ITS-paper-23898-2310105004-Paper

4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4 1 Abstrak--Di Indonesia pemanfaatan bunga melati masih terbatas sebagai pewangi teh, dekorasi dan bunga tabur. Sebagai bunga yang harum, melati sangat potensial untuk bahan baku minyak melati. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap, pengaruh komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan aroma terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku. Pada metode enfleurasi adsorben yang digunakan adalah, mentega putih (mp) dan mentega kuning (mk). Perbandingan yang digunakan yaitu (100% mp, 30% mp:70% mk, 50% mp:50% mk, 70% mp:30% mk, 100% mk). Pergantian bunga diakukan setiap 24 jam selama 7 hari. Pada metode ekstraksi pelarut menguap pertama, pelarut yang digunakan n-heksan 96% dan etanol 99,5%. Perbandingan bunga dan pearut 1:2. Proses ekstraksi bunga dan pelarut menggunakan overhead stirer dan berlangsung selama 4 jam Hasil penelitian menunjukkan metode enfleurasi memiliki rendemen 0,094-0,416%, dengan rendemen tertinggi pada variabel 30% mp:70% mk. Pada metode ekstraksi pelarut menguap concrete yang dihasilkan dari pelarut n-heksan 0,32%, sedangkan pelarut etanol tidak dapat digunakan untuk mengekstrak bunga. Kualitas minyak atsiri yang dihasilkan lebih bagus menggunakan metode enfleurasi serta rendemen yang yang diperoleh lebih besar. Kata kunci--minyak atsiri, enfleurasi, pelarut menguap, ekstraksi I. PENDAHULUAN Tanaman melati terdapat hampir disetiap daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, misalnya di daerah Pasuruan, Pamekasan, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan Tegal. Adapun jenis melati yang banyak terdapat di Pulau Jawa menurut Rukmana (1997) antara lain Jasminum sambac (melati putih), Jasminum multiflorum (star jasmine) dan Jasminum officinale (melati gambir). Bunga yang digunakan harus dalam kondisi kering karena bunga dengan kondisi basah yang biasa disebabkan karena embun dapat menimbulkan ketengikan pada lemak yang disebabkan oksidasi lemak karena adanya kandungan H 2 O. Kondisi bunga yang masih kuncup serta mekar penuh juga tidak dapat digunakan untuk menghasilkan minyak atsiri selain karena tidak dapat mekar dan tidak harum, bunga pada kondisi kuncup sangat sulit digunakan untuk proses enfleurasi karena bunga harus diletakkan dengan posisi seluruh bagian menempel pada lemak sehingga lemak dapat mengadsorbsi minyak di seluruh kelopak bunga. Bunga dengan kondisi mekar penuh aroma harumnya telah banyak yang menguap sehingga tidak dapat dimanfaatkan baik (Suyanti et al,2004). Kondisi bunga yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat ketuaan panen M-1 (kuncup siap mekar). Bunga dengan tingkat ketuaan panen M-1 memiliki ukuran kuntum bunga optimal, berwarna putih, pada saat kuncup tidak harum, setelah mekar harum. Komponen minyak melati yang dominan menurut ketaren (1985) adalah benzil asetat (65%), kemudian diikuti oleh linalool (15,5%), linalool asetat (7,5%), benzil alcohol (6,0%), jasmone(3,0%), indole (2,5%), dan metil anthramilate (0,5%). Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam bunga melati tidak bisa dilakukan dengan cara penyulingan/destilasi seperti halnya pada bunga melati, sedap malam, violet, jonquil, dan beberapa jenis bunga lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisa, polimerisasi dan resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan lebih rendah (Guenther, 1987). Oleh karena itu melati harus diproses dengan metode ekstraksi lain untuk mengambil minyak atsirinya (minyak melati). Salah satu metode ekstraksi yang dapat dilakukan untuk melati adalah metode enfleurasi (ekstraksi dengan lemak dingin) dan ekstraksi pelarut menguap. Metode enfleurasi memanfaatkan lemak sebagai media untuk mengadsorpsi aroma wangi yang dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap malam dan mawar. Lemak yang sudah siap digunakan ditempatkan diatas bingkai kaca atau chasis, kemudian disusun bertingkat dan diusahakan terbebas dari sinar matahari dan udara. Karena jika terganggu dua hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan lemak dan terganggunya proses yang pada akhirnya gagal produksi. Metode ekstraksi pelarut menguap merupakan suatu metode ekstraksi yang menggunakan pelarut menguap untuk memisahkan minyak dari jaringan tumbuhan. Pelarut yang biasa digunakan dalam metode ini adalah etanol dan n-heksan. Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang digunakan dan ketrampilan dalam mempersiapkan lemak. Penggunaan lemak dalam metode enfleurasi bisa menggunakan lemak sapi, lemak babi, lemak kambing, lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak kedelai. Campuran antara 1 bagian lemak sapi dan 2 bagian lemak babi menurut Guenther (1987) menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak babi dalam proses enfleurasi harus dihindari karena Pengambilan Minyak Atsiri dari Melati dengan Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap Nazma Sabrina Sani, Rofiah Racchmawati dan Mahfud Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 [email protected]

description

ipa

Transcript of ITS-paper-23898-2310105004-Paper

Page 1: ITS-paper-23898-2310105004-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

1

Abstrak--Di Indonesia pemanfaatan bunga melati masih

terbatas sebagai pewangi teh, dekorasi dan bunga tabur. Sebagai

bunga yang harum, melati sangat potensial untuk bahan baku

minyak melati. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses

pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan

menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap, pengaruh

komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen dan mutu

minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan aroma

terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku. Pada metode

enfleurasi adsorben yang digunakan adalah, mentega putih (mp)

dan mentega kuning (mk). Perbandingan yang digunakan yaitu

(100% mp, 30% mp:70% mk, 50% mp:50% mk, 70% mp:30%

mk, 100% mk). Pergantian bunga diakukan setiap 24 jam

selama 7 hari. Pada metode ekstraksi pelarut menguap pertama,

pelarut yang digunakan n-heksan 96% dan etanol 99,5%.

Perbandingan bunga dan pearut 1:2. Proses ekstraksi bunga

dan pelarut menggunakan overhead stirer dan berlangsung

selama 4 jam Hasil penelitian menunjukkan metode enfleurasi

memiliki rendemen 0,094-0,416%, dengan rendemen tertinggi

pada variabel 30% mp:70% mk. Pada metode ekstraksi pelarut

menguap concrete yang dihasilkan dari pelarut n-heksan 0,32%,

sedangkan pelarut etanol tidak dapat digunakan untuk

mengekstrak bunga. Kualitas minyak atsiri yang dihasilkan

lebih bagus menggunakan metode enfleurasi serta rendemen

yang yang diperoleh lebih besar.

Kata kunci--minyak atsiri, enfleurasi, pelarut menguap, ekstraksi

I. PENDAHULUAN

Tanaman melati terdapat hampir disetiap daerah di

Indonesia, terutama di Pulau Jawa, misalnya di daerah

Pasuruan, Pamekasan, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan

Tegal. Adapun jenis melati yang banyak terdapat di Pulau

Jawa menurut Rukmana (1997) antara lain Jasminum sambac

(melati putih), Jasminum multiflorum (star jasmine) dan

Jasminum officinale (melati gambir). Bunga yang digunakan

harus dalam kondisi kering karena bunga dengan kondisi basah

yang biasa disebabkan karena embun dapat menimbulkan

ketengikan pada lemak yang disebabkan oksidasi lemak karena

adanya kandungan H2O. Kondisi bunga yang masih kuncup

serta mekar penuh juga tidak dapat digunakan untuk

menghasilkan minyak atsiri selain karena tidak dapat mekar

dan tidak harum, bunga pada kondisi kuncup sangat sulit

digunakan untuk proses enfleurasi karena bunga harus

diletakkan dengan posisi seluruh bagian menempel pada lemak

sehingga lemak dapat mengadsorbsi minyak di seluruh kelopak

bunga. Bunga dengan kondisi mekar penuh aroma harumnya

telah banyak yang menguap sehingga tidak dapat dimanfaatkan

baik (Suyanti et al,2004). Kondisi bunga yang digunakan

dalam penelitian ini memiliki tingkat ketuaan panen M-1

(kuncup siap mekar). Bunga dengan tingkat ketuaan panen

M-1 memiliki ukuran kuntum bunga optimal, berwarna putih,

pada saat kuncup tidak harum, setelah mekar harum.

Komponen minyak melati yang dominan menurut ketaren

(1985) adalah benzil asetat (65%), kemudian diikuti oleh

linalool (15,5%), linalool asetat (7,5%), benzil alcohol (6,0%),

jasmone(3,0%), indole (2,5%), dan metil anthramilate (0,5%).

Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam

bunga melati tidak bisa dilakukan dengan cara

penyulingan/destilasi seperti halnya pada bunga melati, sedap

malam, violet, jonquil, dan beberapa jenis bunga lainnya. Hal

ini disebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air

mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen

minyak karena proses hidrolisa, polimerisasi dan

resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi khususnya

yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air

sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan

lebih rendah (Guenther, 1987). Oleh karena itu melati harus

diproses dengan metode ekstraksi lain untuk mengambil

minyak atsirinya (minyak melati). Salah satu metode

ekstraksi yang dapat dilakukan untuk melati adalah metode

enfleurasi (ekstraksi dengan lemak dingin) dan ekstraksi

pelarut menguap. Metode enfleurasi memanfaatkan lemak

sebagai media untuk mengadsorpsi aroma wangi yang

dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap

malam dan mawar. Lemak yang sudah siap digunakan

ditempatkan diatas bingkai kaca atau chasis, kemudian disusun

bertingkat dan diusahakan terbebas dari sinar matahari dan

udara. Karena jika terganggu dua hal tersebut dapat

menyebabkan kerusakan lemak dan terganggunya proses yang

pada akhirnya gagal produksi. Metode ekstraksi pelarut

menguap merupakan suatu metode ekstraksi yang

menggunakan pelarut menguap untuk memisahkan minyak dari

jaringan tumbuhan. Pelarut yang biasa digunakan dalam

metode ini adalah etanol dan n-heksan.

Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada

kualitas lemak yang digunakan dan ketrampilan dalam

mempersiapkan lemak. Penggunaan lemak dalam metode

enfleurasi bisa menggunakan lemak sapi, lemak babi, lemak

kambing, lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit, minyak

jagung, minyak kedelai. Campuran antara 1 bagian lemak sapi

dan 2 bagian lemak babi menurut Guenther (1987)

menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak

babi dalam proses enfleurasi harus dihindari karena

Pengambilan Minyak Atsiri dari Melati dengan

Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap

Nazma Sabrina Sani, Rofiah Racchmawati dan Mahfud

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

[email protected]

Page 2: ITS-paper-23898-2310105004-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

2

mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Sebagai

alternatif dalam penelitian ini menggunakan adsorben

mentega yang terbuat dari lemak hewan dan mentega putih.

Puguh (2001) meneliti proses enfleurasi menggunakan

adsorben lemak sapi dengan campuran minyak jagung,

minyak kelapa, minyak kedelai, minyak sawit. Rendemen

yang dihasilkan berkisar 0,005% - 0,07%, sedangkan Huda

(2010) menggunakan adsorben lemak sapi, lemak kambing,

dan lemak ayam. Komponen minyak melati yang terbaca

hanya indole dengan kadar 0,6% dan yang lainnya adalah

lemak

Mentega merupakan produk berbentuk padat lunak

yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya,

dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan

makanan yang diizinkan SNI (1995). Mentega mengandung

lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 %

(Astawan Mita Wahyuni & Astawan Made, 1998). Lemak

mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega

sebagian besar terdiri dari asam palmitat, oleat dan stearat

serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak sejenis

lainnya. Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah

lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan

tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno,1991). Pada

umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak

nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai,

minyak kacang tanah dan lain-lain. Mentega putih

mengandung 80% lemak dan 17% air (Astawan Mita

Wahyuni & Astawan Made, 1998).

Proses enfleurasi menghasilkan minyak dengan

rendemen lebih banyak dan minyak yang dihasilkan lebih

wangi dibandingkan dengan ekstraksi pelarut menguap

(Guenther, 1987). Atas dasar alasan tersebut maka

diperlukan penelitian dengan membandingkan metode

ekstraksi dengan enfleurasi yang mengunakan mentega serta

metode ekstraksi dengan pelarut menguap untuk mendapatkan

suatu teknik yang efisien dalam pengambilan minyak atsiri

melati. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses

pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan

menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap,

pengaruh komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen

dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan

aroma terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku.

II. METODOLOGI

Di dalam penelitian ini akan dilakukan pengambilan

minyak atsiri melati dengan metode enfleurasi dan ekstraksi

pelarut menguap. Dari kedua metode ini akan dibandingkan

untuk mendapatkan perbaikan pemilihan adsorben pada

metode enfleurasi dengan metode pelarut menguap dalam

pengambilan minyak atsiri melati. Jenis bunga melati setelah

dipetik masih meneruskan aktivitas fisiologinya, sehingga

memproduksi minyak dan mengeluarkan bau wangi. Lemak

mempunyai daya adsorpsi yang tinggi. Bila lemak dicampur

dan melakukan kontak dengan bunga yang berbau wangi,

maka lemak akan mengadsorpsi minyak yang dikeluarkan oleh

bunga tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses enfleurasi.

Bunga melati ditaburkan diatas permukaan lemak yang telah

dioleskan pada bingkai kaca atau chassis dan dibiarkan selama

24 jam, kemudian diganti dengan bunga yang masih segar.

Proses ini dilakukan berulang kali, pada akhir proses lemak

akan jenuh dengan minyak bunga. Minyak bunga tersebut

diekstraksi dari lemak dengan menggunakan etanol dan

selanjutnya etanol dipisahkan. Hal yang perlu diingat adalah

pada saat memoleskan lemak dipermukaan bingkai kaca atau

chassis, lemak hendaknya digores dengan alat apapun yang

bisa menciptakan pola garis – garis dipermukaan lemak.

Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan penyerapan

minyak bunga oleh lemak, sehingga minyak bunga yang

diserap akan lebih banyak (Guenther, 1987).

Pada prinsip ekstraksi dengan pelarut menguap

minyak atsiri dilarutkan dalam bahan dengan pelarut organik

yang mudah menguap. Cara ini sangat sederhana yaitu dengan

merendam bunga di dalam pelarut dalam sebuah bejana dari

plastik, kemudian ekstraksi berjalan secara sistematis pada

suhu kamar. Pelarut akan berpenetrasi kedalam bahan dan

melarutkan minyak bunga beserta beberapa jenis lilin dan

albumin serta zat warna. Larutan tersebut selanjutnya diuapkan

ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada suhu rendah.

Setelah semua pelarut diuapkan dalam keadaan vakum, maka

diperoleh minyak bunga yang pekat. Suhu harus dijaga tetap

rendah selama proses ini berlangsung. Dengan demikian uap

aktif yang terbentuk tidak akan merusak persenyawan minyak

bunga (Guenther, 1987).

II.1 Bahan yang digunakan

a. Bunga melati. Bahan baku bunga melati yang

digunakan bunga melati putih(jasminum sambac).

b. Mentega putih dan kuning. Mentega putih dan kuning

digunakan sebagai adsorben pada metode enfleurasi.

c. Etanol 96%. Etanol dengan konsentrasi 96% digunakan

sebagai pelarut pada metode enfleurasi dan ekstraksi

pealrut menguap.

d. N-heksan 99,5%. N-heksan dengan konsentrasi 99,5%

digunakan sebagai pelarut untuk metode ekstraksi

pelarut menguap.

II.2 Peralatan Penelitian

a. Bingkai kaca/chasis. Dengan ketebalan kaca 5 mm,

panjang 30 cm, lebar 21 cm, digunakan untuk tempat

meletakkan lemak. Lemak digunakan untuk

mengadsorbsi aroma wangi yang dihasilkan bunga

melati.

b. Stirrer. Jenis stirer yang digunakan adalah overhead

stirrer, kecepatan yang digunakan ±500 rpm.

c. Rotary vacuum evaporator. Digunakan untuk

memisahkan antara pelarut dan minyak pada keadaan

vakum. Volume labu alas bulat sampel yang digunakan

500 mL. Suhu waterbath yang digunakan dengan

pelarut etanol 45 oC dan untuk pelarut n-heksan 35

oC,

dengan tekanan 550 mmHg.

II.3 Prosedur

A. Metode Enfleurasi

Mengoleskan lemak sebanyak 120 gr secara

merata diatas permukaan bingkai kaca atau chassis.

Page 3: ITS-paper-23898-2310105004-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

3

Chasis yang digunakan sebanyak 3 buah dengan

masing-masing lemak tiap chassis sebanyak 40 gr.

Permukaan lemak digores untuk memperluas

permukaan lemak. Bunga melati yang telah disortasi

diletakkan diatas chassis yang telah dilumuri lemak.

Chassis kemudian ditutup dan dibiarkan pada suhu

ruang. Chassis dibuka dan bunga melati dikeluarkan

dan diganti setiap 24 jam selama 7 hari. Selanjutnya

dilakukan pengambilan lemak dari chassis dan

ditimbang beratnya. Lemak hasil enfleurasi disebut

dengan pomade. Pomade dilarutkan dalam etanol

teknis 96% dengan perbandingan 1 (lemak) : 2

(pelarut). Mendinginkan pomade dan etanol dalam

lemari pendingin atau freezer pada suhu -15 oC.

Pomade dipisahkan dari etanol menggunakan kertas

saring dan hasilnya merupakan ekstrait (mengandung

minyak melati). Ekstrait kemudian dievaporasi dengan

menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu

45oC dan tekanan 550 mmHg. Minyak melati yang

dihasilkan kemudian dianalisa meliputi rendemen,

berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.

B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap

Bunga melati dimasukkan dalam suatu bejana yang

terbuat dari plastik dan tertutup rapat dengan ukuran 2

liter. Menambahkan pelarut dengan perbandingan 1

(melati) : 2 (pelarut), kemudian diaduk dengan

mengunakan overhead stirer selama 4 jam. Hasil

ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain untuk

memisahkan ampas melati dengan filtrat, kemudian

filtrat dievaporasi dengan menggunakan rotary vacuum

evaporator pada suhu 45oC untuk pelarut etanol dan

35oC untuk pelarut n-heksan pada tekanan 550 mmHg.

Hasil evaporasi merupakan Concrete melati (campuran

minyak atsiri serta lilin, albumin dan zat warna dalam

jumlah sedikit) kemudian dianalisa meliputi rendemen,

berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.

II.4 Variabel dan kondisi operasi

A. Metode Enfleurasi

• Lemak yang digunakan terdiri dari 2 jenis, mentega

kuning dan mentega putih. Perbandingan massa

mentega kuning dan mentega putih, yaitu:

- 100% mentega putih

- 30% mentega putih : 70% mentega kuning

- 50% mentega putih : 50% mentega kuning

- 70% mentega putih : 30% mentega kuning

- 100% mentega kuning

• Massa lemak : massa bunga = 1 : 3, jumlah massa

lemak yang digunakan 40 gram setiap bingkai kaca atau

chasis dengan total chasis sebanyak 3.

• Proses pergantian bunga dilakukan setiap 24 jam.

• Proses enfleurasi dilakukan selama 7 hari.

• Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan

tekanan atmosferik

B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap

• Pelarut yang digunakan :

- Etanol 96%

- N-heksan 99,5%

• Massa bunga melati : massa pelarut= 1 : 2, jumlah

massa bunga melati 350 gram

• Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan

tekanan atmosferik

III. HASIL DAN DISKUSI

III.1 % Rendemen

Metode enfleurasi memberikan rendemen minyak 0,094-

0,416%. Rendemen tertinggi dari metode enfleurasi terdapat

pada variabel 30% mp:70% mk. Mentega kuning yang

merupakan memiliki % kandungan lemak yang lebih tinggi

dibanding mentega putih sehingga daya adsorbsinya lebih

tinggi, sementara mentega putih memiliki konsistensi yang

tepat tidak terlalu lunak maupun keras serta tidak berbau dan

berasa hambar. Metode ekstraksi pelarut menguap dengan

pelarut n-heksan memberikan concrete dengan rendemen

320%. Pelarut n-heksan merupakan pelarut yang paling baik

untuk ekstraksi minyak bunga, hal ini dikarenakan

sifatnyayang selektif dalam melarutkan zat serta prosesnya

yang hanya menghasikan lilin, albumin dan zat warna dalam

jumlah sedikit namun dapat mengekstraksi zat pewangi dalam

jumlah besar. Pelarut etanol tidak dapat digunakan,karena

menyebabkan terekstraknya resin serta melarutkan air sehingga

hasil ekstraksi yang diperoleh adalah campuran minyak dan

gum atau resin. Hasil ekstraksi berupa cairan kental berwarna

coklat tua dengan aroma yang sedikit mendekati dari aroma

bahan yang diekstraksi.

III.2 Berat Jenis

Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat

komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin

besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka

semakin besar pula nilai densitasnya Secara umum berat jenis

minyak melati yang dihasilkan tidak berbeda jauh antar

variabel. Pada berbagai variabel dari metode enfleurasi,

minyak atsiri melati mempunyai berat jenis yang hampir sama

yaitu 0,943-0,967gr/ml. Untuk metode Ekstraksi pelarut

menguap memiliki berat jenis 0,960gr/ml.

III.3 Indeks Bias

Secara umum indeks bias minyak melati yang dihasilkan

tidak berbeda jauh antar variabel. Penentuan indeks bias

dilakukan dengan refraktometer pada suhu 200C. Indeks bias

minyak melati umumnya diatas 1,400. Nilai indeks bias

dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam minyak

Semakin banyak kandungan airnya maka semakin kecil nilai

indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk

membiaskan cahaya yang dating. Untuk minyak atsiri melati

metode enfleurasi memiliki indeks bias 1,480-1,499,

sedangkan metode Ekstraksi pelarut menguap memiliki nilai

1,479.

III.4 Kandungan Minyak Melati

Pada metode enfleurasi bahwa komponen yang terdapat

pada minyak atsiri melati dari identifikasi melalui gas

Page 4: ITS-paper-23898-2310105004-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

4

cromatografi dan spektrometri massa (GCMS) terdapat 31

komponen. Dari gambar III.1 komponen yang memiliki % area

terbesar pada minyak atsiri melati adalah Palmitic Anhydride.

Komponen penyusun minyak melati yang terbaca adalah

linalool l dan indole dengan % area 0,68% dan 1,16%.

Gambar III.1 Kromatogram dari GCMS minyak melati metode

enfleurasi komposisi 30% MP :70% MK

Gambar III.2 Kromatogram dari GCMS minyak melati metode ekstraksi

pelarut menguap dengan pelarut n-heksan

Pada metode Ekstraksi pelarut menguap komponen

yang terdapat pada minyak atsiri melati dari identifikasi

melalui gas cromatografi dan spektrometri massa (GCMS)

terdapat 24 komponen. Dari gambar III.2 komponen yang

memiliki % area terbesar pada minyak atsiri melati adalah

Hexacosane. Komponen penyusun minyak melati yang terbaca

adalah linalool l dengan % area 0,35%. Kandungan benzyl

acetat yang merupakan komponen terbesar penyusun minyak

melati tidak terbaca dalam hasil penelitian dari kedua metode.

Hal ini dapat disebabkan karena GC-MS yang digunakan

memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tidak terlalu tinggi

sehingga hanya beberapa komponen saja yang dapat

diterjemahkan sesuai dengan grafik standar yang dimiliki

sehingga ada beberapa puncak yang sebenarnya termasuk ke

dalam komponen minyak melati tetapi tidak terdeteksi.

IV. KESIMPULAN

1) Metode enfleurasi memberikan rendemen yang lebih tinggi

dibanding ekstraksi pelarut menguap, namun aroma yang

paling mendekati aroma bunga melati adalah metode

ekstraksi pelarut menguap

2) Rendemen minyak melati paling tinggi dihasilkan oleh

metode enfleurasi yaitu pada variabel 30% mp: 70% mk

yaitu 0,416%. Pada metode ekstraksi pelarut menguap

concrete yang dihasilkan 0,320% denga pelarut n-heksan.

Pelarut etanol pada metote ekstraski pelarut menguap tidak

dapat digunakan sebagai solvent untuk mengekstrak bunga

melati karena menyebabkan terekstraknya gum atau resin

serta melarutkan air.

3) Aroma yang dihasilkan metode ekstraksi dengan pelarut

menguap lebih menyengat dan dihasilkan bau yang lebih

enak dibandingkan dengan aroma yang dihasilkan dari

metode enfleurasi. Hal ini disebabkan karena pada metode

enfleurasi menggunakan adsorben lemak sebagai media

penyerap minyak, sedangkan pada metode ekstraksi dengan

pelarut menguap terjadi kontak secara langsung antara

bahan baku dengan solvent

DAFTAR PUSTAKA

[1] Guenther, Ernest. 1987, Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah

Ketaren S. Universitas Indonesia Press: Jakarta.

[2] Harry, S. W. 2000, “Jalan Penyembuhan Bernama Aroma

Terapi”. Trubus No. 364. (XXXI).

[3] Heyne, K. 1987, “Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III”.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Dep.

Kehutanan: Jakarta.

[4] Huda, Muhammad Nurul. 2010, “Pengambilan minyak

Bunga Melati Dengan Metode Enfleurasi Menggunakan

Lemak Sapi-Kambing-Ayam”. Laporan Skripsi Teknik

Kimia: Universitas Negeri Semarang

[5] Ketaren,S. 1985, “Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”.

Balai Pustaka: Jakarta

[6] Kurniawan, Kelik, Nindya H, dkk. 2011, “Pengaruh

Campuran Lemak Sapi dan Margarin Serta Jenis Pelarut

Dalam Proses Ekstraksi Minyak Melati Menggunakan

Sistem Enfleurasi”. Laporan Penelitian. Universitas

Brawijaya Malang

[7] Sastrohamidjojo, H. 2004, “Kimia Minyak Atsiri”.

Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

[8] Setyopratomo, Puguh. 2001, “Kajian Awal Proses

Ekstraksi Minyak Bunga Melati (jasminum sambac)

Dengan Metode Enfleurasi”. Tesis Teknik Kimia: Institut

Teknologi Bandung

[9] Soepardi, R. 1964, “Apotik Hijau Tumbuhan Obat-

Obatan”. Purna Warna: Surakarta

[10] S.Prabawati, Suyanti, dkk. 2002, “Perbaikan cara ekstraksi

Untuk Meningkatkan Rendemen Minyak Bunga Melati

Gambir Skala Pilot”. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pasca Panen Pertanian: Jakarta

[11] Wahyuni dan Made. 1998, “Teknologi Pengolahan

Pangan Hewani Tepat Guna”. Cv Akademika Pressindo:

Jakarta

[12] Winarno, F.G. 1991, “Kimia Pangan dan Gizi”. Gramedia

Pustaka Utama: Jakarta