fkymulanira.com · Iwan RS ‘Dongeng Nasruddin Hoja’ Live IG: @infofky 16.30 - 17.30 WIB...

86

Transcript of fkymulanira.com · Iwan RS ‘Dongeng Nasruddin Hoja’ Live IG: @infofky 16.30 - 17.30 WIB...

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020ii

    Katalog Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020Copyright © Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    Diterbitkan Oleh:Panitia Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020Museum Sonobudoyo Unit IJalan Pangurakan No. 6. Ngupasan, Kec. Gondomanan, Yogyakarta 55122Mobile: 0812 3863 1696Email: [email protected]

    Penyusun:Ovie ErmawatiFairuzul Mumtaz

    Desain Sampul dan Isi:Ruly ‘Kawit’ PrasetyaDamar N. SosodoroKarikatur Ari

    Foto:MokstimofeevicYossi GrafitantoZunan Fakhrurrozi

    Cetakan 1, September 2020Yogyakarta, Festival Kebudayaan Yogyakarta, 2020x + 74 halaman; 14x21 cm.

    Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangAll right reserved

  • iiiwww.fkymulanira.com

    Prolog Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan)Daerah Istimewa Yogyakarta

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhSalam Budaya!

    Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Di-nas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) D.I. Yogyakarta mempersembahkan Festival Kebudayaan Yogyakarta tahun 2020.

    Sama seperti tahun sebelumnya, tema Mulanira diangkat kembali. Beda-nya adalah tantangan yang dihadapi. Jika sebelumnya mengawali dari “k” kesenian, menjadi “K” kebudayaan, kini mengawali dalam suasana yang serba terbatas, suasana pandemi. Meski ruang menjadi terbatas, namun kami yakin, kreativitas tak dapat dibatasi. Oleh sebab itu, agenda budaya tahunan ini tetap dihadirkan, sekaligus sebagai healing bagi masyarakat atas situasi saat ini.

    Festival Kebudayaan Yogyakarta adalah ruang demokrasi budaya yang di-sediakan oleh Pemerintah D.I. Yogyakarta, yang di dalamnya masyarakat dapat andil menentukan bentuknya. Sehingga kita bisa menyaksikan be-tapa dinamisnya festival ini dari tahun ke tahun. Dan tahun ini, kita akan menyerap nilai-nilai tapa ngrame dalam balutan tema Akar Hening di Tengah Bising.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020iv

    Bukan sesuatu yang mudah untuk mewujudkan keramaian dalam suasa-na hening (pandemi) ini, bukan pula latah membuat kegiatan virtual, tapi akar kerja budaya yang terus mencengkram tanah memaksa ranting memanjang dan daun merimbun untuk menaungi dan memberikan buah bagi siapa saja yang di bawahnya. Apalagi tanah kita adalah tanah (kota) yang gembur subur akan budaya.

    Inilah identitas kita, identitas yang sarat budaya, dan menjadi visi pem-bangunan D.I. Yogyakarta, yaitu pada tahun 2025 akan mewujudkan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan, budaya, dan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara. Visi tersebut mencerminkan cita-cita Peme-rintah D.I. Yogyakarta untuk menjadi regional destinasi budaya.

    Terakhir, kami ucapkan selamat kepada panitia, selamat berfestival, sela-mat merayakan demokrasi budaya.

    Salam Budaya, Lestari Budayaku! Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

    Yogyakarta, 12 September 2020Plt. Kepala Dinas Kebudayaan

    (Kundha Kabudayan)Daerah Istimewa Yogyakarta

    Sumadi, S.H., M.H.NIP. 19630826 198903 1 007

  • vwww.fkymulanira.com

    FKY Sebagai Ruang Demokrasi Budaya:Prolog Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan)Daerah Istimewa Yogyakarta

    iii

    Daftar Isi v

    Mulanira 2 vii

    PROGRAM FKY

    Agenda Lengkap FKY 2020 2

    Program Pertunjukan 4

    Program Pameran Seni Rupa 10

    Seniman dan Karya 15

    Ketentuan dan Jadwal Kunjungan 70

    Rekanan dan Rekanan Media 72

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020vi

  • viiwww.fkymulanira.com

    Jika membuka dokumentasi dari pelaksanaan FKY beberapa tahun si-lam, kita akan melihat beragam upaya untuk menghadirkan apa yang paling ‘Jogja Banget’ dari masa ke masa. Baik program, judul, perwajahan maupun filosofi yang dipegang pada tiap penyelenggaraan, diambil dari praktik kesenian atau kebudayaan yang ada kota ini. Pemilihan tersebut hampir tidak pernah absen dan sangat bisa dimengerti, mengingat bah-wa keberadaan suatu festival tidak dapat dipisahkan dari watak ruang sosialnya. Betul bahwa apa yang dimaksud dengan ‘Jogja banget’ tentu selalu dinamis, berubah dari waktu ke waktu dan memunculkan selera bahasanya sendiri. Terbukti bahwa hari ini, sudah sangat jarang kita mendengar istilah ‘Jogja banget’, untuk membahas perihal karakter kota.

    Pada 2020 ini, FKY kembali hadir dengan berbagai tantangan zaman. Se-jak tahun lalu, FKY hadir mereposisi diri seturut dengan perubahan na-ma menjadi Festival Kebudayaan Yogyakarta. Bagi kami, perubahan nama ini menarik jika ditempatkan sekaligus sebagai momen untuk melihat dan menata ulang paradigma dalam memandang serta memosisikan festival kesenian sekaligus festival kebudayaan.

    Dalam mereposisi ini, tampaknya baik jika kita mundur sejenak untuk melihat perjalanan panjang dari acara tahunan kota ini, kemudian me-nandai berbagai hal yang hampir selalu muncul, kehadirannya tidak ter-lalu menonjol, tapi ia selalu hidup.

  • viii Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    Pertama, daya warga. Daya atau kekuatan dan kreativitas warga dalam menghadapi berbagai kebutuhan hidup serta menyiasati kesulitan hidup, tampak dari ragam program yang dimunculkan pada penyelenggaraan festival ini. Yang termudah dan paling jelas adalah hadirnya pasar seni yang ditawarkan kepada publik dari waktu ke waktu, berubah bentuk, beragam jualan. Tidak pernah surut merebut perhatian, sekalipun sudah banyak mall dan pertokoan yang mewah dan dingin. Daya warga ini ber-jalan beriringan dengan minat warga untuk mengapresiasi berbagai ke-baruan dan ragam kreativitas.

    Tampaknya, daya warga ini beresonansi dengan kekuatan lainnya da-lam membuat pembacaan atas gerak zaman. Daya baca inilah yang ju-ga menjadi penentu dalam membuat langkah-langkah praktis maupun filosofis, yang kemudian berpengaruh pada hidup individu dan sosial-nya. Semuanya berjalan saling beririsan atau bahkan saling mengadakan. Singkatnya, kita selalu memiliki cara untuk mengidentifikasi apa yang menjadi spirit zaman, dari waktu ke waktu. Hal yang kedua ini memang tidak selalu tampak, tetapi sepertinya bisa kita rasakan.

    Kombinasi antara daya apresiasi dan daya baca ini menjadi kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, serumit apa pun. Meski sederhana bagi kita, namun tidak salah jika dirayakan sekaligus diuji untuk bersama-sama menghadapi berbagai kecenderungan zaman hari-hari ini. Mulai dari tantangan yang muncul di era pemajuan kebudayaan 4.0 hingga rezim efektivitas yang datang dengan berbagai wajah.

    Sejak UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan disahkan, ki-ta memasuki babak baru dalam berkebudayaan. Dari segi bahasa, tentu berpengaruh. Kehadiran undang-undang ini menggiring kita untuk selalu mengacu pada objek-objek pemajuan kebudayaan yang telah ditetapkan dan tertuang di dalamnya. Namun dari ranah praktik, apakah ia betul-betul sebuah pembaruan? Tentu itu adalah pertanyaan yang tidak selalu harus kita jawab. Karena toh, kadang kebudayaan justru terletak pada apa yang kita jalankan terus-menerus dan hidupkan, di tengah waktu yang kian dimainkan, jarak yang dilipat, dan komunikasi yang dipersingkat di alam digital ini.

  • ixwww.fkymulanira.com

    Permainan waktu ini juga bisa kita rasakan hadir dari berbagai pema-in, mulai dari upaya percepatan pembangunan yang berambisi menja-dikan Jogja sebagai kota dengan industri pertemuan paling mutakhir, serta usaha-usaha yang selalu menuntut kenaikan ekonomi atas nama kepentingan bersama. Di titik ini, kita sesungguhnya menyadari bahwa hidup kita senantiasa berada di tengah konflik antara efektivitas yang ini dan efektivitas yang itu. Efisiensi yang ini dan efisiensi yang itu. Sebagai contoh, untuk mempercepat perpindahan manusia, dari satu tempat ke tempat lain, kita mempunyai alat transportasi, yang digerakkan dengan bahan bakar, bensin, solar. Untuk mempercepat mobilitas manusia, ki-ta rela mempertaruhkan keberadaan energi yang suatu saat tidak dapat diproduksi dalam waktu cepat, dan lambat laun membuat bumi menjadi cepat lelah. Itu artinya, efisiensi yang satu mengorbankan efisiensi yang lainnya. Kebudayaan adalah juga soal itu. Kebudayaan juga mencakup ba-gaimana kita mengelola kehidupan bersama ini? Teknologi apa saja yang dilibatkan di situ? Bagaimana efek-efeknya?

    Tantangan perihal melihat kembali pengelolaan teknologi hidup ini se-makin didesakkan dengan hadirnya pandemi. Kemunculan protokol pen-cegahan penyebaran Covid-19 adalah contoh cepatnya. Ia hadir sebagai teknologi yang secara spontan muncul, untuk menghindari ledakan pe-nularan yang tidak diinginkan.

    Di atas kondisi-kondisi tersebut, FKY kali ini meneruskan Mulanira. Lahir sebagai festival kesenian, kini FKY menjadi Festival Kebudayaan Yogyakar-ta. Di tahun yang kedua sebagai festival kebudayaan ini, spirit Mulanira kembali dilanjutkan. Diambil dari Mulih, Mula, Mulanira, kita mengga-risbawahi spirit untuk melihat, menyimak, dan membaca kembali berba-gai pengetahuan yang telah hadir di sekitar kita. Pengetahuan yang di-praktikkan sebagai bagian dari hidup sehari-hari, yang meliputi upaya untuk bertahan hidup, beradaptasi dengan segala ragam tantangan, baik tantangan alam maupun tantangan kultural.

    Di Mulanira kedua ini, spirit tersebut diwujudkan dalam “Akar Hening di Tengah Bising”. Mengingat watak ruang sosial yang kita huni, karakter dari kota yang didiami dan sekaligus menjadi domisili tetap untuk festi-

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020x

    val ini. “Akar Hening di Tengah Bising” juga merupakan pengingat, bah-wa seramai apa pun kondisi yang harus dijalani, kita tetap memiliki ruang dalam mengupayakan produksi pengetahuan, memperlebar celah-celah ruang yang menghidupi kekuatan bertahan warga dan mempertajam da-ya baca kita.

    Di antara berbagai daya dan upaya itu semua, tampaknya Mulanira bisa mengingatkan kita bahwa FKY tidak semata-mata Festival Kebudayaan Yogyakarta. Mulanira mengajak kita untuk melanjutkan perjalanan kita menuju festival dengan banyak ‘k’ kecil yang banyak dan ‘y’ yang lebih demokratis. Dengan Mulanira kita menyambut fkkkkkkkkyyyyyy di kota Yogyakarta yang berhahahahaha…ti nyaman.

  • 1www.fkymulanira.com

    www.fkymulanira.com

  • 2 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    06.00 - 06.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    08.30 - 09.00 WIBSwaragama 101.7 FM Radio FKY: Ngobrol BarengXXL Chicken - Lintang EnricoLive IG: @infofky

    10.00 - 18.00 WIBMuseum SonobudoyoPameran Seni Rupa‘Akar Hening di Tengah Bising’www.fkymulanira.com

    11.00 - 11.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    11.00 - 11.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Dunia Laut’

    13.00 - 14.00 WIBGCD 98.6FMRadio FKY : Se-Jam BarengKoes Plus Jogja Communitywww.fkymulanira.com

    16.00 - 16.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Ngobrol BarengErie Setiawan ‘Musik Untuk Kehidupan’Live IG: @infofky

    17.00 - 17.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Penyelamat Dunia’

    17.00 - 18.00 WIBwww.fkymulanira.com19.30 - 20.30 WIBJogja TV PembukaanFestival Kebudayaan Yogyakarta 2020 #Mulanira2

    23.00 - 23.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    21

    06.00 - 06.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    08.30 - 09.00 WIBSwaragama 101.7 FM Radio FKY: Ngobrol BarengStand Up Comedy UNYLive IG: @infofky

    10.00 - 18.00 WIBMuseum SonobudoyoPameran Seni Rupa‘Akar Hening di Tengah Bising’www.fkymulanira.com

    11.00 - 11.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    11.00 - 11.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Penyelamat Dunia’

    13.00 - 14.00 WIBGCD 98.6FMRadio FKY:Se-Jam Bareng AdakalaNyawww.fkymulanira.com

    16.00 - 16.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Ngobrol BarengBakudapan Food Study GroupLive IG: @infofky

    16.30 - 17.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY:Se-Jam Bareng FSTVLSTwww.fkymulanira.com

    17.00 - 17.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Dunia Laut’

    19.30 - 20.00 WIBJogja TVFKY TV: Talkshow“Potensi Usaha Perkebunan Teh” Kab. Kulon Progo

    20.00 - 20.30 WIBJogja TVFKY TV: Kesenian KontingenKab. Kulon Progowww.fkymulanira.com

    23.00 - 23.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    22

    06.00 - 06.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    08.30 - 09.00 WIBSwaragama 101.7 FM Radio FKY: Ngobrol BarengForum Aktor YogyakartaLive IG: @infofky

    10.00 - 18.00 WIB Museum SonobudoyoPameran Seni RupaAkar Hening di Tengah Bising’www.fkymulanira.com

    11.00 - 11.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    11.00 - 11.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Dunia Laut’

    13.00 - 14.00 WIBGCD 98.6FMRadio FKY:Se-Jam Bareng HASOEwww.fkymulanira.com

    16.00 - 17.00 WIBMuseum SonobudoyoDurational Performanceby The Freak Show Men

    16.00 - 16.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Ngobrol BarengIwan RS ‘Dongeng Nasruddin Hoja’Live IG: @infofky

    16.30 - 17.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Se-Jam BarengAgustin ‘Self Healing Yoga’www.fkymulanira.com

    17.00 - 17.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Penyelamat Dunia’

    18.00 - 19.00 WIBwww.fkymulanira.comKonferensi Pertunjukandan Teater Indonesia

    19.30 - 20.00 WIBJogja TV FKY TV: Talkshow “Potensi Usaha Tanaman Hias” Kota Yogyakarta

    20.00 - 20.30 WIBJogja TV FKY TV:Kesenian Kontingen Kota Yogyakartawww.fkymulanira.com

    23.00 - 23.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    23

  • 3www.fkymulanira.com

    06.00 - 06.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    08.30 - 09.00 WIBJogja Family 100.9FMRadio FKY: Ngobrol BarengRudy Wiratama ‘Kajian Primbon dan Budaya Jawa’Live IG: @infofky

    10.00 - 18.00 WIBMuseum SonobudoyoPameran Seni Rupa‘Akar Hening di Tengah Bising’www.fkymulanira.com

    11.00 - 11.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    11.00 - 11.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Penyelamat Dunia’

    13.00 - 14.00 WIBGCD 98.6FMRadio FKY: Se-Jam BarengSindhen Siswati Danciswww.fkymulanira.com

    16.00 - 16.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Ngobrol BarengPelajar SMA YogyakartaLive IG: @infofky

    17.00 - 17.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Dunia Laut’

    17.00 - 18.00 WIBwww.fkymulanira.comOrkes Musik Keroncong Sinten Remen ft Endah Laras‘Ora Obah Ora Mamah’

    19.30 - 20.00 WIBJogja TVFKY TV: Talkshow “Seni Batik” Kab. Sleman

    20.00 - 20.30 WIBJogja TVFKY TV: Kesenian Kontingen Kab. Slemanwww.fkymulanira.com

    23.00 - 23.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    2406.00 - 06.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    08.30 - 09.00 WIBJogja Family 100.9FMRadio FKY: Ngobrol BarengLatief S. Nugraha‘Membaca Bakdi Soemanto’Live IG: @infofky

    10.00 - 18.00 WIBMuseum SonobudoyoPameran Seni Rupa‘Akar Hening di Tengah Bising’www.fkymulanira.com

    11.00 - 11.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    11.00 - 11.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Dunia Laut’

    13.00 - 14.00 WIBGCD 98.6FMRadio FKY:Se-Jam Bareng Wok the Rockwww.fkymulanira.comSe-Jam Bareng Bioscil

    16.00 - 16.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Ngobrol Bareng Waribi ‘Praktisi Pawang Hujan’Live IG: @infofky

    16.30 - 17.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Se-Jam BarengEka Zulfikar & Geast YKwww.fkymulanira.com

    17.00 - 17.30 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Penyelamat Dunia’

    19.30 - 20.00 WIBJogja TV FKY TV: Talkshow “Ketahanan Pangan dengan Bahan Baku Lokal” Kab. Gunung Kidul

    20.00 - 20.30 WIBJogja TV FKY TV: Kesenian Kontingen Kab. Gunung Kidulwww.fkymulanira.com

    23.00 - 23.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    25

    06.00 - 06.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    08.30 - 09.00 WIBJogja Family 100.9FMRadio FKY: Ngobrol BarengRumah Dongeng MentariLive IG: @infofky

    10.00 - 18.00 WIBMuseum SonobudoyoPameran Seni Rupa‘Akar Hening di Tengah Bising’www.fkymulanira.com

    11.00 - 11.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    11.00 - 12.00 WIBwww.fkymulanira.comPemutaran Film Bioscil‘Penyelamat Dunia’Zoom Q & A Film Bioscil(https://s.id/bioscilfkymulanira)

    13.00 - 14.00 WIBGCD 98.6FMRadio FKY:Se-Jam Bareng Jaekowww.fkymulanira.com

    16.00 - 16.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY: Ngobrol BarengAlbert Deby ‘Pawang Nama’Live IG: @infofky

    16.30 - 17.30 WIBGeronimo 106.1FMRadio FKY:Se-Jam Bareng DOM65www.fkymulanira.com

    19.30 - 20.00 WIBJogja TVFKY TV: Kesenian KontingenKab. Bantul

    20.00 - 20.30 WIBJogja TV | www.fkymulanira.comFKY TV: PenutupanFestival Kebudayaan Yogyakarta 2020#Mulanira2

    23.00 - 23.20 WIBRetjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak Tobong‘Kelana Bhakti Budaya’

    26

  • 4 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    21-26 September 2020 | www.fkymulanira.com

    Terdapat berbagai program pertunjukan yang menarik dan interaktif ser-ta dapat dinikmati secara daring melalui situs web www.fkymulanira.com dan kanal resmi media sosial FKY. Selain itu, untuk menjangkau masya-rakat yang lebih luas, juga ada program yang disajikan secara luring me-lalui media televisi dan radio.

    Program pertunjukan tidak hanya ingin menyerap nilai-nilai Akar Hening di Tengah Bising, melainkan juga berharap dapat memfasilitasi seluruh aspek kesenian dan kebudayaan, dari tradisi hingga kontemporer. Spirit ini selalu dijaga dalam setiap penyelenggaraan FKY dari tahun ke tahun. Bedanya, tahun ini aspek mendalam lebih ditekankan, namun dengan tidak mengesampingkan keterlibatan masyarakat sebagai subjek sekaligus objek.

    PRA EVENT FESTIVAL KEBUDAYAAN YOGYAKARTALOCAL HEROES ‘The Produk Gagal’7 September 2020 | www.fkymulanira.comFKY 2020 menghadirkan dua program pertunjukan pra event. Pertama program Local Heroes oleh The Produk Gagal, pada 7 September 2020, pukul 16.00 WIB. Salah satu ‘Band Papan Atas Dengan Kemampuan Terbatas’ ini, secara khusus akan hadir untuk memeriahkan gaung pra event FKY Mulanira 2 dengan tajuk Local Heroes. Dikemas dalam aliran berasa orkes moral, tingkah laku dan tentu saja lagu-lagu humoris mereka bisa disaksikan secara virtual melalui www.fkymulanira.com.

    NAFAS TANAFAS ‘Jamaluddin Latif, Wasis Tanata dan Ismoyo Adhi’14 September 2020 | www.fkymulanira.comProgram pra event kedua yaitu Nafas Tanafas oleh Jamaluddin Latif, Wasis Tanata dan Ismoyo Adhi, pada 14 September 2020, pukul 16.00 WIB. Sebuah pertunjuk-an kolaborasi lintas disiplin seni antara Jamaluddin Latif (actor/creator), Wasis

  • 5www.fkymulanira.com

    Tanata (drummer & musician), dan Ismoyo Adhi (photographer & visual artist) melalui gerak tubuh, bunyi, dan visual di alam imajinasi yang dihadirkan secara 360°. Mengambil judul Nafas Tanafas sebagai pembacaan atas tema FKY 2020, “Akar Hening di Tengah Bising”.

    KOMPETISI SENI MULANIRA #225 Agustus - 26 September 2020 | www.fkymulanira.comProgram Kompetisi Mulanira ini bertujuan untuk mengajak masyarakat dari ber-bagai kalangan untuk berpartisipasi aktif sehingga acara yang dilaksanakan se-cara daring dan luring ini tetap bisa ikut dirasakan manfaatnya secara langsung. Ragam kompetisi memiliki makna sebagai bentuk wujud apresiasi dan wadah kreasi untuk masyarakat. Program ini meliputi 5 bidang kompetisi, yaitu Tari Kreasi Mulanira, Mulanira Photo Challenge, Kompetisi Cerpen Mulanira, Dhagelan Basa Jawa, dan Hand Lettering Aksara Jawa.

    Periode Kompetisi Tari Mulanira, Dhagelan Bahasa Jawa, Hand Lettering Aksara Jawa & Cerpen Mulanira: 25 Agustus – 23 September 2020. Periode Photo Chal-lenge: 7 – 26 September 2020, pukul 23.59 WIB. Formulir Pendaftaran: Unduh di situs web www.fkymulanira.com/kompetisi. Kompetisi ini memperebutkan hadiah uang tunai. Juara 1: Rp5,000,000, Juara 2: Rp3,000,000, Juara 3: Rp2,500,000, Juara 4: Rp2,250,000, dan Juara 5: Rp2,000,000.

    FKY NGANGSU KAWRUH10 & 17 September 2020 | 15.30 WIB | ww.fkymulanira.comFKY Mulanira 2 membangkitkan kembali dua sosok seniman dan budayawan yang turut memberikan warna kebudayaan di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Ia-lah Umar Kayam dan Linus Suryadi AG. Masing-masing akan dibincangkan oleh Butet Kartaredjasa dan Emha Ainun Nadjib atau yang akrab kita panggil Cak Nun. Melalui keduanya, kita akan membaca kerja-kerja budaya masa lalu sebagai cara menemukan nilai-nilai kebudayaan untuk menghadapi situasi perubahan hari ini.

  • 6 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    NAPAS PARA PEKERJAwww.fkymulanira.comAda banyak pekerja yang menyangga penyelenggaraan FKY selama ini. Keterlibat-an mereka tidak melulu bermotif profesi, tapi juga terselip nilai-nilai aktivisme kerja kebudayaan. Bagaimanapun FKY telah menjadi identitas kota Jogja, terlibat dalam prosesnya, barangkali adalah cara para pekerjanya untuk mengkonfirmasi ulang kepribadian mereka sebagai warga Jogja.

    Melihat bagaimana mereka menghayati dan memaknai pekerjaannya di FKY mungkin bisa menjadi cara lain bagi kita untuk mengukur pencapaian FKY. Ji-ka kebudayaan ditempatkan sebagai tegangan antara gambaran ideal dan ke-nyataan, maka melalui perbincangan dengan pekerja ini, kita berupaya untuk memunculkan gagasan sekaligus kritik kebudayaan dari sudut pandang para pe-kerjanya.

    PEMBUKAAN FESTIVAL KEBUDAYAAN YOGYAKARTA21 September 2020 | Gedung Eks Koni, Kompleks Museum Sonobudoyo |www.fkymulanira.comAkan menampilkan karya kolaborasi Landung Simatupang (teater), Kunto Aji (mu-sik) dan Lintang “Kenali Rangkai Pakai” Radittya (instalasi). Seniman-seniman tersebut akan berkolaborasi menciptakan karya yang berangkat dari puisi berjudul “Langkah Tak Berhenti” karya Landung Simatupang. Puisi tersebut pernah mem-peroleh penghargaan sebagai pemenang lomba penulisan puisi Yogyakarta pa-da tahun 1978. Selain itu juga akan ada pertunjukan tari dari Anter Asmoro Tedjo. Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020 akan dibuka langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.

    KONFERENSI PERTUNJUKAN DAN TEATER INDONESIA23 September 2020 | www.fkymulanira.comFKY 2020 turut mendukung penyelenggaraan Konferensi Pertunjukan dan Teater Indonesia 2020 yang berlangsung pada tanggal 10, 17, 23 dan 24 September 2020 via Zoom.

  • 7www.fkymulanira.com

    Konferensi akademik tahunan di bidang pertunjukan dan teater adalah salah satu fasilitas yang absen dalam konteks penyebaran produksi pengetahuan di Indonesia. Bagi para akademisi dan praktisi, konferensi tahunan berguna untuk membantu mereka berbagi berkonfrontasi, mengelaborasi dan menyerap pengetahuan terbaru. Konferensi akademik di Indonesia juga dapat menjembatani keterbatasan bahasa inggris bagi sebagian kalangan akademisi seni dan praktisi dalam memahami perkembangan teori dan praktik yang mutakhir.

    Pada situasi sekarang ini, konferensi teater berlangsung sporadis, dan timbul teng-gelam. Ia tidak terprogram dan untuk berkembang, membesar dan membantu kita menyentuh peran – peran dasar seperti yang disebutkan tadi.

    Dalam konteks ini, Konferensi Pertunjukan dan Teater Indonesia bermaksud mem-pertemukan utamanya akademisi dan praktisi/seniman, serta pertunjukan dan teater mutakhir di Indonesia, secara terprogram dan terjadwal tiap tahun (dengan proyek rintisan tiga tahun).

    Konferensi ini menampilkan 14 penelitian, baik dari kalangan akademisi di pendi-dikan seni maupun non seni, praktisi, peneliti independen dan kurator, termasuk 2 penerima hibah konferensi penelitian 2020 dengan beberapa tema seperti sejarah, lokalitas, keterhubungan dengan tradisi, penonton dan teknologi.

    Pada Tanggal 23 September 2020 pukul 18.00 WIB, FKY 2020 akan menayangkan rekaman pembukaan konferensi pada sesi keynote lewat perbincangan dua nara-sumber Dr. Lono Simatupang (Universitas Gadjah Mada) dan Ugoran Prasad (The Graduate Center – City University of New York/Garasi Performance Institute) ten-tang perkembangan dan masa depan pertemuan kajian teater dan kajian pertun-jukan di Indonesia dilihat dari dua puluh tahun terakhir.

    PERTUNJUKAN ORKES MUSIK KERONCONG SINTEN REMEN feat ENDAH LARAS24 September 2020 | www.fkymulanira.comDitayangkan dari Gedung Layang-layang, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) pada 24 September 2020. Mengangkat judul Ora Obah Ora Mamah, pertun-jukan musik ini bisa disaksikan secara virtual melalui www.fkymulanira.com.

  • 8 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    SAYEMBARA KETOPRAK TOBONG KELANA BHAKTI BUDAYA21 - 26 September 2020 | Radio Retjo Buntung 99.4FMSayembara Ketoprak oleh Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya dengan judul Sumilaking Pedhut. Akan disiarkan DocuSeries seputar Ketoprak Tobong dengan cerita-cerita di balik pembuatan dan proses adaptif mereka dalam alih media da-ri pertunjukan ketoprak ke sandiwara radio. Akan disiarkan 3 kali sehari di Radio Retjo Buntung 99.4FM dari tanggal 21 sd 26 September 2020 dengan hadiah menarik untuk para pendengar. Juga bisa disimak melalui www.fkymulanira.com.

    RADIO FKY | LIVE ON AIR PERTUNJUKAN DI RADIO21 - 26 September 2020 | www.fkymulanira.com | IG @infofky |Radio Swaragama 101.7FM | Radio Jogja Family 100.9FM | Radio GCD 98.6FM | Radio Geronimo 106.1FM | Radio Retjo Buntung 99.4FM.FKY 2020 menghadirkan RADIO FKY pada 21 - 26 September 2020. Live On Air pertunjukan harian berbasis suara dan streaming dari Citraweb akan disiarkan secara daring melalui www.fkymulanira.com. Radio FKY juga disiarkan dari Radio Swaragama 101.7FM, Radio Jogja Family 100.9FM, Radio GCD 98.6FM, Radio Geronimo 106.1FM, dan Radio Retjo Buntung 99.4FM.

    Radio FKY selama 6 hari akan menghadirkan pertunjukan musik dan juga talk-show interaktif dengan nama-nama seperti: grup band FSTVLST, Bakudapan Food Study Grup, Iwan RS (pendongeng), Waribi (praktisi pawang hujan), Albert Deby (Pawang Nama), Agustin (Self Healing Yoga), Eka Zulfikar & Geast YK, DOM65, Lintang Enrico & XXL Chicken, Stand Up Comedy UNY, Forum Aktor Yogyakarta, Rudy Wiratama, Latief S. Nugraha, Rumah Dongeng Mentari, Jogja Koes Plus Community, AdakalaNya, Hasoe, Sindhen: Siswati Dancis, Wok the Rock dan Jaeko, Eri Setyawan, Pelajar SMA Jogja, dan Rumah Dongeng Mentari.

    FKY TV | LIVE TALK SHOW19.30 - 20.30 WIB | 21 - 26 September 2020 | Jogja TVFKY 2020 juga menghadirkan program-program interaktif berupa talkshow, pe-nayangan program highlight pelaksanaan FKY 2020 dan kesenian kontingen baik dari kabupaten/kota. Selain itu juga membahas tentang Potensi Usaha Perkebun-an Teh (Kab. Kulon Progo), Potensi Usaha Tanaman Hias (Kota Yogyakarta), Seni

  • 9www.fkymulanira.com

    Batik (Kab. Sleman) dan Ketahanan Pangan dengan Bahan Baku Lokal (Kab. Gu-nung Kidul). FKY TV akan hadir pada 21 - 26 September 2020, setiap pukul 19.30 - 20.30 WIB di Jogja TV.

    PENUTUPAN FESTIVAL KEBUDAYAAN YOGYAKARTA26 September 2020 | www.fkymulanira.comAcara Penutupan FKY 2020 dapat diikuti oleh masyarakat melalui online video-sharing platform/social media atau televisi. Dalam tayangan tersebut, disajikan vi-deo highlight pelaksanaan FKY dan kuratorial performance; Landung Simatupang, Deaf Art Community dan Didik Nini Thowok akan berkolaborasi mengolah medium gerak bahasa isyarat dalam bentuk “kuratorial performance” sebagai pembacaan atas karya-karya yang digelar dalam pameran seni rupa FKY 2020. Pertunjukan lainnya adalah performance dari Rio Febrian. Selain itu, Ketua Panitia FKY 2020 akan membacakan laporan pelaksanaan, dan ditutup dengan sambutan sekaligus prosesi penutupan.

    PASAR FESTIVAL KEBUDAYAAN YOGYAKARTA21 - 26 September 2020 | www.fkymulanira.comSebagai wujud dalam mengapresiasi pelaku ekonomi kreatif dan kuliner, FKY 2020 memfasilitasi dengan menghadirkan direktori pasar kuliner, pasar kreatif, dan oleh-oleh FKY yang bisa diakses di laman www.fkymulanira.com.

  • 10 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    “AKAR HENING DI TENGAH BISING”1

    21 - 26 September 2020 | Kompleks Museum Sonobudoyo |www.fkymulanira.com

    “Di kota ini sudah terlalu banyak perayaan, tapi minim produksi pengetahuan.”

    Ungkapan itu hadir di sela-sela perbincangan santai kami seputar pe-ristiwa budaya yang banyak berlangsung di kota ini, kebanyakan be-rupa festival. Sekitar lima tahun silam, hingga kini tidak pernah hilang.

    Tampaknya memang ada benarnya. Lantas, apa kita harus menyingkir dan bergerak ke tepian, pergi sejauh mungkin untuk sebisa mungkin ste-ril dari segala tetek-bengek penyelenggaraan acara publik yang terjadi di kota ini? Atau setidaknya tidak menambah yang baru? Adakah jalan te-ngah yang mendamaikan keduanya, berupa kerja produksi pengetahuan yang berjalan seiring dengan kerja produksi festival? Singkatnya, bisakah penyelenggaraan festival menjadi ruang dalam produksi pengetahuan?

    Sebelum mencari jawab atas pertanyaan itu, kita bisa melihat kembali latar belakang dari ujaran tersebut. Ujaran itu masuk akal, mengingat bahwa Jogja semakin hari, semakin ramai dengan acara kebudayaan. Hampir semua ragam festival bisa kita temukan, dari tema-tema urban hingga agraris, lahir dari beragam medium seni dan komunitas. Puncak kebisingan dari hadirnya acara-acara ini terutama di paruh kedua tiap tahunnya. Tepat di bulan-bulan seperti ini, Agustus, berbagai kelompok penyelenggara sedang sibuk- sibuknya.

    Kesibukan kota ini bertambah dengan kehadiran puncak wisata yang terjadi di waktu yang hampir bersamaan. Ramai, karena berbagai ruas jalan di kota penuh dengan kendaraan. Walaupun di sisi lain, rupanya

    1 Judul ini muncul ketika tim berbincang dengan Landung Simatupang.

  • 11www.fkymulanira.com

    kota ini memang sudah dirancang sedemikian rupa agar ramah dengan segala macam keterhubungan, dan bersiap untuk dibuka seluasnya da-lam pergaulan dunia. Menjadi kota kosmopolit dengan mengedepankan the meeting industry.

    Sudah sejak beberapa tahun belakangan, pembangunan kota ini semakin digenjot ke arah tersebut. Sehingga situasinya tidak hanya ramai, tetapi menjadi bising.

    Kebisingan justru bertambah ketika serbuan informasi digital masuk ke ruang-ruang yang sangat privat, saat ia bisa hadir melalui genggaman. Jika lupa sadar, kita bisa terhanyut dalam luapan informasi yang arus-nya sangat deras. Sejak pandemi, kebisingan ini semakin didesakkan le-bih dalam di tengah keseharian kita. Belum lagi ketika kita membahas soal perubahan gestur sosial sebagai respon atas pandemi. Tak hanya gestur sosial yang berubah, namun penilaian kita soal mana yang baik dan buruk kini bergeser. Singkatnya, etika sosial pun sedang dibongkar pasang. Teknologi hidup juga sedang didekonstruksi.

    Pertanyaannya kini berulang. Apakah kita harus menyingkir ke tepian, untuk menghindar dari kebisingan dan mendapat ketenangan? Apakah ki-ta harus menjadi pertapa dan menutup semua akses yang menghubung-kan kita dengan urbanitas yang bising? Barangkali ada sebagian dari kita yang memiliki kesempatan dan keistimewaan untuk mengambil jalan itu.

    Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki ruang itu? Atau per-tanyaannya justru dibalik, di tengah kebisingan itu, bagaimana kita men-ciptakan ruang hening tersebut?

    •••

    “Sebentar ke Alam Soenji – Senjap, Sekedar memperboelatBoedi genap,Doenia getar, Boetoeh sadar.” 2

    2 Ki Tjokro Soeharto., “Among dan Nafas”, Madjalah Poesara, Djilid X. No. 9/11, November 1940, hal. 199.

  • 12 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    Soal kegelisahan dalam menciptakan ruang hening tersebut, ternyata ju-ga sudah muncul sejak berpuluh tahun silam. Ki Tjokro Soeharto dalam artikel berjudul “Among dan Napas” juga mengelaborasi upaya tersebut dalam kaitannya dengan pendidikan yang dikembangan oleh Taman Sis-wa. Di situ ia menulis bahwa pekerjaan guru ialah among, yang didahului dengan pentingnya pengelolaan napas dalam prosesnya, baik untuk di-praktikkan oleh guru maupun siswanya. Penjelasannya ini diperkuat de-ngan keberadaan napas di posisi yang paling mendasar. Baginya, napas adalah bagian dari hawa yang menjadi syarat kehidupan, agar jantung manusia senantiasa berdetak dan mampu mengaktifkan pancainderanya. Tarikan napas adalah prasyarat dari munculnya kebudayaan. Sebagai “po-kok-pangkal, mendjadi benih akan hidoep makhluk didoenia fana ini.”

    “Segenap machloek poen soedah tentoe ta’ akan dapat hidoep langsoeng djika ditinggalkan oleh “iboe-hawa,…” 3

    Baginya, manusia terdiri atas empat bahan, yakni bumi, api, air, dan hawa. Di antara bahan-bahan tersebut, “HAWAlah jang paling atas letaknja. Jang hening wataknja.” 4

    “…jang masoek adalah HIDOEP, dan jang keloear adalah FIIL. BOEAH-HIDOEP atau BOEDAJA.” 5

    Dengan menggarisbawahi tarikan napas sebagai prasyarat dari kebuda-yaan, salah satu guru dari Taman Siswa ini menunjukkan bahwa pendi-dikan ialah perihal kebudayaan. Bahwa kebudayaan juga soal mengelola dari hal besar, seperti ‘rakjat’ dan ‘berdjoeang’ yang pada saat itu menja-di spirit zaman, hingga mengelola hal yang terlihat sepele, hampir tidak disadari dan mendasar, yakni perihal napas.

    Jika kita tarik dalam pembahasan soal kebisingan hari-hari ini, maka akar hening ialah napas. Napas yang dimaksud di sini ialah pokok perha-tian kita pada hal yang tidak pernah tampak, tidak ada perwujudan fi-

    3 Ibid. at 201.4 Ibid.5 Ibid. at 202.

  • 13www.fkymulanira.com

    siknya, tetapi ia selalu ada, hidup dan menciptakan kehidupan. Ia tenang, tetapi tidak berhenti bekerja. Sama halnya dengan kerja kebudayaan. Kerja-kerja kebudayaan ialah akarnya. Ialah yang menopang segala ma-cam kebudayaan yang ada hari-hari ini. Ialah yang menjadi syarat atas lahirnya berbagai ragam siasat manusia dalam mengatasi segala ma-cam tantangan dan keterbatasan yang harus dihadapi dalam hidup.

    •••

    Bagaimana kita menjelaskan kerja kebudayaan hari-hari ini? Atau, este-tika apa saja yang bisa kita munculkan di tengah kebisingan ini?

    Di tengah bising, kita mempunyai agenda bersama untuk menciptakan ru-ang hening dengan mengupayakan sebuah penyelenggaraan festival yang membumi. Masa ini adalah momen, karena bertepatan dengan perubah-an yang membawa tantangan tersendiri, dari festival kesenian menjadi festival kebudayaan di tahun yang kedua. Di samping itu, tahun 2020 ini juga hadir dengan tantangan pandemi. Di atas etika yang sedang dibong-kar pasang, bagaimana estetika hadir menawarkan teknologi hidup yang kita perlukan saat ini? Atau setidaknya ia hadir untuk menawarkan cara pandang dalam menyusun ulang teknologi hidup?

    Jika menengok dari pemahaman yang sudah disampaikan melalui among dan napas di atas, setidaknya kita diingatkan untuk selalu menyadari na-pas yang masuk ke dalam tubuh dan menggerakkan kita. Setidaknya kita perlu menyadari bahwa napas yang mendorong kerja-kerja kebudayaan kita bukanlah semata napas pragmatis teknis yang mengejar target-tar-get penyelesaian kerja administratif berdasar pesanan.

    Selebihnya, kita tentu merawat harapan, agar kerja kebudayaan yang sedang kita upayakan hari-hari ini bisa memancing dan memunculkan estetika yang mampu melahirkan daya dalam menyusun ulang tekno-logi hidup, yang sudah terlanjur diisi dengan berbagai agenda bising, yang kadang membuat kita lupa bernapas. (Teks ini disusun oleh Hendra Himawan, Irfanuddien Ghozali, Lisistrata Lusandiana, dan Prihatmoko Moki)

  • 14 Festival Kebudayaan Yogyakarta 2020

    •••

    Pameran Seni Rupa Akar Hening di Tengah Bising diselenggarakan di Kompleks Museum Sonobudoyo, pada 21 - 26 September 2020, pukul 10.00 - 18.00 WIB. Tiga puluh tiga seniman turut berpartisipasi dengan sebaran medium, mulai dari lukisan, patung, instalasi, fotografi, audio visual, hingga performance yang ditampilkan dengan format kunjungan langsung dan virtual melalui website www.fkymulanira.com. Galeri virtu-al dihadirkan dengan memanfaatkan teknologi kamera 360° untuk men-jaga sensasi datang ke pameran secara langsung.

  • 15www.fkymulanira.com

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202016

    ABDI SETIAWANLahir di Pariaman, Sumatera Barat, 29 Desember 1971. Abdi banyak berkarya da-lam medium patung. Telah aktif mengikuti pameran sejak menempuh pendidikan yang ditamatkannya tahun 2003 di Jurusan Seni Kriya, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. IFI-LIP menjadi lokasi di mana Abdi pertama kali menggelar pameran tunggalnya pada tahun 2004, dengan judul Gairah Malam. Karya patung dalam pameran tunggalnya ingin secara utuh menggambarkan serangkaian cerita, de-ngan patung-patung seukuran tubuh manusia dalam simulasi ruang tamu di ru-mah bordil. Presentasi karya yang demikian, selalu menjadi kekhasannya dalam sebuah pameran. Pameran bersamanya, antara lain: Pameran Karya Mahasis-

  • 17www.fkymulanira.com

    wa ISI-IKJ: Dialog Dua Kota I, Taman Ismail Marzuki (1996); Festival Kesenian Yogyakarta XV (2003); Jakarta Biennale #14: Maximum City (2011); Yogyakarta—5 Artists from Indonesia, Marc Straus Gallery, New York, Amerika Serikat (2012); Ekspansi: Pameran Besar Patung Kontemporer, Galeri Nasional Indonesia (2011); Bakaba #6 (2017); dan masih banyak lainnya. Hingga tahun 2019, Abdi tercatat telah puluhan kali mengadakan pameran bersama, dan lima kali pameran tung-gal. Dua di antara pameran tunggalnya digelar di Belgia, dengan tajuk New Sculp-ture, di Andre’ Simoens Gallery, Knokke –Zoute. Dan di Belanda dengan judul New Sculptures, di Metis Gallery, Amsterdam. Abdi juga salah satu finalis Phillip Morris Art Award tahun 2001.

    SecurityInstalasi Media Campur (Kayu, Baju Seragam Keamanan, Topi, Sepatu, Borgol, Pentungan, Pluit) | Life Size | 2014-2020Belakangan kita sering mendengar istilah ‘security culture’ di tengah berkembangnya dunia digital yang semakin mengancam ‘keamanan data’ pribadi kita. Semakin lama semakin bertambah alat dan teknologi yang memfasilitasi berbagai kebutuhan kita ter-hadap keamanan. Di tengah perkembangan itu, apakah kita semakin bertambah aman, atau justru sebaliknya?

    Jeng SriInstalasi Media Campur (Kayu Jati, Baju, Tank Top, Rok, Sepatu, Tas, Slayer, Topi, Perhiasan, dan lain-lain) | Life Size | 2015-2017Persoalan kekerasan gender tidak pernah absen dari masyarakat kita. Di sisi lain, terdapat figur-figur perempuan penting yang pernah menjadi pemimpin negara. Namun ternyata, itu tidak lantas menjadi jawaban dari persoalan. Kesetaraan masih menjadi acuan perjuangan. Meski di sisi lain, ketika kita mengingat figur ibu yang memegang peran besar atas hidup anak dan suaminya, di situ perempuan menempati hirarki tinggi. Akan tetapi, pertanyaan pun masih dilanjutkan, perjuangan pun akan senantiasa relevan.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202018

    ALIE GOPALLahir di Bandung tahun 1959 dan menetap di Yogyakarta sejak menjadi mahasis-wa. Alie Gopal mulai berkarya sejak tahun 1975. Dalam praktik berkeseniannya, ia merasa nyaman dengan cara berkarya yang bebas dan tidak berpatok. Ia pun kerap bereksperimen dengan berbagai media. Karakteristik karyanya, terutama di dalam kreasi lukisan-lukisannya, mengekspresikan keceriaan, humor, plesetan dalam ke-hidupan yang getir. Bentuk-bentuk yang ada dalam lukisannya kerap ditandai dengan ikon-ikon kelucuan yang jenaka, tampak terkadang tanpa bentuk apa pun, kecuali diekspresikan dalam pewarnaan-pewarnaan yang meriah. Beberapa pameran yang pernah diikutinya, antara lain: Pameran Bukan yang Kemarin#, MDTL Yogyakarta (2020); Pameran Ragam Rupa, Tribute to OHD, Pendhapa Art Space, Yogyakarta (2019); Pameran Kecil itu Indah #3, Miracle Prints Yogyakarta (2019); Pameran To Landscape and........, MDTL Yogyakarta (2018). Pameran tung-galnya adalah Main, Taman Budaya Yogyakarta (2018) dan Karnaval, Miracle Prints Yogyakarta (2018).

    Karnaval SunyiInstalasi Media Campur | Dimensi Variatif | 2020Karnaval identik digunakan untuk menandai sebuah peristiwa/kejadian dalam perayaan bersama dan biasanya diwujudkan dalam sebuah pawai/kirab, juga beserta kendaraannya. Karnaval menjadi alih ru-pa fungsi gambaran banyak hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia, mulai dari kehidupan sederhana hingga paling rumit yang berkaitan dengan siklus kehidupan. Karnaval menjadi salah satu media yang efektif untuk menyampaikan banyak hal dalam satu perayaan, gagasan, pemikiran, kritik, politik atau sekadar kemeriahan semata. Pada masa pandemi ini, Karnaval tetap berlangsung, walaupun Sunyi. (Teks oleh Alie Gopal)

  • 19www.fkymulanira.com

    AMPUN SUTRISNOLahir di Bantul, 1 Juni 1971. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta tahun 1990, ia aktif mengikuti pameran seni di Indonesia. Pada praktik berkeseniannya, ia sangat tertarik dengan proses “bermain-main” de-ngan unsur formal dan medium. Namun baginya, istilah bermain-main juga dapat ditempatkan dalam wilayah ekstrinsik kekaryaan. Jadi, bermain di kedua unsur tersebut menjadi penting. Selama dua tahun terakhir, ia aktif mengikuti beberapa pameran, antara lain: Sawang Sinawang: Pemandangan, MDTL (2017); Pameran Cover CD “Mahandi: Dewa Budjana”, Sangkring Art Project, Yogyakarta; Pameran 4sehat 5sempurna, Bale Banjar, Sangkring, Yogyakarta (2018); Pameran Incumbent YAA #4, Bale Banjar, Sangkring, Yogyakarta (2019); Pameran Yogya Annual Art #5 “Hybridity” Bale Banjar, Sangkring, Yogyakarta (2020).

    It’s Not SpaceDrawing di Atas Kertas Kuitansi | 8 x 21 cm | 2017Komodifikasi karya seni tidak pernah berhenti memunculkan kegelisahan, hingga hari ini. Sejarah telah mencatat kehadiran mooi indie sebagai perwujudan romantisasi atas realitas, yang berlanjut hingga hari ini. Romantisasi menjadi komodifikasi. Kegelisahan adalah abadi.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202020

    ANDREAS SIAGIAN - DALE GORFINKEL (AU)Seniman ini bekerja di wilayah praktik elektronik D.I.Y dan seni interdisiplin. Prak-tik personalnya menaruh ketertarikannya dan membuat instrumen seperti “The Instrument Builders Project”, Yogyakarta, 2013, dan 2015 di National Gallery of Victoria, Melbourne. Ia juga berkolaborasi dengan Wukir Suryadi untuk membuat “Senjatajahanam”, yang ditampilkan di pembukaan Jogja Biennale 2015. 2016, ia menjadi seorang seniman visual untuk konser tunggal “Senyawa’s” di Jakarta, Indonesia, dan di 2018, ia menjadi asisten direktur Biocamp Tokyo; direktur ar-tistik Indonesia Netaudio Festival; co-host Hacklab Nusasonic; dan facilitator of Arisan Tenggara. Pada 2019, ia juga menjadi co-hosted Musicmaker Hacklab – CTM Festival, Berlin; kurator pada pertunjukan audio visual kontemporer di Fes-tival Kebudayaan Yogyakarta.

    Nadalaut – As Above So BelowMultimedia | 180 x 80 x 60 cm | 2020Setiap benda akan beresonansi dengan frekuensi/bunyi spesifik berdasarkan bentuk dan ukurannya. Seperti seluruh benda dalam alam ini, setiap individu juga memilki koklea (ruang selaput kuping berbentuk mirip cangkang siput atau kerang) yang berbeda. Apakah hal ini yang menyebabkan timbulnya kecenderungan seseorang atau spesies bereaksi terhadap bunyi dan komposisi bunyi? Atau mungkin memengaruhi seseorang pada musik tertentu? Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan itu, beberapa kerang terpilih berdasarkan resonansinya terhadap bunyi yang kita kenal seperti nada yang dihasilkan oleh instrumen musik, baik tradisional maupun populer. Kerang ini akan beresonansi seperti berbunyi dengan lembut dan melantunkan harmoni dibelai angin. Karya ini dihasilkan dan didukung oleh The Instrument Builders Project serta Contemporary Art Tasmania. (Teks oleh Andreas Siagian)

  • 21www.fkymulanira.com

    Pada 2009, ia menjadi salah satu inisiator Breakcore_LABs, sebuah seri pertunjuk-an eksperimental untuk bunyi, musik, dan audio visual. Ia juga ikut mendirikan Lifepatch, sebuah inisiatif warga di bidang seni, sains, dan teknologi, di mana ia bersama anggota lainnya aktif menyelenggarakan lokakarya, karya seni, dan berpartisipasi dalam acara kesenian, baik nasional maupun internasional. Bersa-ma Lifepatch, ia berpartisipasi dalam OK Video 2013 dan 2015; Jogja Biennale 2015; Jakarta Biennale 2013 dan 2015; Europalia 2017; ArtJog 2015 & 2019; dan Pameran tunggal Lifepatch di MuHKA Antwerp.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202022

    BIOSCIL (BIOSKOP KECIL)Berdiri pada Desember 2012 oleh Hindra Setya Rini dan Rifqi Mansur Maya, beserta beberapa teman dekat yang pada waktu itu terlibat sebagai relawan. Bioscil merupakan inisiatif yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan mela-lui seni, khususnya film. Fokusnya memberikan akses pada penonton anak-anak untuk menonton film pendek anak yang sesuai usianya melalui pemutaran keli-ling di sekolah dan komunitas belajar masyarakat. Bioscil telah menjangkau lebih dari 31 titik lokasi baik di pelosok, pinggiran, maupun kota Yogyakarta. Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam gotong royong persiapan maupun penyediaan peralatan pemutaran bersama sekolah, komunitas pendidikan informal/kelompok belajar masyarakat, karang taruna /anak muda, dan lembaga swadaya masyara-kat, individu/organisasi seni serta kontributor film pendek anak yang konsen pa-da anak-anak. (Teks oleh Hindra Setya Rini)

  • 23www.fkymulanira.com

    Pemutaran Film Anak Kolaborator Bioscil

    Penyelamat Dunia (2018)Sutradara : Yolanita VarensiaProduser : M. Erlangga FauzanRumah Produksi : Tigakomalima FilmsDurasi Film : 00.22.00Bahasa : Indonesia

    Jadwal PemutaranTanggal 21 September, pukul 17.00 WIB Tanggal 22 September, pukul 11.00 WIB Tanggal 23 September, pukul 17.00 WIB Tanggal 24 September, pukul 11.00 WIB Tanggal 25 September, pukul 17.00 WIB Tanggal 26 September, pukul 11.00 WIB

    Dunia Laut (2019)Sutradara : Kawakibi MuttaqienProduser : Fanni MardhotillahRumah Produksi : Wibawa PicturesDurasi Film : 00.10.59Bahasa : Indonesia

    Jadwal PemutaranTanggal 21 September, pukul 11.00 WIB Tanggal 22 September, pukul 17.00 WIB Tanggal 23 September, pukul 11.00 WIB Tanggal 24 September, pukul 17.00 WIB Tanggal 25 September, pukul 11.00 WIB

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202024

    CHANDRA ROSELLINILahir di Jakarta, 15 Maret 1995. Lulusan Pascasarjana ISI Yogyakarta. Memaknai karya-karyanya seperti sebuah jurnal kehidupan personal karena merasa bisa membentuk identitas dan jalan hidupnya melalui catatan-catatan tersebut sebagai manifestasi atas segala apa yang dirasakan. Hampir semua karyanya selalu beririsan dengan wacana tentang identitas intersex, keberadaan orang intersex, berikut eksistensi mereka, bukanlah hal yang baru dalam masyarakat. Beberapa pameran yang telah diikutinya adalah YAA #5; Sangkring Art Project, Yogyakarta (2020); A Virtual Exhibition XXY Journey, Final Assignment Master of Art Graduate of ISI Yogyakarta; Pameran Proyek Impssblprjct Mustahil, Cemeti-Institute for Art and Society, Yogyakarta; Pameran Macam-Macam, Redbase, Yogyakarta (2019); dan Pameran Imajinesia, Graha Padma Art Projek, Semarang (2018).

    My Self Control; Control My Self, Over ControlArang, Pensil, dan Cat Air di Atas Kanvas | 130 x 100 cm | 2019

    Self-TalkArang, Pensil, dan Cat Air di Atas Kanvas | 80 x 100 cm | 2019

    MemoarInstalasi Media Campur di Atas Kanvas | 80 x 60 cm | 2019

    Tidak ada ruang untuk mengon-trol hak tubuh saya. Dalam hal ini orang tua, keluarga mengendalikan tingkah laku de-ngan cara menahan, menekan, mengatur ataupun mengarahkan dorongan dengan berbagai per-timbangan agar tidak salah dan terlihat normal. Alih-alih mem-bantu, justru membuat saya ke-sulitan dalam mengontrol diri, lalu merasa semakin banyak tekanan dari keluarga maupun lingkungan sosial. (Teks oleh Chandra Rosellini)

  • 25www.fkymulanira.com

    CHRISNA FERNANDSeorang seniman multidisiplin asal Malang yang tinggal dan banyak berkarya di Yogyakarta. Ia menempuh pendidikan di Jurusan Desain Komunikasi Visual pada tahun 2012. Selama berkarya, ia menggunakan berbagai media seperti lukisan, komik, dan performance. Ia kerap membicarakan keseharian melalui perspektif sains-fiksi dengan figur yang imajinatif. Meski demikian, ia tetap tidak mening-galkan ketertarikannya pada medium tinta. Medium ini sangat menarik untuk dije-lajahi karena sensasinya yang menuntut ketelitian tinggi. Tidak ada pengulangan jika sudah terjadi kesalahan. Ia juga merupakan anggota BARASUB, ruang publi-kasi nirlaba yang memfokuskan diri untuk menyiarkan gambar dan cerita ber-gambar dengan upaya melakukan pendekatan format serta materi yang lain ter-hadap dunia gambar dan sekuensial Indonesia. Buku-buku atau peristiwa yang hadir didasarkan atas keanekaragaman masalah yang muncul serta semangat mengomentari segala sesuatu yang mapan. Ruang publikasi ini dilatarbelakangi atas bertemunya para peninta di Yogyakarta seperti Chrisna Fernand, Haidar Wening, Enka NKOMR, Reza Kutjh, Ricky Prayudi, Rachmad Afandi, Rangga PP, RAM, dan Trianto Kintoko, pada Oktober 2015.

    The Golden Chariots Crept Through the AirCat Minyak di Atas Kanvas | 160 x 120 cm | 2020

    Sailed to the DeathInstalasi Media Campur | 210 x 210 x 90 cm | 2020

    Menggarisbawahi perihal kematian, gagasan dasar dari dua seri karya ini datang di tengah situasi pan-demi. Yang pertama adalah kematian sebagai titik refleksi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang paling unggul atau paling benar, ketika membicarakan keyakinan. Kereta kencana kita akan berlayar menuju pencipta yang sama. Apa guna mengambil keuntungan di atas kepentingan manusia lain atau bahkan alam semesta? Yang kedua, perihal kematian, sesederhana terima kasih. Karya kedua dibuat untuk menghormati para pekerja medis yang telah gugur dalam berjuang menghentikan gelombang virus Covid-19 ini.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202026

    FA INDUN HASMANTOLahir di Wonogiri, 17 Agustus 1984. FA “Indun” Hasmanto mengenyam pendidikan di Jurusan Seni Grafis Murni, Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta. Aktivitas berkar-yanya dilakukan baik secara individu maupun tergabung dalam sebuah kolektif, di antaranya adalah Cuci Image (Illustration & Design, 2007 – sekarang), GABA-GABA Leather & Friends (Product, Craft & Gift, 2012 – sekarang), dan ACE HOUSE Collective (2010 – sekarang). Pada tahun 2008, Indun menghelat pameran tunggalnya yang bertajuk Top On the Top di Via Via Yogyakarta. Indun juga tercatat telah melakukan residensi di Footscray Community Art Centre, Victoria dan membuat karya project “Exploratory Response”, Gabriel Gallery, Footscray Community Art Centre, Victoria (2015). Adapun rekam jejak pameran bersama di antaranya: Exquiste Corpstalation Fcac, Hearts Jogja 2nd Editions With Ace House Collective, Footscray Community Art Centre, Victoria (2015); Exquiste Corpstalation Fcac, Hearts Jogja, Ace House Gallery,Yogyakarta (2014); Growing Manual Exhibtion, Seoul Museum of Arts, Seoul, South Korea (2014); Realis Tekno, Museum Jakarta Biennale 15th, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (2013); Kopi Keliling #7, Kedai Kebun Forum, Yogyakarta (2013); One Night Stand, Cemeti Art House, Yogyakarta (2013); dan Tak Ada Rotan Akar Punjabi, Parallel Events Program, Biennale Jogja X1 “Equator” Cafe BALE, Yogyakarta (2011). (Teks oleh FA Indun Hasmanto)

    Tapa MilihDrawing di Atas Kertas | Dimensi Variatif | 2020Pada masa pandemi ini, hampir semua orang mengurung diri, bertapa/semedi/meditasi. Berpikir mundur dan ke depan bersamaan, sembari mengatur napas yang konon adalah hal paling mendasar dalam ke-hidupan. Bertapa di masa sekarang mungkin akan berbeda dengan masa lampau, yang diadu dengan kegampangan dan kebisingan hari ini.

  • 27www.fkymulanira.com

    FICKY TRI SANJAYA & AIK VELA PRASTICAFicky & Aik adalah seniman pertunjukan dan penulis yang tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Selain berkesenian, mereka juga mendirikan Kelompok Hidup, A mime Theatre Collective pada 2015. Selain aktif berkesenian, Ficky secara personal juga terlibat dan bekerja di Sanggar Anak Wayang (NGO for underprivileged children’s education in Yogyakarta) pada 2008-2017. Ia juga terpilih sebagai seniman yang berpartisipasi dalam International Mundial Festival in Netherlands (2002). Pun Aik, secara personal aktif terlibat dan bekerja sebagai fasilitator Seniman Mengajar Penempatan Larantuka, NTT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019). Fasilitasi Festival Gelar Seni Cantrik Mentrik Padepokan Seni Bagong Kussudiarja (2018). Karya personal Aik antara lain: Buku kumpulan cerpen Aku Ingin Meniup Balon terbitan Garudawaca (2018); Esai berjudul “Jagongan Wagen; Rutinitas Mencipta” dalam buku kumpulan esai peristiwa budaya Semesta Perayaan: Jogja Kemrungsung, terbitan IVAA (2018).

    Wanita BersanggulVideo | 00.16.28 menit | 2020Di antara aktivitas masyarakat untuk beribadah tepat waktu kian padat, kegelisahan Alung menikmati matahari pukul 17.00 kian memuncak. Setelah bertemu dengan seorang wanita bersanggul kala itu, ia menjadi satu-satunya orang yang memiliki memori. Ingatannya mengental akan waktu yang melambat sekaligus berlalu dalam sekejap, saat ia mencoba mendekati sang wanita. Hingga Alung melakukan berbagai cara agar segera menemukan akhir kegelisahan: kunci membuka siapa dirinya (Karya ini meru-pakan alih wahana dari cerita pendek yang ditulis oleh Aik Vela Prastica dan Ficky Tri Sanjaya).

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202028

    FITRI DKSeniman anggota Survive! Garage, sebuah kolektif yang menyediakan tempat pa-meran dan workshop seni alternatif yang didirikan pada 2009 di Yogyakarta. Fitri cukup menaruh perhatian terhadap isu-isu perempuan melalui karya-karyanya. Pada 5 Agustus 2018, ia bersama lima belas seniman Survive! Garage lainnya, mengadakan pameran di Bentara Budaya Yogyakarta. Sebuah pameran dalam program Survive! Attack (2018), yang dimaksudkan untuk menampilkan capaian anggotanya dalam berjejaring di mancanegara. Melalui pameran itu, Fitri me-nyuguhkan kepada publik dua lembar kain belacu yang berisi karya seri cukil ka-yu “Women March #1” dan “Women March #2”. Dua karya ini mengilustrasikan perjuangan kaum perempuan untuk kesetaraan dan upaya melepas diri dari pe-nindasan di segala lini kehidupan. Selain di Survive! Garage, seniman yang kerap menggunakan teknik grafis seperti cukil dan etsa ini juga menjadi anggota dari lembaga kebudayaan Taring Padi, kelompok seniman Bunga-Bunga Besi, sekaligus menjadi vokalis pada band Dendang Kampungan.

    Derita Sudah Naik SeleherCukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2018

    Women March #1Cukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2018

    Women March #2Cukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2018

    Lagu Aksi #1Cukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2018

    Lagu Aksi #2Cukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2018

    Ruang Hidup yang DirampasCukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2019

    Kendeng LestariCukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2019

    Kami Muzi Dia Wawo Tana (Kami Hidup di Atas Tanah)Cukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2019

    SaksiCukil Kayu di Atas Kain Belacu | 80 x 60 cm | 2020

    Fitri merupakan satu dari sekian seniman perempuan yang banyak berbicara tentang persoalan gender melalui karya-karyanya. Aktivitasnya bersama Dendang Kampungan dan kelompokkelompok akar rum-put merupakan ruang inspirasinya. Karya-karyanya yang dihadirkan di pameran ini lahir dari interaksi-nya yang berlangsung di ruang gerakan sosial. Dengan gaya bahasa yang lugas, berbagai persoalan sosial langsung disasar dan dihadirkan.

  • 29www.fkymulanira.com

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202030

    Who Consumes WhoInstalasi Media Campur (Tanaman, Vas Terakota, Tanah, Ritsleting, Meja) | 150 x 200 x 100 cm | 2020Kita sering berpikir mengonsumsi tumbuhan. Tapi, tanaman sebenarnya membudidayakan kita sebagai manusia, dengan memberi oksigen setiap hari, sampai akhirnya kita membusuk, lalu mereka mengon-sumsi kita.

  • 31www.fkymulanira.com

    GALIH JOHARLahir di Bantul 1990. Ia menamatkan studinya di Jurusan Seni Keramik, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Secara praktik, ia memiliki keterta-rikan terhadap kandungan keramik, yang merupakan medium pilihannya dalam berkarya. Dari situlah, ia memulai proses eksplorasi dan menduga bahwa ada kesamaan kandungan medium keramik dengan medium yang lain, karena pada dasarnya, medium tersebut merupakan hasil dekompos dari makhluk hidup. Du-gaan ini yang memantiknya untuk terus bermain-main secara bebas hingga hari ini. Beberapa pameran yang pernah diikutinya antara lain: Abandon Teasures, House of Bay, Yogyakarta (2016); Salon de Gwanghwamun, Seoul, Korea Selatan (2016); Sesarengan Nimba Asil, Galeri Katamsi, Yogyakarta (2016); Citra Kola-se dalam Dinnerware, Gedung Kriya, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta (2017); Ruang Politik Pertama Bernama Rumah, berkolaborasi dengan Duto Yuwono-Barasub, Cemeti Institute, Yogyakarta; Air Mata Api Bentara Budaya Yogyakarta (2018).

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202032

    HANDIWIRMAN SAPUTRALahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 24 Januari 1975. Selama tahun 1993 – 1996, mendapat pendidikan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Pada ta-hun 1996 di Yogyakarta, membentuk Kelompok Seni Rupa Jendela bersama li-ma seniman lainya, yaitu Jumaldi Alfi, M. Irfan, Rudi Mantofani, Yunizar, dan Yusra Martunus. Handiwirman menghasilkan karya berupa lukisan dan benda tiga dimensi. Pameran bersama yang pertama kali mengikutsertakan karya Handiwiman adalah Installation Object, celebrating the day of The Human Rights, oleh ISI Yogyakarta. Pertama kali melakukan pameran tunggal pada tahun 1999, dengan judul Benda di Benda Art Space, Yogyakarta. Pada tahun 2002, karya Handiwirman pertama kali mengikuti pameran di luar negeri, yaitu Under Con-struction, New Dimension of Asian Art, di Tokyo, Jepang. Di tahun 1998, ia men-dapat dua penghargaan, yaitu pada ASEAN Art Award di Hanoi, Vietnam, dan Philip Morris Indonesian Art Award di Galeri Nasiontal, Jakarta.

  • 33www.fkymulanira.com

    Tak Berakar Tak Berpucuk, Benda #9Instalasi | Dimensi Variatif | 2011Bisa kita sepakati bahwa setiap karya seni hadir memberikan pengalaman. Sepanjang jalan kesenian, seniman menakar dirinya sendiri dengan membangun keterhubungan dan keterlepasan dengan penga-laman apa pun di luar dirinya. Tarik ulur antara mental personal dengan kondisi sosial inilah yang membentuk ‘cara melihat’, ‘cara memandang’ dan ‘cara bersikap’ atas praktik kebudayaan. Kebudayaan sendiri tidak pernah meninggalkan tiga elemen esensialnya, yaitu benda-benda (alamiah ataupun buat-an), perilaku/kegiatan yang sepenuhnya bersifat fisikal, maupun gagasan/spirit/makna. Dalam paradigma budaya materialistik, benda-benda dianggap sebagai penentu dari terbentuknya elemen-elemen lain. “Tak Berakar Tak Berpucuk”, adalah sebuah konsep dan metode kebentukan yang diambil dari proses tum-buh kembang sebatang pohon dalam sebuah ekosistem yang memengaruhi karakter dan bentuk pohon tersebut. Metode ini tidak bekerja melalui sebuah proses perancangan yang utuh, tetapi lebih terbuka terhadap kemungkinan yang mungkin terjadi. Hal ini yang kemudian diterapkan dalam mengelola mate-rial benda sekitar melalui hubungan persesuaian antara material benda dengan individu pengkreasi dalam sebuah alur yang ditetapkan.

    Handiwirman percaya bahwa seni rupa adalah soal material dan medium, dan selalu menegaskan bahwa ia tidak sedang merangkai bentuk-bentuk menjadi sebuah pesan. Menggunakan pendekatan idiosinkratik, ia intens menghayati material dan benda produk kebudayaan. Ia hadirkan bahan dan bentuk murni se-bagai karya, yang secara bersamaan ia menafikan pesan. Terangnya, medium hadir sebagai pesan itu sendiri. Melalui pengalaman akan bahan, bentuk, dan medium sebagai karya, kita dipantik untuk mem-punyai pengalaman yang sama atau minimal mirip, sehingga kita bisa berdialog untuk menghayati (dan mungkin mengkritisi) praktik kebudayaan kita hari ini.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202034

    KOKOK P SANCOKOLahir di Nganjuk 1974. Sempat menempuh pendidikan di Jurusan Desain Interior, ISI Yogyakarta, sebelum akhirnya memutuskan berkarier sebagai seniman visual. Praktiknya kerap memiliki kedalaman secara persoalan. Ia selalu berupaya menim-bang dan mencoba memahami berbagai jejak dalam tradisi seni lukis, kemudian menghubungkannya dengan pengalamannya yang lebih dekat; keadaan kehidupan yang mengitarinya. Beberapa pameran tunggalnya, antara lain: Mengingat Hi-dup, Mengenang Sunyi, Emmitan CA Gallery, Surabaya (2014); Kokok P Sancoko, Sin Sin Fine Art, Hong Kong, China (2011); Closure, Sin Sin Fine Art, Hong Kong, China, (2009); On Progress, Nadi Gallery, Jakarta (2008); (In)-Complete Series, Biasa Artspace, Bali (2007). Beberapa pameran bersama yang pernah ia ikuti, antara lain: 100 Tahun Widayat, Museum dan Tanah Liat, Yogyakarta (2019); To landscape and..., Museum dan Tanah Liat, Yogyakarta (2018); dan Carte Blanche: Anxiety, Mizuma Gallery, Singapura (2017).

    Waktu Itu...Cat Minyak, Akrilik, Tinta, Kopi, Arang di Atas Kanvas | 200 x 300 cm | 2010-2012

    “Ojo”Cat Minyak, Akrilik, Pensil di Atas Kanvas | 200 x 200 cm | 2010-2012

    Kokok P. Sancoko secara intens menimbang dan mencoba memahami berbagai jejak dalam tradisi se-ni lukis, kemudian menghubungkannya dengan pengalamannya yang lebih dekat, yaitu: penampakan imej visual yang beredar mengitari keseharian hidup yang dijalaninya. Narasi kekaryaan merupakan ulang-alik dialog antara mental psikologis personalnya dengan segenap kondisi luar yang disentuhnya secara intens. Citra karya yang menampilkan tumpukan imej dari beberapa peristiwa yang digambarkan dalam satu bingkai kanvas secara sekaligus, dan keseluruhannya tampak berhubungan secara visual namun sekaligus terpisah secara tekstual. Sebuah interplay dari gambaran yang dihasilkan oleh pro-yeksi berbagai pengalaman yang emotif. Dalam proses yang terus bergerak, ia terus menggali sambil meneruskan apa yang telah dicapainya, ia melukis subject matter yang ia kerjakan (berupa objek-objek alam: kelopak bunga dan buah-buahan). Karya P Sancoko, tak serta-merta memiliki makna yang pasti, sebagaimana orang sering menduganya. Sebuah gambar, pada praktiknya, memiliki makna atau artinya karena terhubung pada pengalaman kita tentang gambar yang lain, dan hal ini menunjukkan semacam rantai rujukan bentuk dan pemahaman yang tak berujung.

  • 35www.fkymulanira.com

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202036

  • 37www.fkymulanira.com

    LINTANG RADITTYA Pembuat instrumen otodidak dan artis/artis suara ini tinggal di Yogyakarta. Mi-natnya saat ini pada elektronik analog DIY, hubungan antara suara dan ruang, keacakan, futurisme Jawa, dan titik temu musik elektroakustik, kebisingan, dan eksperimental. Ia telah mengajar lokakarya, membuat pameran, tampil langsung, memberikan ceramah, dan menciptakan instrumen dan instalasi unik sejak 2007 di seluruh Asia, Eropa, dan Australia.

    Pada 2011, ia mendirikan Kenali Rangkai Pakai, sebuah proyek yang berfokus pa-da penelitian dan pengembangan budaya penyintesis DIY di Indonesia, dan pada 2013 ia memprakarsai Synthesia-ID, sebuah proyek yang berupaya untuk men-dokumentasikan dan mencatat budaya penyintesis negara (termasuk membangun dan pengembangan). Pada 2014, ia bergabung dengan proyek bio-art Sewon Food Labs dan berpartisipasi dalam bantuan proyek Instrument Builders oleh National Gallery of Victoria, Australia, pada tahun 2014.

    PULSE MEMORIALInstalasi Media Campur (Batu, Besi, Elektronik, Solenoid) | Dimensi Variatif | 2020Apakah tempat kita berpijak merekam segala peristiwa di atasnya? Apakah peristiwa dan ruang ber-getar selaras? Adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika bertemu kompleksitas “Langkah Tak Berhenti” Landung Simatupang. Memunculkan dugaan dari anasir-anasir ini lebih menggugah, daripada sekadar untuk menginterpretasikannya. Investigasi spekulatif dalam karya ini mencoba membicarakan 2 pertanyaan di atas. Lalu “Akar Hening” adalah tawaran cara, untuk kita mampu memulai investigasi ini: mendengar rekaman peristiwa di atasnya serta melaras getaran kita dan semesta. (Teks oleh Lintang Radittya)

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202038

    MARTEN BAYU AJILahir di Jepara, Maret 1992. Memulai studi seni rupa di Universitas Negeri Yogya-karta pada 2010, dan pada 2018 menempuh Program Pascasarjana di FSRD ITB. Dalam praktiknya, ia banyak terinspirasi oleh alam, entah secara bentuk fisikal atau gagasan. Marten sering bekerja menggunakan berbagai macam media, merespon suatu lanskap alam atau sebuah framing ruang tertentu. Sering kali karya out-door-nya bersifat ephemeral, suatu kondisi di mana Marten mempertanyakan kembali bagaimana posisi manusia terhadap lingkungan alamnya, apakah baik ataukah buruk. Kini, Marten sedang tertarik untuk mempelajari alam dalam an-troposentrisme. Menurutnya, menilik kembali kepada hal yang paling mendasar tentang bagaimana cara pandang kita manusia kepada alam adalah sangat pen-ting.

    The Way We Walk Over the MountainInstalasi Media Campur (Ranting) | 1000 x 350 cm | 2020Momentum kebencanaan kali ini memiliki dampak positif yang besar. Berhentinya keramaian poduktivitas kota, berpindah pada produktivitas oksigen oleh hutan-hutan di seluruh penjuru bumi. Sudut pandang manusia pada alam dikoreksi kembali, kesadaran kebencanaan masyarakat pun meningkat. Segala macam bentuk bencana memang represif ketika terjadi, dan itu baik. Namun, apa yang terjadi pasca bencana kelak? Apakah segala dampak positif ini hanya menjadi tren sesaat atau mampu melebur menjadi budaya baru? Apakah pernah terpikirkan, kenapa orang mendaki gunung dengan berjalan pelan, membungkuk, dan terkadang menunduk? Ini mengingatkan posisi berjalan seorang anak ketika melewati orang yang lebih tua dalam tradisi Jawa. “The Way We Walk Over the Mountain” ingin semua audiens berjalan tunduk di bawah ranting-ranting pohon walau hanya sebentar. Namun demikian, tetap ada celah-celah antarranting, sehingga audiens bisa tetap berjalan tegak melewatinya walau harus berjalan memutar. Itu pilihan kita. (Teks oleh Marten Bayu Aji)

  • 39www.fkymulanira.com

    NANIK INDARTILahir di Bantul, 11 Maret 1985. Lulusan Seni Teater, ISI Yogyakarta. Perempu-an bertubuh mini ini adalah pendiri komunitas Unique Project, yang merupa-kan komunitas unik ruang perkumpulan orang-orang bertubuh mini penyandang achondroplasia yang memiliki beragam profesi dari berbagai kota di Indonesia. Ia adalah pekerja seni, yang pernah belajar di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (2010-2016). Tahun 2017, ia memilih bekerja secara independen sebagai pekerja seni dan memfokuskan diri untuk melakukan pemberdayaan terhadap tubuh mini melalui seni.

    Share With YouTV LED dan Teks Arsip Percakapan | 2020Gagasan dari karya ini datang dari percakapan yang terjadi bersama dengan ibu-ibu yang memiiki anak penyandang disabilitas—achondroplasia—dari berbagai kota di Indonesia yang disampaikan melalui Whatsapp Group. Harapannya, karya ini mampu memunculkan pengetahuan bagi masyarakat luas untuk mengenal berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh para orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak-anaknya. Semoga, melalui karya ini, kita semua tergerak untuk mewujudkan ruang hidup yang nyaman bagi siapa saja, termasuk pagi para penyandang disabilitas di Indonesia. (Teks oleh Nanik Indarti)

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202040

    POPOK TRI WAHYUDILahir Mojokerto, 10 April 1973. Saat ini tinggal dan aktif berkarya di Yogyakarta. Ia belajar di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, di Jurusan Seni Lukis (1992 - 2001). Ia juga salah satu pendiri dan anggota kelompok seniman asal Yogyakarta, Apotik Komik (1997-2006) yang pernah aktif mengerjakan proyek-proyek di ruang publik, termasuk mural urban, sebagai suatu aksi penyadaran. Dalam karyanya, ia sering menjelajahi teknik kartun dan drawing dengan medium yang beragam. Sebagian besar karya Popok bukanlah narasi yang selesai dalam satu karya visual, melainkan narasi yang terus-menerus bersambung dengan karya selanjutnya. Be-berapa pameran kelompok yang pernah diikutinya adalah Awas! Recent Art from Indonesia, sebuah pameran keliling di Eropa, Australia dan Indonesia. Ia juga ikut pameran Diobok-obok, Continuities and Contingencies, South East Asian Art Today di Singapura, London, Zurich, Berlin, dan Paris. Ia pernah tinggal di Belanda (2001) dan Amerika Serikat (2002), mengikuti program UNESCO. Beberapa pameran tung-galnya: Shut Up!, Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta (1999); Evil, Cen-tre Culturel Française, Yogyakarta (2000); Evil Land, Cemeti Art House, Yogyakarta (2000); Lost Message, Cemeti Art House, Yogyakarta, Indonesia (2008); There are no New Messages to Day, Esplanade, Singapore (2009); Bergerak, The Annexe gallery, Officiated by WVFA, Kuala Lumpur, Malaysia (2010).

    Predicting the PastIntaglio | 30 x 21 cm | 2017Berangkat dari spekulasi atas situasi Majapahit yang disebutkan dalam Kakawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca, karya ini menekankan pada upaya imajinatif atau menebak bebas yang kita tempatkan dalam penelusuran masa lalu dan memproyeksikan masa depan.

    Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu-Budha yang terbesar dalam sejarah Indonesia, berdiri dari sekitar tahun 1293 sampai 1500 M dengan pusat pemerintahannya di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Disebutkan, daerah kekuasaanya membentang di Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kaliman-tan hingga Indonesia Timur. Meski masih menjadi perdebatan apakah itu daerah taklukan atau bukan, bagi saya, wilayah tersebut menarik untuk dibayangkan bagaimana suasana kehidupannya, dari nama-nama daerahnya yang terdengar unik, luas wilayah, serta panjangnya peralihan kekuasaan yang muncul dan tenggelam.

    Berangkat dari informasi yang terkumpul melalui ciri khas daerah, cerita rakyat, mitos, sejarah ataupun foto-foto lama sebagai bahan pendukung, proyek ini mereka dan menata situasi kehidupan daerah-dae-rah tersebut pada masa itu.

  • 41www.fkymulanira.com

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202042

    PUPUK DARU PURNOMOLahir di Yogyakarta, 16 Juni 1964. Lulus dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, In-stitut Seni Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1994. Ia adalah seniman Indonesia yang mempunyai cara berbeda dalam mengekspresikan karya dibandingkan de-ngan seniman seangkatannya, yang kebanyakan bergulat dengan lukisan kontem-porer. Melalui karyanya, ia menggambarkan dan menonjolkan benda-benda yang tertangkap dari kehidupan sehari-hari, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Ba-nyak karya lukisnya berasal dari kehidupan modern seperti penjual jamu atau pe-ngemudi becak dan lainnya. Pupuk banyak mengeksplorasi benda-benda dalam kesederhanaan. Dia tidak bermain dengan tema, tetapi pada kekuatan goresan garis kuas yang begitu mengesankan dan kuat. Banyak pecinta seni mengatakan

  • 43www.fkymulanira.com

    ArgumenInstalasi Media Campur | Dimensi Variatif | 2015Dalam kondisi yang canggung segenap pandang akan terasa janggal. Pada suasana ambigu kita musti beradu dan berpadu. Keputusan, dan tindakan janggal akan muncul, apapun bukan sebuah jalan keluar yang normal. Jalan keluar yang menawarkan optimisme sesaat, dan memicu pertanyaan yang terus muncul tak berkesudahan. Bergerak dalam ruang ambang, berpikir ulang alik antara ingatan, kenyataan kini dan pandangan masa depan adalah sementara jalan. Pada momen seperti inilah para seniman berselancar. Momen yang menjadi ekstase tersendiri bahkan ketika mereka dijebak akan rutinitas kerja, berjibunnya agenda, dan undangan presentasi pameran yang bersliweran. Rutinitas kerja telah menjadi rezim keseharian, ketika kita mengabaikan bahwa ada sisi-sisi sentimental yang mesti kita sentuh. Momen hati dan kesadaran pikir yang selama ini dipenuhi dengan tuntutan karya dan eksistensi, mau tak mau harus di-beri ruang kosong untuk sejenak hening. Momen hening untuk membaca kembali kedirian (mulanira), momen untuk menerima apapun setiap kondisi yang tidak me-nyenangkan sebagai bagian dari kedaulatan hidup.

    bahwa ia sangat dipengaruhi oleh pelukis besar S. Sudjojono, tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa ia datang dengan gaya yang lebih segar atau bahkan berbeda. Ia seolah hadir dengan membawa kembali sentuhan modern tetapi de-ngan presentasi postmodern. Pameran tunggalnya diselenggarakan di Bentara Budaya, Yogyakarta (1995); dan Me, My Self, and Eye, di Galeri Nasional, Jakarta (2015). Ia juga aktif berpartisipasi dalam beberapa pameran kelompok seperti di Gajah Gallery, Singapura (1997, 2002); Galeri Santi, Jakarta (1998); Museum H. Widayat, Magelang (2001, 2002); dan Pameran Grup di Yogyakarta (2002). Ia me-nerima penghargaan sebagai finalis Phillip Morris Art Award pada tahun 1997.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202044

    RU COLLECTIVE & FRIENDSRU singkatan dari Random Union, sebuah kolektif teman-teman Bandung dengan berbagai latar belakang. Saat ini, personilnya adalah Aldo Khalid, Felix Tarigan, Ferial Afiff, Dian Mayangsari, Dudi Hanrika, Ratna Mardiani, Lukman Rizkika, Monika Adriana, Superunul, dan Tria Giri. RU bertujuan untuk membuat berba-gai karya bersama, yang berguna untuk orang banyak, sambil bersenang-senang. Karya yang RU buat tidak terbatas pada satu konvensi, memadukan seni dan tek-nologi, serta mengusung isu-isu di sekitar kita.

    Positively NegativeInstalasi Media Campur | 2x ruangan (400 x 400 cm) | 2020“Positively Negative” adalah karya instalasi RU, yang terinspirasi penyebaran faceshield, serta menggam-barkan semangat dalam menghadapi dunia yang semakin tidak jelas ini dengan sikap positif (tapi jangan sampai hasil tesnya positif). Instalasi terbagi menjadi tiga zona: problem, chaos labyrinth (-), dan solusi (+).

    Zona problem berupa ruang putih, sebuah meja, kursi & TV. Pengunjung akan mendengarkan kisah pilu seorang dokter di awal pandemi, sebelum pandemi diumumkan pemerintah, kehidupan kami terasa jung-kir balik, juga menginspirasi kami untuk membuat lifeshield-faceshield.

    Zona chaos labyrinth (-) menggambarkan fase-fase yang kita semua alami pada era pandemi, yang be-lum berakhir, dan masih buram akan semakin membaik atau memburuk. Juga menjadi wahana edukasi yang lebih riil, karena fase-fasenya ditranformasi menjadi fisikal (hyper-visualisasi). Nyaris keseluruhan dalam zona ini dekat, menabrak. Sebagaimana kehidupan kita kini. Semuanya bisa menjadi fatalitas, mungkin juga tidak, bila setelahnya mengikuti protokol (pakai APD, masker, bersih-bersih, dan lain-lain).

    Zona solution (+) menggambarkan proses purwarupa sampai bentuk final, saat disebarkan, beserta tuto-rialnya. Serta turut ditampilkan karya teman-teman yang berkontribusi terhadap gerakan lifeshield, se-perti seniman graffiti Darbotz, keluarga kreatif The Babybirds, ilustrator Hari Prast, studio desain Mono-ponik, dan leading art tech and visual design Sembilan matahari. Serta menampilkan perkembangan faceshield menjadi artist series, mereka yang terlibat adalah Mr. Kumkum, Bedlam, Noah, Patra Aditia, Radi Arwinda, dan Mayatschism. Serta sudut Hackmat-suit, sebuah hazmat suit yang di retas menjadi busana yang modis (aman saja tidak cukup, harus keren juga).

  • 45www.fkymulanira.com

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202046

    Show Me the Way to the Next BridgeInstalasi Besi Baja | 800 x 80 x 270 cm | 2002Andai diajak memikirkan infrastruktur, dalam benak kita mungkin akan terbayangkan bangunan fisik seperti halnya jembatan. Keberadaan infrastruktur menjadi hal penting dalam membangun semesta kebudayaan, baik fisik maupun tatanan organisasi sosial. Istilahnya luas dan berbagai kasus dapat disebutkan secara merata. Infrastruktur menjadi elemen yang sama, menjadikan terhubung, sekaligus memisahkan setiap elemen-elemennya. Memperlancar arus sekaligus dapat menghalangi pergerakan apa pun. Keterhubungan dengan infrastruktur akan memengaruhi sejauh mana kondisi hari ini dan bagaimana kita akan membentuk masa depan yang berbeda. Infrastruktur cenderung dikaitkan dengan kekuasaan, kedaulatan, dan hak istimewa, sekaligus menggarisbawahi perlunya arsitek, asosiasi dan perlawanan alternatif. Perlu hadir infrastruktur afektif, yang mampu mengakomodasi keberagaman dan perbedaan yang memungkinkan kita bergerak bersama dan melampaui hubungan kedaulatan. Pada karya ini, S Teddy D, merenungi secara mendalam bagaimana kesadaran infrastruktur musti menubuh dalam pilihan setiap pelaku seni dan pekerja kebudayaan.

    Sumber foto: http://www.rogueart.asia/ra/tag/yogyakarta

  • 47www.fkymulanira.com

    S. TEDDY DARMAWANLahir pada 1970 di Padang, Sumatera Barat, dan meninggal dunia pada 27 Mei 2016. Pada tahun 1992, Teddy menyelesaikan pendidikannya di SMSR Surakarta. Kemudian tahun 1997, Teddy menyelesaikan pendidikannya di Institut Seni Indo-nesia, Yogyakarta. Tiga tahun kemudian, ia mengikuti residensi di Ludwig Art Forum, Achen, Jerman (2000) dan di Australian National University, Canberra, Aus-tralia (2011). Secara kekaryaan, ia dikenal kerap menampilkan bentuk-bentuk po-puler yang sarat humor dan sarkasme yang halus. Karyanya yang berjudul “Sapu Lidi”, pertama kali dipamerkan dalam pameran bersama di Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta, 1992. Di 1996, ia pertama kali melakukan art-performance bersama Yustoni Volunteero pada Street Art on Human Rights Day - 10 December, di Jalan Malioboro, Yogyakarta. Ia pun pernah menggelar pameran tunggal un-tuk pertama kalinya di Cemeti Contemporary Art Gallery, Yogyakarta. Selain itu ia pernah mengikuti pameran keliling pada 2000, yaitu dalam Awas! Recent Art from Indonesia yang diselenggarakan di Australia, Jepang, dan Belanda. Salah satu karya Teddy yang dianggap monumental adalah “The Temple (Love Tank)” yang dipamerkan di Singapore Art Museum (2010). Penghargaan yang telah diterima Teddy adalah The Best Five Finalist Philip Moris Indonesian Art Awards (2000) dan Twelve Choise Lucky Strike Young Talented, Sculpture Artist (2001). Karyanya yang berjudul “Beyond the Self” dipamerkan di The National Portrait Gallery, Canberra, Australia (2011). Karya terakhir yang ia buat adalah sebuah lukisan berjudul “Sudah Lama Aku Berteman dengan Buddha”. Lukisan berbahan akrilik pada kanvas berukuran 137×137 sentimeter itu, menjadi salah satu karya dalam pameran bertajuk Padi Menguning di Syang Art Space Magelang, Jawa Tengah, 22 Mei-22 Juni 2016.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202048

    SUGENG OETOMOLahir di Gunung Kidul, 1983. Mulai mengenal tata cahaya panggung sejak 2003, ketika bergabung pada UKM Teater pada masa kuliah. Ia beberapa kali berkesem-patan mengerjakan tata cahaya panggung untuk pertunjukan teater, tari, dan musik. Beberapa tahun terakhir lebih banyak mengerjakan tata cahaya panggung untuk pertunjukan festival musik populer di berbagai daerah di pulau Jawa.

    Penanda Ruang | 400 x 300 x 400 cm | 2020Instalasi lampu panggung (menyala menurut script), namun tanpa pertunjukan.

  • 49www.fkymulanira.com

    TEDJO BADUTLahir di Purworejo, 1960. Sebelum berprofesi sebagai badut, ia tergabung di Panggung keliling/ketoprak/wayang, dunia seni tradisi yang sejak kecil sudah di-geluti. Pementasan diadakan dengan berkeliling dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam kurun tertentu. Perpindahan tersebut bukan hanya dari sisi pemain, tapi juga dengan membawa seluruh perlengkapan pentas seper-ti kostum, dekorasi panggung, kursi, gamelan, sound system, diesel, juga tobong, yaitu bangunan untuk pentas sekaligus menjadi tempat tempat tinggal para pe-mainnya. Meski telah beralih profesi menjadi badut, ia tetap aktif dalam kegiatan seni peran dan pertunjukan lainnya seperti bermain pantomim dan monolog di berbagai daerah di Indonesia.

    Perjalanan Hidupku Instalasi Media Campur | Dimensi VariatifTerlahir dengan nama Sutedjo, sejak kecil sudah akrab dengan dunia pertunjukan dan perpindahan. Sebelum melakoni badut, sejak kecil ia sudah menjadi bagian dari Panggung keliling/ketoprak/wayang orang, yang telah diperkenalkan oleh kedua orang tua serta kakek neneknya. Belajar dari Pakde Tedjo, menghibur dan memberikan keceriaan sudah menjadi keniscayaan, tampaknya kerabunan masa depan bisa kita hadapi dengan senyuman.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202050

    TERRA BAJRAGHOSALahir pada 12 April 1981. Seniman ini mengenyam pendidikan di Jurusan Desain Komunikasi Visual, ISI Yogyakarta pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke jen-jang Pascasarjana di kampus yang sama pada 2012. Selain menjadi seniman, Terra merupakan pengajar di almamaternya. Ia memiliki nama panggung “Robotgoblok” dan sering berpameran dengan nama tersebut. Ciri khasnya memang menambah gambar robot di setiap karyanya. Sejak tahun 2003, karya Terra sudah terlibat di berbagai pameran bersama, di antaranya: Daging Tumbuh, CP Biennale, Museum Bank Indonesia (2005); Anyang Public Art Project, Korea Selatan (2005); Trampo-line Festival: Platform for New Media Art, Broadway Cinema and Sinergy, Inggris (2005); Neo-Nation, Biennale Jogja IX (2007); Freedom in Geekdom, Nadi Gallery, Jakarta (2008); Shanghai Electronic Art Festival, Tiongkok (2008); 10th Havana Biennale, bersama Punkasila, Kuba (2009); Pameran Ilustrasi Kompas, Bentara Budaya Jakarta (2010); Membikinnya Abadi, Galeri Semarang (2011); Beastly, Rumah Seni Cemeti (2011); Slave Pianos | Punkasila | Pipeline Oblivion: Three Projects oleh Danius Kesminas and Collaborators, Monash University Museum of Art (2011); Art | Jog | 11, Taman Budaya Yogyakarta (2011); IVAA Archive Aid 4, Jakarta Art District (2011). Pameran tunggal yang ia lakukan antara lain: Robot-goblokisme di Cemeti Art House, Yogyakarta (2006); Power To The Pixel (And ToThe Artisans), Cemeti Art House (2008); Robotgoblok and the Pop Caste, Sigiarts, Ja-karta (2008); dan Pixel X Pixel, Jendela Visual Art Space, Esplanade, Singapura (2010).

    Cap KlangenanVideo | 00.08.00 menit | 2015-2020Saat perjumpaan dengan bungkus teh koleksi: benda sederhana yang menjadi inspirasi, yang terkadang membebani, karena sifatnya dalam taraf kompulsi, sarat dengan obsesi. Kali ini, saya biarkan ia menari. (Teks oleh Terra Bajraghosa)

  • 51www.fkymulanira.com

    THE FREAK SHOW MENKarya-karyanya telah dipamerkan secara ekstensif, seperti di Third Kumming Biennale, Fukuoka Asian Art Museum, Museum of Contemporary Art Shanghai, Hong-Gah Museum Taipei, Ruang Rupa Jakarta, National Museum of Singapore, Museum of Art Seoul, dan masih banyak lagi. Ia juga menjalani berbagai residen-si, dan berkontribusi sebagai kurator dan seniman untuk pameran dan publikasi internasional tentang fotografi Indonesia.

    Piknik Seru Rabu SoreSeni Pertunjukan | 00.60.00 menit | lt. 1 - lt. 4Jadwal : Rabu, 23 September 2020, Pukul 16.00 WIBJangan marah kalau ada yang selfie, eksis, alay, lebay, check in sana-sini, otw, dinner dan jalan-jalan. Ka-rena pada dasarnya media sosial memang diciptakan untuk pamer. Kalau tidak suka, ya nulis diary aja.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202052

    TIM PFI YOGYAKARTAPewarta Foto Indonesia (PFI) kini menapaki usia ke-22 dan telah terverifikasi oleh Dewan Pers. PFI juga telah legal di Kementerian Hukum dan HAM. Memiliki perwakilan di 19 wilayah, tentu salah satu cabangnya di Yogyakarta. PFI juga menjadi wadah berkumpulnya pewarta foto di Indonesia. Organisasi nirlaba ini terus berupaya menegakkan standar etika dan profesi pewarta foto. Lebih dari 600 pewarta foto tercatat sebagai anggota organisasi yang terus berkembang ini. Beraneka kegiatan yang bermanfaat dalam mengembangkan kreativitas pewarta foto maupun pendekatan yang bersifat edukatif kepada masyarakat secara ber-kala diselenggarakan PFI di berbagai wilayah.

    Selain berfungsi untuk melindungi hak asasi dan profesi pewarta foto, PFI terus berusaha meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap profesi dan karya pewarta foto melalui kegiatan pendidikan seperti mentorship, pelatihan, maupun kegiatan pameran, penerbitan, sosial dan penghargaan.

    Semasa pandemi, para pewarta foto ini sebenarnya menjadi bagian kelompok yang juga rentan, yang mempunyai risiko tinggi saat menjalankan pekerjaannya menyampaikan pemberitaan kepada publik luas tentang bagaimana sisi-sisi dampak pandemi Covid-19 yang merebak begitu cepat ini, dengan merekam berita gambar secara langsung dari dekat. Berbagai karya yang kita munculkan di “Akar Hening di Tengah Bising” ini ialah karya-karya yang ditang-kap oleh para pewarta foto dari tengah-tengah pusaran dampak pandemi yang tengah berlangsung.

    Dipilih oleh para anggota PFI, karya-karya pemberitaan dan foto ini sengaja kita hadirkan untuk menun-jukkan keberadaan kerja-kerja konkret dan kolaboratif yang dilakukan di sekitar kita, terutama di saat kita masih harus bekerja dan beraktivitas dari rumah. Di luar sana, mereka berjibaku, dengan tetap waspada.

  • 53www.fkymulanira.com

    Foto oleh: Dwi Oblo

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202054

  • 55www.fkymulanira.com

    TIM POS DUKUNGAN GUGUS TUGAS-PENANGANAN COVID-19 BPBD DIYPos ini dibentuk ketika dunia internasional, terutama Italia sedang dilanda coro-na. Tetapi saat itu, pemerintah masih percaya situasi itu tidak akan terjadi di Indonesia, bahkan masih menggenjot promosi pariwisata demi mendongkrak devisa pada awal tahun 2019. Kami berusaha mempersiapkan segala kemung-kinan hal terburuk terjadi sejak kasus pertama diumumkan oleh presiden Joko Widodo. Selain itu, latar pembentukan Gugus Tugas COVID-19 di DIY karena su-dah menduga bahwa ke depannya penanganan pandemi tidak akan efektif, dan berpeluang menciptakan ego sektoral, yang jauh berbeda dengan sistem komando.

    Pameran dan penyelenggaraan acara kebudayaan selalu berurusan dengan publik luas, berurusan de-ngan kerumunan orang. Dari situ kita ditantang untuk lebih kreatif dalam menyiasati situasi, agar pub-lik tetap ditemani oleh berbagai peristiwa kebudayaan, dan pada saat yang bersamaan, tetap jauh dari risiko langsung terdampak pandemi Covid-19. Pandemi telah mengajak kita untuk memikirkan berbagai hal yang selama ini kita anggap alamiah, tetapi di sisi lain, kita tentu tidak menghendaki adanya pe-nambahan jumlah penderita yang terjangkit virus ini. Upaya penerapan protokol kesehatan Covid-19 di FKY kali ini tentu dilandasi latar belakang tersebut. Didukung oleh tim Pusdalops TRC BPDB DIY dan tim PFI Yogyakarta, semoga upaya-upaya pencegahan tidak pernah kita tinggalkan dalam kehidupan keseharian. Hal ini tentu saja harus didukung oleh adanya manajemen krisis oleh pemerintah, yang selalu berjaga bagi publik. Kalau bukan pemerintah, siapa lagi? Selain alasan di atas, para kolaborator juga berkenan menghadirkan beberapa arsip dokumentasi artefak yang menunjukkan dinamika kerja se-lama di lapangan. Situasi kerja yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan segala suka-duka, takut-tidaknya. Dokumentasi yang dimunculkan di sini hanya mampu menunjukkan sebagian kecil pengalam-an yang harus dihadapi sekelompok orang yang mempertaruhkan keselamatannya dan mengalokasikan energi terbaiknya. Di titik inilah, kita diingatkan bahwa kita tidak sendiri.

  • Festival Kebudayaan Yogyakarta 202056

    TIMOTEUS ANGGAWAN KUSNOLahir di Yogyakarta, 1989. Lulusan Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM ini, ke-rap menggubah karya yang beririsan dengan sejarah, ingatan, dan fiksi tentang sejarah. Seniman yang melanjutkan studi di Jurusan Ilmu Religi dan Budaya Uni-versitas Sanata Dharma ini, menggunakan unsur-unsur dalam kehidupan seha-ri-sehari (misalnya buku catatan, tas, koper) untuk membuat fiksi tentang ca-tatan-catatan sejarah. Karya-karya Timoteus berupa drawing dan instalasi atas kumpulan temuan barang sehari-hari, dijadikan bagian dalam permainan bahasa dan visual yang saling berkelindan antara fakta dan fiksi. Melalui proses pencip-taannya, ia merekayasa pembacaan lain tentang berbagai kemungkinan atas masa lalu. Beberapa pameran tunggalnya, antara lain: South East Asia Focus: Timoteus Anggawan Kusno, The Columns Gallery, Gillman Barracks, Singapura (2019), For-getful Happy Land, The Columns Gallery, Seoul, Korea Selatan (2018), Memoar Tanah Runcuk, Ethnography Exhibition by Centre for Tanah Runcuk Studies, Ke-dai Kebun Forum, Yogyakarta (2014). Proyek seni bersama serta pameran lainnya di mana ia terlibat, antara lain: Mindful Circ