
Malaysia mengenai perlindungan TKI, posisi ataupun kekuatan Malaysia sebenarnya
tidak terlalu tinggi dari Indonesia. Masalahnya selama ini adalah Indonesia tidak
menerapkan gara diplomasi yang ofensif melainkan hanya seperti memadamkan api
kebakaran, serta kurangnya koordinasi antara instansi pemerintah dalam mengatasi
masalah TKI. Pemerintah hanya memberika perhatian dan tekanan ketika masalah
TKI mencapai klimaks dan menjadi headline di berbagai media massa Indonesia.
Akibatnya saat berada di meja Indonesia menjadi sangat kedodoran apabila
17
berhadapan dengan Malaysia mengenai masalah TKI. Bahkan untuk menyelesaikan
MoU TKI saja memakan waktu hingga berbulan-bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Yulius P. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
18
Hadi, Syamsul . ‘Sekuritisasi dan Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia.’ Jurnal Hukum Internasional Volume 5 Nomor 4 Juli 2008.
Krisnadi Yuliawan, Tragedi Nunukan Gaya Diplomasi Memadamkan Api. Diakses dari <http://www.gatra.com/artikel.php?id=20416&pil=23> pada 23 Mei 2010.
Mengurai Benang Kusut Permasalahan TKI. Diakses dari <http://bataviase.co.id/node/91448> pada 27 Mei 2010.
Ahmad Hudaifah, Akar Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Diakses dari < http://suarapembaca.detik.com/read/2010/01/21/181232/1283590/471/akar-permasalahan-tenaga-kerja-indonesia-di-malaysia?882205470> pada 9 Juni 2010.
Haery Sihombing dan Mochamad Safarudin, Mari Kita “Garap” TKI. Diakses dari <www.scribd.com/doc/883019/Mari-Kita-Garap-TKI > pada 4 Juni 2010.
Kompas, Penuhi Hak TKI Ilegal. Diakses dari <http://nasional.kompas.com/read/2010/02/18/02425464/Penuhi.Hak.TKI.Ilegal> pada 2o Mei 2010.
BNP2TKI, Hadirnya Pos Pelayanan TKI Dumai Lindungi dan Layani TKI Riau. Diakses dari <http://bnp2tki.go.id/content/view/1231/64/> pada 24 Mei 2010.
Remittance TKI Tembus 6,77 Miliar Dolar. Diakses dari <http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/11889/Remittance-TKI-Tembus-6-77-Miliar-Dolar.jp > pada 12 Juni 2010.
Perlindungan TKI Butuh Deregulasi, diakses dari <http://www.migrantcare.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=8&artid=816> pada 4 Juni 2010
Tabloid TKI, Edisi 07 (25 Agustus-07 September 2006).
19