JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

82
VOLUME XVI, NOMOR 2, AGUSTUS 2005 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PADA PEMAHAMAN PENGETAHUAN AKUNTANSI DI TINGKAT PENGANTAR DENGAN PENALARAN DAN PENDEKATAN SISTEM Sucahyo Heriningsih, SE., M.Si., Sri Suryaningrum, SE., M.Si., Akuntan, dan Windyastuti, SE., M.Si. PERAN SALING MELENGKAPI LABA DAN ARUS KAS OPERASI DALAM MENJELASKAN VARIASI RETURN SAHAM Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan dan Drs. Baldric Siregar, MBA., Akuntan INDUSTRY POLICY AND TECHNOLOGY TRANSFER: REVIEW AND ANALYSIS OF THE INDONESIAN AUTOMOTIVE INDUSTRY DURING NEW ORDER ERA Fahmy Rahdi, MBA., PhD. PENGARUH FRAMING, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN JENIS KELAMIN DALAM KEPUTUSAN INVESTASI TAMBAHAN: KEPUTUSAN INDIVIDUAL DAN GRUP Dra. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc., dan Dr. Eko Widodo Lo, SE., M.Si. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGAN DALAM PEMBENTUKAN INTENSI PEMBELIAN KONSUMEN MATAHARI GROUP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dra. Salamatun Asakdiyah, M.Si. KONSEP DAN PENGUKURAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET SERTA PENGARUHNYA PADA PROSES KONTRAK Julianto Agung Saputro, M.Si., SE., S.Kom.

Transcript of JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

Page 1: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

VOLUME XVI, NOMOR 2, AGUSTUS 2005

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PADA PEMAHAMAN PENGETAHUAN AKUNTANSIDI TINGKAT PENGANTAR DENGAN PENALARAN DAN PENDEKATAN SISTEM

Sucahyo Heriningsih, SE., M.Si., Sri Suryaningrum, SE., M.Si., Akuntan, dan Windyastuti, SE., M.Si.

PERAN SALING MELENGKAPI LABA DAN ARUS KAS OPERASI DALAM MENJELASKAN VARIASI RETURN SAHAM

Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan dan Drs. Baldric Siregar, MBA., Akuntan

INDUSTRY POLICY AND TECHNOLOGY TRANSFER: REVIEW AND ANALYSIS OF THE INDONESIAN AUTOMOTIVE INDUSTRY DURING NEW ORDER ERA

Fahmy Rahdi, MBA., PhD.

PENGARUH FRAMING, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN JENIS KELAMINDALAM KEPUTUSAN INVESTASI TAMBAHAN: KEPUTUSAN INDIVIDUAL DAN GRUP

Dra. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc., dan Dr. Eko Widodo Lo, SE., M.Si.

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGANDALAM PEMBENTUKAN INTENSI PEMBELIAN KONSUMEN MATAHARI GROUP

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Dra. Salamatun Asakdiyah, M.Si.

KONSEP DAN PENGUKURAN INVESTMENT OPPORTUNITY SETSERTA PENGARUHNYA PADA PROSES KONTRAK

Julianto Agung Saputro, M.Si., SE., S.Kom.

Page 2: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

Editorial Staff Jurnal Akuntansi Manajemen (JAM)

Editor in ChiefDjoko Susanto

STIE YKPN Yogyakarta

Managing EditorSinta Sudarini

STIE YKPN Yogyakarta

EditorsAl. Haryono Jusup Indra Wijaya KusumaUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Arief Suadi Jogiyanto H.MUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Basu Swastha Dharmmesta MardiasmoUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Djoko Susanto SoeratnoSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dody Hapsoro Su’ad HusnanSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Eko Widodo Lo SuwardjonoSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Enny Pudjiastuti Tandelilin EduardusSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Gudono Zaki BaridwanUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

HarsonoUniversitas Gadjah Mada

Editorial SecretaryRudy Badrudin

STIE YKPN Yogyakarta

Editorial OfficePusat Penelitian STIE YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 Fax. (0274) 486081

http://www.stieykpn.ac.id

Volume XVINomor 2Agustus 2005

Page 3: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

DARI REDAKSI

Volume XVINomor 2Agustus 2005

Pembaca yang terhormat,Selamat berjumpa kembali dengan Jurnal

Akuntansi & Manajemen (JAM) STIE YKPNYogyakarta Volume XVI Nomer 2 Agustus 2005.Beberapa perubahan tampilan dan isi JAM telah kamilakukan. Di samping itu, kami juga telah memberikankemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip dalambentuk file artikel-artikel yang telah dimuat pada edisiJAM sebelumnya dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta(www://stieykpn. ac.id). Semua itu kami lakukan sebagaikonsekuensi ilmiah dengan telah Terakreditasinya JAMberdasarkan Surat Keputusan Direktur JendralPendidikan Tinggi Departemen Pendidikan NasionalRepublik Indonesia Nomor 26/DIKTI/Kep/2005 denganNilai B.

Dalam JAM Volume XVI Nomer 2 Agustus 2005ini, disajikan 6 Artikel sebagai berikut: PengaruhKecerdasan Emosional pada Pemahaman PengetahuanAkuntansi di Tingkat Pengantar dengan Penalaran danPendekatan Sistem; Peran Saling Melengkapi Laba danArus Kas Operasi dalam Menjelaskan Variasi ReturnSaham; Industry Policy and Technology Transfer:

Review and Analysis of The Indonesian AutomotiveIndustry During New Order Era; Pengaruh Framing;Pertanggungjawaban, dan Jenis Kelamin dalamKeputusan Investasi Tambahan: Keputusan Individualdan Grup; Analisis Hubungan Antara KualitasPelayanan dan Kepuasan Pelanggan dalamPembentukan Intensi Pembelian Konsumen MatahariGroup di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan Konsepdan Pengukuran Investment Opportunity Set sertaPengaruhnya pada Proses Kontrak.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semuapihak yang telah memberikan kontribusi padapenerbitan JAM Volume XVI Nomer 2 Agustus 2005ini. Harapan kami, mudah-mudahan artikel-artikel padaJAM tersebut dapat memberikan nilai tambah informasidan pengetahuan dalam bidang Akuntansi,Manajemen, dan Ekonomi Pembangunan bagi parapembaca. Selamat menikmati sajian kami pada JAM kaliini dan sampai jumpa pada JAM Volume XVI Nomer 3Desember 2005 dengan artikel-artikel yang lebihmenarik.

REDAKSI.

Page 4: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PADA PEMAHAMAN PENGETAHUAN AKUNTANSIDI TINGKAT PENGANTAR DENGAN PENALARAN DAN PENDEKATAN SISTEM

Sucahyo Heriningsih, SE., M.Si.,Sri Suryaningrum, SE., M.Si., Akuntan, dan Windyastuti, SE., M.Si.,

79-92

PERAN SALING MELENGKAPI LABA DAN ARUS KAS OPERASIDALAM MENJELASKAN VARIASI RETURN SAHAM

Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan dan Drs. Baldric Siregar, MBA., Akuntan93-106

INDUSTRY POLICY AND TECHNOLOGY TRANSFER:REVIEW AND ANALYSIS OF THE INDONESIAN AUTOMOTIVE INDUSTRY

DURING NEW ORDER ERAFahmy Rahdi, MBA., PhD.

107-120

PENGARUH FRAMING, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN JENIS KELAMINDALAM KEPUTUSAN INVESTASI TAMBAHAN: KEPUTUSAN INDIVIDUAL DAN GRUP

Dra. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc., dan Dr. Eko Widodo Lo, SE., M.Si., Akuntan121-128

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGANDALAM PEMBENTUKAN INTENSI PEMBELIAN KONSUMEN MATAHARI GROUP

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTADra. Salamatun Asakdiyah, M.Si.

129-140

KONSEP DAN PENGUKURAN INVESTMENT OPPORTUNITY SETSERTA PENGARUHNYA PADA PROSES KONTRAK

Julianto Agung Saputro, M.Si., SE., S.Kom.141-152

DAFTAR ISI

Volume XVINomor 2Agustus 2005

Page 5: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

79

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONALPADA PEMAHAMAN PENGETAHUAN AKUNTANSIDI TINGKAT PENGANTAR DENGAN PENALARAN

DAN PENDEKATAN SISTEM1

Sucahyo Heriningsih*, Sri Suryaningsum**, dan Windyastuti***

Volume XVINomor 2Agustus 2005Hal. 79-92

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa selama inipeserta didik Akuntansi Pengantar 1 hanyamenganggap bahwa akuntansi hanya persoalan debitdan kredit tanpa memahami suatu siklus akuntansi.Proses pembelajaran Akuntansi Pengantar 1 yang betulakan memberikan informasi yang kompleks, menyeluruhmengenai akuntansi sebagai suatu informasi keuanganyang membutuhkan penalaran dan logika tidak sekadardogma. Dalam penelitian ini langkah pertama yangdilakukan adalah mengetahui apakah metoda dalamproses pembelajaran akuntansi mempengaruhipemahaman Akuntansi Pengantar 1. Ketiga metodatersebut adalah pendekatan penalaran dan sistem,pendekatan persamaan, dan pendekatan campuran.Sesuai dengan tujuan penelitian ini, ketiga pendekatanini dibandingkan setelah itu dilakukan pengujiantingkat kecerdasan emosional terhadap hasil capaianproses pembelajaran dengan pendekatan penalaran dansistem yang dilakukan dengan variabel independenadalah kecerdasan emosional dan variabel dependenadalah tingkat pemahaman akuntansi pengantar dengan

pendekatan penalaran dan sistem pada prosespembelajaran dengan pendekatan penalaran dan sistem.Penelitian ini dilakukan dengan metoda eksperimenyang dilakukan di FE UPN “Veteran” Jogjakarta, jurusanAkuntansi, Ekonomi Pembangunan, dan Manajementahun ajaran 2003-2004 semester 1. Alasan dipilih satuuniversitas adalah secara administrasi dan koordinasipenempatan dosen yang akan meneliti sebagai pengajarlebih mudah dilakukan dan proses pembelajaranAkuntansi Pengantar 1 dapat dikendalikan oleh peneliti.Simpulan untuk penelitian ini adalah nilai capaian yangdiperoleh dari proses pembelajaran dengan pendekatanpenalaran dan sistem mempunyai nilai mean yang pal-ing tinggi dibandingkan dengan dua pendekatan yanglainnya yaitu pendekatan persamaan dan pendekatancampuran. Berdasarkan variabel kesadaran diri,pengaturan diri, motivasi, empati dan variabelketerampilan sosial ternyata hanya satu variabel yaituvariabel empati yang mempunyai pengaruh terhadappemahaman Akuntansi Pengantar 1.

Kata kunci: Kecerdasan emosional, akuntansi,penalaran, pendekatan sistem.

1 Penelitian ini dibiayai oleh Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda, Studi Kajian Wanitadan Sosial Keagamaan Nomor: 190/ P4T/ DPPM/ DM, SKW, SOSAG/ III/ 2004 tanggal 25 Maret 2004. Ucapan terimakasihditujukan kepada Dikti dan UPNVY.

*) Sucahyo Heriningsih, SE., M.Si., **) Sri Suryaningrum, SE., M.Si., Akuntan, ***) Windyastuti, SE., M.Si., adalah DosenTetap Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Yogyakarta.

Page 6: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

80

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknyasangat berkaitan dengan kecerdasan emosionalmahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatihkemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuanuntuk mengelola perasaannya kemampuan untukmemotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegardalam menghadapi frustasi, kesanggupanmengendalikan dorongan dan menunda kepuasaansesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, sertamampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorangmahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

Dengan memperhatikan uraian di atas, penelititertarik untuk meneliti pengaruh kecerdasan emosionalmahasiswa akuntansi terhadap tingkat pemahamanakuntansi di tingkat pengantar dengan prosespembelajaran dengan pendekatan penalaran danpendekatan sistem. Hasil penelitian ini diharapkanmampu menunjukkan pengaruh dan diharapkan dapatmemberikan umpan balik bagi perguruan tinggi untukdapat menghasilkan para akuntan berkualitas. Denganmemperhatikan uraian di atas, peneliti tertarik untukmeneliti pengaruh kecerdasan emosional mahasiswaakuntansi terhadap tingkat pemahaman akuntansi.Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Bulo (2002) sertaTisnawati dan Suryaningsum (2003) berkaitan dengankecerdasan emosional dan Suwarjono (1999) dalam halmemahamkan pengetahuan akuntansi. Bulo (2002)meneliti pengaruh pendidikan tinggi akuntansiterhadap kecerdasan emosional mahasiswa, variabelindependen adalah pengalaman mengikuti pendidikantinggi, kualitas pendidikan tinggi, dan lama waktumengikuti pendidikan tinggi, variabel dependen adalahkecerdasan emosional yang diukur melalui limakomponen. Untuk sampel yang digunakan adalahmahasiswa UPN sejumlah 6 kelas, dalam hal ini 2 kelasmenggunakan proses pembelajaran denganpendekatan penalaran dan sistem, 2 kelas menggunakanproses pembelajaran dengan pendekatan persamaan,dan 2 kelas menggunakan proses pembelajaran denganpendekatan campuran yaitu menggunakan penalaran,sistem, dan persamaan. Dalam penelitian ini variabelindependen adalah kecerdasan emosional dan variabeldependen adalah tingkat pemahaman akuntansipengantar dengan pendekatan penalaran dan sistem

yang dibandingkan dengan proses pembelajarandengan pendekatan persamaan.Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkanpengaruh dan diharapkan dapat memberikan umpanbalik bagi perguruan tinggi untuk dapat menghasilkanoutput dan pemahaman yang benar mengenai ilmuakuntansi. Tujuan penelitian ini adalah:1. Mengetahui hasil proses pembelajaran dengan tiga

metoda pendekatan pembelajaran yang berbedayaitu pendekatan penalaran dan sistem, pendekatanpersamaan, dan campuran.

2. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap prosespembelajaran dengan pendekatan penalaran dansistem.

PERMASALAHAN

Berlandaskan pemahaman tentang kecerdasanemosional, peneliti ingin menganalisis apakahkecerdasan emosional mahasiswa akuntansimempengaruhi tingkat pemahaman akutansi pengantarpada proses pembelajaran dengan berbagai pendekatandalam proses pembelajaran akuntansi, yaitupendekatan penalaran dan sistem.

LANDASAN TEORETIS DAN PENGEMBANGANHIPOTESIS

Pendekatan penalaran dan sistemPendekatan sistem dan penalaran mempunyai

tujuan memahamkan akuntansi secara kompleks dankomprehensif, akuntansi dikenalkan dengan tahap-tahap pengembangan sistem akuntansi mulai darisistem yang paling sederhana (sistem ingatan),kemudian sistem embrionik, sampai sistem yang cukupcanggih dengan komputer. Untuk setiap tahappengenalan, diuraikan penalaran dan konsep-konsepyang melandasi tiap perbaikan dan pengembangansistem. Dengan pendekatan ini, mahasiswa memperolehgambaran yang lengkap dan terpadu tentang akuntansisebagai suatu sistem informasi.

Pendekatan PersamaanPendekatan persamaan merupakan pendekatan

yang selama ini banyak digunakan dalam menanamkanpengertian akuntansi di tingkat pengantar, denganmenekankan pada persamaan akuntansi dikenalkan

Page 7: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

81

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

pada awal perkuliahan tanpa harus memahami siklusakuntansi sehingga banyak dilakukan denganmenghafal penempatan debit dan kredit. Pendekatanpersamaan merupakan pendekatan yang selama inibanyak digunakan dalam menanamkan pengertianakuntansi di tingkat pengantar, dengan menekankanpada persamaan akuntansi yang dikenalkan pada awalperkuliahan tanpa harus memahami siklus akuntansisehingga banyak dilakukan dengan menghafalpenempatan debit dan kredit. Pengenalan akuntansidilakukan dengan persamaan akuntansi bahkanlangsung mengenalkan konsep debit dan kredit. AkunT dengan debit dan kredit dikenalkan tanpa lebihdahulu mengetahui format akuntansi standar yangdisimbolkan beserta cara mencatat transaksi kedalamnya. Persamaan akuntansi merupakan abstraksiyang sulit dihubungkan dengan dunia nyata sehinggamahasiswa tidak dapat dengan mudah membayangkanapa yang direpresentasi oleh persamaan tersebut.Berdasar uraian di atas maka hipotesis penelitiandinyatakan sebagai berikut:Ha1: Pemahaman pengetahuan Akuntansi Pengantar

1 tidak sama antara perlakuan pendekatansistem dan penalaran dengan perlakuanpendekatan persamaan.

Kecerdasan EmosionalKecerdasan emosi merupakan dasar untuk

mengembangkan kecakapan emosi yang dipelajariberdasarkan kecerdasan emosi tersebut. Kecerdasanemosi menentukan potensi kita untuk mempelajariketrampilan-ketrampilan praktis yang didasarkan padakelima unsurnya, sedangkan kecakapan emosimenunjukan seberapa banyak potensi itu yang telahkita pelajari, miliki, terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Memiliki kecerdasan emosi yang tinggi tidakmenjamin seseorang memiliki kecakapan emosi yangtinggi. Misalnya seseorang mungkin sangat empatik,namun belum tentu belajar tentang ketrampilan praktisyang didasarkan pada empati untuk menjadi profesionalyang peduli pada kliennya, atau untuk menjadipemimpin tim kerja yang unsurnya sangat beragam.Sebagai perbandingan, seseorang yang memiliki suarasempurna, tidak bisa menjadi penyanyi hebat tanpabelajar dan berlatih keras (Goleman, 2000). Kecakapanemosi terbagi dalam beberapa kelompok, masing-masing berlandaskan kompetensi kecerdasan emosionalyang sama. Steiner (1997), Kukila (2001), Bulo (2002),menyatakan bahwa kecerdasan emosional mencakup 5komponen kecerdasan emosi dan dua puluh limakecakapan emosi. Tidak seorangpun sempurna

Sumber: interpretasi bebas dari Goleman (2000)

Gambar 1Bagan Kecakapan Kecerdasan Emosional

EmpatiMemahami orang lainMengembangkan orangOrientasi pelayananMengatasi keragamanKesadaran politik

Ketrampilan sosialPengaruhKomunikasiManajemen konflikKepemimpinanKatalisator perubahanMembangun ikatanKolaborasi dan kooperasiKemampuan tim

Kesadaran diriKesadaran emosionalPenilaian diri yang kuatKepercayaan diri

Kendali diriKontrol diriDapat dipercayaBerhati-hatiAdaptabilitasInovasi

MotivasiDorongan berprestasiKomitmenInisiatifOptimisme

Kecerdasan Emosional

Kecakapan Pribadi Kecakapan Sosial

Page 8: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

82

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

berdasarkan skala ini, setiap orang memiliki profilkekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Namun sepertiyang dinyatakan Goleman (2000) dalam Bulo (2002),resep untuk memiliki kinerja menonjol hanya memper-syaratkan kita kuat dalam sejumlah kecakapan tertentu,biasanya paling sedikit enam, dan kekuatan itu tersebarmerata di kelima bidang kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional memiliki peranan lebihdari 80 persen untuk mencapai kesuksesan hidup, baikdalam kehidupan pribadi maupun profesional. Dalamkehidupan akademik, tampaknya kecerdasan emosionaljuga memiliki peranan besar. Untuk menjadi seorangsarjana, dibutuhkan proses yang panjang, usaha yangkeras dan dukungan dari berbagai pihak. Proses iniakan mempengaruhi pengalaman hidup mahasiswa.Dalam hal ini peneliti menyusun hipotesis berdasarpengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkatpemahaman akuntansi.

Pengenalan DiriUntuk menghadapi masa depan para mahasiswa

akuntansi diharapkan mampu mengenal diri merekasesuai dengan keterampilan dasar dari kecakapan emosi.Dengan demikian diharapkan mereka dapat belajardengan sungguh-sungguh dan sadar sesuai dengankemampuan dan kewajibannya serta mempunyai rasapercaya diri yang kuat. Mahasiswa yang belajarberdasarkan kecakapan emosi ini sudah pasti akanbelajar dengan maksimal, dalam hal ini akan lebih pahamtentang apa yang mereka pelajari sehinggamendapatkan prestasi yang lebih baik dengan kualitastinggi.

Berdasarkan uraian ini dapat diasumsikanbahwa pengenalan diri dapat mempengaruhi tingkatpemahaman akuntansi. Pengenalan diri dianggap dapatmerubah proses belajar mahasiswa dimana merekamemperoleh tingkat pemahaman yang lebih baik. Olehkarena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut:Ha2: Pengenalan diri berpengaruh terhadap tingkat

pemahaman Akuntansi Pengantar 1 denganpendekatan penalaran dan sistem

Pengendalian DiriTanggungjawab bagi seorang mahasiswa di

lingkungan kampus adalah mengendalikan suasana hatimereka sendiri. Suasana hati bisa sangat berkuasa ataspikiran, ingatan dan wawasan. Bila kita sedang marah,

kita paling mudah mengingat kejadian-kejadian yangmempertegas dendam kita, pikiran kita jadi sibuk denganobjek kemarahan kita, dan sikap mudah tersinggungmenjungkirbalikkan wawasan kita sehingga yangbiasanya tampak baik kini menjadi pemicu kebencian.Menolak suasana hati yang jahat ini penting sekali agarkita dapat belajar dengan produktif.

Keterampilan ini tidak mudah untuk dilakukanterutama mewujudkan emosi yang tidak mencolok.Tanda-tandanya meliputi ketegaran saat menghadapistres atau menghadapi seseorang yang bersikapbermusuhan tanpa membalas dengan sikap serupa.Contoh lain yang berhubungan dengan ini adalahmanajemen waktu untuk seorang mahasiswa. Agar bisataat pada jadwal kuliah dan tugas-tugas yang diberikandosen maka mahasiswa memerlukan kendali-diri,kemampuan menolak sesuatu yang penting padahalremeh, kemampuan untuk menolak godaan untukmenikmati kesenangan yang memboroskan waktu ataugodaan untuk mengalihkan perhatian. Jika prinsipkecakapan ini sudah dimiliki mahasiswa maka ia akanmampu menyeimbangkan semangat, ambisi dankemampuan keras mereka dengan kendali diri, sehinggamampu memadukan kebutuhan pribadi dalam meraihprestasi belajar.

Berdasarkan uraian ini, pengendalian diri dapatmempengaruhi tingkat pemahaman akuntansi.Pengendalian diri mampu membuat mahasiswa menjadiseorang yang lebih bertanggungjawab, berhati-hatiatau teliti dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sudahpasti ini akan menghasilkan prestasi yang baik. Olehkarena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut:Ha3: Pengendalian diri berpengaruh terhadap tingkat

pemahaman Akuntansi Pengantar 1 denganpendekatan penalaran dan sistem.

MotivasiMotivator yang paling berdaya guna adalah

motivator dari dalam, bukan dari luar. Sebagai contoh,bila seseorang membuat catatan harian tentang apayang mereka rasakan sewaktu menjalankan sejumlahtugas sepanjang hari, ada suatu hasil yang jelas bahwamereka dapat merasa bekerja lebih baik apabilamengerjakan sesuatu yang mereka sukai dari pada bilabekerja hanya karena ada imbalan untuk pekerjaan itu.Ketika mengerjakan sesuatu tugas karena kenikmatan-nya, suasana hati mereka berada di puncak, bahagia

Page 9: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

83

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

dan bergairah. Ketika mengerjakan sesuatu hanyakarena dibayar, orang cenderung merasa bosan, tidaktertarik, bahkan agak mudah tersinggung (dan merasatidak bahagia ketika tugas yang dijalani mendatangkanstres dan sangat membebani). Para mahasiswa yangmemiliki upaya meningkatkan diri menunjukkansemangat juang ke arah penyempurnaan diri yangmerupakan inti dari motivasi untuk meraih prestasi.Setiap kali mahasiswa belajar secara rutin untukmenemukan cara peningkatan diri, mereka mewujudkanhasrat kolektif mereka untuk berprestasi. Sebaliknya,ketika harus menetapkan sasaran-sasaran atau standar-standar bagi diri sendiri, mahasiswa dengan kecakapanperaihan prestasinya rendah biasanya tidak serius atautidak realistis, yakni mencari tugas-tugas yang entahterlalu rendah atau terlalu ambisius. Mereka yangterdorong oleh kebutuhan untuk meraih prestasi selalumencari jalan untuk menemukan sukses mereka.

Berdasarkan uraian ini, dapat diasumsikanbahwa motivasi diri dapat mempengaruhi tingkatpemahaman akuntasi. Seseorang mahasiswa yangtermotivasi untuk berprestasi akan lebih jeli menemukancara-cara untuk belajar lebih baik, untuk berusaha,untuk membuat inovasi, atau menemukan keunggulankompetitif. Oleh karena itu, diajukan hipotesis sebagaiberikut:Ha4: Motivasi berpengaruh terhadap tingkat

pemahaman akuntansi pengantar denganpendekatan penalaran dan sistem.

EmpatiPrasyarat untuk empati adalah kesadaran diri,

mengenali sinyal-sinyal perasaan yang tersembunyidalam reaksi-reaksi tubuh kita sendiri. Di kalanganmahasiswa yang paling efektif dari empatik adalahmempunyai kemampuan paling tinggi dalam penolakanterhadap sinyal-sinyal emosi tubuh sendiri mulai darimendengar, memahami, dan bersosial denganlingkungan kampus. Oleh karena itu, diajukan hipotesis:Ha5: Empati berpengaruh terhadap tingkat

pemahaman akuntansi pengantar denganpendekatan penalaran dan sistem.

Keterampilan SosialKeterampilan sosial ini dapat dilihat dari sinkroni

antara dosen dan mahasiswanya yang menunjukkanseberapa jauh hubungan yang mereka rasakan, studi-

studi di kelas membuktikan bahwa semakin eratkoordinasi gerak antara dosen dan mahasiswa, semakinbesar perasaan bersahabat, bahagia, antusias, minat,dan adanya keterbukaan ketika melakukan interaksi.Hal inilah yang dapat menyebabkan mahasiswa dapatbelajar dengan suasana yang baik sehingga hasil yangdicapai dapat maksimal. Oleh karena itu, diajukanhipotesis sebagai berikut:Ha6: Keterampilan sosial berpengaruh terhadap

tingkat pemahaman akuntansi pengantar denganpendekatan penalaran dan sistem.

METODA PENELITIAN

Jenis DataData yang digunakan adalah data primer yaitu

data responden penelitian yang dirancang denganpendekatan sistem dan penalaran dibandingkan denganpendekatan persamaan, serta responden gruppembanding atau pengendali yang menggunakanproses pembelajaran dengan pendekatan campuranyaitu persamaan dan sistem.

Pengambilan SampelPopulasi adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi

tingkat pengantar yang sedang menempuh mata kuliahakuntansi. Sampel untuk penelitian eksperimen inidilakukan di FE UPN Veteran Jogjakarta, JurusanAkuntansi, Ekonomi Pembangunan, dan Manajemen,tahun ajaran 2003-2004, semester 1. Alasan dipilihnyaFE UPN Veteran Yogyakarta adalah mahasiswa dimilikiUPN Veteran Yogyakarta sangat banyak dan terdiri dari13 kelas untuk program studi Manajemen, 4 kelas untukprogram studi Ekonomi Pembangunan, dan 6 kelasuntuk program studi Akuntansi. Secara administrasipenempatan dosen yang akan meneliti sebagai pengajarjuga lebih mudah. Alasan lain yang penting dalampenelitian di FE UPN “Veteran” ini adalah agar penelitianini dapat dikendalikan pada saat pembelajaranakuntansi pengantar dengan metoda pendekatan sistemdan penalaran.

1. Rancangan EksperimenUntuk mencapai tujuan penelitian maka penelitian inidirancang sebagai suatu penelitian eksperimen dengandesigna blok randomisasian (randomized block design)yang sifatnya eksperimen buta, yaitu pihak yang diteliti

Page 10: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

84

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

tidak mengetahui sedang mengikuti eksperimen,sedangkan pemberi perlakuan mengetahui adanyaperlakuan untuk proses pembelajaran, dimaksudkanagar hasil yang diharapkan merupakan hal yang wajar.Pemblokan terjadi pada saat pemilihan program studi,dalam jenjang S1 reguler Fakultas Ekonomi terdiri daritiga program studi, yaitu akuntansi, ekonomipembangunan, dan manajemen. Dalam penelitian inimembutuhkan dua kelas pada masing-masing programstudi, kemudian dilakukan pemisahan dan pemblokanpenerapan perlakuan. Dua kelas dirancang secarakhusus yaitu dalam proses belajar mengajarmenggunakan pendekatan sistem dan penalaran dalamproses belajar mengajarnya, sedangkan perlakuan duakelas yang lainnya dengan pendekatan persamaan, dandua kelas dengan menggunakan pendekatan campuranyaitu pendekatan sistem dan persamaan diajarkansekaligus. Skema di bawah ini menunjukkan rancanganeksperimen yang akan dilakukan:

2. Rancangan KelasKelas yang dirancang secara khusus yaitu dalam prosesbelajar mengajar menggunakan pendekatan sistem danpenalaran dalam proses belajar mengajarnya meliputi:1. Buku ajar akuntansi pengantar dipilih yang berisi

pendekatan sistem untuk menjelaskan bagaimanalaporan keuangan terbentuk, buku dipilih yang bisamengubah pandangan dan perilaku mahasiswadalam belajar. Selain itu dipilih buku yang dirancangdengan saksama sebagai buku teks yang lengkapyang dapat digunakan sebagai buku wajib tanpadidampingi buku teks berbahasa asing. Maksudpemilihan buku teks berbahasa Indonesia adalahmenjaga internal validitas penelitian dariketidakmampuan pemahaman bahasa asing.Ditenggarai penggunaan buku teks asing lebihbanyak bersifat disfungsional daripada efektif,materi tidak dikuasai dengan baik sementarakemampuan berbahasa Inggris mahasiswa jugatidak bertambah. Kelas menggunakan buku ajaryang berisi pendekatan sistem yang menjadipegangan dosen dan mahasiswa. Hal inidimaksudkan agar mahasiswa menyadari bahwadosen bukan merupakan sumber pengetahuanutama, kuliah harus dipandang sebagai dipandangsebagai ajang untuk memantapkan apa yangdipelajari sendiri oleh mahasiswa.

2. Pendekatan sistem dan penalaran merupakanpendekatan yang masuk akal dalam menanamkanpengertian akuntansi di tingkat pengantar. Untukmencapai kesepakatan dalam pendekatan sistem danpenalaran, pada saat awal perkuliahan ada komitmenantara mahasiswa dengan dosen mengenai sikapperilaku belajar mahasiswa yang benar dan tepat,yaitu mahasiswa harus menyadari bahwa sumberpengetahuan dapat diakses darimanapun bukanberdasar pada dosen. Temu kelas diisi konfirmasipemahaman antara dosen dengan mahasiswa.

3. Cakupan materi buku teks akuntansi pengantarberpendekatan sistem sangat kompleks dankomprehensif, untuk menjaga internal validitasmaka materi harus terselesaikan pada semestertersebut, sehingga kelas dirancang dengan tugasmateri yang akan dibahas sudah dikerjakan terlebihdahulu oleh mahasiswa, hal ini dimaksudkan untukmemperkuat pemahaman konsep yang dibahasdalam suatu bab dan untuk menyiapkan

Faktor Kecerdasan Emosional DidugaMempengaruhi Hasil Eksperimen

Populasi

Sampel

Gruppengendali/pembanding

PendekatanPersamaan

Pendekatan Sistemdan Penalaran

Uji Beda

Hasil Uji

Sama Berbeda

Page 11: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

85

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

pengetahuan awal dalam mempelajari bab yangakan dibahas.

Pendekatan sistem dan penalaran mempunyaitujuan pemahamankan akuntansi secara kompleks dankomprehensif yang berbahasa Indonesia yang dipilihini telah dilengkapi dengan alat bantu komputer. Latihandirancang dengan memanfaatkan komputer, yangsudah berisi sablon untuk mengerjakan latihan yangada di buku, hal ini dimaksudkan agar tujuanpembelajaran secara komputerisasi tercapai danpengetahuan akuntansi tidak terlepas dari teknologiinformasi. Sedangkan kelas yang proses belajarmengajar menggunakan pendekatan persamaan dalamproses belajar mengajarnya meliputi:1. Buku ajar akuntansi pengantar dipilih yang berisi

pendekatan persamaan untuk menjelaskanbagaimana laporan keuangan terbentuk, buku dipilihyang bisa mengubah pandangan dan perilakumahasiswa dalam belajar. Selain itu dipilih bukuyang dirancang dengan saksama sebagai buku teksyang lengkap yang dapat digunakan sebagai bukuwajib tanpa didampingi buku teks berbahasa asing.Maksud pemilihan buku teks berbahasa Indonesiaadalah menjaga internal validitas penelitian dariketidakmampuan pemahaman bahasa asing.Ditenggarai penggunaan buku teks asing lebihbanyak bersifat disfungsional daripada efektif,materi tidak dikuasai dengan baik sementarakemampuan berbahasa Inggris mahasiswa jugatidak bertambah. Kelas menggunakan buku ajaryang berisi pendekatan persamaan yang menjadipegangan dosen dan mahasiswa. Hal inidimaksudkan agar mahasiswa menyadari bahwadosen bukan merupakan sumber pengetahuanutama, kuliah harus dipandang sebagai dipandangsebagai ajang untuk memantapkan apa yangdipelajari sendiri oleh mahasiswa.

2. Pendekatan persamaan merupakan pendekatanyang selama ini banyak digunakan dalammenanamkan pengertian akuntansi di tingkatpengantar, dengan menekankan pada persamaanakuntansi dikenalkan pada awal perkuliahan tanpaharus memahami siklus akuntansi sehingga banyakdilakukan dengan menghafal penempatan debit dankredit. Untuk mencapai kesepakatan dalampendekatan persamaan, pada saat awal perkuliahanada komitmen antara mahasiswa dengan dosen

mengenai sikap perilaku belajar mahasiswa yangbenar dan tepat, yaitu mahasiswa harus menyadaribahwa sumber pengetahuan dapat diaksesdarimanapun bukan berdasar pada dosen. Temukelas diisi konfirmasi pemahaman antara dosendengan mahasiswa.

3. Cakupan materi buku teks akuntansi pengantarberpendekatan persamaan kurang kompleksdibandingkan dengan pendekatan sistem, untukmenjaga validitas internal maka materi harusterselesaikan pada semester tersebut, sehinggakelas dirancang dengan tugas materi sesuai denganpendekatan persamaan yang akan dibahas sudahdikerjakan terlebih dahulu oleh mahasiswa, hal inidimaksudkan untuk memperkuat pemahamankonsep yang dibahas dalam suatu bab dan untukmenyiapkan pengetahuan awal dalam mempelajaribab yang akan dibahas.

4. Pendekatan persamaan mempunyai tujuanpemahamankan akuntansi melalui persamaanakuntansi. Buku akuntansi pengantar berbahasaIndonesia yang ada selama tidak ada yangdilengkapi dengan alat bantu komputer, sehinggadosen yang mengajar perlu merancang latihandengan memanfaatkan komputer dengan programExcel sesuai dengan latihan-latihan yang ada dibuku, hal ini dimaksudkan agar tujuan pembelajaransecara komputerisasi tercapai dan pengetahuanakuntansi tidak terlepas dari teknologi informasi.

Alat AnalisisUntuk menguji hipotesis 1 yang diajukan dilakukandengan ANOVA. Untuk hipotesis 2, 3, 4, 5, dan 6 akandilakukan pengujian dengan teknik Regresi Berganda.Model regresi berganda yang digunakan dalampenelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

PAi = a + b1 KD + b2 PD + b3 M + b4 E + b5 TS + e

PA = Pemahaman Pengetahuan Akuntansia = interceptb-1-5 = koefisien regresiKD = Kesadaran diri. PD = Pengaturan diri.TS = Ketrampilan sosialM = Motivasi. E = Empati. e = error

Page 12: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

86

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

Variabel Independen dan Dependen

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pemahaman Skor mean total2. Kemampuan penalaran Pengetahuan Akuntansi3. Kemampuan teknis. Pengantar dengan

instrumen soal-soalobjektif.

Kecakapan pribadi Skor mean totalmeliputi: Pengetahuan Akuntansi1. Kesadaran diri. Pengantar 1 dengan2. Pengaturan diri. instrumen soal-soal3. Motivasi. objektif.Kecakapan sosialmeliputi:1. Empati2. Ketrampilan sosial

PEMBAHASAN STATISTIKA DESKRIPTIF

Dalam penelitian ini, statistika deskriptif yang diperolehdari 6 kelas yang dirancang dalam penelitian ini yaitudua kelas dengan proses pembelajaran pendekatanpenalaran dan sistem, dua kelas dengan pendekatanpersamaan, dan 2 kelas dengan pendekatan campuranantara pendekatan sistem, penalaran, dan persamaanadalah sebagai berikut:

pendekatan campuran sebanyak 77 sampel, nilaimaksimun yang dicapai adalah 22 dan nilai minimunyang diperoleh adalah 1 dengan mean sebesar 7,9.Berdasarkan nilai mean untuk tiga proses modelpembelajaran, nilai tertinggi diperoleh oleh prosespendekatan penalaran dan sistem yaitu sebesar 16.06,baru kemudian diikuti oleh proses pembelajaran denganpendekatan persamaan sebesar 14.16, dan terakhiradalah dengan proses pendekatan campuran yaitusebesar 7.9. Hal ini menunjukkan capaian hasilpembelajaran yang diperoleh dengan pendekatanpenalaran dan sistem mempunyai nilai yang paling baikdibandingkan dengan kedua pendekatan yang lainnya.

RELIABILITAS KECERDASAN EMOSIONAL

Berikut ini disajikan hasil analisis reliabilitas denganskor alpha sebagai berikut:

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E(A L P H A)

Reliability CoefficientsN of Cases = 78.0 N of Items = 5Alpha = .8601

Pendekatan N Minimum Maximum Mean Std.Deviation Variance

SISTEM 78 4 24 16.06 4.57 20.866PERSAMAAN 115 6 20 14.16 3.02 9.116PEMBDG 77 1 22 7.90 3.72 13.805Valid N (listwise) 77

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******

Jumlah data yang bisa digunakan untuk analisis lebihlanjut untuk proses pembelajaran dengan pendekatanpenalaran dan sistem adalah 78 sampel, nilai maksimunyang dicapai adalah 24 dan nilai minimun yang diperolehadalah 4 dengan mean sebesar 16.06. Untuk prosespembelajaran dengan pendekatan persamaan sejumlah115, nilai maksimun yang dicapai adalah 20 dan nilaiminimun yang diperoleh adalah 6 dengan meansebesar14.16. Untuk proses pembelajaran dengan

Kecerdasan emosional yang terdiri dari kesadaran diri,pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilansosial yang dijawab oleh responden yang memperolehproses pembelajaran dengan pendekatan penalaran dansistem mempunyai skor alpha sebesar 0.8601, hal inimenunjukkan bahwa kuesioner yang dijawab olehresponden yang memperoleh proses pembelajarandengan pendekatan penalaran dan sistem mempunyaireliabilitas sangat tinggi.

Descriptive Statistics

Page 13: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

87

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

Pengujian Hipotesis PertamaPengujian berikut adalah pengujian hipotesis

pertama dengan ANOVA. Hasil pengujian sebagaiberikut:

Paired Samples Statistics

Std. Std.PENDEKATAN Mean N Deviation Error Mean

Pair 1 SISTEM 16.06 78 4.57 .52PERSAMAAN 14.44 78 3.16 .36

Pair 2 SISTEM 16.01 77 4.58 .52PEMBDG 7.90 77 3.72 .42

Pair 3 PEMBDG 7.90 77 3.72 .42PERSAMAAN 14.43 77 3.18 .36

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SISTEM & PERSMAN 78 -.135 .238Pair 2 SISTEM & PEMBDG 77 .062 .592Pair 3 PEMBDG & PERSMAAN 77 .095 .411

luas untuk memahami akuntansi pengantar denganmenggunakan logika, sedangkan dengan pendekatanpersamaan membuat mahasiswa kebingungan ketikamengerjakan soal-soal yang berkaitan debit dan kredit.Dalam membandingkan antara pendekatan sistemdengan pendekatan campuran/pembanding diperolehprobabilitas sebesar 0.000, hal ini menunjukkan bahwanilai yang diperoleh untuk kedua pendekatan ini tidaksama atau benar-benar berbeda secara statistik.Dalam membandingkan antara pendekatan campuran/pembanding dengan pendekatan persamaan diperolehprobabilitas sebesar 0.000, hal ini menunjukkan bahwanilai yang diperoleh untuk kedua pendekatan ini tidaksama atau benar-benar berbeda secara statistik.

Pengujian Hipotesis ke-2, 3, 4, 5, dan 6Di bawah ini merupakan tabel hasil olah data

variabel kecerdasan emosional yang terdiri darikesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, danketerampilan sosial terhadap skor total pemahamanakuntansi pengantar 1.

Paired Samples Test

95% ConfidenceStd. Std. Interval Sig.

Paired Differences Mean Deviation Error Mean of the Difference T df (2-tailed)Lower Upper

Pair 1 SISTEM – PERSAMAAN 1.63 5.90 .67 .30 2.96 2.439 77 .017Pair 2 SISTEM – PEMBDG 8.12 5.71 .65 6.82 9.41 12.469 76 .000Pair 3 PEMBDG – PERSAMAAN -6.53 4.66 .53 -7.59 -5.48 -12.313 76 .000

Dalam membandingkan antara pendekatan sistemdengan pendekatan persamaan diperoleh probabilitassebesar 0.017, hal ini menunjukkan bahwa nilai yangdiperoleh untuk kedua pendekatan ini tidak sama ataubenar-benar berbeda secara statistik. Jadi hipotesis nulyang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan out putyang dihasilkan dari proses pembelajaran denganpendekatan penalaran, sistem dengan prosespendekatan persamaan ditolak. Hal yang dapatdiuraikan atas kondisi ini adalah bahwa pendekatanpenalaran dan sistem memberi pemahaman yang lebih

Model Summary

Adjusted Std. ErrorModel R R Square R Square of the Estimate

1 .546 .298 .249 3.96

a Predictors: (Constant), PSTTL5, PSTTLX2,PSTTLX4, PSTTLX1, PSTTLX3

Hasilnya menunjukkan nilai r sebesar 0.546 danadjusted r square sebesar 0.249, hal ini berartimenunjukkan variabilitas pemahaman akuntansi

Page 14: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

88

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

pengantar yang dapat dijelaskan oleh variabelkesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, danketerampilan sosial sekitar 24,9% dan sisanya 75,1%dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini.

HASIL PENGUJIAN ANOVA

Hasil Anova atau F test menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 6.117 dengan tingkat signifikansi 0.000jauh di bawah 0.05, hal ini berarti bahwa ada variabelindependen (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi,empati, dan keterampilan sosial) yang mempengaruhipemahaman Akuntansi pengantar 1 dengan prosespembelajaran pendekatan penalaran dan sistem.

ANOVASum of Mean

Model Squares df Square F Sig.1 Regression 479.000 5 95.800 6.117 .000

Residual 1127.679 72 15.662

Total 1606.679 77

a Predictors: (Constant), PSTTL5, PSTTLX2,PSTTLX4, PSTTLX1, PSTTLX3

b Dependent Variable: PSISTEM

Uji Signifikansi Parameter IndividualHasil pengujian secara individu yaitu variabel

kesadaran diri mempunyai nilai t 1.799 denganprobabilitas signifikansi 0.076, hal ini berarti variabelkesadaran diri tidak berpengaruh terhadap pemahananAkuntansi Pengantar 1. Variabel pengaturan dirimempunyai nilai t -0.120 dengan probabilitas signifikansi0.905, hal ini berarti variabel kesadaran diri tidakberpengaruh terhadap pemahaman AkuntansiPengantar 1. Variabel motivasi mempunyai nilai t 0.975dengan probabilitas signifikansi 0.333, hal ini berartivariabel motivasi tidak berpengaruh terhadappemahaman Akuntansi Pengantar 1. Variabel empatimempunyai nilai t 2.968 dengan probabilitassignifikansi.0.004, hal ini berarti variabel empatiberpengaruh terhadap pemahanan AkuntansiPengantar 1. dan variabel keterampilan sosialmempunyai nilai t -1.975 dengan probabilitas signifikansi0.052, hal ini berarti variabel keterampilan sosial tidakberpengaruh terhadap pemahanan Akuntansi

Pengantar 1. Jadi secara parsial hanya satu variabelyang signifikan berpengaruh terhadap pemahamanAkuntansi Pengantar 1 yaitu variabel empati (hipotesis4), sedangkan hipotesis 2, 3, 5, dan 6 ditolak atau tidakmempunyai pengaruh terhadap pemahaman akuntansipengantar 1.

Coefficients

Unstandar- Standar-dized dized

Coefficients Coefficients T Sig.

Model B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.027 4.867 .827 .411PSTTLX1 .272 .151 .265 1.799 .076PSTTLX2 -1.923E-02 .161 -.019 -.120 .905PSTTLX3 .134 .137 .150 .975 .333PSTTLX4 .488 .165 .380 2.968 .004PSTTLX5 -.291 .147 -.252 -1.975 .052

a Dependent Variable: PSISTEMPSTTLX1 = pendekatan sistem, total skor

kesadaran diri.PSTTLX2 = pendekatan sistem, total skor

pengaturan diriPSTTLX3 = pendekatan sistem, total skor

motivasiPSTTLX4 = pendekatan sistem, total skor empatiPSTTLX5 = pendekatan sistem, total skor

keterampilan sosial

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanHasil penelitian ini diharapkan mampu

menunjukkan pengaruh dan diharapkan dapatmemberikan umpan balik bagi perguruan tinggi untukdapat menghasilkan pemahaman akuntansi denganbenar walaupun hanya sekadar tingkat akuntansipengantar 1. Proses pembelajaran akuntansi pengantar1 yang betul akan memberikan informasi yang kompleks,menyeluruh mengenai akuntansi sebagai suatuinformasi keuangan yang membutuhkan penalaran danlogika tidak sekadar dogma.

Untuk sampel yang digunakan adalahmahasiswa UPN sejumlah 6 kelas, dalam hal ini 2 kelasmenggunakan proses pembelajaran dengan

Page 15: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

89

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

pendekatan penalaran dan sistem, 2 kelas menggunakanproses pembelajaran dengan pendekatan persamaan,dan 2 kelas menggunakan proses pembelajaran denganpendekatan campuran yaitu menggunakan penalaran,sistem, dan persamaan. Dalam penelitian ini langkahyang pertama dilakukan adalah mengetahui apakahmetoda dalam proses pembelajaran akuntansimempengaruhi pemahaman akuntansi pengantar 1.Ketiga metoda tersebut adalah pendekatan penalarandan sistem, pendekatan persamaan, dan pendekatancampuran. Dari ketiga pendekatan ini dibandingkan.Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah berkaitandengan metoda pembelajaran akuntansi denganpendekatan penalaran dan sistem maka dilakukan jugaapakah kecerdasan emosional juga berpengaruhterhadap hasil capaian proses pembelajaran denganpendekatan penalaran dan sistem yang dilakukandengan variabel independen adalah kecerdasanemosional dan variabel dependen adalah tingkatpemahaman akuntansi pengantar dengan pendekatanpenalaran dan sistem pada proses pembelajaran denganpendekatan penalaran dan sistem.

Populasi adalah mahasiswa Fakultas Ekonomitingkat pengantar yang sedang menempuh mata kuliahakuntansi. Sampel untuk penelitian eksperimen inidilakukan di FE UPN Veteran Jogjakarta, JurusanAkuntansi, Ekonomi Pembangunan, dan Manajemen,tahun ajaran 2003-2004, semester 1. Alasan dipilihnyaFE UPN Veteran Jogjakarta adalah mahasiswa dimilikiUPN Veteran Jogjakarta sangat banyak dan terdiri dari13 kelas untuk program studi Manajemen, 4 kelas untukprogram studi Ekonomi Pembangunan, dan 6 kelasuntuk program studi Akuntansi. Secara administrasipenempatan dosen yang akan meneliti sebagai pengajarjuga lebih mudah. Alasan lain yang penting dalampenelitian di FE UPN “Veteran” ini adalah agar penelitianini dapat dikendalikan pada saat pembelajaranakuntansi pengantar dengan metoda pendekatan sistemdan penalaran.

Ada dua hal yang bisa ditarik sebagai simpulanuntuk penelitian ini. Pertama adalah nilai capaian yangdiperoleh dari proses pembelajaran dengan pendekatanpenalaran dan sistem mempunyai nilai mean yang pal-ing tinggi dibandingkan dengan dua pendekatan yanglainnya yaitu pendekatan persamaan dan pendekatancampuran. Kedua merupakan hasil pengujian secaraindividu yaitu variabel kesadaran diri, pengaturan diri,

motivasi, empati dan variabel keterampilan sosial. Jadisecara parsial hanya satu variabel yang signifikanberpengaruh terhadap pemahaman akuntansi pengantar1 yaitu variabel empati (hipotesis 4), sedangkanhipotesis 2, 3, 5, dan 6 ditolak atau tidak mempunyaipengaruh terhadap pemahaman akuntansi pengantar1.

Hasil dari penelitian ini adalah prosespembelajaran dengan pendekatan penalaran dan sistemmempunyai nilai skor rata-rata yang paling tinggi dalamcapaian hasil pembelajaran yaitu pemahaman akuntansiyang kompleks dan menyeluruh. Dalam prosespembelajaran akuntansi pengantar sebaiknyadigunakan metoda pendekatan penalaran dan sistem,hal ini untuk kemajuan, pengenalan, dan penalarandalam pendidikan tinggi bidang akuntansi selain itujuga menghilangkan pameo bahwa akuntansi itu rumitkarena harus menghafal debit dan kredit, padahal yangsebenarnya debit dan kredit tidak mempunyai arti apa-apa selain konvensi letak. Sudah selayaknya prosespembelajaran akuntansi pengantar 1 diperbaiki agarkualitas peserta didik pun meningkat.

SaranPenelitian ini hanya dilakukan di satu universi-

tas yang tentunya mempunyai karakteristik tertentusehingga tidak dapat digeneralisasi, untuk penelitianberikutnya dapat dilakukan pada universitas-universi-tas yang berbeda sehingga dapat digeneralisasi. Untukmengetahui perbedaan kualitas perguruan tinggi dalamhal ini misalnya akreditasi sesuai yang ditetapkan olehBAN bisa dilakukan penelitian lagi pada universitas-universitas yang mempunyai akreditasi berbeda.Penelitian ini hanya berkaitan dengan kecerdasanemosional tanpa memperhatikan kondisi perilaku belajarmahasiswa, sehingga penelitian berikutnya hendaknyamemperhatikan perilaku belajar di dalam kelas danperilaku belajar di luar kelas.

Page 16: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

90

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

DAFTAR PUSTAKA

Al Haryono Yusuf. (1998). Beberapa Catatan TentangPengajaran Akuntasi Pengantar. JurnalEkonomi dan Bisnis Indonesia, VOL 13, NO. 4:125-137

Goleman, Daniel. (2000). WorkingWith Emotional In-telligence. (Terjemahan Alex Tri kantjono W.).Jakarta: PT Gramedia Puataka Utama.

Gita Anggraita. (2000). Presepsi Mahasiswa Akuntansiterhadap Kemampuan Teknis dan Penalaranyang Didapatkan melalui Proses PengajaranAkuntansi di Perguruan Tinggi. Skripsi, F.Ekonomi UGM.

Harefa, Andrias. (2000). Perlukah Sekolah/Universi-tas Dipertahankan? Buletin IndonesiaBelajarlah. Jakarta: Indonesia School of Life.

Hanifah, Syukriy Abdullah. (2001).Pengaruh PrilakuBelajar Terhadap Prestasi Akademik MahasiswaAkuntansi. Media Riset Akuntansi, Auditingdan Informasi, Vol 1, No.3, 63-86

Kukila, Aditayani Indra. (2001). Kecerdasan Emosionaldan Prestasi Kerja Agen Asuransi JiwaBersama Bumi Putra 1912 Cabang Jateng II/Yogyakarta. Skripsi, f. Psikologi UGM

Mas’ud Machfoedz. (1998). Survey Minat MahasiswaUntuk Mengikuti Ujian Sertifikasi AkuntanPublik (USAP). Jurnal Ekonomi dan Bisnis In-donesia, Vol 13, No.4, 110-124

Prakarsa, Wahjudi. (1996). Transpormasi PendidikanAkuntansi Menuju Globalisasi. KonvensiNasional Akuntansi III. Jakarta: IkatanAkuntansi Indonesia.

Riba’ati, Meika. (2000). Faktor-Faktor YangMempengaruhi Prestasi Mahasiswa dalamAkuntansi Keuangan di PTS. Tesis.Pascasarjana FE UGM.

Suryaningsum, Sri. Heriningsih, Sucahyo. Afuwah,Afifah. 2004. Pengaruh Pendidikan Tinggi

Akuntansi Terhadap Kecerdasan Emosional.Prosiding Simposium Nasional Akuntansi. IAIKompartemen Akuntan Pendidik- UniversitasUdayana. Bali.

Suryaningsum, Sri. Trisnawati, Eka. 2003. PengaruhKecerdasan Emosional Terhadap PemahamanAkuntansi. Prosiding Simposium NasionalAkuntansi. IAI Kompartemen AkuntanPendidik- Universitas Airlangga. Surabaya.

Sukirno. (1999). Pengaruh Kesempatan PembelajaranOrganisasi dan Kualitas Pengajaran padaHubungan Antara partisipasi Dosen dalamPengambilan keputusan dengan Hasil BelajarMahasiswa pada Perguruan Tinggi di DIY. Tesis.Pascasarjana FE UGM.

Suwardjono. (1991a). Perilaku Belajar di PerguruanTinggi. Jurnal Akuntansi dan Manajemen.Maret. STIE YKPN. Yogyakarta.

———————(1991b). Aspek Kebahasaan dalamPengembangan Istilah Akuntansi. JurnalAkuntansi dan Manajemen. November. STIEYKPN. Yogyakarta.

———————(2002).Akuntansi Pengantar: ProsesPenciptaan Data Pendekatan Sistem. BPFE.Yogyakarta.

———————(1991).Akuntansi Pengantar:Konsep Proses Penyusunan LaporanPendekatan Sistem dan Terpadu.BPFE.Yogyakarta.

———————(1992).Gagasan PengembanganPendidikan dan Profesi di Indonesia:Kumpulan Artikel. BPFE. Yogyakarta.

———————(1999). Memahamkan AkuntansiDengan Penalaran dan Pendekatan Sistem.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.14,No. 3, 1999. 106-122. Yogyakarta.

———————(1999). Memahamkan PengetahuanAkuntansi di Tingkat Pengantar. Jurnal

Page 17: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

91

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.14, No. 1,1999. 71-87. Yogyakarta.

Ward. (1996). How the Accounting Profession in Aus-tralia is Adapting With Its Changing BisinessEnvironment. Konvensi Nasional Akuntansi III.Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.

Winataputra, Udin, S. (2001). Model-ModelPembelajaran Inovatif. Bahan Ajar PEKERTI-AA, Dirjend DIKTI, Depdiknas.

William Efrayim Lata Bulo. (2002). PengaruhPendidikan Tinggi Akuntansi TerhadapKecerdasan Emosional Mahasiswa. Skripsi, F.Ekonomi UGM

Zainudin, M, Puspitasari, S. (2001). StrategiPeningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi I,Bahan Ajar PEKERTI-AA, Dirjend DIKTI,Depdiknas.

Page 18: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

92

Jam STIE YKPN - Sucahyo, Sri Suryaningsum, dan Windyastuti Pengaruh Kecerdasan Emosional ......

Page 19: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

93

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

PERAN SALING MELENGKAPI LABA DANARUS KAS OPERASI DALAM MENJELASKAN

VARIASI RETURN SAHAM

Djoko Susanto*) dan Baldric Siregar**)

Volume XVINomor 2Agustus 2005Hal. 93-106

*) Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.**) Drs. Baldric Siregar, MBA., Akuntan adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta sedang menempuh program Doktor

Akuntansi pada Program Pascasarjana UGM.

ABSTRACT

The purpose of this study is to evaluate theeffect of cash flow (earnings) extremity on the supple-ment role of cash flows (earnings) to earnings (cashflows). It is believed that investors always seek to finda sustainable performance measure such as earningsand cash flows for firm evaluation. The value relevancefor earnings and cash flows decreases when they areextreme and increases when the other competing mea-sure is extreme. It was found that the supplementaryrole of cash flows is affected by their informativenessbecause extreme cash flows are less informative thanmoderate cash flows. The supplementary role of cashflows exists only when cash flows are not extreme. Dif-ferent from results on cash flows, these findings showthat the supplementary role of earnings does not exist.These results imply that earnings are the primary prof-itability indicator and cash flows are viewed as sec-ondary signal of firm value.

PENDAHULUAN

Dalam suatu pengambilan keputusan investasi,investor memerlukan informasi kinerja keuangan yangdapat diandalkan. Informasi laba akuntansi dan arus

kas operasi merupakan informasi keuangan yang utamadalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan.Informasi laba akuntansi merupakan indikator utamayang umum digunakan untuk mengukur profitabilitasperusahaan. Penelitian empirik mengenai kandunganinformasi laba akuntansi menunjukkan adalahhubungan antara perubahan laba dengan perubahanharga saham (Ball dan Brown, 1968). Apabila informasilaba akuntansi tidak cukup informatif, maka investorakan berusaha untuk mencari informasi keuangan lainyang lebih relevan untuk mendukung prosespengambilan keputusan investasinya. Informasi aruskas operasi merupakan alternatif informasi keuanganyang dapat melengkapi kebutuhan akan informasikinerja keuangan perusahaan. Karena laba dipercayamengandung informasi yang lebih penting daripadaarus kas operasi, maka penelitian-penelitian awaltentang arus kas operasi berfokus pada kandunganinformasi inkremental arus kas operasi tersebut selainyang dimiliki oleh laba. Sebaliknya, apabila arus kasoperasi kurang informatif, laba akan tetap menjadiindikator utama bagi investor dalam menilai kinerjakeuangan perusahaan. Karena itu, laba akuntansi danarus kas operasi merupakan dua variabel akuntansiyang secara bersama-sama atau bergantian digunakanoleh investor.

Page 20: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

94

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

Bukti empiris secara konsisten menunjukkan bahwaarus kas operasi mengandung informasi inkremental(Pfeiffer et al., 1998; Cheng et al., 1996, Cotter, 1996;dan Ali, 1994). Penelitian terdahulu juga menunjukkanbahwa arus kas operasi memiliki peran lebih pentingapabila laba tidak persisten, investor memberikan bobotyang lebih besar kepada arus kas operasi pada saatlaba ekstrim (Cheng et al., 2003; Lee et al., 1999; danCheng et al., 1996). Dengan perkataan lain, informasiarus kas operasi memiliki peran pelengkap terhadaplaba dalam hal informasi laba akuntansi kurang informatifseperti laba ekstrim. Belum banyak penelitian yangmengkaji peran pelengkap laba akuntansi terhadap aruskas operasi. Alasan bahwa informasi arus kas operasidianggap lebih penting daripada laba akuntansi adalahantara lain: perbedaan metode akuntansi berpengaruhdramatis terhadap laba pada industri energi (DeFonddan Hung, 2001), laba rentan terhadap manipulasi(Healy dan Wahlen, 1999 serta Bowen et al., 1996).Karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa tidakhanya arus kas operasi yang melengkapi laba akuntansi,tetapi laba akuntansi juga dapat sebagai pelengkap bagiarus kas operasi dalam menjelaskan variasi returnsaham.

Penelitian ini dilakukan untuk tiga tujuan sebagaiberikut. Pertama, menguji apakah laba akuntansi danarus kas operasi mengandung informasi inkrementalyang saling melengkapi. Kedua, mengevaluasipengaruh ekstrimitas arus kas operasi dalam perannyasebagai pelengkap terhadap laba akuntansi. Ketiga,menginvestigasi pengaruh ekstrimitas laba akuntansidalam perannya sebagai pelengkap terhadap arus kasoperasi. Penelitian ini diharapkan memberikan buktiyang kuat bahwa laba akuntansi dan arus kas operasimemiliki kandungan informasi inkremental satu denganlainnya, arus kas operasi lebih mampu melengkapi labaakuntansi apabila arus kas operasi moderat, dan labaakuntansi lebih mampu melengkapi arus kas operasiapabila laba akuntansi moderat.

KAJIAN LITERATUR

Penelitian mengenai kandungan informasi labaakuntansi dan arus kas operasi telah banyak dilakukandalam dua dekade belakangan ini. Pada umumnya, labaakuntansi dianggap sebagai indikator utamaprofitabilitas, karena itu penelitian awal tentang

kandungan informasi mengukur hubungan antara labaakuntansi dengan return saham. Riset tentang topikini diawali dengan dua penelitian seminal tentangkandungan informasi variabel akuntansi oleh Ball danBrown (1968) dan Beaver (1968) yang menyimpulkanbahwa laba akuntansi memiliki kandungan informasi.Berbagai riset berikutnya juga secara umum memberikanbukti tambahan yang mendukung kesimpulan bahwalaba memiliki kandungan informasi yang signifikan.

Penelitian awal mengenai arus kas operasimenitik-beratkan kepada kandungan informasiinkremental di atas laba akuntansi (Charitou et al., 2001;Cheng et al., 1996; Clubb, 1995; dan Ali dan Zarowin,1992). Pada masa sebelum diterbitkannya Statementon Financial Accounting Standards No. 95 (SFAS 95)mengenai laporan arus kas di Amerika Serikat, risettentang arus kas operasi pada umumnya tidakkonklusif. Meskipun beberapa penelitian menunjukkanbukti yang kuat bahwa arus kas operasi memilikikandungan informasi inkremental, misalnya Cheng etal. (2003), Pfeiffer et al. (1998), Cheng et al. (1997), Chenget al. (1996), Cotter (1996), Ali dan Pope, (1995), sertaAli (1994), terdapat juga riset yang tidak mendukungbahwa arus kas operasi mengandung informasiinkremental (Livnat dan Zarowin,1990). Di Indonesia,Syarif (2002) tidak mampu menemukan bukti empirisbahwa arus kas operasi mengandung informasiinkremental; sedangkan Kusuma (2003), Suadi (1998),dan Baridwan (1997) menemukan bukti empiris bahwaarus kas operasi mengandung informasi.

Umumnya riset tentang kandungan informasimenyimpulkan bahwa arus kas operasi lebih pentingapabila laba tidak persisten. Investor memberikan bobotyang lebih besar kepada arus kas operasi pada saatlaba ekstrim atau kurang informatif (Cheng et al., 2003;Lee et al., 1999; dan Cheng et al., 1996). Selain itu, aruskas operasi lebih penting daripada laba akuntansikarena berbagai alasan seperti: perbedaan metodeakuntansi berpengaruh dramatis terhadap laba padaindustri energi (DeFond dan Hung, 2001), laba rentanterhadap manipulasi (Healy dan Wahlen, 1999 sertaBowen et al., 1996). Di sisi lain, masih belum banyakpenelitian yang mengkaji peran pelengkap labaakuntansi terhadap arus kas operasi dalam menjelaskanvariasi return saham. Berdasarkan uraian di ataspenelitian ini mencoba menguji apakah: (H1) laba danarus kas operasi memiliki kandungan informasi

Page 21: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

95

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

inkremental yang saling melengkapi dalam menjelaskanvariasi return saham.

Ali (1994) menguji kandungan informasiinkremental arus kas dengan model linier dan nonlinier.Berdasarkan model linier, ia menemukan bahwa aruskas operasi tidak memiliki kandungan informasiinkremental. Sedangkan dengan pengujian modelnonlinier, ia menemukan bukti empiris arus kas operasimengandung informasi inkremental. Hal yang sama jugadilakukan oleh Cheng et al. (1996) dengan mengujikandungan informasi inkremental arus kas operasi baikdengan model linier maupun dengan model nonlinier.Mereka menemukan bukti empiris bahwa kedua modelmenghasilkan pengujian yang mendukung pernyataanbahwa arus kas mengandung informasi inkremental.

Cotter (1996) menginvestigasi kemampuanrelatif komponen arus kas untuk menangkap nilairelevan. Bukti empiris menunjukkan bahwa arus kasoperasi memiliki nilai relevan yang signifikan. Pfeifferet al. (1998) juga mengevaluasi kandungan informasiarus kas dan akrual. Hasil studi mereka mengindikasikanbahwa ada kandungan informasi inkremental arus kas.Selain itu, Cheng et al. (1997) juga menginvestigasi nilairelevan arus kas operasi berdasarkan laporan arus kassesuai dengan SFAS 95. Studi mereka menunjukkanbukti bahwa arus kas operasi memiliki kemampuanmenjelaskan return saham yang cukup signifikan.Dengan kata lain mereka menyimpulkan bahwa adaperan inkremental informasi arus kas dalam menjelaskanharga saham.

Kandungan informasi inkremental arus kastersebut akan semakin tinggi apabila laba semakinbersifat transitori. Cheng et al. (1996) mencobamenginvestigasi apakah kandungan informasi arus kaslebih besar apabila sifat persistensi laba akuntansirendah. Bukti empiris menunjukkan bahwa kandunganinformasi inkremental arus kas lebih besar dengansemakin besarnya komponen transitori laba. Sloan(1996) juga menyatakan bahwa perhatian investorterhadap arus kas lebih besar pada saat persistensilaba rendah. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dalampenelitian ini akan diprediksi bahwa: (H2) apabila labaekstrim, peran pelengkap arus kas operasi terhadap labalebih besar dibandingkan apabila laba moderat dalammenjelaskan variasi return saham. Demikian jugabahwa: (H3) apabila laba ekstrim dan arus kas operasimoderat, peran pelengkap arus kas operasi terhadap

laba lebih besar dibandingkan apabila laba moderat danarus kas operasi ekstrim dalam menjelaskan variasi re-turn saham.

Sudah menjadi pendapat umum bahwa labaakuntansi merupakan indikator utama profitabilitas.Berbagai studi empiris juga secara konsistenmembuktikan bahwa laba akuntansi mengandunginformasi yang signifikan. Namun banyak studi sudahmenunjukkan bukti bahwa laba ekstrim memilikikandungan informasi lebih sedikit daripada labamoderat (Cheng et al., 2003; Cheng et al., 1996; Donnellydan Walker, 1995; Ali, 1994; Das dan Lev, 1994; Ali danZarowin, 1992; serta Freeman dan Tse, 1992). Hal inidisebabkan karena laba ekstrim cenderung kurangpersisten; karena itu laba ekstrim kurang informatif.Apabila laba kurang informatif, maka pasar akanmencari informasi lain. Informasi lain selain laba yangsecara alamiah dicari oleh pasar adalah arus kas operasi.

Beberapa penelitian secara konsistenmenemukan bukti empiris bahwa laba operasimengandung informasi inkremental (Cheng et al., 2003;Pfeiffer et al., 1998; Cheng et al., 1996, Cotter, 1996; danAli, 1994). Kuatnya bukti empiris tentang kandunganinformasi arus kas operasi dapat diimplikasikan bahwaada kemungkinan arus kas operasi berfungsi sebagaiindikator utama profitabilitas dalam situasi tertentu.Misalnya dalam industri energi, arus kas operasimungkin lebih bermanfaat daripada laba akuntansikarena perbedaan metode akuntansi dapatmenyebabkan perbedaan laba akuntansi secaradramatis. Bagi industri energi, arus kas operasi (bukanlaba) mungkin merupakan indikator utama profitabilitas(DeFond dan Hung, 2001). Selain itu, rendahnyakepercayaan investor terhadap laba akuntansi yangdisebabkan adanya manipulasi laba dapat menyebabkaninvestor mengutamakan arus kas operasi daripada laba(Healy dan Wahlen, 1999).

Sudah sejak lama Lee (1974) mengatakan bahwainvestor lebih membutuhkan informasi arus kasdibandingkan dengan informasi laba. Penelitian Bowenet al. (1996) juga membuktikan bahwa arus kasmerupakan indikator keuangan yang lebih baikdibandingkan dengan laba karena arus kas relatif lebihsulit dimanipulasi oleh manajemen dibandingkandengan laba. Karena laba ekstrim tidak informatif danarus kas operasi tersedia dalam laporan keuangan, makaarus kas operasi menjadi indikator kinerja utama. Dalam

Page 22: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

96

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

situasi laba akuntansi tidak persisten, ada kemungkinanlaba memiliki peran pelengkap terhadap arus kasoperasi. Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitianini diprediksikan bahwa: (H4) apabila arus kas operasiekstrim, peran pelengkap laba terhadap arus kas operasilebih besar dibandingkan apabila arus kas operasimoderat dalam menjelaskan variasi return saham, danbahwa (H5) apabila arus kas operasi ekstrim dan labamoderat, peran pelengkap laba terhadap arus kasoperasi akan lebih besar dibandingkan apabila arus kasoperasi moderat dan laba ekstrim dalam menjelaskanvariasi return saham.

METODE PENELITIAN

Sampel penelitian ini adalah perusahaan yangterdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1999sampai dengan 2002, tanpa pembatasan industri danakhir tahun fiskal. Walaupun Pernyataan StandarAkuntansi Keuangan No. 2 tentang Laporan Arus Kasefektif sejak 1 Januari 1995, namun periode penelitianini dimulai sejak tahun 1999 dengan alasan untukmenghindari kemungkinan banyaknya perusahaanyang memiliki arus kas operasi negatif selama masakrisis periode 1997 sampai dengan 1998. Data yangdigunakan dalam penelitian ini meliputi laba akuntansi,arus kas operasi, harga saham, dan return saham. Datatentang laba akuntansi dan arus kas operasi diperolehdari laporan keuangan tahunan perusahaan sampel.Sedangkan data tentang harga dan return sahamdiperoleh dari Indonesian Securities Market Database(ISMD) Pusat Pengembangan Akuntansi UniversitasGadjah Mada.

Seperti penelitian Cheng et al. (2003) dalammenginvestigasi kandungan informasi laba akuntansidan arus kas operasi, variabel dependen penelitian inijuga menggunakan akumulasi return mentah (raw re-turn) pasar saham (Rjt) selama 12 belas bulan. Akumulasireturn pasar dimulai sejak bulan April suatu tahuntertentu sampai dengan bulan Maret tahun berikutnya.Misalnya, untuk tahun fiskal t, akumulasi return pasardimulai dari bulan April tahun t sampai dengan bulanMaret tahun t + 1.

Ada empat variabel independen dalampenelitian ini, yaitu laba sebelum unsur ekstra ordiner(Ejt), arus kas operasi (CFjt), perubahan absolut labasebelum unsur ekstra ordiner (ÄEjt), dan perubahan

absolut arus kas operasi (ÄCFjt). Keempat variabelindependen tersebut dideflasi dengan harga sahamawal periode (Pjt-1). Variabel independen danpengukurannya disajikan sebagai berikut:1. Ejt/Pjt-1 = tingkat laba perusahaan j pada tahun t

dibagi dengan harga saham perusahaan j pada akhirtahun t-1.

2. CFjt/Pjt-1 = tingkat arus kas operasi perusahaan jpada tahun t dibagi dengan harga sahamperusahaan j pada akhir tahun t-1.

3. ÄEjt/Pjt-1 = perubahan absolut laba perusahaan jpada tahun t dibagi dengan harga sahamperusahaan j pada akhir tahun t-1.

4. ÄCFjt/Pjt-1 = perubahan absolut arus kas operasiperusahaan j pada tahun t dibagi dengan hargasaham perusahaan j pada akhir tahun t-1.

Menurut Ali dan Zarowin (1992), Easton dan Harris(1991), serta Ohlson dan Shroff (1989), tingkat (level)dan perubahan (change) laba memiliki implikasi yangberbeda sesuai dengan persistensi laba. Apabila labapersisten, ukuran perubahan lebih mampu menangkapkandungan informasi; pada saat laba tidak persisten,ukuran tingkat lebih mampu menangkap kandunganinformasi; sedangkan pada saat laba mixed antarapersisten dan tidak persisten, kandungan informasilebih dapat ditangkap dengan rata-rata tertimbangukuran tingkat dan perubahan (Cheng et al., 2003).Untuk tujuan penyederhanaan, banyak penelitimenggunakan ukuran tingkat saja atau ukuranperubahan saja. Namun Cheng et al. (2003) mengatakanbahwa kombinasi ukuran tingkat dan perubahan lebihbaik karena penggunaan salah satu ukuran saja dapatmenyebabkan bias. Model penelitian inimengakomodasi baik tingkat maupun perubahan untukmenginvestigasi kandungan informasi inkremental labadan arus kas operasi.

Dalam hipotesis pertama (H1) diprediksi bahwalaba dan arus kas operasi memiliki kandungan informasiinkremental yang saling melengkapi dalam menjelaskanvariasi return saham. H1 tersebut diuji denganmenggunakan Model 1 berikut ini:

Rjt = α0t + α1tEjt + α2tCFjt + α3tÄEjt + α4tÄCFjt + εjt….............Model 1

Page 23: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

97

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

Keterangan:1. Rjt = akumulasi return mentah pasar untuk

perusahaan j pada tahun t yang dimulai sejak bulanApril tahun t sampai dengan bulan Maret tahun t +1.

2. Ejt = tingkat laba perusahaan j pada tahun t dibagidengan harga saham perusahaan j pada akhir tahunt-1.

3. CFjt = tingkat arus kas operasi perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

4. ÄEjt = perubahan absolut laba perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

5. ÄCFjt = perubahan absolut arus kas operasiperusahaan j pada tahun t dibagi dengan hargasaham perusahaan j pada akhir tahun t-1.

Jumlah koefisien tingkat dan koefisienperubahan digunakan untuk mengevaluasi kandunganinformasi laba dan arus kas operasi. Penjumlahankoefisien laba (α1 + α3) disebut SCE (sum of estimatedcoefficients of earnings); sedangkan penjumlahankoefisien arus kas operasi (α2 +α4) disebut SCC (sumof estimated coefficients of cash flows). Apabilakoefisien SCE (α1 + α3) dan koefisien SCC (α2 + α4)positif dan signifikan, maka dapat dikatakan bahwa labadan arus kas operasi memiliki kandungan informasiinkremental yang saling melengkapi dalam menjelaskanvariasi return saham.

Dalam hipotesis kedua (H2) diprediksi bahwaapabila laba ekstrim, peran pelengkap arus kas operasiterhadap laba lebih besar dibandingkan apabila labamoderat dalam menjelaskan variasi return saham. H2ini akan diuji dengan menggunakan Model 2 sebagaiberikut:

Rjt = β0t + β1tEjt + β2tCFjt + β3tÄEjt + β4tÄCFjt + β5tEjt x DEE

+ β6tCFjt x DEE + β7tÄEjt x DEE + β8tÄCFjt x DEE + åjt……Model 2

Keterangan:1. Rjt = akumulasi return mentah pasar untuk

perusahaan j pada tahun t yang dimulai sejak bulanApril tahun t sampai dengan bulan Maret tahun t +

1.2. Ejt = tingkat laba perusahaan j pada tahun t dibagi

dengan harga saham perusahaan j pada akhir tahunt-1.

3. CFjt = tingkat arus kas operasi perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

4. ÄEjt = perubahan absolut laba perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

5. ÄCFjt = perubahan absolut arus kas operasiperusahaan j pada tahun t dibagi dengan hargasaham perusahaan j pada akhir tahun t-1.

6. DEE = adalah variabel dummy yang berisi 0 untuklaba tidak ekstrim (moderat) dan 1 untuk laba ekstrim(tidak moderat).

Pengukuran ekstrimitas laba dalam Model 2 diatas didasarkan pada rasio laba terhadap harga saham(Ejt/Pjt). Dengan pengukuran ekstrimitas ini, semuasampel yang memiliki laba positif akan diperingkatmenjadi sembilan portofolio dengan jumlah yang sama;sedangkan perusahaan sampel yang memiliki labanegatif akan dikelompokkan sebagai portofolio ke-sepuluh. Berdasarkan sepuluh portofolio tersebut,enam portofolio yang ditengah akan dikategorikansebagai laba yang moderat (informatif) dan empatportofolio sisanya akan dikategorikan sebagai laba yangekstrim (tidak informatif).

Koefisien SCE (β1 + β3) dan koefisien SCC (β2 +β4) menunjukkan kandungan informasi inkrementalapabila laba moderat. Sedangkan apabila laba bersifatekstrim, maka koefisien yang menunjukkan kandunganinformasi inkremental laba dan arus kas masing-masingSCE (β5 + β7) dan SCC (β6 + β8). Ekstrimitas labaseharusnya memiliki pengaruh negatif terhadapkandungan informasi inkremental laba, karena itudiprediksikan bahwa koefisien SCE (β5 + β7) adalahnegatif. Sedangkan apabila peran pelengkap arus kasoperasi ada, maka ekstrimitas laba akan berpengaruhpositif terhadap kandungan informasi inkremental aruskas operasi, karena itu diprediksikan bahwa koefisienSCC (β6 + β8) adalah positif. Koefisien SCE (β5 + β7)yang negatif dan SCC (β6 + β8) yang positifmenunjukkan bahwa arus kas operasi memberikan peranpelengkap lebih besar terhadap laba yang bersifat

Page 24: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

98

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

ekstrim daripada terhadap laba yang moderat dalammenjelaskan variasi return saham.

Dalam hipotesis ketiga (H3) diprediksi bahwaapabila laba ekstrim dan arus kas operasi moderat, peranpelengkap arus kas operasi terhadap laba lebih besardibandingkan apabila laba moderat dan arus kas operasiekstrim dalam menjelaskan variasi return saham. H3akan diuji dengan menggunakan Model 3.

Rjt = δ0t + δ1tEjt + δ2tCFjt + δ3tÄEjt + δ4tÄCFjt + δ5tEjt x DEE

+ δ6tCFjt x DEE + δ7tÄEjt x DEE + δ8tÄCFjt x DEE + åjt….Model 3

Keterangan:1. Rjt = akumulasi return mentah pasar untuk

perusahaan j pada tahun t yang dimulai sejak bulanApril tahun t sampai dengan bulan Maret tahun t +1.

2. Ejt = tingkat laba perusahaan j pada tahun t dibagidengan harga saham perusahaan j pada akhir tahunt-1.

3. CFjt = tingkat arus kas operasi perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

4. ÄEjt = perubahan absolut laba perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

5. ÄCFjt = perubahan absolut arus kas operasiperusahaan j pada tahun t dibagi dengan hargasaham perusahaan j pada akhir tahun t-1.

6. DEE = adalah variabel dummy yang berisi 0 untuklaba tidak ekstrim (moderat) dan 1 untuk laba ekstrim(tidak moderat).

Pada dasarnya Model 2 sama dengan Model 3,namun Model 3 digunakan untuk sampel yangdikelompokkan menjadi dua, yaitu sampel denganekstrimitas arus kas operasi rendah dan sampel denganekstrimitas arus kas operasi tinggi. Pengelompokansampel ini ditujuan untuk mengontrol karakteristik aruskas operasi. Pembagian ekstrimitas arus kas operasi inididasarkan pada pembagian sampel menjadi sepuluhpostofolio. Arus kas operasi yang positifdikelompokkan secara proporsional menjadi sembilanportofolio dan arus kas operasi yang negatif

dikelompokkan menjadi portofolio ke-sepuluh. Sampelyang termasuk dalam enam portofolio di tengah dijadikan sebagai sampel dengan arus kas operasimoderat (tidak ekstrim); sedangkan sampel yangtermasuk dalam empat portofolio lainnya dijadikansampel dengan arus kas operasi tidak moderat (ekstrim).Sama seperti Model 2, ekstrimitas laba juga didasarkanpada ukuran rasio laba terhadap harga saham (Ejt/Pjt).Penggunaan Ejt/Pjt untuk menentukan ekstrimitas labasama dengan penggunaan rasio tersebut untukpembagian sampel.

Hasil pengujian Model 3 akan disajikan dalamdua panel, yaitu Panel A untuk ekstrimitas arus kasoperasi rendah dan Panel B untuk ekstrimitas arus kasoperasi tinggi. Diprediksi bahwa ekstrimitas labamemiliki pengaruh negatif terhadap kandunganinformasi inkremental laba, karena itu koefisien SCE (δ5+ δ7) diharapkan negatif. Sedangkan apabila peranpelengkap arus kas operasi ada, maka ekstrimitas labaakan berpengaruh positif terhadap kandunganinformasi inkremental arus kas operasi, karena itukoefisien SCC (δ6 + δ8) diharapkan positif. Apabilakoefisien SCC (δ6 + δ8) pada Panel A lebih besar darikoefisien SCC (δ6 + δ8) pada Panel B, maka dapatdikatakan bahwa arus kas operasi moderat memberikanperan pelengkap lebih besar terhadap laba ekstrimdaripada arus kas operasi ekstrim dalam menjelaskanvariasi return saham.

Dalam hipotesis keempat (H4) diprediksi bahwaapabila arus kas operasi ekstrim, peran pelengkap labaterhadap arus kas operasi lebih besar dibandingkanapabila arus kas operasi moderat dalam menjelaskanvariasi return saham. H4 ini diuji dengan Model 4sebagai berikut:

Rjt = ϕ0t + ϕ1tEjt + ϕ2tCFjt + ϕ3tÄEjt + ϕ4tÄCFjt + ϕ5tEjt x DCFE

+ ϕ6tCFjt x DCFE + ϕ7tÄEjt x DCFE + ϕ8tÄCFjt x DCFE + åjt...Model 4

Keterangan:1. Rjt = akumulasi return mentah pasar untuk

perusahaan j pada tahun t yang dimulai sejak bulanApril tahun t sampai dengan bulan Maret tahun t +1.

2. Ejt = tingkat laba perusahaan j pada tahun t dibagidengan harga saham perusahaan j pada akhir tahunt-1.

Page 25: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

99

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

3. CFjt = tingkat arus kas operasi perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

4. ÄEjt = perubahan absolut laba perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

5. ÄCFjt = perubahan absolut arus kas operasiperusahaan j pada tahun t dibagi dengan hargasaham perusahaan j pada akhir tahun t-1.

6. DCFE = adalah variabel dummy yang berisi 0 untukarus kas operasi tidak ekstrim (moderat) dan 1 untukarus kas operassi ekstrim (tidak moderat).

Ukuran ekstrimitas arus kas operasi didasarkanpada rasio arus kas operasi terhadap harga saham (CFjt/Pjt). Pengukuran ekstrimitas arus kas operasi denganCFjt/Pjt didasarkan pada pembentukan sepuluhportofolio. Sampel yang memiliki arus kas operasi positifakan diperingkat menjadi sembilan portofolio denganjumlah yang sama; sedangkan sampel yang memilikiarus kas operasi negatif akan dikelompokkan sebagaiportofolio ke-sepuluh. Dari ke-sepuluh portofoliotersebut, enam portofolio yang ditengah akandikategorikan sebagai arus kas operasi yang moderatdan empat sisanya akan dikategorikan sebagai aruskas operasi yang ekstrim.

Koefisien SCE (β1 + β3) dan koefisien SCC (β2 +β4) menunjukkan kandungan informasi inkrementalapabila arus kas moderat. Sedangkan apabila arus kasbersifat ekstrim, maka koefisien yang menunjukkankandungan informasi inkremental laba dan arus kasmasing-masing SCE (ϕ5 + ϕ7) dan SCC (ϕ6 + ϕ8).Ekstrimitas arus kas seharusnya memiliki pengaruhnegatif terhadap kandungan informasi inkremental aruskas, karena itu diprediksikan bahwa koefisien SCC (ϕ6+ ϕ8) adalah negatif. Sedangkan apabila peranpelengkap laba ada, maka ekstrimitas arus kas akanberpengaruh positif terhadap kandungan informasiinkremental laba, karena itu diprediksikan bahwakoefisien SCE (ϕ5 + ϕ7) adalah positif. Koefisien SCE(ϕ5 + ϕ7) yang positif dan SCC (ϕ6 + ϕ8) yang negatifmenunjukkan bahwa laba memberikan peran pelengkaplebih besar terhadap arus kas operasi yang bersifatekstrim daripada terhadap arus kas operasi yangmoderat dalam menjelaskan variasi return saham.

Dalam hipotesis kelima (H5) diprediksi bahwaapabila arus kas operasi ekstrim dan laba moderat, peran

pelengkap laba terhadap arus kas operasi akan lebihbesar dibandingkan apabila arus kas operasi moderatdan laba ekstrim dalam menjelaskan variasi returnsaham. H5 akan diuji dengan menggunakan Model 5berikut ini:

Rjt = θ0t + θ1tEjt + θ2tCFjt + θ3tÄEjt + θ4tÄCFjt + θ5tEjt x DCFE

+ θ6tCFjt x DCFE + θ7tÄEjt x DCFE + θ8tÄCFjt x DCFE + åjt...Model 5

Keterangan:1. Rjt = akumulasi return mentah pasar untuk

perusahaan j pada tahun t yang dimulai sejak bulanApril tahun t sampai dengan bulan Maret tahun t +1.

2. Ejt = tingkat laba perusahaan j pada tahun t dibagidengan harga saham perusahaan j pada akhir tahunt-1.

3. CFjt = tingkat arus kas operasi perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

4. ÄEjt = perubahan absolut laba perusahaan j padatahun t dibagi dengan harga saham perusahaan jpada akhir tahun t-1.

5. ÄCFjt = perubahan absolut arus kas operasiperusahaan j pada tahun t dibagi dengan hargasaham perusahaan j pada akhir tahun t-1.

6. DCFE = adalah variabel dummy yang berisi 0 untukarus kas operasi tidak ekstrim (moderat) dan 1 untukarus kas operassi ekstrim (tidak moderat).

Sampel dibagi ke dalam dua kelompok, yaitusampel dengan ekstrimitas laba rendah dan sampeldengan ekstrimitas laba tinggi. Pembagian ekstrimitaslaba ini didasarkan pada pembagian sampel menjadisepuluh portofolio. Laba yang positif dikelompokkansecara proporsional menjadi sembilan portofolio danlaba yang negatif dikelompokkan menjadi portofolioke-sepuluh. Sampel yang termasuk dalam enamportofolio di tengah di jadikan sebagai sampel denganlaba moderat (tidak ekstrim); sedangkan sampel yangtermasuk dalam empat portofolio lainnya dijadikansampel dengan laba tidak moderat (ekstrim). Selain itu,ekstrimitas arus kas operasi diukur dengan CFjt/Pjt.Hasil pengujian Model 5 akan disajikan dalam dua

Page 26: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

100

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

panel, yaitu Panel A untuk ekstrimitas laba rendah danPanel B untuk ekstrimitas laba tinggi.

Ekstrimitas arus kas operasi seharusnyamemiliki pengaruh negatif terhadap kandunganinformasi inkremental arus kas operasi, karena itudiprediksikan bahwa koefisien SCC (θ6 + θ8) adalahnegatif. Sedangkan apabila peran pelengkap laba ada,maka ekstrimitas arus kas operasi akan berpengaruhpositif terhadap kandungan informasi inkremental laba,karena itu diprediksikan bahwa koefisien SCE (θ5 + θ7)adalah positif. Apabila koefisien SCE (θ5 + θ7) Panel Alebih besar daripada koefisien SCE (θ5 + θ7) Panel B,maka dapat dikatakan bahwa laba moderat memberikanperan pelengkap lebih besar terhadap arus kas operasiekstrim daripada laba ekstrim dalam menjelaskan variasireturn saham.

ANALISIS DAN HASIL

Peraga 1 berikut ini menyajikan statistikdeskriptif mengenai rata-rata dan standar deviasi darivariabel dependen dan semua variabel independen.Sampel atau jumlah pengamatan yang diperoleh untukperiode pengamatan empat tahun sejak tahun 1999

sampai dengan 2002 adalah sebanyak 1.502 tahunperusahaan.

Pada Peraga 2 tampak hasil pengujian kan-dungan informasi laba dan arus kas. Denganmenggunakan tingkat (level)), koefisien laba lebihrendah daripada koefisien arus kas. Sedangkan denganmenggunakan perubahan (change), koefisien laba lebihbesar daripada koefisien arus kas. Karena koefisien SCEdan SCC positif, maka dapat dikatakan bahwa laba danarus kas operasi memiliki kandungan informasi. Secarakeseluruhan, kandungan informasi laba lebih besardaripada kandungan informasi arus kas. Hal ini terlihatdari koefisien SCE sebesar 0,262, sedangkan jumlahSCC adalah sebesar 0,167. Walaupun kandunganinformasi laba lebih besar, arus kas mampu memberikaninformasi yang tidak disediakan oleh laba. Sesuaidengan prediksi dalam H1, maka dapat dikatakan bahwalaba dan arus kas operasi memiliki kandungan informasiinkremental yang saling melengkapi dalam menjelaskanvariasi return saham.

Ekstrimitas laba seharusnya memiliki pengaruhnegatif terhadap kandungan informasi inkremental laba,karena itu diprediksikan bahwa koefisien SCE (β5 + β7)adalah negatif. Apabila peran pelengkap arus kasoperasi ada, maka ekstrimitas laba akan berpengaruhpositif terhadap kandungan informasi inkremental aruskas operasi, karena itu diprediksikan bahwa koefisienSCC (β6 + β8) adalah positif. Pada Peraga 3 tampakbahwa koefisien SCE adalah –9,437 dan koefisien SCCadalah 1,389. Koefisien SCE yang negatif dan koefisienSCC yang positif konsisten dengan prediksi. Temuanini sejalan dengan prediksi dalam H2 yang menyatakanbahwa apabila laba ekstrim, peran pelengkap arus kasoperasi terhadap laba lebih besar dibandingkan apabila

Peraga 1Statistik Deskriptif

Variable Mean Std. Deviation N

Rjt 0,273 0,997 1.502Ejt 102.530.555,605 330.748.326,697 1.502CFjt 142.643.128,492 384.388.977,990 1.502ÄEjt 122.615.760,447 383.896.562,471 1.502ÄCFjt 214.145.090,854 500.961.179,899 1.502

Peraga 2Kandungan Informasi Laba dan Arus Kas Operasi

Rjt = ααααα0t + ααααα1tEjt + ααααα2tCFjt + ααααα3tÄEjt + ααααα4tÄCFjt + εεεεεjt

ααααα1 ααααα2 ααααα3 ααααα4 ααααα1 + ααααα3 ααααα2 + ααααα4 F Sig. R2

Keterangan SCE SCCKoefisien 0,084 0,078 0,178 0,089 0,262 0,167 26,267 0,000 6 , 9 %Nilai t 2,679 2,354 6,265 3,294Signifikansi 0,007 0,019 0,000 0,001

Page 27: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

101

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

laba moderat dalam menjelaskan variasi return saham.Ekstrimitas laba memiliki pengaruh negatif

terhadap kandungan informasi inkremental laba, karenaitu koefisien SCE (δδδδδ5 + δδδδδ7) diharapkan negatif. Apabilaperan pelengkap arus kas operasi ada, maka ekstrimitaslaba akan berpengaruh positif terhadap kandunganinformasi inkremental arus kas operasi, karena itukoefisien SCC (δδδδδ6 + δδδδδ8) diharapkan positif. Pada Peraga4 disajikan hasil pengujian H3 yang menyatakan bahwaapabila laba ekstrim dan arus kas operasi moderat, peranpelengkap arus kas operasi terhadap laba lebih besardibandingkan apabila laba moderat dan arus kas operasiekstrim dalam menjelaskan variasi return saham. Panel

A menunjukkan hasil pengujian untuk ekstrimitas aruskas operasi rendah; sedangkan Panel B menunjukkanhasil pengujian untuk ekstrimitas arus kas operasitinggi. Peran pelengkap arus kas berdampak negatifterhadap ekstrimitas laba, baik untuk arus kas yangekstrim maupun untuk arus kas yang moderat. Hal initerlihat dari SCE yang negatif dan SCC yang positifbaik untuk Panel A maupun Panel B. Karena SCC padaPanel A (2,012) lebih besar daripada SCC (0,775) padaPanel B, maka dapat dikatakan bahwa peran pelengkaparus kas terhadap laba lebih besar pada saat arus kasmoderat dibandingkan dengan arus kas ekstrim.Temuan ini menunjukkan bahwa H3 dapat didukung

Peraga 3Peran Pelengkap Arus Kas Operasi Terhadap Laba

Rjt = βββββ0t + βββββ1tEjt + βββββ2tCFjt + βββββ3tÄEjt + βββββ4tÄCFjt + βββββ5tEjt x DEE

+ βββββ6tCFjt x DEE + βββββ7tÄEjt x DEE + βββββ8tÄCFjt x DEE + åjt

βββββ 1 βββββ 2 βββββ 3 βββββ 4 βββββ 5 βββββ 6 βββββ 7 βββββ 8 βββββ5 + βββββ7 βββββ6 + βββββ8 F Sig. R2

Keterangan SCE SCC

Koefisien 8,374 0,786 0,163 0,711 -8,299 0,734 -1,238 0,655 -9,437 1,389 26.849 0.000 12,6%Nilai t 9,207 2,997 3,819 3,089 -9,128 2,798 -9,691 2,831Signifikansi 0,000 0,003 0,000 0,002 0,000 0,005 0,000 0,005

Peraga 4Peran Pelengkap Laba terhadap Arus Kas Operasi

Rjt = δδδδδ0t + δδδδδ1tEjt + δδδδδ2tCFjt + δδδδδ3tÄEjt + δδδδδ4tÄCFjt + δδδδδ5tEjt x DEE

+ δδδδδ6tCFjt x DEE + δδδδδ7tÄEjt x DEE + δδδδδ8tÄCFjt x DEE + åjt

Panel A: Ekstrimitas CF Rendahδδδδδ1 δδδδδ2 δδδδδ3 δδδδδ 4 δδδδδ 5 δδδδδ 6 δδδδδ7 δδδδδ 8 δδδδδ5 + δδδδδ7 δδδδδ6 + δδδδδ8 F Sig. R2

Keterangan SCE SCC

Koefisien 7,912 1,127 0,116 1,019 -7,820 1,062 -1,002 0,950 -8,822 2,012 19,257 0,000 16,9%Nilai t 6,819 3,162 1,760 3,221 -6,744 2,980 -1,868 2,989Signifikansi 0,000 0,002 0,079 0,001 0,000 0,003 0,062 0,003

Panel B: Ekstrimitas CF Tinggiδδδδδ1 δδδδδ2 δδδδδ3 δδδδδ 4 δδδδδ 5 δδδδδ 6 δδδδδ7 δδδδδ 8 δδδδδ5 + δδδδδ7 δδδδδ6 + δδδδδ8 F Sig. R2

Keterangan SCE SCC

Koefisien 2,254 0,726 2,126 0,669 -2,143 0,486 -1,569 0,486 -3,712 0,775 11,831 0,000 11,5%Nilai t 6,697 1,881 1,700 1,730 -6,359 2,149 -7,986 2,149Signifikansi 0,000 0,060 0,090 0,084 0,000 0,032 0,000 0,032

Page 28: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

102

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

secara empiris.Dalam H4 diprediksi bahwa apabila arus kas

operasi ekstrim, peran pelengkap laba terhadap aruskas operasi lebih besar dibandingkan apabila arus kasoperasi moderat dalam menjelaskan variasi returnsaham. Apabila laba memiliki peran pelengkap terhadaparus kas, maka peran pelengkap tersebut akanberdampak negatif terhadap ekstrimitas arus kasoperasi. Namun pada Peraga 5 terlihat bahwa koefisienSCE dan SCC adalah sama-sama negatif, yaitu -2,646dan -12,497. Memang SCC jauh lebih negatif dan SCElebih dekat ke positif daripada SCC, namun karenakeduanya sama-sama negatif, maka dapat dikatakanbahwa H4 tidak dapat didukung secara empiris. Temuanini menunjukkan bahwa arus kas tidak mampu menjadiindikator utama kinerja keuangan daripada laba dalammenilai perusahaan.

Pada Peraga 6 tampak hasil pengujian peranpelengkap laba terhadap arus kas pada saat arus kasekstrim dan ekstrimitas laba dikontrol. Panel Amenunjukkan ekstrimitas laba yang rendah; sedangkanPanel B menunjukkan ekstrimitas laba yang tinggi.Apabila laba memiliki peran pelengkap terhadap aruskas, maka akan tampak pada SCE yang positif dan SCCyang negatif. Namun terlihat pada Panel A dan Panel Bbahwa baik SCE maupun SCC sama-sama negatif.Walaupun SCE lebih mengarah ke positif daripada SCC,namun hal ini tidak menunjukkan bukti yang memadaiuntuk mendukung H5. Karena ini dapat dikatakanbahwa laba tidak memiliki peran pelengkap terhadaparus kas. Temuan ini tidak konsisten dengan prediksi

Peraga 5Peran Pelengkap Laba Terhadap Arus Kas Operasi

Rjt = ϕϕϕϕϕ0t + ϕϕϕϕϕ1tEjt + ϕϕϕϕϕ2tCFjt + ϕϕϕϕϕ3tÄEjt + ϕϕϕϕϕ4tÄCFjt + ϕϕϕϕϕ5tEjt x DCFE

+ ϕϕϕϕϕ6tCFjt x DCFE + ϕϕϕϕϕ7tÄEjt x DCFE + ϕϕϕϕϕ8tÄCFjt x DCFE + åjt

ϕϕϕϕϕ1 ϕϕϕϕϕ2 ϕϕϕϕϕ3 ϕϕϕϕϕ4 ϕϕϕϕϕ5 ϕϕϕϕϕ6 ϕϕϕϕϕ7 ϕϕϕϕϕ8 ϕϕϕϕϕ5 + ϕϕϕϕϕ7 ϕϕϕϕϕ6 + ϕϕϕϕϕ8 F Sig. R2

Keterangan SCE SCC

Koefisien 0,824 8,329 2,046 2,306 -0,758 -8,265 -1,888 -2,232Nilai t 1,998 6,494 3,149 1,966 -1,839 -6,447 -2,903 -1,900 -2,646 -12,497 24,627 0,000 11,7%Signifikansi 0,046 0,000 0,002 0,050 0,066 0,000 0,004 0,058

Peraga 6Peran Pelengkap Laba Terhadap Arus Kas Operasi

Rjt = θθθθθ0t + θθθθθ1tEjt + θθθθθ2tCFjt + θθθθθ3tÄEjt + θθθθθ4tÄCFjt + θθθθθ5tEjt x DCFE

+ θθθθθ6tCFjt x DCFE + θθθθθ7tÄEjt x DCFE + θθθθθ8tÄCFjt x DCFE + åjt

Panel A: Ekstrimitas E Rendah

θθθθθ 1 θθθθθ 2 θθθθθ 3 θθθθθ 4 θθθθθ 5 θθθθθ 6 θθθθθ 7 θθθθθ 8 θθθθθ5 + θθθθθ7 θθθθθ6 + θθθθθ8 F Sig. R2

Keterangan SCE SCC

Koefisien 0,834 3,635 1,141 3,893 -0,401 -3,098 0,142 -0,934Nilai t 1,927 3,048 5,776 3,403 -3,530 -5,249 1,965 -3,385 -0,259 -4,028 20,050 0,000 19,4%Signifikansi 0,054 0,002 0,000 0,001 0,000 0,000 0,050 0,001

Page 29: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

103

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

dalam H5.PENUTUP

Penelitian ini memberikan tambahan bukti yangmendukung berbagai penelitian sebelumnya bahwalaba akuntansi dan arus kas operasi mengandunginformasi bagi investor. Namun demikian, kandunganinformasi laba dan arus kas operasi berkurang apabilalaba dan arus kas tersebut ekstrim. Sebaliknya,kandungan informasi laba dan arus kas akan meningkatapabila laba dan arus kas tersebut persisten. Padadasarnya investor membutuhkan indikator keuangan,laba dan arus kas, yang persisten untuk menilaiperusahaan.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa laba merupakan indikator kinerja utama bagiinvestor dibandingkan dengan arus kas. Apabila labatidak persisten, maka secara tradisional arus kas akandijadikan sebagai indikator keuangan berikutnya.Penelitian ini berhasil menemukan bahwa arus kasmemiliki peran pelengkap terhadap laba. Peranpelengkap arus kas tersebut akan lebih besar pada saatarus kas operasi moderat dan laba ekstrim. Akan tetapi,baik pada saat arus kas operasi ekstrim atau moderat,peneliti tidak berhasil menemukan bukti empiris bahwalaba memiliki peran pelengkap terhadap arus kasoperasi. Karena itu, penelitian ini tetap konsistendengan penelitian-penelitian sebelumnya yangmenyatakan bahwa laba merupakan indikator yang lebihdigunakan oleh investor daripada arus kas operasidalam menilai perusahaan.

Panel B: Ekstrimitas E Tinggi

θθθθθ 1 θθθθθ 2 θθθθθ 3 θθθθθ 4 θθθθθ 5 θθθθθ 6 θθθθθ 7 θθθθθ 8 θθθθθ5 + θθθθθ7 θθθθθ6 + θθθθθ8 F Sig. R2

Keterangan SCE SCC

Koefisien 1,070 3,120 1,135 1,124 -0,757 -3,584 0,112 -3,838 -0,645 -7,422 13,815 0,000 13,5%Nilai t 3,901 5,300 6,564 6,366 -1,749 -3,010 1,850 -3.351Signifikansi 0,000 0,000 0,000 0,000 0,081 0,003 0,065 0,001

Page 30: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

104

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ashiq (1994). “The Incremental Information Con-tent of Earnings, Working Capital From Opera-tions, and Cash Flows.” Journal of Account-ing Research. Volme 32: 61-73.

Ali, Ashiq; dan Pope, Peter F. (1995). “The IncrementalInformation Content of Earnings, Funds Flow,and Cash Flow: The UK Evidence.” Journal ofBusiness Finance & Accounting. Januari: 19-34.

Ali, A. dan Zarowin, P. (1992). “The Role of EarningsLevels in Annual Earnings-Returns Studies.”Journal of Accounting Research. Autumn: 289-296.

Ball, R. J.; dan Brown, P. (1968). “An Empirical Evalua-tion of Accounting Income Numbers.” Journalof Accounting Research. Autumn 159-178.

Baridwan, Zaki (1997). “Analisis Nilai Tambah InformasiLaporan Arus Kas.” Jurnal Ekonomi dan BisnisIndonesia. Volume 12: 1-14.

Beaver, W. H. (1968). “The Information Content ofAnnual Earnings Announcements.” Journal ofAccounting Research. Supplement: 67-92.

Bowen, R. M. ; Burgstahler, D; dan Daley, L. A. (1996).“The Evidence on The Relationships BetweenEarnings and Various Measures of Cash Flows.”Accounting Review. Volume 4: 713-725.

Chritou, Andreas; Clubb, Colin; dan Andreou, Andreas(2001). “The Effect of Earnings Permanence,Growth, and Firm Size on The Usefulness ofCash Flows and Earnings in Explaining Secu-rity Returns.” Journal of Business Finance &Accounting.” June: 563-594.

Cheng, C. S. Agnes; Liu, Chao-Shin; dan Schaefer,Thomas F. (1996). “Earnings Permanence andthe Incremental Information Content of CashFlow From Operations.” Journal of Account-

ing Research. Spring: 173-181.Cheng, C. S. Agnes; Liu, Chao-Shin; dan Schaefer,

Thomas F. (1997). “The Value-Relevance ofSFAS No. 95 Cash Flows Frm Operations asAssessed by Security Market Effects.” Ac-counting Horizons. September: 1-15.

Cheng, C. S. Agnes; Yang, Simon S. M.; dan Clubb,Colin (2003). “The Incremental Content of Earn-ings and Cash Flow From Operations Effectedby Their Extremity.” Journal of Business andFinance & Accounting. Januari: 73-116.

Clubb, Colin D. B. (1997). “An Empirical Study of theIncremental Content of Accounting Earnings,Funds Flow, and Cash Flow in the UK.” Jour-nal of Business Finance & Accounting. Januari:35-52.

Cotter, Julie (1996). “Accrual and Cash Flow Account-ing Models: A Comparison of the Value Rel-evance and Timeliness of Their Components.”Accounting & Finance. Nopember: 127-150.

Das, S. dan Lev, B. (1994). “Nonlinearity in the Re-turns-Earnings Relations: Tests of AlternativeSpecifications.” Contemporary AccountingResearch. Vol. 11: 353-380.

DeFond, M. dan Hung, M. (2001). “An Empirical Analy-sis of Analysts’ Cash Flow Forecast.” WorkingPaper (University of Southern California).

Donnelly, Raymond; dan Walker, Martin (1995). “SharePrice Anticipation of Earnings and the Effect ofEarnings Persistence and Firm Size.” Journalof Business Finance & Accounting. Januari: 5-18.

Donnelly, Raymond (2002). “Earnings Persistence,Losses, and The Estimation of Earnings Re-sponse Coefficients.” Abacus. February: 121-133.

Easton, P. dan Harris, T. (1991). “Earnings as an Ex-planatory Variable for Returns.” Journal of Ac-counting & Economics. Vol. 20: 19-36.

Page 31: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

105

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

Freeman, P. D. dan Tse, S. (1992). “A Non-linear Modelof Security Price Response to Unexpected Earn-ings.” Journal of Accounting Research. Vol. 30:185-209.

Healy, P. M., dan Wahlen, J. M. (1999). “A Review ofthe Earnings Management Literature and ItsImplications for Standard Setting.” AccountingHorizons. Vol. 13: 365-383.

Kusuma, Poppy Dian Indira (2003). “Nilai TambahKandungan Informasi Laba dan Arus KasOperasi.” Simposium Nasional Akuntansi VI.Surabaya, 16-17 Oktober.

Lee, T. A. (1974). “Enterprise Income: Survival or De-cline and Fall?” Accounting and Business Re-search. Summer.

Lee, T. A.; dan Howard, T. (1999). “The Difference Be-tween Earnings and Operating Cash Flow as anIndicator Financial Reporting Fraud.” Contem-porary Accounting Research. Vol. 16: 749-786.

Livnat, J. dan Zarowin, P. (1990). “The Incremental In-formation Content of Cash Flow Components.”Journal of Accounting & Economics. Vol. 12:25-46.

Ohlson, J. dan Shroff, P. (1989). “Changes Versus Lev-els in Earnings as Explanatory Variables for Re-turns: Some Theoritical Considerations.” Jour-nal of Accounting Research. Autumn: 210-226.

Pfeiffer, Ray J. Jr.; Elgers, Pieter T.; Lo, May H.; danRees, Lynn L. (1998). “Additional Evidence onthe Incremental Information Content of CashFlows and Accruals: The Impact of Errors inMeasuring Market Expectations.” AccountingReview. Juli: 373-385.

Sloan, Richard G. (1996). “Do Stock Prices Fully ReflectInformation in Accruals and Cash Flows AboutFuture Earnings?” Accounting Review. Juli: 289-

315.Suadi, Arief (1998). “Penelitian Tentang Manfaat

Laporan Arus Kas.” Jurnal Ekonomi dan BisnisIndonesia. Volume 13: 91-97.

Syarif, Firman (2002). “Peranan Informasi Arus Kas:Studi Sebelum dan Sesudah DiberlakukannyaPSAK No. 2 Serta Hubungannya Dengan TheBid-Ask Spreads.” Simposium NasionalAkuntansi V. Semarang, 5-6 September.

Page 32: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

106

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Baldric Siregar Peran Saling Melengkapi Laba ......

Page 33: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

107

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

INDUSTRY POLICY AND TECHNOLOGY TRANSFER:REVIEW AND ANALYSIS OF THE INDONESIAN AUTOMOTIVE

INDUSTRY DURING NEW ORDER ERA

Fahmy Radhi *)

Volume XVINomor 2Agustus 2005Hal. 107-120

*) Fahmy Rahdi, MBA., PhD., adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UGM.1) International technology transfer refers to cross border diffusion of technologies from one entity to another2) The technology transferor is defined as the entity that possesses technology that is being transferred to the transferee.3) The technology transferee is defined as the entity that seeks and receives the technology from the transferor.

ABSTRACT

This article analyses on the role of industrypolicies in technology transfer at the industry level,with particular focus on the Indonesian automotiveindustry based on the literature review in this area.The article concludes that industrial policies have animportant role to encourage technology transfer fromforeign to domestic firms for both assembly and com-ponent sectors. Some technological capabilities haveundoubtedly been developed behind the industry’shighly protective policies. However, the technologytransfer from foreign companies to domestic firms hasfailed to make significant contributions in enhancingthe domestic technological capabilities as indicated bylocal content rate (LCR) and revealed comparative ad-vantage (RCA). During the New Order Era, govern-ment efforts to use the Industry as a vehicle for thecountry’s technological development trough technol-ogy transfer have essentially been unsuccessful.

Keywords: Intra-firm and inter-firm technology trans-fer, transferor, transferee, technological capability, in-digenous technology, industry policy.

INTRODUCTION

Studies on international technology transfer1

(ITT) have grown enormously as evidenced by thenumerous literatures in this area. The Studies oftenexamine the relationship between a technology trans-feror2 and a technology transferee3, as well as a wholeseries of related aspects. Those aspects that have beenresearch priorities generally fall into three broad cat-egories: understanding the process itself, in particu-larly its determinants; the effects on the technologytransfer on the transferor and transferee; and govern-ment interventions in regulating ITT. Although muchresearch has been undertaken, a number of gaps stillexist in the literature. The existing literature has fo-cused overwhelmingly on technology transfer amongdeveloped countries. Although some studies focus onthe transfer from developed to developing countries,researchers have paid little attention to technologytransfer to specific developing countries or specificindustries (Chen 1993, pp. 22-23). Therefore, a study oftechnology transfer with specific reference to the In-donesian automotive industry could make a signifi-cant contribution of theoretical and practical interest.This article analyses on the role of industry policies intechnology transfer at the Indonesian automotive in-

Page 34: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

108

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

dustry. The article is organized as follows. First sec-tion, it will be reviewed industrial policies in relation tothe development of the Indonesia automotive indus-try during the New Order Era. The relationship betweengovernment policies and technology transfer in theindustry is analysed in the second section. Third sec-tion is revealed several technology transfer indicatorsfor the Indonesian automotive industry compared withthem of other ASEAN countries. Concluding remarksare presented in the last section.

The Development of Indonesian Automotive IndustryThe Indonesian automotive industry is one of

the most important industries in the country. The im-portance of the development of the automotive indus-try in a large developing country, like Indonesia, de-rives from its multiplier effects transmitted through itsbackward and forward linkages to industries. The au-tomotive industry also may serve as a vehicle for thecountry’s technological development through intra-firm4 and inter-firm5 technology transfers since it con-tains a large and sophisticated array of technologyand has been the subject of intense foreign companyinvolvement.

During the New Order Era, the government hasplayed an important role in the automotive industry.Its involvement has been as a regulator through theformulation and implementation of its policies and pro-grams, as well as being an industry player through theentry of state-owned companies in the industry. AsFujita and Hill (1997, pp. 312-313) point out, mostASEAN countries, including Indonesia, established anautomotive industry strategy as part of the nationalagenda for industrial sector development through in-fant industry and import substitution policies. In imple-menting these policies, the government introducedseveral programs to promote development of the in-dustry. These programs included assembly program,deletion program, incentive program, national car pro-gram, and deregulation program.

Assembly ProgramIn the first phase of the automotive industry

development, the New Order government established

a full manufacturing target by introducing the ‘assem-bly program’. According to Witoelar (1983, pp. 18-19),there were several purposes of the program. The firstwas to encourage the local assemblers to increase theirlocal production and decrease the volume of importedvehicles. The second purpose was to rationalize thenumber of car brands, since there were 63 differentbrands at that time. The third purpose was to encour-age technology transfer through intra-firm technologytransfer, from foreign firms to the local assemblers inorder to achieve a full manufacturing target as the ba-sis for building a national car.

In implementing the program, on 16th January1969, the Minister of Trade and the Minister of Indus-tries released joint decrees to restrict the importationof both completely built up (CBU) and semi knockeddown (SKD) vehicles. On 12th March 1969, the Minis-ter of Industries and the Minister of Transportationalso issued a joint decree to regulate the conditions ofagents and brand holders. In order to protect the localassemblers, the Minister of Trade instituted two de-crees. The first decree issued on 1st April 1969 statedthat the importation of CBU vehicles was totally pro-hibited. The second decree released on 5th June 1969stated that the importation of commercial vehiclesshould be on a CKD basis and assembled in the do-mestic plants, under the so-called domestic sole agencyscheme (Department of Industry 1994, p. 44). In thisscheme, a local company was assigned as a soleagency holder that had the rights to import vehicles inCKD form, to assemble them and to distribute the as-sembled vehicles in the domestic market. Furthermore,since the government focused on developing commer-cial vehicles, on 5th June 1969, the Minister of Financeset the import duty on CKD vehicles at zero percent forcommercial vehicles and 100 percent for passenger cars.

As a result of these policies, in the early 1970smany assembly plants were established and the num-ber of local assemblers increased steadily. In 1969, thenumber of local assemblers was small. Yet by 1976 theynumbered 20 and operated assembly plants located inbig cities, such as Jakarta, Surabaya, Medan andMakassar. The volume of local production grew at anextraordinary average rate of 70 percent annually in

4) Intra-firm technology transfer is technology transferred from foreign companies to domestic firms.5) Inter-firm technology transfer is technology transferred among domestic firms.

Page 35: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

109

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

the period from the early 1970s to the end of the 1980s(Chalmers 1996, pp. 164-165). However, the volume ofcomponents imported also increased steadily over thesame period, since local assemblers were still very de-pendent on the importation of parts and componentsfrom foreign companies (Sato 1998, p. 119).

The Deletion ProgramThe dependency of local assemblers on foreign

companies in providing parts and components had en-couraged the government to develop the parts andcomponents sectors by introducing the ‘deletion pro-gram’. As noted by Witoelar (1983, p. 26), the deletionprogram, commencing on 2nd August 1976, requiredcommercial vehicles to be assembled in the domesticassembly plants by using available local components.These local components were divided into two cat-egories, namely main components and universal com-ponents. The policy also categorized commercial ve-

hicles into four sub-categories based on gross vehicleweight (GVW) and their function (Witoelar 1983, p. 27).The program aimed to promote full manufacturing atthe assembly level through ‘intra-firm’ technologytransfer from foreign firms to local companies. The pro-gram also aimed to promote sub-contracting arrange-ments between local assemblers and component manu-facturers, particularly small-medium sized enterprises,such as sourcing procurements. It was expected that‘inter-firm’ technology transfer could occur betweenboth entities. The program set the schedule target thatusing local components for commercial vehicles wouldcommence in 1977 and end in 1984, at which time fullmanufacturing should be attained (Department of In-dustry 1994, p. 47). Based on the program, the assem-blers had to procure components from the local sup-plier and adhere to the schedule target. The programinitially covered replacement parts that already hadbeen produced locally, such as paint, tires and storage

Table 1Schedule Target of the Deletion Program For Commercial Vehicles

Category 1977 1978 1979 1984

Source: Department of Industry, 1994.

Glass, Seats, Cabin chassis,Fuel tankBody, Wheel rim, Muffler &Air-filter, SparkplugsShock absorbers, Suspensions,RadiatorGlass, Seats, Cabin chassis,Fuel tankBody, Wheel rim, Muffler &Air-filter, SparkplugsShock absorbers, Suspensions,Radiator

Glass, Seats, Cabin chassis,Radiator

Paint

Tires andBattery

Paint

Tires andBattery

Paint

Tires andBattery

Engine and Transmission

Wheel drums,Brakes andSpark plugs

Engine and Transmission

Wheel drums,Brakes

Chassis, fuel tank,oil and fuel filter

Sparkplugs

Clutch-lining,Drive axles

Engine andTransmissionWheel drums,Brakes

Clutch-lining,Drive axles

Clutch-lining,Drive axlesPlastic and Rubber parts

0.75-1 tons

2-2.5 tons

3.5-5 tons

Page 36: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

110

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

batteries. The schedule target can be seen in Table 1.The program was also called ‘the mandatory

deletion program’, since it used a penalty system. Inthis system, local assemblers who failed to comply withthe targets were sanctioned with 100 percent importduty on imported components that were supposed tobe locally sourced. It was expected that the automo-tive industry would reach full manufacturing and shouldbe independent from imported components at the endof program (Aswicahyono, Anas and Rizal 2000a, pp.2-3).

Through the implementation of the mandatorydeletion program, the government attempted to fosterthe development of upstream industries that aimed at afurther ‘deepening’ of Indonesia’s industrial structure(Soehoed 1988, pp. 45-47). To achieve this, the govern-ment encouraged private enterprises to enter into capi-tal-intensive, resource processing industries and sup-porting industries to produce parts and componentsfor downstream assembly industries. As a result, dur-ing the period from 1979 to 1980, the components sec-tor grew rapidly. According to Sato (1998, p. 111), thegrowth of the components sector had been acceler-ated partly by the industrial deepening localizationpolicies — the so-called deletion program —and partlyas a result of the domestic investment boom in thosesectors after 1978.

However, by the early 1980s the target programhad not been achieved, causing the government torevise the program several times. One year before the

1984 deadline target the Minister of Industries releaseda decree delaying the schedule target for using localcomponents for transmission and clutch systems from1984 to 1986. The revised schedule target of the dele-tion program can be seen in Table 2.

In spite of revising it several times, the overalltarget was never achieved. This failure was partly be-cause the program was too ambitious and partly be-cause the economic recession in the mid-1980s resultedin a sharp decline in domestic demand. Furthermore,there were a number of factors that contributed to thefailure of the deletion program. First, the foreign princi-pals did not fully support the program. Second, localcomponent production could not achieve economiesof scale because there were too many brands and typesof vehicles. Third, the quality of local componentscould not meet with the quality standards required bythe foreign principals. Fourth, most local producershad low technological capabilities and could not keeppace with the rapid changes in vehicle technology. Fi-nally, the domestic market was too small and fragmented(Siahaan 2000, pp. 396-397). Although the deletion pro-gram never met its target, it made a major contributionto the automotive industry, especially in developingthe local components sector. The program not onlybrought many new entrants into the components sec-tor, but also made vertical inter-firm linkages and sub-contracting networks that have proliferated in the au-tomotive industry.

Table 2Revised Schedule Target of the Deletion Program for Commercial Vehicles

Category 1984 1985 1986

Engine Transmission0.75-1 tons Drive Axles/Drive Shaft Diesel Engine Clutch System

Brake System

2-2.5 tons Wheel Rims Engine TransmissionCabin/Chassis Frame Diesel Engine Clutch System

Drive Axle/Drive Shaft

Engine Transmission3.5-5 tons Drive Axles/Drive Shaft Diesel Engine Clutch System

Brake SystemSource: Department of Industry, 1994.

Page 37: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

111

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

The Incentive ProgramIn June 1993, the government issued a new

policy in the automotive industry known as the ‘incen-tive program’. Like the deletion program, the govern-ment also established a full manufacturing target inimplementing the incentive program (Department ofIndustry 1994, p. 51). The incentive program require-ments were less distorting than these of the deletionprogram since it emphasized an incentive approach,while the deletion program used a penalty approach(Thee 1998, pp. 107-108). The incentive was in the formof lower duties on the remaining imported components,sub-components, semi-finished parts and raw materi-als based on the local content rate. The higher thelocal content rates the lower the import duty for theremaining imported components. Assemblers who hadbeen increasing their local components were rewardedwith lower duties on remaining imported components.Moreover, this policy allowed new entrants into theautomotive industry, greater involvement of foreignprincipals and allowed the import of CBU vehicles, al-beit at higher import duties (Wannacot 1995, p. 93).

The policy also introduced the concept of localvalue-added. The concept was understood to be thereal value of the local components after deduction ofthe value of imported raw materials and sub-compo-nents required for assembly (Thee 1998, p. 109). Theincentive was based on a points system whereby eachcomponent or groups of components were assignedpoints used to measure the local content rate (LCR)achieved.

Actual local content was defined as the value-added for products produced by local assemblers. Itwas considered local content if components or sub-components were locally manufactured or domesticallyassembled. In determining actual local contents, it useda self-assessment approach whereby the percentageof actual local content was assessed by assemblersand verified by Sucofindo, a state-owned company inthe testing and verification of vehicles. The local con-tent weight for each component varied between 0.8percent to 25 percent, depending on the type of com-ponent and the category of vehicle (Aswicahyono, etal. 2000a, pp. 4-5). Detail of the local content weightcan be seen in Table 3.

Table 3Local Content Weight for Calculating LCR (percent)

Passenger I II I I I IV

Engine 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0Transmission 13.1 13.1 13.2 13.1 13.1Drive Axle 3.3 13.1 11.5 11.8 11.0Steering System 1.8 3.6 4.2 4.1 4.3Clutch 0.8 1.8 1.4 1.7 1.6Brake System 1.9 2.0 4.9 5.4 4.1Chassis & Body 20.0 15.1 16.8 16.7 16.8Suspension 3.7 6.3 5.2 5.6 5.2Universal Parts 10.3 7.0 8.0 7.9 8.2Other 10.1 3.0 3.0 2.2 3.5Assembling 5.0 5.0 1.8 1.5 2.2Design &Engineering 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0Total 100 100 100 100 100

Source: Department of Industry, 1994.

Moreover, the import duty on the remaining compo-nents varied between zero percent and 65 percent, de-pending on the LCR achieved by assemblers as well asthe type of vehicle. For example, an assembler wasgranted exemption from the import duty on remainingcomponents if the LCR achieved more than 60 percentfor all categories of vehicles. If the LCR achieved lessthan 20 percent for passenger cars, an assembler hadto pay 65 percent of the import duty on remaining com-ponents. The detail of the percentage of import duty isillustrated in Table 4.

Table 4Percentage of Import Duty on RemainingComponents by LCR Achieved (percent)

LCR >20 20-30 30-40 40-50 50-60 >60CategoryPassenger car 65 50 35 20 10 0Category I 25 15 10 0 0 0Category II & III 25 15 0 0 0 0Category IV 25 15 10 0 0 0

Source: Ministry of Finance, 1994.

Despite employing the incentive approach, theprogram failed to encourage the use of local compo-nents and the local content rate remained low for all

Type ofComponents

Vehicles Category

Page 38: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

112

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

vehicle categories. None of the assemblers attained alocal content rate as high as 60 percent, the level forexemption from import duties on remaining compo-nents. According to Gunawan (1995, pp. 87-89), thereare several explanations for the failure of the incentiveprogram. First, since most component manufacturerscontinued to import components, such as raw materi-als, the local component prices were relatively expen-sive. In fact, some major local components were evenmore expensive than imported components. Second,the quality of local components remained lower thanthat of imported components. Third, many assemblerswere discouraged from applying for a tax exemption forremaining imported components since the process wasexceedingly complicated.

National Car ProgramThe failure of the incentive program encour-

aged the government to gradually change its long-termprotection policy toward the industry. The governmentstarted to liberalize its automotive industry policy byintroducing a deregulation package in 1995 that re-moved restrictions on the industry. This policy openedthe market to the import of CBU vehicles and compo-nent parts by setting lower duties on their import. Alsothe restrictions on investments in the automotive in-dustry for the production of new cars were removed.The main purpose of the policy was to prepare for freetrade and to meet commitments within the ASEAN FreeTrade Area (AFTA), the Asia Pacific Economic Coop-eration (APEC) forum and the World Trade Organiza-tion (WTO). The 1995 package attempted to recognizeIndonesia’s commitments to AFTA and APEC byscheduling maximum duties of 40 percent, 25 percentand 15 percent on the import of CBU vehicles, CKDkits and components, respectively by 2003 (Fujita andHill, 1997, p. 313).

With the implementation of the 1995 automo-tive industry policy, the government shifted its policyparadigm from protectionism towards liberalism. How-ever, just when it appeared that there were real pros-pects of significant liberalization, the government madea surprise move that contradicted its earlier market-oriented posture when it announced a Presidential In-struction on 19th February 1996 concerning the pro-gram for a ‘national car’ (Raymond 1996, pp. 22-23).The national car program would require the chosen

company to entirely produce a domestic car using adomestic brand and locally produced components. Thegovernment would grant the company ‘pioneer status’that entailed full exemption from all import duties andluxury goods tax for three years, whereas other compa-nies were still required to pay import duties of up to100 percent. The company would be required to attaina local content of 20 percent within the first year, 40percent in the second year and 60 percent by the endof the third year. In addition, it had to present a bankguarantee as a deposit that was equal to the amount ofthe luxury goods tax, which normally applied in orderto get exemptions on import duty and the luxury goodstax. If it failed to meet the local content requirement,the company would lose the deposit (Fujita and Hill1997, p. 315).

As noted by Radnor (1997, p. 37), the programquickly became mired in controversy when the gov-ernment awarded the right to build the national car toPT Timor Putra National (TPN), a company owned byTommy Soeharto, the youngest son of former Presi-dent Soeharto. In implementing the national car pro-gram, TPN established cooperation with Korea’s third-largest car maker, KIA Motor Corporation of SouthKorea, to manufacture Timor cars with technologicaland design assistance from KIA. According to Chalmers(1998, p. 1), the program was widely criticized becauseTPN was a new entrant in the industry and lacked manu-facturing experience. It did not even have a manufac-turing plant when the government awarded it pioneerstatus. Since it had no manufacturing plants, TPN im-ported KIA cars in CBU form in the first year of theprogram. These cars were actually KIA Sephia sedansthat were imported and sold on the Indonesian marketunder the Timor brand.

TPN was able to sell the Timor cars in the do-mestic market at a lower price than that of other local-assembly vehicles of the same class because of the‘national car’ privileges. Despite Timor cars being soldat a lower price, their sales were not as high as ex-pected, and even flagged in the following years. As aresult, thousands of unsold Timor cars stood rustingin warehouses on the wharves. However, the govern-ment instructed government offices and state-ownedfirms to purchase Timor cars in order to stimulate pro-duction (Radnor 1997, p. 38). By selling to governmentbodies, TPN enjoyed millions of dollars of profit since

Page 39: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

113

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

it sold the Timor cars for three times their productioncost. TPN had initially intended to use these profits tofinance the construction of several plants at Cikampek,West Java in order to produce sedans and multi-pur-pose vehicles. Indeed, the government also orderedthree state-owned banks and cajoled twelve privatebanks to set up a consortium to finance the construc-tion of TPN’s assembly plants. However, after two yearsof fanfare, the site of the much-acclaimed assemblyplant remained an empty paddock (Chalmers 1998, pp.3-4). The assembly plant was un-built at the time theprogram was abolished due to the many domestic andinternational complaints about the national car pro-gram.

Deregulation ProgramImmediately after implementing the national car,

Japan, the United States and the European EconomicCommunity filed complaints to the WTO concerningthe policy. As noted by Siahaan (2000, pp. 406-407),they officially complained to the WTO regarding dis-crimination at the exemption of import duties and luxurytaxes given to the national car. They also requestedthat the Dispute Settlement Body (DSB) at the WTOset up a panel to examine the case. Together they suc-cessfully challenged local content and the national carpolicy before the DSB panel. The panel concluded thatthe local content requirement issued in 1993 and the1996 national car program violated the General Agree-ment on Trades and Tariff (GATT). The panel also rec-ommended that the DSB make Indonesia conform in itspolicies with regard to its obligations under the WTOagreement. Indonesia was penalized and had to abol-ish the 1996 national car program and the 1993 tax in-centive policy for local content achievement within 12months from the 22nd July 1999, the date of the DSBruling. Finally, the national car program was abolishedin early 1998 under the terms of the letter of Intent (LoI)signed by the Indonesian government to the IMF as itviolated WTO provisions.

In order to respond to the DSB decision, thegovernment introduced market-oriented reforms in theautomotive industry by announcing a new automotivepolicy on 22 June 1999, known as the 1999 deregula-tion. The aim of the new policy has been to develop anefficient and globally competitive industry. In the newpolicy, the government reduced all tariff duties on im-

ported cars and components, retaining lower tariff ratesfor CKDs versus CBUs as well as for smaller enginedisplacements versus larger (Aswicahyono et al. 2000,pp. 7-8). Furthermore, it also lowered tariff rates sub-stantially in all market segments with the largest abso-lute reductions on passenger cars and commercial ve-hicles. For example, tariffs on CBU of sedans, whichhad been 200 percent, were lowered to a range from 65to 80 percent depending on engine size. The tariff onthe CBU minibus, which was 105 percent, was loweredto 45 percent. The tariff on CKDs, which had rangedfrom zero to 65 percent, was changed to 35, 40 and 50percent, depending on engine size for all passengercars. The tariff schedule for component parts importedfor local assembly was also simplified to a flat 15 per-cent for imported parts of passenger cars and commer-cial vehicles.

The Impacts of the Industry Policies to TechnologyTransfer

The automotive industry has experienced theintroduction and the diffusion of technology trans-ferred from foreign to domestic firms. Although theextent of technology transfer depends on several fac-tors, government policy is an important influence. Thissection analyses how various government policieshave influenced technology transfer in the industry,mainly the assembly sector and the manufacturing sec-tor.

Technology Transfer in the Assembly SectorThe New Order government encouraged tech-

nology transfer from foreign companies to local as-sembly plants by introducing the assembly program.In the New Order period, sources of technology werefrom Western European countries, the USA, Japan, andSouth Korea. Many of the local assemblers, in coop-eration with their foreign principals, established fully-fledged assembly plants based on turnkey projects(Thee 2001, pp. 17-18). By the early 1970s, local assem-bly plants were building over 50 models of vehicleswithin 20 different brands through product licensingand joint production (Chalmers 1996, p. 156). In themid-1970s, several local companies established jointventures with Japanese auto companies, includingToyota, Mitsubishi and Suzuki.A recent econometric study conducted by Sjoholm

Page 40: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

114

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

(1999, p. 64) on technology transfer and spillover fromforeign firms to affiliated domestic firms in a number ofIndonesia’s manufacturing industries found that totalfactor productivity (TFP) of foreign affiliated firms washigher than that of non-affiliated domestic firms. Thisempirical evidence indicated that the foreign firms hadtransferred more advanced technology to their domes-tic affiliated firms. This study is consistent with Thee’s(1990, p. 225) study on the Japanese-Indonesian jointventures in automotive industry. He found that mostJapanese joint ventures have put great emphasis ontechnology transfer through training for local employ-ees in order to enhance their capabilities in produc-tion, operating and maintaining the plants, managingthe production line, and conducting quality control. Inorder to improve production capabilities, some domes-tic firms send local employees to the licensor’s plant inJapan for on-the-job training. As a result of these ef-forts, the firms have been quite successful in enhanc-ing their productivity (Thee 1990, p. 228).

Throughout the 1980s, the quality of local as-sembly production continued to improve. Also duringthis period, local assemblers experienced a remarkableexpansion in local production. Local output grew at anextraordinary average annual rate of 70 percent fromthe early 1970s to the end of the 1980s. As can be seenfrom Table 5, in 1970, output was less than 5000 unitsand then proceeded to rise rapidly, reaching almost175,000 units in 1980.

Table 5Local Assembly Production 1970-1980 (units)

Year Passenger Commercial General TotalPurpose

1970 51 2,467 1,930 4,4481971 1,790 11,109 4,724 17,6231972 6,125 11,816 4,177 22,1181973 15,433 19,485 2,041 36,9591974 24,697 32,729 2,376 59,8021975 30,770 45,022 3,031 78,8231976 24,298 44,517 6,759 75,5741977 12,853 74,333 6,049 93,2351978 15,373 84,191 9,103 108,6671979 14,264 75,268 9,023 98,5551980 22,607 134,794 17,561 174,962

Source: Gaikindo, various issues.

The increase of local production changed im-portation patterns. The import ratio declined substan-tially among assemblers, while at the same time risingamong component manufacturers. According to Sato(1998, p. 119), when local production increased, theshare of imported SKD and CKD vehicles graduallydeclined. Yet, during the same period, the share of com-ponents imported increased steadily since many com-ponents were still fully imported from foreign firms atthat time. Based on the growth of local assembly pro-duction and the rising quality of the products, it isconsidered that technology transfer has taken place inthe assembly sector. However, it has not yet occurredin the components sector since this sector is still verydependent on foreign firms.

Technology Transfer in the Components SectorWhen introducing the deletion and incentive

programs, the government made efforts to encouragetechnology transfer in the components sector in orderto support full manufacturing in the assembly sector.As pointed out by Chalmers (1989, pp. 107-108), in the1980s, the government attempted to entice foreign com-panies to enter engine and component manufacturing.This attempt failed to produce a meaningful responsefrom foreign firms at that time. Most of them, mainlyJapanese firms, refused to manufacture engines locallysince their preferences were to keep their local compa-nies affiliated as assemblers rather than supportingthem as manufacturers. According to Siahaan (2000,pp. 396-397), the foreign firms were also reluctant touse local components for their vehicles because theyconsidered the quality of local components still to beof a low standard. They did not allow their domesticpartners to use local components without them beingtested by the foreign firms. As a result, many localcomponent manufacturers who did not have an affilia-tion with foreign firms failed in the testing of their com-ponent products. Only a few local components, mainlyuniversal components such as paint, tires and batter-ies, could meet the quality criteria of foreign firms.

By the end of the 1970s, there were a few for-eign firms that entered into the engine and componentmanufacturing sectors. This situation changed ratherdramatically in the early 1980s. In 1981, nine foreignprincipals submitted proposals to invest in manufac-turing engines and components. A few years later, there

Page 41: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

115

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

were six Japanese firms and one German firm, in con-junction with their affiliates that established engine-manufacturing plants. For example, in setting up manu-facturing plants, Toyota invested around US$39.4 mil-lion, Daihatsu US$121 million, Mitsubishi US$141 mil-lion, Hino US$33.3 million, Suzuki US$20 million andDaimler-Benz US$29.5 million. In 1975, there were only12 firms that produced the components locally; fiveyears later that number increased to 40 and reached143 firms in 1985 (Chalmers 1989, pp. 105-106).

According to Chalmers (1989, p. 107), the mostobvious explanation for the flood of these investmentapplications was the continuing inflow of Indonesianoil revenues associated with the second oil boom inthe mid-1980s. The foreign firms obviously should havebeen more prepared to invest in a rapidly expandingdomestic market due to the oil boom. Chalmers (1989,p. 108) further explained that beyond this importanteconomic dimension, however, there were a numbersof factors that assured the foreign principals of long-term investment. First, manufacturing engines had be-come an important matter for the Indonesian govern-ment in its efforts to deepen productive structure. Thesecond factor that stimulated the rush of investment inengines and components was a climate of heightenedcompetition among foreign principals. For example, in1979, Nissan made an offer to manufacture engineslocally just after US and European firms establishedlocal joint ventures to manufacture major automotivecomponents in Indonesia. In the following years, otherJapanese firms, such as Toyota, Daihatsu and Suzuki,explored the feasibility of local production for enginesand components. These developments triggeredMitsubishi’s decision to make Indonesia the produc-tion base of its Southeast Asian operation (Chalmers,1989, p. 109). The third, important factor behind theenthusiastic response was the easing of restrictionson the number of market entrants for foreign firms. Pre-viously, the involvement of foreign firms in enginemanufacturing had been based on the unwritten un-derstanding that engines produced would be‘commonised’ for use by other vehicle makes. Duringnegotiations on engine production, however, the Japa-nese firms rejected this engine ‘commonisation’ due totechnical reasons. When it became evident that theforeign firms would not compromise with the enginecommonisation, the government decided to suspend it

and allowed them to produce their own engines basedon their own specifications (Chalmers 1989, p. 110)

During the implementation of the deletion andincentive programs, technology transfer had undoubt-edly taken place behind an increasing number of for-eign principals that entered into the engine and com-ponent sectors. According to Caves (1996, p. 4), theconventional FDI theory implies that foreign estab-lishments possess a firm-specific advantage over localones through the spillover effect from foreign to localfirms. It is consistent with Okamoto and Sjoholm’s(1999, p. 11) finding that the entry of foreign firms inthe component sector has contributed to the introduc-tion of technology that has upgraded the quality ofproducts.

According to Yamashita (1999, pp. 6-7), therewere three stages of technology transfer to Japaneseaffiliated companies in the Indonesian componentsmanufacturing sector. The first stage consists of op-erational technology, repair and maintenance, and qual-ity control. The second stage is procurement technol-ogy and improvement of existing technology. The thirdstage introduces new technology, molding and devel-opment of tools, design, development of new productand development of manufacturing plant and equip-ment. Yamashita’s (1999, pp. 10-12) survey shows thatthe first stage of technology transfer has already beenset up at the local companies. Most Japanese firmshave transferred their operational and maintenance tech-nology and quality control to local employees.

As a result of technology transfer, the assem-bly and components sectors have grown rapidly dur-ing the last ten years. The components sector has beenquickly catching up to the assembly sector in the lastdecade in terms of the number of establishments, shareof total factor productivity (TFP) and value-added perworker, as can be seen from Table 6.

Page 42: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

116

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

Technology Transfer IndicatorsA country’s technological development is of-

ten evaluated by using input-output indicators. Theseindicators are employed to measure technology trans-fer in the automotive industry. Since data on input in-dicators in the automotive industry are not available inIndonesia, output indicators will have to be used. Theseoutput indictors include local content rates (LCR) andrevealed comparative advantage (RCA). Comparisonswill be made with other ASEAN countries, in particularwith Thailand, Malaysia and the Philippines.

Local Content Rate indicatorLocal content rate (LCR) is an indicator used to

measure technology transfer in the manufacturing sec-tor. LCR is the ratio of the proportions of local andimported contents that indicates the value-added at-tributable to a product. An assumption used in thisindicator is that the higher the LCR, the higher thevalue-added of the product, which in turn indicatesthe degree of technology transfer (Fujita and Hill 1997,p. 317). When the government introduced the incen-tive program, the LCR indicator was used to determinethe level of local content for exemptions from importduties.

1994 1995 1996 1997 1998 1999

PassengerCategory III

Category IICategory I

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Source: Sucofindo 1999

FIGURE 1 Average Local Content Rate by Different Vehicle Categories

Under

the incentive scheme, higher tax concessions weregiven to assemblers who used a higher proportion oflocal components. Nonetheless, the scheme failed toencourage the assemblers to increase their local con-tents. Not one assembler was able to achieve morethan 60 percent of LCR, the level of LCR that wouldgrant an exemption from import duties on remainingcomponents. As can be seen from Figure 1, the aver-age of local contents reached just 15 percent for pas-senger cars during the period from 1994 to 1999, whilethe average of local content for commercial vehiclesreached 32 percent for Category I, 34 percent for Cat-egory II and 20 percent for Category III in the sameperiod.

Table 6Share of TFP and Value-added per Worker1 by Sector in Automobile Industry (percent)

Assembly sector Manufacturing sectorNumber of Share of Share of VA Number of Share of Share of VA

establishment TFP per worker establishment TFP per worker1975 16 44 40 12 66 601980 18 40 30 40 60 701985 20 45 31 143 55 691990 24 69 27 166 31 731996 27 59 24 273 41 76

1. Refer to share of the assembly and components sector in TFP and value added per worker in total automotive industry

Source: BPS, Industrial Statistics, various years.

Page 43: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

117

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

Based on the LCR indicator, technology developmentin the industry is still lagging behind that of Thailandand Malaysia in both passenger car and commercialvehicle production. As can be seen from Table 7, Indo-nesia has attained the lowest local rate in passengercars compared to neighboring ASEAN countries. Incommercial vehicles, Indonesia’s LCR was at the samelevel as the Philippines, but lower than that of Thai-land and Malaysia.

Table 7Local Content Rates (percentage)

Indonesia Thailand Malaysia PhilippinesPassenger cars 15-20 54 40-55 40Commercial vehicles 25-55 45-66 40 15-55

Source: Fujita and Hill 1997, p. 316.

Revealed Comparative Advantage (RCA) IndicatorsThe second output-focused approach for mea-

suring technology development in the manufacturingsector is manufacturing export performance. Accord-ing to Lall (1996, p. 138), manufacturing export perfor-mance is not a perfect indicator since export data donot provide a good indicator of technological compe-tence of large economies with significant inward-ori-ented activities, such as Indonesia. He further men-tions that export data cannot distinguish between dif-ferent levels of technology used in a country within abroad product group, so that a country undertakingonly the assembly of a high-tech product appears asvery advance exporter. Nor do they distinguish be-tween exports by foreign and domestic firms. This dis-tinction may be important if it reflects different localinput. However, these deficiencies may be offset bylooking at measures of export competitiveness amongother countries by using the revealed comparative ad-vantage (RCA) index.

The RCA index of country for product is mea-sured by the item’s share in the country’s exports rela-tive to its share in world trade (Aswicahyono and Anas2000, pp. 7-8). According to Felker and Weises (1995,pp. 387-388), success in export markets denotes com-petitiveness in terms of product quality, which in turn

reflects significant technological capabilities that arenot easily measured by other indicators. Therefore, theRCA constitutes the output measure of competitive-ness in production and thereby registers improvementof mastery of technology in creating that competitive-ness. Aggregate measures presented in Table 8 maskedthe real dynamics that occur in the automotive indus-try, in general, and the automotive parts sub-sector, inparticular, for ASEAN countries, including Indonesia,Malaysia, Philippines and Thailand. Each country hasa high RCA if its RCA is higher than ASEAN averageduring 1991-1995 periods.

Table 8RCA of ASEAN Automotive Exports, 1991-1995

(percent)

1991 1992 1993 1994 1995Assembly sectorIndonesia 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01Malaysia 0.03 0.04 0.05 0.03 0.03Philippines 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Thailand 0.02 0.01 0.04 0.03 0.03ASEAN 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02Components sectorIndonesia 0.09 0.12 0.12 0.012 0.17Malaysia 0.18 0.20 0.22 0.22 0.21Philippines 0.49 0.65 0.69 0.90 0.80Thailand 0.15 0.19 0.31 0.38 0.26ASEAN 0.17 0.21 0.26 0.30 0.27

Source: Aswicahyono et al. 2000a, p. 8.

As can be seen from Table 8, in general, ASEANcountries are still far from having a comparative ad-vantage in the automotive industry in both assemblyand components manufacturing. As measured by theRCA, technology development in the Indonesian au-tomotive industry lags behind that of Thailand andMalaysia in both the assembly and components sec-tors. Compared with the Philippines, it is higher in theassembly sector, but it is lower in the components sec-tor.

Concluding RemarksAs a principal manufacturing industry, the In-

donesian automotive industry has been the subject ofintense government involvement over the years. Dur-

Page 44: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

118

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

ing the New Order Era, government involvement in theindustry’s development is marked by five distinctphases. The first phase was in the late 1960s and markedthe beginnings of a modest push for local assemblythrough the introduction of the assembly program. Inthe second phase in the mid-1970s, the governmentbegan to systematically promote the local productionof an ever-increasing array of components through thedeletion program. In the third phase in the early 1990s,components manufacturing was progressively tied tothe development of a subcontracting network knownas the incentive program. In the fourth phase in themid-1990s, the government developed an ambitiousprogram through the initiation of the national car pro-gram. In the fifth phase, the government introducedthe deregulation program

Its involvement in the industry, the governmenthas pushed for technology transfer from foreign todomestic firms in all phases of the industry’s develop-ment. By introducing several program, the governmentencouraged technology transfer to the assembly sec-tor as well as to the components sector. In the assem-bly sector, the industry is presently quite efficient inthe production of commercial vehicles that have at-tained an average local content rate of nearly 60 per-cent. In the components sector, the range of compo-nent products has increased significantly and the qual-ity of the products qualifies them for the export market.However, some indicators of technological develop-ment, especially the LCR and the RCA, indicate thattechnology transfer to the industry is lagging behindother ASEAN countries, such as Thailand, Malaysiaand the Philippines.

Nevertheless, there is no doubt that technol-ogy transfer at the automotive industry has occurred.Some technological capabilities have undoubtedlybeen developed behind the industry’s highly protec-tive barriers. However, the technology transfer fromforeign companies to domestic firms has not made sig-nificant contributions in enhancing the domestic tech-nological capabilities. As a result, most domestic firmsproduce their products primarily for the domestic mar-ket since their products are largely uncompetitive onthe international market compared to other countries,including the ASEAN countries. Besides, the failure indeveloping a national car might indicate that technol-ogy transfer has not yet made a significant impact on

the development of indigenous industrial technologi-cal and innovation capabilities. It seems that efforts touse the automotive industry as a vehicle for thecountry’s technological development through technol-ogy transfer have failed. There were three parties, viz.foreign companies, domestic firms and the government,have contributed to the failure of technology transferin the automotive industry.

As transferors, it seems that foreign companiesare unwilling to undertake significant levels of tech-nology transfer to domestic firms. Despite the fact thattechnology transfer has occurred in the industry, theforeign companies transferred mostly hard technologyand enhanced local skills predominantly in the area ofoperative capabilities. Both are needed for effectiveoperations in the production of vehicles for the do-mestic market. However, transfer stages reached in re-lation to the transfer of soft technology and the en-hancement of adaptive and innovative capabilities arestill at low levels. Furthermore, none of the foreign com-panies have devolved R&D functions to their domes-tic firms. The transfer of soft technology, the enhance-ment of adaptive and innovative capabilities, and thedevolution of R&D are all are needed to develop indig-enous technological and innovative capabilities. Theunwillingness of foreign companies is also partly dueto the small market share and partly to limitations inlocal technological capability and absorptive capacity.As transferees, it seems that domestic firms have madeinsufficient efforts to acquire technology through tech-nology transfer and to develop indigenous technolo-gies during the technology transfer process. None ofthe firms have attempted to progress local R&D, asindicated by the fact that have not a R&D departmentin their organizational structure and most did not allo-cate funds for R&D in their annual budgets. Their in-sufficient efforts are partly because of their low com-mitment to acquiring technologies, and partly becauseof unfavorable industry policies that have discouragedthem from developing indigenous technologies.

As a regulator, the government has failed todrive technology transfer in the automotive industry.Indeed, some of its industry policies have served as abarrier to technology transfer and attracted many rent-seeking players. For example, the high level of effec-tive protection has discouraged domestic firms fromexporting their products. Under the protection system,

Page 45: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

119

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

it has been more profitable for them to sell their prod-ucts on the domestic market than to export. As long asthe protection system remains effective, domestic firmsare discouraged from developing indigenous technolo-gies and engaging in the international market. The gov-ernment has also failed to provide the technology in-frastructure necessary for the country’s technologicaldevelopment. These include infrastructure such assupporting industries, an effective education system,linkages among industries and R&D institutions. Thisresults may be useful for the Indonesian governmentin formulating and implementing the automotive indus-try policies.

REFERENCES

Aswicahyono, Basri, Hill, H, (2000). ‘How Not to In-dustrialize? Indonesia’s Automotive Industry,’Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.36, No. 1, pp. 209-241.

Barbosa and Vaidya, (1997). Developing Technologi-cal Capabilities in an Industrializing Country:the Case of Two Brazilian Steel Companies,Technology Management: Strategies & Appli-cations, Vol. 3, pp. 287-298.

Fujimori, (1986). Industrial Policy and TechnologyTransfer: A Case Study of Automobile Industryin the Philippines, the Developing Economies,December, pp. 349-367.

Fujita and Hill, (1997). ‘Auto Industrialization in South-east Asia: National Strategies and Local Devel-opment,’ ASEAN Economic Bulletin, Vol. 13, No.3, Mar, pp. 312-332.

Hattori, T., 1986, “Technology Transfer and Manage-ment Systems,” The Developing Economies,Vol. 14, No. 4, December, pp. 314-325.

Lall, S., 1992, “Technological Capabilities and Industri-alization,” World Development, Vol. 20, No. 2,pp. 165-186.

Marton, (1986). Technology Transfer to DevelopingCountries via Multinational, World Economics,Vol. 9, No. 4, December, pp. 409-426.

Rafii, (1984). Joint Venture and Transfer Technology:The Case of Iran, in Stobaugh and Well (eds.),Technology Crossing Borders, HBS Press, pp.203-243.

Sedgwick, (1995). Does Japanese Management Travelin Asia, paper presented at the Conference ofDoes Ownership Matter? Japanese Multina-tionals in Asia, MIT, September 20-21.

Thee, (1990). Indonesia: Technology Transfer in theManufacturing Industry, in Soesastro, H. andPangestu, M (Eds.) Technological Challenge inthe Pacific, Allen and Unwind, Sydney, Austra-lia, pp. 200-232.

UNCTC, (1987). Transnational Corporations and Tech-nology Transfer: Effects and Policy Issues,United Nation, New York.

Urata, (1996). Japanese Foreign Direct Investment andTechnology Transfer in Asia, Paper Presentedat the Conference on “Does Ownership Mat-ter?” Japanese Multinationals in Asia, MIT,U.S.A., pp. 1-20.

Yamashita, (1998). Japanese Investment Strategy andTechnology Transfer in East Asia, in Hasegawa,H. and Hook, G.D, (eds.), Japanese BusinessManagement: Restructuring for Low Growthand Globalization, Routledge, London and NewYork, pp. 62-78.

Page 46: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

120

Jam STIE YKPN - Fahmi Radhy Industry Policy and Technology Transfer:......

Page 47: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

121

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

PENGARUH FRAMING, PERTANGGUNGJAWABAN, DANJENIS KELAMIN DALAM KEPUTUSAN INVESTASI

TAMBAHAN: KEPUTUSAN INDIVIDUAL DAN GRUP

Fr. Ninik Yudianti *) dan Eko Widodo Lo **)

Volume XVINomor 2Agustus 2005Hal. 121-128

*) Dra. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc., adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.**) Dr. Eko Widodo Lo, SE., M.Si., Akuntan adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.

ABSTRACT

This research studies the different between in-dividual and group decision in an investment decisionin alternative framing and level of original responsibil-ity. This experiment is design based on the prospecttheory developed by Kahneman and Tversky (1979).

Subjects of this experiment consist of 252 stu-dents from a private university in Yogyakarta are di-vided into 84 groups. Every subject is faced with oneof four cases randomly. This experiment used a 2X2X2factorial design. There are three independent variables,level of original investment responsibility, framing, andtype of decision. The dependent variable is individualor group preferences to continue the project or not.The results of this research show that the interactionvariable of type of decision and level of responsibilityinfluence the preference to risk.

Keyword: framing, prospect theory, group-shift

LATAR BELAKANG

Penelitian ini menghubungkan teori prospek danefek group-shift dalam suatu keputusan investasi. Teori

prospek pertama kali dikemukakan oleh Kahneman danTversky (1979). Teori prospek menyatakan bahwaindividu-individu cenderung lebih suka mengambilrisiko jika berada dalam domain negatif dan cenderungtidak menyukai risiko jika berada dalam domain positif.Efek grup terjadi ketika keputusan individu sebelumberinteraksi dalam grup menjadi relatif berubah setelahindividu-individu berinteraksi dalam grup. Penelitianini akan meneliti apakah terjadi perubahan keputusanindividu dalam domainnya masing-masing setelahberinteraksi dalam grup. Beberapa penelitian empiris berdasarkan teoriprospek dan group-shift telah dilakukan, misalnyaRutledge dan Harrell (1994) meneliti pengaruhpertanggungjawaban dan framing informasipenganggaran terhadap pergeseran preferensikeputusan individu ke keputusan grup. Penelitian inimengacu pada penelitian Rutledge dan Harrell (1994)dengan menggunakan subjek penelitian mahasiswapada sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana duafaktor —framing alternatif dan tingkatpertanggungjawaban awal manajer— mempengaruhipreferensi keputusan anggota grup setelah melaluiinteraksi grup menjadi lebih berisiko atau lebih berhati-hati.

Page 48: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

122

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

LANDASAN HIPOTESIS DAN PERUMUSANHIPOTESIS

Teori ProspekTeori prospek menyatakan bahwa orang

mempunyai kecenderungan untuk memberikan bobotlebih terhadap hasil yang relatif lebih pasti daripadahasil dengan tingkat probabilitas tertentu.Kecenderungan memberikan bobot lebih pada hasil-hasil yang pasti mengarah pada preferensi risk aversedalam domain positif. Sebaliknya, apabila seseorangberada dalam domain negatif akan mengarah padapreferensi risk seeking terhadap hasil-hasil relatifkurang pasti.

Teori prospek mengajukan suatu fungsi nilaiyang berbentuk S. Bagian cekung kurva S untukmenunjukkan hasil yang merugikan atau domain negatif,sedangkan bagian yang cembung untuk menunjukkanhasil yang menguntungkan atau domain positif. Bagiankurva fungsi nilai untuk rugi lebih curam daripadabagian kurva jika laba. Teori ini secara tidak langsungmenunjukkan bahwa individu akan membuat keputusanyang relatif lebih berisiko ketika rugi dan keputusanyang lebih berhati-hati ketika laba. Konsep teori inidapat digambarkan sebagai berikut:

Group-shiftPenelitian terhadap fenomena group-shift

berusaha untuk menentukan apakah keputusan grupmenjadi lebih berisiko atau lebih berhati-hatidibandingkan dengan preferensi risiko individualsebelum interaksi dalam grup. Interaksi dalam grupmemungkinkan anggota-anggota grup membandingkanposisinya masing-masing dengan anggota lain dalamgrup. Ketika pembandingan terjadi, anggota-anggotagrup berusaha untuk menyesuaikan persepsinyamasing-masing dan persepsi anggota yang lain menjadilebih ekstrim yang mengarah pada pergeseran menjadisemakin berisiko atau semakin berhati-hati. Solomon(1982) membandingkan distribusi probabilitas individu-individu sebelum dengan setelah berinterkasi dalamgrup yang terdiri atas tiga individu. Hasil penelitiannyamenunjukkan bahwa grup menjadi lebih ekstrimdaripada individu-individu.

Alkire dan Deneulin (1999) mengevaluasi bahwadalam transaksi ekonomi orang cenderung self-inter-ested sejauh mereka semata-mata dimotivasi olehkeinginan untuk memaksimumkan utilitas merekasendiri, dan menguji pula bagaimana asumsi inimempengaruhi perilaku dalam suatu grup. Karenaindividu merupakan makluk sosial maka perilakunyaakan tergantung pada konteks sosial di tempat diabertindak.

Prospect Theory dan Group-Shift EffectPenelitian group-shift secara umum menemukan

bahwa interaksi dalam grup meningkatkankecenderungan awal anggota individual (Rutledge danHarrell, 1994). Interaksi dalam grup mendorong anggotagrup menggeser posisi pengambilan risiko mereka lebihlanjut dari titik netral posisi sebelum berinteraksi dalamgrup, tapi masih dalam arah yang sama. Sebelumberinteraksi dalam grup, preferensi rata-rata individu-individu adalah moderat dalam suatu kecenderungantertentu, namun setelah melakukan interaksi dalamgrup maka tingkat preferensi rata-rata anggota grupmenjadi lebih ekstrim dalam arah kecenderungan yangsama.

Framing negatif mendorong perilakupengambilan risiko, sedangkan framing positifmendorong perilaku penghindaran risiko. Dalamkonteks keputusan investasi dengan frame negatif,individu-individu diharapkan menunjukkan

Gambar 1Fungsi Nilai Teori Prospek

Sumber:Tversky dan Kahneman (1979)

Nilai (Utilitas)Positif

Negative

Laba

Rugi

Page 49: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

123

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

peningkatan preferensi terhadap risiko untuk investasitambahan, sedangkan grup diharapkan menunjukkanpreferensi yang lebih besar terhadap risiko daripadapreferensi individu sebelum berinteraksi dalam grup.Dalam kondisi frame positif, individu-individudiharapkan menunjukkan pengurangan preferensiterhadap risiko, dalam preferensi grup terhadap risikoseharusnya menjadi berkurang. Jadi, suatu interaksidiharapkan terjadi antara variabel “framing” (framingnegatif dan framing positif) dengan variabel “jenispembuat keputusan” (keputusan atau preferensiindividu dan keputusan atau preferensi grup). Hipotesisyang dibuat berdasarkan teori prospek dan efek group-shift adalah:H1a: Preferensi untuk suatu investasi dalam suatu

proyek berisiko adalah lebih rendah untuk grupdaripada individu-individu pragrup ketikaalternatif-alternatif keputusan mempunyai framepositif (grup akan menjadi lebih risk aversedibandingkan individu).

H1b: Preferensi untuk suatu investasi dalam suatuproyek berisiko adalah lebih tinggi untuk grupdaripada individu-individu pragrup ketikaalternatif-alternatif keputusan mempunyai framenegatif (grup akan menjadi lebih risk seekingdibandingkan individu).

Pertanggungjawaban Awal dan Group-shiftPenelitian sebelumnya menemukan bahwa

pertanggungjawaban awal untuk investasi yangsedang mengalami kegagalan dapat meningkatkanpreferensi pengambilan risiko oleh pembuat keputusanindividual (Rutledge dan Harrell, 1994).Pertanggungjawaban yang dirasakan oleh pembuatkeputusan dapat meningkatkan preferensi investasitambahan dalam risiko dengan hasil yang juga negatif.Ruchala (1999) juga meneliti tentang apakah individuyang tidak mencapai budget goals akan membuatkeputusan investasi proyek yang lebih berisikodaripada individu yang telah mencapai budget goals,dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa individuyang tidak mencapai budget goals akan mengambilkeputusan investasi proyek yang lebih berisikodaripada individu yang telah mencapai budget goals.Temuan ini mirip dengan penelitian Rutledge danHarrell di atas meskipun dalam konteks yang berbedatetapi menunjukkan bahwa dalam kondisi adanya

tanggung jawab yang harus dipenuhi maka individuakan lebih berani mengambil risiko. Jika individu-individu tidak bertanggungjawabterhadap investasi awal, mereka seharusnyamenunjukkan keputusan yang relatif berhati-hatiterhadap investasi tambahan dalam proyek awal, dangrup pembuatan keputusan seharusnya menunjukkankehati-hatian yang lebih besar. Jika individu-individubertanggungjawab terhadap investasi proyek awal,mereka seharusnya menunjukkan perilaku pengambilanrisiko terhadap investasi tambahan dan gruppembuatan keputusan menunjukkan perilakupengambilan risiko yang lebih besar. Pergeserantersebut dalam arah kecenderungan yang sama dengankecenderungan awal individual.H2a: Preferensi melakukan investasi tambahan dalam

suatu proyek yang berisiko adalah lebih keciluntuk grup daripada untuk individu-individu,jika grup dan individu-individu pragrup tidakbertanggungjawab terhadap investasi awal.

H2b: Preferensi melakukan investasi tambahan dalamsuatu proyek yang berisiko adalah lebih besaruntuk grup daripada untuk individu-individu,jika grup dan individu-individu pragrupbertanggungjawab terhadap investasi awal.

METODA PENELITIAN

Pengujian hipotesis dilakukan denganmenggunakan eksperimen laboratorium. Tugaseksperimental terdiri atas dua bagian, sebagai berikut:Setiap subjek secara random dihadapkan pada satukasus, dengan framing dan investasi awal tertentu.Setiap subjek diminta membuat keputusan secara indi-vidual.

Setiap subjek secara random menjadi anggotasuatu grup yang terdiri 3 subjek. Dalam setiap grupyang dibentuk, setiap subjek dalam grup tersebutmempunyai kondisi yang sama seperti pada kondisi 1,kemudian setiap subjek dihadapkan pada kasus yangsama kecuali keputusan preferensi dalam bagian inidibuat sebagai suatu pilihan grup.

Rancangan EksperimentalRancangan faktorial 2×2×2 digunakan. Tiga

variabel independen digunakan yaitu:Pertanggungjawaban pada investasi awal/original—

Page 50: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

124

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

berskala nominal: perrtanggungjawaban rendah =1 danpertanggungjawaban tinggi= 2.Framing kasus—berskala nominal: framing positif=1dan framing negatif= 2.Jenis keputusan—berskala nomial: keputusan indi-vidual=1 dan keputusan grup= 2, yang terdiri atas 3orang.Variabel dependen adalah preferensi individual ataugrup untuk tidak melanjutkan proyek atau melanjutkandengan investasi tambahan Rp200.000.000, dalambentuk skala interval dengan nilai 1 (dengan pasti lebihsuka memilih tidak melanjutkan proyek investasi) s.d. 6(dengan pasti melanjutkan proyek investasi).

Subjek PenelitianSubjek penelitian adalah mahasiswa jurusan

akuntansi perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.Subjek dipilih dengan kondisi tertentu yaitu telahmenempuh mata kuliah akuntansi manajemen sehinggadiharapkan subjek memiliki pemahaman tentang kasuskeputusan investasi yang dipilih dalam eksperimenpenelitian ini. Jumlah seluruh subjek 252 mahasiswa,yang dibagi dalam 84 grup (1 grup terdiri atas 3 anggota).Rata-rata skor preferensi jenis keputusan individudalam grup akan dibandingkan dengan skor preferensijenis keputusan grup.

Penyiapan Berkas EksperimenPenyiapan berkas eksperimen dilakukan

sebelum eksperimen dimulai, sebagai berikut:Penyiapan berkas kasus eksperimen. Kasus terdiri atasempat macam kasus yaitu:Kasus A: tanggungjawab tinggi dan framing negatif.Kasus B: tanggungjawab rendah dan framing positif.Kasus C: tanggungjawab tinggi dan framing positif.Kasus D: tanggungjawab rendah dan framing negatif.Berkas eksperimen terdiri atas:Satu berkas/lembar yang berisi satu macam kasustertentu, misalnya kasus D (tanggungjawab rendah danframing negatif)Satu lembar keputusan individu sebelum berinteraksidalam grup.Satu lembar keputusan grup (terpisah dengankeputusan individu) setelah terjadi interaksi dalam grupdi antara individu-individu anggota grup.Pengkodean (secara manual) berkas eksperimen dengancara sebagai berikut:

Pengkodean berkas kasus dan lembar keputusanindividu dilakukan dengan menggunakan bilangan(menunjukkan grup), huruf A, B, C atau D (menunjukkanjenis kasus), misalnya:1AP : grup 1, kasus A, jenis kelamin pria.6BP : grup 6, kasus B, jenis kelamin pria.11CP : grup 11, kasus C, jenis kelamin pria.16DP : grup 16, kasus D, jenis kelamin pria.21AW : grup 21, kasus A, jenis kelamin wanita26BW : grup 26, kasus B, jenis kelamin wanita31CW : grup 31, kasus C, jenis kelamin wanita36DW : grup 36, kasus D, jenis kelamin wanitaSetiap kode terdiri dari tiga berkas kasus yang samayang diberikan kepada masing-masing individu dalamgrup yang sama.Pengkodean lembar keputusan individual dan grupsama seperti pengkodean berkas kasus tetapi untukkeputusan grup diberi tambahan huruf G di depansetiap kode lembar keputusan.

Prosedur EksperimenProsedur eksperimen terdiri atas langkah-

langkah sebagai berikut (total waktu 85 menit):Pembagian berkas kasus dan lembar keputusanindividu yang telah diberi kode kepada setiap subjekpenelitian, berdasarkan kode jenis kelamin (P/W).Waktu yang dibutuhkan 5 menit.

Penjelasan ringkas pelaksanaan eksperimen.Penyampaian informasi ringkas komponen isi berkas(kasus dan lembar keputusan individu). Pemberitahuanbahwa setiap subjek akan diminta membuat keputusanindividu, kemudian diminta membuat keputusan grupsetelah berinteraksi dengan subjek lain dalam grup,untuk kasus yang sama. Setiap grup terdiri atas 3subjek. Waktu yang dibutuhkan 10 menit.Setiap subjek diminta untuk memahami kasus danmembuat keputusan individu dalam lembar keputusanindividu. Waktu yang dibutuhkan 15 menit.Lembar keputusan individu yang telah diisi dimintakembali dari subjek penelitian. Berkas kasus tetapdibawa oleh subjek untuk didiskusikan dalam grup.Waktu yang dibutuhkan 5 menit.Pengelompokan setiap subjek ke dalam grup-grupberdasarkan kode pada berkas kasus yaitu subjekmemperoleh kode yang sama akan menjadi anggotagrup yang sama. Waktu yang dibutuhkan 15 menit.(Ada pemberitahuan kepada semua subjek bahwa waktu

Page 51: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

125

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

yang telah digunakan adalah 10 menit atau tersisa 5menit)Setiap grup diberi satu lembar keputusan grup sesuaidengan kode grup. Waktu yang dibutuhkan 5 menit.Setiap grup diminta untuk memahami kembali kasus,mendikusikannya dalam grup, dan membuat satukeputusan grup dalam lembar keputusan grup. Waktuyang dibutuhkan 25 menit. (Ada pemberitahuan kepadasemua grup bahwa waktu yang telah digunakan adalah20 menit atau tersisa 5 menit)Lembar keputusan grup yang telah diisi dan berkaskasus diminta kembali. Waktu yang dibutuhkan 5 menit.

HASIL ANALISIS

Three-way ANOVA digunakan untukmenganalisis data. Tiga variabel independen ataufaktor yang diuji dengan ANOVA adalah:Tanggungjawab yang terdiri atas dua kategori yaitubertanggungjawab dan tidak bertanggungjawabterhadap keputusan investasi mula-mula.Framing yang terdiri atas dua kategori yaitu framingpositif dan framing negatif.Jenis keputusan yang terdiri atas dua kategori yaitukeputusan individu dan keputusan grup.Variabel dependen yang digunakan adalah skorpreferensi keputusan individu rata-rata setiap grup (3anggota) dan atau skor keputusan grup. Hasil three-way ANOVA yang digunakan untuk menganalisis

interaksi pergeseran skor preferensi keputusandisajikan dalam tabel berikut ini.Keterangan:TG_JWB = pertanggungjawaban pada investasi awal/

original (berskala nominal:perrtanggungjawaban rendah =1 danpertanggungjawaban tinggi= 2);

FRAMING = framing kasus (berskala nominal: framingpositif=1 dan framing negatif= 2);

JNSKPTSN = jenis keputusan (berskala nomial: keputusanindividual=1 dan keputusan grup= 2, yangterdiri atas 3 orang).

Hasil penting dari three-way ANOVA di atasmenunjukkan bahwa:Interaksi antara variabel independen jenis keputusandengan framing tidak signifikan dengan p-value= 0,792.Hasil ini tidak mendukung hipotesis H1a dan H1b.Interaksi antara variabel independen jenis keputusandengan pertanggungjawaban signifikan dengan p-value= 0,028. Walaupun interaksi kedua variabeltersebut signifikan, hanya hipotesis H2b yang didukungdan H2a tidak didukung karena analisis menunjukkanhasil yang sebaliknya.Temuan penting lain yang perlu diperhatikan adalahinteraksi antara variabel pertanggungjawaban denganframing signifikan dengan p-value= 0,013. Temuan inimenunjukkan bahwa interaksi kedua variabel tersebutmempengaruhi skor preferensi keputusan tanpadipengaruhi oleh jenis keputusan individu atau grup.

Tabel 1Hasil Three-Way ANOVA

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 24.993(a) 7 3,570 3,042 0,007Intercept 1788,320 1 1788,320 1523,.535 0,000TG_JWB 0,195 1 0,195 0,166 0,684FRAMING 2,281 1 2,281 1,944 0,167JNSKPTSN 6,602 1 6,602 5,624 0,020TG_JWB * FRAMING 7,670 1 7,670 6,534 0,013TG_JWB * JNSKPTSN 5,928 1 5,928 5,050 0,028FRAMING * JNSKPTSN 0,082 1 0,082 0,070 0,792TG_JWB * FRAMING * JNSKPTSN 1,122 1 1,122 0,956 0,331Error 89,209 76 1,174Total 2044,444 84Corrected Total 114,201 83

a R Squared = 0,219 (Adjusted R Squared = 0,147)

Page 52: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

126

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

Two-way ANOVA untuk menguji interaksi antarajenis keputusan dengan pertanggungajwabanmenunjukkan adanya interaksi yang signifikan di antarakedua faktor tersebut dengan p-value= 0,033 disajikandalam tabel di bawah ini.

Tabel 2Statistik Deskriptif

TG JWB JNSKPTSN Mean Skor Std. Deviation N1.00 1.00 4,2549 0,91689 17

2.00 5,4118 0,61835 17Total 4,8333 0,96835 34

2.00 1.00 4,7333 0,98131 252.00 4,8000 1,58114 25Total 4,7667 1,30280 50

Total 1.00 4,5397 0,97378 422.00 5,0476 1,30575 42Total 4,7937 1,17299 84

Keterangan:TG_JWB = pertanggungjawaban pada investasi awal/

original (berskala nominal: pertanggung-jawaban rendah =1 dan pertanggungjawabantinggi= 2);

JNSKPTSN = jenis keputusan (berskala nomial: keputusanindividual=1 dan keputusan grup= 2, yangterdiri atas 3 orang).

FRAMING = framing kasus (berskala nominal: framingpositif=1 dan framing negatif= 2);

JNSKPTSN = jenis keputusan (berskala nomial: keputusanindividual=1 dan keputusan grup= 2, yangterdiri atas 3 orang).

Walaupun interaksi antara variabel pertang-gungjawaban dengan jenis keputusan adalah signifikandengan p-value= 0,033, hanya hipotesis H2b yangdidukung, sedangkan H2a tidak dapat didukung.Hipotesis H2a tidak dapat didukung karena hasil analisisdata menunjukkan hasil yang sebaliknya (lihat statistikdeskriptif di atas) yaitu preferensi melakukan investasitambahan dalam suatu proyek yang berisiko terbuktisecara empiris lebih besar untuk grup (5,4118) daripadauntuk individu-individu (4,2549) jika grup dan individu-individu pragrup tidak bertanggungjawab terhadapinvestasi awal. Hipotesis H2b didukung denganmenyatakan bahwa preferensi melakukan investasitambahan dalam suatu proyek yang berisiko adalahlebih besar untuk grup (4,8) daripada untuk individu-individu (4,733), jika grup dan individu-individu pragrupbertanggungjawab terhadap investasi awal. Hasilpengujian tersebut menunjukkan bahwa interaksivariabel jenis keputusan dengan pertanggungjawabanmempengaruhi preferensi terhadap risiko secaramarjinal.

Tabel 3Hasil Two-Way ANOVA

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 11,521(a) 3 3,840 2,992 0,036Intercept 1865,143 1 1865,143 1453,173 0,000TG_JWB 0,090 1 ,090 0,070 0,792JNSKPTSN 7,574 1 7,574 5,901 0,017TG_JWB * JNSKPTSN 6,013 1 6,013 4,685 0,033Error 102,680 80 1,283Total 2044,444 84Corrected Total 114,201 83

a R Squared = 0,101 (Adjusted R Squared = 0,067)

Keterangan:TG_JWB = pertanggungjawaban pada investasi awal/

original (berskala nominal: perrtanggung-jawaban rendah =1 dan pertanggungjawabantinggi= 2);

Page 53: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

127

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

SIMPULAN

Pengujian terhadap hipotesis-hipotesis penelitianmemberikan beberapa simpulan sebagai berikut:1. Interaksi variabel jenis keputusan dengan framing

tidak mempengaruhi preferensi terhadap risiko.2. Variabel jenis keputusan dengan

pertanggungjawaban mempengaruhi preferensiterhadap risiko, secara marjinal.

3. Variabel pertanggungjawaban dengan framingmempengaruhi skor preferensi keputusan tanpadipengaruhi oleh jenis keputusan individu ataugrup.

KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai beberapa limitasi yangsemestinya dapat diatasi atau diperbaiki dalampenelitian berikutnya, yaitu:1. Ukuran sampel relatif kecil dan belum cukup

bervariasi. Sampel yang digunakan adalahmahasiswa jurusan akuntansi pada sebuahperguruan tinggi swasta di Yogyakarta.Penggunaan subjek penelitian dari berbagai jurusan,fakultas dan atau dari kalangan non mahasiswa(manajer) dapat memberikan kemungkinan hasilyang berbeda atau dapat dipengaruhinya hipotesisyang telah dibuat.

2. Kasus yang digunakan dalam eksperimen adalahkasus mengenai keputusan investasi. Penggunaankasus jenis lain di luar bidang keuangan dapatmemberikan hasil analisis yang berbeda yang dapatmemungkinkan dibuktikannya hipotesis yangdibuat, misalnya kasus pemasaran, kasuskedokteran, atau kasus sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Alkire, S. dan Severine D. 1999. “Individual Motiva-tion, Its Nature, Determinants and Conse-quences for Within Group Behavior.” WorkingPaper.

Kahneman, D. dan Tversky, A. 1979. “Prospect Theory:An Analysis of Decision Under Risk.”Econometrica, March: 263-291.

Ruchala, L. V. 1999. “The Influence of Budget Goal At-tainment on Risk Attitudes and Escalation.” Be-havioral Research in Accounting, 11: 161-191.

Rutledge, R. W. dan Harrell, A. M. 1994. “The Impact ofResponsibility and Framing of Budgetary In-formation on Group-shifts.” Behavioral Re-search in Accounting, 6: 92-109.

Solomon, L. 1982. “Probability Assessment By Indi-vidual Auditors and Audit Teams: An EmpiricalInvestigation.” Journal of Accounting Re-search, 20: 689-710.

Page 54: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

128

Jam STIE YKPN - Fr. Ninik Yudianti dan Eko Widodo Lo Pengaruh Framing, Pertanggungjawaban, dan......

Page 55: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

129

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN DANKEPUASAN PELANGGAN DALAM PEMBENTUKAN INTENSI

PEMBELIAN KONSUMEN MATAHARI GROUPDI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Salamatun Asakdiyah*)

Volume XVINomor 2Agustus 2005Hal. 129-140

*) Dra. Salamatun Asakdiyah, M.Si. adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

ABSTRACT

The research aimed to test relationship betweenservice quality and customer satisfaction, and interac-tion between service quality and customer satisfac-tion in establishment of customer’s purchasing inten-tion. The research was conducted at department storemanaged by Matahari Group in Daerah IstimewaYogyakarta. Samples were determined by conveniencesampling method and purposive sampling method withrespondents that numbered 140 persons. Gatheringdata was done by way of giving customers the ques-tion list that contained about service quality, customersatisfaction and customer’s purchasing intention.Analysis method in this research used Analysis Re-gression Moderator based on model that was insti-tuted by Taylor and Baker (1994). The results of thisresearch shown the existence of significant associa-tion between service quality and customer satisfac-tion, and interactions among service quality and cus-tomer satisfaction toward customer’s purchasing in-tention. Interaction between service quality and cus-tomer satisfaction explains rather the variance of pur-chasing intention than each variable. It is shown by R2

resulted that is as big as 78,8%.

PENDAHULUAN

Globalisasi dan liberalisasi perdagangan duniamengakibatkan perubahan yang cepat pada lingkunganbisnis. Oleh karena itu, setiap perusahaan yang inginmempertahankan kelangsungan hidupnya haruslahdapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang adadan harus mempunyai keunggulan kompetitif.Keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui penjualanbarang yang berkualitas, harga yang relatif murah,penyerahan barang yang cepat dan pelayanan yangbaik, sehingga kepuasan pelanggan dapat tercapai.Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapaikepuasan pelanggan adalah melalui peningkatankualitas pelayanan, sehingga tercapainya kepuasanpelanggan akan menimbulkan pembelian ulangpelanggan. Hal ini akan mengakibatkan adanyahubungan jangka panjang antara pelanggan denganperusahaan.

Salah satu bidang usaha yang merasakandampak perkembangan ekonomi global adalah sektorbisnis ritel, bahkan salah satu tolok ukur keberhasilanperekonomian suatu negara adalah keberhasilan dalamsektor bisnis ritel (Usahawan, 1996). Bisnis ritel meliputisemua kegiatan yang melibatkan penjualan barang danjasa secara langsung pada konsumen akhir untukpenggunaan pribadi dan bukan bisnis (Kotler, 1997).

Page 56: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

130

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

Hal ini berarti bisnis ritel merupakan bagian dari salurandistribusi yang berperan sebagai penghubung antarakepentingan produsen dengan konsumen.

Salah satu cara untuk meningkatkan daya saingadalah dengan peningkatan kualitas pelayanan, karenadengan kualitas pelayanan yang baik maka kepuasanpelanggan akan tercapai. Tercapainya kepuasanpelanggan akan mempengaruhi intensi perilakukonsumen untuk membeli barang atau jasa yangditawarkan oleh perusahaan. Hal ini berarti intensipembelian konsumen dipengaruhi oleh kualitaspelayanan dan kepuasan pelanggan, sedangkankualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhanpelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan(Kotler, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa kualitaspelayanan yang baik bukan hanya dilihat dari persepsipenyedia jasa saja, akan tetapi berdasarkan persepsipelanggan, sedangkan persepsi pelanggan terhadapkualitas pelayanan merupakan penilaian yangmenyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

Mengingat arti pentingnya kualitas pelayanan,kepuasan pelanggan dan intensi pembelian konsumendalam bisnis ritel, maka perlu dikaji lebih mendalambagaimana kualitas pelayanan dilaksanakan pada bisnisritel, serta tingkat kepuasan pelanggan yang dicapai,sehingga mempengaruhi pembentukan intensipembelian konsumen. Studi ini berupaya untukmenganalisis hubungan antara kualitas pelayanan dankepuasan pelanggan dalam pembentukan intensipembelian konsumen pada department store yangdikelola oleh Matahari Group di Daerah IstimewaYogyakarta.

KAJIAN TEORITIK

Service Quality (Kualitas Pelayanan)Kualitas pelayanan merupakan suatu cara untuk

membandingkan antara persepsi layanan yang diterimapelanggan dengan layanan yang sesungguhnyadiharapkan pelanggan (Fitzsimmons & Fitzsimmons,1994; Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1988). Apabilalayanan yang diharapkan pelanggan lebih besar darilayanan yang nyata-nyata diterima pelanggan makadapat dikatakan bahwa layanan tidak bermutu,sedangkan jika layanan yang diharapkan pelangganlebih rendah dari layanan yang nyata-nyata diterimapelanggan, maka dapat dikatakan bahwa layanan

bermutu, dan apabila layanan yang diterima samadengan layanan yang diharapkan maka layanantersebut dikatakan memuaskan ((Fitzsimmons &Fitzsimmons, 1994). Dengan demikian kualitaspelayanan merupakan suatu cara untuk mengetahuiseberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapanpelanggan atas layanan yang diterima (Parasuraman,Zeithaml dan Berry, 1988).

Kualitas pelayanan dapat diukur denganmenggunakan beberapa model. Pemilihan terhadapmodel yang digunakan tergantung pada tujuanpengukuran, jenis perusahaan, serta situasi pasar(Tjiptono, 1996). Salah satu model yang digunakanuntuk mengukur kualitas pelayanan adalah model yangdikembangkan Parasuraman, Zeithaml dan Berry yangdikenal dengan model PZB. Ketiga peneliti inimengidentifikasikan adanya lima gap (kesenjangan)yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa.Kelima gap ini meliputi (1) Gap antara harapanpelanggan dan persepsi manajemen perusahaan; (2)Gap antara persepsi manajemen terhadap harapanpelanggan dan spesifikasi kualitas jasa; (3) Gap antaraspesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa; (4) Gapantara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal; dan(5) Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yangdiharapkan (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1985).Cronin dan Taylor (1992) menggunakan pengukuranberdasarkan alternatif sebagai berikut:a. Skor kualitas pelayanan = (skor kinerja – skor

harapan)Kualitas pelayanan dipersepsikan baik, apabilakinerja jasa sesuai dengan harapan pelanggan.

b. Skor kualitas pelayanan = skor derajat kepentinganX (skor kinerja – skor harapan)Kualitas dipersepsikan semakin baik, apabila hasilperkalian derajat kepentingan dengan selisih kinerjaatas harapan pelanggan semakin tinggi.

c. Skor kualitas pelayanan = (skor kinerja)Kualitas pelayanan dipersepsikan baik, apabilasesuai dengan kinerja jasa yang dihasilkan.

d. Skor kualitas pelayanan = (skor derajat kepentinganX skor kinerja)

Kualitas pelayanan dipersepsikan semakin baik, apabilahasil perkalian antara derajat kepentingan dengankinerja jasa semakin tinggi.

Model PZB atau analisis model SERVQUALmerupakan analisis untuk mengukur lima dimensi

Page 57: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

131

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

kualitas jasa yaitu (1) Tangible meliputi fasilitas fisik,perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi; (2)Reliability merupakan kemampuan karyawanmemberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan,sehingga memuaskan pelanggan; (3) Responsivenessmerupakan keinginan para staf untuk membantupelanggan dengan memberikan pelayanan yangtanggap; (4) Assurance merupakan pengetahuan dankemampuan yang dimiliki para staf untuk melayanipelanggan, sehingga pelanggan bebas dari bahaya dankeragu-raguan; dan (5) Empathy merupakankemudahan dalam melakukan komunikasi, pemberianperhatian terhadap pelanggan, serta pemahaman yangbaik terhadap kebutuhan pelanggan. Meskipun analisismodel SERVQUAL secara empirik telah diuji padabeberapa industri jasa, tetapi analisis model SERVQUALtidak selalu berhasil diterapkan pada bisnis ritel.Penelitian yang dilakukan oleh Dabholkar, Thorpe, danRentz (1996) mengukur kualitas jasa ritel denganmenggunakan 28 item, yang meliputi 17 item diambildari SERVQUAL, dan 11 item dikembangkan dari re-view literatur dan riset kualitatifnya. Ketiga peneliti inimengajukan lima dimensi kualitas jasa ritel, yaitu (1)Physical Aspects merupakan dimensi yang mencakuptentang daya tarik aspek fisik dan kemudahan pelanggandalam menemukan barang yang dibutuhkan; (2) Reli-ability merupakan dimensi yang mencakup tentangketepatan pemenuhan janji kepada pelanggan sertapenyediaan barang sesuai dengan keinginanpelanggan; (3) Personal Interaction merupakaninteraksi personal antara pelanggan dan karyawan; (4)Problem Solving merupakan dimensi yang berkaitandengan pemberian solusi terhadap masalah yangdihadapi pelanggan ketika sedang berbelanja; dan (5)Policy merupakan dimensi yang berhubungan dengankebijakan toko guna merespon tuntutan atau kebutuhanpelanggan.

Kepuasan PelangganSejumlah pakar telah mendefinisikan apa yang

dimaksud dengan kepuasan pelanggan. Day (dalam Tsedan Wilton, 1988) mendefinisikan kepuasan atauketidakpuasan pelanggan sebagai respon pelangganterhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation)yang dipersepsikan antara harapan awal sebelumpembelian dan kinerja aktual produk yang dirasakansetelah pemakaian, sedangkan Kotler (1997)

mendefinisikan kepuasan pelanggan adalah tingkatperasaan seseorang setelah membandingkan kinerja(hasil) yang ia rasakan dibandingkan denganharapannya. Berdasarkan kedua definisi tersebut, makadapat diketahui adanya kesamaan tentang komponenkepuasan pelanggan yaitu harapan dan kinerja atauhasil yang dirasakan. Pada umumnya harapan-harapanpelanggan merupakan perkiraan atau keyakinanpelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila iamembeli atau mengkonsumsi suatu produk, sedangkankinerja yang dirasakan adalah persepsi pelangganterhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsiproduk yang dibeli (Tjiptono, 1996).

Intensi PembelianFishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan

hubungan antara sikap, minat, dan perilaku yangdikenal dengan model intensi perilaku (Fishbein’s Be-havioral Intention Model) atau dikenal dengan teoriReasoned Action. Teori ini menjelaskan bahwa perilakuseseorang sangat tergantung pada minatnya,sedangkan minat berperilaku sangat tergantung padasikap dan norma subyektif atas perilaku. Keyakinanatas akibat perilaku sangat mempengaruhi sikap dannorma subyektifnya. Sikap individu terbentuk darikombinasi antara keyakinan dan evaluasi tentangkeyakinan seseorang konsumen. Lebih jauh dikatakanFishbein dan Ajzen (1975) bahwa keyakinanmenunjukkan informasi yang dimiliki seseorang tentangsuatu obyek. Berdasarkan informasi, sikap, atau perilakuterhadap suatu obyek merupakan suatu yangmenguntungkan atau merugikan. Berbagai informasiyang diterima pada diri seseorang inilah yang disebutpengetahuan, sedangkan individu dapat terpengaruhatau tidak terpengaruh sangat tergantung padakekuatan kepribadian individu dalam menghadapikehendak orang lain.

Bentler dan Speckart (1979) memberikan modellain yang menampilkan suatu variabel tambahan darimodel sikap terhadap perilaku dari Fishbein yaituperilaku yang lampau (past behavior) dapatmempengaruhi minat (intention) secara langsungperilaku yang akan datang (future behavior),sedangkan menurut Kotler (1997) karakter pembeli akanmenentukan proses keputusan pembelian, dan akhirnyamelakukan keputusan pembelian. Proses pembeliankonsumen melalui pengenalan masalah, pencarian

Page 58: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

132

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, danperilaku setelah pembelian. Perilaku setelah pembelianakan menimbulkan sikap puas atau tidak puaskonsumen. Hal ini berarti kepuasan konsumenmerupakan fungsi harapan pembeli atas produk ataukinerja yang dirasakan.

Penelitian TerdahuluBeberapa peneliti telah melakukan pengujian

terhadap hubungan antara kualitas pelayanan,kepuasan pelanggan, dan intensi perilaku pembeliankonsumen. Hasil penelitian Woodside, Frey, dan Daly(1989) menunjukkan bahwa kepuasan pelangganmerupakan variabel intervening hubungan antarakualitas pelayanan dan intensi pembelian. Kualitaspelayanan berpengaruh terhadap kepuasan dankepuasan berpengaruh terhadap intensi pembelian.Hasil penelitian Cronin dan Taylor (1992) menunjukkanbahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadapkepuasan pelanggan dan kepuasan pelangganberpengaruh pada intensi perilaku pembelian yang akandatang, sedangkan Bolton dan Drew (1991) menyatakanbahwa kepuasan pelanggan berpengaruh pada intensiperilaku pembelian yang akan datang. Bolton dan Drew(1991) menyatakan bahwa kepuasan mempengaruhikualitas pelayanan dan kualitas pelayanan berpengaruhpada intensi pembelian. Hal ini didukung oleh Bitner(1990) yang menyatakan bahwa variabel kualitaspelayanan sebagai variabel intervening hubunganantara kepuasan dengan intensi perilaku pembelian.Hasil penelitian Taylor dan Baker (1994) menunjukkanbahwa interaksi antara kualitas pelayanan dankepuasan pelanggan lebih menjelaskan varianceintensi pembelian daripada pengaruh langsung masing-masing variabel. Hasil penelitian ini telah menetralkanpertentangan hasil penelitian yang dikemukakanpeneliti sebelumnya.

Hipotesis PenelitianKesimpulan sementara yang akan dibuktikan

kebenarannya dalam penelitian ini adalah sebagaiberikut:H1 : Kualitas pelayanan mempunyai hubungan yang

signifikan dengan intensipembelian konsumen.

H2 : Kepuasan pelanggan mempunyai hubunganyang signifikan dengan intensi pembelian

konsumen.H3 : Interaksi antara kualitas pelayanan dan

kepuasan pelanggan lebih menjelaskan vari-ance intensi pembelian daripada masing-masingvariabel.

METODE PENELITIAN

Populasi dan SampelPopulasi merupakan jumlah keseluruhan dari

unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Mantra danKasto, 1989). Populasi dalam penelitian ini adalahpelanggan pada department store yang dikelola olehMatahari Group di Daerah Istimewa Yogyakarta. DiDaerah Istimewa Yogyakarta terdapat 4 departmentstore yang dikelola oleh Matahari Group yaitu (1)Matahari Jalan Malioboro; (2) Matahari MalioboroMall; (3) Super Ekonomi Beringharjo; dan (4) GalleriaJalan Jendral Sudirman.

Sampel ditentukan dengan metode conveniencesampling dan metode purposive sampling. Conve-nience sampling merupakan sampel nonprobabilitasyang tidak terbatas (Cooper dan Emory, 1995). Conve-nience sampling merupakan suatu metode untukmemilih anggota populasi yang paling mudah untukditemui dan dimintai informasi (Hadi, 1987), sedangkanpurposive sampling merupakan metode pemilihansampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Cooper danEmory, 1995, Babbie, 1995). Adapun kriteria pemilihansampel sebagai berikut:a. Pelanggan yang dijadikan sampel merupakan

pelanggan yang berbelanja di Matahari Depart-ment Store. Berdasarkan bermacam-macamkelompok masyarakat yang menjadi pelanggan,yang dipilih sebagai responden adalah kelompokibu rumah tangga yang bekerja maupun yang tidakbekerja. Kelompok pelanggan ini dipilih karenamerupakan salah satu kelompok masyarakat yangsering berbelanja dalam rangka pemenuhankebutuhan sehari-hari, baik pemenuhan kebutuhanpribadi maupun kebutuhan keluarga.

b. Responden merupakan pelanggan pada depart-ment store yang dikelola oleh Matahari Group diDaerah Istimewa Yogyakarta. Matahari dipilihkarena mendominasi pasar ritel di Indonesiadengan total area seluas 510.000 m2 dan karyawanlebih dari 23.000 orang (Usahawan, 1996).

Page 59: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

133

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

Dalam penelitian ini populasinya tidak terbatas,sehingga jumlah sampel ditentukan untuk masing-masing toko minimal 30 responden. Penentuan jumlahsampel ini didasarkan pada pendapat Roscoe dalamSekaran (1992) yang menyatakan bahwa jumlah sampellebih besar dari 30 dan kurang dari 500 pada sebagianbesar penelitian dianggap sudah mewakili populasi.Berdasarkan 160 kuesioner yang dibagikan kepada parapelanggan Department Store, maka kuesioner yangkembali sebanyak 140 kuesioner. Dengan demikiantingkat pengembaliannya (respon rate-nya) sebesar87,5%. Adapun perincian pengembalian kuesionerdapat disajikan melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 1Perincian Pengembalian Kuesioner

Department Store Jumlah PersentaseMatahari Jl. Malioboro 32 22,86%Matahari Malioboro Mall 40 28,57%Super Ekonomi Bringharjo 33 23,57%Galeria Jl. Sudirman 35 25,00%Jumlah 140 100,00%

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 1, maka dapat diketahuibahwa jumlah kuesioner yang kembali denganpersentase tertinggi adalah pelanggan dari MalioboroMall sebesar 28,57%.

Teknik Pengumpulan DataData yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari data primer dan data sekunder. Data primerdigunakan sebagai bahan untuk menghitung variabel-variabel penelitian. Pengumpulan data primer dilakukandengan cara memberikan daftar pertanyaan kepadaresponden yang berisi tentang kualitas pelayanan,kepuasan pelanggan dan intensi pembelian konsumen,sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studikepustakaan yang digali dari buku, jurnal ilmiah, sertapublikasi hasil-hasil penelitian. Data sekunder inidigunakan untuk menyusun rumusan masalah,hipotesis, tinjauan pustaka, serta penggunaan alatanalisis.

Instrumen Penelitian dan Skala PengukurannyaVariabel penelitian diukur dengan menggunakan

instrumen dalam bentuk kuesioner yang berisi sejumlahpertanyaan secara tertulis guna memperoleh data dariresponden. Instrumen tentang kualitas pelayanandigunakan dari instrumen yang disusun oleh Dabholkar,Thorpe, dan Rentz (1996) yang mengajukan lima dimensikualitas jasa pada bisnis ritel, yaitu (1) Physical As-pects; (2) Reliability; (3) Personal Interaction; (4)Problem Solving; dan (5) Policy. Kelima dimensi initerdiri dari 28 item dan masing-masing item diukurdengan menggunakan skala Likert 7 Point. Angka satumewakili jawaban sangat tidak setuju, angka duamewakili jawaban tidak setuju, angka tiga mewakilijawaban kurang setuju, angka empat mewakili jawabannetral, angka lima mewakili jawaban agak setuju, angkaenam mewakili jawaban setuju dan angka tujuh mewakilijawaban sangat setuju.

Kepuasan pelanggan diukur denganmenggunakan empat dimensi, yang terdiri dari harga(price), pelayanan (services), citra (image), dankepuasan pelanggan secara keseluruhan (overall cus-tomer satisfaction). Keempat dimensi ini dikembangkanberdasarkan pendapat Naumann dan Giel (1995), danMadu, Kueh dan Jacob (1996), terdiri dari 7 item denganmenggunakan skala Likert 7 Point. Angka satu mewakilijawaban sangat tidak setuju, dan angka tujuh mewakilijawaban sangat setuju.

Intensi pembelian konsumen diukur melalui limadimensi yang terdiri dari 12 item, yaitu loyalty (limaitem), switch (dua item), pay more (dua item), externalresponse (dua item), dan internal response (satu item).Masing-masing item diukur dengan skala Likert 7 point.Angka satu mewakili jawaban sangat tidak setuju danangka tujuh mewakili jawaban sangat setuju (Zeithaml,Berry dan Parasuraman, 1996).

Untuk mendapatkan data yang berkualitas, makainstrumen harus diuji validitas dan reliabilitasnya (Huckdan Cormier, 1996). Uji validitas dilakukan untukmengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 1989). Untukmenguji validitas instrumen penelitian ini digunakanmetode Pearson Product Moment Test, sedangkan ujireliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh manahasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997).Reliabilitas instrumen penelitian ini diuji denganmenggunakan Cronbach Alpha.

Page 60: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

134

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

Metode AnalisisUntuk melakukan pembuktian hipotesis,

penelitian ini menggunakan metode analisis statistik.Analisis statistik digunakan untuk membuktikanadanya hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasanpelanggan, dan intensi pembelian konsumen. Modeldalam penelitian ini menggunakan model yangdikemukakan oleh Taylor dan Baker (1994) yaitu mod-erator regression analysis (MRA). Adapun model yangdigunakan dalam penelitian ini dapat dirumuskansebagai berikut :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X1 X2

Catatan:Y = variabel dependen (Intensi

pembelian)β0 = Konstantaβ1, β2, β3 = Koefisien RegresiX1 = Variabel independen (kualitas

pelayanan)X2 = Variabel moderator (kepuasan

pelanggan)X1 X2 = Interaksi antara kualitas

pelayanan dengan kepuasanpelanggan

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitianini diuji dengan menggunakan uji t dan uji F. Uji tdimaksudkan untuk menguji variabel bebas(independen variabel) yang berpengaruh secarasignifikan terhadap variabel terikat secara individual.Sedangkan uji F digunakan untuk menguji apakahsecara bersama-sama variabel-variabel bebas tersebutdapat menjelaskan variabel terikat.

Keeratan hubungan antara variabel bebasdengan variabel terikat dianalisis denganmenggunakan analisis koefisien korelasi. Koefisienkorelasi merupakan suatu indeks yang menunjukkanhubungan variabel terikat dengan variabel bebas positifatau negatif dan menunjukkan derajat asosiasi (erattidaknya hubungan) variabel-variabel tersebut. Nilaikoefisien regresi (β) akan selaras dengan nilai koefisienkorelasi (r). Hal ini berarti jika nilai β positif maka akandiikuti oleh nilai r yang positif. Demikian pulasebaliknya, bila nilai β negatif, maka nilai r juga negatif.

Koefisien determinasi dihitung dengan

mengkuadratkan nilai koefisien korelasi (R2). Koefisienini menunjukkan seberapa besar variabel terikat dapatdijelaskan oleh variabel bebas.

Model regresi berganda dapat digunakanapabila tidak terjadi penyimpangan terhadap asumsi-asumsi klasik. Guna mengetahui ada tidaknya penyim-pangan atau pelanggaran asumsi klasik, model regresiberganda ini akan diuji dengan tiga asumsi klasik, yaitu(1) uji multikolinearitas; (2) uji heteroskedastisitas; dan(3) uji autokorelasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Instrumen PenelitianInstrumen penelitian digunakan untuk

memperoleh data dan informasi dari responden. Huckdan Cormier (1996) mengemukakan bahwa kualitas datayang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitiandapat dievaluasi melalui uji validitas dan uji reliabilitas.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalahinstrumen penelitian yang berkaitan dengan kualitaspelayanan (28 item), kepuasan pelanggan (7 item) danintensi pembelian (12 item). Adapun hasil uji validitasdengan Pearson Product Moment Test dari 30responden menunjukkan bahwa item-item baik kualitaspelayanan, kepuasan pelanggan maupun intensipembelian menghasilkan angka yang signifikan padaα = 5%. Hal ini menunjukkan bahwa semua item yangdigunakan sebagai instrumen penelitian ini dinyatakanvalid, sedangkan hasil uji reliabilitas item-item baikkualitas pelayanan, kepuasan pelanggan maupunintensi pembelian menunjukkan nilai alpha lebih besardari 0,50. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yangdigunakan dalam penelitian ini dinyatakan reliabel(andal).

Uji Korelasi Antara Kualitas Pelayanan, KepuasanPelanggan dengan Intensi Pembelian

Hasil uji korelasi Pearson dengan α = 5%menunjukkan bahwa hubungan antara kualitaspelayanan (X1) dengan intensi pembelian (Y) positifdan signifikan dengan r sebesar 0,433 (P ≤ 0,05). Hal inimendukung hipotesis pertama yang dikemukakan.Hubungan antara kepuasan pelanggan (X2) denganintensi pembelian (Y) positif dan signifikan dengan rsebesar 0,399 (P ≤ 0,05). Hal ini mendukung hipotesiskedua yang dikemukakan, sedangkan hubungan antara

Page 61: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

135

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

interaksi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan(X1 X2) dengan intensi pembelian (Y) positif dansignifikan dengan r sebesar 0,559 (P ≤ 0,05). Hal inimenunjukkan dukungan terhadap hipotesis ketiga yangdikemukakan.

Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkanbahwa hubungan antara interaksi kualitas pelayanandan kepuasan pelanggan dengan intensi pembelianmenunjukkan korelasi yang lebih kuat daripada korelasimasing-masing variabel. Hal ini ditunjukkan daribesarnya koefisien korelasi yang dihasilkan lebih tinggidaripada koefisien korelasi dari masing-masing variabel.

Uji Pengaruh Antara Kualitas Pelayanan danKepuasan Pelanggan Terhadap Intensi Pembelian

Pengaruh antara kualitas pelayanan dankepuasan pelanggan terhadap intensi pembeliankonsumen pada department store yang dikelola olehMatahari Group di Daerah Istimewa Yogyakartadianalisis dengan menggunakan Analisis Regresi Mod-erator (Moderator Regression Analysis). Model inidikemukakan oleh Taylor dan Baker (1994). AnalisisRegresi Moderator digunakan untuk mengetahui efekinteraksi antara kualitas pelayanan dan kepuasanpelanggan (variabel moderator) terhadap intensipembelian.

Analisis Regresi Moderator terdiri dari tigapersamaan regresi dengan membandingkan R2 darimasing-masing persamaan untuk menentukan tipe efekmoderator yang terjadi. Persaman pertama memasukkankualitas pelayanan sebagai variabel bebas, kemudianpersamaan kedua memasukkan kualitas pelayanan dankepuasan pelanggan sebagai variabel bebas, danpersamaan ketiga memasukkan kualitas pelayanan,

kepuasan pelanggan serta interaksi antara kualitaspelayanan dan kepuasan pelanggan sebagai variabelbebas.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 140responden, maka hasil analisis regresi dapat disajikanmelalui tabel sebagai berikut:Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat dijelaskansebagai berikut:

1. Model Persamaan PertamaModel persamaan pertama memasukkan

kualitas pelayanan sebagai variabel bebas. Adapunmodel persamaan pertama dapat dirumuskan sebagaiberikut:

Y = 3,339 + 0,411 X1

Hasil uji t dengan a = 5% menunjukkan bahwa pengaruhkualitas pelayanan (X1) terhadap intensi pembelian (Y)menghasilkan t hitung sebesar 5,647, sedangkan t tabelsebesar 1,96. Hal ini berarti t hitung > t tabel (P ≤ 0,05).Dengan demikian, kualitas pelayanan signifikanmempengaruhi intensi pembelian.Hasil uji F dengan α = 5% menunjukkan F hitungsebesar 31,892. Sedangkan F tabel sebesar 2,26. Hal iniberarti F hitung > F tabel dengan signifikansi F = 0,000(P ≤ 0,05). Dengan demikian, kualitas pelayanansignifikan mempengaruhi intensi pembelian. Nilai R2

sebesar 0,187 menunjukkan bahwa 18,7% varianceintensi pembelian ditentukan oleh variance kualitaspelayanan. Hal ini berarti variabel kualitas pelayanandapat menjelaskan variabel intensi pembelian sebesar18,7%, sedangkan sisanya sebesar 81,3% disebabkanoleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalammodel penelitian.

Tabel 2Hasil Analisis Regresi

Model Variabel βββββ 0 βββββ Nilai t Signifikansi R2 Nilai F

1 Kualitas Pelayanan (X1) 3,339 0,411 5,647 0,000 0,187 31,8922 Kualitas Pelayanan (X1) 2,050 0,348 4,982 0,000 0,288 27,765

Kepuasan Pelanggan (X2) 0,297 4,403 0,0003 Kualitas Pelayanan (X1) 0,768 0,438 11,358 0,000 0,788 168,839

Kepuasan Pelanggan (X2) 0,416 11,086 0,000Interaksi (X1 X2) 0,417 17,922 0,000

Sumber: Data Primer, diolah

Page 62: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

136

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

2. Model Persamaan KeduaModel persamaan kedua memasukkan kualitas

pelayanan dan kepuasan pelanggan sebagai variabelbebas. Adapun model persamaan kedua dapatdirumuskan sebagai berikut :

Y = 2,050 + 0,348 X1 + 0,297 X2

Hasil uji t dengan a = 5% menunjukkan bahwa pengaruhkualitas pelayanan (X1) terhadap intensi pembelian (Y)menghasilkan t hitung sebesar 4,982. Hal ini berarti thitung > tabel dengan signifikansi 0,000 (P ≤ 0,05)..Dengan demikian, kualitas pelayanan secara parsialsignifikan mempengaruhi intensi pembelian. Pengaruhkepuasan pelanggan (X2) terhadap intensi pembelian(Y) menghasilkan t hitung sebesar 4,403. Hal ini berartit hitung > t tabel dengan signifikansi 0,000 (P ≤ 0,05).Dengan demikian, kepuasan pelanggan secara parsialsignifikan mempengaruhi intensi pembelian.

Hasil uji F dengan a = 5% menunjukkan F hitungsebesar 27,765.Hal ini berarti F hitung > F tabel dengansignifikansi 0,000 (P ≤ 0,05). Dengan demikian, secarabersama-sama kualitas pelayanan dan kepuasanpelanggan mempengaruhi intensi pembelian. Nilai R2

sebesar 0,288 menunjukkan bahwa 28,8% varianceintensi pembelian ditentukan oleh variance kualitaspelayanan dan kepuasan pelanggan. Dengan demikian,variabel kualitas pelayanan dan variabel kepuasanpelanggan dapat menjelaskan variabel intensipembelian sebesar 28,28%, sedangkan sisanya sebesar71,2% disebabkan oleh variabel-variabel lain yang tidakdimasukkan dalam model penelitian.

3. Model Persamaan KetigaModel persamaan ketiga memasukkan kualitas

pelayanan, kepuasan pelanggan, serta interaksi antarakualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan sebagaivariabel bebas. Adapun model persamaan ketiga dapatdirumuskan sebagai berikut:

Y = 0,768 + 0,438 X1 + 0,416 X2 + 0,417 X1 X2

Hasil uji t dengan α = 5% menunjukkan bahwapengaruh kualitas pelayanan (X1) terhadap intensipembelian (Y) menghasilkan t hitung sebesar 11,358.Hal ini berarti t hitung > tabel dengan signifikansi 0,000(P ≤ 0,05).. Dengan demikian, kualitas pelayanan secara

parsial signifikan mempengaruhi intensi pembelian.Pengaruh kepuasan pelanggan (X2) terhadap intensipembelian (Y) menghasilkan t hitung sebesar 11,086.Hal ini berarti t hitung > t tabel dengan signifikansi0,000 (P ≤ 0,05). Dengan demikian, kepuasan pelanggansecara parsial signifikan mempengaruhi intensipembelian. Pengaruh interaksi antara kualitaspelayanan dan kepuasan pelanggan (X1 X2) terhadapintensi pembelian (Y) menghasilkan t hitung sebesar17,922. Hal ini berarti t hitung > t tabel dengansignifikansi 0,000 (P ≤ 0,05). Dengan demikian, interaksiantara kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggansecara parsial signifikan mempengaruhi intensipembelian.

Hasil uji F dengan α = 5% menunjukkan F hitungsebesar 168,839. Hal ini berarti F hitung > F tabel dengansignifikansi 0,000 (P ≤ 0,05). Dengan demikian, secarabersama-sama kualitas pelayanan dan kepuasanpelanggan mempengaruhi intensi pembelian. Nilai R2

sebesar 0,788 menunjukkan bahwa 78,8% varianceintensi pembelian ditentukan oleh variance kualitaspelayanan, kepuasan pelanggan, serta interaksi antarakualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan. Dengandemikian, variabel kualitas pelayanan, variabelkepuasan pelanggan serta variabel interaksi antarakualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan dapatmenjelaskan variabel intensi pembelian sebesar 78,8%,sedangkan sisanya sebesar 21,2% disebabkan olehvariabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalammodel penelitian.

Uji Asumsi KlasikModel regresi berganda dapat digunakan

apabila tidak terjadi penyimpangan asumsi klasik.Untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsiklasik, model regresi diuji dengan tiga asumsi klasik:

1. Uji MultikolinearitasUntuk menguji multikolinearitas antarvariabel

bebas digunakan Analisis Korelasi Pearson. Hasil ujikorelasi antarvariabel bebas menunjukkan bahwakorelasi antara variabel bebas X1, X2 dan X1 X2menghasilkan koefisien korelasi di bawah 0,8. Dengandemikian pada model pertama, kedua maupun ketigatidak terjadi masalah multikolinearitas yang serius untuksemua variabel bebas.

Page 63: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

137

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

2. Uji HeteroskedastisitasUntuk mendeteksi ada tidaknya penyimpangan

terhadap asumsi homoskedastisitas digunakan AnalisisKorelasi Rank Spearman. Hasil pengujian menunjukkanbahwa baik model pertama, kedua maupun ketigamenghasilkan t hitung < t tabel (P ≤ 0,05). Hal ini berartipada data pengamatan tidak terdapat heteroske-dastisitas.

3. Uji AutokorelasiPengujian autokorelasi dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan atau korelasiberangkai diantara faktor-faktor yang mengganggusecara berurutan. Pengujian ini dilakukan denganmenggunakan metode Durbin Watson Test Distur-bance. Hasil pengujian menunjukkan nilai DurbinWatson hitung pada model pertama sebesar 2,17212,model kedua sebesar 2,15086 dan model ketiga sebesar2,26811. Nilai hitung baik pada model pertama, keduamaupun ketiga berada di daerah bebas autokorelasi.Dengan demikian, hasil tersebut tidak menunjukkanadanya autokorelasi dalam sampel pengamatantersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,kesimpulan yang bisa diambil sebagai berikut:1. Hasil uji koefisien korelasi antara kualitas pelayanan

dengan intensi pembelian menunjukkan hubungan

yang positif dan signifikan (P ≤ 0,05). Hubunganantara kepuasan pelanggan dengan intensipembelian menunjukkan hubungan yang positifdan signifikan (P ≤ 0,05). Hubungan antara interaksikualitas pelayanan dan kepuasan pelanggandengan intensi pembelian positif dan signifikan (P≤ 0,05). Dengan demikian, hasil pengujianmendukung baik hipotesis pertama, hipotesiskedua, maupun hipotesis ketiga yang dikemukakan.

2. Hasil uji koefisien regresi secara parsialmenunjukkan bahwa baik model pertama, modelkedua maupun model ketiga masing-masing variabelkualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, sertainteraksi antara kualitas pelayanan dan kepuasanpelanggan secara parsial signifikan berpengaruhterhadap intensi pembelian.

3. Hasil uji koefisien regresi secara serempakmenunjukkan bahwa baik model pertama, modelkedua, maupun model ketiga menunjukkan variabel-variabel kualitas pelayanan, kepuasan pelangganserta interaksi antara kualitas pelayanan dankepuasan pelanggan secara bersama-samasignifikan berpengaruh terhadap intensi pembelian.

4. Interaksi antara kualitas pelayanan dan kepuasanpelanggan lebih menjelaskan variance intensipembelian daripada masing-masing variabel. Hal inididukung dengan meningkatnya nilai R2 daripersamaan model ketiga dibandingkan modelpertama dan model kedua. Hasil ini mendukunghipotesis ketiga yang diajukan.

5. Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa baikmodel pertama, model ketua, maupun model ketigabebas dari penyimpangan terhadap multi-kolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

Page 64: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

138

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L. dan S.G. West (1991), Multiple Regression:Testing and Interpreting Interaction, London:Sage.

Ancok, D. (1989), “Validitas dan Reliabilitas InstrumenPenelitian,” M. Singarimbun dan S. Effendi (ed.)“Metodologi Penelitian Survai”, Yogyakarta:LP3ES.

Anonimus, (1996), “Ritel Antisipasi Serbuan Asingdengan Kesiapan SDM,” Usahawan, No. 4tahun XXV, April p. 56.

_____________, (1996), “Toko Matahari BerdasarkanLokasi”, No. 46, Maret, p. 91.

Azwar, S. (1997), Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Babbie, E. (1995), The Practice of Social Research, 7th

ed, Belmout: Wadsworth Publishing Company.

Bentler, P.M. dan G. Speckart (1979), “Models ofAntitude Behavior Relations,” PsychoilogicalReview, Vol. 86, p. 452-464.

Bitner, M.J. (1990), “Evaluating Service Encounters: TheEffecs of Physical Surrounding and EmployeeResponses, “Journal of Marketing, No. 55,April, p. 69 – 82.

Bolton, R.D. dan J.H. Drew (1991), A LongitudinalAnalysis of The Impact of Service Change onCustomer Antitudes, “Journal of Marketing,No. 55, Januari, p. 1 – 9.

Cooper, D.R. dan C.W. Emory (1995), Business Re-search Methods, 5th ed, Chicago: Richard D.Irwin Inc.

Cronin, J.J. dan S.A. Taylor (1992), “Measuring Ser-vice Quality: A Reexamination and Extension,”

Journal of Marketing, July, p. 55 – 68.

Dabholkar, P.A., D.I. Thorpe dan J.O. Rentz (1996), “AMeasure of Service Quality For Retail Stores :Scale Development and Validation,” Journal ofThe Academy Marketing Science, Vol. 24, No.1, p. 3 – 16.

Fishbein, M. dan I. Ajzen (1975), Belief, Attitude, In-tention and Behavioral: on Introduction toTheory and Research, Reading Mass : Addi-tion Wesley.

Fitzsimmons, J.A dan M.J. Fitzimmons (1994), ServiceManagement For Competitive Advantage, NewYork: Mc. Graw – Hill Inc.

Hadi, S. (1987), Metodologi Research, Jilid I,Yogyakarta: Yayasan Penerbit FakultasPsikologi UGM.

Huck, S.W. dan Cormier, W.H. (1996), Reading Statis-tics and Research, 2th ed., New York: HerperCollins Publisher Inc.

Kotler, P. (1997), Marketing Management : Analysis,Planning, Implementation and Control, 9th ed.,Upper Saddle River, New Jersey: Prentice HallInc.

Madu, N.C., C.H. Kueh dan Jacob (1996), “An Empiri-cal Assesment of The Influence of Quality Di-mensions on Organizational Performance,” In-ternational Production Research, Vol. 34, No.7, p. 1943 – 1962.

Mantra, I.B. dan Kasto (1989), “Penentuan Sampel,”M. Singarimbun dan S. Effendi (ed.), MetodePenelitian Survai, Yogyakarta: LP3ES.

Naumann, E., dan K. Giel (1995), Customer Satisfac-tion Measurement and Management,Cineinnati, Ohio: Thompson Executive Press.

Parasuraman, A., V.a. Ziethaml, dan L.L. Berry (1985),“A Conceptual Model of Service Quality and

Page 65: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

139

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

Implication For Future Research,” Journal ofMarketing, Vol. 49, p. 41 – 50.

______________, (1988), SERVQUAL: A Multiple –Item Scale For Measuring Consumer Percep-tions of Service Quality,” Journal of Retailing,46 (1), p. 12 – 14.

Sekaran, U. (1992), Research Methods For MeasuringConsumer Perceptions of Service Quality,”Journal of Retailing, 46 (1), p. 12 – 14.

Taylor, A.S. dan L. T. Baker (1994), “An Assesment ofRelationship Between Service Quality and Cus-tomer Satisfaction in The Formation of Con-sumer Purchase Intention”, Journal of Retail-ing, Vol. 70, No. 2, p. 163 – 178.

Tjiptono, F. (1996), Manajemen Jasa, Yogyakarta:Penerbit Andi.

Tse, D.K. dan P.C. Wilton (1988), “Models of ConsumerSatisfaction Formation: An Extension,” Jour-nal of Marketing Research, Vol. 25, No. 2, May,p. 204 – 212.

Woodside, G.A., L.L. Frey, dan T.R. Daly (1989), Link-ing Service Quality Customer Satisfaction andBehavioral Intention,” Journal of Health CareMarketing, Vol. 9, No. 4, December, p. 5 – 17.

Zeithaml, V.A., L.L. Berry dan A. Parasuraman (1996),“The Behavioral Consequences of Service Qual-ity,” Journal of Marketing, Vol. 60. p. 31 – 46.

Page 66: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

140

Jam STIE YKPN - Salamatun Asakdiyah Analisis Hubungan Antara Kualitas......

Page 67: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

141

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

KONSEP DAN PENGUKURAN INVESTMENTOPPORTUNITY SET SERTA PENGARUHNYA

PADA PROSES KONTRAK

Julianto Agung Saputro1

Volume XVINomor 2Agustus 2005Hal. 141-152

1 Julianto Agung Saputro, M.Si., SE., S.Kom. adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.

ABSTRACT

This paper describes about concepts and proxies thatuse to measure investment opportunity set (IOS). Thispaper also discusses the implication of IOS, recent re-search in IOS and the role of the IOS in contractingtheory. The relationship between the IOS and optimalcontracting results from several factors rooted in agencytheory. These include the shareholder-debtholder con-flict, agency costs, and performance measurement prob-lems.Key word: IOS, agency theory.

PENDAHULUAN

Kesempatan investasi yang tersedia padaperusahaan merupakan komponen penting dari nilaipasar. Adanya investment opportunity set (IOS) darisuatu perusahaan berpengaruh besar terhadap carabagaimana perusahaan dilihat oleh manajer, pemilik,investor dan kreditur (Kallapur dan Trombley, 2001).Kesempatan investasi memainkan peranan pentingdalam teori keuangan perusahaan. Gabungan aset milikperusahaan (assets in place) perusahaan dankesempatan investasi akan berpengaruh pada strukturmodal (Myers, 1977; Smith dan Watts, 1992), kebijakandividen (Smith dan Watts, 1992), kompensasi (Smithdan Watts, 1992; Gaver dan Gaver, 1993), kebijakan

akuntansi (Skinner, 1993), disclosure (Cahan danHossain, 1996), dan kebijakan leasing (Sami, dkk., 1999).Penelitian IOS yang dilakukan di Indonesia antara lainSubekti (2000), menambahkan implikasi IOS terhadapreturn saham, Fijrianti (2000) menguji hubungan proksiIOS dengan realisasi pertumbuhan dengan proksi indi-vidual, skor faktor dan variabel instrumental, Prasetyo(2000) yang menguji hubungan IOS dengan beta danreaksi pasar dan Norpratiwi (2001) yang mengujikorelasi antara IOS terhadap return saham.

KONSEP INVESTMENT OPPORTUNITY SET

IOS menurut Myers (1977) merupakan kombinasiantara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihaninvestasi pada masa yang akan datang dengan netpresent value (NPV) positif. Menurut Gaver dan Gaver(1993), IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnyatergantung pada pengeluaran-pengeluaran yangditetapkan manajemen pada masa yang akan datang,yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasiyang diharapkan akan menghasilkan return yang lebihbesar. Potensi pertumbuhan dapat ditunjukkan denganperbedaan antara nilai pasar saham dengan nilai bukudan adanya kesempatan investasi yang dapatmenghasilkan keuntungan (Chung dan Charoenwong,1991). Komponen dari nilai perusahaan merupakan hasildari pilihan-pilihan untuk membuat investasi pada masayang akan datang merupakan IOS (Myers, 1977; Smith

Page 68: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

142

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

dan Watts, 1992).Ide konvensional IOS adalah pengeluaran

modal yang dibuat untuk mengenalkan produk baruatau memperluas produk yang telah ada. Selain modal,investasi juga dimasukkan dalam IOS. Sebagai contoh,pilihan untuk membuat pengeluaran guna mengurangikos selama restrukturisasi perusahaan merupakankomponen dari IOS. Nilai tipe pilihan investasi iniberbeda antara kos restrukturisasi yang diestimasi dannilai sekarang yang diestimasi dari penghematan biayaperiodik. Nilai pasar perusahaan akan mencerminkannilai pilihan restrukturisasi untuk memperluas bahwapasar mengharapkan pilihan yang akan digunakan.Myers (1977) bahkan menganggap semua biayavariabel termasuk iklan sebagai bagian dari IOS.

Penting untuk membedakan antara IOS danpertumbuhan. Seperti yang biasa digunakan, istilahpertumbuhan menunjuk pada kemampuan perusahaanuntuk meningkatkan ukurannya, sedangkankesempatan investasi adalah pilihan-pilihan untukinvestasi pada proyek dengan NPV positif. Ketikabeberapa kesempatan investasi juga merupakan hasildari peningkatan dalam ukuran perusahaan, tidaksemua kesempatan bertumbuh memiliki NPV positif.Perusahaan sering memiliki kesempatan untukbertumbuh yang tidak potensial untuk meningkatkannilai perusahaan. Contoh nyata adalah akuisisi yangdikarakteristikkan dengan tidak adanya sinergi untukmeningkatkan pendapatan atau kesempatanmenghemat biaya. Investasi dari kas yang tersediaseperti akuisisi meningkatkan ukuran perusahaantanpa meningkatkan nilai (Jensen, 1986). Kemampuanperusahaan untuk melakukan akuisisi bukan merupakankomponen dari IOS dan tidak akan menentukan nilaipositif oleh pasar rasional. Contoh lain adalahpenggunaan modal ekuitas baru untuk investasi dalamproyek yang menghasilkan ROI yang sama dengan costof capital perusahaan. Walaupun tipe investasi inikemungkinan meningkatkan penjualan dan laba, ini tidakmempunyai pengaruh pada nilai perusahaan yangdisesuaikan untuk modal ekuitas yang baru.Sebaliknya, pertumbuhan yang dapat menghasilkanlaba tanpa memerlukan pengeluaran discretionary padamasa yang akan datang dihargai secara positif olehpasar, tetapi bukan merupakan komponen dari IOS(Kallapur dan Trombley, 2001).

IOS terdiri dari pilihan investasi, yang mungkinatau tidak mungkin digunakan oleh perusahaan.McDonald dan Siegel (1986) dan Pyndick (1988)membuat model pengaruh investasi yang tidak dapatdiubah sebagai rugi dari nilai pilihan ketika investasidibuat. Sebagai contoh, pertimbangan perusahaanyang menghadapi keputusan mengenai apakahmemperluas kapasitas untuk produk yang ada, hal initidak dapat ditarik jika antisipasi peningkatanpermintaan tidak material. Pindyck (1988) menunjukkanbahwa investasi optimal pada kapasitas kemungkinankurang dari yang dibutuhkan untuk memenuhipermintaan yang diharapkan, ini menyebabkanperusahaan untuk mempertahankan nilai pilihaninvestasi dengan berhati-hati mengurangi investasipada kapasitas.

IOS perusahaan merupakan karakteristikpenting dari perusahaan dan memiliki pengaruh yangbesar pada cara perusahaan dilihat oleh manajer, pemilik,investor dan kreditur. Sebagai contoh, IOS telahditunjukkan secara teoritis sebagai faktor penting darikarakteristik risiko perusahaan (Miles, 1986), hasil inidikonfirmasi oleh Riahi-Belkaoui (1999) setelahmengendalikan diversifikasi multinasional. Skinner(1993) dan Dhaliwal dkk. (1999) menunjukkan bahwainsentif perusahaan untuk menggunakan teknikakuntansi income-smoothing secara positifberhubungan dengan tingkat IOS perusahaan. Banyakpenelitian telah banyak memberikan kontribusi padapengembangan teori IOS dengan berbagai faktor yangkompleks.

PENGUKURAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET

IOS sering menunjukkan komponen utama nilaiperusahaan, walaupun secara rinci kesempataninvestasi perusahaan tidak dapat diobservasi untukpihak-pihak di luar perusahaan (Kallapur dan Trombley,2001). Karena IOS merupakan variabel yang tidak dapatdiobservasi (variabel laten), maka diperlukan proksi(Hartono, 1999). Spesifikasi lengkap dari IOSmemerlukan informasi mengenai kebutuhan arus kasinvestasi sebaik informasi mengenai distribusi payoffpotensial untuk investasi (Kallapur dan Trombley,2001). Adam dan Goyal (1999) menggunakan informasiyang diungkapkan oleh perusahaan pertambanganuntuk mengestimasi nilai dari pilihan investasi mereka.

Page 69: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

143

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

Walaupun demikian, banyak perusahaan dalamberbagai industri tidak menerbitkan tipe informasiseperti ini, oleh karena itu IOS harus diukur denganmenggunakan proksi. Berbagai variabel yangdigunakan sebagai proksi IOS telah banyak diteliti dandiuji pada berbagai penelitian. Proksi ini dapatdiklasifikasikan dalam empat tipe, yaitu (1) proksi yangberbasis pada harga; (2) proksi yang berbasis padainvestasi; (3) proksi yang berbasis pada varian; dan(4) pengukuran gabungan dari IOS (Kallapur danTrombley 2001). Klasifikasi proksi secara lengkap dapatdilihat pada Tabel 1.

Proksi Berbasis Harga SahamProksi ini mendasarkan pada perbedaan antara

aset dan nilai perusahaan, oleh karena itu proksi inisangat tergantung pada harga saham (Hartono, 1999).Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasarrelatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan aset yangdimilikinya (Kallapur dan Trombley, 2001). Dengandemikian, proksi berbasis pada harga dibentuk sebagaisuatu rasio yang berhubungan dengan pengukuranaset yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan.

Proksi Berbasis InvestasiProksi berbasis pada investasi menunjukkan

tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positifberhubungan dengan IOS perusahaan (Kallapur danTrombley, 1999). Perusahaan dengan IOS yang tinggijuga akan mempunyai tingkat investasi yang samatinggi, yang dikonversi menjadi aset yang dimiliki(Kallapur dan Trombley, 2001). Proksi berbasis investasiini dibentuk dengan menggunakan rasio denganmembandingkan ukuran investasi pada ukuran asetyang telah dimiliki atau dengan hasil operasi yangdihasilkan dengan aset yang dimiliki.

Proksi Berbasis VarianProksi ini mendasarkan pada ide bahwa pilihan

akan menjadi lebih bernilai sebagai variabilitas dari re-turn dengan mendasarkan pada peningkatan aset(Kallapur dan Trombley, 2001). Proksi berbasis padavarian dapat menggunakan varian return dan beta aset.Beta aset digunakan untuk membuat proksi risiko dariIOS perusahaan. Beta aset dihitung denganmengestimasi beta saham perusahaan dikalikan denganequity-to-value ratio seperti yang dilakukan oleh Skin-

ner (1993). Varian return digunakan untuk membuatproksi return dari IOS perusahaan (Gaver dan Gaver,1993). Hasil penelitian Kallapur dan Trombley (1999),menunjukkan bahwa beta aset dan varian return iniberkorelasi positif dengan realisasi pertumbuhan.

Proksi Gabungan dari Proksi IOS IndividualSelain pengujian dengan menggunakan

berbagai rasio individual seperti yang telah dijelaskandi atas, banyak penelitian juga berusahamengkonstruksi proksi dengan menggunakangabungan alternatif proksi individual yang ada.Alternatif proksi gabungan IOS dilakukan sebagaiupaya untuk mengurangi measurement error yang adapada proksi dengan rasio individual, sehingga akanmenghasilkan pengukuran yang baik untuk IOS (Smithdan Watts, 1992; Gaver dan Gaver, 1993). Alternatifproksi gabungan pertama adalah dengan menggunakananalisis sensitivitas seperti yang telah dilakukan olehGaver dan Gaver (1993), Smith dan Watts (1992),Kallapur dan Trombley (1999), Hartono (1999), danFijrianti (2000). Proksi yang diperoleh dengan analisissensitivitas terhadap rasio-rasio individual, yaitudengan mensubstitusikan setiap proksi satu per satuke dalam model untuk mendapatkan satu proksi terbaik,kemudian membentuk variabel instrumental sebagaialternatif lain proksi IOS. Alternatif proksi gabunganyang kedua adalah dengan menggunakanmenggunakan common factor analysis untukmemperoleh factor score sebagai indeks umum IOS(Gaver dan Gaver, 1993; Sami dkk., 1999; Kallapur danTrombley, 1999; Fijrianti, 2000; Subekti, 2000; Prasetyo,2000).

Alternatif ketiga adalah dengan menggabungkanproksi-proksi individual pada masing-masing klasifikasi(Saputro, 2003). Variabel-variabel terukur dari proksiIOS individual digabung menjadi satu variabel latenmenggunakan structural equation models denganpendekatan confirmatory factor analysis, yaitumembangun model dengan mendasarkan pada teoriyang mendasari variabel-variabel terukur itu dalamvariabel latennya. Gabungan proksi IOS inidikorelasikan dengan realisasi pertumbuhan untukmelihat kemampuan dan konsistensi proksi IOS dalammemprediksi pertumbuhan perusahaan. Hasil confir-matory factor analysis terhadap semua variabel terukuryang membentuk variabel laten pada setiap model pada

Page 70: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

144

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

t+1 sampai dengan t+4 menunjukkan bahwa adakecocokkan hubungan yang signifikan. Ini berartipengklasifikasian variabel terukur yang membentuk

variabel laten telah benar dilakukan dan sesuai denganberbagai penelitian proksi IOS yang telah dilakukan.

Proksi Investment Opportunity SetProksi Berbasis Harga Saham

1 Market value of equity plus book value of debt

2 Market-to-book value of assets ratio

3 Market-to-book value of equity ratio

4 Book-to-market value of equity ratio

5 Book-to-market value of assets ratio

6 Market value of the firm to book value of assets7 Property, plant and equipment to firm value ratio8 Tobin’s-q, ratio of replacement value of assets to

market value9 Depreciation to firm value ratio

10 Earnings-to-price ratio

11 Price-to-earnings ratio12 Gross property, plant and equipment to

market value of the firm ratio13 Book value of gross property, plant and

equipment to the book value of assets ratio14 Depreciation to total assets ratioProksi Berbasis Investasi

1 R&D expense to firm value ratio2 R&D expense to total assets ratio3 R&D expense to sales ratio4 Capital expenditure to firm value ratio5 Capital expenditure commited to total assets ratio6 Total capital expenditure to book total asset ratio7 Capital addition to firm value ratio

Penelitian

Kallapur dan Trombley, 1999Hartono, 1999; Cahan dan Hossain, 1996; Sami, dkk., 1999; Fijrianti,2000; Subekti, 2000; Prasetyo, 2000; Norpratiwi, 2001.Lewellen , Loderer dan Martin, 1987; Collins dan Kothari, 1989; Chungdan Charoenwong, 1991; Cahan dan Hossain, 1996; Sami, dkk.,1999; Hartono, 1999; Gaver dan Gaver, 1993; Fijrianti, 2000; Subekti,2000; Prasetyo, 2000; Norpratiwi, 2001.Kallapur dan Trombley, 1999Kallapur dan Trombley, 1999; Smith dan Watts, 1992; Gaver danGaver, 1993;Cahan dan Hossain, 1996; Gaver dan Gaver, 1993Kallapur dan Trombley, 1999; Skinner, 1993

Kallapur dan Trombley, 1999; Skinner, 1993

Kallapur dan Trombley, 1999; Smith dan Watts, 1992Kester, 1984; Chung dan Charoenwong, 1991; Smith dan Watts, 1992;Cahan dan Hossain, 1996; Sami, dkk., 1999; Kallapur dan Trombley,1999; Gaver dan Gaver, 1993; Prasetyo, 2000; Norpratiwi, 2001.Subekti, 2000; Fijrianti, 2000; Hartono, 1999

Sami, dkk., 1999

Subekti, 2000

Sami, dkk., 1999

Kallapur dan Trombley, 1999; Smith dan Watts, 1992Kallapur dan Trombley, 1999; Gaver dan Gaver, 1993; Hartono, 1999.Kallapur dan Trombley, 1999; Skinner, 1993Smith dan Watts, 1992Sami, dkk., 1999Sami, dkk., 1999; Fijrianti, 2000; Prasetyo, 2000; Norpratiwi, 2001.Kallapur dan Trombley, 1999

Tabel 1Proksi-proksi IOS yang Digunakan dalam Berbagai Penelitian

Page 71: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

145

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

Isu pemilihan proksi adalah penting. Temuanpenelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemilihanini dapat berdampak pada signifikansi koefisien regresi.Sebagai contoh, Smith dan Watts (1992) menemukanbahwa beberapa koefisien regresi menjadi tidaksignifikan ketika rasio E/P digunakan sebagai proksisebagai pengganti book-to-market of assets. Ketikamereka menggunakan intensitas R&D pengukuranmendasarkan pada nilai pasar, banyak koefisien regresimenjadi tidak signifikan atau terjadi perubahan tanda.Kallapur dan Trombley (1999) membahas isu pemilihanproksi dengan menguji hubungan antara berbagaiproksi dengan realisasi pertumbuhan. Kallapur danTrombley (1999) berpendapat hubungan denganpertumbuhan value-relevant pada masa yang akandatang merupakan benchmark yang tepat untukmengevaluasi alternatif proksi IOS. Hasil penelitianKallapur dan Trombley (1999) mengindikasikan bahwavariabel yang berkaitan dengan pengukuran buku danpasar (book-to-market value of assets dan ekuitas,Tobin’s q dan rasio aset tetap dan biaya depresiasipada nilai pasar) secara konsisten berhubungan denganrealisasi pertumbuhan.

Walaupun Kallapur dan Trombley (1999)menemukan bahwa intensitas R&D (pengukuranmenggunakan rasio R&D / penjualan, aset atau nilaipasar) tidak menggambarkan suatu konsistensi atau

hubungan yang kuat dengan realisasi pertumbuhan.Mereka menyimpulkan bahwa intensitas R&D, yangdiukur dengan variabel tersebut bukan proksi untukpertumbuhan sebaik proksi IOS yang berbasis padaharga. Mereka juga menemukan bahwa rasio E/Pmenggambarkan adanya inkonsistensi hubungandengan realisasi pertumbuhan. Hasil penelitian Adamdan Goyal (1999) yang menguji korelasi proksi IOSdengan estimasi nilai opsi investasi pada industripertambangan adalah konsisten dengan Kallapur danTrombley, mereka juga menemukan bahwa proksi mar-ket-to-book adalah proksi yang terbaik.

Penelitian Saputro (2003) melakukanpengembangan model gabungan proksi IOS. Hasil ujikesesuaian dari semua model yang dikembangkan padapenelitian ini, yaitu model gabungan proksi IOSberbasis harga, investasi dan varian dengan realisasipertumbuhan menunjukkan hasil yang fit. Ini berartiada kesesuaian antara data sesungguhnya denganmodel yang dikembangkan. Dengan demikian model-model ini dapat digunakan dalam penelitian yangberkaitan dengan proksi IOS, terutama sebagaialternatif penggabungan proksi IOS sebagai upayauntuk mengurangi measurement error. Sedangkan hasiluji korelasi pada semua model ini menunjukkan hasilyang konsisten dengan penelitian-penelitiansebelumnya Gaver dan Gaver, 1993, Smith dan Watts,

8 Capital addition to assets book value ratio9 Investment to sales ratio

10 Investment to earning ratioProksi Investment Opportunity SetProksi Berbasis Varian

1 Variance of total return

2 Market model beta3 Assets beta4 Variance of asset-deflated sales

Proksi Gabungan

1 Skor faktor

2 Variabel instrumental

3 Gabungan proksi individual menuruf klasifikasi

Kallapur dan Trombley, 1999; Subekti, 2000Hartono, 1999Hartono, 1999Penelitian

Kallapur dan Trombley, 1999; Smith dan Watts, 1992; Gaver danGaver, 1993.Kallapur dan Trombley, 1999Skinner, 1993Christie, 1989; Sami, dkk., 1999

Gaver dan Gaver, 1993; Sami dkk., 1999; Kallapur dan Trombley,1999; Fijrianti, 2000; Subekti, 2000; Prasetyo, 2000Gaver dan Gaver, 1993; Smith dan Watts, 1992; Kallapur danTrombley, 1999; Hartono, 1999; Fijrianti, 2000Saputro, 2003.

Page 72: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

146

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

1992, Sami dkk, 1999, Kallapur dan Trombley, 1999, danFijriyanti, 2000, yaitu berkorelasi positif dengan realisasipertumbuhan. Gabungan proksi IOS berbasis varianmenunjukkan korelasi positif yang relatif kuat dansignifikan pada tahun realisasi pertumbuhan t+1 dant+2. Gabungan proksi IOS berbasis harga dan investasijuga menunjukkan korelasi positif dan memilikisignifikansi dengan realisasi pertumbuhan yaitu sejakt+1 sampai dengan t+4.

PENGARUH IOS PADA PROSES KONTRAK

Peran Konsep IOSFokus utama dari penelitian IOS yang telah ada

menekankan pada pemahaman peran IOS pada kontrakoptimal dengan perusahaan. Smith dan Watts (1992)menggunakan level industri untuk menyelidikihubungan antara IOS dan dividen, kompensasi dankebijakan pendanaan. Gaver dan Gaver (1993)menyelidiki hubungan antara IOS dengan dividen,kompensasi dan kebijakan pendanaan menggunakanlevel perusahaan. Hubungan antara IOS dan hasilkontrak optimal dari beberapa faktor bersumber padateori keagenan, yaitu konflik shareholder-debtholder,agency cost dan masalah pengukuran kinerja. (Kallapurdan Trombley, 2001).

Konflik shareholder-debtholder. Nilai pilihaninvestasi perusahaan tergantung sebagian padakesempatan yang akan digunakan. Jika perusahaanmemiliki utang, perusahaan akan termotivasi untuktidak berinvestasi pada proyek yang berisiko karenadebtholder akan memiliki klaim pada arus kas dari proyekitu. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan memilikiproyek tunggal yang hanya cukup untuk membayardebtholder, dan ini berhasil dilakukan maka,perusahaan tidak memiliki alasan untuk investasi dalamproyek lain. Myers (1977) berpendapat bahwa konflikini meningkat dalam kepentingan ketika porsi yang lebihbesar dari nilai perusahaan lebih berhubungan ke IOSdaripada aset yang dimiliki. Debtholder paham adanyakonflik ini dan mengkompensasinya dengan membebanikos untuk perusahaan dalam bentuk tingkat bungayang lebih tinggi atau mengenakan perjanjian utangyang ketat. Biaya yang tinggi ini menyebabkan manajerpada perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuhakan mengurangi biaya dengan memilih untuk kurangmenggunakan utang dan lebih menggunakan ekuitas

dalam struktur modalnya, sehingga hasilnya akanmemberikan hubungan yang negatif antara IOS danleverage. (Kallapur dan Trombley, 2001)Agency Cost. Free cash flow merupakan kas yangdihasilkan dari operasi yang tidak dibutuhkan untukmendanai proyek dengan NPV positif. Jadi, jika suatuperusahaan mengalami masalah free cash flow, inimengindikasikan adanya IOS yang jelek. Jensen (1986)membahas agency cost yang dikaitkan dengan free cashflow, manajer mungkin akan berusaha meningkatkankeuntungan konsumsi atau mengeluarkan free cash flowpada investasi non optimal seperti investasi padaproyek NPV non positif. Pasar rasional akanmengetahui keberadaaan cost ini dan meresponperusahaan yang mempunyai free cash flow, yaitudengan menawar harga ekuitasnya dengan lebih murah(Jensen dan Meckling, 1976). Manajer dapatmengurangi agency cost dari free cash flow denganmemasukkan ke dalam kontrak atau membuat komitmenlain yang membutuhkan pembayaran kas periodik.Salah satu tipe kontrak yang membutuhkan pembayarankas periodik adalah utang. Jensen memprediksi bahwaperusahaan dengan tingkat free cash flow yang tinggiakan memilih utang daripada ekuitas untuk membuatkeputusan struktur modal, sebagai cara untukmengurangi agency cost dari free cash flow. Hasil inimenunjukkan bahwa ada hubungan positif antara freecash flow dan leverage. Dengan cara sama, perusahaandapat memasukkan pengeluaran kas dalam bentukdividen, yang menyebabkan hubungan positif antarafree cash flow dan dividend payout. (Kallapur danTrombley, 2001).

IOS yang lebih besar menunjukkan bahwaperusahaan mempunyai banyak proyek dengan NPVpositif, ini menunjukkan bahwa free cash flow dan IOSberhubungan secara negatif, Arus kas dihasilkan darioperasi yang diperlukan untuk mendanai proyek inidan manajer kurang begitu suka menggunakan kassebagai cara optimal. Masalah agency cost tidakmenjadi serius jika IOS perusahaan tinggi, sehinggamengurangi kebutuhan untuk menggunakanmekanisme seperti utang atau dividen, manajer akanmenggunakan kas. Sebagai hasilnya terdapathubungan negatif antara IOS dengan leverage danantara IOS dan dividend payout. (Kallapur danTrombley, 2001).

Page 73: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

147

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

Masalah Pengukuran Kinerja. Kallapu dan Trombley(2001) menunjukkan bahwa kontrak kompensasi opti-mal tergantung pada kemampuan pemilik untukmengukur kinerja manajer. Jika pemilik dapat mengamatisecara aktual tindakan manajer, maka kompensasi opti-mal akan dibayarkan kepada manajer dalam bentuk gajitetap dan membebani pinalti untuk tindakan yang nonoptimal. Bagaimanapun, jika tindakan manajer tidakdapat diobservasi secara langsung oleh pemilik, kontrakoptimal memberikan manajer kompensasi insentifdengan dasar hasil dari tindakannya. Seperti yangditerapkan pada akuntansi, teori keagenan berfokuspada apakah angka akuntansi secara akurat mengukurkinerja manajerial. Jika angka akuntansi dianggap secaraakurat mengukur kinerja manajerial, maka kontrakinsentif didasarkan pada angka akuntansi.Bagaimanapun jika angka akuntansi tidak secara akuratmengukur kinerja manajerial, maka kontrak insentif yangdidasarkan pada angka akuntansi menjadi tidak tepatuntuk kontrak insentif yang didasarkan pada nilaiperusahaan seperti stock option plan (Banker Datar,1989, dan Bushman dan Indjejikian, 1993).

Angka akuntansi secara umum dipercaya untukmengukur aset yang dimiliki secara relatif baiksedangkan IOS relatif tidak baik. Sebagai contoh, Rao(1989) menemukan bahwa sebagian besar nilaiperusahaan yang baru berdiri ditunjukkan dengankesempatan investasi, dan ini akan berpengaruh bahwausaha manajemen tidak secara akurat diukur denganangka akuntansi untuk perusahaan seperti itu. Sebagaihasilnya, kinerja manajerial untuk perusahaan denganIOS tinggi tidak mungkin diukur secara akurat denganmenggunakan angka akuntansi. Hasil ini menunjukkanhubungan yang terbalik antara IOS dan penggunaankompensasi insentif dengan dasar akuntansi danhubungan positif antara IOS dan penggunaankompensasi insentif dengan dasar saham. (Kallapur danTrombley, 2001).

Bukti EmpirisBerdasarkan penjelasan teoritis di atas, maka

dapat dibuat prediksi empiris yang menunjukkanhubungan antara IOS dengan pendanaan, dividen dankebijakan kompensasi perusahaan. Prediksi ini telahbanyak diuji secara empiris oleh banyak penelitianseperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Kebijakan Pendanaan. Temuan empiris yang dilakukanoleh Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993),Skinner (1993) dan Gul (1999) dapat menjelaskan secarakonsisten dan meyakinkan. Perusahaan dengan levelnilai perusahaan yang tinggi ditunjukkan dengan IOSdaripada aset yang dimiliki cenderung untukmenggunakan utang yang kurang pada strukturmodalnya. Lebih lanjut, perusahaan dengan IOS yangtinggi cenderung untuk menghindari mengumumkanutang publik dengan perjanjian berbasis utang. Hasilini konsisten dengan teori keagenan yang menyatakanbahwa perusahaan dengan IOS yang relatif tinggimenghindari utang yang banyak mengeluarkan biaya(Kallapur dan Trombley, 2001).

Kebijakan Dividen. Hasil kebijakan dividen jugakonsisten pada beberapa penelitian, walaupun implikasikonsistensi ini kurang jelas dibandingkan padakebijakan pendanaan. Smith dan Watts (1992), Gaverdan Gaver (1993) dan Gul (1999) semua menemukanadanya hubungan negatif yang kuat antara dividendyield (dividen yang dibagi dengan nilai pasar ekuitas)dan IOS. Walaupun demikian, Gaver dan Gaver (1993)dan Gul (1999) tidak dapat mendokumentasikanhubungan antara dividend payout dan IOS sedangkanSmith dan Watts tidak menguji hal ini. Tidak adanyasuatu hubungan antara dividend payout dan IOSmenimbulkan pertanyaan mengenai pentingnya temuandividend yield. Dividend yield dan dividend payoutberkaitan dengan rasio laba bersih / nilai pasar:

Dividend payout = NPEDIV

NPELBx

LBDIV

=

Dividend yield = dividend payout NPELBx

DIV = dividenLB = laba bersihNPE = nilai pasar ekuitas

Page 74: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

148

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

Tabel 2Berbagai Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan IOS

Peneliti

Smith dan Watts (1992)Gaver dan Gaver (1993)

Skinner (1993)

Gul (1999)Prasetyo (2000)

Smith dan Watts (1992)

Gaver dan Gaver (1993)

Gul (1999)

Prasetyo (2000)

Smith dan Watts (1992)

Gaver dan Gaver (1993)

Skinner (1993)

Abbott (1999)

Holthausen dkk. (1995)

Baber dkk. (1996)

Prasetyo (2000)

Variabel

LeverageLeverageMenggunakan perjanjian berdasarakuntansi pada kontrak utang publik.LeverageDebt/Equity

Dividend YieldDividend YieldDividend PayoutDividend YieldDividend PayoutDividend Payout dan Dividend Yieid

Bonus Plan

Stock Option PlanBonus PlanStock Option PlanLong-term Performance PlanRestricted Stock Plan

Tipe Bonus Plan: Earning-based,Discretionary, tidak ada

Perubahan kontrak kompensasiantara stock-based dan accounting-based

Menggunakan semua kompensasijangka panjang dan kompensasijangka panjang accounting-based

Menggunakan perencanaankompensasi insentif

Menggunakan kompensasi intensifmarket-based vs accounting-basedAverarage cash compensation

Hasil

Berhubungan negatif kuat pada IOSBerhubungan negatif kuat pada IOS

Jarang digunakan oleh perusahaan dengan IOS yang tinggi

Berhubungan negatif kuat pada IOS untuk perusahaan JepangIOS tinggi akan memiliki debt/equity rendah

Berhubungan negatif kuat pada IOSBerhubungan negatif kuat pada IOSTidak ada hubungan dengan IOSBerhubungan negatif kuat pada IOS untuk perusahaan JepangTidak ada hubungan dengan IOS untuk perusahaan JepangIOS tinggi akan membayarkan dividen lebih rendah

Berhubungan negatif lemah pada IOS. Tanda tergantung padapilihan ukuran IOSBerhubungan negatif kuat pada IOSBerhubungan negatif lemah pada IOSBerhubungan negatif kuat pada IOSTidak ada hubungan dengan IOSBerhubungan negatif lemah pada IOS

Perencanaan earning-based digunakan lebih sering untukperusahaan dengan IOS rendah. Perusahaan dengan IOStinggi menggunakan perencanaan discretionary atau tidak adabonus plan.

Perusahaan yang mempunyai pengalaman meningkatkan padaIOS direspon dengan menambah kompensasi berbasis saham.

Kompensasi berbasis akuntansi jangka panjang mempunyaihubungan positif paling kuat dengan ‘kesempatan inovatif’.Hubungan dengan kompensasi jangka panjang total lebihlemah tetapi juga positif.

Penggunaan kompensasi insentif lebih besar oleh perusahaandengan IOS yang lebih besar.

Penggunaan dasar pasar lebih besar dari pada dasar insentif,kompensasi untuk perusahaan dengan IOS yang lebih besar.IOS tinggi akan membayarkan kompensasi kas lebih tinggi

Kebijakan Pendanaan

Kebijakan Dividen

Kebijakan Kompensasi

Page 75: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

149

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

Walaupun, nilai pasar ekuitas terdiri dari nilaipasar dari aset yang dimiliki ditambah nilai pasar dariIOS, sementara laba bersih dihasilkan hanya oleh asetyang dimiliki. Jika nilai IOS meningkat, maka LB/NPEakan turun, menyebabkan hubungan negatif antararasio ini dan IOS. Tidak adanya dokumentasi hubunganantara dividend payout dan IOS menyarankan bahwahubungan negatif antara dividend yield dan IOS tidakberasal dari pengaruh IOS pada kebijakan dividen tetapilebih dari hubungan negatif antara rasio LB/NPE danIOS. Gaver dan gaver (1993) dan Smith dan Watts (1993)mengindikasikan bahwa mereka percaya bahwa buktimereka mengindikasikan hubungan negatif antarakebijakan dividend dan IOS. Walaupun kesimpulan inimasih dapat dipertanyakan karena tidak adanya hasilhubungan antara IOS dan dividend payout (Kallapurdan Trombley, 2001).

Kebijakan Kompensasi. Banyak penelitian dilakukanpada bidang ini dan merupakan hasil penelitiangabungan banyak variabel (Tabel 2). Penelitian-penelitian ini menunjukkan hasil bahwa IOS yang relatiftinggi berhubungan dengan semakin besarnyapenggunaan kompensasi insentif. Beberapa penelitianmengindikasikan bahwa kompensasi insentif dengandasar saham lebih disenangi dari pada kompensasidengan dasar akuntansi oleh perusahaan dengan IOStinggi (Smith dan Watts, 1993; Gaver dan Gaver, 1993;Baber dkk., 1996). Abbott (1999) menemukan bahwaperusahaan dengan IOS yang rendah cenderung untukmenggunakan tambahan kompensasi berbasis saham.Holthausen dkk (1995) menemukan bahwa kompensasiinsentif berbasis akuntansi yang berkaitan dengan tar-get jangka panjang lebih disarankan daripada kontrakinsentif berbasis pasar.

PENUTUP

Potensi perusahaan dapat diproksikan denganmenggunakan investment opportunity set (IOS). NilaiIOS merupakan komponen penting bagi perusahaankarena berpengaruh pada bagaimana perusahaan dilihatoleh manajer, pemilik, investor dan kreditur. Kesempataninvestasi juga memainkan peranan penting dalam teorikeuangan perusahaan, terutama yang berkaitan denganproses kontrak yang optimal.IOS merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi(variabel laten), maka diperlukan proksi (Hartono, 1999).Berbagai variabel digunakan sebagai proksi IOS telahbanyak diteliti dan diuji pada berbagai penelitian. ProksiIOS dapat diklasifikasikan dalam empat tipe, yaitu: (1)proksi yang berbasis pada harga; (2) proksi yangberbasis pada investasi; (3) proksi yang berbasis padavarian; dan (4) pengukuran gabungan dari IOS(Kallapur dan Trombley 2001).

Penelitian mengenai IOS yang telah adamenekankan pada pemahaman peran IOS pada kontrakoptimal dengan perusahaan. Smith dan Watts (1992)menggunakan level industri untuk menyelidikihubungan antara IOS dan dividen, kompensasi dankebijakan pendanaan. Gaver dan Gaver (1993)menyelidiki hubungan antara IOS dengan dividen,kompensasi dan kebijakan pendanaan menggunakanlevel perusahaan. Hubungan antara IOS dan hasilkontrak optimal dari beberapa faktor bersumber padateori keagenan. Ini termasuk konflik shareholder-debtholder, agency cost dan masalah pengukurankinerja. Penelitian mengenai peran IOS masih terus dapatdikembangkan untuk memberikan gambaran secaralebih dalam dan jelas mengenai pengaruhnya padaproses kontrak.

Page 76: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

150

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, Lawrence J. (2001). Financing, Dividend andCompensation Policies Subsequent to a Shiftin and the Investment Opportunity Set. Mana-gerial Finance, 31-47.

Adam, Tim dan Vidhan K. Goyal. (1999). The Invest-ment Opportunity Set and its Proxy Variables:Theory and Evidence. Finance WorkshopHongkong University of Science and Technol-ogy: 1-52.

AlNajjar, Fouad K. dan Ahmed Riahi-Belkaoui (2001).Empirical Validation of a General Model ofGrowth Opportunities. Managerial Finance, 72-90.

Baber, Wilham R., Surya N. Janakiraman dan Sok-HyonKang (1996). Investment Opportunities and TheStructure of Executive Compensation. Journalof Accounting and Economics. 297-318.

Badrinath, S.G. dan Omesh Kini (1994). The Relation-ship Between Securities Yields, Firm Size, Earn-ing/Price Ratios and Tobin’s Q. Journal of Busi-ness Finance and Accounting, 109-131.

Baker, George P., (1993). Growth, Corporate Policies andThe Investment Opportunity Set. Journal of Ac-counting and Economics, 161-165.

Banker, R dan S. Datar (1989). Sensitivity, Precisionand Linear Aggregation of Signals for Perfor-mance Evalution. Journal of Accounting Re-search, 21-39.

Cahan, Steven F., dan Mahmud Hossain (1996). TheInvestment Opportunity Set and DisclosurePolicy: Some Malaysian Evidence. Asia PacificJournal of Management, 65-85.

Christie, Andrew (1989). Equity Risk, the OpportunitySet, Production Costs and Debt. Working Pa-per. University of Rochester.

Chung, Kee H. dan Charlie Charoenwong (1991). In-vestment Options, Assets in Place and Risk ofStocks. Financial Management, 21-33.

Collin, D.W. dan S.P. Kothari (1989). An Analysis ofIntertemporal and Cross-Sectional Determinantsof Earnings Response Coeffiecients. Journalof Accounting and Economics, 143-181.

Collin, M. Cary, David W. Blackwell dan Joseph F.Siknkey, Jr. (1995). The Relationship BetweenCorporate Policies and Investment Opportuni-ties: Empirical Evidence for Large Bank Hold-ing Companies. Financial Management, 40-53.

Dhaliwal, Dan S., William G. Heninger dan K.E. IIHughes (1999). The Investment Opportunity Setand Capitalization Versus Expensing Methodsof Accounting Choice. Accounting and Fi-nance, 151-175.

Dillon, W.R. dan Mattew, G. (1984). Multivariate Analy-sis, Methods and Applications, New York: JohnWiley & Son, Inc.

Fijrianti, Tettet. (2000). Investment Opportunity Set:Konstruksi Proksi dan Analisis Hubungannyadengan Kebijakan Pendanaan dan Dividen.Thesis, Pasca Sarjana FE UGM.

Foster, George (1986). Financial Statement Analysis.New Jersey: Prentice-Hall Englewood Cliffs.

Gaver, Jennifer J., dan Kenneth M. Gaver (1993). Addi-tional Evidence on The Assosiation betweenThe Investment Opportunity Set and Corpo-rate Financing, Dividend, and CompensationPolicies. Journal of Accounting and Econom-ics, 125-160.

Gaver, Jennifer J., dan Kenneth M. Gaver (1993). Com-pensation Policy and the Investment Opportu-nity Set. Financial Management, 19-32.

Gul, A. Ferdinand, Sidney Leuang dan Bin Srinidhi(2000). The Effect of Investment OpportunitySet and Debt Level on Earnings-Returns Rela-

Page 77: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

151

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

tionship and the Pricing of Discretionary Ac-cruals.

Hair, J. F., Jr., Rolph, E. A., Romald, L. T., dan William ,G.B. (1995). Multivariate Data Analysis withReading, Ed. 4, New Jersey: Prentice-Hall Inter-national, Inc.

Hartono, Jogiyanto (1998). Teori Portofolio dan AnalisisInvestasi. Yogyakarta: BPFE.

Hartono, Jogiyanto (1999). An Agency-Cost Explana-tion for Dividend Payments. Working Paper.Universitas Gadjah Mada.

Hartono, Jogiyanto (1999). Model Harga dan ModelReturn. Laporan Akhir Diserahkan ke QUEAkuntansi FE UGM.

Holthausen, R., D. Larcker, dan R. Sloan (1995). Busi-ness Unit Innovation and the Structure of Ex-ecutive Compensation. Journal of Accountingand Economics. 279-314.

Jensen, M (1986). Agecy Costs of Free Cash Flows,Corporate Finance and Takeovers. AmericanEconomic Review. 323-329.

Jensen, M dan W. Meckling (1976). Theory of the Firm:Managerial Behavior, Agency Costs and Own-ership Structure. Journal of Financial Econom-ics, 305-360.

Jones, Stewart dan Rohit Sarma (2001). The Associa-tion Between the Investment Opportunity Setand Corporate Financing and Dividend Deci-sion: Some Australian Evidence. ManagerialFinance, 48-64.

Kadiyala, Padmala (2000). The Relation Between theMagnitude of Growth Opportunities and theDuration of Equity. Journal of Financial Re-search, 285-310.

Kallapur, Sanjay dan Mark A. Trombley (1999). TheAssociation between Investment OpportunitySet Proxies and Realized Growth. Journal ofBusiness Finance and Accounting, 505-519.

Kallapur, Sanjay dan Mark A. Trombley (2001). TheInvestment Opportunity Set: Determinant, Con-sequences and Measurement. Managerial Fi-nance, 3-15.

Kester, W.C. (1984). Today’s Options for Tomorrow’sGrowth. Harvard Business Reviw. 153-160

Korkie, Bob dan Harry Turtle (1998). The Canadian In-vestment Opportunity Set, 1967-1993. Cana-dian Journal of Administrative Sciences 15. 213-229.

Lewellen, W., C. Loderer dan K. Martin (1987). Execu-tive Compensation Contracts and ExecutiveIncentive Problems: An Empirical Analysis.Journal of Accounting and Economics 287-310.

McDonald, R dan D. Siegel (1986). The Value of Wait-ing to Invest. Quarterly Journal of Economics.707-727.

McLelland, Malcolm J. (2001). Investment OpportunitySets, Accounting-based Regulatory Contracts,and Accounting Discretion. Managerial Fi-nance, 16- 30.

Miles, J. (1986). Growth Options and Real Determinantsof Systematic Risk. Journal of Business Financeand Accounting, 95-105.

Myers. S (1977). Determinants of Corporate Borrow-ing. Journal of Financial Economics. 147-175.

Ohlson, J. (1995). Earnings, Book Value and Dividendsin Equity Valuation. Contemporary Account-ing Research. 661-687.

Norpratiwi, A.M. Vianey (2001). Analisis Korelasi In-vestment Opportunity Set terhadap ReturnSaham. Thesis Pasca Sarjana FE UGM.

Penman, S. and T. Sougiannas (1998). A Comparison ofDividend, Cash Flow and Earnings Approachesto Equity Valuation. Working Paper. Universityof California and University of Illinois.

Page 78: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

152

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro Konsep dan Pengukuran Investment......

Pindick, R (1988). Irreversible Investment, CapasityChoice and the Value of the Firm. American Eco-nomic Review. 1988.

Prasetyo, Adi (2000). Asosiasi antara Investment Op-portunity Set (IOS) dengan KebijakanPendanaan, Kebijakan Deviden, KebijakanKompensasi, Beta dan Perbedaan Reaksi Pasar:Bukti Empiris dari Bursa Efek Jakarta. SimposiumNasional Akuntansi (SNA) III. 878-905

Racine, Maroe, D. (1998). Hedging Volatility Shocks tothe Canadian Investment Opportunity Set.QJBE, 60-79.

Rao, G (1989). The Relation Between Stock Returnsand Earnings: A Study of Newly Public Firms.Disertasi Tidak Dipublikasikan. University ofRochester.

Riahi-Belkaoui, Ahmed dan Ronald D. Picur (1998).Multinationality and Profitability: TheContigency of the Investment Opportunity Set.Managerial Finance, 3-13.

Riahi-Belkaoui, A (1999). The Association BetweenSystematic Risk and Multinationality: A GrowthOpportunities Perspective. Global Businessand Finance Review. 1-10.

Riahi-Belkaoui, Ahmed dan Ronald D. Picur (2001). In-vestment Opportunity Set Dependence of Divi-dend and Price Earnings Ratio. ManagerialFinance, 65- 71.

Saputro, Julianto Agung (2002). Relevansi Nilai Divi-dend Yield dan Rasio P/E dengan PertumbuhanPerusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indo-nesia. 496-505.

Saputro, Julianto Agung (2003). Analisis Hubunganantara Gabungan Proksi Investment Opportu-nity Set dan Real Growth dengan MenggunakanPendekatan Confirmatory Factor Analysis.Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 69-92

Saputro, Julianto Agung dan Lilis Setiawati (2004).Kesempatan Bertumbuh dan Manajemen Laba:Uji Hipotesis Political Cost. Jurnal RisetAkuntansi Indonesia. 251-263.

Sami, Heibollah, S.M. Simon Ho dan C.K. Kevin Lam(1999). Association Between the InvestmentOpportunity Set and Corporate Financing, Divi-dend, Leasing, and Compensation Policies:Some Evidence from the Emerging Market. Work-ing Paper, dipresentasikan di Program Magis-ter Sains Akuntansi UGM tanggal 2 Agustus1999.

Skinner, Douglas J. (1993). The Investment Opportu-nity Set and Accounting Procedure Choice: Pre-liminary Evidence. Journal of Accounting andEconomics, 407-445.

Smith Jr., Clifford W. dan Ross L. Watts (1992). TheInvestment Opportunity Set and Corporate Fi-nancing, Dividend and Compensation Policies.Journal of Financial Economics, 263-192.

Subekti, Imam (2000). Asosiasi antara Set KesempatanInvestasi dengan Kebijakan Pendanaan danDividen Perusahaan, serta Implikasinya padaPerubahan Harga Saham. Thesis Pasca SarjanaFE UGM.

Trombley, Mark A. (1997). The Use of Investment Op-portunity Set and Policy Variables as Surrogatesfor Analysts’ Earnings Growth Expectations.Working Paper.

Wood, Richard, E. 1999. Equity Compensation in Emerg-ing Growth Companies. Working Paper.

Page 79: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

Volume XVI Nomor 1, April 2005

Lo, Eko Widodo, pp. 1-10, Penjelasan Teori Prospek Terhadap Manajemen Laba

Tjahyono, Heru Kurnianto, pp. 11-24, Peran Kepemimpinan Sebagai Variabel Pemoderasian Hubungan BudayaOrganisasional dengan Keefektifan Organisasional (Studi pada Perguruan Tinggi Swasta di Propinsi DIY)

Astuti, Sri dan M. Hanad Hainafi, pp. 250-34, Pengaruh Laporan Auditor Dengan Modifikasi Going ConcernTerhadap Abnormal Accrual

Siregar, Baldric dan Twenty Selvia Sari Sianturi, pp. 35-49, ; Reaksi Pasar Modal Terhadap Hasil PemilihanUmum dan Pergantian Pemerintahan Tahun 2004

Prajogo, Wisnu, pp. 51-65, Pengaruh Pemediasian Trust Dalam Hubungan Kepemimpinan Transformasionaldan Organizational Citizenship Behavior

Widiastuti, Sri Wahyuni dan Sri Suryaningrum, pp. 67-77, Pengaruh Motivasi Terhadap Minat MahasiswaAkuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA)

INDEKS PENULIS DAN ARTIKELJAM STIE YKPN YOGYAKARTA

Volume XVINomor 2Agustus 2005

Page 80: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

Tahun 1990

ISSN: 0853-1269

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

PEDOMAN PENULISANJURNAL AKUNTANSI & MANAJEMEN

Ketentuan Umum1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan.2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut

kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa namadan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail.

3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulisyang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan.Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah.

4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial SecretaryJurnal Akuntansi & Manajemen (JAM)Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155e-mail: [email protected]

Standar Penulisan1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2

spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan,dan bawah masing-masing 3 cm.

2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama padalembar terpisah di bagian akhir naskah.

3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Romanberukuran 10 point.

4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel.

Urutan Penulisan Naskah1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan,

Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan,

Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata.

Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan hurufkapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak ditengah-tengah tanpa titik.

4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapidengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.

Volume XVINomor 2Agustus 2005

Page 81: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

5. Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrakmengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yangditulis dalam satu spasi.

6. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak.7. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat

orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004).8. Materi dan Metode ditulis lengkap.9. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas.10. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian

hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu.11. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji.12. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat

dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana.13. Ilustrasi:

a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapijelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times NewRoman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal katamenggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi

b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Romanberukuran 10 point jarak satu spasi.

c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) danuntuk bahasa Inggris digunakan titik (.).

d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel.e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik.f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI).

14. Daftar Pustakaa. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf

awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis,tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan namapenulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambilartikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit,dan tempat.

b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal80%.

c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:

JurnalYetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A CaseStudy of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.

Tahun 1990

ISSN: 0853-1269

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Volume XVINomor 2Agustus 2005

Page 82: JAM Vol 16 No 2 Agustus 2005.pdf

BukuPaliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince.

ProsidingPujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasidengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk MendukungPembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (LustrumVIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. FakutasPeternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60.

Artikel dalam BukuLeitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In:G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York.

Skripsi/Tesis/DisertasiAssih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional danTingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta.

InternetHargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries,Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005.

Dokumen[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.

Mekanisme Seleksi Naskah1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan.2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima

atau ditolak.4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah

(MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit.5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Mem-

bers dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil(minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidakditerima/ditolak).

6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi

Tahun 1990

ISSN: 0853-1269

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Volume XVINomor 2Agustus 2005