JAK - Akuntansi Persediaan

14
Akuntansi Persediaan: Sistim Periodik Vs Perpetual Dalam akuntansi persediaan, ada dua sistim yang lumrah digunakan, yaitu: sistim periodik dan sistim perpetual. Bagi pegawai accounting, sistim persediaan periodik atau perpetual—yang diterapkan di dalam perusahaan— menentukan bagaimana pencatatan transaksi persediaan dilakukan. Sedangkan bagi pengelola keuangan dan pengelola usaha, sistim persediaan yang diterapkan menentukan seberapa efektif persediaan bisa dikelola—terutama aspek pengawasannya. Melalui tulisan ini, saya ingin membahas mengenai sisim persediaan periodik dan perpetual, mulai dari pebedaaan yang paling fundamental, perbadingan jurna-per-jurnal, hingga implikasinya terhadap laporan keuangan dan pengelolaan persediaan. Dengan kehadiran pembahasan ini, saya berharap pembaca memperoleh gambaran yang jelas mengenai sistim persediaan periodik dan perpetual, dalam tataran inplementasi di perusahaan. Namun sebelum itu, mari kita lihat sekilas; apa itu persediaan. Persediaan dan Impilkasinya Terhadap Laporan Keuangan Sebelum berpikir yang rumit-rumit—termasuk implikasi (pengaruh) persediaan terhadap laporan keuangan dan pengelolaan keuangan, APA ITU PERSEDIAAN? Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum kenal dengan istilah “stok”. Di Eropa, sampai sekarang masih menggunakan

Transcript of JAK - Akuntansi Persediaan

Page 1: JAK - Akuntansi Persediaan

Akuntansi Persediaan: Sistim Periodik Vs Perpetual

Dalam akuntansi persediaan, ada dua sistim yang lumrah digunakan, yaitu:

sistim periodik dan sistim perpetual. Bagi pegawai accounting, sistim

persediaan periodik atau perpetual—yang diterapkan di dalam perusahaan—

menentukan bagaimana pencatatan transaksi persediaan dilakukan.

Sedangkan bagi pengelola keuangan dan pengelola usaha, sistim persediaan

yang diterapkan menentukan seberapa efektif persediaan bisa dikelola—

terutama aspek pengawasannya.

Melalui tulisan ini, saya ingin membahas mengenai sisim persediaan periodik dan

perpetual, mulai dari pebedaaan yang paling fundamental, perbadingan jurna-per-

jurnal, hingga implikasinya terhadap laporan keuangan dan pengelolaan persediaan.

Dengan kehadiran pembahasan ini, saya berharap pembaca memperoleh gambaran

yang jelas mengenai sistim persediaan periodik dan perpetual, dalam tataran

inplementasi di perusahaan. Namun sebelum itu, mari kita lihat sekilas; apa itu

persediaan.

Persediaan dan Impilkasinya Terhadap Laporan KeuanganSebelum berpikir yang rumit-rumit—termasuk implikasi (pengaruh) persediaan terhadap

laporan keuangan dan pengelolaan keuangan, APA ITU PERSEDIAAN?

Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum kenal

dengan istilah “stok”. Di Eropa, sampai sekarang masih menggunakan istilah “stock”.

Tetapi secara internasional persediaan disebut dengan istilah “inventory”, yang disebut

stock justru saham.

Mau disebut inventory, mau disebut stock, silahkan. Yang lebih penting di

sini: wujud dari persediaan itu berupa apa?

Page 2: JAK - Akuntansi Persediaan

Wujud fisik persediaan suatu perusahaan tergantung pada jenis usahanya. Meskipun

pada kenyataannya ada banyak jenis atau model usaha, dalam akuntansi—untuk tujuan

penyederhanaan—jenis usaha biasanya hanya dibagi menjadi 3 kelompok saja.

Berikut adalah 3 jenis perusahaan beserta persediaannya:

Perusahaan Jasa (misal: konsultan, agen, broker, dll) – Tidak memiliki persediaan Perusahaan Dagang (misal: toko, mini market, dll) – Persediaannya berupa barang

jadi Perusahaan Manufaktur (misal: pabrik gula, pabrik pakaian jadi, dll) – Persediaannya

berupa: (a) bahan baku; (b) bahan penolong; (c) barang dalam proses; dan (d) barang jadi.

Persediaan berimplikasi luas terhadap pelaporan keuangan dan pengelolaan keuangan

perusahaan.

Apa implikasinya terhadap laporan keuangan? Persediaan berimplikasi langsung

terhadap Neraca dan Laporan Laba-Rugi:

Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok “Aktiva Lancar” (current assets)—setelah akun “Piutang” (silahkan lihat contoh format Neraca), sehingga besar-kecilnya nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai aktiva (aset) secara keseluruhan.

Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya PENGGUNAAN persediaan (bahan baku, bahan penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya “Harga Pokok Penjualan” (HPP), yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya “Laba” atau “Rugi” yang disajikan di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya, besar-kecilnya laba/rugi yang dibukukan pada suatu periode akuntansi berimplikasi terhadap besar-kecilnya “Laba Ditahan” (Retained Earning) yang disajikan di Neraca—persisnya di kelompok akun “Ekuitas.”

Oke. Implikasi persediaan terhadap laporan keuangan sudah jelas

terlihat. Pertanyaannya: Apakah penerapan sistim persediaan

periodik/perpetual berpengaruh terhadap laporan keuangan? Maksud saya,

apakah dengan menggunakan sistim perpetual membuat laporan keuangan menjadi

berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan sistim periodik?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat perbandingan antara sistim persediaan

periodik dengan perpetual. Yuk pindah ke paragraf berikutnya…

Page 3: JAK - Akuntansi Persediaan

Perbedaan Paling Fundamental Antara Sistim Periodik dan PerpetualPerbedaan paling mencolok antara sistim periodik dengan sistim perpetual ada pada 2

hal:

1. Penentuan Nilai Saldo Akhir Persediaan di Neraca:

(a) Sistim Periodik – Jika perusahaan menerapkan sistim periodik, nilai saldo akhir

persediaan di Neraca ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik persediaan

yang lumrah dikenal dengan istilah “stok opname” —sederhananya; di akhir periode,

fisik barang bersediaan (bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan barang

jadi) dihitung jumlahnya. Jumlah fisik barang lalu dikalikan dengan Harga Pokok

Penjualan (HPP) satuan barang.

(b) Sistim Perpetual – Jika yang diterapkan adalah sistim perpetual, perusahan tidak

perlu melakukan penghitungan fisik untuk menentukan nilai saldo akhir persediaan.,

karena setiap transaksi terkait dengan persediaan—baik kenaikan maupun penurunan—

telah dicatat melalui penjurnalan. Meskipun demikian, penghitungan fisik tetap

dilakukan untuk kemudian dibandigkan dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku

persediaan. Jika terjadi perbedaan antara saldo akhir hasil penghitungan fisik dengan

saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan, maka dibuatkan rekonsiliasi

persediaan dengan memasukan jurnal penyesuaian persediaan (inventory adjustment

entry).

2. Penentuan Persediaan Digunakan (atau Terjual) dalam Harga Pokok

Penjualan:

(a) Sistim Periodik – Jika perusahaan menggunakan sistim periodik, maka nilai

persediaan yang digunakan (dan terjual)—untuk dibebankan sebagai “Harga Pokok

Penjualan”, dihitung dengan cara menjumlahkan saldo awal persediaan dengan total

pembeliaan (atau persediaan masuk) lalu dikurangi dengan saldo akhir persediaan yang

diperoleh melalui penghitungan fisik. Misalnya: Data persediaan JAK Mart (perusahaan

dagang) untuk tahun 2012 adalah sbb:

Saldo awal = Rp 20,000,000 Pembelian Bersih Jan s/d Des 2012 = Rp 150,000,000 Saldo akhir 31 Desember 2012 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp

22,000,000

Page 4: JAK - Akuntansi Persediaan

Harga Pokok Penjualan = 20,000,000 + 150,000,000 – 22,000,000 = 148,000,000.

Selanjutnya harga pokok ini dimasukan dengan journal penyesuaian (sebentar lagi kita

bahas di perbandingan jurnal.)

(b) Sistim Perpetual – Dengan sistim perpetual, perusahaan tidak perlu lagi membuat

perhitungan seperti pada sistim periodik karena penggunaan persediaan langsung

diakui setiap kali ada penjualan dengan mendebit akun “Harga Pokok Penjualan” dan

mengkredit “Persediaan” di sisi lainnya, seperti jurnal di bawah ini:

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = xxx

[Kredit]. Persediaan = xxx

“Oke. Dengan sistim perpetual setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan

atau penurunan volume persediaan selalu dicatat dengan memasukan jurnal

begitu transaksi terjadi. Apakah dengan sistim periodik transaksi-transaksi

yang terjadi tidak dicatat samasekali?” Mungkin ada yang berpikir seperti itu.

Tentu saja dicatat. Hanya saja, biasanya, menggunakan nama akun berbeda

dibandingkan jika menggunakan sistim perpetual. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat

transaksi-per-transaksi. Lanjut…

Perbandingan Sistim Periodik Vs Perpetual Transaksi-Per-TransaksiAda banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau

menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik dan

perpetual transaksi-per-transaksi, jurnal-per-jurnal.

1. Pembelian dan Penjualan Barang

Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsung

ke akun “Persediaan,” dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume

persediaan langsung terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada

transaksi pembelian dan penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat

hanya kenaikan nilai dan volume persediaan melalui akun yang disebut dengan

“Pembelian”, sementara tidak mencatat adanya penurunan pada setiap transaksi

penjualan yang terjadi (penurunan persediaan diakui sekaligus di akhir periode dengan

melakukan pemeriksaan fisik). Untuk lebih jelasnyanya, kita lihat contoh berikut ini:

Page 5: JAK - Akuntansi Persediaan

JAK Mart, Perusahaan Grossir, menunjukan data sbb:

(a) Saldo Awal Persediaan = 100 units @ Rp 60,000 = Rp 6,000,000

(b) Pembelian = 900 units @ Rp 60,000 = Rp 54,000,000

(c) Penjualan = 600 units @ Rp 120,000 = Rp 72,000,000

(d) Saldo Akhir = 400 units @Rp 60,000 = Rp 24,000,000

(Note: Untuk menghindari penggunaan cost flow—yang bisa

membingungkan, kita asumsikan cost per unit persediaan konstan dari awal

hingga akhir periode)

Jika JAK Mart menggunakan sistim perpetual, maka alur transaksi dan jurnalnya

akan nampak sbb:

(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000

(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Persediaan = Rp 54,000,000

[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000

(c) Penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000 per unit dicatat dengan sepasang

jurnal:

[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000

[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000

(Untuk mengakui penjualan dan piutang)

Dan;

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000

[Kredit]. Persediaan = Rp 36,000,000

(Untuk mengakui harga pokok penjualan sekaligus penurunan nilai inventory, 60,000 x

600 = Rp 36,000,000.)

(d) Kecuali ada perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan buku, maka tidak ada

jurnal penyesuaian yang perlu dimasukan. Saldo akhir persediaan otomatis menunjukan

nilai Rp 24,000,000.

Bagaimana jika JAK Mart menggunakan sistim periodik? Jurnalnya akan nampak

sebagai berikut:

Page 6: JAK - Akuntansi Persediaan

(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000

(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Pembelian = Rp 54,000,000 (menggunakan akun pembelian)

[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000

(c) Pada sistim periodik, penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000/unit dicatat

hanya dengan satu jurnal saja—untuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note:

penurunan persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus di

akhir periode):

[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000

[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000

(Untuk mengakui penjualan dan piutang)

(d) Di akhir periode, setalah dilakukan penghitungan fisik, JAK memasukan jurnal

penyesuaian—untuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus

‘menghapus’ saldo akun “Pembelian”—sebagai berikut:

[Debit]. Persediaan = Rp 18,000,000

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000

[Kredit]. Pembelian = Rp 54,000,000

Note: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo akun

“Pembelian” menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 24,000,000

(=saldo awal 6,000,000 + adjustment kenaikan 18,000,000), dan muncul Harga Pokok

Penjualan di Laporan Laba-Rugi sebesar Rp 54,000,000 (=6,000,000 + 54,000,000 –

24,000,000).

2. Retur Pembelian, Diskon Pembelian dan Cadangan

Apa yang terjadi jika ada retur pembelian atau diskon? Perusahaan yang menerapkan

sistim periodik, disamping menggunakan akun “Pembelian”—yang bersaldo debit

mereka juga menggunakan 2 kontra-akun pembelian (bersaldo kredit) yang diberi nama

“Retur Pembelian” dan “Diskon Pembelian.” Jika ada pembelian yang dikembalikan

(retur pembelian) atau memeperoleh potongan, maka kontra akun ini menjadi

pengurang nilai “Pembelian”. Hasil silang saldo “Pembelian” dan kedua kontra-akun ini

menghasilkan apa yang disebut dengan “Pembelian Bersih”. Bagaimanapun juga,

semua slado akun ini (Pembelian, Diskon Pembelian dan Retur Pembelian) bersifat

Page 7: JAK - Akuntansi Persediaan

sementara saja, nantinya akan dihapus degan jurnal penyesuaian di akhir periode

(seperti terlihat pada contoh jurnal penyesuaian sebelumnya). Untuk lebih konkoretnya,

kita buat satu contoh transaksi:

Karena adanya kerusakan, JAK Mart mengembalikan pembelian barang

sebesar Rp 7,000,000.

Jika JAK Mart menerapkan sistim perpetual, maka JAK akan mengakui penurunan

nilai utang sekaligus langsung mengakui penurunan nilai persediaan, dengan jurnal:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000

[Kredit]. Persediaan = Rp 7,000,000

(Note: Pengembalian barang mengurangi nilai persediaan sebesar Rp 7,000,000)

Jika JAK Mart menerapkan sistim periodik, maka jurnalnya adalah sbb:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000

[Kredit]. Retur Pembelian = Rp 7,000,000

(Note: pembelian megurangi nilai pembelian)

Lanjut dengan diskon…

Di lain kesempatan JAK Mart membeli barang sebesar Rp 10,000,000 dengan

termin kredit 2/10, n/30. Karena JAK Mart bisa melakukan pelunasan

seminggu setelah pembelian, maka JAK Mart memperoleh diskon 2%.

Bagimana jurnalnya?

Jika menerapkan sistim perpetual, maka saat pembelian JAK Mart memasukan

jurnal:

[Debit]. Persediaan = Rp 10,000,000

[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

Saat pelunasan, diskon Rp 200,000 tersebut sekaligus diakui sebagai pengurang nilai

persediaan, dengan jurnal:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

[Credit]. Persediaan = Rp 200,000

[Credit]. Kas = Rp 9,800,000

Page 8: JAK - Akuntansi Persediaan

Jika menggunakan sistim periodik, maka saat pembelian jurnal yang dimasukan

adalah:

[Debit]. Pembelian = Rp 10,000,000

[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

Diskon yang diperoleh tidak diakui sebagai pengurang nilai persediaan (ingat: sistim

periodik tidak mencatat persediaan tetapi “pembelian”), melainkan dicatat sebagai

“Diskon Pembelian.” Sehingga jurnal yang dimasukan ketika melakukan pelunasan

adalah sbb:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

[Credit]. Diskon Pembelian = Rp 200,000

[Kredit]. Kas = Rp 9,800,000

3. Retur Penjualan dan Diskon Penjualan

Transkasi lainnya yang terkait dengan persediaan adalah retur penjualan dan diskon

penjualan. Pada transaksi ini, baik sistim perpetual maupun sistim periodik sama-sama

meggunakan akun yang diberi nama “Retur Penjualan” dan “Diskon Penjualan”—yang

kedua-duanya merupakan kontra-akun penjualan (bersaldo debit), bedanya hanya di

pengakuan “Harga Pokok Penjualan”. Pada sistim perpetual return penjualan, disamping

mengakui penurunan piutang dagang dan penurunan penjualan (dengan akun “retur

penjualan”) juga mengakui penurunan harga pokok penjualan dan persediaan.

Sedangkan pada sistim periodik, tidak. Misalnya:

JAK Mart menerima barang kembali dari pelanggan (karena cacat) senilai Rp

6,000,000. Harga Pokok Penjualan barang yang diretur tersebut adalah Rp

3,000,000. (Kita asumsikan pengakuan penjualan menggunakan metode

bruto/gross method)

Jika menggunakan perpetual, maka JAK Mart akan mencatat retur tersebut dengan

sepasang jurnal:

[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit)

[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000

(Untuk mengakui retur penjualan)

Dan;

Page 9: JAK - Akuntansi Persediaan

[Debit]. Persediaan = Rp 3,000,000

[Kredit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 3,000,000

(Untuk mengakui barang persediaan yang telah dikembalikan sekaligus menguragi

harga pokok penjualan).

Sedangkan jika menggunakan sistim periodik, JAK Mart hanya akan memasukan

satu jurnal saja, yaitu:

[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000

[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000

(Untuk mengakui retur penjualan)

Catatan: Sistim periodik baru akan menghitung saldo persediaan dan mengakui harga

pokok penjualan di akhir periode—setelah penghitungan fisik dilakukan.

Selanjutnya, diskon penjualan. Bagaimana pencatatanya?

Oke. Anggap JAK Mart memberikan diskon Rp 200,000 atas pelunasan

pembelian sebesar Rp 10,000,000 dari pelanggan (masih menggunakan

metode pengakuan penjualan bruto/gross method)

Sistim perpetual dan sistim periodik memasukan jurnal yang sama

persis untuk pelunasan yang mengandung diskon penjualan. Dalam contoh ini:

[Debit]. Kas = Rp 9,800,000

[Debit]. Diskon Penjualan = Rp 200,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit).

[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 10,000,000

Secara keseluruhan, dari pebandingan jurnal—antara sistim periodik dan

perpetual, jelas terlihat bahwa:

Terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan sistim

perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai saldo akhir

persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yang disajikan di

laporan laba-rugi), akan menunjukan hasil yang sama.

Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada

setiap pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebit/mengkredit akun

“Persediaan” untuk setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan

persediaan. Sedangkan sistim periodik—untuk sementara—menggunakan akun

Page 10: JAK - Akuntansi Persediaan

“Pembelian” untuk setiap penambahan persediaan dan baru memperhitungkan

penurunan persediaan di akhir periode—sertelah penghitungan fisik dilakukan.

Bagaimana jika perusahaan yang menerapkan sistim periodic—terpaksa harus

menyajikan laporan padahal periode belum berakhir—misalnya: untuk

pengajuan kredit? Perusahaan bisa (a) menggunakan laporan periode sebelumnya,

atau (b) melakukan penghitungan fisik saat itu juga lalu menjalankan prosedur seperti

yang dilakukan di akhir periode.

Oke. Penerapan sistim periodik atau perpetual tidak ada pengaruhnya

terhadap laporan keuangan. Bagaimana dengan pengelolaan persediaan dan

keuangan secara keseluruhan? Mari kita lihat implikasinya… Lanjut…

Implikasi Penerapan Sistim Periodik dan Perpetual Terhadap Pengelolaan PersediaanDari perbenadingan di atas, jelas terlihat bahwa: untuk tujuan pengawasan persediaan,

sistim perpetual jauh lebih baik dibandingkan sistim periodik. Dengan sistim perpetual,

management dapat mengetahui nilai persediaan sewaktu-waktu—tanpa perlu

menunggu hingga akhir periode.

Khususnya di perusahaan-perusahaan manufaktur, pengawasan terhadap barang

persediaan sangat kompleks—dengan adanya potensi barang scrap dan cacat yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan jenis lain. Dalam kondisi seperti ini, jika

sistim persediaan yang diterapkan adalah sistim periodik—dimana penurunan (volume

dan nilai persediaan) baru diperhitungkan di akhir periode, maka kesempatan untuk

mengetahui adanya pemborosan bahan baku, bahan penolong dan kemungkinan

adanya barang cacat saat dalam proses produksi menjadi lebih sulit ditelusuri—

kemungkinan baru diketahui setelah di akhir periode, dengan kata lain: sudah terjadi.

Efektifitas pengawasan terhadap barang persediaan berimplikasi besar terhadap

pengelolaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Terutama di perusahaan

dagang dan manufaktur, sebagian besar kekayaan (asset) perusahaan ada di

persediaan—entah itu berupa bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses

maupun barang jadi. Diantara banyaknya beban yang ditanggung oleh operasional

perusahaan, penggunaan persediaan cenderung mendominasi. Jika scope-nya

dipersempit, persediaan bahkan mengkonsumsi modal kerja (working capital) paling

besar.

Page 11: JAK - Akuntansi Persediaan

Itu sebabnya, bagi managemen perusahaan, pemilihan sistim persediaan yang akan

diterapkan (apakah menggunakan sistim perpetual atau periodik) menjadi sangat

krusial.

“Lalu, apakah sebaiknya saya menerapkan sistim persediaan perpetual atau

periodik?” Mungkin ada yang berpikir demikian. Kita pindah ke paragraph

selanjutnya…

Apakah Sebaiknya Menggunakan Sisitim Persediaan Periodik atau Perpetual?Jawaban atas pertanyaan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi opersional

perusahaan anda sehari-hari.

Dari aspek pelaporan keuangan, menurut saya, tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Menggunakan sistim perpetualpun, toh di akhir periode anda masih harus melakukan

stock opname (inventory physical count) untuk memverifikasi keakuratan data

persediaan yang diperoleh dari sistim perpetual. Dan, jika terjadi perbedaan antara

hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir buku, toh anda masih harus membuat

rekonsiliasi dan inventory adjustment, iya kan?

Tetapi dari aspek pengawasan persediaan, sistim perpetual jelas lebih baik

dibandingkan sistim periodik. Tetapi perlu di sadari bahwa: menerapkan sistim

perpetual artinya anda harus siap melakukan pencatatan setiap kali ada transaksi

sehubungan dengan persediaan.

Untuk perusahaan-perusahaan berskala besar, jelaslah bahwa sistim perpetual selalu

lebih baik—lagipula tenaga untuk melakukan input data setiap saat selalu ada. Tetapi

untuk perusahaan berskala sedang dan kecil, menerapkan sistim perpetual bisa

menjadi tantangan tersediri. Masih perlu melihat kondisi operasional perusahaan sehari-

hari.

Untuk mempermudah, saya buatkan 2 macam perusahaan—dengan karakter

opersional yang sangat berbeda, sebagai ilustrasi:

1. Perusahaan Pertama, Computer Wholesaler – Anda mengelola perusahaan yang

menjual komputer dalam jumlah besar, pangsa pasar perusahaan anda bisa jadi

pengguna akhir maupun pedagang computer eceran. Sebelum memilih apakah

Page 12: JAK - Akuntansi Persediaan

menggunakan sistim persediaan periodik atau perpetual, anda perlu

mempertimbangkan kondisi operasional perusahaan anda. Bagaimana kondisinya?

Barang dagangan anda adalah tergolong bernilai tinggi Iklan produk/perushaan anda muncul di TV atau suratkabar lokal setiap hari Volume penjualan harian anda sangat tinggi Anda mempekerjakan lebih dari 40 orang pegawai sales Anda membayangkan bahwa pelanggan akan sangat kecewa jika mereka datang

berbelanja tetapi barang persediaan yang anda iklankan ternyata sudah habis terjual

Dengan kondisi operasional perusahaan seperti ini, apakah menggunakan

sistim perpetual cukup masuk akal? Jelas iya. Anda perlu mengetahui saldo

persediaan barang setiap hari—bahkan mungkin setiap jam atau menit, yang tidak

mungkin bisa anda dapatkan jika menggunakan sistim periodik. Dengan sistim

perpetual, setiap transkasi penjualan selalu diikuti dengan pencatatan barang keluar,

sementara dalam sistim periodik tidak.

2. Perusahaan Kedua, Toko Serba Ada Di Stasiun Kereta Api – Di sini anda

mengelola toko yang menjual berbagai macam barang, untuk orang-orang sibuk yang

bepergian kesana-kemari dengan kondisi yang selalu terburu-buru. Anda perlu

mempertimbangkan kondisi opersional toko anda sebelum memutuskan untuk

menerapkan sistim persediaan perpetual atau periodik. Bagaimana situasinya?

Penjualan paling banyak terjadi di waktu pagi—saat sebagian besar orang buru-buru ke tempat kerja atau ke kampus, dan petang hari—saat sebagian besar orang buru-buru pulang ke rumah setelah seharian bekerja.

Anda menjual berbagai macam barang mulai dari kertas tisu, permen, koran/majalan, gantungan kunci, stationary, minuman dingin, kue kotak, dll

Anda hanya memiliki 2 orang pegawai yang untuk melayani pembeli di waktu-waktu padat sudah terlihat kewalahan, sehingga sering anda sendiri yang ikut membantu.

Di jam-jam padat, banyak pelanggan yang sampai harus mengantri untuk membayar—sementara mereka hanya membeli barang-barang kecil yang sesungguhnya bisa dibeli di toko mana saja.

Dalam kondisi operasional seperti ini, apakah menerapkan sistim persediaan

perpetual masuk akal? Jelas tidak. Pegawai dan anda tidak akan sempat melakukan

aktivitas administrative (termasuk accounting) yang dperlukan untuk menerapkan

sistim perpetual. Salah-salah, pelanggan tidak jadi belanja—karena malas menunggu

proses.

Page 13: JAK - Akuntansi Persediaan

Betul, kehadiran teknologi barcode dan infrared yang banyak digunakan di

bisnis retail sangat membantu proses input data penjualan. Alat yang sama

juga bisa digunakan dalam proses input data pembelian barang persediaan.

Jika memungkinkan untuk menggunakan teknologi ini, tentu, perusahaan atau

toko sekecil apapun bisa menerapkan sistim perpetual tanpa hambatan, dan

anda bisa melakukan pengawasan terhadap persediaan dengan lebih baik.