Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

28
ISU-ISU PERUSAHAAN GOJEK BERKATITAN DENGAN ETIKA BISNIS 1. GOJEK FIKTIF Sekitar akhir tahun 2015, perusahaan bidang transportasi berbasis online PT Gojek Indonesia mengalami permasalahan yang melibatkan ribuan mitranya.Hal ini terkait dengan isu order fiktif yang dilakukan oleh beberapa driver Gojek di wilayah operasi Gojek.Salah satu driver Gojek mengungkapkan bahwa order fiktif tersebut dilakukan karena adanya persaingan antar sesama (driver Gojek) dan untuk memaksimalkan pendapatannya.Tak dapat dipungkiri lagi hal ini karena merambahnya bisnis ojek online, seperti Gojek yang sangat menjanjinkan untuk para mitranya. Oleh karena itu, tak sedikit dari para driver saling bersaing untuk mendapatkan orderan dan bahkan melakukan kecurangan dengan membuat orderan palsu atau melakukan order fiktif. Akibat dari adanya isu order fiktif tersebut, perusahaan ojek online ini melakukan penangguhan atau suspend sementara kepada beberapa driver Gojek yang telah terbukti melakukan order fiktif. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan ribuan driver Gojek melakukan aksi demo yang terjadi di Bandung dan Bali karena akun mereka yang dibekukan sementara oleh pihak Gojek. Pada aksi demo ini telah melibatkan sekitar 17 ribu akun yang dibekukan dari sekitar 35 ribu mitra driver Gojek di Bandung dan 1.400 akun mitra Gojek di Bali yang diduga telah melakukan order fiktif. Namun, para driver yang mengikuti aksi demo tersebut pun bersikukuh bahwa mereka tidak melakukan kecurangan dengan membuat order fiktif dan mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak diberi peringatan sebelumnya ketika akun mereka dibekukan. Di akun resmi Facebook PT Gojek Indonesia, akhirnya salah satu pendiri dan CEO PT Gojek Indonesia, Nadiem Makarim membenarkan dengan persoalan aksi demo yang terjadi di Bandung dan Bali tersebut. Di akun tersebut Nadiem mengatakan bahwa selama dua bulan ke belakang, hampir setiap hari dirinya menerima puluhan komplain dari para driver jujur mengenai rekan-rekan Gojek yang menyalahgunakan subsidi perusahaan dengan membuat order fiktif dengan akun palsu.

Transcript of Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Page 1: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

ISU-ISU PERUSAHAAN GOJEK

BERKATITAN DENGAN ETIKA BISNIS

1. GOJEK FIKTIF

Sekitar akhir tahun 2015, perusahaan bidang transportasi berbasis online PT

Gojek Indonesia mengalami permasalahan yang melibatkan ribuan mitranya.Hal ini

terkait dengan isu order fiktif yang dilakukan oleh beberapa driver Gojek di wilayah

operasi Gojek.Salah satu driver Gojek mengungkapkan bahwa order fiktif tersebut

dilakukan karena adanya persaingan antar sesama (driver Gojek) dan untuk

memaksimalkan pendapatannya.Tak dapat dipungkiri lagi hal ini karena merambahnya

bisnis ojek online, seperti Gojek yang sangat menjanjinkan untuk para mitranya. Oleh

karena itu, tak sedikit dari para driver saling bersaing untuk mendapatkan orderan dan

bahkan melakukan kecurangan dengan membuat orderan palsu atau melakukan order

fiktif.

Akibat dari adanya isu order fiktif tersebut, perusahaan ojek online ini melakukan

penangguhan atau suspend sementara kepada beberapa driver Gojek yang telah

terbukti melakukan order fiktif. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan ribuan driver Gojek

melakukan aksi demo yang terjadi di Bandung dan Bali karena akun mereka yang

dibekukan sementara oleh pihak Gojek. Pada aksi demo ini telah melibatkan sekitar 17

ribu akun yang dibekukan dari sekitar 35 ribu mitra driver Gojek di Bandung dan 1.400

akun mitra Gojek di Bali yang diduga telah melakukan order fiktif. Namun, para driver

yang mengikuti aksi demo tersebut pun bersikukuh bahwa mereka tidak melakukan

kecurangan dengan membuat order fiktif dan mereka juga mengatakan bahwa mereka

tidak diberi peringatan sebelumnya ketika akun mereka dibekukan.

Di akun resmi Facebook PT Gojek Indonesia, akhirnya salah satu pendiri dan CEO

PT Gojek Indonesia, Nadiem Makarim membenarkan dengan persoalan aksi demo yang

terjadi di Bandung dan Bali tersebut. Di akun tersebut Nadiem mengatakan bahwa

selama dua bulan ke belakang, hampir setiap hari dirinya menerima puluhan komplain

dari para driver jujur mengenai rekan-rekan Gojek yang menyalahgunakan subsidi

perusahaan dengan membuat order fiktif dengan akun palsu.

Page 2: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Gambar 1. Tanggapan Nadiem Mengenai Order Fiktif

Sumber : google.co.id

Menanggapi hal tersebut, Nadiem dan perusahaan melakukan olah data selama

satu bulan dan ternyata terdapat lebih dari 7.000 driver se-Nusantara terlibat dalam

kasus order fiktif. Gojek pun telah mengamati hal ini cukup lama dan memiliki bukti kuat

terhadap driver yang terkait dengan order fiktif.Nadiem, juga dalam keterangannya

menambahkan bahwa perusahaan telah memberi peringatan pada driver tersebut

beberapa kali.

Walaupun, adanya permasalahan dengan beberapa mitranya tersebut, perusahaan

Gojek pun masih memberi kesempatan bagi para mitranya tersebut yang ingin kembali

menjadi driver Gojek, namun tentu saja hal itu disertai dengan syarat. Hal itu pun

ditegaskan dari keterangan Nadiem yang menyebutkan, “Walaupun kami kecewa

dengan situasi ini, namun kami masih memberikan kesempatan terakhir bagi para driver

tersebut untuk mengembalikan uang penipuan sebagai tanda komitmen mereka masih

ingin menjadi bagian keluarga besar Gojek.

Page 3: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Tetapi dengan adanya pemberlakuan penangguhan terhadap 7.000 akun driver

Gojek adalah angka yang tak seberapa.Terlebih jika dibandingkan dengan 200.000 driver

yang mana Gojek mengklaim telah menjadi mitra mereka.Hal itu selaras dengan prinsip

Gojek yang memegang teguh bahwa menjadi driver Gojek adalah suatu hak dan

kewajiban yang mulia.Hanya driver terbaik dan jujur yang dapt menjadi bagian keluarga

besar Gojek Indonesia.Serta, prioritas utama kami pertama dan selalu adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan para driver seluruh Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip kejujuran di PT Gojek Indonesia terjadi

permasalahan yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan

menyalahgunakan sistem dan subsidi dari perusahaan.Namun, PT Gojek Indonesia telah

memiliki etika bisnis yang baik dengan para mitranya, yaitu dengan memberi

konsekuensi tetapi tetap memberikan kesempatan pada pihak yang terlibat dalam

permasalah order fiktif tersebut.Sehingga, prinsip kejujuran dan keadilan dalam beretika

bisnis PT Gojek Indonesia ditegaskan untuk kesuksesan dan keberlangsungan

perusahaan.

2. TEKNOLOGI APLIKASI GOJEK

Layanan Ojek Online Indonesia yang didirikan tahun 2011 oleh Nadiem

Makarim, seorang pebisnis lulusan Harvard Business School yaitu GOJEK dengan

slogannya “An Ojek For Every Need” sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Faktor

penarik maupun pendukung atas diminatinya layanan GOJEK selain harganya yang

terjangkau, GOJEK juga menawarkan kemudahan dalam pemesanan ojek yang sudah

support di smartphone baik itu Android maupun Apple yang dapat didownload di Google

Play Store maupun App Store.

Page 4: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Gambar 1. Interface dari HomeGOJEK

Sumber: Penulis

Mengenal GOJEK lebih dalam dari sisi teknologinya, GOJEK menggunakan

sebuah system teknologi yang sudah berbasis Cloud Computing. Cloud Computing

menggunakan internet sebagai pusat dari server data yang tujuannya untuk pengolahan

data. Membahas sedikit mengenai cloud computing, yang pertama adalah instruksi dari

pengguna akan disimpan secara virtual dengan menggunakan jaringan internet.

Selanjutnya, instruksi tersebut akan dialirkan menuju server aplikasi dan setelah semua

perintah diterima oleh server maka data tersebut akan lanjut ke step berikutnya yaitu

pemrosesan. Step berikutnya adalah halaman akan berubah sesuai dengan perintah

atau instruksi yang diarahkan oleh pengguna dan dari sinilah pengguna akan merasakan

manfaat dari teknologi aplikasi GOJEK. Pada layanan online GOJEK, seluruh memori tidak

tersimpan pada sebuah computer saja namun diintegrasikan secara langsung

menggunakan system cloud maka dari itu dapat dirasakan manfaat dari cloud computing

terutama pada bagian penyimpanan data yang tergolong efisien.

Mengingat teknologi dari aplikasi GOJEK ini terintegrasi dengan dunia internet

maka ada hal-hal yang diragukan terkait security and trust dari sebuah data. Data yang

dimaksud adalah data konsumen.GOJEK mengharuskan pengguna untuk meregistrasi

aplikasi dengan menginput email, nomor telepon (handphone) dan nama konsumen

Page 5: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

atau nama pemilik dari aplikasi GOJEK dan selain itu, GOJEK menawarkan layanan GO-

PAY. GO-PAY adalah tabungan dari pemilik account. Selain membayar layanan GOJEK

secara cash, GOJEK pun menyediakan layanan pembayaran layanan dengan

menggunakan GO-PAY, sifatnya seperti debit yang mampu memotong pulsa atau saldo

dari pemilik GO-PAY tersebut.

Gambar 2. Interface dari GO-PAY

Sumber: Penulis

Dari pemaparan diatas, apakah GOJEK benar-benar menyimpan dengan baik

data konsumen? Karena menurut penulis, nama, nomor telepon, email dan hal-hal yang

terkait perbankan merupakan hal yang privacy dan sensitif.Jangan sampai, hal pribadi

seperti itu disalah-gunakan, contohnya adalah penjualan data konsumen kepada

berbagai pihak.Penulis berharap agar GOJEK tidak melakukan seperti diatas.Namun

sejauh ini isu-isu negatif tersebut tidak pernah terdengar dari pihak GOJEK.

Namun terdengar kabar bahwa aplikasi GOJEK memiliki celah yang dapat

digunakan untuk mengubah pulsa dari driver dan mengambil informasi konsumen yang

diungkapkan oleh Yohanes, salah satu programmer asal Indonesia ini.Berawal dari iseng-

iseng, Yohanes mampu mengungkapkan adanya celah untuk kebocoran data.

Page 6: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Gambar 3. Meretas Data Gojek (dok. Yohanes)

Sumber: cnnindonesia.com

Gambar 3. Memperlihatkan adanya kebocoran data seperti id, nama, nomor

handphone dan email. Hal ini jika ditemukan oleh tangan-tangan yang tidak

bertanggungjawab akan merugikan pihak yang terkait, baik itu konsumen maupun pihak

GOJEK.

Melihat pembahasan terkait security dari aplikasi GOJEK maka dapat

disimpulkan sejauh ini bahwa GOJEK tidak memperjual-belikan data konsumen, namun

GOJEK memiliki celah yang cukup berbahaya jika data konsumen tersebut jatuh ditangan

yang tidak bertanggungjawab. Dapat dilihat dari sisi etika bisnis, security merupakan

salah satu modal dalam menjalankan bisnis.Konsumen menginput data pribadi dengan

harapan adanya tanggung jawab pihak GOJEK atas keamanan data tersebut.Diharapkan

untuk GOJEK memperhatikan sistem keamanan yang dimilikinya selama ini karena

menurut Yohanes, celah tersebut selain berbahaya dari sisi privasi tetapi juga merugikan

secara finansial dan tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga mitra usahanya.

Dengan memperbaiki keamanan dari aplikasi GOJEK tersebut akan mampu

meningkatkan kepercayaan konsumen dan mitra kerja yang secara otomatis akan

mendongkrak revenueGOJEK dengan terjalinnya hubungan bisnis yang dilandasi dengan

etika yang baik.

3. Isu Gojek Berkaitan Dengan Kebijakan Pajak

a. Gojek Belum Bayar Pajak

Layanan transportasi motor(ojek) dan taksi online yang makin marak memicu

perdebatan di kalangan sejumlah pihak. Bahkan Gubernur DKI Jakarta tidak melarang

keberadaan layanan tersebut asal menyetor pajak dengan benar.

Page 7: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Direktur Jenderal/Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito

mengungkapkan, potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari layanan Go-Jek, Uber

Taxi, Grabtaxi maupun Grab Bike cukup besar. Dapat dibayangkan ada sekitar 2.000

orang lebih pengemudi ojek yang tergabung dalam Gojek dan tersebar di

Jabodetabek.Belum lagi komunitas Grab Bike dan layanan sejenisnya. Jika ribuan

karyawan/driver Gojek dipungut PPh dari hasil pemotongan gajinya, maka negara akan

mendapat tambahan penerimaan pajak.

Deni Herdani, salah satu seorang pengendara ojek di Gojek Indonesia mengklaim

pendapatannya sebagai tukang ojek cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

keluaganya. Bahkan, dia mengaku pekerjaannya itu memberikan penghasilan yang lebih

tinggi daripada upah minimum regional (UMR) Jakarta.Setiap harinya bisa memperoleh

Rp 200 ribu.Setiap bulan ada sekitar Rp 4 juta lebih besar dari UMR Jakarta.

Dalam hal ini, pemerintah pusat bekerjasama dengan Menteri Komunikasi dan

Informatika untuk melihat payment gateway atau sebuah aplikasi e-commerce yang

menyediakan jasa. Semua yang menambah penghasilan harus kena PPh, Fee tersebut

yang harus dibayar pajaknya.

b. Kebijakan Pembayaran Pajak

Perwakilan Grab Bike dan Uber Taksi serta Gojek, sempat menyangkal sebagai

perusahaan transportasi dan mengaku hanya berperan sebagai perusahaan penyedia

aplikasi.Namun sebenarnya Grab dan Uber atapun Gojek, adalah bisnis transportasi

berbasis aplikasi. Aplikasi ini mengambil untung langsung dari bisnis transportasi,

sehingga sudah pasti menyalahi aturan, khususnya Undang-Undang Transportasi, moda

transportasi berbasis online ini menerapkan tarif sesuai trayek, yang seharusnya

dikenakan pajak, Grab, Uber dan Gojek, menerima penghasilan, namun tak dipungut

pajak. Bahkan ada deposit, yang diwajibkan dari sopir dan wajib menyetor

Kemudian terdapat isu bahwa Grab, Uber dan Gojek, sebagai aplikasi yang berbisnis

trasportasi, juga dipastikan tidak akan membayar pajak. Padahal, kedua aplikasi ini

menentukan tarif angkutan, yang mestinya membayar pajak kepada negara.

Negara seharusnya mendapat pajak penghasilan (PPh) sesuai pasal 23 dari

Perusahaan Gojek, berikut beberapa kewajiban yang harus dilakukan perusahaan:

Page 8: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

1. Perusahaan tempat karyawan bekerja wajib memotong dan melaporkan

pajaknya kepada DJP. Lalu, perusahaan sebagai pemandu juga harus wajib

memotong tarif sebesar 2% dari transaksi pengemudinya dan itu harus

dilaporkan.

2. Perlakuan pajak perusahaan sebagai penyelenggara aplikasi berupa PPN sebesar

10% dari seluruh penerimaan yang mereka dapat.

3. Perusahaan aplikasi itu juga harus melakukan penghitungan laporan keuangan

yang terdiri dari penghasilan utama dan penghasilan lain. Penerimaan itu seperti

dari fee pengunggahan awal alamat situs mereka yang diaplikasi konsumen dari

Play Store tersebut

4. Pengenaan tarif akses bagi pengguna aplikasi. Selain itu space iklan dan

kerjasama-kerjasama dengan pihak ketiga.

5. Melaporkan penghasilan penghasilan lain seperti penjualan atas perlengkapan

mengemudi yang diperjual belikan kepada pengemudi

Dari situ semua diikurangi dengan biaya opersional perusahaan. Maka itulah

penghasilan bersih yang terkena PPh Pasal 29, dimana jumlah pengenaan tarifnya 25%

setiap akhir tahun. Itu yang menjadi hak negara.

Mengenai tarif transportasi seharusnya diatur oleh Organda (Organisasi Daerah),

bukan aplikasi itu sendiri. Tapi, Grab, Gojek dan Uber ini, menentukan harga langsung

kepada konsumen (penumpang), sehingga memancing persaingan yang tidak sehat. Dan

apabila mengalami kerugian atau musibah, maka asuransinya juga tidak dijamin. Karena

Grab, Uber dan Gojek ini angkutannya tidak menanggung Asuransi. Itulah pelanggaran

yang dilakukan oleh sopir yang menggunakan aplikasi Grab, Uber dan Gojek.

Dalam aturan Pajak Penghasilan disebutkan bawa: Penghasilan adalah setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib Pajak baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan. Dari definisi ini jelas driver Gojek pun

tercover oleh aturan perpajakan. Bisnis informal menganggap bahwa Tax issue dan

birokrasi adalah suatu hambatan, tentu saja karena pemerintah (misalnya otoritas

pajak) tidak bisa begitu saja membiarkan uang beredar di masyarakat dan tidak ada

penerimaan negara di dalamnya.

Page 9: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Pertama pajak atas badan usaha dapat dikenakan kepada manajemen misalnya jika

Gojek memang terdaftar secara resmi sebagai badan usaha.Kendala pemerintah

selanjutnya adalah legal hukum atas aturan badan usaha. Apakah Gojek memenuhi

kriteria badan usaha kendaraan umum nyatanya ini jelas berlawanan dengan UU Nomor

22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan. Kendaraan roda dua bukanlah

angkutan umum, Gojek tidak lolos syarat ini

Kedua pengenaan pajak penghasilan atas driver Gojek. Mekanismenya yakni

manajemen memiliki database driver serta monitoring atas penghasilan “karyawanny”

mengacu pada aturan pajak penghasilan dan perusahaan membayarkan pajak driver

dengan memotong penghasilan mereka dari manajemen langsung jika memenui

penghasilan kena pajak. Tentu ini membutuhkan usaha lebih misalnya driver harus

memiliki NPWP dan sebagainya.Terkait pajak daerah & Gojek bisa saja dikenakan

retribusi sebagai kontribusi kepada pemerintah daerah.Pajak adalah alat pemerataan

pendapatan. Menurut penulis Gojek dkk bersikap tidak fair jika bebas dari pajak terus-

menerus. Seperti kasus Uber yang melakukan penghindaran pajak di berbagai negara&

bisnis.

c. Manajemen Gojek Mebaik

Pada awal tahun 2015 PT Gojek telah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP) sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan menteri perdagangan.Sehingga,

Gojek pun juga turut membayar pajak pada pemerintah.

Keberadaan Gojek telah menolong menyejahterakan tukang-tukang ojek yang

berpenghasilan tidak tetap dan juga memberikan kemudahan serta tarif angkutan yang

terjangkau bagi para pelanggan.

Bahkan apabila Gojek ternyata di regulasi oleh pemerintah, harga yang akan

dibayarkan oleh konsumen akan menjadi lebih tinggi. Karena motor perlu di

sertifikasi, pengendara perlu di uji, perlu pemeriksaan rutin berkala (rem, mesin motor,

ban) serta aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan sepeda motor). Sekalipun

Gojek belum memiliki pengaturan yang jelas, perusahaan ini tetap diijinkan berjalan,

karena dampak positif yang ditimbulkannya sangat besar.

Page 10: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Sebenarnya Gojek hanya memiliki sedikit karyawan tetap, Driver gojek hanya mitra

kerja dari PT. Gojek Indonesia bukan sebagai pegawai.Para driver mendapat uang (bisa

dibilang gaji) dari PT. Gojek & customer, dimana uang yang didapat tidak tetap setiap

hari sesuai keinginan menarik ojek.

Kemudian pada tahun ini manajemen Gojek memiliki inisiatif agar para pengemudi

ojek tersebut betah, Gojek Indonesia bekerjasama dengan Rifat Drive Labs (RDL) untuk

memberikan pelatihan keselamatan bagi para pengemudi.Perusahaan itu juga

menyiapkan asuransi bagi pengemudi ojek dan penumpang.

Page 11: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

3. TARIF PROMO RP15RIBU

Gambar 4. Poster Tarif Baru Gojek

Sumber: www.indoblazer.com

Sejak awal kemunculannya, Gojek sudah menarik perhatian masyarakat. Dengan

fasilitas pemesanan ojek secara online melalui smartphone pengguna menjadi salah satu

daya tarik masyarakat untuk menggunakan jasa aplikasi Gojek. Selain itu dengan

bantuan GPS, pengguna juga dapat memantau lokasi Drivernya secara langsung.

Pada tanggal 11 Agustus 2015, promo tarif awal yang ditawarkan Gojek sebesar

Rp10.000,- sudah tidak berlaku lagi. Per tanggal 11 Agustus 2015, Gojek memasang tarif

Rp15.000,- diluar rush hour untuk 6 kilometer pertama. Setelah kilometer tersebut tarif

yang dikenakan sebesar Rp2.500,- per kilometer. Tarif tersebut berlaku hanya pada hari

Senin-Jumat saja dan dalam rush hour tarif datar yang dikenakan kepada pengguna

sebesar Rp15.000,- dengan jarak maksimum 25 kilometer.

Page 12: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Awal penerapan tarif baru tersebut, banyak pelanggan Gojek yang merasa

dirugikan. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dari pihak Gojek mengenai kenaikan

tarif baru ini. Tidak hanya pengguna layanan Gojek saja yang menyayangkan kurangnya

sosialisasi tarif baru ini. Para Driver Gojek sendiri pun masih banyak yang belum

mengetahui adanya kenaikan tarif tersebut.

Kenaikan tarif ini disebabkan karena meningkatnya jumlah pesanan yang

diterima para driver setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin

loyal untuk menggunakan jasa aplikasi Gojek. Akan tetapi, kenaikan harga ini juga

membuat salah satu pesaing Gojek lebih unggul dari segi penawaran harga. Salah satu

saingan Gojek adalah GrabBike. Tarif yang ditawarkan GrabBike sendiri jauh lebih murah

dibandingkan Gojek yaitu Rp5.000,- untuk jarak jauh maupun dekat. Dampak yang

mungkin akan terjadi dari kenaikan tarif ini adalah kehilangan pelanggan Gojek. CEO

Gojek, Nadiem Makarim pun mengaku pernah khawatir akan berkurangnya jumlah

pelanggan. Namun ia masih yakin pelanggan Gojek masih cukup loyal.

Akan tetapi, tidak semua pelanggan merasa setuju dengan kenaikan tarif ini.

Salah satu pelanggan Gojek mengatakan beliau tidak akan menggunakan jasa Gojek lagi

karena jarak dari rumah beliau ke kantor sekitar 15 kilometer yang pastinya akan

memakan banyak biaya. Beliau merasa daripada menggunakan Gojek lebih baik

menggunakan jasa busway yang jauh lebih murah. Pelanggan lainnya mengatakan

bahwa beliau akan beralih dari Gojek ke KRL Commuter yang juga nyaman dan tidak

terkena macet.

Jika dilihat dari sisi etika bisnis, kesalahan yang dilakukan oleh Gojek adalah

kurangnya sosialisasi mengenai kenaikan tarif ini. Banyak pelanggan yang mengatakan

kenaikan tarif ini bahkan belum dipublikasi secara resmi oleh pihak Gojek. Pelanggan

Gojek juga menyayangkan kenaikan ini apalagi setelah banyaknya dukungan masyarakat

kepada Gojek ketika Menteri Perhubungan melarang operasi dari perusahaan aplikasi

seperti Gojek dan Uber. Dengan adanya transparansi informasi maka seluruh pihak yang

berhubungan dengan kebijakan tersebut tidak akan ada yang merasa dirugikan secara

sepihak. Dimana dalam kasus ini, para pelangganlah yang paling merasa dirugikan. Hal

ini tentu kelak akan berdampak buruk pada citra perusahaan Gojek sendiri, dimana

loyalitas pelanggan akan berkurang yang dapat berdampak pada menurunnya

pemasukan perusahaan.

Page 13: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

4. TAXI KONVENSIONAL

Taxi adalah salah satu transportasi umum yang termasuk kedalam transportasi

premium. Mengapa? Karena, dari segi pelayanan maupun kenyamanan yang didapat

sangat berbeda dari transportasi umum lainnya. Begitu eksklusif, dan jauh dari kata

‘sesak’. Dengan batas orang 4 orang dewasa (termasuk supir) atau 5 orang, dengan

syarat 1 nya adalah anak-anak. Kita tidak perlu desak-desakkan dan menicium bau

keringat seperi di transportasi umum lainnya. Sebenarnya jika kita ingin memesan taksi,

kita dapat langsung menelepon call center maupun datang langsung ke pool taksi

terdekat. Akan tetapi, karena taksi mudah didapat dan sering kita jumpai dijalanan, kita

dapat dengan mudah menyetop ditempat kita ingin naik.

Gambar 5. Taxi Konvensional

Sumber : Wahyu Utama

Selasa, 22 Maret 2016 lalu sempat terjadi demo secara besar-besaran yang

dilakukan oleh para pengemudi taksi konvensional. Aksi demo tesebut mereka lakukan

agar pemerintah melakukan pemblokiran terhadap aplikasi taksi online karena dinilai

ilegal dan mengurangi pendapatan mereka sehari-hari. Demo berlangsung di depan

kantor Kemenkominfo dan di kawasan DPR, Senayan, dimana aksi tersebut berakhir

Page 14: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

dengan bentrokan fisik, jatuh korban. Terkait dengan isu bentrok sesama sopir taxi,

konflik yang terjadi beberapa saat lalu adalah wajar. Dengan kata lain, konflik yang sejak

awal sangat berpotensi terjadi. Namun, apakah para pihak menyadari atau tidak potensi

tersebut, tidak diketahui secara pasti. Apakah para pihak sudah melakukan atau tidak

melakukan aksi preventive, juga tidak diketahui secara pasti. Para pihak disini mengacu

kepada para sopir taxi (konvensional dan aplikasi) juga otoritas terkait. Namun, secara

pribadi, Penulis sudah menyadari potensi tersebut.

Sedangkan hal yang terkait dengan kesadaran akan konflik (awareness), sangat

jelas. Dimana potensi tersebut dapat terlihat dari keluhan para sopir taxi konvensional.

Sederhana saja, penghasilan mereka menurun. Kenapa menurun? Jelas karena muncul

kompetitor yang sangat bersifat predator (Predikat predator ditujukan kepada Taxi

Aplikasi). Taxi konvensional selama ini, sejauh yang diketahui bersama hidup dan

berkembang di jalur yang “katanya sesuai aturan”. Benar, Penulis sepakat dengan

pendapat tersebut. Memang, taxi konvensional sesuai aturan menerapkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Membayar Pajak.

2. Memperhatikan standard pelayanan.

3. Memperhatikan standard keselamatan.

4. Memperhatikan standard karyawan/sopirnya.

Membayar Pajak adalah hal yang mutlak dilakukan taxi konvensional. Pajak yang

dimaksud adalah Pajak sebagai kendaraan umum. Hal ini ditandai dengan mengenakan

“plat kuning” pada setiap unitnya. Bila dibandingkan dengan taxi aplikasi. Taxi aplikasi

menggunakan plat hitam. Bayar pajak? Memang bayar pajak, tetapi bukan pajak

kendaraan umum, melainkan pajak kendaraan pribadi. Pajak yang dibayarkan tentunya

adalah pajak yang diperuntukkan untuk kendaraan “plat hitam”. Plat hitam kendaraan

pribadi, bukan plat hitam kendaraan niaga (mobil box atau pick up misalnya) yang

digunakan untuk “cari makan”.

Terkait dengan standar pelayanan, taxi konvensional memiliki standardnya

sendiri. Misalnya saja taxi bluebird. Taxi ini biasanya, dalam pelayanannya mengucapkan

salam, membukakan pintu, membukakan dan memasukkan barang/tas ke bagasi.

Ramah. Ramah merupakan sikap yang sangat subjektif untuk dinilai. Tetapi “ramah” ini

Page 15: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

sangat pentil untuk kenyamanan penumpang. Beberapa kali (pengalaman Penulis) si

sopir memperkenalkan diri, atau kadang menawarkan jalur alternatif. Menanyakan

apakah ingin singgah makan, atau sekedar membeli oleh-oleh. Kemudian mengingatkan

kita akan barang bawaan agar jangan tertinggal, memastikan dompet atau handphone

tetap dikantong kita. Terakhir, menawarkan nomor handphone jika kalau-kalau nantinya

membutuhkan layanan mereka lagi. Terakhir mengucapkan terimakasih kepada

penumpang.

Gambar 6. Aksi Demo Taksi Konvensional

Sumber : Penulis

Selain itu dari pihak pengemudi taksi konvensional, mereka merasa dirugikan.

Pertama, taksi konvensional terdaftar secara resmi di dinas perhubungan, sehingga

berhak mendapat plat kuning, tanda angkutan umum sedangkan taksi berbasis aplikasi

menggunakan kendaraan biasa, yang bukan untuk angkutan umum. Kedua, dengan

mereka resmi sebagai angkutan umum, mereka pun berkewajiban membayar pajak yang

berbeda dengan pengguna plat hitam, plat kendaraan biasa, yang juga digunakan oleh

taksi berbasis aplikasi. Ketiga, taksi konvensional menggunakan metode menunggu

penumpang, sedangkan taksi berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang

paling krusial, adalah perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan dengan

tarif taksi berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah masalah adaptasi terhadap

Page 16: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

teknologi yang diambil peluangnya oleh pengguna taksi berbasis aplikasi, dan belum

digarap dengan baik oleh pihak pengelola taksi konvensional.

Modernisasi

Seorang ahli sosiologi, Peter Barger mengemukakan ada empat karakeristik

modernisasi. Pertama, penurunan kondisi masyarakat kecil dan tradisional. Pada kasus

ini, pihak yang disebut sebagai masyarakat tradisional adalah pengemudi taksi

konvensional. Mereka menunggu penumpang, atau menunggu ditelepon oleh

penumpang untuk dijemput di tempatnya. Padahal, masyarakat ibukota saat ini, sudah

sangat terkoneksi dengan baik pada akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan

telepon. Kedua, berkembangnya pilihan individu. Pada kasus ini, pilihan individu menjadi

berkembang. Dengan munculnya aplikasi seperti Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan

masyarakat untuk pergi menjadi lebih banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari

segi efektivitas dan efisiensi. Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah dan

mudah. Tarif yang ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau

dijemput dari mana saja. Ketiga, meningkatnya keragaman sosial. Pada kasus ini,

keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan pilihan yang

terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut. Namun, dengan

semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat pilih semakin beragam.

Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan yang rasional, tidak lagi

berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih kepada kemudahan dan harga.

Keempat, orientasi pada masa depan dan perhatian pada waktu. Dalam isu ini, terlihat

bahwa masyarakat semakin peka terhadap arus informasi. Hal inilah yang ditangkap

para inventor, yang kebanyakan anak muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada.

Potensi yang dilihat sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif

muda ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan internet.

Internet pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon pintar dapat

memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru. Dibuatlah aplikasi yang terhubung

dengan internet. Internet dipandang sebagai jawaban atas kebutuhan masa kini hingga

beberapa waktu ke depan. Apalagi, dengan semua solusi yang dapat diraih hanya

dengan sentuhan di telepon pintar, masalah waktu dapat teratasi.

Page 17: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Perubahan sosial

Menurut seorang Sosiolog, Mascionis, terdapat empat karakter utama

perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial terjadi sepanjang waktu. Pada masa lalu,

transportasi umum yang paling laku adalah delman dan becak. Kemudian berkembang

dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu, masyarakat mencari sesuatu yang lebih

nyaman, muncullah taksi. Kini, masyarakat ibukota lebih mementingkan kecepatan

seiring dengan kemacetan yang semakin parah, muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu

yang tidak dapat dihindarkan, karena akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan kondisi

masyarakat. Kedua, perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun seringkali tidak

direncanakan. Sebenarnya, munculnya angkutan umum berbasis aplikasi sudah dapat

diprediksi dengan semakin meningkatnya pengguna telepon pintar. Namun demikian,

ketika hal ini semakin masif terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana.

Pengemudi yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan kekesalannya

dengan marah dan berdemonstrasi. Ketiga, perubahan sosial selalu kontroversial. Kasus

ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung taksi

konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa lalu, sebenarnya bukan

belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya delman yang merupakan kendaraan

umum yang cukup populer di tahun 60-an sampai 80-an. Kemudian, karena dianggap

mengganggu kenyamanan umum, yang disebabkan bau kotoran kuda yang tidak sedap,

akhirnya ditertibkanlah delman ini. Sampai ada pula yang melarang. Ini bukan tanpa

kontroversi, para kusir delman yang bergantung pada delman pasti merasa dirugikan.

Untuk berpindah ke pekerjaan lain pun belum tentu mampu. Ini mirip dengan kejadian

saat ini. Keempat, suatu perubahan sosial lebih menonjol dibanding yang lainnya. Pada

masalah ini, perubahan sosial dalam bidang transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal

ini disebabkan oleh revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam

teknologi informasi dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di dalam

transportasi umum.

Solusi

Kini, dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari pihak yang salah.

Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua akan menjadi pantas untuk

disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional salah karena tidak tanggap dengan

Page 18: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

perubahan zaman, belum lagi kesalahan dalam demonstrasi yang berujung anarki. Pihak

penyedia transportasi berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang

berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan pesaing yang

sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena tidak tanggap dalam

melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan belum menyediakan peraturan yang

dapat mengakomodir dan menertibkan konflik yang ada. Maka, sebenarnya solusinya

tinggallah jawaban dari kesalahan semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus

lebih tanggap terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan

membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi,

sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga yang terlampau jauh

dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi sehat. Pemerintah, sudah

selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan yang ada terjadi

secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’ yang merupakan ciri kapitalisme dan

bertentangan dengan ekonomi kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah

memilih dengan cerdas apa yang mereka hendak gunakan. Kerusuhan hari ini sangat

disesalkan. Meski demikian, sudah sepatutnya ini membuka mata kita bahwa kita

berada pada masa modernisasi yang membuahkan suatu perubahan sosial di

masyarakat. Kalau urusan rezeki, tidak perlu dirisaukan. Karena jutaan orang pun

mencari rezeki di ibukota kita tercinta.

5. GOJEK VS OJEK KONVENSIONAL

GOJEK perusahaan yang memiliki sebuah slogan yaitu An Ojek For Every Need

adalah perusahaan transportasi asal Indonesia yang melayani angkutan manusia dan

barang melalui jasa ojek melalui aplikasi, didukung dengan teknologi location based

yang akan mencarikan driver yang posisinya paling dekat dengan pemesan. GO-JEK telah

resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Bali,

Surabaya, Makassar, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, dan Balikpapan dengan

rencana pengembangan di kota-kota lainnya pada tahun mendatang. Seiring dengan

berkembangnya eksistensi gojek dari waktu ke waktu keberadaan layanan GoJek mulai

memicu konflik. suara penolakan terhadap Gojek mulai mengalir dari para pengemudi

ojek pangkalan. Mereka menganggap eksistensi Gojek mengganggu keberadaan mereka

Page 19: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

dan membuat mereka merugi. Tukang-tukang ojek yang biasa mangkal mulai resah

dengan banyaknya pengemudi GoJek yang seliweran di jalanan. Persaingan antara

pengemudi Gojek dengan pengemudi ojek pangkalan memang tidak dapat dihindari.

Kapolda Metro Jaya juga melihat, pro kontra yang terjadi di antara tukang ojek

pangkalan dan Gojek lebih diakibatkan oleh masalah persaingan. Ojek pangkalan merasa

tersaingi oleh eksistensi Gojek. Ojek pangkalan merasa dengan adanya GoJek, lahan

untuk beroperasi mereka menjadi berkurang. Yang mengenaskan, konflik ini sudah

mengarah pada ancaman maupun serangan secara fisik.

Sudah sering tersebar kabar penyerangan yang dilakukan terhadap para supir gojek,

seperti kasus penyerangan terhadap pengemudi gojek pada ktober 2015 di daerah

Cibiru Bandung, yang terjadi berulang kali hingga ratusan personil Dalmas dari

Polrestabes sempat berjaga-jaga di sekitaran kawasan tersebut untuk mengantisipasi

dinamika yang terjadi selanjutnya.

Terdapat berbagai hal yang membuat konsumen lebih memilih menggunakan gojek

dibandingkan ojek pangkalan seperti:

Gojek dikelola secara elektronik. Dalam arti, seluruh pesanan dilakukan oleh

pengguna melalui smartphone. Hal ini tentu lebih praktis, efektif dan efisien.

Harga lebih transparan, sehingga pengguna tidak perlu lagi merasa dirugikan

ataupun melakukan tawar menawar dengan tukang ojek.

Lebih aman, karena semua pengendara gojek telah diseleksi baik dari segi

kelengkapan surat-surat maupun kondisi kendaraan seperti rem, kaca spion, dll.

Banyaknya layanan lain seperti pengiriman paket, makanan, layanan

kecantikan, kebersihan, dll.

Hal-hal tersebut membuat ojek pangkalan merasa takut kehilangan pelanggan karena

layanan yang diberikan oleh gojek jauh lebih baik.

Page 20: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Padahal General Manager of Corporate Relations Gojek, Sam Diah sudah

menyatakan bahwa pihaknya hadir untuk membantu pengemudi ojek pangkalan, dan

bukan sebaliknya bersaing dengan mereka. "Yang paling utama kami sampaikan adalah

kami bukan hadir untuk berkompetisi dengan pengemudi ojek pangkalan," kata Sam

Diah. Bentuk bantuan yang diberikan Gojek kepada para pengojek menurutnya adalah

dengan meningkatkan penghasilan mereka dengan bantuan teknologi. Tak hanya itu,

para pengojek ini juga mendapat santunan kecelakaan dan jaminan asuransi

kesehatan. Sampai saat ini, kata Sam Diah, Gojek masih membuka kesempatan bagi

pengemudi ojek pangkalan untuk bergabung.

Namun kenyataannya masih banyak tukang ojek pangkalan yang enggan

bergabung dengan gojek, bahkan Ratusan pengemudi ojek pangkalan se-Kota

Bandung mendatangi kantor layanan ojek online, Gojek, di jalan BKR Kota Bandung,

Senin, 26 Oktober 2015. Dalam aksinya mereka menuntut layanan ojek berbasis aplikasi

ini dibubarkan. Mereka merasa, dengan hadirnya Gojek, pendapatan mereka sebagai

supir ojek kian berkurang.

Ternyata tukang ojek pangkalan memiliki beberapa alasan mengapa enggan bergabung

dengan layanan Gojek, seperti salah satu tukang ojek yang tidak mau disebutkan

namanya menjelaskan bahwa ia tidak mau repot menggunakan smartphone dan tidak

Gambar 7. Gojek vs Ojek Pangkalan Sumber: manajemenppm.wordpress.com

Page 21: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

mau menggunakan sistem potongan biaya yang nantinya harus disetor ke pengelola

GoJek.

Dengan memanasnya konflik diantara Gojek dan tukang ojek pangkalan, driver gojek

memiliki berbagai taktik guna meminimalisir konflik yang terjadi, seperti tidak

menggunakan jaket seragam saat mengambil pelanggan di daerah yang biasa terjadi

konflik, mengarahkan calon pelanggan untuk menunggu di tempat yang lebih jauh jika di

lokasi tersebut terdapat ojek pangkalan, bahkan ada pula yang membuat gmanajemen

GoJek juga telah membekali mereka dengan pengetahuan tentang zona-zona ‘merah’

atau wilayah yang rawan konflik dengan ojek pangkalan. Manajemen memerintahkan

para pengemudinya untuk lebih berhati-hati dalam mengambil penumpang di wilayah-

wilayah tersebut.roup chat untuk bertukar informasi mengenai daerah-daerah rawan

konflik.

Hal-hal seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, jika diberikan pengetahuan lebih

kepada para tukang ojek pangkalan, dan juga peraturan yang jelas.

Gambar 8. Ojek Online dilarang masuk Sumber: news.liputan6.com

Page 22: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

6. GRAB VS UBER

Selain gojek, ada juga grab bike dan uber sebagai perusahaan jasa berbasis

teknologi. Tetapi, dengan keberadaannya ini, justru banyak menuai kontroversi. Tidak

jauh dengan hal nya dengan gojek. Grab dan uber juga banyak mendapat tanggapan

negatif terutama dari taksi konvensional. Dikarenakan sering adanya kontroversi, seperti

demo dari salah satu perusahaan taksi konvensional, pemerintah mengeluarkan

kebijakan – kebijakan untuk menyelaraskan etika bisnis yang ada sesama perusahaan

jasa.

Pertentangan ini sebenarnya timbul sejak lama dikarenakan banyak pengemudi

taksi konvensional yang mengeluhkan pendapatan mereka berkurang semenjak

diluncurkannya taksi model Uber dan Grabcab.

Pertentangan ini semakin memuncak pada Senin, 14 Maret 2016, dan Selasa, 22 Maret

2016, ketika ribuan pengemudi taksi berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta.

Mereka mendesak pemerintah menindak Uber dan Grabcab karena dinilai merugikan

mereka.

Kerugian yang mereka klaim tersebut di antaranya disebabkan Uber dan

Grabcab menggunakan kendaraan pribadi (berpelat nomor warna hitam) sehingga tidak

dibebani pajak angkutan umum. Hal ini menimbukan kecemburuan sosial di kalangan

pengemudi taksi berpelat kuning yang harus membayar pajak dan retribusi kepada

pemerintah.

Uber dan Grabcab juga dinilai belum memenuhi tujuh syarat legal sebagai angkutan

umum, seperti berbadan hukum dan kantor perwakilan perusahaan asing tidak

diperkenankan melakukan kegiatan komersial di Indonesia.

Uber dan Grabcab belum memiliki badan hukum dan kantor pusat mereka berada di luar

Indonesia. Oleh kalangan pengusaha dan pengemudi taksi konvensional mereka dinilai

telah melanggar aturan. Hal ini membuat Menteri Komunikasi dan Informatika

(Menkominfo) sempat membuat wacana untuk memblokir aplikasi tersebut.

Menurut konsep utilitarianisme, bisnis etis apabila kegiatan yang dilakukan

dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Hal ini dapat

dilihat pada berbagai manfaat yang diperoleh terkait aplikasi Uber dan Grabcab

tersebut.

Page 23: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Masyarakat yang menggunakan aplikasi ini dapat memesan taksi dengan mudah

hanya dengan sentuhan jari seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang

memiliki smartphone dan terkoneksi dengan Internet dengan baik.

Di akhir bulan Maret 2016, pemerintah memberlakukan masa transisi untuk

layanan transportasi tersebut, juga perusahaan berbasis aplikasi tersebut

diharuskan bekerja sama dengan perusahaan transportasi yang sah dan

berbadan hukum, serta dilarang merekrut pengemudi tambahan.

Pemerintah juga menetapkan beberapa aturan yang harus dimiliki oleh

beberapa perusahan ini, seperti keharusan untuk berbadan hukum, uji KIR, dan

memiliki SIM A.

Selain itu, ada beberapa aturan tambahan seperti:

Tanda khusus berupa stiker

Dalam Pasal 18 Peraturan Menteri tersebut, disebutkan bahwa setiap

transportasi berbasis aplikasi diperbolehkan untuk menggunakan plat hitam,

namun harus mempunyai kode khusus di plat tersebut. Di pasal yang sama juga

disebutkan kalau setiap kendaraan tersebut haruslah mempunyai tanda khusus

berupa stiker, dan memasang nomor telepon pengaduan di dalam kendaraan.

Hal ini senada dengan saran Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama

(Ahok)pada bulan Maret lalu.

STNK atas nama perusahaan

Masih di Pasal 18, Menter Perhubungan mewajibkan Surat Tanda Nomor

Kendaraan (STNK) dari setiap kendaraan yang tergabung dengan UBER, GrabCar,

dan GO-CAR haruslah tercatat atas nama perusahaan, bukan atas nama

perseorangan. Hal ini kemungkinan akan memicu kontroversi karena banyak

kendaraan yang digunakan oleh aplikasi-aplikasi tersebut merupakan milik

pribadi

Perusahaan harus memiliki pool dan bengkel

Beralih ke Pasal 23, peraturan terbaru Menteri Perhubungan tersebut

menyatakan kalau setiap penyedia transportasi berbasis aplikasi haruslah

memiliki minimal 5 armada. Selain itu, mereka juga harus menyediakan tempat

penyimpanan kendaraan (pool) dan fasilitas bengkel. Bahkan, alamat pool yang

digunakan akan diminta pada saat pengajuan izin operasional.

Page 24: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Peraturan Menteri ini seperti menjadi dasar hukum yang kuat bagi UBER,

GrabCar, dan GO-CAR agar bisa tetap melenggang di Indonesia. Dengan

demikian, tidak ada lagi alasan bagi para pengemudi angkutan umum lainnya

untuk memprotes keberadaan transportasi berbasis aplikasi tersebut. Namun

beberapa aturan baru di atas sepertinya akan berat untuk dilakukan oleh

layanan transportasi berbasis aplikasi di tanah air.

Batalkan’ tarif atas dan bawah

Sebelumnya terdengar wacana bahwa angkutan berbasis aplikasi online akan

dikenakan tarif batas atas dan batas bawah yang ditetapkan pemerintah,

sehingga ‘tidak terlalu bersaing’ jika dibandingkan dengan taksi konvensional.

Misalnya, pemerintah menetapkan tarif atas Rp10.000 dan tarif bawah Rp5.000.

Maka, Uber Taksi dan GrabCar tidak boleh menawarkan harga lebih murah dari

Rp 5.000. Adapun saat jam sibuk, mereka dipersilakan menaikkan harga asalkan

tidak lebih mahal dari Rp10.000.

Namun, Dirjen Perhubungan Darat menegaskan, ide batas atas dan batas bawah

tersebut ‘tidak diterapkan’.

“(Tidak diterapkan) malah untuk kesetaraan. Karena keluar ongkos kan dia

(perusahaan transportasi online) untuk bayar PNBP, buat STNK atas nama

perusahaan, keluar biaya itu,” tutur Pudji.

Page 25: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (18 Maret 2016). Blue Bird Siap Bersaing Dengan Angkutan Aplikasi. [online].

Tersedia: http://sp.beritasatu.com/home/blue-bird-siap-bersaing-dengan-

angkutan-aplikasi/111386 (01 Desember 2016)

Admin. (Februari 2016). Taksi Online Vs Taksi Konvensional, Siapa Yang Salah. [online].

Tersedia: http://nagregnews.blogspot.com/2016/03/taksi-online-vs-taksi-

konvensional.html (01 Desember 2016)

Alfido. (11 September 2015). Mulai Hari Ini, Tarif Flat Gojek Naik Menjadi Rp15.000,

GrabBike Masih Rp5.000. [Online]. Tersedia: http://alfido.com/2015/08/11/mulai-

hari-ini-tarif-flat-gojek-naik-menjadi-rp-15-000-grabbike-masih-rp-5-000/ [1

Desember 2016]

Arief. (18 Agustus 2015). “Perang” Gojek vs Grab Bike, Siapa Terjungkal?. [Online].

Tersedia: http://www.kompasiana.com/ariefnulis/perang-go-jek-vs-grab-bike-

siapa-terjungkal_55d36120b27a61c70bd7d32b [1 Desember 2016]

Arifin, Danung. (2015). Ini Modus Order Fiktif yang Dilakukan Pengendara Go-

Jek.[Online]. Tesedia: http://www.beritasatu.com/iptek/305718-ini-modus-

order-fiktif-yang-dilakukan-pengendara-gojek.html. [1 Desember 2016]

Azahra, Fauziah. (01 April 2016). Perbedaan Taksi Konvensional dan Uber. [online].

Tersedia: https://lensablog.wordpress.com/2016/04/01/perbedaan-taksi-

konvensional-dan-uber/ (01 Desember 2016)

Damar, Agustinos M. (2015).7000 Driver Go-Jek Terlibat Kasus Order Fiktif.[Online].

Tersedia: http://tekno.liputan6.com/read/2380958/7000-driver-go-jek-terlibat-

kasus-order-fiktif [1 Desember 2016]

Djosave. (17 September 2015). Hari ini Gojek Menerapkan Tarif Baru per 16 September

2015. [Online]. Tersedia: http://indoblazer.com/2015/09/hari-ini-gojek-

menerapkan-tarif-baru.html [1 Desember 2016]

Fiki Ariyanti. (2016). Kementrian Keuangan Incar Pajak Gojek.[Online]. Tersedia:

http://bisnis.liputan6.com/read/2260881/kementerian-keuangan-incar- pajak-

go- jek. [1 Desember 2016]

Page 26: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Freischlad, Nadine. (2015). Masukan untuk GO-JEK dari Para Driver-nya.[Online].

Tersedia: https://id.techinasia.com/suara-untuk-go-jek-dari-para-driver [01

Desember 2016]

Hasan, Fakhrurroji. (29 Desember 2015). Pro Kontra Kenaikan Gojek Hari Ini. [Online].

Tersedia: https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/12/29/pro-kontra-kenaikan-

tarif-gojek-hari-ini/ [1 Desember 2016]

Heriyanto, T. (2016) Programmer Indonesia Bongkar ‘Borok’ Aplikasi Gojek.[Online].

Tersedia: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160110150036-185-

103256/programmer-indonesia-bongkar-borok-aplikasi-gojek/ [1 Desember

2016]

Hermawan Bayu. (23 Maret 2016). Sopir Blue Bird dan Pengemudi Gojek Jadi Tersangka

Demo Angkutan Umum. [online]. Tersedia:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/03/23/o4hvy5254-batas-

waktu-operator-rentaltaksi-urus-izin-akan-ditetapkan (01 Desember 2016)

Iman. (2015). GOJEK, Layanan Ojek Online Indonesia.[Online]. Tersedia

http://www.seputarteknologi.com/Gojek-layanan-ojek-online-indonesia/. [1

Desember 2016]

Kusumaningrum, Afifah. (2016). Crowdsourcing Bussiness : Tax Me If You Can (Case :

Gojek). [Online]. Tersedia:

http://www.academia.edu/21644076/Crowdsourcing_Bussiness_Tax_Me_If_Yo

u_Can_Case_Gojek_. [1 Desember2016]

Librianty, Andina. (10 Agustus 2015). Tarif Layanan GoJek di Jakarta Naik Jadi Rp15 Ribu.

[Online]. Tersedia: http://tekno.liputan6.com/read/2290385/tarif-layanan-gojek-di-

jakarta-naik-jadi-rp-15-ribu [1 Desember 2016]

Lintasarta. (2016). Mengenal Cara Kerja Cloud Computing pada “GOJEK”.[Online].

Tersedia: http://blog.lintasarta.net/article/industry-solutions/manufacture-and-

trading/mengenal-cara-kerja-cloud-computing-pada-gojek/ [1 Desember 2016]

Majiid, Farhan Abdul. (23 Maret 2016). Taksi Konvensional vs Online: Fenomena

Perubahan Sosial?. [online]. Tersedia :

Page 27: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-

perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281. (01 Desember 2016)

Utama, Wahyu. (24 Maret 2016). Kesalahan yang Dilakukan Taksi Konvensional Dalam

Menyikapi Keberadaan Taksi Online. [online]. Tersedia: http://terutama-

spot.blogspot.co.id/2016/03/kesalahan-yang-dilakukan-taksi.html (01 Desember

2016)

Purba, Dedi Kusnadi. (04 April 2016). Taxi Konvensional dan Taxi Aplikasi, [online].

Tersedia: https://dedikusnadipurba.wordpress.com/2016/04/04/taxi-

konvensional-dan-taxi-aplikasi/ (01 Desember 2016)

Prahadi, Yeffrie Yundiarto. (16 September 2015). Tarif Go-Jek Naik, Pelanggan

Mengeluh. [Online]. Tersedia: http://swa.co.id/swa/trends/management/tarif-go-

jek-naik-pelanggan-mengeluh [1 Desember 2016]

Prihadi, Sesetyo D. (2015). Nadiem: 7 Ribu Sopir Gojek Terlibat Order Fiktif. [Online].

Tersedia: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151202155246-185-

95502/nadiem-7-ribu-sopir-gojek-terlibat-order-fiktif/ [1 Desember 2016]

Sindikat. (2015). Gojek Tidak Sesuai Dengan Peraturan.Ilegal kah (?). [Online].

Tersedia: http://www.sindikat.co.id/blog/gojek-tidak- sesuai-dengan-

peraturan-ilegal-kah. [1 Desember 2016]

Tidar, Artha. (2016). Gojek, Grab dan Uber Tak Bayar Pajak, Pemerhati IT : Tarif Yang

Ngatur Organda, Bukan Aplikasi !. [Online]. Tersedia:

http://devel.monitorday.com/detail/26017/gojek-grab-dan-uber- tak-

bayar-pajak- pemerhati-it-tarif-yang-ngatur-organda-bukan- aplikasi#popup.

[1 Desember 2016]

DPC PKS Pancoran. Mencari solusi konflik gojek dan ojek pangkalan di Jakarta. Tersedia:

http://pks-dpcpancoran.blogspot.co.id/2015/08/mencari-solusi-permasalahan-

gojek-dan.html [1 Desember 2016]

Apa Itu Gojek. Tersedia: https://www.go-jek.com/. [1 Desember 2016]

Page 28: Isu Gojek Terkait Etika Bisnis

Dinillah, Mukhlis. (2015). Ini dia Kronologo Kisruh Gojek vs Ojek Pangkalan di Cibiru. Tersedia: http://m.galamedianews.com/bandung-raya/49928/ini-dia-kronologi- kisruh-gojek-vs-ojek-pangkalan-di-cibiru.html. [1 Desember 2016]

Pradipta, Raditya. Indrietta, Nieke. (2015). Cara Pengemudi GoJek Hindari Konflik

dengan Ojek Pangkalan. Tersedia:

https://m.tempo.co/read/news/2015/08/02/083688448/cara-pengemudi-

gojek-hindari-konflik-dengan-ojek-pangkalan. [1 Desember 2016]

Lazuardi, Iqbal T. (2015). Ojek Pangkalan Geruduk Kantor Gojek di Bandung. Tersedia:

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/26/058713181/ojek-pangkalan-

geruduk-kantor-gojek-di-bandung. [1 Desember 2016]

Reza, Jeko Iqbal.(2015). Ini Alasan Mengapa Ojek Pangkalan Ogah Gabung GoJek. Tersedia: http://tekno.liputan6.com/read/2251965/ini-alasan-mengapa-ojek- pangkalan-ogah-gabung-gojek, [ 1 Desember 2016]

BBC Indonesia (April 2016). Tersedia http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160427_indonesia_ kemenhub Pratama, Aditya Hadi (2016). Tersedia: https://id.techinasia.com/aturan-baru- pemerintah-uber-grabcar-gocar Solopos ( 2016). Tersedia: http://www.solopos.com/2016/03/24/gagasan-etika-bisnis- transportasi-berbasis-internet-703548