IT KotaBekasi

download IT KotaBekasi

of 4

description

bekasi

Transcript of IT KotaBekasi

  • TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN e-GOVERNMENT DI DAERAH Studi Kasus: Pemerintah Kota Bekasi

    Nandi Surjakandi, [email protected]

    Badan Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kota Bekasi Jl. Ir. H. Juanda No. 100 Bekasi

    Abstrak

    Dalam era informasi saat ini, Pemerintah Kota Bekasi turut berperan serta dalam pengembangan e-government dalam rangka peningkatan pelayanan baik secara internal maupun eksternal seperti yang tercantum dalam Renstra Kota Bekasi 2003-2008. Pemerintah Kota Bekasi telah membangun jaringan infrastruktur informasi di lingkungan kompleks perkantoran Pemda dan berbagai aplikasi pendukung kegiatan sehari-hari. Namun demikian tantangan yang dihadapi cukup berat mengingat dalam kenyataannya pengembangan teknologi informasi belum menjadi prioritas utama pembangunan, serta sulitnya melaksanakan integrasi antar aplikasi di tiap-tiap instansi. Oleh karena itu diperlukan peran serta seluruh stakeholders (eksekutif, legislatif, swasta, dan masyarakat) untuk mewujudkan implementasi e-government di Kota Bekasi. Kata Kunci: e-government, integrasi sistem 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota Bekasi memasuki era e-Government pada awal abad ke-21 (tahun 2000) diawali dengan pembangunan website www.kotabekasi.go.id oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Kemudian untuk lebih mempertegas status kelembagaan yang menangani langsung e-government, pada tahun 2001 dibentuklah Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE). Tugas pertama yang dilakukan KPDE adalah membangun infrastruktur internal kantor tahap pertama dengan pengadaan seperangkat komputer dan jaringan LAN. Tugas berikutnya adalah mempersiapkan blue print e-government yang meliputi Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA), Rencana Detail Pengembangan SIMDA, dan Rencana Pembangunan Infrastruktur Informasi, sebagai panduan dalam pengembangan e-government di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Di sisi lain, beberapa instansi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi juga sudah mulai menyadari pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dalam pemerintahan, ditandai dengan dibangunnya Sistem Informasi Kepegawaian (SIMPEG) oleh Bagian Kepegawaian kemudian berubah menjadi Badan Kepegawaian Daerah (BKD), diikuti oleh pembangunan berbagai sistem informasi lainnya seperti SIM RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah), SIM Kesehatan (Pembangunan Website Dinas Kesehatan) dan sebagainya. Total hingga tahun 2004 sudah 15 SIM dibangun di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Seiring dengan perkembangan e-government yang memerlukan penanganan lebih

    serius dan perubahan kelembagaan yang disesuaikan dengan PP. 8/2003, pada tahun 2004 status KPDE ditingkatkan menjadi Badan Informasi dan Komunikasi, yang merupakan gabungan dari KPDE, Kantor Arsip Daerah, dan Bagian Humas. Peningkatan status ini dimaksudkan untuk menggabungkan pengelolaan informasi dalam satu atap. 1.2. Pelaksanaan Program e-Government di

    Kota Bekasi Seperti sudah dikemukakan di atas, untuk tahap awal pembangunan e-government difokuskan pada pengembangan aplikasi sistem informasi internal di tiap-tiap instansi pemerintah. Aplikasi yang digunakan berbasis sistem operasi Windows, mulai dari Windows 98 hingga Windows XP. Sementara database yang digunakan bervariasi mulai dari Foxpro, SQL, My SQL, SQL Server, hingga Oracle, bergantung pada besaran record dan field masing-masing aplikasi. Keseluruhan aplikasi dibuat bekerja sama dengan konsultan dan dikelola oleh masing-masing instansi. Dari sisi SDM, pengelola teknologi informasi (bukan operator komputer) di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi hingga saat ini berjumlah 34 orang PNS dan 32 orang non PNS (Pegawai Kontrak). Dari jumlah tersebut sebagian besar merupakan operator SIM, hanya 7 orang sebagai programmer, 10 orang sebagai network administrator, dan 2 orang system analyst. Sementara kebutuhan mendatang diperkirakan mencapai 100 orang untuk berbagai posisi. Ditinjau dari penggunaan perangkat keras, setiap instansi pengelola SIM telah memiliki 1 server dan rata-rata 10 unit client yang telah terhubung dengan LAN. Namun demikian LAN yang telah dibangun tersebut belum terintegrasi satu dengan lainnya. Baru pada tahun 2004 dimulai

    31Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi IndonesiaITB, 3-4 Mei 2005

  • pembangunan jaringan infrastruktur informasi dengan menggunakan kabel fiber optik yang menghubungkan instansi di lingkungan Kompleks Kantor Walikota Bekasi dengan instansi di lingkungan Kompleks Margahayu. Pembangunan jaringan infrastruktur informasi tersebut dimaksudkan sebagai langkah awal integrasi sistem informasi antar instansi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi dalam rangka menuju implementasi e-government secara menyeluruh. Kemudian pembangunan infrastruktur tersebut dilanjutkan pada tahun 2005 untuk menghubungkan seluruh instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Di sisi lain, untuk meningkatkan pelayanan perizinan pada masyarakat, pada tahun 2004 juga sedang dikembangkan Sistem Informasi Manajemen Satu Atap (SIMTAP), dengan tujuan untuk mempercepat waktu pelayanan dan mempermudah pencarian dokumen perizinan yang selama ini masih dikerjakan secara manual. Untuk internet, baru Badan Informasi dan Komunikasi yang telah memanfaatkan ADSL sebagai sarana koneksinya, dan saat ini tengah dipindahkan melalui leased line agar lebih optimal penggunaannya. Sementara instansi lain masih menggunakan dial-up melalui beberapa provider untuk koneksinya. Ke depan, setelah jaringan infrastruktur terbangun, koneksi internet bisa dinikmati oleh seluruh instansi melalui jaringan fiber optik. Sementara website www.kotabekasi.go.id yang telah on-line sejak tahun 2000 telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan tampilan, dimulai dari tampilan berbasis HTML hingga saat ini menggunakan program ASPx. Informasi yang disajikan antara lain berita seputar Kota Bekasi yang di-update minimal setiap minggu, struktur organisasi pemerintah, informasi prosedur perizinan di kantor satu atap, profil daerah, potensi dan peluang investasi, serta informasi penting antara lain akomodasi (hotel dan restoran), lokasi perdagangan dan jasa, rumah sakit, transportasi, dan lain sebagainya, yang dilengkapi dengan peta Kota Bekasi untuk memudahkan pencarian lokasinya. Di samping itu disediakan juga kolom opini untuk menampung aspirasi warga dan kontak pejabat melalui e-mail. 1.3. Rencana Pengembangan e-Government di

    Kota Bekasi Untuk menuju implementasi e-government di masa datang, Pemerintah Kota Bekasi telah merencanakan pembangunan jaringan infrastruktur informasi secara bertahap hingga tingkat kecamatan dan kelurahan. Pada tahun 2004 telah dilaksanakan pembangunan jaringan infrastruktur tahap I di lingkungan Kompleks Perkantoran Walikota Bekasi dan Kompleks Perkantoran Margahayu beserta jaringan penghubung antar dua kompleks tersebut. Tahap

    berikutnya adalah pembangunan jaringan di lingkungan Kompleks eks-Kabupaten Bekasi (Kantor Walikota yang baru) dan instansi di luar lingkungan kompleks perkantoran Walikota Bekasi (Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perindag) pada tahun 2005. Tahap ketiga pembangunan jaringan antar Kecamatan pada tahun 2006-2007, serta pembangunan jaringan antar Kelurahan pada tahun 2006-2008. Di samping itu, setelah dilakukan evaluasi terhadap kinerja SIM yang telah terbangun hingga tahun 2004 pada tahun 2005, Pemerintah Kota Bekasi juga akan membangun SIM yang difokuskan pada peningkatan layanan pada masyarakat, antara lain SIM Kependudukan, SIM Pekerjaan Umum, SIM Satu Atap (SIMTAP) tahap II yang meliputi keseluruhan perizinan, dan sebagainya. Kemudian juga peningkatan SDM aparatur melalui pelatihan yang lebih spesifik dan bersertifikat dari vendor ternama, agar pengelolaan teknologi informasi berjalan dengan lebih baik. Keseluruhan rencana tersebut telah tertuang dalam renstra Badan Infokom dan siap untuk direalisasikan, tergantung pada para pengambil kebijakan di tingkat yang lebih tinggi serta dukungan legislatif untuk mewujudkan rencana tersebut. 2. TANTANGAN DAN PELUANG 2.1. Pola Pengembangan e-Government Dalam pelaksanaan program pengembangan e-government di Kota Bekasi, terdapat dua pola yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Front to Back

    Pola ini pertama kali dipakai pada saat meluncurkan website resmi Pemerintah Kota Bekasi, yaitu www.kotabekasi.go.id. Dalam pola ini informasi yang bersifat umum disajikan melalui internet, sementara di back office-nya sendiri pengolahan informasi masih bersifat tradisional. Informasi diperoleh dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang berbentuk hardcopy, kemudian disalin ke dalam file dan di-upload ke internet. Pola tersebut masih berjalan hingga saat ini mengingat belum seluruh instansi mampu untuk memasukkan informasi ke internet.

    2. Internal to External Dalam pengembangan jaringan infrastruktur informasi, pola yang digunakan adalah pembangunan di lingkungan internal Pemerintah Daerah Kota Bekasi, mencakup seluruh instansi terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik. Sementara untuk pembangunan aplikasi masih dilaksanakan oleh instansi masing-masing, dengan Badan

    32Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi IndonesiaITB, 3-4 Mei 2005

  • Informasi dan Komunikasi sebagai instansi pembina dan pengendali. Akibatnya proses integrasi berjalan lamban dan memerlukan dukungan kebijakan pimpinan daerah dalam bentuk peraturan daerah atau keputusan pimpinan daerah. Hal ini penting untuk memperkuat posisi Badan Informasi dan Komunikasi sebagai ujung tombak pengembangan e-government di daerah.

    2.2. Tantangan dalam Pengelolaan e-

    Government Berdasarkan pengalaman mengelola e-government di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Keinginan vs Kebutuhan

    Di satu sisi, Pemerintah Kota Bekasi dalam Renstra 2003-2008 telah memasukkan pengembangan teknologi informasi sebagai salah satu agenda utama pembangunan kota. Namun di sisi lain, kebutuhan sumberdaya manusia yang kompeten di bidang tersebut masih sangat terbatas. Hal ini juga didukung oleh budaya kerja yang masih bersifat tradisional walaupun telah tersedia aplikasi yang mendukung pekerjaan tersebut. Kemudian dari sisi aturan juga belum mendukung ke arah pengembangan teknologi informasi, salah satunya mengenai otentifikasi surat menyurat melalui e-mail. Selain itu juga dalam kenyataannya pengembangan teknologi informasi belum menjadi prioritas para pengambil kebijakan baik di eksekutif maupun legislatif. Para pengambil kebijakan masih menitik beratkan pada pembangunan fisik seperti jalan, bangunan sekolah, puskesmas, yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa pembangunan aplikasi lebih didorong oleh keinginan pihak ketiga (konsultan) daripada kebutuhan aparatur pemerintah, terutama operator sebagai pelaksana kegiatan yang menggunakan aplikasi tersebut. Akibatnya banyak aplikasi yang tidak dapat digunakan lagi setelah pihak ketiga menyelesaikan kontraknya dengan pemerintah, karena tidak terjadi transfer pengetahuan dan pendampingan kepada operator yang bersangkutan.

    2. Keseragaman vs Keberagaman Otonomi daerah ternyata juga berdampak pada pembangunan e-government terutama di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Dengan alasan tersebut, setiap instansi membangun aplikasi dengan platform-nya masing-masing. Akibatnya ketika hendak diitengrasikan dalam satu sistem informasi manajemen daerah

    (SIMDA), banyak aplikasi yang tidak kompatibel dengan platform yang telah ditetapkan oleh Badan Informasi dan Komunikasi sebagai pembina dan pengendali e-government. Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama antara Badan Infokom dengan instansi lain dalam penetapan platform standar, termasuk Operating System, Database, dan Basis Pemrograman Aplikasi yang digunakan. Paling tidak laporan (report) dari masing-masing instansi dapat diintegrasikan dalam satu sistem informasi eksekutif dalam rangka pengambilan kebijakan oleh pimpinan daerah.

    3. Hak Cipta vs Open Source Pemahaman terhadap hak cipta masih lemah di kalangan aparatur pemerintah dan pihak ketiga, dimana belum bisa dibedakan hak cipta antara produk yang sifatnya massal dengan produk yang bersifat special purpose atau disesuaikan dengan keinginan pengguna (dalam hal ini adalah pemerintah). Sebagian besar pihak ketiga (konsultan) selalu beranggapan bahwa aplikasi yang telah dibangun adalah hak cipta pihak ketiga tersebut. Sementara di sisi lain aparatur pemerintah selalu dihadang oleh kesulitan memodifikasi aplikasi apabila terjadi perubahan aturan atau kebijakan yang berlaku. Padahal bila dianalogikan dengan bangunan, pihak ketiga hanya berkewajiban membangun gedung sesuai dengan kebutuhan pengguna, selanjutnya hak untuk menggunakan, memodifikasi, atau meningkatkan kapasitas bangunan, sepenuhnya berada di tangan pengguna, bukan lagi hak pihak ketiga. Kecuali bila barang tersebut diproduksi secara massal dan dijual secara terbuka kepada masyarakat, seperti software Microsoft Office, hak cipta sepenuhnya berada di pihak pembuat aplikasi tersebut.

    4. Status Quo vs Perubahan Sebagaimana masyarakat perkotaan yang relatif tanggap terhadap kemajuan teknologi, warga Kota Bekasi juga mendambakan layanan berbasis teknologi informasi mengingat kesibukan mereka bekerja sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengurus perizinan. Akan tetapi di sisi lain pengelola pemerintahan, terutama generasi yang sedang menduduki pucuk pimpinan, belum sepenuhnya memahami pentingnya teknologi informasi dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Hal ini dapat dipahami, terutama di Indonesia, belum ada contoh nyata bahwa pemanfaatan teknologi informasi mengurangi beban kerja dan meningkatkan produktivitas pelayanan pada masyarakat. Sebaliknya yang terjadi adalah penghamburan biaya untuk membangun

    33Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi IndonesiaITB, 3-4 Mei 2005

  • 3. Dukungan Kebijakan dari Pemerintah Pusat Keberadaan Departemen Komunikasi dan Informasi dan bergabungnya Ditjen Postel ke dalam departemen tersebut dapat mempercepat proses pengembangan e-government, mengingat selama ini kendala yang muncul adalah adanya dualisme kebijakan akibat terpisahnya instansi pengelola e-government di tingkat pusat antara Departemen Perhubungan sebagai instansi induk Ditjen Postel dengan Kementrian Kominfo sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan e-government. Diharapkan kebijakan yang dihasilkan

    aplikasi dan infrastruktur jaringan informasi, sehingga fokus pembangunan kembali pada hal-hal yang langsung menyentuh kebutuhan riil masyarakat seperti telah dikemukakan di atas. Lagipula dengan kondisi yang ada saat ini pekerjaan pelayanan masyarakat masih mampu ditangani secara tradisional, walaupun terkesan lambat dan bertele-tele.

    2.3. Peluang Pengembangan e-Government Namun demikian, peluang pengembangan teknologi informasi masih terbuka lebar dalam jangka menengah dan panjang. Peluang-peluang tersebut antara lain:

    3. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    1. Tuntutan perubahan dan kompetisi antar wilayah di era globalisasi Seperti telah kita ketahui bersama bahwa investor saat ini mulai bergerak meninggalkan Indonesia menuju negara lain yang lebih kondusif dalam berinvestasi, antara lain Vietnam dan China. Namun di sisi lain banyak pula perusahaan lokal maupun BUMN yang jatuh ke tangan investor asing, sehingga kita hanya menjadi penonton di kala negara lain lebih aktif dan produktif menghasilkan produk dan jasa untuk keuntungan mereka. Tanpa adanya perubahan dalam pengambilan kebijakan yang lebih akomodatif dengan tetap mempertahankan nasionalisme bangsa, sulit bagi kita untuk bersaing dengan negara lain di arena global. Persaingan antar wilayah yang semakin ketat memerlukan teknologi informasi sebagai media untuk mempromosikan diri dan juga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan wilayah lain, sehingga pemerintah setempat dapat mengantisipasi lebih dini dalam mengeluarkan kebijakan yang memberikan insentif bagi para investor dan mendorong pengusaha lokal untuk lebih produktif dan lebih gencar berpromosi melalui media berbasis teknologi informasi.

    Dari materi yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa tantangan dalam pengembangan e-government adalah bagaimana mengintegrasikan seluruh sistem informasi yang sudah dibangun oleh masing-masing instansi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Di samping itu juga budaya kerja yang masih tradisional dan prioritas pembangunan yang belum berorientasi pada pengembangan teknologi informasi. Sebagai rekomendasi untuk menuju implementasi e-government yang terintegrasi di masa depan, perlu adanya langkah-langkah strategis sebagai berikut: 1. pembenahan aturan main antara instansi

    pengelola e-government dengan instansi lain yang memerlukan jaringan informasi dan aplikasi sistem informasi, yang diperkuat oleh peraturan atau keputusan kepala daerah;

    2. pembangunan jaringan infrastruktur sebagai jalan raya informasi di lingkungan internal Pemerintah Daerah, agar tercapai integrasi sistem informasi yang dapat mendukung kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat;

    3. pembangunan workshop sebagai sarana untuk memperkenalkan teknologi informasi kepada aparatur pemerintah dari level paling atas hingga level terbawah, serta sebagai sarana pendidikan dan pelatihan bagi para pengguna aplikasi di lingkungan pemerintah daerah;

    2. Tersedianya kemudahan infrastruktur informasi Kedekatan wilayah Kota Bekasi dengan ibukota negara secara tidak langsung memberikan kemudahan dalam ketersediaan (supply) jaringan infrastruktur informasi, terutama yang telah dibangun oleh Telkom dan Indosat. Dengan memanfaatkan jaringan yang ada, ditambah dengan jaringan yang telah dan sedang dibangun oleh Pemerintah Kota Bekasi, pengembangan e-government menjadi lebih mudah dan pelayanan terhadap masyarakat dapat menjadi lebih efektif dan efisien.

    4. pembangunan aplikasi SIMDA sebagai kendaraan yang akan melalui jalan raya informasi menuju sistem informasi yang terintegrasi dan dapat mendukung pengambilan keputusan atau kebijakan pimpinan daerah.

    34Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi IndonesiaITB, 3-4 Mei 2005