IV. ANALISIS PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan...Universitas Kristen Petra 40 Ciputra Golf dan...
Transcript of IV. ANALISIS PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan...Universitas Kristen Petra 40 Ciputra Golf dan...
38 Universitas Kristen Petra
IV. ANALISIS PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
Grup Ciputra didirikan pada tahun 1981 oleh Ir.Ciputra dan keluarganya
Ir.Ciputra terhitung sebagai pelopor bisnis properti di Asia Tenggara. Grup
Ciputra mengkhususkan pada pembangunan proyek berskala besar yang meliputi
perumahan, bangunan komersial, pusat-pusat rekreasi, hotel, pusat perbelanjaan
dan perkantoran. Telah go public pada tahun 1994 pada saat ini terdaftar menjadi
salah satu perusahaan terbesar di Indonesia.
CitraRaya Kota Mandiri, Surabaya berlokasi di kecamatan Lakarsantri,
Kotamadya Surabaya dengan luas 1000 ha. Sedangkan Ciputra Golf dan Klub
Keluarga di kawasan kota mandiri Citraraya tepatnya di jalan CitraRaya Utama,
Kota Mandiri CitraRaya, Surabaya dengan luas area sebesar 125 hektar yang
meliputi :
a. Lapangan golf 27 hole
b. Klub Keluarga
c. Hotel & Villa Ciputra Golf
Ciputra Golf & Klub Keluarga memiliki akses yang mudah dicapai dari
pusat-pusat pelayanan yang penting seperti :
a. Tiga (3) menit dari Sekolah Internasional Surabaya
b. Sepuluh (10) menit dari jalan bebas hambatan / jalan tol
c. Dua puluh (20) menit dari pusat kota
d. Dua puluh (20) menit dari pelabuhan Tanjung Perak
e. Tiga puluh (30) menit dari bandara Juanda
Terletak di daerah yang jauh dari polusi dan kemacetan karena memiliki
penataan dan jalur transportasi yang rapi dan teratur. Tidak terdapat polusi
kendaraan karena jauh dari hiruk pikuk pusat kota dan memiliki fasilitas yang
lengkap untuk memenuhi hampir semua kebutuhan penghuni kota mandiri
Universitas Kristen Petra
39
Citraraya. Itulah sebabnya daerah ini disebut sebagai kota mandiri karena bisa
digambarkan sebagai sebuah kota di dalam kota.
4.1.1 Fasilitas Ciputra Golf & Villa
Hotel dan Villa Ciputra Golf ini terletak sangat dekat dengan klub keluarga
dan lapangan golf sehingga sangat memudahkan penyewa yang akan
menggunakan fasilitas lain dari klub. Berupa unit-unit villa yang berjumlah 28
unit yang menyediakan pelayanan akomodasi, makan dan minum dan dilengkapi
dengan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Unit-unit ini dapat disewa harian
(daily stay) atau disewa untuk jangka panjang (long stay). Sedangkan standar
pelayanan yang diberikan adalah standar pelayanan hotel, tersedia pelayanan front
office dan housekeeping selama 24 jam.
Desain dan penataan ruangan di masing-masing unit memiliki ciri khas
yang sama, hanya ada perbedaan sedikit pada tata letak perabotan atau hiasan
yang dimiliki seperti lukisan dan pengaturan warna yang memberi ciri khas pada
masing-masing unit villa. Fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya meliputi :
a. Dua atau tiga kamar tidur yang terdiri atas satu master bedroom dan
sisanya adalah single room.
b. Ruangan ber-AC.
c. Ruang tamu yang luas dan nyaman.
d. Ruang makan yang lengkap dengan peralatan makan.
e. Dapur lengkap dengan peralatan untuk memasak serta lemari es.
f. Dua kamar mandi dilengkapi dengan bath up dan shower serta satu toilet
untuk tamu.
g. Garasi untuk kendaraan pribadi tamu.
h. Kamar tidur dan kamar mandi untuk pembantu.
i. Ruang kerja dan ruang belajar.
j. Kebun/halaman yang ditanami pepohonan dan bunga-bunga.
k. Pemandangan yang langsung ke lapangan golf.
l. Gudang penyimpanan barang-barang.
m. Safe Deposit Box yang terletak di kantor Front Office.
Universitas Kristen Petra
40
Ciputra Golf dan Klub Keluarga merupakan private klub bagi para
member atau anggotanya. Para member tersebut bebas menggunakan segala
fasilitas yang ada di Golf maupun club house / Klub Keluarga dengan memenuhi
segala aturan atau persyaratan untuk menjadi member.
Bagi masyarakat umum yang ingin menggunakan fasilitas-fasilitas yang
dimiliki oleh klub, mereka akan mendapat prioritas kedua setelah member serta
harus memberikan kompensasi yang lebih besar daripada jika mereka menjadi
member. Dengan menginap di Villa Ciputra Golf maka akan sangat banyak
kemudahan yang bisa diperoleh oleh tamu-tamu untuk menggunakan fasilitas
yang ada di klub meskipun tamu tersebut tidak menjadi member. Dengan
menginap disini tamu akan mendapat kemudahan bermain golf dengan
mendapatkan discount untuk green fee serta bisa menggunakan fasilitas di klub
keluarga. Fasilitas-fasilitas pendukung lainnya adalah :
a. Saluran televisi yang dilengkapi dengan channel-channel parabola.
b. Mesin cuci, biasanya disediakan untuk tamu yang long stay.
c. Tersedia direct line yang memungkinkan penghuni untuk
menggunakan fasilitas internet.
Fasilitas Ciputra Golf:
1) Lapangan Golf 27 hole
Ciputra Golf memberikan tantangan bagi semua pemain amatir dan
professional untuk berupaya menjadi lebih baik, karena setiap tee box,
landing area, fairway, bunker, green, rough, rumput, pepohonan dan
semak-semak ditata sedemikian rupa, mendorong pemain untuk berpikir
secara strategis agar dapat memberikan kenikmatan bermain yang
maksimal.
Lapangan Golf ini dibagi menjadi :
a. Lembah Course
Untuk 9 hole pertama yang memiliki fairways / padang rumput
yang luas di tengah lembah yang indah.
Universitas Kristen Petra
41
b. Danau Course
Untuk 9 hole yang kedua, memiliki rintangan berupa danau.
c. Bukit Course
Adalah 9 hole ketiga, merupakan lapangan dengan rintangan yang
berbukit dan rumput yang bergelombang.
2) Night Golf
Ciputra Golf merupakan satu-satunya golf course yang menyediakan golf
malam di Jawa Timur, sehingga hal ini akan memberikan keistimewaan
tersendiri.
3) Aqua Driving Range
Driving range merupakan sarana yang diberikan oleh klub untuk belajar
bermain golf terutama bagi para pemula. Disini disewakan stick dan bola
untuk bermain golf serta mendapat pengajar / pelatih golf professional.
4) Club House
a. Pro shop
b. Men’s locker & Ladies’ locker
c. Massage
5) Food & Beverage
Departemen ini memiliki dua restauran:
a. Paparazzi News Resto and Café
Restaurant keluarga di daerah kolam renang untuk bersantai dan
berlokasi di Klub Keluarga. Makanan dan minuman sehat disajikan
dengan pelayanan yang memuaskan, untuk mendukung latihan olah
raga yang berat dan rutin.
b. Palimanan restauran
Merupakan tempat makan yang nyaman dengan desain arsitektur Bali.
Santai dan nyaman dalam suasana lapangan golf yang indah. Berlokasi
di golf area Ciputra Golf.
i. Palimanan Restauran
Memiliki kapasitas 100 oarng dengan 36 meja.
ii. Palimanan Convention Hall / Ballroom
Universitas Kristen Petra
42
Memiliki kapasitas 600 orang untuk standing party, 100 orang
untuk restauran style, dan 400 orang untuk theatre style.
iii. Palimanan café the first Golf View Restauran
Merupakan restauran pertama dengan konsep kafe yang
memiliki lapangan Golf sebagai latar belakang (view)nya.
iv. Galery
Memiliki kapasitas 150 orang untuk standing party dan 100
orang untuk theatre.
v. VIP Room I memiliki kapasitas 16 sampai 20 orang.
vi. VIP Room II (kapasitas 75 pax)
vii. Driving Range Kios
Kios yang didirikan di driving range yang menyediakan
makanan dan minuman bagi para pemain golf.
viii. Kios Hole
Fasilitas berupa kios-kios makanan yang disediakan di hole 5,
hole 15, hole 19, hole 23.
4.2 Struktur Organisasi Departemen Housekeeping Ciputra
Peranan struktur organisasi dapat dikatakan penting bagi Ciputra Golf dan
Klub Keluarga, karena dengan adanya struktur tersebut dapat diketahui dengan
jelas batas-batas dari tugas, tanggung jawab, dan wewenang masing-masing
karyawan sehingga dengan pembagian tersebut memungkinkan suatu organisasi
dapat teratur dan berkembang dengan baik. Selain itu dengan mengetahui batas-
batas ini juga dapat membantu untuk mencapai tujuan perusahaan.
Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi Ciputra Golf dan Klub Keluarga
dapat dilihat pada gambar 4.1:
Universitas Kristen Petra
43
Gambar 4.1
STRUKTUR ORGANISASI
HOUSEKEEPING & VILLA OPERATION DEPARTMENT
HK & Villa Opr
HK & Villa Sec
Senior Store Ass. HK Manager Credit Officer Ass. Villa Opr
Storekeeper HK Supervisor Comercial SPV Locker SPV Senior Room Att Tenant Relation Head Front Desk Building SPV
Public Area Jr. SPV PA
Pest Control
Public Area Att Petra
Locker Att Room Att
Public Area
GSO
Telp.
Universitas Kristen Petra
44
Tugas dari masing-masing bagian dari struktur organisasi Ciputra Golf dan Klub
Keluarga adalah sebagai berikut:
1. Villa Operation Manager
a. Menetapkan dan mengambil keputusan dalam menjalankan
kebijaksanaan perusahaan yang berkaitan dengan housekeeping & villa
operation departemen.
b. Melaksanakan dan menentukan kebijakan perusahaan yang digariskan
oleh Board of Director.
c. Mengambil keputusan yang dianggap perlu untuk menyelesaikan
masalah.
2. Assistant Villa Operation Departemen
a. Melaksanakan koordinasi internal dan external dengan staff villa yang
berhubungan dengan operasional villa.
b. Membangun komunikasi yang baik dengan tamu-tamu.
c. Sebagai motivator dalam melaksanakan training.
d. Mengerjakan tugas-tugas yang didelegasikan oleh manager.
3. Assistant Housekeeping Manager
a. Melaksanakan koordinasi internal dan external dengan karyawan
housekeeping.
b. Mengontrol atau mengawasi seluruh area kerja.
c. Menggantikan tugas housekeeping Manager bila mana yang
bersangkutan berhalangan hadir.
d. Melakukan tugas-tugas yang telah diberikan oleh manager.
4. Villa Operation Secretary
a. Mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan administrasi villa.
b. Membantu tugas-tugas manajer.
c. Membantu kelancaran operasional villa secara umum.
d. Sebagai penghubung antara karyawan villa dengan Head of
Department.
5. Housekeeping Secretary
a. Mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan administrasi
Universitas Kristen Petra
45
housekeeping.
b. Menjalankan segala tugas non teknis yang diberikan oleh manajer.
c. Membantu tugas- tugas dari Assistant Housekeeping Manager.
d. Membuat perkiraan budget departemen housekeeping.
6. Guest Relation Officer
a. Mendampingi tamu-tamu yang check in di villa.
b. Menangani komplain dari tamu.
c. Menangani berbagai masalah yang terjadi di villa.
d. Melakukan koordinasi dengan Guest Service Officer.
7. Housekeeping Supervisor
a. Mengontrol area yang telah ditugaskan.
b. Membuat program kebersihan dan jadwal bagi karyawan.
c. Koordinasi dengan departemen lain sebaik-baiknya untuk kelancaran
suatu event.
d. Membuat work order kepada Property Departement.
8. Guest Service Officer
a. Menangani proses registrasi, check in dan proses billing.
b. Menerima reservasi untuk villa.
c. Menangani keluhan dari tamu.
d. Mencatat dan menyetorkan ke accounting semua transaksi keuangan
yang terjadi di villa.
9. Commercial Service Supervisor
a. Memberikan pengarahan kepada staff commercial service.
b. Mengecek setiap hari area yang menjadi tanggung jawab.
c. Mengusulkan perencanaan program selama satu bulan tiap bulannya.
d. Berkoordinasi dengan storekeeper mengenai stok obat kimia.
10. Locker Supervisor
a. Mendampingi dan membimbing secara keseluruhan tugas dari staff
loker.
b. Mengontrol seluruh area loker .
c. Membuat jadwal kerja bagi staff loker.
Universitas Kristen Petra
46
d. Bertanggung jawab terhadap operasional kerja dan kondisi loker.
11. Senior Store
a. Mengatur pengiriman laundry yang kotor ke supplier.
b. Mengatur pengiriman guest laundry kepada supplier.
c. Inventory setiap bulan mengenai guest supplies, cleaning supplies
setelah menerima form list.
d. Bertanggung jawab terhadap seluruh operasional laundry dan store.
12. Storekeeper
a. Mencatat dan melayani pengambilan guest supplies, cleaning supplies.
b. Menerima barang dari receiving dan mengecek nya serta mencatat dan
menyimpan di gudang.
c. Melayani permintaan mineral water kepada departemen lain seperti
yang dijadwalkan, dan memberikan informasi pada senior store
apabila stok menipis.
d. Melakukan pencucian terhadap pakaian tamu yang kotor.
e. Melakukan linen inventory bersama dengan section lainnya.
13. Pest Control Attendant
a. Melaksanakan treatment sesuai permintaan customer
b. Memberitahukan masalah yang terjadi selama operasional dengan
supervisor.
c. Melakukan treatment di Klub sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
d. Bertanggung jawab terhadap semua treatment yang dilakukan baik di
dalam maupun di luar perusahaan.
14. Locker Attendant
a. Mempersiapkan segala kelengkapan loker sesuai standar sebelum tamu
menggunakan dan meyakinkan dalam keadaan bersih.
b. Memberikan pelayanan yang baik kepada pengguna loker.
c. Membersihkan shower sesuai prosedur langsung.
d. Memvacum loker setiap akhir shift II sampai bersih dan melakukan
dusting tiap jam 7 pagi.
e. Mencatat penggunaan loker untuk data apabila diperlukan terutama
Universitas Kristen Petra
47
apabila pengguna loker memakai master key.
15. Operator
a. Menerima telefon dari luar dan menyambungkannya ke extension yang
tepat.
b. Membantu tugas GSO
c. Menyambungkan telefon keluar ke nomor yang diinginkan atau yang
dikehendaki.
d. Membuat laporan penggunaan telefon secara periodik.
16. Room Attendant
a. Bertanggung jawab terhadap kebersihan villa secara umum.
b. Menyiapkan unit-unit villa yang akan digunakan untuk menginap serta
memastikan semua peralatan yang ada di villa lengkap serta dapat
berfungsi dengan baik.
c. Membuat laporan mengenai status dari tiap villa setiap hari.
d. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak atau departemen yang
terkait jika terjadi kerusakan peralatan yang ada dalam villa.
17. Public Area Attendant
a. Bertanggung jawab terhadap kebersihan area villa dan sekitarnya.
b. Membersihkan area yang menjadi tanggung jawabnya sesuai prosedur.
c. Bisa bekerjasama dengan team yang ada untuk memberikan hasil yang
maksimal dan membentuk team kerjasama yang baik.
d. Membersihkan alat dan mesin yang dipakai selama bekerja dan
menyimpannya dengan rapi.
e. Menjaga keindahan dan keasrian taman dan tumbuhan yang ada di area
villa dan sekitarnya.
18. Public Area Attendant (Housekeeping Section)
a. Membersihkan seluruh area Klub yang menjadi tanggung jawabnya
hari itu, dan melaksanakan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
b. Mengerjakan semua tugas yang didelegasikan oleh supervisor pada
saat morning briefing.
Universitas Kristen Petra
48
c. Menjaga kenyamanan tamu pada saat melakukan pembersihan di area
tersebut.
4.3 Pembahasan
Ciputra Golf dan Klub Keluarga, Surabaya adalah salah satu klub keluarga
yang memiliki fasilitas villa dan padang golf untuk disewakan kepada tamu
mereka. Ciputra Golf dan Klub Keluarga memiliki standar pelayanan yang
disesuaikan dengan hotel berbintang lima di dalam memberikan pelayanan yang
terbaik bagi tamu mereka. Berkaitan dengan hal ini, Ciputra memiliki departemen
Housekeeping yang berperan cukup penting di dalam menjaga kebersihan serta
kenyamanan bagi semua tamu Ciputra Golf dan Klub Keluarga.
Pihak manajemen Ciputra menyadari arti pentingnya kualitas pelayanan
yang mereka berikan sehingga mereka terus berusaha untuk meningkatkan kinerja
karyawan mereka dan salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan
mengadakan pelatihan kerja bagi semua karyawan mereka dengan melihat dari
guest comment yang masuk untuk mengetahui peningkatan kinerja karyawan dari
sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan. Tetapi sampai saat ini masih banyak
terjadi penyimpangan-penyimpangan prosedur kerja oleh karyawan housekeeping
Ciputra terutama pada saat-saat full occupancy. Adapun beberapa penyebab
terjadinya penyimpangan tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi pelatihan yang
mereka adakan di Ciputra belum maksimal sehingga menyebabkan tujuan yang
ditetapkan juga belum dicapai secara maksimal.
Melihat beberapa masalah penyimpangan prosedur yang dapat
mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan ini, maka penulis mencoba untuk
menganalisa masalah melalui serangkaian wawancara dan observasi langsung,
khususnya pada saat pelaksanaan pelatihan yang melibatkan beberapa pihak yang
terkait dengan program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja
karyawan Housekeeping. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses wawancara ini
adalah Housekeeping & Villa Operation Manager, Housekeeping Supervisor,
karyawan Housekeeping, dan trainer, serta bagian human resource. Berikut
adalah analisa dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan penulis
Universitas Kristen Petra
49
dari tahap analisa kebutuhan pelatihan sampai tahap evaluasi pelatihan.
4.3.1 Analisa Kebutuhan Pelatihan
Analisa kebutuhan pelatihan merupakan proses menganalisa ketrampilan
yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan untuk memastikan bahwa
program pelatihan yang diberikan sudah sesuai dengan tingkat pendidikan,
pengalaman, ketrampilan, serta sikap dan motivasi peserta pelatihan (Dessler,
2000, p. 251).
Sesuai dengan analisa Dessler (2003, pp. 189-191) yang membagi analisa
kebutuhan pelatihan menjadi dua, yaitu task analysis dan performance analysis.
Untuk task analysis, bagi semua karyawan baru di Housekeeping Ciputra selalu
diadakan program orientasi pada saat pertama kali mereka bekerja di Ciputra.
Pertama kali mereka mendapatkan orientasi mengenai perusahaan Ciputra secara
global dan semua hal mengenai perusahaan mereka setelah itu mereka mulai
masuk kedalam program pelatihan mengenai standar-standar yang ada di Ciputra
dan setelah itu mereka mendapatkan program pelatihan pada departemen mereka
dalam bentuk off the job training baru setelah itu mereka mulai diberikan
tanggung jawab untuk bekerja tetapi masih didampingi dengan seorang karyawan
senior untuk memberi contoh cara bekerja dan mengawasi pekerjaan mereka yang
termasuk sebagai on the job training. Sedangkan untuk performance analysis,
bagi karyawan Housekeeping Ciputra yang sudah lama bekerja juga tetap
diadakan program pelatihan dan untuk menganalisa kebutuhan karyawan ini para
supervisor mengamati semua karyawan mereka dengan mengadakan pengawasan-
pengawasan akan pekerjaan dan tingkah laku setiap karyawan pada saat mereka
bekerja dan juga melihat komplain-komplain dari tamu yang masuk ke
perusahaan. Para supervisor juga terkadang melakukan check on the spot untuk
mengetahui apakah para karyawan mereka sudah bekerja sesuai standar
perusahaan mereka atau hanya asal-asalan saja karena masih sampai saat ini
menurut para supervisor masih ada karyawan yang bekerja tidak sesuai dengan
prosedur kerja yang telah ditetapkan padahal mereka telah mengetahuinya.
Menurut analisa penulis karyawan masih membutuhkan pelatihan attitude agar
Universitas Kristen Petra
50
mereka dapat lebih bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaannya sesuai
dengan teori yang diungkapkan oleh Simamora (2004, p. 292) yaitu individu
boleh jadi tidak memiliki sikap positif terhadap aktivitas atau tanggung jawab
pekerjaan tertentu, dia barangkali memerlukan pelatihan yang ditujukan untuk
pengubahan nilai-nilai atau sikap.
Sedangkan analisa kebutuhan menurut Bernardin dan Russell (1993, pp.
299-301) ada tiga analisa untuk mengetahui kebutuhan pelatihan yaitu:
organizational analysis, job analysis dan person analysis. Berdasarkan
wawancara dengan pihak human resource mereka juga mengadakan
organizational analysis dengan melihat kebutuhan dari perusahaan dan melihat
komplain-komplain yang masuk. Ini yang menjadi titik berat dari analisa
kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh pihak human resource. Sedangkan untuk
job analysis, pihak human resource menyebarkan form pertanyaan mengenai
topik-topik pelatihan yang diinginkan oleh karyawan mereka dan kemudian
menganalisanya apakah sudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan mereka.
Kemudian untuk person analysis, disini yang lebih berperan untuk melakukannya
adalah pihak manajemen dan supervisor departemen housekeeping sendiri,
mereka melakukan person analysis ini lewat pemantauan kinerja karyawan
mereka sehari-hari untuk melihat masalah-masalah apa yang sering timbul dalam
pekerjaan karyawan mereka dan hal-hal apa yang masih belum dapat dilakukan
oleh karyawan mereka. Dan setiap kali pelatihan diadakan pasti diedarkan check
list sebagai absensi dan pengisian feedback dari para peserta pelatihan. Apabila
para supervisor merasa ada karyawan mereka yang pekerjaannya masih kurang
baik dan tidak mengikuti prosedur kerja maka para supervisor akan melihat check
list apakah karyawan tersebut pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan
dengan kesalahan mereka dan apabila pernah mengikutinya maka para supervisor
akan mengingatkan karyawan tersebut serta mencatat dan mengajukan kepada
pihak manajemen agar karyawan tersebut mengikuti pelatihan lagi meskipun
mereka sudah pernah mengikuti pelatihan yang sama. Berdasarkan hasil penelitian
penulis berpendapat bahwa person analysis yang digunakan oleh Ciputra sudah
cukup baik dalam beberapa hal tetapi masih ada kekurangan yaitu pihak
Universitas Kristen Petra
51
manajemen hanya melakukan pemantauan dan melihat catatan sehari-hari yang
ada tetapi pihak manajemen tidak melakukan wawancara pada karyawan sehingga
sukar untuk mengetahui informasi secara mendalam apa yang menjadi kebutuhan
karyawan apabila tidak bertanya secara langsung pada karyawan mereka. Hal ini
tidak sesuai dengan teori dari Simamora (2004, p. 287) yang berpendapat bahwa
para manajer dapat menilai kebutuhan pelatihan dengan mengamati kinerja atau
menanyakan karyawan bersangkutan di mana dia merasa kurang. Selain itu di
departemen housekeeping juga diadakan briefing setiap pagi untuk membahas
masalah-masalah yang terjadi dalam operasional mereka sehari-hari.
Ada dua bentuk pelatihan yang dijalankan di departemen housekeeping
Ciputra Golf dan Klub Keluarga yaitu pelatihan umum (general) yang diadakan
oleh bagian human resource dan dapat diikuti oleh semua karyawan Ciputra Golf
dan Klub Keluarga Surabaya dan pelatihan departemen housekeeping sendiri yang
diadakan oleh departemen housekeeping dengan persetujuan dari bagian human
resource dan hanya diikuti oleh karyawan departemen housekeeping saja.
Setelah melalui proses wawancara dan observasi yang dilakukan penulis,
diketahui bahwa tanggapan pihak manajemen atas kebutuhan karyawan cenderung
lambat karena menurut para supervisor masih banyak materi yang mereka ajukan
masih belum terlaksana karena untuk mengikuti pelatihan umum yang diadakan
oleh pihak human resource mereka harus menunggu giliran karena pelatihan yang
diadakan oleh pihak human resource hanya dapat diikuti oleh beberapa orang saja
pada tiap-tiap departemen. Hal ini dapat dilihat bahwa masih banyak karyawan
yang harus menunggu lebih dari setengah tahun untuk mendapatkan giliran
pelatihan umum yang diadakan oleh human resource karena mereka lebih
berorientasi pada kebutuhan organisasi atau perusahaan. Hal lain yang juga
menyebabkan hal ini terjadi dikarenakan topik pelatihan yang dipilih oleh
beberapa karyawan dirasa tidak sesuai dengan jabatan mereka, misalnya ada
karyawan public area yang memilih topik pelatihan mengenai komputer yang
tingkat advanced ataupun expert. Tetapi hal ini menurut hasil wawancara kami
dengan Housekeeping & Villa Operation Manager ada dua kemungkinan
keputusan yang diambil yaitu mengabaikan pilihan karyawan tersebut, sedangkan
Universitas Kristen Petra
52
kemungkinan yang lain bisa saja karyawan public area tersebut mengikuti
program pelatihan berdasarkan topik yang mereka pilih yang diadakan bagi
karyawan departemen lain yang benar-benar dirasa memerlukannya sebagai usaha
untuk program pengembangan karyawan public area tersebut.
Menurut para karyawan bagian room attendant dan public area, pelatihan
yang diberikan juga lebih banyak disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Pihak manajemen kurang melakukan komunikasi dengan para karyawan untuk
melakukan wawancara agar dapat diketahui apa yang menjadi masalah dalam
pekerjaan mereka dan pihak manajemen tidak pernah menanyakan metode
pelatihan seperti apa yang mereka perlukan guna mendukung pekerjaan mereka.
Alasan para trainer tidak pernah menanyakan karena materi yang disampaikan
akan disesuaikan dengan metode pembelajaran yang dipakai oleh trainer itu
sendiri. Jadi menurut analisa peneliti, trainer sudah mengetahui dengan tepat
metode pembelajaran apa yang harus dipakai tanpa perlu bertanya kepada
karyawan. Situasi seperti ini bertentangan dengan teori yang disampaikan oleh
Simamora (2004, p. 281) yaitu trainer harus menyadari bagaimana orang belajar,
metode yang paling tepat untuk menilai kebutuhan pelatihan, bagaimana
menyusun tujuan program pelatihan dan mengintegrasikannya dengan kebutuhan,
bagaimana menggunakan teknik pelatihan yang berbeda untuk mencapai tujuan
tersebut, dan barangkali yang paling penting, bagaimana berkomunikasi secara
efektif.
Berdasarkan informasi dari hasil wawancara diketahui bahwa pihak human
resource membagikan form pertanyaan mengenai topik-topik pelatihan umum
yang diinginkan. Setelah form tersebut diisi oleh karyawan, dikembalikan kepada
bagian human resource untuk dilihat topik pelatihan apa saja yang diinginkan
oleh karyawan mereka. Pihak Ciputra juga mempunyai master plan selama satu
tahun yang berisi tentang materi-materi pelatihan. Master plan yang dibuat oleh
bagian human resource hanya sebagian kecil saja berubah tiap tahunnya
sedangkan topik-topik utama dan topik untuk refreshing itu tidak pernah berubah.
Apabila dalam pertengahan tahun Head of Department merasa ada materi yang
diperlukan maka materi tersebut akan disisipkan diantara jadwal yang telah
Universitas Kristen Petra
53
dibuat. Tetapi human resource tidak langsung menyetujuinya, mereka akan
mempertimbangkan anggaran yang dimiliki untuk mengikuti pelatihan tersebut
dan mempelajari terlebih dahulu apakah materi tersebut ada kaitannya dengan
pekerjaan.
Sedangkan untuk analisa kebutuhan pelatihan yang untuk departemen
housekeeping sendiri, manajer housekeeping memberikan wewenang kepada para
supervisor untuk melakukan penilaian dan pemantauan pelatihan apa saja yang
dibutuhkan oleh karyawan mereka agar kinerjanya dapat meningkat. Hal ini
dilakukan karena para supervisor mengetahui lebih jelas apa yang menjadi
kekurangan dan kelebihan para bawahan mereka. Setelah para supervisor
menganalisa apa yang dibutuhkan oleh karyawan mereka maka mereka mulai
memikirkan topik-topik pelatihan yang sesuai dan mengajukannya kepada
manajer mereka, baru setelah itu manajer housekeeping membahasnya dengan
para supervisor dan setelah itu baru diserahkan kepada pihak human resource
untuk dipertimbangkan dan disesuaikan jadwalnya dengan pelatihan-pelatihan
yang lain, baru setelah itu apabila sudah disetujui dikembalikan kepada
departemen housekeeping untuk dilaksanakan. Berdasarkan penelitian penulis dari
jadwal-jadwal pelatihan yang diadakan di Ciputra dan berdasarkan wawancara
penulis dengan manajer serta para supervisor housekeeping diketahui bahwa
untuk pelatihan departemen housekeeping sendiri memang lebih diberatkan pada
pelatihan skill dan knowledge saja. Pelatihan-pelatihan yang diadakan pada bulan
Mei dan Juni 2004 antara lain:
a. Turn down Service (skill)
b. How to clean toilet bowl “daily and periodic cleaning” (skill)
c. Detect bad smell in bathroom “sanitation floor drainage” (knowledge)
d. Spoting “wacana tentang pengotor dan penanganannya” (skill)
e. Sanitasi “pembersihan restroom dan perlengkapan yang ada” (skill)
f. Storage “penggudangan alat kerja yang telah digunakan” (knowledge)
g. Grooming “aji ning raga saka busana” (attitude)
h. Metal cling “polish metal shower and tap” (skill)
Pelatihan-pelatihan ini menurut supervisor housekeeping adalah hasil analisa
Universitas Kristen Petra
54
kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh supervisor dengan mengadakan
pengamatan pada pekerjaan masing-masing karyawan housekeeping. Untuk
analisa kebutuhan pelatihan bagi departemen housekeeping sendiri memang tidak
disebarkan form pertanyaan mengenai topik-topik pelatihan yang dapat dipilih
oleh karyawan mereka seperti pada analisa kebutuhan pelatihan umum yang
dilakukan oleh bagian human resource karena pihak manajemen housekeeping
bisa mendapatkan beberapa data dari form yang telah disebarkan oleh bagian
human resource sebelumnya dan disesuaikan dengan pengamatan para supervisor
mereka akan kebutuhan pelatihan karyawan housekeeping. Menurut hasil analisa
yang dilakukan oleh penulis proses analisa kebutuhan pelatihan departemen
housekeeping yang dilakukan sudah cukup baik tetapi akan lebih sempurna
apabila mereka memiliki form pertanyaan sendiri yang berisi materi-materi
pelatihan sesuai dengan kebutuhan karyawan housekeeping. Jadi analisa
kebutuhan tiap departemen dapat lebih terfokus.
4.3.2 Perencanaan Pelatihan
Merupakan proses pengumpulan metode, media, contoh-contoh latihan
dan aktivitas kemudian mengorganisasikannya menjadi suatu kurikulum yang
dapat mendukung materi-materi yang akan disampaikan. Selain itu juga untuk
memastikan bahwa semua fasilitas yang diperlukan sudah tersedia (Dessler, 2000,
p. 251).
Melalui beberapa pertanyaan yang diberikan pada Housekeeping & Villa
Operation Manager serta para supervisor ternyata pelatihan yang diberikan dibagi
menjadi dua macam yaitu pelatihan umum dan pelatihan departemen. Untuk
pelatihan yang umum direncanakan oleh bagian human resource sedangkan
pelatihan departemen direncanakan oleh manajemen Housekeeping sendiri
termasuk para supervisor. Untuk pelatihan yang umum biasanya diadakan untuk
pelatihan yang bersifat knowledge dan attitude tetapi pelatihan-pelatihan ini
dilaksanakan untuk semua departemen sehingga harus dilakukan secara
bergantian dan tidak rutin. Untuk pelatihan departemen lebih banyak diadakan
pelatihan yang bersifat skill dan knowledge. Pelatihan departemen ini diadakan
Universitas Kristen Petra
55
lebih rutin dan minimal sebulan ada empat pelatihan yang diadakan dan diikuti
oleh karyawan departemen Housekeeping saja sehingga dapat lebih fokus dalam
pelaksanaannya. Dan setelah perencanaan ini disusun maka oleh bagian human
resource akan disesuaikan lagi waktu dan tempatnya masing-masing pelatihan
agar tidak saling mengganggu.
Berdasarkan hasil wawancara kami dengan bagian human resource
diketahui bahwa model pelatihan yang terdapat di Ciputra adalah systematic
model yaitu:
a. Menganalisa kebutuhan pelatihan
Pertama kali yang dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan dari
pelatihan yang akan diadakan itu apa saja dengan menyebarkan form
pertanyaan-pertanyaan mengenai pelatihan yang dapat diisi oleh semua
karyawan Ciputra untuk merencanakan pelatihan umum dari human
resource. Untuk pelatihan di departemen housekeeping sendiri, analisa
kebutuhan pelatihan lebih banyak dilakukan oleh para supervisor karena
mereka lebih dapat melihat dengan jelas apa yang menjadi kebutuhan
karyawannya. Setelah mereka mengelompokkan kebutuhan karyawan
mereka barulah mereka mengajukan materi-materi pelatihan kepada
manajer mereka dan oleh manajer housekeeping diteruskan kepada pihak
human resource untuk mendapatkan persetujuan perencanaan serta
pelaksanaannya.
b. Pengembangan rencana pelatihan
Untuk pelatihan umum yang dari human resource perencanaan
sepenuhnya dilakukan oleh bagian human resource dan disesuaikan
dengan tujuan perusahaan kemudian hanya diikuti oleh beberapa orang
saja dari tiap-tiap departemen yang ada di Ciputra secara bergiliran.
Sedangkan untuk pelatihan departemen setelah para supervisor
menganalisa kebutuhan pelatihan karyawan mereka serta menganalisa
masalah-masalah yang terjadi pada kegiatan operasional mereka maka
para supervisor mulai merencanakan pelatihan dan tujuan yang ingin
dicapai dari pelatihan yang akan dilaksanakan. Perencanaan ini
Universitas Kristen Petra
56
menentukan materi-materi apa yang akan disampaikan juga metode
pelatihan apa yang akan digunakan serta siapa trainer yang akan
menyampaikan serta mengatur jadwal dan tempat pelatihan.
c. Pelaksanaan pelatihan yang telah direncanakan
Melaksanakan pelatihan yang telah direncanakan sesuai dengan waktu dan
tempat pelaksanaan berdasarkan materi-materi yang telah disusun. Disini
juga termasuk metode-metode pelatihan baik yang on the job training
maupun off the job training. Bagaimana pelaksanaan pelatihan tersebut
apakah sudah cukup efektif dan bagaimana dengan trainer yang
menyampaikan apakah dapat memotivasi untuk mengimplementasikan
pelatihan yang mereka dapatkan pada pekerjaan mereka sehari-hari.
d. Mengesahkan dan mengevaluasi pelatihan
Untuk pelatihan umum memang diberikan angket evaluasi pelatihan
setelah pelatihan diadakan. Untuk beberapa pelatihan umum yang
materinya baru dan dirasa cukup penting diadakan pre-test dulu sebelum
dilaksanakan pelatihan baru kemudian diadakan post-test untuk melihat
seberapa besar pengetahuan peserta sebelum pelatihan dan berapa banyak
materi yang diserap oleh para peserta pelatihan kemudian dibandingkan.
Setelah diketahui hasil evaluasi dari pelatihan maka oleh bagian human
resource dibuat laporan mengenai pelatihan yang telah diadakan serta
semua evaluasi yang ada tetapi oleh pihak human resource tidak
melakukan follow-up jadi hanya berupa laporan tertulis saja. Hal ini juga
disebabkan karena memang di Ciputra sampai saat ini tidak ada
departemen dan orang-orang yang khusus untuk menangani pelatihan.
Sedangkan untuk pelatihan departemen diadakan check-list untuk
mengetahui siapa saja karyawan yang mengikuti pelatihan tersebut dan
para peserta diminta memberikan feedback mengenai pelatihan yang
mereka ikuti. Setelah itu para supervisor juga memantau apakah ada
perubahan kearah yang lebih baik dari karyawannya setelah mengikuti
pelatihan tersebut.
Universitas Kristen Petra
57
Menurut peneliti, model pelatihan yang digunakan oleh Ciputra Golf dan
Klub Keluarga adalah systematic model seperti yang dikemukakan oleh Sloman
(1994, pp. 21-31).
Metode yang digunakan ada berbagai macam tetapi di setiap tingkatan
berbeda. Metode yang mereka gunakan untuk di tingkat karyawan itu hanyalah
praktek dan teori saja. Diketahui dari para narasumber bahwa karyawan terkadang
menginginkan metode yang lain sehingga mereka tidak merasa jenuh hanya
memperoleh metode pelatihan yang sama saja setiap kalinya.
Biasanya pelatihan disampaikan empat kali dalam sebulan dan itu dinilai
efektif oleh manajemen tetapi ada beberapa karyawan yang hanya mengikuti
pelatihan hanya dua kali dalam sebulan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yaitu
adanya rolling pada karyawan karena waktu pelatihan yang diambil adalah waktu
kerja sehingga harus ada yang in charge, ada juga karyawan yang libur bertepatan
pada waktu pelatihan diadakan sehingga karyawan tidak datang.
Untuk pemakaian trainer lebih banyak menggunakan internal trainer
dibandingkan external trainer dengan perbandingan 90% dan 10%. Pihak Ciputra
memutuskan untuk memilih external trainer apabila internal trainer tidak dapat
menguasai materi yang akan disampaikan. Pemakaian external trainer biasanya
lebih banyak pada pelatihan umum dan kebanyakan materi yang dibawakan
adalah materi-materi yang benar-benar memerlukan ahli dari materi tersebut,
contohnya untuk materi bahasa Jepang, bahasa Mandarin, pengenalan P3K,
Database dasar, dan beberapa materi umum lainnya. Sedangkan materi-materi
yang dibawakan oleh external trainer untuk pelatihan departemen biasanya
berasal dari ahli-ahli dari perusahaan supplier chemical yang memberikan
pelatihan mengenai chemical mereka yang digunakan di Ciputra. Yang menjadi
pertimbangan bagi human resource dalam memilih external trainer untuk
pelatihan umum adalah referensi dari perusahaan lain yang meliputi kualitas dari
trainer, nama besar trainer tersebut dan biaya yang dikeluarkan. Trainer yang
dipilih adalah trainer yang minimal mempunyai satu tingkatan lebih tinggi dari
yang dilatih karena dianggap mempunyai pengalaman yang lebih dan harus juga
menguasai tema yang akan diberikan. Peneliti berpendapat bahwa pemilihan
Universitas Kristen Petra
58
trainer yang dilakukan sudah cukup baik dalam melihat kemampuan yang
dimiliki oleh trainer karena kesuksesan pelatihan juga didukung dari trainer
seperti yang diungkapkan oleh Hariandja (2002, pp. 184-185) yaitu kesuksesan
dari suatu program pelatihan juga tergantung pada kemampuan dan sikap
interpersonal dari trainer (pelatih) yang menyampaikan materi tersebut. Yang
dimaksud sikap interpersonal di sini adalah trainer menguasai dengan baik materi
yang dibawakannya, dapat beradaptasi dengan peserta, memberikan perhatian
yang tulus pada para peserta pelatihan, memiliki sense of humour dan bersedia
memberikan bantuan dan menyediakan waktu secara pribadi.
4.3.3 Penyampaian Pelatihan
Beberapa metode yang dipakai dalam proses penyampaian pelatihan di
Ciputra yaitu:
1. On the job training
a. Rotasi pekerjaan
Dilakukan dengan menempatkan karyawan pada area-area yang
dengan jangka waktu sekitar tiga bulan di masing-masing area. Pihak
manajemen melakukan rotasi pekerjaan tersebut untuk mencari tahu
formasi yang paling tepat bagi karyawan mereka. Menurut karyawan
yang pernah mengikuti pelatihan semacam ini mengatakan kalau
metode ini 40% menganggu mekanisme kerja karena mereka dirotasi
di area yang bertujuan mendapatkan revenue dan di area club yang
bertujuan memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin bagi
konsumen mereka, dimana keduanya memiliki tugas yang berbeda
sehingga membuat keuangan dan budget menjadi kacau. Hal ini
dikarenakan karyawan housekeeping yang bekerja dengan orientasi
revenue cenderung bertujuan untuk menekan cost dari perusahaan
dengan berusaha memakai chemical sehemat mungkin dan mungkin
hanya menggunakan chemical multi purpose cleaner untuk semua
pekerjaan mereka karena biayanya cukup rendah tetapi untuk
karyawan yang bekerja di club dengan orientasi untuk memberikan
Universitas Kristen Petra
59
yang terbaik bagi konsumen mereka sehingga mereka benar-benar
memakai chemical spesifik untuk mengerjakan tugas mereka. Yang
seringkali terjadi adalah karyawan di kedua area tersebut dirotasi tanpa
diberikan pelatihan yang bersifat refreshing atau pengarahan langsung
dari supervisor mereka sehingga kebiasaan mereka pada area
sebelumnya terbawa sehingga pekerjaan mereka semakin tidak efektif.
Dalam hal ini penulis berpendapat sebaiknya diadakan pelatihan yang
sifatnya refreshing dulu sebelum dirotasi atau paling tidak diberikan
pengarahan dari supervisor maupun ditugaskan bersama karyawan
yang sudah lama dan tidak dirotasi agar pekerjaan yang dilakukan
nanti tidak menjadi kacau balau.
b. Pelatihan instruksi pekerjaan
Instruksi secara langsung oleh atasan-atasan pada saat karyawan
bekerja untuk memberi tahu cara-cara bekerja yang lebih efektif dan
sesuai standar perusahaan. Untuk hal ini para karyawan merasa cukup
senang dengan adanya pelatihan tersebut karena para karyawan bisa
langsung mempraktekkan yang diajarkan oleh atasan mereka dan
mengetahui secara langsung bagaimana melakukan pekerjaan mereka
dengan baik.
c. Magang
Diberikan hanya kepada karyawan-karyawan yang dinilai loyalitasnya
tinggi dan nilai pengembangannya cukup besar. Karyawan tersebut
dikirimkan ke perusahaan-perusahaan Ciputra yang berlokasi di luar
kota supaya dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bekerja
mereka. Tidak semua karyawan pernah mendapatkan pelatihan
tersebut tetapi menurut karyawan yang pernah magang di perusahaan
Ciputra yang lain merasa mereka bisa belajar jauh lebih banyak dan
mereka juga bisa belajar beradaptasi di lingkungan yang berbeda dari
tempat mereka bekerja serta mendapatkan masalah-masalah yang
berbeda untuk dipelajari. Dan evaluasi untuk magang ini biasanya
berupa laporan dan di laporan itu ditulis saran-saran yang dirasa perlu.
Universitas Kristen Petra
60
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan maka dalam hal
pemilihan karyawan untuk mengikuti metode magang ini sesuai
dengan teori yang disampaikan oleh Hariandja (2002, pp. 184-185)
yaitu peserta pelatihan adalah karyawan-karyawan yang dinilai oleh
manajemen membutuhkan program pelatihan tersebut.
2. Off the job training
Metode classroom
Dilakukan di suatu ruangan tertentu dengan diajarkan teori-teori dari
topik pelatihan yang telah ditentukan oleh trainer yang telah
ditentukan pula. Untuk metode classroom ini paling sering diadakan di
Ciputra dan menurut karyawan mereka metode ini terkadang terasa
membosankan kalau hanya diajarkan teori-teori saja tanpa diadakan
praktek secara langsung terutama pada topik-topik pelatihan yang
bersifat sebagai refreshing saja.
Beberapa metode diatas memang dilaksanakan di Ciputra tetapi tidak
semua metode pelatihan diatas sering diterapkan pada proses penyampaian
pelatihan mereka. Berdasarkan wawancara dengan supervisor dan para karyawan
housekeeping, kebanyakan metode pelatihan yang mereka dapat adalah rotasi
pekerjaan, pelatihan instruksi pekerjaan dan metode classroom yang disampaikan
oleh supervisor maupun para manajer housekeeping sendiri. Selain itu menurut
Bapak Budi Wahjono selaku Housekeeping & Villa Operation Manager jenis
pelatihan yang diberikan untuk karyawan departemen housekeeping 70% adalah
skill, 25% adalah knowledge, dan 5% adalah attitude. Hal ini menurut Bapak Budi
Wahjono sudah cukup baik karena untuk karyawan housekeeping memang yang
paling penting adalah pelatihan untuk skill dan knowledge saja untuk menunjang
kinerja karyawan. Sedangkan menurut para karyawan housekeeping yang kami
wawancarai mereka mengatakan bahwa sebaiknya jenis pelatihan yang diadakan
sebaiknya diseimbangkan bobotnya. Menurut analisa penulis sebaiknya antara
skill dan knowledge memang harus seimbang karena skill yang tidak didukung
Universitas Kristen Petra
61
dengan knowledge tidak akan bisa berjalan dengan sempurna dan begitupun
sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Iverson (2001, p.
138) bahwa di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dibutuhkan knowledge dan
skill yang saling mendukung. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Yacco bagian
human resource diketahui bahwa pihak manajemen Ciputra tidak pernah
menganalisa menghubungkan cara belajar karyawannya dengan metode pelatihan
yang akan digunakan. Hal ini menurut penulis akan lebih baik apabila pihak
manajemen juga menyesuaikan cara belajar karyawannya dengan metode
pelatihan yang akan mereka gunakan sesuai dengan penelitian dari Buch dan
Bartley (2002, pp. 5-7) yang menghubungkan cara belajar seseorang dengan
metode pelatihan yang diminati. Sebab menurut analisa penulis, seseorang akan
lebih mudah menerima sesuatu yang baru apabila disesuaikan dengan cara
belajarnya. Seperti contohnya apabila seorang yang tipe belajarnya lebih senang
dengan belajar langsung dan mempraktekkannya maka ia akan lebih mudah untuk
menerima pelatihan yang bersifat on the job training bukannya dengan metode
classroom.
Beberapa kendala lain yang penulis ketahui dari hasil wawancara tersebut
adalah karena faktor pembicara yang terlalu banyak dalam satu materi pelatihan
yang diberikan. Penulis juga melihat hal ini pada saat penulis mengikuti proses
penyampaian pelatihan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2004 pukul 14.00
siang mengenai toilet bowl, penulis melihat pada saat itu ada tiga pembicara yang
menyampaikan materi tersebut. Fasilitas yang digunakan pada waktu pelatihan
hanya papan tulis. Pertama kali teori disampaikan oleh Assistant Housekeeping &
Villa Operation Manager selama sekitar 45 menit yang diperkirakan sebagai
waktu yang paling efektif kemudian peserta diajak oleh supervisor menuju ke
toilet untuk mengetahui lebih jelas tentang teori yang mereka pelajari tadi dan
diberi penjelasan selama sekitar 10 menit setelah itu peserta kembali ke tempat
semula dan mendapat penjelasan lebih lanjut oleh Senior Room Attendant. Hal
inilah yang menyebabkan peserta pelatihan menjadi bingung karena mendapatkan
penjelasan sebuah materi dari tiga pembicara yang berbeda. Memang standar yang
dimiliki hanya satu tetapi cara penyampaiannya yang berbeda. Dan pada hari itu
Universitas Kristen Petra
62
yang mengikuti pelatihan adalah karyawan dari room dan public area, apabila
penyampaian antara divisi room dan divisi public area tidak dipilah-pilah
sedemikian rupa maka oleh karyawan akan ditelan mentah-mentah.
Di saat-saat tertentu pelatihan tidak dapat disampaikan karena ada event-
event khusus yang diadakan secara mendadak sehingga karyawan yang
seharusnya mengikuti pelatihan tidak dapat datang. Begitu juga apabila trainer
ada pertemuan mendadak dengan klien maka trainer pun akan membatalkan
pelatihan tersebut. Dengan begitu maka tema pelatihan yang telah dibatalkan itu
akan digabung dengan tema yang akan disampaikan berikutnya sehingga
dirasakan kurang efektifnya pelatihan yang dijalankan pada pertemuan
berikutnya.
Untuk masalah fasilitas sesuai dengan pengamatan penulis diketahui
bahwa memang seringkali pelatihan yang diadakan di Ciputra hanya didukung
dengan fasilitas-fasilitas yang sederhana saja untuk metode classroom dan untuk
menunjang pelatihan tersebut para trainer akan membawa para peserta pelatihan
melihat secara langsung contoh-contoh materi pelatihan dan diperagakan oleh
trainer bagaimana melakukannya. Tetapi untuk pelatihan yang on the job training
para peserta biasanya langsung dibawa melihat secara langsung alat-alat yang
yang dibutuhkan dan diajarkan cara melakukannya tetapi tidak semua karyawan
mencoba melakukannya karena faktor jumlah peserta pelatihan yang cukup
banyak dan waktu yang ada serta alat-alat yang dimiliki juga terbatas.
Ada beberapa hal lain juga untuk masalah fasilitas-fasilitas yang
digunakan juga disesuaikan dengan tema yang akan diberikan tetapi narasumber
mengatakan bahwa fasilitas yang digunakan untuk pelatihan masih kurang dan
tidak mendukung. Pernah terjadi suatu saat dimana trainer akan menyampaikan
pelatihan dan beliau membutuhkan LCD tetapi LCDnya kurang karena adanya
pelatihan yang bersamaan jamnya. Jadi pihak human resource melihat lagi bobot
pelatihan yang mana dirasa lebih memerlukan LCD serta adanya kendala dalam
hal biaya juga. Maksudnya dalam hal biaya disini, apabila nanti diperkirakan
kalau trainer tidak dapat mengoperasikan sehingga LCD yang dipakai nanti akan
rusak dan itu membutuhkan biaya yang mahal untuk membeli lagi. Menurut
Universitas Kristen Petra
63
peneliti, kalau memang trainer tidak bisa mengoperasikan LCD maka sebaiknya
diberikan jalan untuk mengajari trainer supaya dapat mengoperasikannya. Selain
itu juga terdapat masalah pada pelatihan yang bersifat knowledge seperti pada
pelatihan mengenai detect bad smell in bathroom “sanitation floor drainage”
dimana trainer hanya menyampaikan materi dengan menggunakan papan tulis
dan tidak dapat mengajarkan dengan memberikan praktek secara langsung pada
bathroom yang sesungguhnya yang terdapat bau tidak sedap dan memberi contoh
cara penanganannya yang tepat secara langsung di tempat. Menurut teori
Hariandja (2002, pp. 184-185) dikemukakan bahwa kesediaan fasilitas, alat
penunjang serta alat peraga yang tepat akan turut menunjang kesuksesan program
pelatihan yang diadakan. Jadi peneliti berpendapat apabila trainer membutuhkan
beberapa fasilitas untuk menunjang penyampaian pelatihan mereka maka fasilitas
tersebut harus disediakan karena trainer lebih mengetahui fasilitas apa yang
dibutuhkan untuk menunjang proses penyampaian materi pelatihan.
Pelatihan-pelatihan yang diadakan pada bulan Mei dan Juni 2004 antara lain:
a. Turn down Service (skill)
Penyampaiannya langsung dilakukan di salah satu room di dalam villa
yang vacant dan disampaikan oleh oleh Bapak Budi Wahjono sendiri
dengan memberikan contoh secara langsung kepada para peserta pelatihan
bagaimana melakukan turn down service yang benar kemudian para
peserta diberikan kesempatan kepada beberapa orang saja untuk mencoba
mempraktekkannya karena pelatihan ini bersifat untuk refreshing saja dan
waktu untuk pelatihan ini juga terbatas. Pelatihan ini diikuti oleh karyawan
room dan public area. Menurut penulis, cara penyampaian pelatihan ini
sudah cukup baik meskipun kurang sempurna karena pelatihan ini juga
diikuti oleh karyawan dari public area yang masih tidak terbiasa untuk
melakukan turn down service dan memang ada beberapa orang dari
karyawan public area yang tidak mendapat kesempatan untuk mencoba
mempraktekkannya secara langsung, jadi bagi mereka pelatihan ini sia-sia
saja.
b. How to clean toilet bowl “daily and periodic cleaning” (skill)
Universitas Kristen Petra
64
Pada pelatihan ini menggunakan metode classroom yang disampaikan oleh
Bapak Ruspin dengan menyampaikan teori-teori dari materi pelatihan
selama kurang lebih 45 menit dan hanya didukung dengan fasilitas papan
tulis saja. Peserta pelatihan berasal dari karyawan room dan public area.
Pada pelatihan ini setelah materi diberikan oleh Bapak Ruspin kemudian
para peserta pelatihan dibawa ke public toilet terdekat dan diperlihatkan
secara langsung oleh Bapak Wawan selaku supervisor room tentang cara-
cara pembersihan toilet yang benar tetapi para peserta tidak ikut mencoba
untuk mempraktekkannya dan hanya berlangsung sekitar 10 menit saja.
Setelah itu, peserta pelatihan dibawa kembali ke ruangan pelatihan semula
dan dijelaskan lagi mengenai chemical-chemical yang tepat untuk
membersihkan toilet oleh Bapak andry supervisor public area dengan
hanya menggunakan papan tulis saja sebagai fasilitas pendukung. Di
pelatihan ini para peserta tidak diberikan bahan materi secara khusus dari
trainer karena menurut trainer pelatihan ini juga bersifat sebagai
refreshing saja. Menurut penulis cara penyampaian pelatihan ini kurang
tepat karena penulis mengamati para peserta agak kesulitan untuk
menyerap materi pelatihan apabila tidak diberi catatan khusus berisi materi
pelatihan dan memang peserta pelatihan bisa secara langsung melihat
contoh dari para supervisor mereka tetapi tidak mencobanya sendiri
sehingga para peserta pelatihan hanya dapat melihat dan mencoba praktek
sendiri pada saat mereka bekerja sesuai dengan teori yang diungkapkan
oleh Hariandja (2002, pp.184-185) bahwa keterlibatan seorang peserta
pelatihan dalam kegiatan pelatihan secara aktif dan langsung dapat
meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan sukar untuk dilupakan.
Tetapi ada ada satu hal membuat pelatihan ini tidak tepat karena ada tiga
orang trainer di dalam pelatihan ini sehingga peserta pelatihan cukup sulit
untuk menerima penjelasannya karena cara penyampaian dari trainer ini
cukup bervariasi meskipun standar yang mereka berikan tetap sama.
c. Detect bad smell in bathroom “sanitation floor drainage” (knowledge)
Pada pelatihan ini juga disampaikan oleh Bapak Ruspin dan diikuti oleh
Universitas Kristen Petra
65
karyawan room dan public area dan disampaikan dengan metode
classroom. Pelatihan ini juga dilaksanakan oleh Bapak Ruspin dengan
memberikan teori-teori mengenai materi pelatihan selama 45 menit karena
menurut Bapak Ruspin selaku trainer dan Assistant Housekeeping & Villa
Operation Manager bahwa 45 menit adalah waktu yang paling tepat untuk
menyampaikan materi pelatihan karena kalau lebih dari 45 menit akan
sulit bagi peserta pelatihan untuk menerima materi. Pada pelatihan ini
Bapak Ruspin juga menjelaskan apa saja yang menjadi penyebab
timbulnya bau di dalam toilet dan bagaimana caranya agar bau tersebut
tidak timbul serta cara penanganannya yang paling tepat apabila timbul
bau di toilet. Pada pelatihan ini para peserta pelatihan tidak dibawa untuk
mencoba secara langsung karena memang di Ciputra tidak ada toilet
khusus yang bisa digunakan sebagai tempat pelatihan yang dapat
menunjang pelatihan tersebut. Menurut penulis, penyampaian pelatihan ini
cukup sulit untuk dapat diterima oleh peserta pelatihan karena peserta
pelatihan hanya dapat mengerti penyebab-penyebab dari timbulnya bau
dan cara pencegahannya agar tidak timbul bau yang tidak sedap di toilet
serta penanganannya apabila bau tersebut timbul tetapi para peserta
pelatihan akan sulit untuk membayangkan bau seperti apa yang
dimaksudkan karena para peserta pelatihan tidak pernah diberi contoh
secara langsung bau-bau tersebut.
d. Spoting “wacana tentang pengotor dan penanganannya” (skill)
Untuk pelatihan ini diikuti oleh karyawan public area saja dan
disampaikan oleh Bapak Ruspin serta diadakan langsung dilapangan yaitu
di ruangan hall banquet yang beralaskan karpet sehingga para peserta
pelatihan dapat melihat secara langsung noda-noda yang terdapat di karpet
dan cara spotting noda-noda tersebut. Pada pelatihan ini para peserta juga
memakai beberapa chemical khusus untuk membersihkannya jadi para
peserta pelatihan dapat mengerti dengan lebih jelas dan pasti bagaimana
cara spotting yang seharusnya. Menurut penulis metode pelatihan ini
cukup baik karena peserta pelatihan dapat secara langsung melihat dan
Universitas Kristen Petra
66
mencoba spotting noda yang ada.
e. Check out check list procedure (knowledge)
Untuk pelatihan ini digunakan metode classroom yang disampaikan oleh
Bapak Budi dengan memaparkan standar check list Ciputra yang harus
dicek pada saat tamu akan check out karena seperti yang diketahui bahwa
Ciputra menyewakan villa yang memiliki beberapa kamar tidur jadi
standar barang yang harus dicek juga jauh lebih banyak dibandingkan
dengan hotel-hotel pada umumnya. Pelatihan ini hanya menggunakan
papan tulis saja karena menurut Bapak Budi selaku trainer memang tidak
memerlukan alat yang lain untuk menyampaikan materi pelatihan ini.
Pelatihan ini diikuti oleh karyawan room dan public area supaya baik
karyawan room maupun public area juga mengetahui standar check list di
dalam villa. Menurut penulis memang metode yang digunakan pada
pelatihan ini cukup baik tetapi akan lebih baik lagi apabila peserta
pelatihan dibawa untuk ke room untuk melihat secara langsung barang-
barang dalam standar check list dan diberi daftar check list dari standar
yang ada di Ciputra dan peserta pelatihan bisa membawa daftar check list
tersebut pada saat ada tamu yang akan check out jadi dapat mempermudah
kerja para karyawan.
4.3.4 Evaluasi Pelatihan
Menurut Dessler (2000, p. 281) ukuran untuk mengevaluasi berhasilnya
atau tidaknya suatu pelatihan dapat dilihat dari:
1) Reaction
Pertama kali yang dilakukan adalah mengevaluasi reaksi para peserta
pelatihan terhadap program pelatihan yang telah diadakan. Apakah mereka
menyukai program tersebut? Apakah mereka merasa program tersebut
berguna?
2) Learning
Setelah itu dilakukan tes pada para peserta pelatihan untuk menentukan
apakah mereka telah menguasai dasar-dasar, ketrampilan-ketrampilan
Universitas Kristen Petra
67
yang seharusnya mereka kuasai dari program pelatihan yang diadakan.
3) Behavior
Kemudian bisa dilakukan evaluasi pada sikap dan tingkah laku para
peserta pelatihan apakah ada perubahan kearah yang lebih baik
dibandingkan sebelumnya.
4) Result
Yang terakhir dan sangat penting untuk dilakukan adalah mencari tahu
apakah tujuan dan sasaran pelatihan yang ditetapkan sebelumnya sudah
tercapai atau belum, seperti melihat jumlah komplain yang masuk apakah
sudah berkurang atau tidak, juga dapat diketahui dari biaya dari
operasional perusahaan semakin turun atau tidak, dan lain sebagainya.
Apabila tiga hal diatas telah terpenuhi tetapi tujuan dan sasaran pelatihan
yang telah ditetapkan masih belum tercapai, itu berarti pelatihan yang
diadakan masih belum berhasil.
Yang bertanggung jawab dalam melakukan evaluasi pada pelatihan umum
adalah human resource. Evaluasi yang diadakan di Ciputra adalah dengan
dibagikannya angket evaluasi pelatihan pada saat pelatihan telah selesai diberikan.
Angket ini berisi pertanyaan-pertanyan mengenai materi pelatihan apakah
bermanfaat bagi peningkatan kinerja dan perluasan wawasan, semua peran
instruktur atau trainer apakah sudah cukup baik atau belum, komunikasi atau
bahasanya mudah dimengerti atau tidak, fasilitas pelatihannya sangat membantu
atau tidak, kemutakhiran bahan, kemungkinan penerapannya di tempat kerja,
apakah pelatihan ini perlu diberikan pada rekan kerja yang lain, dan yang terakhir
saran dan komentar yang berkaitan dengan program ini.
Menurut trainer seharusnya evaluasi learning perlu tetapi pada
kenyataannya di Ciputra hanya beberapa pelatihan umum saja yang menggunakan
evaluasi seperti ini. Untuk di Ciputra tahap-tahapnya ada tiga, yaitu:
a. Pre-test
Pertanyaan bebas mengenai seputar pelatihan dan diketahui oleh
peserta pelatihan. Dan tes ini dilakukan sebelum mereka menerima
Universitas Kristen Petra
68
pelatihan.
b. Pelatihan
Penyampaian pelatihan
c. Post-test
Pertanyaan yang diberikan sesudah diadakannya pelatihan. Jadi
jawaban sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan dibandingkan
sehingga dapat diketahui seberapa besar mereka menyerap
pelatihan yang telah diberikan.
Setelah diketahui hasil evaluasi dari pelatihan maka oleh bagian human resource
dibuat laporan mengenai pelatihan yang telah diadakan serta semua evaluasi yang
ada tetapi oleh pihak human resource tidak melakukan follow-up jadi hanya
berupa laporan tertulis saja. Hal ini juga disebabkan karena memang di Ciputra
sampai saat ini tidak ada departemen dan orang-orang yang khusus untuk
menangani pelatihan. Menurut penulis akan lebih baik apabila setelah dilakukan
evaluasi hasil pelatihan oleh bagian human resource dan dibuat laporan,
sebaiknya hasil dari evaluasi ini dianalisa kembali apakah pelatihan yang telah
diadakan tersebut cukup berhasil atau tidak dan apakah pelatihan ini berguna bagi
karyawan perusahaan Ciputra dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan juga.
Selain itu hasil dari evaluasi pelatihan ini bisa dijadikan masukan untuk
perencanaan pelatihan yang akan datang agar dapat lebih berhasil.
Dalam evaluasi ini juga dilihat apakah pengetahuan, keahlian dan sikap
atau tingkah laku karyawan semakin berubah menjadi baik atau tidak. Dari
narasumber mengatakan bahwa pengetahuan dan keahlian memang bertambah
tetapi untuk beberapa karyawan, sikap dan tingkah lakunya ada yang tidak
menunjukkan perubahan. Itu dapat dilihat adanya konflik dan ketidakcocokan
antar karyawan sehingga dapat menganggu pekerjaan mereka dan kerjasama tidak
terjalin diantara karyawan.
Sedangkan untuk pelatihan departemen diadakan check-list untuk
mengetahui siapa saja karyawan yang mengikuti pelatihan tersebut dan para
peserta diminta memberikan feedback mengenai pelatihan yang mereka ikuti.
Setelah itu para supervisor juga memantau apakah ada perubahan kearah yang
Universitas Kristen Petra
69
lebih baik dari karyawannya setelah mengikuti pelatihan tersebut. Menurut
penulis sebaiknya pada tiap pelatihan yang diadakan baik itu pelatihan
departemen maupun pelatihan umum diadakan pre-test dan post-test agar lebih
mendukung hasil dari evaluasi pelatihan. Berdasarkan teori yang disampaikan
oleh Simamora (2004, p.330) pre-test sendiri dapat meningkatkan kesiapan
belajar para peserta untuk belajar, mendorong mereka pada konteks dan isi
program pelatihan, membuat mereka peka pada konsep penting, memfokuskan
pelatih pada konsep kunci, dan membuat iklim pembelajaran yang kondusif.
Dari evaluasi ini juga dapat dilihat apakah tujuan yang mereka rencanakan
sebelum mengadakan pelatihan dan sesudah mengadakan pelatihan apakah sudah
tercapai atau belum. Ada beberapa tujuan yang sudah tercapai tetapi yang menjadi
masalah tiga bulan belakangan ini adalah cost yang semakin membengkak tiap
bulannya. Diduga bahwa ada pekerjaan yang dilakukan tidak efektif dan efisien.
Dan selama ini juga masih belum diadakan materi pelatihan yang bertujuan untuk
menekan cost karena sampai saat ini pihak manajemen masih merasa karyawan
belum perlu mendapat pelatihan semacam itu.
4.4 Analisa Wawancara dan Observasi Secara Menyeluruh
Dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan, penulis berpendapat
bahwa sistem pelatihan yang direncanakan sudah cukup terstruktur dan baik.
Dalam analisa kebutuhan pelatihan pihak Ciputra menggunakan form yang berisi
tentang materi-materi pelatihan yang diedarkan oleh human resource kepada
karyawan yang berguna untuk mengetahui materi pelatihan apa yang mereka
inginkan. Tetapi masih ada kekurangan-kekurangan yaitu karyawan yang merasa
membutuhkan beberapa materi tetapi masih belum dijalankan dan lambatnya
manajemen di dalam menanggapi kebutuhan karyawan Ini dikarenakan karena
karyawan harus menunggu giliran untuk mengikuti pelatihan tersebut karena
kuota setiap departemen terbatas. Pihak manajemen tidak pernah bertanya kepada
karyawan metode apakah yang mereka inginkan selain metode classroom dan
praktek karena terkadang merasa bosan apabila metode yang digunakan tetap
sama terus dan nantinya akan berpengaruh pada reaksi mereka saat penyampaian
Universitas Kristen Petra
70
pelatihan. Pihak manajemen pun merasa sudah mengetahui metode apa yang perlu
digunakan dan pihak manajemen juga menyesuaikan antara materi yang diberikan
dan metode apa yang akan dipakai pada saat pelatihan. Ciputra memiliki dua
bentuk pelatihan yaitu pelatihan umum dan pelatihan departemen.
Dalam perencanaan pelatihan pihak manajemen tidak mengikutsertakan
karyawan dalam menentukan metode pelatihan apa yang akan digunakan. Ciputra
mempunyai internal trainer dan external trainer. Mereka memutuskan untuk
memakai external trainer apabila internal trainer tidak ada yang menguasai
materi yang akan disampaikan. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam
memilih external trainer yaitu adanya referensi dari hotel lain serta melihat biaya
yang dikeluarkan untuk menyewa trainer tersebut dan melihat kemampuan yang
dimiliki.
Untuk penyampaian pelatihannya masih ada beberapa kekurangan yaitu
adanya tiga trainer dalam satu materi yang disampaikan sehingga membuat
karyawan bingung dalam menerima penjelasan yang disampaikan dan juga
fasilitas yang mereka miliki masih belum mendukung dalam penyampaian
pelatihan karena terbatasnya fasilitas yang dimiliki dan padatnya jadwal pelatihan.
Selain itu juga ada beberapa metode pelatihan yang dipakai masih kurang sesuai
dengan materi yang disampaikan terutama pada saat materi pelatihan dimana para
peserta seharusnya mencoba mempraktekkan secara langsung tetapi trainer hanya
menunjukkan cara-caranya saja tanpa memberikan kesempatan pada peserta
pelatihan untuk mencobanya sendiri. Pihak manajemen juga tidak pernah
menganalisa hubungan cara belajar karyawannya dengan metode pelatihan yang
akan dipakai. Hal ini dapat menyebabkan kurang efektifnya penerimaan materi
pelatihan oleh para peserta. Bobot pelatihan departemen yang diadakan di Ciputra
adalah 70% untuk pelatihan skill, 25% untuk pelatihan knowledge, dan 5% untuk
pelatihan attitude. Pihak manajer housekeeping Ciputra memang menganggap
bahwa pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawannya
adalah pelatihan skill dan knowledge. Sedangkan menurut peneliti pelatihan
attitude juga cukup penting dalam mendukung operasional pekerjaan.
Dalam mengevaluasi pelatihan umum, bagian human resource
Universitas Kristen Petra
71
memberikan angket evaluasi pelatihan yang berisi pertanyaan-pertanyan
mengenai materi pelatihan apakah bermanfaat bagi peningkatan kinerja dan
perluasan wawasan, semua peran instruktur atau trainer apakah sudah cukup baik
atau belum, komunikasi atau bahasanya mudah dimengerti atau tidak, fasilitas
pelatihannya sangat membantu atau tidak, kemutakhiran bahan, kemungkinan
penerapannya di tempat kerja, apakah pelatihan ini perlu diberikan pada rekan
kerja yang lain, dan yang terakhir saran dan komentar yang berkaitan dengan
program ini. Pihak human resource hanya melakukan evaluasi yang berupa
laporan dan tidak melakukan follow-up lebih lanjut setelah mereka menerima
feedback dari peserta pelatihan yang dapat menjadi masukan bagi pelatihan
selanjutnya. Sedangkan evaluasi untuk pelatihan departemen hanya dilakukan
dengan melihat kinerja karyawan setelah mengikuti pelatihan yang dinilai oleh
para supervisor pada kegiatan operasional mereka sehari-hari. Menurut peneliti
akan lebih baik apabila evaluasi dalam pelatihan departemen juga diberikan
angket evaluasi pelatihan untuk mengetahui tanggapan dari para peserta pelatihan.
Dan akan lebih baik lagi apabila setiap pelatihan pihak manajemen menggunakan
desain evaluasinya yaitu pre-test dan post-test.