IUFD referat

25
I. PENDAHULUAN Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. 1 WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 1.2 Beberapa studi yang dilakukan pada akhir - akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok), berat maternal, kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resiko terjadinya IUFD. 3 1

description

IUFD

Transcript of IUFD referat

I. PENDAHULUAN

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical

Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau

janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu.1 WHO dan American College of

Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati

dalam rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim

pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1.2

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir - akhir ini melaporkan sejumlah

faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan

meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50%

lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29

tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara

dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok), berat maternal,

kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resiko

terjadinya IUFD.3

Sebagian besar informasi yang mendasari terjadinya penyebab IUFD

diperoleh dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan penyebab spesifik

IUFD, yaitu : Intrauterine Growth Restriction (IUGR), penyakit medis maternal,

kelainan kromosom dan kelainan kongenital janin, komplikasi plasenta dan tali

pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan.1

II. Pengertian IUFD

1

Intra Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan

sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB

janin lebih dari 1000 gram.4

IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati

yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau

sama dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan

janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra

uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir

dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap

tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu

telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak

merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.5

IUFD adalah kematian janin dalam intrauteri dengan BB janin 500 gram

atau lebih / janin pada umur kehamilan sekurang-kurangnya 20 minggu.6

III.     Etiologi IUFD

2

Penyebab IUFD antara lain:

1.      Faktor plasenta

a.       Abrubtion

b.      Kerusakan tali pusat

c.       Infark plasenta

d.      Infeksi plasenta dan selaput

2.      Faktor ibu

a.       Diabetes mellitus

b.      Preeklampsi dan eklampsi

c.       Nefritis kronis

d.      Polihidramnion dan oligohidramnion

e.       Shipilis

f.       Penyakit jantung

g.      Hipertensi

h.      Penyakit paru atau TBC

i.        Inkompatability rhesus

j.        AIDS

3.      Faktor intrapartum

a.       Perdarahan antepartum

b.      Partus lama

c.       Anastesi

d.      Partus macet

e.       Persalinan presipitatus

3

f.       Persalinan sungsang

g.      Obat-obatan

4.      Faktor janin

a.       Prematuritas

b.      Postmaturitas

c.       Kelainan bawaan

d.      Perdarahan otak

5.      Faktor tali pusat

a.       Prolapsus tali pusat

b.      Lilitan tali pusat

c.       Vassa praevia

d.      Tali pusat pendek

Selain itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin di

kandungan, diantaranya:

1.      Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara

bapak rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti yang dominan, menjadi

rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan

rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut.

Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis (reaksi imunologis yang menimbulkan

gambaran klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada perut akibat

terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit

4

janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan

lain-lain).

2.      Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin.

Terutama pada golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi antara

golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya."

Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling

mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya,

maka ibu akan membentuk zat antibodinya.

3.      Gerakan janin berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika

terjadi gerakan satu arah saja. karena gerakannya berlebihan, terlebih satu

arah saja, maka tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu akan

terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang

mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat.

4.      Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu

hamil perlu dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan

janin dalam rahim.

5.      Kelainan kromosom

Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik berat trisomy.

Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian

sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi.

5

6.      Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta. Trauma terjadi,

misalnya, karena benturan pada perut, karena kecelakaan atau pemukulan.

Benturan ini bisa mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul

perdarahan di plasenta.

7.      Infeksi materna

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi

akibat bakteri maupun virus. Demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan

janin mati.

8.      Kelainan bawaan bayi

Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru,

bisa mengakibatkan kematian di kandungan.

IV.    Patofisiologi

Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa

faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut

menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak

mencukupi kebutuhan janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan

kekurangan Fe maka dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ –

organ maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.

V.    Manifestai Klinik

1.      DJJ tidak terdengar

2.      Uterus tidak membesar, fundus uteri turun

3.      Pergerakan anak tidak teraba lagi

6

4.      Palpasi anak tidak jelas

5.      Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10 hari

6.      Pada rongen dapat dilihat adanya

  tulang-tulang tengkorak tutup menutupi

  tulang punggung janin sangat melengkung

  hiperekstensi kepala tulang leher janin

  ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

  bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan

Hypofibrinogenemia 25%

VI.     Klasifikasi

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

a.       golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh

b.      golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

c.       golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu (late fetal

death)

d.      golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan

diatas.

Adapun tingkat maserasi atau perubahan – perubahan janin yang telah

mati di dalam kandungan antara lain:

Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah janin mati, kemudian lemas kembali.

7

Stadium maserasi I

Kulit janin belum rusak, tapi mudah lepas dan terdapat lepuh – lepuh pada

kulit, mula – mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah.

Stadium ini berlangsung 48 jam setelah kematian.

Stadium maserasi II

Lepuh – lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,

stadium ini berlangsung 48 jam seetelah kematian.

Stadium maserasi III

Terjadi kira – kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas,

hubungan antara tulang sangat longgar dan terdapat oedema di bawah

kulit.

VII.     Faktor Resiko

1.      Status sosial ekonomi rendah

2.      Tingkat pendidikan Ibu yang rendah

3.      Usia Ibu > 30 tahun atau < 20 tahun

4.      Partus pertama dan partus kelima atau lebih

5.      Kehamilan tanpa pengawasan antenatal

6.      Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan Ibu yang inadekuat

7.      Riwayat kehamilan dengan komplikasi medis atau obstetrik.

8.      Faktor ibu (High Risk Mothers)

a.       Tinggi dan BB ibu tidak proporsional

b.      Kehamilan di luar perkawinan

c.       Ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan

8

d.      Ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik

seperti bayi lahir mati

e.       Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu

9.      Faktor Bayi (High Risk Infants)

a.       Bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan kongenital

b.      Bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)

c.       Bayi dalam keluarga yang mempunyai problema sosial

10.  Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a.       Abrupsio plasenta

b.      Plasenta previa

c.       Pre eklamsi / eklamsi

d.      Polihidramnion

e.       Inkompatibilitas golongan darah

f.       Kehamilan lama

g.      Kehamilan ganda

h.      Infeksi

i.        Diabetes

j.        Genitourinaria

VIII.    Diagnosa dan Diagnosa Banding

1.      Anamnesis

Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin

sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan

bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita

9

belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit

seperti mau melahirkan.

2.      Inspeksi

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama

pada ibu yang kurus.

3.      Palpasi

Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba

gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi

pada tulang kepala janin.

4.      Auskultasi

Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak

terdengar terdengar DJJ.

5.      Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam

kandungan.

6.      Rontgen Foto Abdomen

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin

Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.

Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin

Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin

Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak

Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

10

Gejala dan tanda

yang selalu ada

Gejala dan tanda yang

kadang-kadang ada

Kemungkinan

diagnosa

1.         Gerakan janin

berkurang atau

hilang, timbul

atau menetap,

perdarahan

pervaginam

sesudah hamil

22 minggu

2.         Gerakan janin

dan DJJ tidak

ada, perdarahan,

nyeri perut

hebat

1.      Syok, uterus

tegang/kaku,

gawat janin atau

DJJ tidak

terdengar

2.      Syok, perut

kembung/cairan

bebas intra

abdominal,

kontraksi uterus

abnormal,

abdomen nyeri,

bagian-bagian

janin teraba,

denyut nadi Ibu

cepat

Solusio plasenta

Ruptur Uteri

11

3.         Gerakan janin

berkurang atau

hilang DJJ

abnormal (<

100 x/menit

atau > 180

x/menit)

4.         Gerakan janin

atau DJJ hilang

3.      Cairan ketuban

bercampur

mekonium

4.      Tanda-tanda

kehamilan

berhenti, TFU

berkurang,

pembesaran uterus

berkurang

Gawat janin

Kematian janin

IX.    Penatalaksanaan

      Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim tidak usah terburu-buru

bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari

kepastian diagnosis.

      Biasanya selama masih menunggu ini 70-90 % akan terjadi persalinan yang

spontan

      Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.

Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna

vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.

12

      USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda

kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan

ketuban berkurang

      Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien

selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar

dapat lahir pervaginam.

      Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,

perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

      Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan

hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi

tanpa komplikasi

      Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

      Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

- Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prostaglandin.

- Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin

atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko

infeksi

- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

      Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

13

- Tempatkan mesoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6

jam

- Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi

50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan

melebihi 4 dosis.

      Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

      Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati

      Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah

diagnosis. Partus belum mulai maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan

induksi persalinan

      Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi

efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau

tanpa amniotomi.

X. Komplikasi

a. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak,

menghasilkan tromboplastin, masuk kedalam peredaran darah ibu,

pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh

trombosit, terjadi pembekuan darah yang meluas, disseminated intravascular

coagulation, hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada

4-5 minggu sesudah IUFD.

b. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%. Akibat

kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Partus

14

biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.

c. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu

kematian janin yang dikandungnya.

XI.      Jenis – Jenis Persalinan (Embriotomi) Untuk Janin Mati

1.      Pertolongan persalinan dengan perforasi kronioklasi

Perforasi kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan pada

bayi yang meninggal di dalam kandunagan untuk memperkecil kepala janin

dengan perforation dan selanjutnya menarik kepala janin (dengan kranioklasi)

tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala oleh letak sungsang dengan

kesulitan persalinan kepala. Dngan kemajuan pengawasan antenatal yang baik

dan sistem rujukan ke tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan

kraioklasi sudah jarang dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kranioklasi

adalah perdarahan, infeki, trauma jalan lahir dan yang paling berat ruptur

uteri( pecah robeknya jalan lahir).

2.      Pertolongan persalinan dengn dekapitasi

Letak lintang merupakan kedudukan yang sulit untuk lahir normal

pervaginam. Gegagalan pertolongan pada letak lintang menyebabkan

kematian janin, oleh karena itu kematian janin tidak layak dilkukan dengan

seksio sesaria kecuali pada keadaan khusus seperti plasenta previa totalis,

kesempitan panggul absolute. Perslinan di lakukan dengan jalan dekapitasi

yaitu dengan memotong leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat di

lahirkan.

15

3.      Pertolongan persalinan dengan eviserasi

Eviserasi adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi

perut dan paru (dada) sehingga volume janin kecil untuk selanjutnya di

lahirkan.

Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang

sempit untuk memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam

adalah perdarahan, infeksi dan trauma jalan lahir dengan pengawasan

antanatal yang baik, situasi kehamilan dengan letek lintang selalu dapat di

atasi dengan versi luar atau seksio sesaria.

4.      Pertolongan persalinan dengan kleidotomi

Kleidotomi adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka) sehingga

volume bahu mengecil untuk dapat melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat

dilakukan pada anak hidup, bila diperlukan pada keadaan gangguan

persalinan bahu pada anak yang besar.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Petersson. K. 2003. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special

Referene to Intrauterine Infection. Thesis dari Dapartement of Clinical

Science. Devision of Obtetrics and Gynecology. Korolinska Institutet.

Huddinge University Hospital. Stockholm. Sweden.

2. Winknjosastro H. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi III, cetakan enam. Yayasan

Bima pustaka sarwono Prawiroharjo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 732-

35.

3. Sarah D, McDonald MD. 2007. Risk of Fetal Death Associated with

Maternal Drug Dependence and Placental Abruption A Population Based

Study. Departement of Obstetrics and Gynecology. McMaster University.

Hamilton ON.

4. Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (patologi

kebidanan). Jakarta. TIM

5. Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

6. Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2010. Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.

Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

17