IV. HASIL DAN PEMBAHASAN dan telah beroperasi selama...

29
34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian PT. Condong Garut terletak di Desa Cigadog, Kec. Cikelet (Pemeungpeuk), Kab. Garut, Prov. Jawa Barat. Lokasi kantor pusat berada di Kecamatan Cimari, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan lokasi perkebunannya terletak disatu areal, namun mencakup hingga beberapa kecamatan. Pabrik Kelapa Sawit PT. Condong Garut dibangun di atas lahan dengan luas ± 5.500 m 2 dan telah beroperasi selama kurang lebih 28 tahun. Luas areal tanaman kelapa sawit yang merupakan kebun inti adalah 3 643.57 ha, terdiri dari Bibitan 1.50 ha, TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) 549.40 Ha, TM (Tanaman Menghasilkan) 3.092.67 ha. Letak geografis PT. Condong Garut adalah 400 m dpl. Kawasan perkebunan PT. Condong Garut dikategorikan kedalam tipe iklim C dengan nilai Q =0.3628. Curah hujan rata-rata pertahun adalah 2.750 mm dan jumlah hari hujan rata- rata pertahun 131 hari. Temperatur maksimum mencapai 32°C dan temperatur minimum mencapai 22°C. Kelembaban nisbi 79.82% dan kecepatan angin rata-rata 8.56 m/menit. Data curah hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin berdasarkan SEL 1995. PT. Condong Garut memiliki satu unit pabrik untuk pengolahan kelapa sawit dengan produk akhir berupa CPO (Crude Palm Oil) dan Kernel (inti sawit). Kapasitas olah pabrik sebesar 20 ton TBS/Jam. Bahan baku PKS (Pabrik Kelapa Sawit) hanya berasal dari perkebunan kelapa sawit milik PT. Condong Garut. Hasil komoditas berupa CPO dan kernel dipasarkan di dalam negeri. PT. Condong Garut mendapatkan persetujuan pengkajian aplikasi limbah cair ke areal/lahan tanaman sawit pada bulan April 2004. Air permukaan yang ada di lahan pengkajian terdapat diluar areal aplikasi limbah cair atau sekitar 4 km dari lokasi yaitu Sungai Cimangke. Kecepatan infiltrasi dan kapasitas infiltrasi, dan sumur pantau telah dibangun dilokasi aplikasi lahan pengkajian yaitu didua titik sumur pantau yakni dilahan pengkajian dan lahan kontrol. Air permukaan dan air tanah yang berasal dari

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN dan telah beroperasi selama...

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PT. Condong Garut terletak di Desa Cigadog, Kec. Cikelet

(Pemeungpeuk), Kab. Garut, Prov. Jawa Barat. Lokasi kantor pusat berada

di Kecamatan Cimari, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan lokasi

perkebunannya terletak disatu areal, namun mencakup hingga beberapa

kecamatan. Pabrik Kelapa Sawit PT. Condong Garut dibangun di atas lahan

dengan luas ± 5.500 m2 dan telah beroperasi selama kurang lebih 28 tahun.

Luas areal tanaman kelapa sawit yang merupakan kebun inti adalah 3

643.57 ha, terdiri dari Bibitan 1.50 ha, TBM (Tanaman Belum

Menghasilkan) 549.40 Ha, TM (Tanaman Menghasilkan) 3.092.67 ha. Letak

geografis PT. Condong Garut adalah 400 m dpl. Kawasan perkebunan PT.

Condong Garut dikategorikan kedalam tipe iklim C dengan nilai Q =0.3628.

Curah hujan rata-rata pertahun adalah 2.750 mm dan jumlah hari hujan rata-

rata pertahun 131 hari. Temperatur maksimum mencapai 32°C dan

temperatur minimum mencapai 22°C. Kelembaban nisbi 79.82% dan

kecepatan angin rata-rata 8.56 m/menit. Data curah hujan, suhu, kelembaban

dan kecepatan angin berdasarkan SEL 1995.

PT. Condong Garut memiliki satu unit pabrik untuk pengolahan

kelapa sawit dengan produk akhir berupa CPO (Crude Palm Oil) dan Kernel

(inti sawit). Kapasitas olah pabrik sebesar 20 ton TBS/Jam. Bahan baku

PKS (Pabrik Kelapa Sawit) hanya berasal dari perkebunan kelapa sawit

milik PT. Condong Garut. Hasil komoditas berupa CPO dan kernel

dipasarkan di dalam negeri.

PT. Condong Garut mendapatkan persetujuan pengkajian aplikasi

limbah cair ke areal/lahan tanaman sawit pada bulan April 2004. Air

permukaan yang ada di lahan pengkajian terdapat diluar areal aplikasi

limbah cair atau sekitar 4 km dari lokasi yaitu Sungai Cimangke. Kecepatan

infiltrasi dan kapasitas infiltrasi, dan sumur pantau telah dibangun dilokasi

aplikasi lahan pengkajian yaitu didua titik sumur pantau yakni dilahan

pengkajian dan lahan kontrol. Air permukaan dan air tanah yang berasal dari

35

Sungai Cimangke dan air sumur artesis dipergunakan diperumahan

karyawan namun demikian kedua air tersebut letaknya di hulu aplikasi

sehingga tidak berpengaruh terhadap resapan aplikasi limbah cair.

Aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan tanaman sawit pada PT.

Condong Garut sudah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan

oleh Buapati Kab. Garut, cq. Dinas LHKP Kab. Garut yaitu BOD < 5.000

mg/l dan pH berkisar antara 6 – 9.

4.2 Parameter Fisik Instalansi Aplikasi Sistem Flatbed

Perhitungan debit aliran limbah cair, efisiensi penyaluran dan

kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

� � � � �

Dimana : Q = Debit aliran limbah cair (m3/detik)

A = Luas penampang saluran limbah cair (m2)

V = Kecepatan aliran limbah cair (m/detik)

Dimana : Vol outlet = Volume keluar (m3)

Vol intlet = Volume masuk (m3)

Dimana : t = Waktu operasional pompa (detik)

Dimana : Loses limbah cair = kehilangan limbah cair disetiap titik luasan

penampang saluran akibat perembesan.

Berikut hasil perhitungan debit, efisiensi penyaluran, dan kehilangan

limbah cair berupa rembesan pada saluran aplikasi sistem flatbed.

36

Tabel 7. Debit, efisiensi, dan kehilangan air rata-rata hasil pengukuran penyaluran limbah cair sistem flatbed.

No

Panjang

Saluran

(m)

Q (m3/det) Efisiensi (%) Kehilangan air (m3)

A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3

1 4 0,0050 99,64 0,24

2 22,8 0,0050 0,0050 0,0050 99,01 99,01 99,01 0,65 0,63 0,63

3 27,4 0,0049 0,0049 0,0049 98,53 98,53 98,53 0,93 0,93 0,93

4 43,2 0,0049 0,0049 0,0049 97,68 97,33 97,33 1,48 1,70 1,70

5 65,2 0,0048 0,0048 0,0048 96,45 96,28 96,28 2,26 2,38 2,38

6 81,6 0,0048 0,0048 0,0048 95,15 95,15 95,15 3,09 3,09 3,09

7 87,5 0,0047 0,0047 0,0047 94,33 94,33 94,33 3,64 3,64 3,64

8 104,7 0,0047 0,0047 0,0047 93,88 93,88 93,88 3,93 3,93 3,93

9 120,5 0,0046 0,0046 0,0046 92,76 92,76 92,76 4,65 4,65 4,65

10 136,5 0,0046 0,0046 0,0046 91,63 91,67 91,09 5,36 5,34 5,71

11 153,8 0,0045 0,0045 0,0045 90,59 90,59 90,59 6,02 6,02 6,02

12 170,4 0,0045 0,0045 0,0045 89,79 89,85 89,10 6,53 6,48 6,96

13 188 0,0044 0,0044 0,0044 88,04 88,04 88,04 7,68 7,68 7,68

14 204,1 0,0044 0,0044 0,0044 87,70 87,33 87,33 7,88 8,13 8,13

15 225,5 0,0043 0,0043 0,0043 86,29 86,29 86,29 8,78 8,78 8,78

16 246,5 0,0043 0,0043 0,0043 85,55 85,55 85,55 9,23 9,23 9,23

17 262 0,0041 0,0041 0,0041 82,50 82,50 82,50 11,07 11,07 11,07

18 277,1 0,0040 0,0040 0,0040 79,94 79,94 79,94 12,66 12,66 12,66

19 293,2 0,0038 0,0038 0,0038 75,62 75,62 75,62 15,31 15,31 15,31

Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu tempat pengukuran luas penampang.

Data debit, efisiensi, dan kehilangan air untuk setiap kali pengulangan

pengukuran ada pada Lampiran 5. Untuk kehilangan air (limbah cair) pada

saluran, tidak memperhitngkan beberapa faktor, yaitu laju evaporasi,

infiltrasi, dan sedimentasi. Pada penelitian ini hanya mengukur kehilangan

limbah cair akibat panjang saluran.

4.2.1 Debit Aliran Limbah Cair

Hubungan antara panjang saluran terhadap debit aliran limbah cair

pada saluran dapat digambarkan pada grafik berikut.

37

Gambar 8. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil

pengukuran (m3/detik) selama penyaluran

Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara panjang saluran (m)

terhadap debit aliran (m3/detik) selama penyaluran. Pada grafik tersebut

terdapat dua variabel yaitu variabel x yang merupakan variabel bebas, dan

variabel y yang merupakan variabel terikat kepada variabel y. Semua grafik

yang terdapat pada penelitian ini menggunakan regresi linear.

Besaran R2 pada grafik ini menunjukkan hubungan antara variable x

dan y bersifat linear. Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.957

hampir mendekati 1. Nilai ini berarti bahwa panjang saluran mempengaruhi

debit aliran secara linear dengan tidak mempertimbangkan faktor lain,

seperti laju penguapan, infiltrasi, dan pengendapan.

Grafik ini memiliki slope atau kemiringan negatif. Nilai ini

menyatakan bahwa semakin panjang saluran pengaliran limbah cair, maka

debit aliran akan semakin kecil. Panjang saluran sebesar 293.2 m dapat

menurunkan debit aliran limbah cair sebesar 1.2 liter/detik atau sebesar 24

%.

38

Apabila dilakukan perhitungan dengan mempertimbangkan faktor-

faktor luar, kekentalan, jenis aliran, dan kehilangan energi, maka diperoleh

hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Nilai Q (debit aliran) hitung penampang saluran instalasi flatbed

Keterangan :

QUkur = Debit aliran limbah cair hasil pengukuran dilapangan tanpa

memperhitungkan faktor kehilangan energi (m3/detik)

T = Lebar atas saluran (m)

h1 = Tinggi aliran (m)

H1 = Tinggi saluran dari Gulukan (m) (Asumsi)

L = Panjang Gulukan (m) (Asumsi)

Cv = Koefisien kecepatan

Cd = Discharge koefisien

QHitung = Debit aliran hasil perhitungan dengan mempertimbangkan nilai Cv

dan Cd

Panjang

Saluran

(m) QUkur T(m) h1(m) H1(m) L(m) Cv h1/L H1/L Cd Qhitung

4 0,0050 0,166 0,107 0,150 0,200 1,668 0,533 0,75 0,86 0,0179

22,8 0,0050 0,146 0,085 0,150 0,200 2,327 0,427 0,75 0,858 0,0140

27,4 0,0049 0,148 0,084 0,150 0,200 2,379 0,421 0,75 0,857 0,0141

43,2 0,0049 0,147 0,083 0,150 0,200 2,415 0,417 0,75 0,856 0,0139

65,2 0,0048 0,145 0,080 0,150 0,200 2,588 0,398 0,75 0,849 0,0133

81,6 0,0048 0,131 0,075 0,150 0,200 2,852 0,373 0,75 0,847 0,0116

87,5 0,0047 0,129 0,075 0,150 0,200 2,828 0,375 0,75 0,848 0,0115

104,7 0,0047 0,131 0,077 0,150 0,200 2,715 0,385 0,75 0,8485 0,0118

120,5 0,0046 0,128 0,072 0,150 0,200 3,028 0,358 0,75 0,845 0,0111

136,5 0,0046 0,133 0,076 0,150 0,200 2,782 0,379 0,75 0,847 0,0119

153,8 0,0045 0,131 0,074 0,150 0,200 2,901 0,369 0,75 0,846 0,0116

170,4 0,0045 0,137 0,079 0,150 0,200 2,608 0,396 0,75 0,849 0,0126

188 0,0044 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0128

204,1 0,0044 0,140 0,081 0,150 0,200 2,515 0,406 0,75 0,85 0,0130

225,5 0,0043 0,144 0,076 0,150 0,200 2,797 0,378 0,75 0,847 0,0128

246,5 0,0043 0,144 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0132

262 0,0041 0,144 0,074 0,150 0,200 2,860 0,372 0,75 0,848 0,0128

277,1 0,0040 0,139 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0128

293,2 0,0038 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0129

39

Gambar 9. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil

hasil perhitungan (m3/detik)

Apabila digambarkan ke kurva antara QUkur dan Hitung, maka

diperoleh grafik seperti Gambar 8. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa

debit aliran limbah cair (m3/detik) mempunyai hubungan yang linear

terhadap panjang saluran (m) nilai ini terjadi karena pada perhitungannya

tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti kehilangan energi (energy

losses). Fenomena yang seharusnya terjadi adalah seperti pada Gambar 9.

Debit aliran limbah cair tidak linear terhadap panjang saluran. Untuk

melakukan perhitungan ini telebih dahulu ditentukan jenis penampang aliran

dengan persamaan :

Nilai H1 dan L terlihat pada Gambar berikut.

Gambar 10. Penampang saluran untuk broad-crested weirs

40

Dari perhitungan yang dilakukan terlihat bahwa nilai

adalah 0.75 yang berada pada selang

Pada nilai ini memperlihatkan bahwa saluran dapat dikelompokkan ke

dalam broad-crested weir. Sehingga terdapat beberapa faktor yang tidak

dapat diabaikan dalam perhitungan debit aliran, yaitu :

Nilai Cd merupakan koefisien aliran yang memperhitungkan nilai

kekentalan, turbolensi aliran, dan ketidakseragaman distribusi kecepatan

aliran. Nilai Cd diperoleh dari Gambar 11 dengan memasukkan nilai h1/L

yang merupakan nilai tinggi aliran terhadap panjang gulukan. Nilai h1 dan L

terdapat pada Tabel 8. Sedangkan nilai Cv diperoleh dari persamaan berikut:

dimana nilai Cv merupakan koefisien kecepatan aliran. Untuk nilai Ø adalah

1.5 yang merupakan tetapan untuk jenis penampang saluran persegi. Nilai T

merupakan Lebar atas aliran, dan h1 merupakan tinggi aliran. Berikut

Gambar perhitungan nilai Cd yang berasal dari hasil plot nilai h1/L.

Gambar 11. Nilai Cd sebagai fungsi dari h1/L

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh niali Q (debit aliran

limbah cair) dalam satuan m3/detik. Terlihat bahwa debit aliran (Q) tidak

linear terhadap panjang saluran, hal ini disebabkan adanya variabel-variabel

Cd, Cv,T, dan h yang berubah seiring dengan panjang saluran. Untuk

41

beberapa nilai seperti H1 dan L, merupakan asumsi. Secara umum

penampang saluran dapat diperlihatkan pada Gambar 12 berikut. Pada Tabel

8 diperoleh hasil perhitungan Q hitung.

Gambar 12. Penampang saluran aliran limbah cair untuk lebar atas, bawah,

dan tinggi aliran

4.2.2 Efisiensi Penyaluran Limbah Cair

Menurut Hansen et. al (1979), konsep efisiensi irigasi yang paling

awal untuk dievaluasi adalah efisiensi saluran pembawa air.

Gambar 13. Hubungan panjang saluran (m) terhadap efisiensi penyaluran (%)

Kurva diatas menyatakan bahwa panjang saluran sangat

mempengaruhi efisiensi penyaluran, semakin panjang saluran pengaliran

limbah cair, maka efisiensi penyaluran akan semakin kecil. Panjang saluran

T

b

h1

42

sebesar 293.2 m dapat menurunkan efisiensi penyaluran limbah cair sebesar

24.02 %.

Efisiensi penyaluran terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

panjang saluran, jenis dan kondisi tanah, dan kondisi saluran (Sapei, 2008).

Semakin panjang saluran pembawa air maka efisiensi penyalurannya akan

semakin menurun. Dari hasil pengukuran terlihat bahwa semakin panjang

saluran, maka kemampuan saluran dalam menyalurkan limbah cair akan

semakin menurun. Berikut nilai efisiensi penyaluran air berdasarkan

panjang saluran dan jenis tekstur tanah.

Tabel 9. Pengaruh panjang saluran dan tekstur tanah terhadap efisiensi penyaluran

Panjang saluran Saluran tanah Lined canals

Pasir Debu Liat

Panjang (> 2.000m) 60% 70% 80% 95%

Sedang (200-2.000m) 70% 75% 85% 95%

Pendek(< 200m) 80% 85% 90% 95%

Data yang dieroleh dari perkebunan PT. Condong Garut menyatakan

bahwa tanah lahan aplikasi berupa tanah liat. Dari literatur yang diperoleh

seperti pada Tabel diatas saluran tanah dengan katagoeri panjang saluran

sedang (200-2.000 m) pada tekstur tanah liat mempunyai nilai efisiensi 85

%. Nilai ini tidak sesuai dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan,

dimana panjang saluran 293.2 m mempunyai nilai efisiensi sebesar 75.62 %.

Keadaan fisik saluran sangat mempengaruhi efisiensi penyaluran.

Penampang saluran atau parit lahan aplikasi perkebunan PT. Condong Garut

merupakan saluran tanah. Pada bagian kiri dan kanan saluran terdapat

kolam-kolam kecil yang disebut dengan flatbed yang membentuk jalur.

Jumlah flatbed tergantung sebaran pohon sawit yang akan dialiri limbah

cair. Total jalurnya adalah 26 jalur dengan jumlah flatbed sebanyak 553.

Berikut gambar saluran pada aplikasi sistem flatbed. Seperti terlihat pada

gambar dibagian kiri dan kanan saluran terdapat tumbuhan.

43

Untuk setiap aplikasi penyaluran limbah cair, kolam-kolam kecil

flatbed akan terisi penuh sesuai dengan efisiensi pada masing-masing

saluran pembawa limbah cair.

Gambar 14. Kondisi Saluran Limbah Cair pada Aplikasi Limbah Cair

Sistem Flatbed.

Gambar 15. Susunan flatbed pada jalur aplikasi limbah cair.

4.2.3 Kehilangan Limbah Cair pada Saluran Sistem Flatbed

Berikut gambar kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed :

Gambar 16. Total kehilangan limbah cair pada sistem flatbed mulai dari saluran

inlet sampai dengan saluran outlet

44

Terlihat pada Gambar 12 bahwa jumlah kehilangan limbah cair pada

awal 50 meter pertama adalah 1.63 m3, sedangkan pada panjang saluran

akhir kehilangan limbah cair adalah sebear 15,31 m3.

Grafik diatas juga menunjukkan bahwa tingkat kehilangan air dalam

setiap panjang saluran tidak sama. Terlihat bahwa saluran dengan panjang

>250 m menunjukkan tingkat kehilangan yang lebih besar dari pada saluran

dengan panjang < 250 m. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi

dan kualitas saluran berbeda-beda. Dari nilai ini terlihat bahwa kehilangan

air bukan hanya disebabkan oleh faktor panjang saluran, akan tetapi juga

disebabkan oleh faktor kualitas saluran yang tidak seragam. Kualitas yang

tidak seragam diantaranya akan mempengaruhi tingkat kecepatan aliran

yang terjadi dan banyaknya rembesan sehingga kehilangan air yang terjadi

akan semakin bertambah.

Menurut Kunwibowo (1980), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kehilangan air selama penyaluran, antara lan : (1) penguapan

melalui permukaan saluran, (2) evapotranspirasi yang disebabkan oleh

vegetasi yang ada disepanjang saluran, (3) perembesan atau “seepage”

melalui dasar atau tepi saluran, dan (4) bocoran atau “loakage” pada

saluran.

Kondisi panjang saluran yang semakin panjang akan membuka

peluang rembesan, bocoran dan penguapan. Dengan demikian faktor

kehilangan air akan semakin bertambah.

Menurut literatur yang diperoleh, saluran air sepanjang 3 km yang

terbuat dari tanah dapat mengalami kehilangan sebesar 25 – 40% akibat dari

adanya perembesan. Perembesan disebabkan oleh beberapa faktor :

1. Berubahnya kecepatan aliran secara tiba – tiba. Contohnya jatuhnya

pelebah pohon sawit pada saluran, sehingga menghambat aliran limbh

cair disaluran yang menyebabkan terjadinya rembesan.

2. Terdapatnya vegetasi disepanjang saluran sehingga menyebabkan

evapotranspirasi tumbuh-tumbuhan. Pada daerah saluran yang tidak

dilapisi, misalnya saluran tanah tingkat evapotranspirasi dari tumbuh-

tumbuhan dikatakan selalu besar (Kartasapoetra, 1990).

45

Gambar 17. Rembesan limbah cair menggenangi pangkal pohon kelapa sawit

Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 6 terlihat waktu sebenarnya

yang dibutuhkan untuk mengairi flatbed (kolam-kolam kecil) adalah 8.5

jam. Namun kenyataannya dilapangan pompa pada sistem fltbed hanya

dioperasikan rata-rata 4 jam. Hal ini memperlihatkan bahwa pengairan

dengan sistem flatbed tidak memenuhi kapasitas flatbed yang dibutuhkan.

46

Tabel 10. Perhitungan kehilangan pendapatan dari kehilangan limbah cair sebesar 15.31 m3

No Spesifikasi Sumber Satuan Nilai

1 Volume limbah cair yang hilang (Losses) Pengukuran m3 15,31

2 Dosis limbah cair sesuai standar (Do1) PPKS, Medan m3/ha/bulan 126

3 Jumlah pohon sawit (Jm) PT.Condong Garut pohon/ha 100 4 Aplikasi pemupukan (Ap) PT.Condong Garut aplikasi/bulan 8

5 Rata-rata produksi TBS/pohon (TBS1) PT.Condong Garut tandan/pohon/bulan 1

6 Rata-rata berat TBS (TBS2) PT.Condong Garut kg/tandan 12 7 Rata-rata harga TBS (TBS3) PT.Condong Garut Rp/kg TBS 1.400 8 Dosis limbah cair (Do2) Do1/Jm/Ap m3/pohon 0,2

9 Peningkatan produksi akibat aplikasi LCPKS (P) PT.Condong Garut % 4 s/d 6

Perhitungan produksi dari kehilangan limbah cair sebesar 15.31 m3

10 Jumlah pohon sawit yang seharusnya terairi (Jm2) Losses/Do2 pohon 97

11 Jumlah TBS (TBS4) TBS1*Jm2*12 tandan/tahun 1.166 12 Berat TBS (TBS5) TBS2*TBS4 kg TBS/tahun 13.998

13 Pendapatan dari penjualan TBS (TBS6) TBS5*TBS3 Rp/tahun 19.596.800

14 Kehilangan pendapatan dari kehilangan limbah cair P*TBS6 Rp/tahun 1.175.808

Dari Tabel diatas terlihat bahwa limbah cair yang hilang pada saluran

sistem flatbed sebesar 15.31 m3 mampu mengairi tanaman sawit sebanyak

97 pohon. Dengan rata-rata produksi 1 tandan sawit/pohon/bulan, maka

perusahaan akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 1.175.800/tahun. Nilai

ini merupakan kehilangan pendapatan perusahaan akibat kehilangan limbah

cair pada saluran akibat rembesan yang seharusnya mampu mengairi

tanaman sawit lainnya.

4.3 Pengaruh Panjang Saluran Terhadap Perubahan Sifat Kimia Limbah

Cair

Tabel data hasil pengukuran pH dan suhu limbah cair untuk empat kali

pengulangan ada pada Lampiran 7.

47

4.3.1 pH Limbah Cair

Gambar 18. Hubungan panjang saluran (m) terhadap perubahan pH limbah cair.

Semakin panjang saluran aplikasi maka pH limbah cair akan semakin

tinggi. Pada panjang saluran 465.5 m terukur pH sebesar 8.65. Nilai pH ini

menunjukkna bahwa limbah cair yang dialirkan bersifat basa karena lebih

besar dari pH netral (6-8). Terjadinya peningkatan nilai pH seiring dengan

panjang saluran kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

terdapatnya vegetasi disepanjang saluran yang sebagian menghasilkan

bahan-bahan organik yang dapat meningkatkan pH limbah cair, selain itu

kemungkinan pengaruh komposisi tanah yang terkikis bersamaan dengan

aliran limbah cair akan mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai pH.

Menurut Badan Agribisnis Deptan (1995) salah satu syarat aplikasi limbah

cair ke lahan adalah limbah cair yang mempunyai pH 6.0. Nilai pH > 8

menunjukkan bahwa limbah cair harus ditambahkan asam (H2SO4) atau

dilakukan pengenceran ulang agar dapat menurunkan pH.

48

4.3.2 Suhu Limbah Cair

Gambar 19. Grafik hubungan panjang saluran (m) terhadap perubahan suhu (°C) limbah cair.

Nilai pada kurva diatas mengartikan bahwa semakin panjang saluran

aplikasi maka suhu limbah cair akan semakin tinggi. Pada panjang saluran

465.5 m terukur suhu limbah cair sebesar 28.65. Nilai suhu ini menunjukkna

bahwa suhu limbah cair masih berada pada suhu yang normal yaitu sebesar

27-28°C. Dari nilai tersebut terlihat adanya perbedaan dan peningkatan suhu

setiap interval panjang saluran. Peningkatan suhu seiring dengan panjang

saluran kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain intensitas

radiasi atau penyinaran matahari yang semakin meningkat seiring dengan

lamanya penyinaran. Pengukuran suhu limbah cair ini dilakukan pada pukul

07.00 – 11.00 WIB.

Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.963 hampir

mendekati 1. Nilai ini berarti menyatakan bahwa panjang saluran

mempengaruhi suhu limbh cair secara linear.

4.3.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pengambilan sampel limbah cair dilakukan pada (1) kolam aplikasi,

yang berjarak ±300 m dari instalansi flatbed, (2) saluran awal tempat awal

keluarnya limbah cair dari pipa (saluran inlet), (3) saluran akhir (saluran

outlet). Skema kolam limbah ada pada Lampiran 8. Data-data hasil

pengukuran BOD, COD, dan NH3-N dapat dilihat pada Lampiran 9.

49

Gambar 20. Diagram kandungan bahan kimia limbah cair pada masing-masing

lokasi penyaluran sistem flatbed.

Keterangan : BOD (Biochemical Oxygen Demand)

: COD (Chemical Oxygen Demand)

: Ammoniak (NH3-N)

Terlihat pada kolam aplikasi mengandung BOD sebesar 22 mg/l,

saluran inlet sebesar 26 mg/l, dan salurn outlet sebesar 26 mg/l. Untuk

saluran inlet dan outlet tidak menunjukkan perbedaan. Saluran inlet dan

outlet berjarak 465.5 m yang merupakan saluran tanah. Tidak adanya

perbedan nilai BOD antara saluran inlet dan outlet mengartikan bahwa

saluran sepanjang 465.5 meter yang terbuat dari tanah tidak mempengaruhi

perubahan nilai BOD.

Namun pada diagram terlihat perberbedaan nilai BOD antara kolam

aplikasi dengan saluran inlet. Perbedaan nilai ini tidak terlalu jauh hanya

berbeda sebesar 4 mg/l. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kolam dan

media penyaluran limbah cair dalam hal ini pipa tidak mempengaruhi nilai

BOD limbah cair. Nilai BOD yang tidak jauh berbeda ini disebabkan oleh

waktu kontak antara sumber limbah cair dialirkan sampai menuju lahan

aplikasi singkat, yaitu berkisar antara 3-4 jam sehingga kemungkinan

perubahan sifat kimia limbah cair belum terjadi.

50

BOD merupakan jumlah oksigen terlarut dalam limbah cair yang

dapat digunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan

mikroorganisme pada waktu dan kondisi tertentu. Sedangkan oksigen

terlarut (Dissolved Oxygen/DO) merupakan kebutuhan dasar untuk

kehidupan tanaman dan hewan didalam air. BOD menunjukkan kebutuhan

oksigen terlarut pada air limbah. BOD 26 mg/l artinya diperlukan 26 mg

oksigen terlarut dalam 1 liter air untuk menguraikan senyawa organik

dengan bantuan mokroorganisme. Nilai BOD yang besar berarti dibutuhkan

oksigen terlarut yang cukup besar untuk menguraikan mikroorganisme yang

berarti bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air sangat kecil sehingga

menyebaban biota air kekurangan oksigen. Kandungan DO pada air normal

adalah > 5 mg/l (Kementrian Lingkungan Hidup).

Limbah cair segar yang dikeluarkan pabrik kelapa sawit PT. Condong

Garut mengandung BOD yang cukup besar yaitu 25.000 mg/l. Sebelum

dilakukan aplikasi ke lahan sebagai pupuk tanaman sawit, maka terlebih

dahulu nilai BOD diturunkan dengan membuat kolam-kolam limbah yang

berfungsi untuk menurunkan tingkat BOD. Penurunan nilai BOD ini terjadi

secara alami melalui pengendapan dengan mempunyai waktu tinggal

tertentu tanpa diberi bahan-bahan kimia atau bahan sejenis.

Pada diagram diatas terlihat bahwa nilai BOD limbah sawit PT.

Condong Garut telah memenuhi baku mutu pembuangan limbah sawit ke

lingkungan yaitu < 100 mg/l (Kepmen 51/1996). Namun nilai ini jauh

dibawah nilai yang disarankan untuk dijadikan pupuk tanaman sawit. Untuk

melakukan pemupukan yang dapat meningkatkan produksi tanaman sawit

dibutuhkan limbah cair dengan tingkat BOD 3.500-5.000 mg/l. Hal ini dapat

diartikan bahwa untuk kualitas limbah cair PKS (Pabrik Kelapa Sawit) PT.

Condong Garut telah memenuhi standar baku Deputi Bidang Pengendalian

Pencemaran Air, BAPEDAL 1995 (BOD < 100 mg/l) untuk melakukan

pembuangan limbah cair ke lingkungan atau dengan kata lain nilai ini sudah

bagus. Akan tetapi apabila limbah ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman

sawit nilai BOD ini terlalu kecil dan kemungkinan kandungan unsur hara

51

yang dikandung oleh limbah sangat sedikit. Hal ini berdampak pada

kurangnya manfaat yang dapat diterima oleh tanaman sawit.

4.3.4 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD disebut juga dengan kebutuhan oksigen kimiawi, yaitu jumlah

oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam 1 liter air

dengan menggunakan oksidator kalium dikromat (SK. SNI. M-1990-03).

Sedangkan menurut Ponten Naibaho (1998) COD merupakan oksigen yang

diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorgnik.

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa nilai COD kolam aplikasi

adalah 57 mg/l, saluran inlet 84 mg/l, dan saluran outlet 65 mg/l. Dari

diagram tersebut terlihat bahwa nilai COD lebih besar daripada nilai BOD,

hal ini disebabkan karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi

dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalm uji COD, sedangkan pada

uji BOD bahan-bahan seperti ini sering tidak terukur (Srikandi Fardias,

1992). Namun pada intinya dua parameter ini yaitu BOD dan COD memiliki

fungsi yang sama yaitu sebagai parameter penentuan tingkat kualitas air.

Dari ketiga tempat pegambilan sampel, terlihat adanya perbedaan nilai

COD pada masing-masing lokasi pengambilan. Perbedaan ini disebabkan

oleh beberapa faktor, antara lain adalah terdapatnya perbedaan persebaran

jumlah mikroorganisme pada ketiga lokasi pengambilan sampel selain

mikroorganisme yang dikandung oleh air ,imbah tersebut. Pada saluran inlet

terdapat nilai COD dalam jumlah yang paling besar diantara ketiganya ini

memperlihatkan bahwa kandungan bahan organik dan anorganik pada

saluran inlet lebih besar dibandinngkan pada kolam aplikasi dan saluran

outlet. Kandungan bahan organik dan anorganik yang lebih besar selain

terdapat pada air limbah kemungkinan juga terdapat dilingkungan sekitar

saluran. Dari diagram diatas dapat diartikan bahwa panjang saluran

berpengaruh terhadap penurunan nilai COD, meskipun jumlah

penurunannya tidak terlalu banyak.

52

4.3.5 Ammoniak (NH3-N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan

organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah

satu unsur utama pembentukan protein. Kandungan nitrogen sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen dalam air. Pada saat kandungan

oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak dan saat kandungan

oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (Sawyer, et al, 1994).

Pada diagram diatas terlihat bahwa pada kolam aplikasi terdapat

kandungan amoniak sebesar 20.31 mg/l, 11. 8 mg/l pada saluran inlet, dan

4.45 mg/l pada saluran outlet. Perbedaan kandungan amoniak pada kolam

aplikasi dengan saluran inlet kemungkinan disebabkan oleh pengaruh

kandungan mikroorganisme pada kolam. Dari nilai amoniak antara saluran

inlet dan saluran outlet terlihat adanya perbedaan yang cukup jauh yaitu

sebesar 15.86 mg/l atau 78.1 %. Hal ini memperlihatkan bahwa panjang

saluran yang terbuat dari tanah mempengaruhi penurunan nilai amoniak.

Perbedaan nilai Amoniak antara saluran inlet dan saluran outlet

memberikan gambaran bahwa kandungan oksigen terlarut pada saluran

outlet lebih besar jika dibandingkan dengan saluran inlet. Penurunan nilai

amoniak ini kemungkinan disebabkan oleh bebrapa faktor, antara lain :

1. Terjadinya kontak limbah cair dengan saluran tanah selama pengairan.

Walaupun waktu kontaknya sangat kecil, tetapi dengan diikuti panjang

saluran, maka akan menyebabkan pengendapan.

2. Panjang saluran menyebabkan terjadinya kontak antara limbah cair

dengan udara luar yang memungkinkan terjadinya aerasi pada aliran

limbah cair yang menyebabkan bertambahnya kandungan dissolved

oxygen (oksigen terlarut) yang menyebabkan terjadinya penurunan

kandungan amoniak.

Dari nilai COD dan Amoniak limbah cair pada PT.Condong Garut,

telah memenuhi standar pembuangan limbah cair ke badan penerima seperti

sungai, namun apabila limbah air diaplikasikan ke lahan tanaman sawit,

kandungan hara pada limbah ini masih belum maksimal.

53

4.4 Analisis Efisiensi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-Tangki

Efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki dihitung

berdasarkan parameter waktu, yaitu total waktu yang dibutuhkan untuk

menyalurkan limbah cair ke pohon sawit.

Tabel 11. Perhitungan Waktu Tempuh Operasi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-tangki

No Spesifikasi Perhitungan Satuan Nilai

1 Kapasitas tangki (Vol) Asumsi liter 2000 2 Debit pompa (Q1) Asumsi liter/detik 5 3 Jarak tempuh kelahan aplikasi (S) Pengukuran meter 200

km 0,2 4 Kecepatan traktor (kerja normal) (V) literatur km/jam 7,54

5 Dosis pengairan limbah cair(Do1) Standar baku

m3/ha/bulan 126

6 Aplikasi pemupukan (Ap) Pengukuran hari/bulan 8

7 Jumlah pohon sawit (Jm) Standar baku pohon/ha 100

8 Lahan pengujian (Lp) Pengukuran ha 4 9 Total pohon sawit (Tp) Jm*Lp pohon 400

10 Kebutuhan waktu pengisian tangki (t1) Vol/Q1 menit 6,667 11 Waktu tempuh traktor (menuju lahan aplikasi)(t2) S/V menit 1,59 12 Dosis pengairan limbah cair/satu kali aplikasi

(Do2) Do1/Ap/Jm m3/pohon 0,1575

liter/pohon 157,50

13 Jumlah pohon yang terairi untuk 1 kali operasi (Jp) Vol/Do2

pohon/1 kali operasi 13

14 Debit penyemprotan ke pohon sawit (Q2) Asumsi liter/detik 5

15 Waktu untuk 1 kali penyemprotan (t3) 500 liter/Q2 menit 1,7

16 Total waktu penyemprotan untuk 13 pohon(t4) 4*t3 menit 6,7

17 Waktu tempuh traktor dari lahan aplikasi (t5) S/V*60 menit menit 1,59

18 Total waktu operasi traktor untuk 1 kali penyemprotan (T) t1+t2+t4+t5 menit 16,5

19 Total pengisian tangki Tp/Jp kali operasi 32 20 Waktu tempuh traktor untuk 32 kali operasi T*32 menit 520,27

Jam 8,67

54

Pada perhitungan biaya sistem traktor-tangki digunakan trktor yang

dimiliki oleh PT.Condong Garut dengan daya 115 hp.

Gambar 21. Traktor yang digunakan pada perhitungan biaya pada aplikasi sistem

traktor-tangki

Dari perhitungan diatas, maka total waktu yang dibutuhkan untuk

penyaluran limbah cair menuju lahan tanaman sawit adalah 8.67 jam. Nilai

ini merupakan total waktu yang terpakai untuk setiap hari pengoperasian

traktor-tangki untuk proses pemupukan. Jika dibandingkan dengan sistem

flatbed hanya membutuhkan waktu 4 jam. Terlihat perbedaan efisiensi

penyaluran limbah cair. Sistem traktor-tangki membutuhkan waktu yang

lebih banyak pada perjalanan traktor menuju lahan aplikasi dan proses

penyaluran limbah cair yang harus dilakukan ke setiap pohon sawit.

Untuk efisiensi volume limbah cair yang disalurkan, pada sistem

traktor-tangki kemungkinan kehilangan limbah cair selama penyaluran

sangat kecil, baik pada saat pemompaan limbah cair ke dalam tangki dari

kolam limbah maupun dalam perjalanan menuju lahan pohon sawit. Dalam

hal ini efisiensi volume limbah cair selama penyaluran dianggap 100%.

Sedangkan faktor luar seperti proses penguapan dan rembesan tidak terjadi

karena tangki diasumsikan tertutup rapat. Dalam hal ini kemungkinan-

kemungkinan terjadinya kecelakaan selama transportasi dianggap 0 (nol).

55

4.5 Analisis Sifat Kimia Limbah Cair Pada Sistem Traktor-Tangki

Tabel 12. Sifat kimia limbah cair pada penyaluran sistem taktor-tangki

No Parameter Satuan Nilai awal Nilai Akhir

1 BOD(Biochemical Oxygen

Demand)

mg/l 3000-5000 3000-5000

2 COD(Biochemical Oxygen

Demand)

mg/l >5000 >5000

3 Amoniak (NH3-N) mg/l >130 >130

4 pH 6.0-7.0 6.0-7.0

Sumber : PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan, 2005

56

Penyaluran limbah cair dengan menggunakan tangki dari kolam

anaerobik (kolam sumber/aplikasi) menuju lahan aplikasi tidak merusak

kandungan bahan kimia limbah cair dengan kata lain tanaman sawit

mendapatkan kandungan hara yang sama dengan kandungan hara dari

kolam anaerobik primer.

Jika dibandingakan dengan parameter kimia limbah cair pada sistem

flatbed, maka terlihat perbedaan. Pada sistem flatbed kandungan bahan

kimia pada kolam aplikasi tidak sama dengan kandungan bahan kimia dari

limbah cair yang diterima oleh tanaman sawit. Dari analisa bahan kimia

limbah cair ini terlihat bahwa penyaluran limbah cair dengan menggunakan

sistem traktor-tangki kandungan bahan kimianya lebih terjaga daripada

sistem flatbed.

4.6 Analisis Biaya Sistem Aplikasi Limbah Cair

Perhitungan dilakukan untuk dua sistem aplikasi yaitu sistem flatbed

sistem traktor-tangki.

4.6.1 Analisis Biaya Sistem Flatbed

Pada aplikasi limbah cair sistem flatbed diperlukan dua buah pompa yaitu pompa

aplikasi dan pompa sirkulasi. Pompa aplikasi berfungsi untuk mengalirkan limbah

cair dari kolam limbah menuju lahan aplikasi, sedangkan pompa sirkulasi

merupakan pompa yang mengalirkan limbah cair kembali ke kolam sebelumnya,

tepatnya dari kolam aplikasi menuju bagian hulu kolam anaerobik. Proses

sirkulasi ini berfungsi untuk membantu menurunkan suhu limbah cair, menaikkan

pH, dan mempertahankan populasi bakteri. Fungsi-fungsi ini merupakan salah

satu persyaratan limbah cair supaya bisa diaplikasikan ke lahan tanaman sawit

(PT. Condong Garut).

57

Gambar 23. Kolam aplikasi limbah cair

Gambar 24. Pompa aplikasi (kiri) dan sirkulasi (kanan) limbah cair

Dalam analisis ini, biaya pembuatan kolam, pembuatan lahan aplikasi,

bangunan, pembelian pompa, dan pipa merupakan biaya yang dikeluarkan

oleh PT. Condong Garut pada tahun 1994, tepatnya pada tahun awal

pembuatan sistem aplikasi limbah cair. Untuk harga akhir adalah sebesar

10% dari harga awal. Umur ekonomis disesuaikan dengan literatur yang

diperoleh untuk jenis komponen yang sama dan tingkat bunga diperoleh dari

BRI (Bank Rakyat Indonesia) untuk jenis deposito tahun penelitian. Umur

ekonomis untuk instalasi flatbed adalah 10 tahun. Nilai ini disesuaikan

dengan keadaan dilapangan dan hasil wawancara dengan tenaga kerja di

instalasi flatbed yang menyimpulkan bahwa instalasi flatbed ini mempunyai

umur ekonomis 10 tahun.

Untuk rumah pompa, rumah penjaga, dan gudang mempunyai umur

ekonomis 20 tahun. Umur ekonomis untuk pompa adalah 15 tahun, panel

listrik mempunyai umur ekonomis 5 tahun, sedangkan instalasi perpipaan 20

tahun. Nilai ini disesuaikan dengan kualitas dan umur ekonomis komponen

58

tersebut di PT. Condong Garut. Berikut daftar komponen-komponen

pemakaian energi listrik.

Tabel 13. Daftar Nama Komponen Pengguna Energi Listrik

No Nama Komponen Satuan Nilai Jumlah

1 Motor penggerak pompa aplikasi watt 22000 1

2 Motor penggerak pompa sirkulasi watt 22000 1

3 Lampu gudang&rumahpompa watt 40 3

4 Lampu Penerangan instalasi limbah watt 100 3

5 Lampu penerangan rumah penjaga 1 dan 2 watt 5 10

6 Lampu penerangan rumah penjaga1 dan 2 watt 10 2

Sumber : PT. Condong Garut

Pompa dioperasikan rata-rata 4 jam per hari, dengan operasi nomal 2

hari per minggu. Untuk aplikasi limbah cair dengan sistem flatbed terdapat 2

rumah penjaga, yaitu penjaga untuk siang dan malam. Hal ini dilakukan

untuk keamanan pompa. Jam operasi untuk lampu gudang dan rumah

pompa, instalasi limbah, dan rumah penjaga untuk 10 watt dan 5 watt.

berturut-turut adalah 12 jam, 10 jam, 6 dan 12 jam.

Untuk biaya pelumas pada instalasi pemompaan ini sangat kecil sehingga

nilainya dimasukkan pada perhitungan biaya perbaikan dan pemeliharaan

instalasi pemompaan. Biaya perbaikan dan pemeliharaan diambil

berdasarkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk sumber tenaga (motor

penggerak) alat-alat pertanian. Sedangkan biaya perbaikan dan

pemeliharaan untuk lampu penerangan instalasi limbah mempunyai nilai

rata-rata sebesar Rp 10.000/bulan. Nilai ini disesuaikan dengan keadaan

dilapangan dan hasil wawancara. Untuk pemompaan mempunyai operasi

rata-rata adalah 8 hari per bulan, sedangkan untuk lampu penerangan akan

selalu digunakan tiap harinya sehingga rata-rata operasinya adalah 30 hari

per bulan. Untuk biaya perbaikan dan pemeliharaan instalasi flatbed tidak

dimasukkan dalam perhitungan biaya perbaikan dan pemeliharaan karena

59

kegiatan ini dilakukan oleh pegawai tetap yang nantinya akan dimasukkan

pada perhitungan biaya operator.

Tabel 14. Daftar kebutuhan operator pada instalasi sistem flatbed.

No Kebutuhan Jumlah

(orang)

Hari

kerja/bulan

Gaji

(Rp/bulan)

1 Penjaga siang 1 30 600 000

2 Penjaga malam 1 30 600 000

3 Karyawan IPAL 4 27 600 000

4 Operator lapangan 1 1 27 600 000

5 Operator lapangan 2 1 27 600 000

6 Operator perbaikan 1 1 27 600 000

7 Operator perbaikan 2 1 27 600 000

Karyawan IPAL(Instalasi Pengolahan Air Limbah) mempunyai

pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi limbah. Operator lapangan 1

dan 2 adalah operator yang ditugaskan untuk mengawasi aplikasi sistem

flatbed pada setiap kali pemupukan dilahan aplikasi.

Biaya hal-hal khusus merupakan biaya penggantian suatu bagian atau

suku cadang pada instalasi pemompaan. Berdasarkan hasil wawancara

dengan karyawan instalasi flatbed, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh

perusahaan untuk penggantian bagian-bagian alat yang rusak ataupun aus

adalah sebesar Rp 200.000/6 bulan. Bagian-bagian yang sering mengalami

kerusakan antara lain adalah bearing dan seal pada pompa. Dengan

mengetahui hari kerja pompa per bulan dan jam kerja pompa per hari maka

diperoleh biaya hal-hal khusus dalam satuan Rp/Jam.

Hasil analisis biaya aplikasi sistem flatbed ada pada Lampiran 10.

Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh biaya tetap pada aplikasi sistem

flatbed sebesar Rp 28.449.440/tahun.

60

Nilai ini mempunyai arti bahwa selama satu periode kerja (1 tahun)

nilai ini tidak mengalami perubahan meskipun kegiatan aplikasi dilakukan

pada waktu yang berbeda atau bahkan tidak dilakukan sama sekali, biaya ini

tetap ada dan perusahaan harus mengeluarkan biaya yang besarnya relatif

tetap. Sedangkan biaya tidak tetap adalah Rp 51.338/Jam. Nilai ini

mempunyai arti bahwa apabila pompa dioperasikan untuk penyiraman

tanaman sawit dengan jam kerja normal, maka perusahaan akan

mengeluarkan biaya Rp 51.338 untuk tiap jamnya. Namun apabila pompa

tidak dioperasikan maka perusahaan tidak akan mengeluarkan biaya.

Dengan perkiraan jam kerja per tahun sebesar 384 jam, maka

diperoleh biaya total sebesar Rp 125.425/Jam. Biaya total ini merupakan

biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan apabila

meggunakan aplikasi sistem flatbed. Biaya pokok merupakan biaya total

dibagi dengan kapasitas pompa. Kapasitas pompa aplikasi adalah 18.000

liter/jam. Biaya pokok aplikasi limbah cair adalah Rp 7/liter. Nilai ini

mengartikan bahwa perusahaan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 7/liter

untuk setiap kali melakukan aplikasi pemupukan 1 liter limbah cair.

Apabila perusahaan melakukan penambahan atau pengurangan

peralatan ataupun komponen pelengkap lainnya pada aplikasi sistem flatbed,

maka akan berpengaruh terhadap biaya tetap dan tidak tetap yang akan

menaikkan atau mengurangi biaya total dan biaya pokok. Harga biaya

pokok ini akan tetap nilainya apabila semua komponen yang ada dalam

analisa ini tidak mengalami pengurangan atau penambahan dalam selang

umur ekonomis setiap alatnya.

4.6.2 Analisis Biaya Sistem Traktor-tangki

Untuk sistem traktor-tangki kolam yang dibutuhkan hanya berjumlah

3 yaitu kolam Sludge Pit, kolam pengasaman, dan kolam anaerobik primer.

Pada aplikasi sistem traktor-tangki kebutuhan kolamnya tidak sama dengan

aplikasi sistem flatbed karena untuk aplikasi sistem flatbed dibutuhkan

61

limbah cair yang sedikit kandungan padatannya karena dikhawatirkan akan

terjadi penyumbatan pada pipa. Sedangkan limbah yang berasal dari kolam

anaerobik primer, tidak mengandung padatan yang terlalu banyak, dan

jumlahnya masih tidak menghalangi proses transportasi ke lahan aplikasi

jika menggunakan tangki.

Gambar 25. Kolam anaerobik primer

Dalam analisis ini harga traktor yang dipakai adalah harga traktor

yang dimiliki oleh PT.Condong Garut dengan daya traktor 115 Hp seharga

Rp 150 000 000. Traktor ini merupakan traktor yang biasa dioperasikan

diperkebunan PT.Condong Garut, misalnya untuk pengolahan tanah,

mengangkut tandan buah segar kelapa sawit, pemupukan, dan transportasi

bibit. Traktor yang digunakan dalam analisis ini berbahan bakar solar.

Kapasitas tangki yang digunakan adalah 2.000 liter.

Umur ekonomis traktor yang di pakai adalah 10 tahun nilai ini

disesuaikan dengan umur ekonomis dari beberapa literatur. Pompa yang

digunakan adalah pompa jenis sentrifugal dengan daya sebesar 10 watt.

Limbah cair yang berada dikolam anaerobik dipompakan ke tangki dengan

menggunakan pompa jenis sentrifugal. Pompa jenis ini merupakan pompa

yang sering digunakan untuk kegiatan aplikasi sistem traktor-tangki

dibeberapa perusahaan perkebunan.

Untuk analisis bangunan dan garasi meruupakan unit yang dibangun

sendiri oleh perusahaan sehingga penentuan biaya dilakukan dengan

menghitung biaya penyusutan. Sedangkan untuk tingkat bunga pinjaman

disesuaikan dengan tingkat bunga pada instalasi sistem flatbed yaitu sebesar

3.25%.

62

Tabel 15. Spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi sistem traktor-tangki.

No Tenaga kerja Spesifikasi pekerjaan Jumlah

(orang)

1 Pengemudi

traktor

Mengemudikan traktor dari kolam tempat limbah

(Anaerobik primer) menuju lahan aplikasi

1

2 Operator

penyiram

Mengontrol dan mengendalikan tangki untuk

penyiraman pohon sawit dilahan aplikasi

1

3 Pekerja

IPAL

Mengontrol dan melakukan pemeliharaan terhadap

kolam-kolam limbah.

2

Hari kerja semua tenaga kerja untuk aplikasi ini sama dengan hari

kerja perusahaan yaitu 6 hari per minggu atau 24 hari per bulan dengan gaji

Rp 600.000/bulan (disesuaikan dengan gaji tenaga kerja di PT. Condong

Garut) dengan jam kerja 9 jam/hari, maka dapat dihitung biaya operator

dalam satuan Rp/jam.

Perhitungan analisis biaya aplikasi sistem traktor-tangki ada pada

Lampiran 11. Biaya pokok untuk aplikasi traktor-tangki ini dihitung

berdasarkan kapasitas masing-masing alat yang digunakan. Pompa dan

traktor mempunyai kapasitas dan jam operasi yang berbeda sehingga

perhitungannya berdasarkan jam operasi masing-masing alat tersebut.

Biaya pokok pada proses pemupukan dengan sistem traktor-tangki adalah

Rp 19/liter. Biaya pokok ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan dalam setiap kali pemupukan 1 liter limbah cair untuk tanaman

kelapa sawit.