istifta.docx

9
KONSEP ISTIFTA` DAN IFTA` 1. Pengertian Istifta  Istifta atau Al-fatwa secara etimologi (bahasa) ialah Artinya: رمل ا ن م كسي ع بواج ا“menyelesaikan setiap problem” Misalnya kalau kita berkata: اذك  ى فت أ ف تت اArtinya: “Aku minta maaf ke padanya dan ia memberi fatwa begini pada ku”. Di dalam kitab An-nihabah di katakan: هاا ا هت ف ة  أس ا ى ف فت : يق Artinya: “misalnya memf at wakan satu masalah (art inya) ia telah memberi fatwa kalau ia telah menjawab pertanyaan itu.” س ا ه ع هااو ئ   ة ا  ا Artinya: “sesungguhnya empat orang minta fatwa kepada rasul Saw. Maksudnya minta fatwa pada rasul.”

Transcript of istifta.docx

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 1/9

KONSEP ISTIFTA` DAN IFTA`

1. Pengertian Istifta

 Istifta atau Al-fatwa secara etimologi (bahasa) ialah

Artinya:

اجواب عيسك من المر

“menyelesaikan setiap problem”

Misalnya kalau kita berkata:

اتت فأ فتى كذا

Artinya:

“Aku minta maaf ke padanya dan ia memberi fatwa begini pada ku”.

Di dalam kitab An-nihabah di katakan:

فت فى اسأ ة فته اااه : قي

 Artinya:

“misalnya memfatwakan satu masalah (artinya) ia telah memberi fatwa kalau ia telah

menjawab pertanyaan itu.”

سا هع هااوئ  ةا ا

 Artinya:

“sesungguhnya empat orang minta fatwa kepada rasul Saw. Maksudnya minta fatwa pada

rasul.”

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 2/9

Dan di dalam kitab Al-Misbah di sebutkan:

كحا ن اا ا ىتفا نم عا ءا تا  اوتا

Artinya:

“kata fatwa dengan imbuhan waw dan fa yang di fatahkan bermakna seorang alim memberi

 fatwa kalau ia menyelesaikan masalah tentang hukum.”

Sedang Istifta secara terminologi (istilah) adalah:

وشا ا ة ىع ةع رشا ةدا ىضتق ى ا ك نع خا

Artinya:

“fatwa adalah menyampaikan hukum-hukum Allah berdasarkan dalil-dalil syariah yang 

amenckup segala persoalan.”

 Istifta hukumnya fardhu kifayah kalau ada orang lain yang bisa memberi fatwa selain

dirinya. Adapun kalau tidak ada orang lain yang bisa memberi fatwa dan masalah yang di

fatwakan itu cukup mendesak, maka ia pun berkewajiban memberi fatwa atas peristiwa itu.

Orang yang pertama menjabat mufti (pemberi fatwa) di dalam islam ialah Rasulullah SAW.

Beliau memberi fatwa terhadap segala permasalahan yang timbul atau terjadi berdasarkan wahyu

dari Allah SWT. Yang di turunkan kepadanya.

Alla berfirman yang artinya “kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).”(An-nisa’ : 59).

Selain itu, rasul juga memberi kesmpatan kepada beberapa orang sahabat untuk berfatwa.

Ada sekitar 132 orang yang terdiri atas laki-laki dan perempuan yang bertindak sebagai mufti

(pemberi fatwa) pada masa sahabat. Di antara mufti-mufti yang terkenal ketika itu ialah: Mas’ud,

Aisyag ra, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar. Imam Asy-Syatibi di

dalam kitab Al-Muwafaqat mengatakan:

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 3/9

Artinya:

صي ث  رتسي كف ايز ى دا ع ى دا :  ةثد ها ف اا ىت هقف م هح رتشي  رع ا 

مقوا عه

“sesungguhnya Umar bin Khatab selalu bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya padahal 

beliau seorang faqih, sehingga apabila di ajukan suatu perkara kepadanya, beliau selalu

berkata panggilah Ali dan Zaid untuk datang kepada ku, lalu Umar bermusyawarah dengan

mereka. Kemudian beliau memutuskan yang merka sepakati.”

Imam sya’bi berkata:

 اقضة رف اى عر  أم فى  رايستراحه

Artinya:

“kalau ada khasus yang di ajukan kepada umar kadang-kadang beliau meneliti kasus itu

 sebeulan lamanya. Dan setelah itu beliau mengajak sahabatnya bermusyawarah.”

Setelah itu menyusul Abu Bakar r.a.,Ummu Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa’id Al-

khudri, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru bin Ash, Ibnu Zubair, Abu musa Al-Asyari, saad bin

abi waqqash, Salman Al-Farisi, Mu’adz bin Jabal, Abdurrahman bin Auf dan Ubadah bin shamit.

Ibnu qayyim di dalam ilamul mu’aqqin menyatakan bahwa ulama’ besar dari golongan

tabi’in banyak di tempatkan di negara-negara islam., di antaranya said musayyad di madinah,

Atha bin Abi Abi Rabah di Mekah, Ibrahim An-nakha’i di kufah, Al-Hasan Al-Bisri di Basra,

Thawus bin kaisan di yaman, dan Makhul di Syam.

Baik sahabat, tabi’in-tabi’in, maupun ulama’-ulama’ yang ahli ketika itu sangat berhati-

hati di dalam berfatwa kalau mereka belum meneliti lebih dahulu dalil-dalil yang di fatwakan itu

dari Al-qur’an maupun dari hadis.

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 4/9

Ada di antara mereka yang meng haramkanya, dengan berdasarkan firman Allah:

Artinya:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta

"Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya

orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung.”(QS. An-

nahl: 116)

2. Pengertian ifta’

 Ifta’ berasal dari kata afta yang artinya memberikan penjelasan.[3] Secara definitif memang

sangat sulit merumuskan arti ifta’ atau fatwa itu. Namun dapat di pahami bahwa ifta’ adalah

usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum

mengetahuinya.

Sedangkan ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1) Ia adalah usaha memberikan penjelasan.

2) Penjelasan yang di berikan itu adalah tentang hukum syara’ yang di peroleh melalui

hasil ijtihad .

3) Orang yang memberikan penjelasan itu adalah orang yang ahli dalam bidang yang di

 jelaskan itu.

4) Penjelasan itu di berikan kepada orang yang bertanya yang belum mengetahui hukumnya.

3. Syarat Seorang Mufti

Dalam kitab Faroidu As Saniyyah Syarat sebagai Mufti ialah :

1. Mengetahui ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum

2. Mengetahui Hadits yang berhubungan dengan hukum

3. Mengetahui Kaidah-kaidah fiqih

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 5/9

4. Mengetahui Cabang-cabang ilmu fiqih

5. Mengetahui Perselisihan Madzhab

6. Mengetahui Madzhab yang sudah ditetapkan

7. Mengetahui Ilmu Nahwu dan Shorof 

8. Mengetahui Ilmu Bahasa

9. Mengetahui Ilmu Ushul

10. Mengetahui Ilmu Ma’ani

11. Mengetahui Ilmu Bayan

12. Mengetahui Ilmu Tafsir 

13. Mengetahui Tingkah-tingkah rowi (Periwayat Hadits)

14. Mengetahui Ketetapan dan Perselisihan

15. Mengetahui Nasikh Mansukh

16. Mengetahui Asbabun Nuzul

Dan kewajiban seorang Mufti:

1. Tidak memberikan fatwa dalam keadaan sangat marah, atau sangat ketakutan, karena

sangat gundah, atau dalam keadaan pikiran bimbang karena suatu hal. Karena semua itu

menghilangkan ketelitian dan keimbangan.

2. Hendaklah dia merasakan sangat berhajat kepada pertolongan Allah dan hendaklah dia

memohon pertolongan Allah agar menunjukinya dalam jalan yang benar dan membukakan

 baginya jalan yang harus ditempuh.

3. Berdaya upaya menetapkan hukum dengan yang di ridhoi Allah dan selalu ingat bahwa dia

harus memutuskan hukum dengan apa yang Allah turunkan, serta dilarang mengikuti hawa nafsu.

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 6/9

4. Kedudukan Ifta’ (fatwa)

Kedudukan fatwa, sebagaimana ditegaskan oleh An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al

Muhaddzab, sangat krusial dan mempunyai keistimewaan. Faktor otoritas ulama sebagai mufti

dan pewaris para nabi lebih memengaruhi kedudukan tersebut.

Disebutkan didalam kitab Al-Majmu’ tersebut “kalian harus mengerti bahwa fatwa/berfatwa itu

adalah satu perkara yang sangat berat dan besar bahayanya, tetapi ia mempunyai faedah yang

 besar pula karena orang yang berfatwa itubukan sembarang orang melainkan adalah pewaris para

nabi yang secara fardlu kifayah harus melaksanakan urusan itu”

Imam Asy-Syatibi menyatakan bahwa mufti adalah penyambung lidah para Nabi, khususnya

 Nabi Muhammad SAW. Untuk menyampaikan perkara-perkara agama kepada umat di bumi ini.

غواعى و اية

“Hendaklah engkau menyampaikan kepada mereka dariku sekalipun hanya satu ayat.” (HR.

Ahmad dan Tirmidzi)

Ibnu Abidin menjelaskan bahwa orang fasik tidak boleh diangkat menjadi mufti mengingat

urusan fatwa adalah urusan agama. Sedangkan orang fasik tidak boleh diterima keputusan-

keputusannya tentang agama. Fasik ialah orang yang tidak mau ta’at atau melanggar ketetapan-

ketetapan agama. Mereka yang dikenal fasik dengan sendirinya tak memiliki otoritas

mengeluarkan fatwa. Menurut sejumlah kalangan, bahkan mereka yang terkenal fasik haram

mengeluarkan fatwa. Kriteria seperti ini tampaknya menjadi bukti kuat akan bobot fatwa yang

dikeluarkan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Istifta atau Al-fatwa merupakan menyelesaikan setiap masalah atau problem atau menyampaikan

huukum-hukum Allah bedasarkan dalil-dalil syariah yang mencakup segala persoalan. Seorang

Mufti mempunyai syarat dan kewajiban sebagai berikut:

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 7/9

1. Mengetahui ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum

2. Mengetahui Hadits yang berhubungan dengan hukum

3. Mengetahui Kaidah-kaidah fiqih

4. Mengetahui Cabang-cabang ilmu fiqih

5. Mengetahui Perselisihan Madzhab

6. Mengetahui Madzhab yang sudah ditetapkan

7. Mengetahui Ilmu Nahwu dan Shorof 

8. Mengetahui Ilmu Bahasa

9. Mengetahui Ilmu Ushul

10. Mengetahui Ilmu Ma’ani

11. Mengetahui Ilmu Bayan

12. Mengetahui Ilmu Tafsir 

13. Mengetahui Tingkah-tingkah rowi (Periwayat Hadits)

14. Mengetahui Ketetapan dan Perselisihan

15. Mengetahui Nasikh Mansukh

16. Mengetahui Asbabun Nuzul

Kewajiban Seorang Mufti:

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 8/9

1. Tidak memberikan fatwa dalam keadaan sangat marah, atau sangat ketakutan, karena

sangat gundah, atau dalam keadaan pikiran bimbang karena suatu hal. Karena semua itu

menghilangkan ketelitian dan keimbangan.

2. Hendaklah dia merasakan sangat berhajat kepada pertolongan Allah dan hendaklah dia

memohon pertolongan Allah agar menunjukinya dalam jalan yang benar dan membukakan

 baginya jalan yang harus ditempuh.

3. Berdaya upaya menetapkan hukum dengan yang di ridhoi Allah dan selalu ingat bahwa dia

harus memutuskan hukum dengan apa yang Allah turunkan, serta dilarang mengikuti hawa nafsu.

Kedudukan fatwa, sebagaimana ditegaskan oleh An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’

Syarh Al Muhaddzab, sangat krusial dan mempunyai keistimewaan. Faktor otoritas ulama

sebagai mufti dan pewaris para nabi lebih memengaruhi kedudukan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

7/22/2019 istifta.docx

http://slidepdf.com/reader/full/istiftadocx 9/9

Jumantoro, Totok. Kamus Ilmu Ushul Fiqih. AMZAH: jakarta. 2005

Umam, Khairul dkk. Ushul Fiqih II . Pustaka Setia: Bandung. 2001

http://www.ushul fiqih. Iftita’.com