IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A...

19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A. craccovira pada beberapa konsentrasi B. Bassiana Hasil uji patogenisitas B. bassiana terhadap A. craccivora dengan perlakuan jumlah konidia/ml B. bassiana menunjukkan bahwa setiap perlakuan dapat mematikan A. craccivora (Tabel 1). Dan berdasarkan analisis statistik mortalitas A. craccivora berbeda nyata pada taraf 5 % (Lampiran 7). Tabel 1. Rerata Mortalitas A. craccivora pada beberapa konsentrasi B. bassiana Perlakuan (jumlah konidia/ml) Mortalitas (%) Mortalitas terkoreksi Abbot BNT Kontrol 1,66 0 B 10 5 5 3,50 B 10 6 10 5,26 B 10 7 21,66 17,54 A 10 8 28,33 24,56 A 10 9 33,33 29,82 A Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT taraf 5%. Tabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 10 9 /ml, 10 8 /ml dan 10 7 /ml tidak berbeda dalam mematikan A. craccivora, dan berbeda nyata dengan perlakuan jumlah konidia 10 6 /ml, 10 5 /ml maupun kontrol. Secara keseluruhan perlakuan konsentrasi jumlah konidia/ml B. bassiana yang diaplikasikan pada A. craccivora mampu mematikan serangga uji akan tetapi tidak efektif untuk mematikan A. craccivora secara keseluruhan karena tingkat mortalitasnya di bawah 50%. Berbeda halnya dengan penelitian Gusti (2006), bahwa persentase kematian pada perlakuan jumlah konidia B. bassiana 10 15 /ml lebih tinggi dibanding perlakuan lain terhadap walang sangit yaitu 10 10 /ml dan 10 5 /ml pada pengamatan sampai hari ke 10, dengan jumlah konidia yang banyak akan lebih berpeluang untuk menginfeksi sehingga akan lebih banyak mematikan serangga uji. Rendahnya tingkat kematian A. craccivora terjadi karena cendawan B. bassiana memiliki sifat yang agak spesifik dalam menginfeksi serangga. Cendawan ini akan efektif jika diisolasi dari isolat yang sama. Pada penelitian ini isolat yang digunakan adalah walang sangit yang berasal dari family Alydidae (Hemiptera). Menurut Trizelia et al.,

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A...

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rerata Mortalitas A. craccovira pada beberapa konsentrasi B. Bassiana

Hasil uji patogenisitas B. bassiana terhadap A. craccivora dengan perlakuan jumlah

konidia/ml B. bassiana menunjukkan bahwa setiap perlakuan dapat mematikan A.

craccivora (Tabel 1). Dan berdasarkan analisis statistik mortalitas A. craccivora berbeda

nyata pada taraf 5 % (Lampiran 7).

Tabel 1. Rerata Mortalitas A. craccivora pada beberapa konsentrasi B. bassiana

Perlakuan

(jumlah konidia/ml)

Mortalitas (%)

Mortalitas terkoreksi

Abbot

BNT

Kontrol 1,66 0 B

10 5 5 3,50 B

10 6 10 5,26 B

10 7 21,66 17,54 A

10 8 28,33 24,56 A

10 9 33,33 29,82 A

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada uji

BNT taraf 5%.

Tabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml dan

107/ml tidak berbeda dalam mematikan A. craccivora, dan berbeda nyata dengan perlakuan

jumlah konidia 106/ml, 105/ml maupun kontrol.

Secara keseluruhan perlakuan konsentrasi jumlah konidia/ml B. bassiana yang

diaplikasikan pada A. craccivora mampu mematikan serangga uji akan tetapi tidak efektif

untuk mematikan A. craccivora secara keseluruhan karena tingkat mortalitasnya di bawah

50%. Berbeda halnya dengan penelitian Gusti (2006), bahwa persentase kematian pada

perlakuan jumlah konidia B. bassiana 1015/ml lebih tinggi dibanding perlakuan lain

terhadap walang sangit yaitu 1010/ml dan 105/ml pada pengamatan sampai hari ke 10,

dengan jumlah konidia yang banyak akan lebih berpeluang untuk menginfeksi sehingga

akan lebih banyak mematikan serangga uji.

Rendahnya tingkat kematian A. craccivora terjadi karena cendawan B. bassiana

memiliki sifat yang agak spesifik dalam menginfeksi serangga. Cendawan ini akan efektif

jika diisolasi dari isolat yang sama. Pada penelitian ini isolat yang digunakan adalah

walang sangit yang berasal dari family Alydidae (Hemiptera). Menurut Trizelia et al.,

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

12

(2005), patogenisitas konidia cendawan entomopatogen yang baik adalah isolat berasal

dari inang yang sama dengan serangga uji yang berasal dari ekosistem yang sama. Selain

itu Soetopo et al., (2005) menambahkan keberhasilan dan kegagalan cendawan

entomopatogen ditentukan oleh strain cendawan yang dapat membunuh serangga dan

kondisi lingkungan yang sesuai.

Tingkat persentase mortalitas tertinggi terlihat pada konsentrasi jumlah konidia 109

/ml dibanding dengan perlakuan lainnya, karena semakin tinggi konsentrasi yang diberikan

maka akan semakin besar peluang untuk mematikan serangga. Menurut Wilujeng (2007)

dan Wagiman (2003), perbedaan tinggi rendahnya mortalitas serangga yang terinfeksi

dipengaruhi oleh patogenisitas B. bassiana, juga umur dan kerentanan serangga uji itu

sendiri. Schroer et al., (2005), mengemukakan bahwa keberhasilan aplikasi B. bassiana

pada serangga di batasi oleh pengaruh lingkungan seperti suhu, kekeringan dan sinar ultra

violet.

Menurut Santoso dalam Sapdi (1999) faktor yang sangat penting untuk timbulnya

penyakit pada serangga adalah kontak antara inokulum cendawan dengan tubuh serangga.

Semakin tinggi konsentrasi akan semakin banyak konidia yang mengalami kontak secara

langsung dengan tubuh serangga, sehingga penetrasi dan infeksi konidia cendawan yang

berhasil berkecambah akan lebih cepat terjadi.

Gambaran perkembangan mortalitas A. craccivora setelah perlakuan B. bassiana

dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :

Gambar 4. Histogram mortalitas A. craccivora pada beberapa konsentrasi B. bassiana.

Gambar 4 terlihat bahwa perlakuan jumlah konidia 109 konidia/ml mengakibatkan

persentase kematian A. craccivora 33,33% tertinggi dibanding perlakuan lain. kemudian

diikuti konsentrasi 108 konidia/ml (28,33%), 107 konidia/ml (21,65%), 106 konidia/ml

(10%), 105 konidia/ml (5%) dan kontrol yaitu 1,66%. Persentase kematian A. craccivora

meningkat cepat pada hari ke 3 sampai ke 7, hal ini senada dengan yang disampaikan

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

13

Bauer et al. (2003) bahwa waktu proses infeksi yang dibutuhkan B. bassiana untuk

menginfeksi serangga adalah 7 hari pada kerapatan 106/ml.

4. 2. Waktu kematian A. craccovira setelah aplikasi B. bassiana

Hasil penelitian pengaruh B. bassiana dengan berbagai konsentrasi memberikan

pengaruh yang tidak nyata (Lampiran 11) terhadap waktu kematian A. craccivora.

Gambar 5. Histogram waktu kematian A. craccivora pada berbagai konsentrasi B. bassiana

Gambar 5 menunjukkan bahwa rerata waktu kematian Aphis yang paling lambat

mati terjadi pada perlakuan konsentrasi 106 konidia/ml, yaitu 5,44 HSA, diikuti perlakuan

109 konidia/ml yaitu 4,75 HSA, selanjutnya perlakuan 107 konidia/ml ,105 konidia/ml dan

108 konidia/ml masing-masing 3,75 HSA, 3,66 HSA dan 3,63 HSA (Lampiran 10). Antara

perlakuan tertinggi maupun terendah tidak berbeda terhadap waktu kematian karena sedikit

banyaknya konidia yang menempel pada A. craccivora tidak berpengaruh terhadap waktu

kematian setelah dianalisis dengan analisis varian.

Pengaruh tidak nyata dari pemberian berbagai jumlah konidia/ml cendawan B.

bassiana terhadap A. craccivora disebabkan oleh B. bassiana membutuhkan waktu untuk

bisa menginfeksi dan mematikan A. craccovira dimana penetrasinya memerlukan waktu

12-24 jam. Menurut MacLeod (1963) dalam Tanada & Kaya (1993), periode proses awal

infeksi sampai kematian serangga terjadi dalam kurun waktu yang singkat yaitu hanya 3

hari dan selambat-lambatnya 12 hari, namun pada umumnya terjadi dalam waktu 5-8 hari

dan periode tersebut dapat berbeda tergantung pada ukuran inang. Mekanisme penetrasi

dimulai dengan pertumbuhan konidia pada kutikula selanjutnya B. bassiana mengeluarkan

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

14

enzim-enzim yang dihasilkan oleh konidia cendawan seperti proteinase, lipase dan

chitinase ( Burgers, 1970: Tanada, 1994 dalam Kusnadi dan Sanjaya, 2003).

Cendawan B. bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang,

masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian

kontak dan menginfeksi inang baru. B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui

kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Konidia jamur yang menempel pada

tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah,

kemudian masuk menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau

kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Pada proses selanjutnya, jamur akan

bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkecambah dalam tubuh inang dan

menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga seluruh hifa memenuhi rongga tubuh A.

craccivora dan akhirnya mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh

menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam hitungan hari, serangga akan

mati. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti

mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih. (Haryono, (2014).

4.3. Gejala A. craccivora yang terinfeksi B. bassiana.

Hasil pengamatan terhadap Aphis yang mati menunjukkan gejala kaku dan

mengeras dan rata serta mengering seperti mumi (mumifikasi), seperti yang dapat terlihat

pada gambar di bawah ini :

Gambar 6. A. craccivora yang terinfeksi B. Bassiana.

Santoso (1994) dalam Jauharlina dan Hendrival (2003) menambahkan bahwa pada

umumnya semua jaringan dan cairan tubuh serangga habis digunakan oleh cendawan B.

bassiana untuk pertumbuhan dan perkembangannya, akibatnya serangga mati dengan

tubuh mengeras seperti mumi. Jika keadaan mendukung, cendawan menembus keluar

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

15

tubuh serangga terutama pada artikulasi embelan tubuh dan alat mulut. Pada A. craccivora

yang tersporulasi cendawan B. bassiana ditandai dengan tumbuhnya miselia cendawan

yang berwarna putih pada permukaan tubuh serangga.

Saat pengamatan terhadap A. craccovira terinfeksi B. bassiana diketahui bahwa

jumlah aphis terinfeksi tertinggi dijumpai pada perlakuan 109 konidia/ml. Kematian A.

craccivora yang terinfeksi B. bassiana diakibatkan oleh racun yang dihasilkan oleh

cendawan dalam tubuh Aphis. Menurut Robert (1981), setelah melakukan penetrasi ke

dalam tubuh serangga, hifa cendawan B. bassiana berkembang dan memasuki pembuluh

darah, selain itu cendawan ini juga menghasilkan beberapa toksin yaitu beauvericin,

beauverolit, bassianolit dan isorolit, yang dapat menaikkan pH dan penggumpalan darah,

serta terhentinya peredaran darah. Cendawan tersebut juga menyebabkan kerusakan

jaringan haemocoel secara mekanis seperti saluran pencernaan, otot, sistem pernafasan.

Keseluruhan proses tersebut akhirnya menyebabkan matinya serangga tersebut.

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

16

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. B. bassiana yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi (jumlah konidia/ml) dapat

mematikan A. craccivora tapi tidak efektif untuk mengendalikan A. craccivora.

2. Mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan dengan jumlah konidia B. bassiana 109/ml

dengan rata-rata persentase kematian A. craccivora 33,33%, waktu yang dibutuhkan

untuk mematikan A. craccivora tidak berpengaruh nyata antar perlakuan (3,63 – 5,44)

hari.

5.2. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya maka dianjurkan menguji mortalitas B. bassiana pada

serangga hama yang lainnya, serta menggunakan bahan perekat dan melakukan

pengamatan A. craccivora yang tersporulasi.

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

17

DAFTAR PUSTAKA

Abdi Negara. 2003. Penggunaan Analisis Probit untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan

Populasi Spodoptera exigua terhadap Deltametrin di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Informatika Pertanian

Volume 12 (Desember 2003).

Ahmad, R.Z. 2008. Lethal Time 50 Cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium

anisopliae terhadap Sarcoptes. [Online]. http: //bbalitvet. litbang. deptan. go.

id/ind/attachments /160_33. pdf.

Arifin, M., A. Iqbal, I.B.G. Suryawan, T. Djuwarso, dan W. Tengkaao. 1997. Potensi dan

pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hama kedelai. Prosiding Simposium

Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta/Bogor, 23-25 Agustus 1993. 5: 1383-1393.

Barnett. 1960. Ilustrated Genera of Imperfecty Fungi. Second Edition. Burgess Publishing

Company. P : 62.

Bauer, L.S., H. Liu, dan D. L. 2003. Evaluation of a Mikrobial Insecticide to Control

Emerald Ash Borer. www.springerlink.com.pdf. 05 Juli 2014.

Cloyd, R. 2004. Orchid pest : Aphis gossypii. G. Lover. http://www.orchid.

mo/problem/pest/aphid-gossypii. htm. 12 Januari 2005.

Dixon. AFG. 2000. Insect Predator-Prey Dynamics: Ladybird beetles & Biological

Control. Spain: Cambridge Univ Pr 257 p.

Dunn, J.A. and D.P.H. Kempton. 1971. Seasonal changes in aphid population on Brussels

sprouts. Ann. Appl. Biol. 68(3):233-244.

Ferron, P. 1978. Influence of relative humidity on the development of fungal infection

caused by Beauveria bassiana (Fungi Inperfecti, Monilae) in imagines of

acanthoscelides of obtectus (Col : Bruchidae). J. Enthomophaga 22 (4):393-396.

Gusti. V. 2006. Patogenisitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap Walang Sangit

(Leptocorisa acuta. Thumb.). Skripsi. Program Studi Ilmu Hama Penyakit

Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu: (tidak dipublikasikan).

Haryono, H., S. Nuraiani dan Riyatno. 1993. Prospek Penggunaan Beauveria bassiana

untuk Pengendalian Hama Tanaman Perkebunan. Symposium Patologi Serangga.

Yogyakarta 12-13 oktober 1993.

Haryono, N. 2014. Beauveria Bassiana. Sumber : http://id.wikipedia.

org/wiki/Beauveria_bassiana. diunduh pada tanggal 9 juni 2014.

Jauharlina dan Hendrival. 2003. Toksisitas (LC50 dan LT50) jamur entomopatogen B.

bassiana. (Bals.) Vuill. terhadap ulat grayak Spodoptera litura F. Jurnal Agrista.

7(3): 295-301.

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

18

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and translated by P. A. Van

der Laan. pr. Ichtiar Baru-Van Hoeve Jakarta. 406 dan 710.

Karmila, Y. 2006. Patogenisitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Pada Kumbang

Penggerek ubi jalar Cylas formicarius Fabr. Skripsi. Program Studi Ilmu Hama

Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. (tidak di

publikasikan).

Kessing, L. B and R. F. L. Mau. 2004. Aphis gossypii (Gover). Department of Entomology.

Honohulu. Hawaii.

Kusnadi dan Y. Sanjaya. 2003. Pengujian Efektivitas Starter Jamur Beauveria bassiana

terhadap Mortalitas Hypothenemus hampei. Jurnal Perlindungan Tanaman

Indonesia. V(9) : 87-91.

Kuswanto, A. Kasno, L. Soetopo dan T. Hadiasto. 2005. Seleksi galur-galur harapan

kacang panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) Unibraw. Habitat XVI (4) : 258

269.

Mudjiono, Trustinah dan Kasno, A. 1999. Toleransi genotipe kacang panjang terhadap

komplek hama dan penyakit. Dalam Prosiding Simposium V PERIPI Komisariat

Jatim. Universitas Brawijaya. Malang.

Nugroho, B. A. 2005. Patogenisitas Beauveria bassiana dengan penambahan ekstrak daun

paitan terhadap hama Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). Skripsi Fakultas

Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Prabaningrum, L. 1996. Kehilangan Hasil Panen Kacang Panjang (Vigna sinensis) akibat

Serangan Kutu Kacang Aphis craccivora Koch. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional

Komoditas Sayuran, pp 355-359.

Pracaya. 1998. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahayu, D.S. 2006. Keefektifan beberapa strain Beauveria bassiana terhadap mortalitas

Helopeltis antonii pada bibit jambu mete (Anacardium ocidentale L.). Skripsi

Sarjana Universitas Pakuan, Bogor. halaman. 94.

Rauf, A. 1996. PHT mereguk manfaat dari globalisasi pasar. Disampaikan dalam Seminar

dan Rapat Koordinasi Wilayah II. Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman

Indonesia, 22-24 Desember 1996.

Robert, D. W. 1981. Toxins of Entomopathogenic Fungi. In H.D. Burges (ed.). Microbial

Control of Pest and Plant Disease.1970-1980. First ed. London: Academic Press.

Saleh, R. H. M. dan C. Irsan. 2000. Spesies kutu daun (Homoptera : Aphididae) yang

terdapat di kampus dan di kebun percobaan Universitas Sriwijaya. Prosiding

Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda. 16-18 Oktober 2000.

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

19

Sapdi. 1999. Mortalitas nimpha Nezara viridula L. Pada beberapa tingkat konsentrasi

suspensi cendawan entomopatogen Beauveria bassiana Vuill. Agrista 3(1). 72-77.

Sastrosiswodjo S, Oka I.N. 1997. Implementasi pengelolaan serangga secara berkelanjutan.

Makalah disajikan pada Kongres ke V dan Simposium Entomologi. PEI. 24-26

..Juni 1997, Bandung.

Schroer, S, D. Sulistyanto dan R.U. Ehrers. 2005. Control of Plutella xylostella using

polymer formulated Steinernema carpocapsae and Bacillus thuringiensis in

cabbage fields. Journal Entonomol. 129 : 198-204.

Setokuci. 1981. Occurrence and fecundity of two colour forms in A. craccivora.

(Homoptera:Aphididae) on Dasheen leaves. Appl. Entomol. Zool. 16(1) 50-52 .

Soetopo, D. 2004. Efficacy of selected Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. isolates in

combination with a resistant cotton variety (PSB-Ct 9) againts the cotton bollworm,

Helicoverpa armigera (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae). Philippines: University

of The Philippines Los Banos. [Disertasi]. (Tidak Dipublikasikan).

Soetopo. D., S. G. Reyes, D.R. Santiago. 2005. Laboratory assay of Beauveria bassiana

isolates against Helicoverpa armigera. Paper presented at the 1st International

Conference of Crop Security for Food Safety. Malang. 20-22 September 2005.

Steinhaus, E.A. 1949. Microbial diseases of insect. In Paul De Bach (Ed.). Biological

Control of Insect Pest and Weeds. P.515-546. New York. John Wiley and Sons.

Stoll, G.. 1988. Natural Crop Protection in the Tropics. Arecol, Switzerland.

Subiyakto. Dan G. Kartono.1998. Prospek penggunaan benih atau tanah sebagai komponen

serangga hama penghisap tanaman Kapas. Jurnal Litbang Pertanian. 45-53.

Sudarmaji, D. dan S. Gunawan. 1994. Patogenesitas fungi entomopatogen Beauveria

bassiana terhadap Helopeltis antonii. Menara Perkebunan. 62 (1) :1-5.

Suharto, E.B. Trisusilowati dan H. Purnomo. 1998. Kajian aspek fisiologi Beauveria

bassiana dan virulensinya terhadap Helicoverpa armigera. Jurnal Perlindungan

Tanaman Indonesia. 4 (2): 112-119.

Suhaeriyah. 2006. Uji patogenisitas beberapa isolat jamur Beauveria bassiana (Bals) Vuill

terhadap larva penggerek batang (Xystrocera festiva Pascoe) pada Albasia (Albizzia

falcataria (L) Fosberg) di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Laporan

Praktek Kerja Lapang. 46 hlm.

Suharto, E. B. Trisusilowati dan H. Purnomo. 1998. Kajian aspek fisiologis Beauveria

bassiana dan virulensinya terhadap Helicoverpa armigera. Jurnal Perlindungan

Tanaman Indonesia. 4:112-119.

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

20

Suharto, M. Zamroni dan E.B. Trisusilowati. 2003. Produksi Beauveria bassiana (Bals.)

pada berbagai media cair dan virulensinya terhadap Plutella xylostella (L.).

Agrijurnal 8(1): 29-33. Januari-Juni.

Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. Sandiago: Academic Press, INC. Harcourt

Brace Jovanovich Publisher.

Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals) Vuil.

(Deuteromycotyna: Hypomycetes). Keanekaragaman Genetik, Karekteristik

Fisiologi, dan Virulensinya terhadap Crocidolomia pavonana (F) [disertasi]. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Trizelia, T. Santoso, Sosromarsono, A. Rauf dan L.I. Sudirman. 2005. Persistence of

Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Conidia (Deuteromycotina: Hypotemycetes) on

cabbage plant and in the soil . paper presented at the 1st International Conference of

Crop Security for Food Safety. Malang, 20-22 September 2005.

Untung. K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Wagiman, F.X., B. Triman, dan Rr. S. Astuti. 2003. Keefektifan Steinernema sp. terhadap

Spodoptera exigua. Jurnal perlindungan Tanaman Indonesia. 9(1): 22-27.

Wahyono, TE. Dan Tarigan N. 2007. Uji patogenisitas agen hayati Beauveria bassiana dan

Metarhizium anisopliae terhadap ulat Serendang (Xystrocera festiva). Buletin

Teknik Pertanian. Bogor.

Wiludjeng dan Widawati. 2007. Penggunaan nematoda entomopatogen Steinernema

carpocapsae (All strain) dan tanaman sela Bawang merah dalam pengendalian

hama pada tanaman Kubis. J. Pertanian Mapeta 10 (1) :60-65.

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

21

LAMPIRAN

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

22

Lampiran 1. Data mortalitas A. craccivora

Pengamatan hari ke

Perlakuan ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Total

Kontrol 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 1 0 0 0 0 0 1

10 5 1 0 0 1 0 0 0 1 2

2 0 0 0 0 0 1 0 1

3 0 0 0 0 0 0 0 0

10 6 1 0 0 1 0 2 0 0 3

2 0 0 0 0 0 0 2 2

3 0 0 0 0 1 0 0 1

10 7 1 0 0 3 0 5 0 0 8

2 0 1 1 0 0 0 1 3

3 0 0 2 0 0 0 0 2

10 8 1 0 0 2 7 0 0 0 9

2 0 0 2 1 0 0 0 3

3 0 0 1 4 0 0 0 5

10 9 1 0 1 1 5 0 0 0 7

2 0 0 2 0 0 0 5 7

3 0 0 1 3 0 0 2 6

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

23

Lampiran 2. Akumulasi mortalitas A. craccivora pada beberapa konsentrasi B. bassiana

pada tiap ulangan.

Ulangan

Perlakuan 1 11 111 Total Rata-rata

Kontrol 0 0 1 1 0,33

10 5 2 1 0 3 1

10 6 3 2 1 6 2

10 7 8 3 2 13 4,33

10 8 9 3 5 17 5,66

10 9 7 7 6 20 6,66

Lampiran 3. Rata-rata kumulatif mortalitas A. craccivora selama 7 hari pengamatan (%)

Pengamatan hari Ke

Perlakuan Ulangan 1 2 3 4 5 6 7

Kontrol 1 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0

3 0 5 0 0 0 0 0

Jumlah 0 5 5 5 5 5 5

Rata-

rata

0 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66

10 5 1 0 0 5 5 5 5 10

2 0 0 0 0 0 5 5

3 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 5 5 5 10 15

Rata-

rata

0 0 1,66 1,66 1,66 3,32 5

10 6 1 0 0 5 5 10 10 15

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

24

2 0 0 0 0 0 0 10

3 0 0 0 0 5 5 5

Jumlah 0 0 5 5 15 15 30

Rata-

rata

0 0 1,66 1,66 6,66 6,66 10

10 7 1 0 0 15 15 40 40 40

2 0 5 10 10 10 10 15

3 0 0 10 10 10 10 10

Jumlah 0 5 30 30 60 60 65

Rata-

rata

0 1,66 10 11,66 19,99 19,99 21,66

10 8 1 0 0 10 45 45 45 45

2 0 0 10 15 15 15 15

3 0 0 5 25 25 25 25

Jumlah 0 0 25 85 85 85 85

Rata-

rata

0 0 8,33 28,33 28,33 28,33 28,33

10 9 1 0 5 5 25 35 35 35

2 0 0 10 10 10 10 35

3 0 0 5 15 20 20 30

Jumlah 0 5 20 40 40 40 100

Rata-

rata

0 1,66 8,32 21,65 21,65 21,65 33,33

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

25

Lampiran 4. Rata-rata akumulasi mortalitas A. craccivora selama 7 hari pengamatan.

Ulangan

Perlakuan 1 11 111 Total Rata-rata

Kontrol 0 0 5 5 1,66

10 5 10 5 0 15 5

10 6 15 10 5 30 10

10 7 40 15 10 65 21,66

10 8 45 15 25 85 28,33

10 9 35 35 30 100 33,33

Lampiran 5. Mortalitas A. craccivora (%)

Perlakuan Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Total

Kontrol 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 5 0 0 0 0 0 5

10 5 1 0 0 5 0 0 0 5 10

2 0 0 0 0 0 5 0 5

3 0 0 0 0 0 0 0 0

10 6 1 0 0 5 0 10 0 0 15

2 0 0 0 0 0 0 10 10

3 0 0 0 0 5 0 0 5

10 7 1 0 0 15 0 25 0 0 40

2 0 5 5 0 0 0 5 15

3 0 0 10 0 0 0 0 10

10 8 1 0 0 10 35 0 0 0 45

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

26

2 0 0 10 5 0 0 0 15

3 0 0 5 20 0 0 0 25

10 9 1 0 5 5 25 0 0 0 35

2 0 0 10 0 0 0 25 35

3 0 0 5 15 0 0 10 30

Lampiran 6. Rata-rata mortalitas A. craccivora pada pengamatan hari ke 7 setelah

dikoreksi dengan perhitungan abbot.

Ulangan

Perlakuan 1 11 111 Total Rata-rata

Kontrol 0 0 0 0 0

10 5 5,263 0 5,263 10,526 3,508

10 6 10,526 5,263 0 15,789 5,263

10 7 36,842 10,526 5,263 52,631 17,543

10 8 42,103 10,526 21,053 73,682 24,560

10 9 31,579 31,579 26,316 89,474 29,824

Lampiran 7. Analisis keragaman persentase mortalitas A. craccivora

SK DB JK KT F HIT F TABEL

PERLAKUAN 5 2265,283 453,0566 4,600229783* 3,11

GALAT 12 1181,828 98,48564

TOTAL 17 3447,111

F hit > Fa maka Ho : σi = 0 ditolak, artinya terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada

variabel yang diamati.

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

27

Lampiran 8. Uji BNT 5%

Konsentrasi (jumlah

konidia/ml

Rerata mortalitas Lambang

F (10 9) 29,82 A

E (10 8) 24,56 A

D (10 7) 17,54 A

C (10 6) 5,26 B

B (10 5) 3,50 B

A (Kontrol) 0 B

Lampiran 9. Waktu kematian A. craccivora setelah aplikasi (hari)

Perlakuan ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Rata-

rata

Kontrol 1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 1 0 0 0 0 0 2

10 5 1 0 0 1 0 0 0 1 5

2 0 0 0 0 0 1 0 6

3 0 0 0 0 0 0 0 0

10 6 1 0 0 1 0 2 0 0 4,33

2 0 0 0 0 0 0 2 7

3 0 0 0 0 1 0 0 5

10 7 1 0 0 3 0 5 0 0 4,25

2 0 1 1 0 0 0 1 4

3 0 0 2 0 0 0 0 3

10 8 1 0 0 2 7 0 0 0 3,77

2 0 0 2 1 0 0 0 3,33

3 0 0 1 4 0 0 0 3,8

10 9 1 0 1 1 5 0 0 0 3,57

2 0 0 2 0 0 0 5 5,85

3 0 0 1 3 0 0 2 4,83

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

28

Lampiran 10. Rata-rata waktu kematian A. craccivora

Ulangan

Perlakuan 1 11 111 Total Rata-rata

Kontrol 0 0 2 2 0,66

10 5 5 6 0 11 3,66

10 6 4,33 7 5 16,33 5,44

10 7 4,25 4 3 11,25 3,75

10 8 3,77 3,33 3,8 10,9 3,63

10 9 3,57 5,85 4,83 14,25 4,75

Lampiran 11. Analisis keragaman waktu kematian A. craccivora setelah aplikasi

SK DB JK KT F HIT F TABEL

PERLAKUAN 4 7,933773 1,983443 0,704643 ns 3,48

GALAT 10 28,1482 2,81482

TOTAL 14 36,08197

F hit ˂ F tabel, maka ho : σi = diterima, artinya tidak terdapat perbedaan nyata antar

perlakuan pada variabel yang diamati.

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rerata Mortalitas A ...repository.unib.ac.id/10251/1/IV,V,LAMP,III-14-bam-FP.pdfTabel menunjukkan antara perlakuan tertinggi jumlah konidia 109/ml, 108/ml

29

Denah Penelitian

I II III

60 CM

Keterangan :

K = Perlakuan U = Ulangan

K1 = KONTROL K2 = 105 K3 = 106 K4 =107 K5 = 108 K6 = 109

K2U2

K4U1

K2U2

K5U2

K6U3

K4U1

K5U1

K6U3

K2U2

K4U1

K6U3

K3U2

K3U2

K3U3

K1U1

K5U1

K1U2

K1U3

U

S