iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah...

58
iv Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal : 25 April 2017 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 68/UN 14.2.4.3/HK/2017 Tanggal 21 April 2017 Ketua : Prof. R.A. Retno Murni, S.H., M.H., Ph.D. Sekretaris : Dr. I Made Udiana, S.H., M.H. Anggota : 1. Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum. 2. Dr. Dewa Gde Rudy, S.H., M.Hum. 3. Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum.

Transcript of iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah...

Page 1: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

iv

Tesis Ini Telah Diuji

Pada Tanggal : 25 April 2017

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana

Nomor : 68/UN 14.2.4.3/HK/2017

Tanggal 21 April 2017

Ketua : Prof. R.A. Retno Murni, S.H., M.H., Ph.D.

Sekretaris : Dr. I Made Udiana, S.H., M.H.

Anggota :

1. Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum.

2. Dr. Dewa Gde Rudy, S.H., M.Hum.

3. Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum.

Page 2: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Dewa Ayu Widya Sari

NIM : 1492461038

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : KEWENANGAN NOTARIS DI BIDANG CYBER

NOTARY BERDASARKAN PASAL 15 AYAT

(3)UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN

NOTARIS

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 17 tahun 2010 dan Peraturan yang berlaku.

Denpasar, Maret 2017

Yang membuat pernyataan

Dewa Ayu Widya Sari

Page 3: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya penulis

dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini guna memperoleh gelar Magister

Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan, Program Fakultas Hukum

Universitas Udayana dengan judul “KEWENANGAN NOTARIS DI BIDANG

CYBER NOTARY BERDASARKAN PASAL 15 AYAT (3) UNDANG-

UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN

NOTARIS”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini belum tentu selesai tanpa

adanya bantuan dari pihak-pihak yang telah membimbing, mengarahkan,

memberikan semangat dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti studi pada Program Studi Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas

Udayana, untuk itu dengan segala ketulusan hati penulis ingin menggunakan

kesempatan ini untuk menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

yang terhormat Pembimbing Pertama Prof. R. A. Retno Murni, S.H., M.H., Ph.D.

dan Pembimbing Kedua Dr. I Made Udiana S.H., M.H, yang sudah meluangkan

waktu, memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam proses

penyelesaian Tesis ini. Terimakasih kepada penguji Prof. Dr. I Made Arya Utama,

S.H., M.Hum., Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum., Dr. Dewa Gde Rudy, S.H.,

M.Hum., yang telah meluangkan waktu, memberikan saran dan masukan kepada

Penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas

Page 4: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

vii

Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada

Program Studi Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana. Terimakasih

juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Fakultas

Hukum Universitas Udayana, Tidak lupa, penulis juga mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof.

Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum, atas ijin yang diberikan kepada penulis

untuk mengikuti Program Magister.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana Dr. Desak Putu

Dewi Kasih, S.H., M.Hum, atas kesempatan dan dukungan yang telah diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis

ucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Dosen dan Staf Pengajar serta Staf

Tata Usaha dan Karyawan di Sekretariat Magister Kenotariatan Universitas

Udayana atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga,

kedua Orang Tua, Ayahanda I Dewa Nyoman Gde Astawa. dan Ibunda I Gusti

Ketut Aryati atas kesempatan, doa dan dukungan yang tidak henti-hentinya

diberikan kepada penulis agar bisa menempuh dan menyelesaikan studi pada

Program Magister Universitas Udayana. Saudara/saudari penulis I Dewa Ayu

Page 5: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

viii

Taman Sari, I Dewa Gede Suryawan dan I Dewa Ayu Alit Bintang yang telah

sangat membantu penulis menyelesaikan Tesis ini, yang terkasih I Made Yunada

yang sudah sabar dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi. Keluarga

besar Hartono, SH, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terimakasih

atas kesempatan, dukungan dan segala permakluman yang telah diberikan saat

penulis harus meninggalkan pekerjaan, termasuk ilmu dan pengalaman yang

diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk seluruh

teman-teman Angkatan VII Magister Kenotariatan Universitas Udayana atas

kebersamaan dan hiburannya selama menempuh studi, serta semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan Tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih jauh dari sempurna,

dan oleh karena itu guna perbaikan penulisan Tesis ini, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sebagai bahan masukan bagi

penulis untuk menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik di masa yang akan

dating. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Denpasar, Januari 2017

Penulis

Page 6: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

ix

ABSTRAK

KEWENANGAN NOTARIS DI BIDANG CYBER NOTARY

BERDASARKAN PASAL 15 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 2

TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris memiliki kewenangan mensertifikasi

transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary). Namun demikian

hingga dengan saat ini masih terdapat kekosongan hukum terkait pengaturan

tentang teknis pelaksanaan kewenangan notaris tersebut. Berdasarkan latar

belakang tersebut adapun permasalahan yang diangkat yaitu bagaimanakah

kewenangan notaris dalam pembuatan akta elektronik dilakukan? dan apakah

notaris berwenang membuat akta elektronik yang dilangsungkan oleh para pihak

yang berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris?

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif

dengan menggunakan bahan penelitian yang terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan

studi kepustakaan dengan metode pendekatan the statute approach dan conseptual

approach. Selanjutnya bahan hukum yang dihimpun dianalisis secara Deskripsi,

Interpetasi, Konstruksi, Sistematisasi, Evaluasi, dan Argumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditemukan jawaban

permasalahan pertama, bahwa berdasarkan pendekatan teori kepastian kukum,

teori hukum progresif dan konsep negara hukum, kewenangan notaris dalam

pembuatan akta secara elektronik dilakukan dengan menggunakan bantuan media

video conference. Setelah draft akta disiapkan, notaris via video conference akan

membacakan akta yang akan di tandatangan oleh para pihak, para pihak pun dapat

mendengar sekaligus melihat dan membaca draft yang dimaksud pada media

elektronik yang dipergunakan. Setelah para para pihak menyetujui isinya, dengan

disaksikan oleh saksi-saksi dari notaris, para penghadap menandatangani akta

tersebut dengan menggunakan tanda tangan digital, kemudian notaris akan

melakukan pengecekan validitas atas tandatangan digital tersebut kepada CA.

Setelah CA menyatakan bahwa tanda tangan digital yang digunakan para pihak

adalah valid, maka notaris dan saksi-saksi turut serta menandatangani akta

tersebut, selanjutnya notaris dapat membuat salinan elektronik akta tersebut.

Kedua, bahwa berdasarkan pendekatan konsep negara hukum, teori wewenang,

teori penjenjangan norma, asas preferensi dan teknik interpretasi maka notaris

dapat membuat akta elektronik terhadap para pihak yang berkedudukan di luar

wilayah jabatan notaris, sepanjang objek atas perbuatan hukumnya masih berada

di dalam wilayah jabatan Notaris.

Kata Kunci: cyber notary, transaksi elektronik, wilayah jabatan notaris.

Page 7: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

x

ABSTRACT

AUTHORITY OF NOTARIES IN CYBER NOTARY

UNDER ARTICLE 15 POINT (3) OF LAW NUMBER 2 OF 2014

ON AMENDMENT TO LAW NUMBER 30 OF 2004

ON THE POSITION NOTARY

Based on the descriptions of Article 15 point (3) of Law No. 2 of 2014 on the

Amendment of Law No. 30 of 2004 on Positions of Notaries Public it is state that

the Notary has the authority to certify the electronic transaction (cyber Notary).

However, until today there still exists legal void regarding technical

implementation rule regulating the authority of notaries. Based on this

background the issue herein raised is how electronic deeds made by notaries will

be done? and how will electronic deeds be done by the parties domiciled outside

the jurisdiction of the notaries practicing regions?

This research was classified into normative legal research with approached

by conceptual and statute approach. The legal material of this research were

based on primary, secondary and tertiary legal materials. The legal materials was

be descripted henceforth to interpreted, constructed, systematization, analysed,

evaluated, and also given argument to get conclusion of the problems.

Based on study conducted, the solution can be found, First, that based on

the theories of legal certainty, progressive law and state legal concept the

creation of electronic deeds by notaries may be conducted video conference. The

creation of electronic deeds by notaries public is similar to de process of creating

conventional notarized deeds, whereby after the draft is prepared, the content will

be read out by the notary public to be signed later by the parties. The signing

parties will be able to see and read the draft on the computer screen or the

electronic medium in use. And after the parties approve the content, the notary

public will ask the first party to sign the deed using the digital signature. The

notary public then validating the signature to CA, if the signature are valid notary

able giving the copy of the deed to the parties. Second, based on the concept of

legal state, theory of authority, theory of norm classification principle of

preference and technic of interpretation, notaries will be able to draw up

electronic transaction of the parties whose domicile in outside practicing area of

the notaries, except the object is out of notarie’s practicing area.

Key Words : cyber notary, electronic deeds, notarie’s practicing areas

Page 8: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

xi

RINGKASAN

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub

bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan permasalahan yang

diteliti tentang Kewenangan Notaris Di Bidang Cyber Notary Berdasarkan Pasal

15 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Bab pertama sebagai bab pendahuluan yang menjelaskan latar belakang

permasalahan dan alasan melakukan penelitian. Berdasarkan penjelasan Pasal 15

ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya

disebut UUJN) disebutkan bahwa notaris memiliki kewenangan mensertifikasi

transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary). Konsep cyber notary

ingin memberi bingkai hukum yaitu agar tindakan menghadap para pihak atau

penghadap di hadapan notaris dan notarisnya tidak lagi harus bertemu secara fisik

(face to face) di satu tempat tertentu, dalam hal ini bisa saja para pihak berada di

suatu tempat yang berbeda dengan tempat kedudukan atau wilayah jabatan

notaris. Namun demikian hingga dengan saat ini masih terdapat kekosongan

hukum terkait pengaturan tentang teknis pelaksanaan kewenangan notaris tersebut

disamping itu terkait yurisdiksi notaris dalam menjalankan kewenangannya di

bidang cyber notary tampak adanya pertentangan norma antara Pasal 2 Undang-

undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik dengan

Pasal 18 jo. Pasal 17 UUJN, dimana disatu sisi Pasal 2 UU ITE menyebutkan

bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan

Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal sedangkan di sisi

lain notaris dilarang menjalankan jabatannya di luar wilayah Provinsi dari tempat

kedudukannya.

Bab kedua menguraikan mengenai tinjauan umum tentang notaris dan

cyber notary, yang terbagi dalam 2 (dua) sub bab. Yaktu sub bab pertama

membahas tentang Tnjauan Umum tentang notaris yang di dalamnya menguraikan

tentang sejarah perkembangan notaris, karakteristik notaris, kewenangan notaris,

kewajiban bagi notaris dan larangan bagi notaris. Sub bab kedua membahas

tentang tinjauan umum tentang cyber notary.

Bab ketiga merupakan hasil penelitian dari permasalahan pertama yakni

bagaimanakah kewenangan notaris dalam pembuatan akta secara elektronik.

Dalam pembahasannya menguraikan tentang Peluang Pembuatan Akta Notaris

secara elektronik di Indonesia dan Kekosongan Norma Pengaturan Pembuatan

Akta Notaris secara elektronik.

Bab keempat merupakan hasil penelitian dari permasalahan kedua yakni

apakah notaris berwenang membuat akta elektronik yang dilangsungkan oleh para

pihak yang berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris. Dalam pembahasannya

menguraikan tentang yurisdiksi kewenangan notaris dalam kaitannya dengan

pembuatan akta terhadap para pihak yang berkedudukan di luar wilayah jabatan

notaris dan kedudukan atas akta elektronik yang dibuat terhadap para pihak yang

berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris tersebut.

Page 9: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

xii

Bab kelima merupakan bagian penutup yang merupakan kesimpulan dari

tulisan ini, serta akan diajukan saran atas masalah yang diangkat dalam tulisan ini.

Dari pembahasan permasalahan pertama diperoleh kesimpulan bahwa

berdasarkan pendekatan teori kepastian kukum, teori hukum progresif dan konsep

negara hukum, maka pembuatan akta elektronik oleh notaris dapat dilakukan

dengan menggunakan bantuan media video conference. Bahwa kewenangan

notaris dalam pembuatan akta secara elektronik dilakukan dengan menggunakan

bantuan media video conference. Setelah draft akta disiapkan, notaris via video

conference akan membacakan akta yang akan di tandatangan oleh para pihak, para

pihak pun dapat mendengar sekaligus melihat dan membaca draft yang dimaksud

pada media elektronik yang dipergunakan. Setelah para para pihak menyetujui

isinya, dengan disaksikan oleh saksi-saksi dari notaris,para penghadap akan

dipersilahkan oleh notaris untuk menandatangani akta tersebut dengan

menggunakan tanda tangan digital, kemudian notaris akan melakukan pengecekan

validitas atas tandatangan digital tersebut kepada CA. Setelah CA menyatakan

bahwa tanda tangan digital yang digunakan para pihak adalah valid, maka notaris

dan saksi-saksi turut serta menandatangani akta tersebut, selanjutnya notaris dapat

membuat salinan elektronik akta tersebut, yang kemudian dikirimkan melalui

email kepada penghadap yang bersangkutan. Kedua, bahwa berdasarkan

pendekatan konsep negara hukum, teori wewenang, teori penjenjangan norma dan

asas preferensi maka notaris dapat membuat akta elektronik yang para pihaknya

berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris, sepanjang objek atas perbuatan

hukumnya masih berada di dalam wilayah jabatan Notaris.

Page 10: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ………………………………………………………. i

PRASYARAT GELAR ………………………………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………… iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……………………………………. v

UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….. vi

ABSTRAK ………………………………………………………………… ix

ABSTRACT ……………………………………………………………… x

RINGKASAN ……………………………………………………………. xi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. xiii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………… 11

1.3. Orisinalitas Penelitian ….……………………………………… 11

1.4. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 14

1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 14

1.6. Landasan Teoritis ……………………………………………… 15

1.6.1. Konsep Negara Hukum……………………….. ………… 16

1.6.2. Teori wewenang …………………………………………. 18

1.6.3. Teori Kepastian Hukum …………………………………. 21

1.6.4. Teori Hukum Progresif …………………………………. 23

1.6.5. Teori Penjenjangan Norma ……………………………… 26

Page 11: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

xiv

1.6.6. Asas Preferensi…………………………………………… 28

1.7. Metode Penelitian ……………………………………………… 32

1.7.1.Jenis Penelitian ………………………………………….. 32

1.7.2.Jenis Pendekatan ………………………………………… 33

1.7.3.Sumber Bahan Hukum ………………………………….. 34

1.7.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ……………………. 35

1.7.5.Teknik Analisis Bahan Hukum ………………………… 35

1.8. Kerangka Berpikir ………………………………………………. 41

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS DAN CYBER

NOTARY ............................................................................................. 47

2.1. Tinjauan Umum tentang Notaris ………………………………. 47

2.1.1. Sejarah Perkembangan Notaris ………………………….. 47

2.1.2. Karakteristik Notaris ……………………………………. 49

2.1.3. Kewenangan Notaris ……………………………………. 62

2.1.4. Kewajiban Bagi Notaris ………………………………… 64

2.1.5. Larangan Bagi Notaris …………………………………… 69

2.2. Tinjauan Umum tentang Cyber Notary ………………………… 74

2.2.1. Sejarah Cyber Notary di Indonesia …………………… 74

2.2.2. Pengertian Cyber Notary ……………………………… 80

BAB III KONSEP CYBER NOTARY di INDONESIA …………………….. 91

3.1. Peluang Pembuatan Akta Notaris secara Elektronik di Indonesia. 91

3.2. Kekosongan Norma Pengaturan Pembuatan Akta Notaris secara

Elektronik di Indonesia ………………………………………… 102

Page 12: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

xv

BAB IV YURISDIKSI KEWENANGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN

AKTA SECARA ELEKTRONIK …………………….…………… 134

4.1. Yurisdiksi Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta secara

Elektronik………………………………………………………. 134

4.2. Kedudukan Akta Notaris yang dibuat secara Elektronik terhadap

Para Pihak yang berkedudukan di luar Wilayah Jabatan Notaris 147

BAB V PENUTUP ……………………………………………………….. 156

5.1. Kesimpulan …………………………………………………….. 156

5.2. Saran …………………………………………………………… 157

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini telah mengalami

perkembangan yang pesat. Demikian pesatnya kemajuan di bidang ini

memunculkan terbentuknya era global dimana antar daerah bahkan negara seakan-

akan tidak memiliki batas teritorial lagi. Globalisasi merupakan suatu proses yang

mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak lagi

tampak adanya batas-batas yang mengikat secara nyata. Dalam hubungannya

dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, makna globalisasi mempunyai

dimensi luas dan kompleks yaitu bagaimana suatu negara yang memiliki batas-

batas teritorial dan kedaulatan tidak akan berdaya untuk menepis penerobosan

informasi, komunikasi dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat di luar

perbatasan. Pada era globalisasi ini dunia mengalami transformasi yang luar biasa

yang membawa pengaruh hampir ke seluruh aspek kehidupan.

Globalisasi ditandai oleh perkembangan teknologi elektronik yang sangat

pesat. Canggihnya teknologi modern dan terbukanya jaringan informasi global

yang transparan merupakan suatu gejala masyarakat gelombang ketiga, yang telah

ditandai dengan munculnya internet. Teknologi internet mempunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap dunia. Internet membawa perekonomian dunia

memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital economics,

Page 14: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

2

keberadaannya ditandai dengan semakin maraknya kegiatan perekonomian yang

memanfaatkan internet sebagai media komunikasi, kolaborasi dan kooperasi.1

Pada prinsipnya globalisasi mengacu pada perkembangan-perkembangan

yang cepat di bidang teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa

membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi hal yang bisa dijangkau dengan

mudah. Globalisasi seperti yang telah dikemukakan sebelumnya membuat sekat-

sekat antar negara menjadi kabur yang mana disebabkan oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Negara Indonesia sebagai bagian dari masyarakat

global dengan ideologi Pancasila yang terbuka dan sistem politik, ekonomi,

sosial-budaya dan pertahanan keamanan yang dinamis, tidak dapat menghindar

dari arus derasnya perubahan sebagai akibat kemuktahiran teknologi informasi.

Pesatnya perkembangan teknologi membawa dampak pada seluruh aspek

kehidupan masyarakat, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan

hukum. Kesemuanya ini menuntut adanya pengaturan hukum agar kehidupan

masyarakat tertib, aman, tentram dan sejahtera.

Globalisasi sebagai sebuah keharusan sejarah yang tak dapat dihindari oleh

siapapun telah memberikan dampak yang sangat besar dalam berbagai bidang

kehidupan umat manusia. Dampak nyata globalisasi tersebut tidak hanya dapat

dilihat dalam bidang sosial budaya dan ekonomi, tetapi juga di bidang hukum

tidak terkecuali dalam bidang hukum kenotariatan yaitu ditandai dengan adanya

ketentuan yang menyebutkan secara eksplisit bahwa seorang Notaris memiliki

kewenangan di bidang Cyber Notary.

1Abdul Halim Barkatullah, 2005, Bisnis E-commerce Studi Sistem Keamanan Dan

Hukum Di Indonesia, Pustaka Pelajar, Jakarta, hal.1

Page 15: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

3

Kemajuan teknologi informasi membawa dampak positif bagi peningkatan

perekonomian suatu bangsa. Transaksi elektronik adalah salah satu bukti dari

kemajuan teknologi informasi yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Peran

notaris dituntut untuk bisa turut serta dalam perkembangan teknologi dan

informasi tersebut, karena di dalam suatu transaksi elektronik tersebut sangat

dimungkinkan adanya campur tangan notaris sebagai pihak ketiga yang dipercaya

layaknya peran notaris dalam transaksi konvensional. Sangat tidak tepat apabila

notaris masih menggunakan cara konvensional dalam pelayanan jasa di bidang

transaksi elektronik, karena kecepatan, ketepatan waktu dan efesiensi sangatlah

dibutuhkan oleh para pihak. Perkembangan fungsi dan peran notaris dalam suatu

transaksi elektronik tersebut kemudian dipopulerkan dengan istilah Cyber

Notary.2 Notaris dituntut untuk bisa dan mampu menggunakan konsep cyber

notary agar tercipta suatu pelayanan jasa yang cepat, tepat dan efesien, sehingga

mampu mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.3

Secara rinci Notaris memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 15

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, untuk selanjutnya disebut UUJN). Adapun bunyi

ketentuan yang mengatur kewenangan notaris dalam UUJN akan diuraikan

sebagai berikut :

2 Edmon Makarim, 2013,Notaris dan Transaksi Elektronik;Kajian Hukum tentag Cyber

Notary atai Electronic Notary, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, hal. 117. 3 R.A. Emma Nurita, 2012, Cyber Notary, Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran,

Refika Aditama, Bandung, hal. 17.

Page 16: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

4

Kewenangan umum Notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang

menyatakan bahwa:

Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semua

itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selanjutnya kewenangan khusus Notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN

yang menyatakan sebagai berikut :

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan akta pertanahan;

g. membuat akta risalah lelang.

Kewenangan lain yang akan ditentukan kemudian, diatur dalam Pasal 15 ayat (3)

UUJN yang menyatakan bahwa “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan.”

Kewenangan notaris dalam bidang cyber notary secara eksplisit disebut

dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN yang menyatakan bahwa “Yang

dimaksud dengan "kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan", antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan

secara elektronik (Cyber Notary), membuat akta, ikrar wakaf, dan hipotek pesawat

Page 17: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

5

terbang.” Berdasarkan penjelasan Pasal 15 ayat (3) tersebut dapat diketahui bahwa

Notaris memiliki kewenangan lain salah satunya adalah kewenangan

mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary).

Penggunaan media elektronik sebagai salah satu bentuk perkembangan teknologi

informasi dewasa ini telah banyak memberi kemudahan bagi notaris di dalam

menunjang tugas dan pekerjaannya seperti penggunaan email dan fax dalam

berkomunikasi, penggunaan komputer untuk pembuatan akta dan salinannya,

pembuatan laporan bulanan notaris, perkembangan terakhir adalah penggunaan

jaringan internet untuk akses ke situs administrasi hukum umum Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia guna pendaftaran pendirian atau pemberitahuan

perubahan anggaran dasar suatu Badan Hukum, serta pendaftaran Fidusia. Namun

demikian apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 15 ayat 3 UUJN maka konsep

cyber notary dapat dimaknai sebagai notaris yang menjalankan tugas atau

kewenangan jabatannya dengan berbasis teknologi informasi yang berkaitan

dengan tugas dan fungsi notaris, khususnya dalam pembuatan akta, atau secara

sederhana konsep cyber notary ingin memberi bingkai hukum yaitu agar tindakan

menghadap para pihak atau penghadap dan notarisnya tidak lagi harus bertemu

secara fisik (face to face) di suatu tempat tertentu, dalam hal ini bisa saja para

pihak berada di suatu tempat yang berbeda dengan tempat kedudukan atau

wilayah jabatan notaris, di sisi lain para pihak berada pada tempat yang berbeda

pula.4 Hadirnya kewenangan notaris dibidang cyber notary dapat dipandang

sebagai jawaban atas tuntutan perkembangan teknologi saat ini. Suatu kenyataan

4 Emma Nurita, 2012, Cyber Notary, Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, PT

Refika Aditama, Bandung, hal. xii.

Page 18: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

6

sosial menunjukkan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah

mengubah pola dan perilaku masyarakat, diantaranya dalam transaksi bisnis telah

terjadi pergeseran dari pola konvensional dengan cara bertatap muka atau kontrak

offline ke arah era kontrak elektronik dengan cara online. Dengan teknologi

informasi transaksi bisnis tidak lagi dilakukan dengan cara berhadap-hadapan atau

face to face antara para pihak, tapi bisa dilakukan melalui pemanfaatan teknologi

informasi dimana para pihak tidak bertemu langsung secara fisik. Perkembangan

tersebut tentunya akan membawa pengaruh terhadap pelaksanaan kewenangan

notaris yang memiliki kewenangan utama untuk membuat akta otentik. Dengan

adanya ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUJNP yang dalam penjelasannya

menyebutkan bahwa notaris memiliki kewenangan di bidang cyber notary

memberikan peluang dibuatnya akta notaris dengan menggunakan media

elektronik, dalam hal ini notaris berperan dalam memberikan kepastian hukum

(aspek legal) atas suatu kontrak elektronik yang berlangung. Namun demikian

hingga dengan saat ini belum ada penjabaran lebih lanjut serta belum adanya

peraturan yang mengatur secara khusus tentang teknis pelaksanaan kewenangan

notaris tersebut mengakibatkan kebingungan dalam implementasinya.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut apabila dicermati terdapat benang

merah antara UUJN dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang

Informasi Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 58 untuk selanjutnya disebut UU ITE) beserta perubahannya yaitu

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2016 Nomor 251) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang

Page 19: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

7

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, untuk selanjutnya disebut PP ITE). UU ITE

mengatur tentang prinsip-prinsip hukum dan regulasi pemanfaatan media

elektronik. Segala bentuk pemanfaatan media elektronik tunduk pada undang-

undang tersebut termasuk notaris dalam menjalankan kewenangannya di bidang

cyber notary tidak bisa lepas dari ketentuan yang diatur dalam UU ITE dan segala

peraturan pelaksanaanya.

Kajian lebih mendalam keterkaitan Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan UU

ITE dan PP ITE menghadirkan permasalahan yuridis baru terkait kompetensi

notaris dalam pembuatan akta secara elektronik. Kewenangan notaris dalam

pembuatan akta secara elektronik atau konsep cyber notary ini tidak dapat

dilepaskan dari ketentuan dalam UU ITE. Dilihat dari segi filosofisnya kegiatan

yang dilakukan secara elektronik bukan lagi merupakan sesuatu yang bersifat

konvensional yang mana dapat dilakukan dimana saja, kegiatan mana dengan

menggunakan media elektronik tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Dengan

memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi bisa menembus batas-batas

wilayah seolah menjadi tidak terbatas, oleh karena itu dalam pengaturannya

transaksi elektronik dapat dilakukan tanpa adanya pembatasan wilayah sejalan

dengan apa yang dinyatakan dalam ketentuan Pasal 2 UU ITE yang menyatakan

bahwa Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan

hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah

hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat

hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia

Page 20: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

8

dan merugikan kepentingan Indonesia. Jadi ketentuan dalam UU ITE berlaku

secara global sepanjang menyangkut kepentingan Indonesia. Dalam Penjelasan

Pasal 2 UU ITE tersebut diterangkan bahwa jangkauan yurisdiksi yang demikian

ditetapkan karena mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi

Elektronik dan Transaksi Elektronik termasuk transaksi elektronik dapat bersifat

lintas teritorial atau universal, tidak dibatasi oleh ruang (borderless) sehingga

dapat dilakukan dimana saja. Dalam kaitannya dengan kewenangan pembuatan

akta secara elektronik oleh notaris hal ini menimbulkan permasalahan jika

dihadapkan dengan Pasal 17 huruf a dan Pasal 18 UUJN, dimana notaris

memiliki apa yang disebut sebagai wilayah jabatan notaris. Adapun Pasal 18

UUJN menyatakan bahwa :

(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah Kabupaten atau Kota

(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah Provinsi

dari tempat kedudukannya.

Selanjutnya dalam Pasal 17 huruf a UUJN diatur bahwa Notaris dilarang

menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. Dalam penjelasan Pasal 17 huruf

a tersebut menyatakan bahwa larangan tersebut dimaksudkan untuk memberikan

kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya

persaingan tidak sehat antar notaris dalam menjalankan jabatannya. Artinya

bahwa notaris berwenang membuat akta atas perbuatan hukum yang dilakukan

dalam wilayah kerjanya, yang meliputi seluruh provinsi di tempat kedudukan

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eeeb3c0a2d8/adakah-pembatasan-wilayah-notaris-

terkait-pembuatan-akta-pendirian-pt.

Page 21: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

9

notaris yang bersangkutan.5 Adapun yang dimaksud dengan “membuat akta” di

sini adalah hadir di hadapan para penghadap (subjek perjanjian), membacakan dan

menanda-tangani akta tersebut.6 Berdasarkan Pasal 17 huruf a jo. Pasal 18 UUJN

penandatanganan akta noatriil dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara, pertama,

penandatanganan akta dilakukan di kantor tempat kedudukan notaris yang

bersangkutan; kedua, penandatanganan akta dilakukan di luar tempat kedudukan

notaris namun pihak penghadap dan notaris masih berada dalam wilayah jabatan

notaris yaitu masih berada dalam 1 (satu) provinsi dari tempat kedudukan notaris,

contohnya dalam pembuatan berita acara rapat umum pemegang saham atau

penandatanganan akta terkait akad kredit di bank, dalam hal ini notaris

diperkenankan melangsungkan kewenangannya di luar tempat kedudukannya

namun demi kepastian hukum maka dilakukan dengan pembatasan bahwa notaris

dan penghadap serta objek pembuatan akta masih berada dalam wilayah jabatan

notaris. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai kompetensi Notaris

dalam pembuatan akta secara elektronik. Kemudahan yang ditawarkan oleh

teknologi melalui media elektronik memungkinkan seseorang untuk melakukan

kegiatan/transaksi dimana saja, misalnya dalam pembuatan berita acara rapat

umum pemegang saham (RUPS), apabila RUPS tersebut dilangsungkan melalui

video conference dan dituangkan dalam bentuk akta elektronik yang dibuat oleh

notaris dimana salah satu atau beberapa pemegang saham berada di Jepang

sedangkan pemegang saham lainnya berada di Indonesia maka notaris dalam hal

ini sudah menjalankan jabatannya terhadap suatu perbuatan hukum yang bersifat

5 Irma Devita Purnamasari, 2011, Adakah Pembatasan Wilayah Notaris Terkait

Pembuatan Akta Pendirian PT, di akses pada tanggal 01 September 2016, diunduh dari URL : 6Ibid.

Page 22: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

10

lintas batas negara, dengan menggunakan media elektronik batas-batas teritorial

ditiadakan, keadaan yang demikian tidak bertentangan dengan UU ITE karena

Pasal 2 UU ITE sendiri mengakui bahwa suatu transaksi elektronik bersifat

universal tidak terikat oleh territorial, namun hal demikian dapat dianggap

bertentangan Pasal 17 dan 18 UUJN. Ketentuan Pasal 17 dan 18 UUJN tersebut

membatasi kompetensi notaris. Dengan adanya pembuatan akta yang bersifat

lintas batas negara tersebut notaris dapat dipandang telah melanggar maksud dari

adanya pembatasan wilayah jabatan notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 17

huruf a jo. Pasal 18 UUJN. Pembuatan akta secara elektronik tidak mengenal

batas teritorial karena dengan dimungkinkannya pembuatan akta secara

elektronik berarti notaris dapat membuat dan melaksanakan penandatanganan akta

terhadap pihak-pihak yang berada di luar wilayah jabatannya, sementara maksud

dari diadakannya Pasal 17 huruf a dan Pasal 18 UUJN adalah adanya pembatasan

bahwa notaris hanya dapat membuat akta dalam hal ini membaca dan

menandatangani akta terhadap penghadap yang berada dalam wilayah jabatan

notaris demikian halnya dengan objek dari perbuatan hukum yang dituangkan

dalam akta tersebut berada dalam wilayah jabatan notaris. Fenomena adanya

pertentangan norma ini tentunya menimbulkan keraguan bagi notaris dalam

menjalankan kewenangannya di bidang cyber notary tersebut. Keadaan yang

demikian menimbulkan kebingungan apakah notaris dapat mengambil peran

terkait transaksi elektronik yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang

berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris.

Page 23: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

11

Hukum sebagai salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang

dalam mengatur kehidupannya termasuk dalam hal ini adalah kewenangan notaris

di bidang cyber notary, untuk itu diperlukan seperangkat pengaturan hukum yang

jelas dan mempunyai kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan keraguan dan

menyisakan pertanyaan dalam penerapannya.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dalam penelitian

ini mengangkat judul tentang KEWENANGAN NOTARIS DI BIDANG CYBER

NOTARY BERDASARKAN PASAL 15 AYAT (3) UNDANG-UNDANG

NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-

UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka adapun Rumusan

Masalah yang diangkat dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kewenangan notaris dalam pembuatan akta secara

elektronik dilakukan?

2. Apakah notaris berwenang membuat akta secara elektronik terhadap para

pihak yang berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris?

1.3. Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang masih original atau asli karena

belum ada penelitian secara khusus menulis tentang permasalahan dalam

penelitian ini, meskipun demikian ada beberapa tulisan yang mirip tetapi tidak

sama secara substantial. Adapun judul beserta rumusan masalah penelitian lain

yang tidak sama dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 24: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

12

1. Penelitian yang dilakukan oleh AGUNG FAJAR MATRA, pada tahun 2012

dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, dengan

judul “Penerapan Cyber Notary di Indonesia ditinjau dari Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris”. Tesis ini membahas tentang

apakah cyber Notary dapat diterapkan di Indonesia apabila ditinjau dari

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, untuk selanjutnya disebut

UUJNSP) dan kendala apa saja yang akan muncul dalam menerapkan cyber

notary di Indonesia. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa penerapan cyber

notary di Indonesia masih sulit untuk diterapkan secara utuh dimana

penerapan cyber notary masih banyak terbentur dengan UUJNSP. Dalam

hukum positif di Indonesia, terutama di dalam UUJNSP sendiri masih banyak

unsur-unsur yang tidak memungkinkan untuk menerapkan cyber notary secara

utuh di Indonesia, hal tersebut antara lain berkaitan dengan

keotentitasan/keaslian suatu akta dan juga sifat kerahasiaan yang harus

dipegang teguh oleh seorang notaris sebagai pejabat umum. Kendala utama di

dalam menerapkan cyber notary di Indonesia yaitu terbenturnya konsep cyber

notary ini dengan UUJNSP dan juga dengan Pasal 1868 KUHPerdata, Cyber

notary juga terkendala dengan sistem hukum di Indonesia dan proses

sosialisasi yang masih minim mengenai cybernotary.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Zainatun Rossaliana, pada tahun 2012 dari

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, dengan judul

“Keabsahan Akta Notaris yang Menggunakan Cyber Notary sebagai Akta

Page 25: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

13

Otentik ”. Tesis ini membahas tentang Penyelesaian Konflik Norma antara

Pasal 15 ayat (3) dengan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN dan apakah

sertifikasi transaksi yang dilakukan secara Cyber Notary sah sebagai akta

otentik. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa Konflik norma antara Pasal

15 ayat (3) dengan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN dapat diselesaikan dengan

tetap menggunakan Pasal 15 ayat (3) UUJN dan dapat membuat akta Notaris

pada umumnya sepanjang pelaksanaan pasal tersebut sesuai dengan Pasal 16

ayat (1) huruf m dan Pasal 38 UUJN serta juga harus memenuhi unsur-unsur

dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang merupakan syarat otensitas akta. Dalam

kesimpulan kedua disebutkan bahwa sertifikasi transaksi yang menggunakan

cyber notary adalah sah karena sudah diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Hijrah Aulia Marta, pada tahun 2012 dari

Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, dengan judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Notaris Dalam Transaksi Elektronik”. Tesis

ini membahas tentang apakah akta notaris dapat dibuat dalam bentuk akta

elektronik yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik dan

bagaimanakah konsep penerapan akta notaris dalam bentuk akta elektronik

yang diakui sebagai akta otentik di masa yang akan datang. Adapun hasil dari

penelitian tersebut adalah, pertama, bahwa saat ini, akta notaris yang berbentuk

akta elektronik hanya diakui sebagai akta dibawah tangan. Namun besar

kemungkinan di masa yang akan datang akta notaris yang berbentuk akta

elektronik dapat diakui sebagai akta otentik. Kedua, kedepannya penerapan

Page 26: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

14

akta notaris dalam bentuk akta elektronik yang diakui sebagai akta otentik

dapat dilakukan yaitu dengan diberlakukan cyber notary.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1.Tujuan Umum

Secara umum penelitian atas beberapa permasalahan yang telah

dikemukakan di atas adalah bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum

khususnya di bidang kenotariatan terkait kewenangan notaris di bidang Cyber

Notary yang baru diatur sejak diundangkannya UUJN.

1.4.2.Tujuan Khusus

Sehubungan dengan tujuan umum maka adapun tujuan khusus yang ingin

dicapai lebih lanjut dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan notaris dalam pembuatan

akta secara elektronik dilakukan.

2. Untuk mengetahui apakah notaris berwenang membuat akta secara

elektronik terhadap para pihak yang berkedudukan di luar wilayah

jabatan notaris.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian terhadap kedua permasalahan

yang dibahas dalam tesis ini terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Secara teoritis adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah

dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu

hukum. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

Page 27: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

15

1. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan pemahaman mengenai kewenangan lain yang dimiliki

oleh Notaris sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 15 ayat 3 UUJN

khususnya mengenai kewenangan notaris di bidang cyber notary.

2. Bagi Pemerintah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan atau masukan serta pengetahuan akan adanya problematika

terkait kewenangan notaris di bidang cyber notary sehingga pemerintah

dapat mengambil sikap untuk mengatasi permasalahan tersebut dan

notaris dapat melaksanakan kewenangan sesuai dengan tuntutan

perkembangan jaman.

3. Bagi masyarakat hasil penelitian ini akan memberikan pengetahuan dan

pemahaman yang lebih mendalam mengenai peningkatan peran dan

fungsi notaris.

1.6. Landasan Teoritis.

Kata teori berasal dari kata theoria yang artinya pandangan atau wawasan.7

Kata teori dalam Teori Hukum dapat diartikan sebagai suatu kesatuan pandang,

pendapat dan pengertian-pengertian yang sehubungan dengan kenyataan yang

dirumuskan sedemikian, sehingga memungkinkan menjabarkan hipotesis-

hipotesis yang dapat dikaji.8 Berdasakan beberapa definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa, teori hukum adalah teori-teori mengenai hukum yang

7Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum, Cetakan keenam, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta, hal. 4 8Ibid, hal. 5

Page 28: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

16

merupakan suatu pernyataan atau pandangan yang untuk sementara ini disepakati

kebenarannya dan merupakan suatu teori baku yang disepakati para ahli hukum.9

Konsep (concept) adalah kata yang merupakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari gejala-gejala tertentu.10 Ilmu hukum memiliki banyak

konsep hukum diberbagai bidangnya. Selanjutnya, “Asas hukum adalah suatu

pemikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma

hukum”.11 Asas hukum merupakan kaidah yang memuat ukuran (kriteria) nilai.12

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa asas-asas hukum sangatlah

penting yang menjadi landasan berpijak serta pedoman yang menjiwai suatu

Peraturan Perundang-undangan. Adapun teori, asas dan konsep hukum yang

digunakan sebagai pisau analisis untuk membahas permasalahan dalam penelitian

ini adalah:

1.6.1. Konsep Negara Hukum

Berdasarkan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat

(3) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Unsur-unsur

minimal yang harus dimiliki oleh negara hukum berdasarkan pandangan Bagir

Manan adalah sebagai berikut:13

a. Semua tindakan harus berdasarkan atas hukum;

b. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan hak-hak lainnya;

9Ibid,hal. 5 10Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan

Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 47 11M. Marwan dan Jimmy. P, 2009, Kamus Hukum; Dictionary Of Law Complete Edition,

cetakan pertama, Reality Publisher, Surabaya, hal. 56 12J. J. H Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidhartha, cetakan

kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 123 13Bagir Manan, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesiadikutip dari I

Made Arya Utama, 2007, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan

Untuk Pembangunan Berkelanjutan,Pustaka Sutra, Bandung, hal. 15

Page 29: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

17

c. Adanya kelembagaan yang bebas untuk menilai perbuatan penguasa

terhadap masyarakat (badan peradilan yang bebas);

d. Ada pembagian kekuasaan.

Dari unsur-unsur negara hukum yang diuraikan di atas, unsur yang

bertalian erat dengan penelitian ini, yaitu unsur semua tindakan harus berdasar

hukum. Unsur ini memiliki arti bahwa setiap tindakan warga negara termasuk

penyelenggara negara harus berdasarkan atau berada dalam koridor hukum. maka

dalam hal ini hukum dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, dengan kata lain setiap orang warga negara Indonesia

harus patuh dan tunduk pada norma hukum yang berlaku tidak terkecuali bagi

seorang Notaris dalam menjalankan kewenangannya.

Konsep ini dimaksudkan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis

kedua permasalahan dalam penelitian ini. Notaris di dalam menjalankan

kewenangannya harus didasarkan kepada hukum, dengan kata lain kewenangan

yang dijalankan oleh seorang notaris tidak boleh menyimpang dari peraturan

perundang-undangan.Peraturan perundang-undangan akan menetukan sah atau

tidak sahnya akibat hukum yang ditimbulkan dari kewenangan yang dijalankan

oleh seorang notaris.Oleh karena itu apabila dalam sebuah negara hukum terdapat

adanya suatu kekosongan, kekaburan dan/atau konfliknorma dalam suatu

peraturan perundang-undangan maka keadaan yang demikian harus segera

diakhiri, karena hukum memegang peran utama dalam negara itu sendiri.

Page 30: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

18

1.6.2.Teori Wewenang

Kata kewenangan berasal dari kata wenang, yang menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia wenang (wewenang) diartikan sebagai hak dan kekuasaan

(untuk melakukan sesuatu),14 sementara itu Indroharto mengemukakan bahwa

secara yuridis arti dari kata wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.15

Dari perspektif hukum administrasi negara, ada tiga sumber untuk

memperoleh wewenang pemerintahan, yaitu: atribusi, delegasi, dan mandat.

Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan

suatu wewenang pemerintahan yang baru. Yang memberikan atribusi wewenang

pemerintahan itu dibedakan antara:

1. yang berkedudukan sebagai “original legislator”: yang di Indonesia

adalah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai pembentuk

Konstitusi, dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bersama-sama

Presiden sebagai melahirkan Undang-undang;

2. yang bertindak sebagai “delegated legislator”: seperti Presiden yang

berdasar pada suatu ketentuan Undang-Undang mengeluarkan suatu

Peraturan Pemerintah di mana diciptakan wewenang pemerintahan

kepada badan/pejabat pemerintahan tertentu.

14 Departemen Pendidikan Nasional, 2010, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, hal.210 15 Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara;Buku I; Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.68.

Page 31: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

19

Delegasi adalah pelimpahan wewenang yang telah ada oleh badan/pejabat

pemerintahan yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif

kepada badan/pejabat pemerintahan lainnya. Dalam hal pelimpahan wewenang

pemerintahan melalui delegasi ini terdapat syarat-syarat sebagai berikut:16

1. delegasi harus difinitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi

menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

2. delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarkhi

kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

4. adanya kewajiban mempertanggungjawabkan dari penerima delegasi

(delegataris) kepada delegans;

5. delegans dapat memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang

tersebut kepada delegataris.

Mandat adalah pelimpahan tugas (penugasan) oleh pejabat atasannya

(pemberi mandat) kepada bawahannya (penerima mandat) untuk “atas nama”

pejabat atasannya melakukan suatu tindakan hukum dan mengambil serta

mengeluarkan keputusan-keputusan administrasi tertentu.

Menurut teori kewenangan yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon

disebutkan bahwa setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas

kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu

atribusi, delegasi, dan mandat.17 Kewenangan atribusi lazimnya digariskan

16 Ridwan,HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, Cet.Kedua, UII Press, Yoyakarta,

hal.76. 17 Philipus M. Hadjon, 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada

University Press, Yogyakarta, hal.2.

Page 32: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

20

melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang, kewenangan delegasi

adalah kewenangan yang berasal dari adanya pelimpahan kewenangan secara

atributif sedangkan mandat tidak terjadi suatu pelimpahan kewenangan.18 Terkait

dengan kewenangan notaris dalam hal menjalankan tugas jabatannya sebagai

pejabat umum merupakan kewenangan yang diperoleh secara atribusi yang secara

normatif diatur di dalam Pasal 15 UUJN.

Wewenang seorang notaris juga bersifat mandiri dan otonom, sebagai

Pejabat Publik yang diangkat oleh negara, seorang notaris dapat menjalankan

fungsinya kapan saja, tanpa harus memperoleh persetujuan dari pemerintah,

notaris bebas menjalankan fungsi dan wewenangnya selama tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Teori ini dipergunakan untuk menganalisis masalah Kedua dalam

penelitian ini. Dalam teori ini diajarkan bahwa tiada kewenangan yang lahir tanpa

adanya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dengan kata lain

kewenangan lahir dari peraturan perundang-undangan. Teori ini erat kaitannya

dalam menganalisis permasalahan kedua yaitu tentang kewenangan seorang

notaris di bidang cyber notary beserta akibat hukumya apabila kewenangan

tersebut dilakukan di luar wilayah jabatan notaris, sehubungan dengan itu maka

harus dilihat apakah peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber

kewenangan notaris memperbolehkan seorang notaris untuk melakukan hal

tersebut.

1.6.3. Teori Kepastian Hukum

18Hadi Setia Tunggal, 2006, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris,

Dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, Harvarindo,

Jakarta, hal. 39.

Page 33: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

21

Teori kepastian hukum merupakan salah satu asas terpenting dalam

Negara hukum. Menurut Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada

hal-hal berikut:

1. kepastian hukum;

2. keadilan;

3. daya guna atau kemanfaatan.19

Teori Kepastian Hukum dari Gustav Radbruch, dimana bila dicari inti dari

teori kepastian itu sendiri adalah:

Teori kepastian hukum itu mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan

apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan

hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya

aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang

melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan

hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa

yang telah di putuskan.20

Kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus

dijalankan dengan cara yang baik.Kepastian hukum menghendaki adanya upaya

pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang

berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis

yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu

peraturan yang harus ditaati.

Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law mengajukan 8 (delapan)

asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum

19O. Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, hal.

33. 20 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media

Group, Jakarta, hal. 158.

Page 34: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

22

akan gagal untuk disebut sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat

kepastian hukum. Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :21

1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak

berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu;

2. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;

3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;

4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;

5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;

6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa

dilakukan;

7. Tidak boleh sering diubah-ubah;

8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.

Pendapat Lon Fuller di atas dapat dikatakan bahwa harus ada kepastian antara

peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki ranah aksi,

perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif

dijalankan.

Teori ini relevan dalam kaitannya untuk menganalisis permasalahan

pertama dan kedua. Permasalahan pertama dan kedua merupakan bentuk

ketidakpastian hukum yang tidak akan terjadi apabila tidak terdapat kekosongan

pengaturan dan konflik norma antara UUJN dan UU ITE. Kepastian hukum

secara normatif adalah saat suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti

karena dapat memberikan pengaturan secara jelas dan logis. Jelas dalam artian

hukum tersebut tidak menimbulkan keragu-raguan atau multi tafsir, dan logis

dalam artian bahwa hukum tersebut menjadi suatu sistem norma dengan norma

lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma dengan aturan

lainnya. Adanya kekosongan norma serta konflik norma antara UUJN dan UU

ITE menunjukan bahwa telah terjadi penyimpangan atas asas kepastian hukum

21Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung,hal. 91-92

Page 35: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

23

yang diutarakan oleh Lon Fuller khususnya asas peraturan dibuat dalam rumusan

yang dimengerti oleh umuman asas tidak boleh ada peraturan yang saling

bertentangan.

1.6.4. Teori Hukum Progresif

Pada awalnya sistem hukum positif dipandang mampu memberikan

harapan untuk mengatur berbagai persoalan yang muncul pada masyarakat

modern sehingga (diprediksikan) bisa mewujudkan ketertiban dalam kehidupan

bermasyarakat. Namun, pada kenyataannya dan dalam perkembangannya, sifat

hukum positif yang netral dan liberal, justru menjadikan hukum modern semakin

“terasing” dari realitas yang terus berkembang semakin pesat.22

Hukum modern muncul di Eropa pada awal abad XIX yang saat itu

didominasi oleh alam pemikiran positivistik sehingga menghasilkan doktrin Rule

of Law yang bercirikan: Formal rules (tertulis dalam bentuk peraturan perundang-

undangan); Procedures (dilaksanakan melalui “aturan main” yang ketat);

Methodologist (mendewakan logika dalam penerapannya; Bureaucreacy) hanya

lembaga-lembaga formal yang diakui memiliki otoritas untuk membuat,

melaksanakan dan mengawasi hukum.23 Munculnya ciri-ciri tersebut karena

konteks sejarah menculnya hukum modern dalam Constitutional State adalah

sebagai reaksi terhadap kekacauan yang diakibatkan oleh sistem hukum era

sebelumnya yakni absolutisme. Sehingga pada awalnya memang model hukum

modern ini cukup efektif dalam upaya penertiban masyarakat. Namun dalam

22 Achmad Ali, 2002, Keterpurukan Hukum di Indonesia:Penyebab dan Solusinya, Ghalia

Indonesia, Jakarta, hal. 19. 23Al. Wisnubroto, 1996. Iptek, Perubahan Masyarakat dan Hukum: Dalam Kajian Aspek-

Aspek Pengubah Hukum, hal. 20.

Page 36: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

24

perkembangannya, terutama di luar negara-negara Eropa Kontinental, model

hukum positif sebagai ciri hukum modern semakin tidak ampuh dalam mengatasi

perkembangan kasus-kasus yang dipicu oleh perubahan sosial akibat pesatnya

kemajuan teknologi. Oleh sebab itu negara-negara maju seperti Amerika Serikat

mencoba untuk memformulasikan sistem hukumnya dengan apa yang disebut

“Anglo-American Common Law”.24

Sebab utama kegagalan model hukum modern dalam mengantisipasi

perubahan sosial akibat pesatnya teknologi di bidang transportasi, komunikasi dan

informasi adalah sifatnya yang cenderung otonom, sehingga tidak fleksibel dan

dengan sendirinya sulit untuk menjadi responsif terhadap perkembangan rasa

keadilan. Demikian halnya dengan sistem hukum Indonesia yang menurut

pendapat dari pengamat internasional hingga masyarakat awam masih jauh dari

harapan dan memerlukan pembenahan secara serius. Gagasan Hukum Progresif

kemudian muncul sebagai reaksi keprihatinan atas kegagalan hukum Indonesia

yang didominasi doktrin positivism. Hukum Progresif dicetuskan oleh Profesor

Satjipto Rahardjo yang tidak sekedar sebagai penggagas awal tetapi sekaligus juga

pejuang dan pengembang hukum progresif.25

Prinsip utama yang dijadikan landasan dalam teori hukum progresif adalah

“Hukum adalah untuk Manusia”, bukan sebaliknya manusia yang dipaksa masuk

dalam skema hukum. Bahkan hukum dibuat bukan untuk dirinya sendiri (hukum

24Al. Wisnubroto, 2014, Dasar-dasar Hukum Progresif, diakses pada tanggal 08 Agustus

2016, diunduh dari http://www.hukumprogresif.com/2014/11-dasar-dasar-hukum-progresif, hal.5. 25Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Citra

Aditya Bakti bekerjasama dengan Konsorsium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan RI dan The Asia Foundation, hal.5.

Page 37: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

25

untuk hukum).26 Jadi manusialah yang merupakan penentu dan dipahami dalam

hal ini manusia pada dasarnya adalah baik. Prinsip tersebut ingin menggeser

landasan teori dari faktor hukum ke faktor manusia. Konsekuensinya hukum

bukanlah merupakan sesuatu yang mutlak dan final tetapi selalu “dalam proses

menjadi” (law as process, law in the making) yakni menuju kualitas

kesempurnaan dalam arti menjadi hukum yang berkeadilan, hukum yang mampu

mewujudkan kesejahteran atau hukum yang peduli terhadap rakyat.27

Oleh sebab itu hukum progresif tidak menempatkan aturan hukum positif

sebagai sumber hukum yang paripurna. Manusia harus mampu memberikan

makna pada sebuah aturan hukum melampaui teks yang tertulis guna mewujudkan

keadilan yang substantif. Prinsip ini telah mengispirasi praktek penegakan hukum

secara progresif oleh para pekerja hukum.28

Bagi hukum progresif proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan

tetapi pada kreatifitas pelaku hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan

waktu yang tepat. Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan

dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada tanpa

harus menunggu perubahan peraturan.

Teori ini digunakan untuk membahas pembahasan masalah pertama dan

kedua dalam penelitian ini, dimana melalui teori ini dimungkinkan untuk

melakukan intepretasi kreatif tentang konsep dari cyber notary itu sendiri

26 Al.Wisnubroto, Op.Cit., hal.8 27 Ibid 28 Al.Wisnubroto, “Kontribusi Hukum Progresif Bagi Pekerja Hukum”, dalam Myrna

A.Savitri, et.al., 2011, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif :Urgensi dan Kritik, Epistema-

Huma, Jakarta, hal.225.

Page 38: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

26

sehingga diperoleh pemahaman yang lebih luwes tentang kapabilitas seorang

notaris dalam pembuatan akta secara elektronik.

1.6.5. Teori Penjenjangan Norma

Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen mengembangkan teori

gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans

Nawiasky dalam bukunya yang berjudul “Algemeine rechtslehre” mengemukakan

bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen maka suatu norma hukum dari negara

manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma yang dibawah

berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, sampai pada

suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar.29

Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis

dan berjenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok,

dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat

kelompok besar, yaitu:

Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara)

Kelompok II : Staatsgerundgesetz (aturan dasar Negara/aturan Pokok Negara)

Kelompok III : Formell Gesetz (undang-undang formal)

Kelompok IV : Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana dan aturan

otonom).

Berdasarkan rumusan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan tentang

jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan yang dirumuskan sebagai berikut:

29Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, ,Ilmu Perundang-undangan, Kanisius,

Yogyakarta, hal. 44-45.

Page 39: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

27

Pasal 7:

(1) Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 merupakan

Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara. Norma fundamental

negara ini merupakan norma hukum tertinggi yang merupakan landasan dasar

bagi pengaturan negara itu lebih lanjut. Sifat norma hukumnya masih secara garis

besar dan merupakan norma hukum tunggal, dalam arti belum dilekati oleh norma

hukum yang berisi sanksi.

Batang Tubuh UUD Negara Republik Indonesia 1945 merupakan

Staatsgrundgesetz atau aturan dasar negara/aturan pokok negara yang merupakan

garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara untuk menggariskan tata

cara membentuk peraturan perundang-undangan yang mengikat umum. Sifat dari

norma hukumnya masih bersifat garis besar dan pokok dan merupakan norma

hukum tunggal, belum dilekati oleh norma hukum sanksi. Undang-undang

dikatagorikan dalam Fomell Gesetz sementara Peraturan Pemerintah, Peraturan

Presiden, serta Peraturan Daerah digolongkan dalam Verordnung & Autonome

Satzung.

Teori ini dipergunakan untuk memecahkan permasalahan kedua dari

penelitian ini. Permasalahan kedua dalam penelitian ini timbul akibat adanya 2

(dua) peraturan perundang-undangan yang bertentangan satu sama lainnya. Teori

Page 40: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

28

ini dipergunakan untuk menentukan tingkatan/kedudukan dari peraturan yang

beretentangan tersebut, apakah memiliki kedudukan yang sederajat atau tidak.

Penentuan kedudukan ini kemudian untuk memastikan asas mana dari asas

preferensi yang akan digunakan untuk memecahkan konflik norma yang terjadi.

1.6.6. Asas Preferensi

Di dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarki

(kewerdaan atau urutan). Ada peraturan yang lebih tinggi dan ada

peraturan yang lebih rendah. Perundang-undangan suatu negara merupakan

suatu sistem yang tidak menghendaki atau membenarkan atau membiarkan

adanya pertentangan atau konflik di dalamnya. Jika ternyata ada

pertentangan yang terjadi dalam suatu sistem peraturan

perundang-undangan maka salah satu dari keduanya harus ada yang

dimenangkan dan ada yang dikalahkan. Oleh karena itu diperlukan

asas-asas yang mengatur mengenai kedudukan masing-masing peraturan

perundang-undangan, terkait dengan hal tersebut setidaknya terdapat 3 asas

(adagium) dalam tata urutan peraturan perundang-undangan yang dikenal sebagai

asas preferensi, yaitu:

1. Asas lex superior derogat legi inferiori,

Terkait Asas lex superior derogat legi inferiori Kusnu Goesniadhie

menyatakan bahwa:

Peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih

tinggi yang mengatur materi normatif yang sama. Jika terjadi pertentangan,

maka peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi akan

mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih

Page 41: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

29

rendah, dan karena adanya hirarki dalam peraturan perundang-undangan maka

hal demikian berlaku asas lex superior derogate legi inferiori.30

Hal tersebut sebagaimana dimaksud oleh Gert-Fredrik Malt yang

menyatakan bahwa:

the lex superior principle points to the formaland substantive reasons for

assuming, given a set of different opinions covering the same situation an

emanating from different sources (persons, procedures, values), that one (in

principle and which one) should be considered as representing the ultimate or

most fundamental and important opinion of the utterer (or a body of utterers,

such as the society as a whole?) and that is the valid one. In a world where

points of view, values, and opinions may differ (disagree) such an assumption

will promote the necessary and maximal orientatition of the total set of

opinions in the sistem toward coherence and unity (of order, of value, of

opinion, of acts, avoiding anarchy) and efficiency in the application of means

and end.31

2. Asas lex posteriori derogate legi priori

Selanjutnya terkait Asas lex superior derogat legi inferiori Gert-Fredrik Malt

menyatakan bahwa:

The lex posterior principle thus points to the formal and substantive reasons

for assuming, given an older and more recent statement (concerning fact,

values, and norms), that the latter represents the ultimate (actual) opinion of

the utterer and is also the valid one. In a changing world such an assumption

will promote a necessary and maximal orientation of the total set of opinions in

the sistem towards the actual (present).”32

Hal senada mengenai asas ini diungkapkan oleh Kusnu Goesniadhie yang

menyatakan bahwa:

Pertentangan dapat terjadi antara peraturan perundang-undangan yang lama

dengan peraturan perundang-undangan yang baru, yang mengatur materi

normatif yang sama. Kalau diundangkan peraturan perundang-undangan yang

baru dengan tidak mencabut peraturan perundang-undangan yang lama yang

30Kusnu Goesniadhie, 2010, Harmonisasi Sistem Hukum, Mewujudkan Tata

Pemerintahan yang baik, A3, Malang,hal. 36. 31Gert-Fredrik Malt, “Methods for the solution of Conflict between Rule in a sistem of

Positive Law” dalam Bob Brouwer, et.al., Editor, Coherence and Coflict in Law, Procceedings of

the 3rd Benelux-Scandinavian Symposium in Legal Theory. hal. 211 32Gert-Fredrik Malt, Op.Cit.,hal..208

Page 42: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

30

mengatur materi normatif yang sama sedangkan kedua-duanya saling

bertentangan satu sama lain, maka peraturan perundang-undangan yang baru

mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama, hal demikian

berlaku asas lex posteriori derogate legi priori.33

3. Asas lex specialis derogate legi generali

Terkait dengan asas lex specialis derogate legi generali, Gert-Fredrik Malt

menyatakan bahwa:

The lex specialis principle points to the formal and substantive reasons for

assuming, given a more general and a more specific statement, coverting the

same situation, that the latter represents the ultimate opinions of the utterer

and also the valid one in relation to the situation. In a complex world, such as

assumtions will promote necessary and maximal orientatios of the total set of

opinions in the sistem toward the concrete (reality).34

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Kusnu Goesniadhie yang

menyatakan bahwa:

Pertentangan dapat terjadi antara peraturan perundang-undangan yang bersifat

umum dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus, sedangkan

kedua-duanya mengatur materi normatif yang sama. Jika terjadi demikian maka

peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus akan mengesampingkan

peraturan perundang-undangan yang bersifat umum, hal demikian akan berlaku

asas lex specialis derogate legi generali.35

Adapun tipe penyelesaian yang berkaitan dengan asas preferensi hukum

sebagaimana diuraikan diaas yaitu sebagai berikut:36

1. Pengingkaran (disavowal)

Langkah ini seringkali merupakan suatu paradok, dengan mempertahankan

bahwa tidak ada konflik norma. Seringkali konflik itu terjadi berkenaan

33Kusnu Goesniadhie, Op.Cit.,hal. 36 34Gert-Fredrik Malt, Op.Cit. hal. 209 35Kusnu Goesniadhie, Op.Cit. hal. 37 36P.W. Brouwer et.al. Coherence and Conflict in Law dalam Philipus M. Hadjon dan

Tatiek Sri Djatmiati, 2009, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

hal.31

Page 43: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

31

dengan asas lex spesialis dalam konflik pragmatis atau dalam konflik logika

diinterpretasi sebagai pragmatis.

2. Reinterpretasi

Dalam kaitan penerapan 3 asas preferensi hukum harus dibedakan:

Cara yang pertama adalah reinterpretasi, yaitu dengan mengikuti

asas-asas preferensi, menginterpretasi kembali norma yang utama

dengan cara yang lebih fleksibel.

Cara yang kedua dengan menginterpretasi norma preferensi dan

kemudian menerapkan norma tersebut dengan mengenyampingkan

norma yang lain.

3. Pembatalan (invalidation)

Ada dua macam pembatalan, yaitu:

a. pembatalan abstrak dan formal dilaksanakan misalnya oleh suatu

lembaga khusus. Di Indonesia Pembatalan Peraturan Pemerintah ke

bawah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.

b. Pembatalan praktikal, yaitu tidak menerapkan norma tersebut dalam

kasus konkrit.

4. Pemulihan (remedy)

Mempertimbangkan pemulihan dapat membatalkan satu ketentuan. Misal:

dalam hal satu norma yang unggul dalam arti Overruled norm, berkaitan

dengan aspek ekonomi maka sebagai ganti membatalkan norma yang kalah

maka dengan cara memberikan kompensasi.

Page 44: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

32

Asas ini dipergunakan untuk memecahkan permasalahan kedua dari

penelitian ini. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa permasalahan

kedua dalam penelitian ini adalah bermula dari adanya konflik norma,

permasalahan kedua dalam penelitian ini akan memperoleh penyelesaian dengan

menerapkan asas ini pada konflik norma yang terjadi.

1.7. Metode Penelitian

Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai “suatu upaya pencarian” dan

tidak hanya merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap sesuatu obyek

yang terlihat kasat mata.37 Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia

untuk menyalurkan hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang

disertai dengan suatu keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari

hubungan sebab akibatnya, atau kecenderungan yang timbul, oleh karena itu,

menurut H.L.Manheim, bahwa suatu penelitian pada dasarnya usaha secara hati-

hati dan cermat menyelidiki berdasarkan pengetahuan yang dimiliki subjek ke

dalam cara berfikir ilmiah38

1.7.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian ini beranjak dari adanya kekosongan dan

konflik norma yang mengatur tentang kewenangan notaris di bidang Cyber Notary

berdasarkan Pasal 15 ayat (3) UUJN dimana kekosongan norma yang terjadi

adalah mengenai bagaimana pembuatan akta elektronik dibuat oleh notaris,

37Ibid. 38 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, hal.

9.

Page 45: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

33

sedangkan konflik norma yang terjadi adalah pertentangan antara Pasal 17 jo.18

UUJN dengan Pasal 2 UU ITE terkait apakah notaris berwenang untuk membuat

akta secara elektronik yang dilakukan oleh para pihak yang berkedudukan di luar

wilayah jabatan notaris.

1.7.2. Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan, dengan

pendekaan tersebut diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai masalah

yang diteliti. Pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalahan pada

tesis ini adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (The

Statute Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and

Conceptual Approach).

Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approcah) dilakukan

dengan menelaah peraturan perundang-undangan. Pendekatan ini digunakan untuk

mengkaji adanya permasalahan hukum dalam peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian hukum ini.

Pendekatan analisis konsep hukum (Analytical and Conceptual Approcah)

yaitu beranjak dari peraturan perundang-undangan maupun pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan

menemukan ide-ide yang relevan dengan isu yang dihadapi.39

39Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta,hal. 93

Page 46: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

34

Dengan beberapa pendekatan hukum yang digunakan tersebut diharapkan

dapat diperoleh pemecahan yang tepat terhadap kedua pokok permasalahan yang

akan dibahas dalam tesis ini.

1.7.3. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum.40 Bahan-bahan hukum primer diperoleh dari

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pokok

permasalahan yang akan diteliti.

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan

lebih lanjut terhadap bahan hukum primer,41 dalam penulisan tesis ini

digunakan bahan hukum sekunder seperti:

a. Buku-buku mengenai Cyber Notary, kewenangan notaris dan

buku-buku lain yang terkait dengan topik yang diangkat dalam

penelitian ini.

b. Makalah-makalah yang berasal dari seminar maupun pidato

mengenai Cyber Notary;

c. Artikel-artikel yang terkait dengan permasalahan yang di bahas

baik yang dimuat dalam media cetak mauapun media elektronik.

3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.42 Bahan

40Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2001, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan

singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13 41Ibid

Page 47: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

35

hukum tersier yang dugunakan dalam penulisan ini adalah Kamus

Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

1.7.4. Teknik Pengumpulan Sumber Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini

dilakukan melalui studi pustaka yang meliputi bahan hukum primer yaitu

peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan, bahan hukum

sekunder yaitu buku-buku literatur ilmu hukum beserta tulisan-tulisan hukum

lainnya yang relevan dengan permasalahan dan bahan hukum tersier. Bahan

hukum yang diperoleh kemudian dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu

(card sistem). Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji berpendapat bahwa kartu yang

perlu disiapkan yaitu43 kartu kutipan yang dipergunakan untuk mencatat atau

mengutip data beserta sumber darimana data tersebut diperoleh (nama

pengarang/penulis,judul buku/artikel, halaman, dan sebagainya)

Dalam penelitian ini studi pustaka dilakukan melalui tahapan identifikasi

bahan hukum, selanjutnya data yang telah terkumpul selanjutnya diolah.

Pengolahan bahan hukum dilakukan dengan tahapan pemeriksaan bahan hukum,

penandaan bahan hukum, serta penyusunan atau sistematisasi bahan hukum.

1.7.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh terkait dengan kedua pokok permasalahan

yang akan diteliti selanjutnya dibahas melalui beberapa teknik analisis yaitu

teknik deskripsi, interpretasi, konstruksi, sistematisasi, evaluasi, dan argumentasi.

Analisis bahan hukum dalam penelitian ini diawali dengan melakukan teknik

42Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal.251-262

43 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Op.Cit, hal.. 53

Page 48: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

36

deskripsi. Teknik deskripsi adalah penguraian suatu bahan hukum yang telah

dikumpulkan. Dalam hal ini deskripsi dilakukan terhadap peratutan perundang-

undangan yang menunjukkan adanya kekosongan dan konflik norma mengenai

kewenangan notaris di bidang Cyber Notary khususnya dalam hal ini adalah

kewenangan mensertifikasi transaksi elektronik.

Bahan hukum yang telah dideskripsikan tersebut kemudian disistemasi,

diinterpretasi, dievaluasi dan diberikan argumentasi. Teknik sistematisasi adalah

upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum antara perundang-undangan

yang sederajat maupun yang tidak sederajat.44 Dalam penelitian ini teknik ini

digunakan dengan mengkaitkan rumusan konsep hukum dari kedua pokok

permasalahan dengan peraturan perundang-undangan lain baik yang sederajat

maupun tidak sederajat.

Teknik selanjutnya yang digunakan adalah interpretasi atau penafsiran

hukum atau adalah menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu

Pasal.45 Penafsiran atau interpretasi hukum dilakukan dalam kaitan adanya suatu

kekaburan norma. Terkait dengan hal tersebut pendapat A Aarnio yang dikutip

oleh Hans Kelsen menyebutkan bahwa….interpretation in turn has been

understood as linguistic matter….46 atau penafsiran semata-mata disebabkan

karena faktor bahasa. Dalam ilmu hukum ada adagium yang berbunyi “in claris

non fit interpretatio” yang artinya kalau undang-undang sudah jelas tidak perlu

dilakukan interpretasi. Berpkir secara “acontrario” maka justru adagium inilah

44Ibid 45Soedjono Dirdjosisworo, 2008, Pengantar Ilmu Hukum. PT RajaGrafindo Persada,

Jakarta, hal. 157 46Hans Kelsen, 1967, Pure Theory of Law, University of California Press, hal.381

Page 49: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

37

yang sesungguhnya menjadi landasan relevansi interpretasi apabila undang-

undang tidak jelas. Interpretasi atau penafsiran ialah mencari dan menetapkan

pengertian atas dalil-lalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan

cara yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang. Isi

Undang-Undang kadang-kadang tidak jelas susunan katanya, juga tidak jarang

mempunyai lebih dari satu arti. Oleh karena itu, penafsiran atau interpretatie

terhadap Undang-Undang itu perlu.47 Ada beberapa metode penafsiran hukum

yang lazim diterapkan yaitu :

1. Penafsiran Gramatikal, yaitu penafsiran berdasarkan tata bahasa, yang

karena itu hanya mengingat bunyi kata-kata dalam kalimat itu sendiri

(penjelasan undang-undang menurut susunan kata-katanya).48

2. Penafsiran Historis atau Sejarah, adalah meneliti sejarah dari undang-

undang yang bersangkutan, dengan demikian hakim mengetahui maksud

pembuatannya. Penafsiran historis dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Sejarah hukum, konteks, perkembangan yang telah lalu dari hukum

tertentu seperti KUHP, KUHPerdata, hukum romawi dan sebagainya.49

b. Sejarah undang-undang, yaitu penelitian terhadap pembentukan undang-

undang tersebut, seperti ketentuan denda dalam KUHP pidana, sekarang

dikalikan lima belas mendekati harga-harga pada waktu KUHP Pidana

itu dibentuk.50

47Pipin syarifin, 1999, Pengantar Ilmu Hukum. CV.Pustaka Setia, Bandung, hal, 156 48Ibid 49Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit. hal.15 50Pipin Syarifin, Op.Cit, hal.157

Page 50: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

38

3. Penafsiran Sistematis, yaitu dengan cara mempelajari sitem dan rumusan

undang-undang yang meliputi:51

1. Penalaran analogi dan penalaran a contario. Penggunaan a

contario yaitu memastikan sesuatu yang tidak disebut oleh pasal

undang-undang secara kebalikan. Sedangkan analogi berarti pengluasan

berlakunya kaidah Undang-Undang.

2. Penafsiran ekstensif dan restriktif (bentuk-bentuk yang lemah terdahulu

secara logis tak ada perbedaan).

3. Penghalusan atau pengkhususan berlakunya undang-undang.

4. Penafsiran Teleologis/Sosiologis, yaitu penafsiran berdasarkan maksud atau

tujuan dibuatnya undang-undang itu dan ini meningkatkan kebutuhan

manusia yang selalu berubah menurut masa, sedangkan bunyi undang-undang

tetap dan tidak berubah. Contoh walaupun undang-undang tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan akan tetapi jika undang-undang itu masih berlaku, maka

tetap diterapkan terhadap kejadian atau peristiwa masa sekarang.52

5. Penafsiran Authentic (Sahih dan Resmi), yaitu membersihkan penafsiran

yang pasti sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang-undang itu

sendiri.53

6. Penafsiran Ektensis (Luas), yaitu menafsirkan berdasarkan luasnya arti kata

dalam peraturan itu, sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkannya, seperti

51Hasanuddin AF [et al.], 2004, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pustaka Al Husna Baru,

Jakarta, hal.166. 52Ibid 53Ibid

Page 51: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

39

:aliran listrik dapat dimasukkan kedalam kata benda, karena itu ada yang

berwujud dan yang tidak berwujud. Contoh aliran listrik termasuk benda.54

7. Penafsiran Analogi, sesungguhnya hal ini sudah tidak termasuk interpretasi,

karena analogi sama dengan qiyas, yaitu hukum ibarat dengan kata-kata

tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga sesuai peristiwa yang

sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian di anggap sesuai dengan bunyi

aturan tersebut, misalnya, menyambung atpenau menyantol aliran listrik

dianggap sama dengan mengambil aliran listrik, misalnya: Hakim cari

undang-undang untuk yang tepat untuk mengadili perkara kalau undang-

undang tidak ada, maka ia lari ke:

a. Yurisprudensi;

b. Dalil hukum adat;

c. Melakukan undang-undang secara analogi (kontruksi hukum).

8. Penafsiran Restriktif, yaitu penafsiran dengan membatasi (mempersempit)

arti kata dalam peraturan itu, misalnya, kerugian tidak termasuk kerugian

yang terwujud seperti sakit, cacat, dan sebagainya.55

9. Penafsiran Nasional, yaitu cara penafsiran dengan menilik sesuai tidaknya

dengan okum okum yang berlaku. Contoh Pasal 570 KUHPerdata sekarang

harus ditasirkan menurut hak milik yang sesuai dengan okum Indonesia yaitu

Pasal 20 ayat1 Undang-Undang Pokok Agraria.56

10. Penafsiran a Contrario (Menurut Pengingkaran), yaitu suatu cara

menafsirkan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertuian

54Ibid 55Hasanuddin AF [et al.], Op.Cit, hal. 167 56Ibid, hal. 166

Page 52: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

40

antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu undang-undang.

Berdasarkan perlawanan (pengingkaran) itu ditarik kesimpulan bahwa soal

yang dihadapi tiu tidak diliputi oleh pasal yang termaksud/ berada di luar

pasal itu. Karena dasar berfikir a contrario itu sama sekali bukan dalil, bahwa

pasal untuk suatu peristiwa tertentu juga dapat diadakan peraturan tersendiri

itu, sudah bukti yang jelas bahwa pembuat undang-undang tidak

menghendaki peristiwa yang serupa itu termasuk diatur juga.57

11. Penafsiran Perbandingan, yaitu penafsiran komparatif dengan cara

membandingkan penjelasan-penjelasan agar ditemukan kejelasan suatu

ketentuan undang-undang.58

Teknik Konstruksi, yaitu berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan

melakukan analogi dan pembalikan proposisi (acontrario), sedangkan teknik

evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju,

benar atau salah, sah atau tidak sahnya suatu pandangan, proposisi, pernyataan

norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun bahan hukum

sekunder.59 Teknik Argumentasi yaitu memberikan argumen atau alasan yang

bersifat penalaran hukum terkait permasalahan yang dibahas.

57 Pipin Syarifin,Loc.Cit. 58Ibid. 59Ibid

Page 53: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

41

1.8. Kerangka Berpikir

Bertitik tolak dari landasan teori yang diacu dalam menganalisis

permasalahan, maka dapat diangkat suatu kerangka berpikir atas dasar acuan

teori-teori yang telah diuraikan tersebut di atas, yang mana suatu kekosongan dan

konflik norma atas pengaturan kewenangan notaris di bidang cyber notary

menimbulkan suatu ketidakpastian dalam pelaksanaanya. Berdasarkan penjelasan

Pasal 15 ayat (3) UUJN tersebut dapat diketahui bahwa Notaris memiliki

kewenangan lain salah satunya adalah kewenangan mensertifikasi transaksi yang

dilakukan secara elektronik (cyber notary). Konsep cyber notary ingin memberi

bingkai hukum yaitu agar tindakan menghadap para pihak atau penghadap di

hadapan notaris dan notarisnya tidak lagi harus bertemu secara fisik (face to face)

di suatu tempat tertentu, dalam hal ini bisa saja para pihak berada di suatu tempat

yang berbeda dengan tempat kedudukan atau wilayah jabatan notaris, di sisi lain

para pihak berada pada tempat yang berbeda pula. Hadirnya kewenangan notaris

dibidang cyber notary dapat dipandang sebagai jawaban atas tuntutan

perkembangan teknologi saat ini. Suatu kenyataan sosial menunjukkan

perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah mengubah pola dan

perilaku masyarakat, diantaranya dalam transaksi bisnis telah terjadi pergeseran

dari pola konvensional dengan cara bertatap muka atau kontrak offline ke arah era

kontrak elektronik dengan cara online. Peran notaris dituntut untuk bisa turut serta

dalam perkembangan teknologi dan informasi tersebut. Sebagaimana diketahui

bahwa notaris telah lama dikenal sebagai pihak ketiga yang dipercaya, dengan

adanya ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUJNP yang dalam penjelasannya

Page 54: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

42

menyebutkan bahwa notaris memiliki kewenangan di bidang cyber notary

memberikan peluang dibuatnya akta notaris dengan menggunakan media

elektronik, dalam hal ini notaris berperan dalam memberikan aspek legal atas

suatu akta yang dibuat secara elektronik. Namun demikian hingga dengan saat ini

belum ada penjabaran lebih lanjut serta belum adanya peraturan yang mengatur

secara khusus tentang teknis pelaksanaan kewenangan notaris tersebut

mengakibatkan kebingungan dalam implementasinya.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut apabila dicermati terdapat

benang merah antara UUJN dengan UU ITE dan PP ITE. UU ITE mengatur

tentang prinsip-prinsip hukum dan regulasi pemanfaatan media elektronik. Segala

bentuk pemanfaatan media elektronik tunduk pada UU tersebut termasuk notaris

dalam menjalankan kewenangannya di bidang cyber notary. Kajian lebih

mendalam hubungan antara UUJN dengan UU ITE dan PP ITE menghadirkan

permasalahan yuridis baru yaitu konflik norma yurisdiksi notaris dalam

menjalankan kewenangannya. Dilihat dari segi filosofisnya transaksi elektronik

bukan lagi merupakan sesuatu yang bersifat konvensional yang mana dapat

dilakukan dimana saja tidak menutup kemungkinan bersifat lintas batas negara

sebagaimana halnya dalam penjelasan Pasal 2 UU ITE tersebut diterangkan

bahwa jangkauan UU ITE tidak mengenal batas teritorial mengingat pemanfaatan

Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat

bersifat lintas territorial atau universal. Namun di sisi lain notaris memiliki apa

yang disebut sebagai wilayah jabatan notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 18

UUJN yang menyatakan bahwa:

Page 55: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

43

(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah Kabupaten atau Kota

(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah Provinsi

dari tempat kedudukannya.

Selanjutnya dalam Pasal 17 huruf a UUJN diatur bahwa Notaris dilarang

menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. Dalam penjelasan Pasal 17 huruf

a tersebut menyatakan bahwa larangan tersebut dimaksudkan untuk memberikan

kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya

persaingan tidak sehat antar notaris dalam menjalankan jabatannya. Artinya

bahwa notaris berwenang membuat akta atas perbuatan hukum yang dilakukan

dalam wilayah kerjanya, yang meliputi seluruh provinsi di tempat kedudukan

notaris yang bersangkutan,60 yang dimaksud dengan “membuat akta” di sini

adalah hadir di hadapan para penghadap (subjek perjanjian), membacakan dan

menanda-tangani akta tersebut.61

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai kompetensi Notaris

dalam menjalankan kewenangannya di bidang cyber notaryatas transaksi

elektronik yang dilakukan oleh para pihak yang berada di luar wilayah jabatan

notaris. Dalam mengatasi permasalahan tersebut terdapat landasan teori yang

digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut. Landasan teori yang

digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah Konsep

Negara Hukum, Teori Wewenang, Teori Kepastian Hukum, Teori Pernjenjangan

Norma, dan Asas Preferensi.

60 Irma Devita Purnamasari, 2011, Adakah Pembatasan Wilayah Notaris Terkait

Pembuatan Akta Pendirian PT, di akses pada tanggal 01 September 2016, diunduh dari URL :

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eeeb3c0a2d8/adakah-pembatasan-wilayah-notaris-

terkait-pembuatan-akta-pendirian-pt. 61Ibid.

Page 56: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

44

Konsep Negara Hukum dimaksudkan sebagai dasar untuk membahas dan

menganalisis seluruh permasalahan dalam penelitian ini. Notaris di dalam

menjalankan kewenangannya harus didasarkan kepada hukum, dengan kata lain

kewenangan yang dijalankan oleh seorang notaris tidak boleh menyimpang dari

peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan akan

menetukan sah atau tidak sahnya akibat hukum yang ditimbulkan dari

kewenangan yang dijalankan oleh seorang notaris.

Teori Kewenangan dipergunakan untuk menganalisis masalah kedua

dalam penelitian ini. Dalam teori ini diajarkan bahwa tiada kewenangan yang lahir

tanpa adanya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Teori ini erat

kaitannya dalam menganalisis permasalahan kedua, yaitu apakah seorang notaris

boleh menjalankan kewenangan cyber notary terhadap tranaksi elektronik yang

dilangsungkan oleh para pihak yang berada di luar wilayah jabatan notaris dan

akibat hukum yang ditimbulkan apabila notaris melakukannya.

Teori Kepastian Hukum dipergunakan untuk membahas permasalahan

Pertama dan Kedua. Permasalahan kedua merupakan bentuk ketidakpastian

hukum yang tidak akan terjadi apabila tidak terdapat konflik norma antara UUJN

dan UU ITE. Adanya konflik norma antara UUJN dan UU ITE menunjukan

bahwa telah terjadi penyimpangan atas asas kepastian hukum yang diutarakan

oleh Lon Fuller khususnya asas tidak boleh ada peraturan yang saling

bertentangan.

Teori Penjenjangan Norma dipergunakan untuk menentukan

tingkatan/kedudukan dari peraturan yang mengalami konflik norma, apakah

Page 57: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

45

memiliki kedudukan yang sederajat atau tidak. Penentuan kedudukan ini

kemudian untuk memastikan asas mana dari asas preferensi yang akan digunakan

untuk memecahkan konflik norma yang terjadi untuk memecahkan permasalahan

kedua dalam penelitian ini.

Asas Preferensi dipergunakan untuk memecahkan permasalahan kedua

dari penelitian ini. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa permasalahan

kedua dalam penelitian ini adalah bermula dari adanya konflik norma,

permasalahan kedua dalam penelitian ini akan memperoleh penyelesaian dengan

menerapkan asas ini pada konflik norma yang terjadi.

Teori Hukum Progresif digunakan untuk mempertajam pembahasan

masalah Pertama dalam penelitian ini. Melalui teori ini dimungkinkan untuk

melakukan intepretasi kreatif tentang konsep dari cyber notary itu sendiri

sehingga diperoleh pemahaman yang lebih fleksibel tentang kapabilitas seorang

notaris dalam melakukan sertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik.

Seluruh landasan teoritis tersebut akan dipergunakan untuk membedah dan

menganalisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

Secara garis besar kerangka berpikir tersebut digambarkan dalam bagan

sebagai berikut:

Page 58: iv Tesis Ini Telah Diuji Panitia Penguji Tesis Nomor : 68 ... · Saya yang bertandatangan di bawah ini ... Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (3) ... Transaksi Elektronik dapat

46

KEKOSONGAN DAN KONFLIK NORMA

KEWENANGAN NOTARIS DI BIDANG CYBER NOTARY

Jenis

Penelitian:

- Penelitian

Normatif

Jenis Pendekatan :

- Pendekatan

Peraturan

Perundang-

undangan

- Pendekatan

Analisis Konsep

Hukum

Sumber Bahan

Hukum:

- Bahan Hukum

Primer

- Bahan Hukum

Sekunder

- Bahan Hukum

Tersier

Teknik

Pengumpulan

Bahan Hukum :

- Studi

kepustakaan

- Sistem kartu

Teknik Analisis Bahan Hukum : Deskripsi, Interpetasi, Konstruksi,

Sistematisasi, Evaluasi, dan Argumentasi.

Permasalahan 1:

Bagaimanakah kewenangan

notaris dalam

pembuatan akta

secara elektronik

dilakukan?

Permasalahan 2:

Apakah notaris berwenang membuat akta secara elektronik terhadap

para pihak yang berkedudukan di luar wilayah jabatan notaris?

Teori Kepastian Hukum

Teori Wewenang

Asas Preferensi

Teori Penjenjangan Norma

Konsep Negara Hukum

Teori Hukum Progresif