Jalan pemuda

9
Cerpen JALAN PEMUDA ”Alhamdulillah..., setelah lelah kucari dan kutelusuri, akhirnya ku-menemukanmu. Ternyata benar dugaanku, di sinilah tempat yang selama ini kucari- cari. Setelah menempuh jalan yang begitu panjang, menyeberangi lautan, melintasi pulau, hingga melewati segala hal yang menghalangi perjalananku, akhirnya aku bisa juga tiba di sini. Tempat yang begitu damai, daerah indah nan permai, wilayah yang terhampar luas dan masih asing bagiku namun aku merasa telah mengenalinya.” ”Mari Mas, saya bawakan barang-barangnya! Ayo Mas naik ojek saya saja!” terdengar suara-suara seperti itu dari arah depan ketika aku turun dari bus dan membuyarkan perhatianku. Lalu tiba-tiba, aku merasakan ada sesuatu yang aneh di belakangku. Aku merasa ada yang mencoba mengikutiku setelah turun dari bus tadi. Tak lama kemudian . . . . ”Yazid, cepat ke sini!” Terdengar suara panggilan dari belakang dan sedikit mengejutkanku. ”Di sini, di sebelah Timur kamu!” ”Oh ya, saya akan ke sana Paman.” sahutku kepada Pamanku yang ternyata sudah menunggu kedatanganku sejak tadi di terminal. ”Bagaimana perjalanannya Zid, capek ga?” “Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam” 1

Transcript of Jalan pemuda

Page 1: Jalan pemuda

Cerpen

JALAN PEMUDA

”Alhamdulillah..., setelah lelah kucari dan kutelusuri, akhirnya ku-

menemukanmu. Ternyata benar dugaanku, di sinilah tempat yang selama ini

kucari-cari. Setelah menempuh jalan yang begitu panjang, menyeberangi lautan,

melintasi pulau, hingga melewati segala hal yang menghalangi perjalananku,

akhirnya aku bisa juga tiba di sini. Tempat yang begitu damai, daerah indah nan

permai, wilayah yang terhampar luas dan masih asing bagiku namun aku merasa

telah mengenalinya.”

”Mari Mas, saya bawakan barang-barangnya! Ayo Mas naik ojek saya saja!”

terdengar suara-suara seperti itu dari arah depan ketika aku turun dari bus dan

membuyarkan perhatianku. Lalu tiba-tiba, aku merasakan ada sesuatu yang aneh

di belakangku. Aku merasa ada yang mencoba mengikutiku setelah turun dari bus

tadi. Tak lama kemudian . . . .

”Yazid, cepat ke sini!” Terdengar suara panggilan dari belakang dan sedikit

mengejutkanku.

”Di sini, di sebelah Timur kamu!”

”Oh ya, saya akan ke sana Paman.” sahutku kepada Pamanku yang ternyata

sudah menunggu kedatanganku sejak tadi di terminal.

”Bagaimana perjalanannya Zid, capek ga?”

”Alhamdulillah cukup menyenangkan meskipun cukup lelah juga di dalam

bus dan kapal seharian.”

* * *

Namaku Yazid, aku datang dari sebuah kota di sebuah pulau yang paling

banyak populasi penduduknya. Konon katanya, kotaku merupakan kota

metropolitan terbesar di negara ini, yang sedang berkembang menuju kota

megapolitan. Wilayah yang padat dan penuh dengan tipu daya dunia, namun

mempesonakan bagi siapa saja yang mengunjunginya.

Hari ini, aku mendatangi suatu tempat yang sangat jauh dari keluargaku.

Rumah, orang tua, dan ketiga saudaraku kutinggalkan demi memenuhi hasratku.

“Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam”1

Page 2: Jalan pemuda

Cerpen

Mencari apa arti keberadaan diriku yang tiada sempurna di hadapanNYA.

Bekalku hanyalah sebuah tekad, yang tak akan habis walau waktu terus berlalu.

Di hari yang hampir selesai, diriku telah tiba di suatu tempat yang akan

kuhuni untuk sementara waktu. Mengingatkanku akan hidupku yang hanya

sementara di dunia yang fana ini dan pasti akan kutinggalkan bila telah tiba

saatnya. Tempat yang akan kudiami ini adalah wilayah yang baru bagiku, daerah

yang masih tampak asing untukku. Namun, aku bisa merasakan bahwa daerah ini

begitu tenang, aman, dan nyaman. Diriku merasakan sesuatu yang tak bisa

kumengerti, bagaikan suatu yang semu yang selama ini kucari.

* * *

”Ya... lumayan capek, tapi bisa terhibur juga karena bisa lihat pemandangan

laut waktu di kapal tadi, jadinya ga’ begitu terasa perjalanannya. O iya, si Fadli

mana, Bulik?” aku berkata kepada bibiku, Zainab.

”Sedang main sama temannya tadi, Zid. ga tau ke mana dia sekarang.”

Jawabnya.

”Di mana rumahnya Bulik Fatimah?” tanyaku sambil membawa masuk

barang-barang bawaanku ke dalam rumah bibi Zainab.

”Itu yang di depan, di pinggir jalan pas sebelah Selatan anak sungai.” sahut

bibiku.

”O.. yang itu ya..., apa Bulik Fatimah sudah tahu kalau saya sudah sampai di

sini?”

”Ya sudah pasti, tadi ’kan saya telpon kamu pakai telponnya dia.

Sebenarnya kamu sudah ditunggu kedatangannya dari kemarin, tapi kamu baru

datangnya sekarang. Bahkan, kamu sudah disiapkan kamar untuk istirahat dan

tinggal di sana.”

”Saya memang berniat jauh-jauh hari ingin cepat ke sini. Tapi, saya tidak

ingin terburu-buru dan merepotkan Bulik juga. Jadi, lebih baik saya berangkat ke

sini menjelang ujian saja, lagipula saya sempat mampir di Surabaya dulu sebelum

menuju ke sini.”

”Ada apa di Surabaya Zid?”

”Ada Mas Iman yang sedang tugas beberapa bulan di sana.”

“Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam”2

Page 3: Jalan pemuda

Cerpen

”Begitu ya... berapa lama kamu di sana?”

”Hanya sehari semalam, sekalian beli oleh-oleh untuk Bulik dan keluarga

Bulik Fatimah juga. Ini buat Fadli juga ada, mas Iman yang belikan kemarin.”

”Wah, kamu ngerepotin diri aja, Zid.”

”Ga apa-apa, alhamdulillah mas Iman ada rezeki lebih.”

* * *

Setelah sekian tahun aku tinggal di sini, belum juga kumengerti apa yang

harus kucari di sini. Belum ada yang bisa kuberikan bagi perjalanan hidupku.

Hari-hariku masih terasa hampa, yang ada hanyalah kesenangan semata. Tiada hal

yang dapat kulakukan dan memberi manfaat, baik kepada diriku maupun orang

lain. Hingga diriku teringat kembali apa tujuanku datang kemari, ke kota ini. . . .

”Zid, ikut yuk!” Ajak seorang temanku.

”Kemana?” sahutku.

”Ayo dah... ikut aja, pokoknya nanti kamu tahu sendiri!”

”Kemana sih, buat penasaran aja kamu...!”

Sejuk, rindang, dan angin semilir bertiup sepoi-sepoi menuju masjid. Ada

halaman luas di pelatarannya tepat di sebelah selatan masjid, ada parkiran panjang

di sebelahnya. Terdapat sebuah bangunan di sana, tepat beberapa meter setelah

tangga pada pintu depan masjid dan di sebelah tempat wudlu. Setelah kulihat

sekelilingnya, lalu mataku tertuju pada tulisan yang terpampang di sebuah papan

pada bagian depan bangunan tersebut, di sana tertulis: Sekretariat Lembaga

Dakwah Kampus (LDK) Baabul Hikmah Universitas Mataram.

Kemudian aku pun masuk, di dalamnya terdapat 3 ruangan yang berukuran

berbeda-beda. Ruang pertama sekitar 3x3 meter yang mungkin difungsikan untuk

ruang kerja para pengurus lembaga ini, dan ruangan kedua yang luasnya sama

dengan ruangan pertama yang sepertinya digunakan untuk tempat tinggal ta’mir

masjid, kemudian ruangan ketiga yang luasnya kira-kira 4x8 meter yang disebut

oleh temanku sebagai “ruang rapat” atau “aula LDK”. Katanya juga sebagai ruang

serba guna tempat semua pertemuan, mulai dari rapat pengurus, pertemuan

pekanan, menempel spanduk, tempat istirahat dari penatnya agenda-agenda LDK,

tempat istirahat di waktu malam, bahkan tempat tamu menginap. Terkadang juga

“Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam”3

Page 4: Jalan pemuda

Cerpen

ditemukan kertas berserakan atau sisa makanan sehabis rapat sebelumnya, bahkan

sepatu dan sandal yang menumpuk di sekitar pintu masuk.

”Mari kita buka syuro ini dengan melafadzkan al-Basmalah...” kata temanku

yang mengajakku tadi dan memang se-angkatan denganku.

”Silahkan salah seorang ikhwan untuk tilawah,” lanjutnya sambil meminta

salah seorang pemuda untuk membaca beberapa ayat suci al-Quran.

”Alhamdulillah, kita dapat berkumpul lagi dalam syuro hari ini. Sekarang

kita akan membahas konsep acara untuk agenda besar kita pekan depan.

Bagaimana, ada yang punya usulan? Tapi tunggu dulu sebentar, kita kedatangan

saudara baru di sini, silahkan antum perkenalkan diri terlebih dahulu!” kata

temanku yang kemudian memintaku untuk memperkenalkan diri dalam jamaah

ini.

* * *

Jalan Pemuda Blok D alamatnya, nama lokasi yang sesuai untuk jiwa para

pemuda khususnya mahasiswa/i yang tinggal dan berjuang di sini, di kampus

‘Seribu Cemara’. Tempat di mana semua agenda-agenda besar dimimpikan, di

mana sekumpulan anak-anak muda memulai cita-cita, mencoba merealisasikan

angan-angannya. Tempat untuk meluangkan sedikit dari waktu-waktu yang ada di

sela-sela kuliahnya dan berusaha menjemput takdir-takdir besar dalam sejarah

hidup para pemuda.

Biasanya ia ramai menjelang waktu Dzuhur ketika para kaum lelaki bersiap-

siap mengambil air wudlu untuk menghadap Sang Khaliq, seusai menuntut ilmu

di bangku-bangku kuliah, sesudah menambah kafa’ah ilmu dunia. Namun tempat

ini akan lebih ramai lagi dengan syuro-syuro setelah Dzuhurnya, biasa disebut

dengan sebutan syuro yang dalam istilah agama Islam atau artinya sama dengan

rapat, ya begitulah karena ia juga nama salah satu dari nama sebuah surat di Al-

Qur’an yg mulia.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan

mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat

antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan

kepada mereka.” (QS.Asy-Syuura:38)

“Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam”4

Page 5: Jalan pemuda

Cerpen

Bila agenda yang harus dibahas cukup mendesak, halaman rumput pun

digunakan untuk “Syuting” (syuro penting). Yang terasakan justru itu lebih

nyaman karena ditemani kicau burung, bunyi serangga pohon atau gugurnya

dedaunan dan bunga-bunga kuning dari pohon-pohon di areal parkiran dan taman

belakang masjid yang aku pun tak tahu nama pohon-pohon itu namun indah nian

menambah wangi semerbak sekitar pelataran masjid. Membawaku akan gambaran

surga yang tentu tak pernah dilihat oleh mata, tak pernah tercium oleh hidung, tak

pernah terdengar oleh telinga, bahkan tak pernah terbersit dalam pikiran manusia

tentang indahnya jannah Sang Maha Pencipta, ALLAH ‘Azza wa Jalla.

”Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat

berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian

sutera Halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang

terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.

Sesungguhnya ini adalah Balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri

(diberi balasan).” (QS. Al Insan: 20-22)

* * *

“Baiklah Yazid, kami percayakan kepada antum untuk menjadi MC atau

moderator dalam acara seminar besok, Insya ALLAH. Tolong laksanakan amanah

ini dengan baik, semoga ALLAH SwT senantiasa melancarkan segala agenda

dakwah kita, Amiin... .” ujar sang ketua panitia yang tidak lain adalah temanku

yang dahulu telah mengajakku bergabung dalam jamaah ini, dan saat ini aku pun

telah menjadi bagian di dalamnya.

Akhirnya, kutemukan kembali jalan hidupku di sini. Cita-citaku untuk

meraih impian, memenuhi segala harapan, dengan tekad yang tak ’kan hilang

ditelan zaman. Di sini, di Jalan Pemuda ini, nama tempat yang diisi oleh anak-

anak muda yang sesuai dengan semangatnya, para mahasiswa di kampus seribu

cemara, aku bisa mengabdikan diri di jalanNYA. Berkobar, menyala, dan

membakar jiwa dengan optimisme kepemudaan yang meresonansi segala harapan

dan impian-impian.

Kuharap cita-cita ini, merubah muka dunia, dunia di sekitar jalan Pemuda

yang telah mengisi hari-hariku dalam perjalananku di sini. Akan terus berlanjut

“Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam”5

Page 6: Jalan pemuda

Cerpen

seiring masuknya para pemuda angkatan baru, yang akan mengisi bangunan yang

menjadi pintu gerbang penuh hikmah, dan ikut pula meramaikan jalan ini. Dalam

rangka mengisi dan memenuhi panggilan hati menuju medan perjuangan suci,

dakwah yang tiada henti.

* * *

Catatan:

Bulik : sebutan/panggilan bibi atau adik perempuan ayah/ibu dalam bahasa Jawa

Syuro : rapat, pertemuan

Ikhwan: sebutan/panggilan saudara laki-laki dalam Islam

Antum : kamu, anda

* * * *

“Perjuangan Untuk Kebangkitan Islam”6