IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Letak Geografis · mengalami erupsi magmatik ... mempengaruhi tingkat...

16
IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Letak Geografis Kompleks G. Guntur terdiri atas beberapa kerucut, yaitu Gunung Masigit (2249 m) sebagai kerucut tertinggi dan pada bagian tenggara terdapat kerucut Gunung Parukuyan (2135 m), kerucut Gunung Kabuyutan (2048) dan kerucut Gunung Guntur (1956 m). G. Guntur lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan G. Gede. G. Guntur merupakan gunungapi tipe Strato yang terletak pada 07° 08' 30''LS dan 107° 20'BT dengan ketinggian 2.249 m dpl dan secara administratif terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Garut, Jawa Barat (Gambar 8). Menurut Volcanological Survey of Indonesia (VSI), G. Guntur dikelaskan ke dalam Gunungapi tipe A yaitu gunungapi tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah 1600. Secara keruangan batas-batas wilayah penelitian, yaitu : sebelah utara berbatasan dengan Desa Leles, sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyuresmi, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tarogong, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Samarang. Gunungapi Guntur (G. Guntur) merupakan salah satu tubuh gunungapi yang terletak di sekitar kompleks pegunungan vulkanik, yaitu kompleks pegunungan Leles dan Pegunungan Garut bersambungan dengan deretan pegunungan lain yang terdiri dari Gunung Kunci, Kawah Kamojang, Gunung Sanggar, Gunung Rakutak dan diakhiri dengan kompleks Gunungapi Papandayan. Permukiman di sekitar G. Guntur pada umumnya berada pada ketinggian 600 – 1000 m dpl, dimana sebagian besar terpusat di kaki gunung bagian tenggara dan selatan sedangkan sebagian kecil tersebar di kaki gunung bagian timur dan utara. 4.2. Topografi Topografi suatu daerah menunjukkan bagaimana bentuk daerah tersebut, termasuk perbedaan kecuraman lereng. Berdasarkan analisis peta Rupabumi Indonesia skala 1 : 25.000 untuk lembar Samarang dan data DEM (digital elevation model), daerah penelitian memiliki topografi yang bervariasi dari datar hingga bergunung, dengan bentuklahan (landform) perbukitan, kerucut vulkanik, aliran lava, 25

Transcript of IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Letak Geografis · mengalami erupsi magmatik ... mempengaruhi tingkat...

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Letak Geografis

Kompleks G. Guntur terdiri atas beberapa kerucut, yaitu Gunung Masigit

(2249 m) sebagai kerucut tertinggi dan pada bagian tenggara terdapat kerucut

Gunung Parukuyan (2135 m), kerucut Gunung Kabuyutan (2048) dan kerucut

Gunung Guntur (1956 m). G. Guntur lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan

sebutan G. Gede. G. Guntur merupakan gunungapi tipe Strato yang terletak pada

07° 08' 30''LS dan 107° 20'BT dengan ketinggian 2.249 m dpl dan secara

administratif terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Garut, Jawa Barat

(Gambar 8). Menurut Volcanological Survey of Indonesia (VSI), G. Guntur

dikelaskan ke dalam Gunungapi tipe A yaitu gunungapi tercatat pernah

mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah 1600. Secara

keruangan batas-batas wilayah penelitian, yaitu : sebelah utara berbatasan dengan

Desa Leles, sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyuresmi, sebelah selatan

berbatasan dengan Desa Tarogong, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa

Samarang.

Gunungapi Guntur (G. Guntur) merupakan salah satu tubuh gunungapi

yang terletak di sekitar kompleks pegunungan vulkanik, yaitu kompleks

pegunungan Leles dan Pegunungan Garut bersambungan dengan deretan

pegunungan lain yang terdiri dari Gunung Kunci, Kawah Kamojang, Gunung

Sanggar, Gunung Rakutak dan diakhiri dengan kompleks Gunungapi Papandayan.

Permukiman di sekitar G. Guntur pada umumnya berada pada ketinggian 600

– 1000 m dpl, dimana sebagian besar terpusat di kaki gunung bagian tenggara dan

selatan sedangkan sebagian kecil tersebar di kaki gunung bagian timur dan utara.

4.2. Topografi

Topografi suatu daerah menunjukkan bagaimana bentuk daerah tersebut,

termasuk perbedaan kecuraman lereng. Berdasarkan analisis peta Rupabumi

Indonesia skala 1 : 25.000 untuk lembar Samarang dan data DEM (digital

elevation model), daerah penelitian memiliki topografi yang bervariasi dari datar

hingga bergunung, dengan bentuklahan (landform) perbukitan, kerucut vulkanik,

aliran lava,

25

Gambar 8. Lokasi Penelitian

26

 Gambar 9. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Garut

27

 Gambar 10. Peta Elevasi Kabupaten Garut

28

dan dataran piroklastik. Peta kelas kemiringan lereng berdasarkan Peta Sistem

Lahan RePPProt tahun 1989 disajikan pada Gambar 9.

Secara umum, daerah penelitian didominasi oleh lereng yang sangat curam

yaitu lebih dari 40%, daerah ini tersebar hampir diseluruh bagian selatan

Kabupaten Garut. Sedangkan daerah datar yaitu < 2% terletak di bagian tengah

dan daerah pesisir yang agak landai didominasi oleh kelas lereng 9-15%. Relief

dan elevasi juga merupakan faktor penting dalam menggambarkan bentuk

permukaan bumi. Peta Elevasi Kabupaten Garut disajikan pada Gambar 10.

Secara umum daerah penelitian didominasi oleh daerah dengan ketinggian lebih

dari 300 m. Dibagian selatan didominasi oleh daerah dengan ketinggian 11-50 m

dan 51-300 m.

4.3. Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses geomorfik

dalam modifikasi bentuk muka bumi atau bentanglahan (landscape). Iklim dapat

mempengaruhi tingkat pelapukan batuan khususnya batuan vulkanik hasil letusan

gunungapi. Unsur-unsur iklim yang berpengaruh pada proses tersebut antara lain

curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur.

Secara umum wilayah Garut dikategorikan sebagai daerah beriklim tropis

basah (humid tropical climate) karena memiliki tipe iklim Af sampai Am

berdasarkan klasifikasi Koppen. Iklim dan cuaca di daerah Garut dipengaruhi oleh

tiga faktor utama yaitu pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation

pattern), topografi regional yang bergunung dan elevasi. Curah hujan rata-rata

tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan

dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai

3.500 - 4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24°C-27°C

(Pemerintah Kabupaten Garut, 2009). Selama musim hujan, secara tetap bertiup

angin Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian

barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif

tinggi dari arah Australia yang terletak di tenggara. Besarnya curah hujan tahunan

pada stasiun Nariewatie (stasiun klimatologi terdekat dengan G. Guntur) tahun

2004-2008 menunjukkan nilai yang cukup bervariasi (Gambar 11). Stasiun ini

29

terletak pada koordinat geografis sekitar 07° 15' LS dan 108° 00' BT dan

berada pada elevasi 295 m, Kabupaten Garut.

Gambar 11. Curah Hujan Tahunan Stasiun Nariewatie Tahun 2004-2008

Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa curah hujan tahunan yang jatuh di

sekitar G. Guntur mempunyai curah hujan tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar

3.866 mm dan terendah pada tahun 2006 sebesar 2.228 mm. Untuk curah hujan

rata-rata bulanan yang jatuh di wilayah G. Guntur disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Stasiun Nariewatie Tahun 2004-2008

 

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

2004 2005 2006 2007 2008

Cur

ah H

ujan

Tah

unan

(mm

)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec

Curah Hujan

 Rata‐rata Bulan

an 

(mm)

Bulan

30

Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa curah hujan bulanan yang jatuh di wilayah

tersebut relatif tinggi pada musim hujan dan relatif rendah pada musim kemarau.

Sehingga fluktuasi curah hujan bulanan yang jatuh pada musim hujan dan musim

kemarau cukup besar. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan

Oktober yaitu sebesar 477,76 mm. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan

terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 14,12 mm.

Unsur iklim yang lain seperti temperatur dan kelembaban udara juga

merupakan unsur yang penting dalam proses geomorfik. Temperatur maksimum

pada tahun 2004-2008 rata-rata berkisar 21,92° C pada tahun 2005 dan temperatur

minimum rata-rata berkisar pada suhu 21,25° C pada tahun 2006 dengan

kelembaban udara maksimum sebesar 87,8% dan kelembaban minimum sebesar

86,5%.

4.4. Geologi G. Guntur

Berdasarkan Peta Geologi Gunungapi Guntur, Jawa Barat skala 1 : 25.000

(Gambar 13), tatanan dan urutan batuan penyusun di wilayah G. Guntur di bagian

utara di dominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan atau

erupsi. Erupsi ini berlangsung beberapa kali secara sporadik selama periode

Kuarter (1,81 juta tahun) lalu sehingga menghasilkan material vulkanik baik

berupa breksi, dan tufa yang banyak mengandung kuarsa maupun lahar. Catatn

kejadian erupsi tertua terjadi pada tahun 1690 dan catatan erupsi terakhir terjadi

pada tahun 1847. Deposit yang dihasilkan G. Guntur antara lain aliran lava,

jatuhan piroklastika, aliran piroklastika, longsoran gunungapi, lahar dan alluvial

(Direktorat Vulkanologi Indonesia, 1998).

G. Guntur merupakan gunungapi tipe strato yang terjadi akibat erupsi

campuran sehingga menyebabkan lerengnya berlapis dan terdiri dari bermacam-

macam batuan antara lain batuan lava basaltis dan andesitis. Hasil erupsi tahun

1847 merupakan aliran lava teratas mengalir kearah selatan dan membentuk

cabang pada bagian ujungnya. Lava ini berkomposisi basaltis (SiO2 51,29%),

porfiritik dengan komposisi mineral olivine, augit, hipersten, plagioklas dan

magnetit sebagai fenokris dalam masadasar gelas. Bagian permukaan berbongkah-

bongkah dengan sudut tajam dan bervesikular. Sedangkan hasil erupsi tahun 1840

31

 Gambar 13. Peta Geologi G. Guntur

32

mengalir kearah tenggara dan berakhir di daerah Cipanas. Aliran ini membentuk

tanggul pada bagian tepinya dan cekung pada bagian tengahnya. Aliran lava ini

berkompisisi basaltis (SiO2 51,56%), porfiritik dengan olivine, augit, hipersten

plagioklas dan magnetit sebagai fenokris dalam masadasar gelas. Bagian tengah

tampak berbongkah-bongkah dengan sudut tajam dan bervesikular (Direktorat

Vulkanologi Indonesia, 1998). Berdasarkan kandungan SiO2, batuan lava hasil

erupsi 1840 agak mirip dibandingkan dengan lava hasil erupsi tahun 1847. Bagian

selatan G. Guntur didominasi oleh lahar yang terkonsentrasi pada bagian kaki

gunungapi. Lahar ini tersusun atas blok-blok lava andesit dan basaltis, berukuran

kerakal-bongkah, membundar dengan ukuran sedang, tertanam dalam matriks

pasir kasar.

4.1.Geokimia Batuan

Pada penelitian ini akan ditunjukkan analisis geokimia batuan G. Guntur

terkait dengan geomorfologi gunungapi tersebut. Telaah mengenai petrology dan

geokimia pada komplek gunungapi Guntur telah dilakukan oleh penelitian

pendahulu (Purbawinata, 1990). Letusan G. Guntur pada tahun 1840

menghasilkan semburan deposit vulkanik yang mengandung Low-K tholeiites dan

hampir menutupi kawasan sekitarnya. Aliran lava muda mengalir membentuk

lidah panjang yang sempit sepanjang 100 - 500 m. Pada Tabel 5 ditunjukkan

komposisi unsur utama batuan pada G. Guntur.

Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan silikat pada batuan Low-K

tholeiites sebesar 50,96% sehingga batuan ini termasuk dalam batuan beku

(kandungan 45%-52%) dengan struktur skori (scoria). Struktur skori (Gambar 14)

merupakan salah satu jenis lava atau lapili magmatic berstruktur vesikular

(berongga), tidak berserat, agak berat dan cenderung tenggelam di dalam air.

Skori G. Guntur sebagian besar berwarna cokelat kemerahan yang disebabkan

oleh proses oksidasi. Batuan ini berasal dari magma yang berkomposisi basaltik

(Direktorat Vulkanologi Indonesia, 2010)

33

Tabel 5. Komposisi Kandungan Unsur Mayor pada Batuan (Purbawinata, 1990)

Unsur Jumlah (%) Unsur Jumlah (%) oxida wt % SiO2 50,96 Ba 121 TiO2 0,98 Sr 302 Al2O3 19,17 Pb 8 Fe2O3 3,49 Rb/Sr 0,03 FeO 6,2 Y 25 MnO 0,17 Th 1 MgO 4,99 Unsur 4 CaO 9,69 Zr 80 Na2O 2,8 Nb 2 K2O 0,44 Cr 19 P2O5 0,17 Y 238 Mg/Mg+Fe2+ 58,92 Ni 9 FeO 9,69 Cu 62 FeOMgO 1,942 Zn 68

Rb 10 Ga 17

Gambar 14. Batuan Skori (scoria) di G. Guntur (27 September 2010)

4.1. Tanah

Jenis tanah di daerah penelitian diperoleh dari Peta Tanah Sistem Lahan

Garut skala 1 : 250.000 RePPProt tahun 1989. Berdasarkan peta tersebut, terdapat

12 SPT di wilayah Kabupaten Garut yang terbagi kedalam 4 ordo yaitu Inceptisol,

Entisol, Ultisol, dan Alfisol.

33

Inceptisol terdiri dari Great Grup Dystrandepts, Humitropepts,

Hydrandepts, Eutropepts, Humitropepts, Eutrandepts, Tropaquepts, dan

Dystropepts. Jenis tanah ini mempunyai solum yang cukup tebal, teksturnya agak

bervariasi yaitu liat berdebu, liat, dan lempung berliat, struktur gumpal bersudut,

sedang konsistensinya adalah gembur sampai teguh. Kandungan bahan organik

umumnya sangat rendah. Reaksi tanah (pH) sekitar 6,0 - 7,5. Kadar unsur hara

yang terkandung umumnya tinggi, tetapi banyak tergantung kepada bahan

induknya. Daya menahan air dan permeabilitasnya sedang. Kepekaan terhadap

erosi adalah sedang hingga besar. Tanah ini mempunyai sifat-sifat fisik yang

sedang sampai baik dan sifat kimia umumnya baik, sehingga nilai produktivitas

tanah ini sedang sampai tinggi.

Entisol terdiri dari Great Grup Tropopsamments dan Tropoquents. Jenis

tanah dengan Great Grup Tropopsamments terbentuk pada daerah dengan bentuk

fisiografi dataran banjir. Bahan-bahan endapan yang dibawa oleh sungai

kemudian diendapkan dan terakumulasi pada daerah ini. Proses pengendapan

yang berlangsung berulang-ulang menyebabkan tanah yang terbentuk berlapis-

lapis sehingga lapisan tersebut tidak mencirikan suatu horison tertentu. Lapisan-

lapisan tanah tersebut umumnya lebih bervariasi baik warna maupun distribusi

ukuran butir bahan penyusunnya. Tekstur tanah ini didominasi oleh pasir. Jenis

tanah dengan Great Grup Tropoquents terbentuk dari bahan induk abu dan pasir

vulkan intermedier. Bentuk wilayahnya berombak sampai bergunung. Konsistensi

lepas sampai gembur dan memiliki pH sekitar 6,0 – 7,0.

Ultisols terdiri dari Great Grup Tropudults, Paleudults, dan Tropohumults.

Jenis tanah ini bersifat gembur dan mempunyai perkembangan penampang dan

cenderung tidak teguh, peka terhadap pengikisan. Sedangkan Alfisol terdiri dari

Great Grup Tropoudalfs yang memiliki kejenuhan basa lebih dari 35% pada

kedalaman 1,8 m dari permukaan dan umumnya memiliki selaput liat (Hakim et

al., 1986). Penyebaran tanah-tanah tersebut disajikan pada Gambar 15.

 

 

34

 Gambar 15. Peta Tanah Kabupaten Garut 

26

35

4.5. Penggunaan dan Penutupan Lahan

Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor yang berperan penting

dalam proses geomorfik. Penggunaaan lahan di Kabupaten Garut bagian utara

digunakan untuk persawahan sedangkan Garut bagian selatan didominasi oleh

penggunaan lahan perkebunan dan hutan. Tipe Penggunaan lahan Kabupaten

Garut tahun 2007 disajikan pada Tabel 6 dibawah ini :

Tabel 6. Tipe Penggunaan Lahan Kabupaten Garut Tahun 2007

No Penggunaan lahan Luas (Ha) Proporsi (%)

1 Sawah 49.455 16,13 2 Hutan 71.265 23,25 3 Kebun campuran 15.124 18,31 4 Tegalan 51.146 16,69 5 Perkebunan 26.825 8,75 6 Pemukiman 39.513 12,89 7 Semak belukar 7.005 2,29 8 Pertambangan 200 0,07 9 Industri 41 0,01 10 Kolam 1.826 0,60 11 Situ/Danau 207 0,07 12 Penggunaan lahan lainnya 2.907 0,95 Jumlah 306.519 100,00 Sumber : BPN Kabupaten Garut (2007)

Penggunaan lahan di daerah G. Guntur dan kawasan sekitarnya antara lain

didominasi oleh penambangan, lokasi pemandian air panas, pemukiman, semak

belukar, tegalan, sawah dan hutan (Gambar 16). Penambangan di daerah G.Guntur

berupa penambangan beberapa jenis bahan galian (Gambar 17). Penambangan

dilakukan oleh masyarakat setempat yang dikelola oleh perorangan maupun

beberapa perusahaan swasta. Pengelolaan perorangan dilakukan secara tradisional

dan dengan peralatan yang sederhana sedangkan pengelolaan yang dilakukan oleh

perusahaan menggunakan peralatan yang lebih modern. Bahan galian gunungapi

di daerah G. Guntur antara lain: sirtu (pasir dan batu), batuan beku (andesit-

basaltis), tanah lempung (hasil pelapukan batuan vulkanik), pasir sungai serta

obsidian. Bahan galian ini umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk

36

kepentingan pembuatan rumah, jalan, jembatan, dan bahan campuran

untuk keperluan industri.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16. Penggunaan Lahan Sekitar G.Guntur pada Citra IKONOS (a) Sawah, (b) Lokasi Pemandian Air Panas, (c) Tegalan, dan (d) Pemukiman

Gambar 17. Kegiatan Penambangan Bahan Galian di G.Guntur Tahun 2010

4.6. Geomorfologi G. Guntur

Bentangalam (landscape) Kabupaten Garut bagian utara terdiri atas dua

bentang alam, yaitu (1) dataran dan cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda

membuka ke arah utara, dan (2) rangkaian gunungapi aktif yang mengelilingi

37

dataran dan cekungan antar gunung seperti komplek G. Guntur, G. Kamojang, G.

Papandayan, G. Cikuray, G. Talagabodas, G. Galunggung sebelah timur dan

sebelah selatan terdiri dari dataran dan hamparan pesisir pantai dengan garis

pantai sepanjang 80 km.

Bentukan asal gunungapi merupakan morfologi yang pembentukannya

sangat jelas berasal dari aktivitas gunungapi dan relatif muda. Menurut Suhadi et

al. (2001), morfologi G. Guntur dapat dipisahkan menjadi satuan morfologi lereng

tertoreh sedang, satuan morfologi lereng tertoreh lemah, dan satuan morfologi

aliran lava.

4.8.1. Satuan Morfologi Lereng Tertoreh Sedang

Satuan morfologi ini merupakan bagian dari lereng G. Guntur yang

tersebar di sebelah selatan dan tenggara dengan kemiringan sekitar 30 - 45° dan

berada pada ketinggian 1.700 - 800 m dpl. Pola aliran sungai yang terdapat adalah

sub radier dan sub paralel, tertoreh sedang dengan lembah berbentuk V

berkedalaman maksimum antara 25 - 30 m. Batuan penyusunnya adalah lava dan

piroklastik dengan tutupan lahan berupa kebun dan alang-alang.

4.8.2. Satuan Morfologi Lereng Tertoreh Lemah

Morfologi ini berada pada lereng bagian bawah G. Guntur yang tersusun

oleh batuan lava dan piroklastik. Kenampakan morfologinya memperlihatkan

kemiringan yang relatif landai hingga sedang dengan torehan yang lemah.

Lembah-lembah sungai yang terbentuk berkedalaman antara 5 - 10 meter dan

berbentuk huruf V dangkal. Morfologi ini berada pada ketinggian 800 - 750 m dpl

dengan kemiringan lereng maksimum sekitar 10° - 20°. Tutupan lahan morfologi

ini berupa pemukiman, kebun dan persawahan.

4.8.3. Satuan Morfologi Aliran Lava

Morfologi ini dibangun oleh aliran lava produk gunungapi Guntur yang

terletak pada lereng tengah dan lereng bawah dengan kemiringan berkisar 15 -

45°. Tutupan lahannya berupa kebun, alang-alang dan pemukiman.

38

4.9. Sejarah Letusan G.Guntur

Letusan Gunung Guntur tercatat pertama kali pada tahun 1690. Saat itu

terjadi letusan besar yang banyak mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa.

Pada umumnya kegiatan Gunung Guntur hanya terbatas pada letusan abu yang

terkadang kuat hingga sekeliling menjadi hitam oleh abu letusan selanjutnya.

Tabel 7 dibawah ini menunjukkan ringkasan sejarah letusan G. Guntur.

Tabel 7. Sejarah Letusan G. Guntur (Padang, 1979)

 

Tahun Aktivitas 1690 Terjadi suatu letusan yang mengakibatkan kerusakan cukup besar di

daerah sekitar gunung api dan korban manusia 1770 Terjadi kegiatan, keterangan lebih lanjut tidak ada 1777 Letusan terjadi, keterangan jelas tidak ada 1780 Terjadi letusan dengan aliran lava pijar 1800 Terjadi letusan eksplosif pada tengah kawah, dengan aliran pijar (panjang

aliran tidak diketahui) 1803 Suatu letusan terjadi antara 3-15 April pada pusat kawah. Baha letusan

utama gas dan abu gunung api 1807 Letusan terjadi pada tanggal 1-6 september 1809 Letusan terjadi pada tanggal 9 Mei 1815 Letusan terjadi pada 15 Agustus di tengah kawah 1816 Letusan pada 21 September 1818 Pada 21-24 Oktober terjadi letusan berupa letusan gas, abu gunung api

dan semburan hancuran lava pijar 1825 Terjadi letusan pada 14 juni dan mengakibatkan kebakaran hutan 1828 Letusan terjadi pada tanggal 15 Mei dan 8 Juli 1829 Terjadi letusan merusak beberapa kampung dan banyak korban manusia 1832 Terjadi letusan pada tanggal 16 Januari dan 8-13 Agustus 1833 Terjadi letusan pada tangga 1 September 1834 Terjadi letusan pada bulan Desember 1840 Pada tanggal 24 Mei, tampak tiang asap dan muncul api dari kawah,

disusul aliran lava pijar mengalir ke arah Cipanas. Letusan disertai suara ledakan dahsyat dan lemparan bom vulkanik.

1841 Terjadi letusan sangat besar pada 14 November 1843 Terjadi letusan besar dengan suara Guntur dahsyat disusul tiang asap

hitam tebal dari kawah menjulang tinggi ke angkasa 1847 Terjadi letusan gas dan abu pada 16-17 Desember 1885 Tidak ada keterangan lebih lanjut 1887 Tidak ada keterangan lebih lanjut

39