ISPA Gendeng Soka
-
Upload
yohanes-medika-seta -
Category
Documents
-
view
256 -
download
0
description
Transcript of ISPA Gendeng Soka
ISPA(Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
1.) Pengertian ISPA :
Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang
umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada
saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan, perilaku
masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik,
serta kurangnya gizi dan nutrisi (Depkes, 2007). Tingkat kematian ISPA
sangat besar pada bayi, anak dan geriatri terutama di negara-negara
dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Secara umum
infeksi saluran nafas terbagi menjadi infeksi saluran nafas atas dan
infeksi saluran nafas bawah. Pneumonia merupakan salah satu contoh
infeksi saluran nafas bawah (WHO, 2007).
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi
menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi
saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis,
tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada
bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran
napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan
infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak
terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya
yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis. (Depkes RI, 2005).
2.) Etiologi :
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang
komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi
ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri, riketsia dan jamur. Virus
penyebab ISPA antara lain golongan mikrovirus (termasuk di dalamnya
virus influenza, virus pra-influensa dan virus campak), dan adenovirus.
Bakteri penyebab ISPA misalnya: streptokokus hemolitikus, stafilokokus,
pneumokokus, hemofils influenza, bordetella pertusis dan karinebakterium
diffteria (Achmadi, dkk., 2004 dalam Arifin, 2009). Bakteri tersebut di
udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian
atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang
anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah.
Golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus
(termasuk di dalamnya virus para-influenza, virus influenza, dan virus
campak) dan adenovirus. Virus para-influenza merupakan penyebab
terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam
saluran nafas bagian atas. Untuk virus influenza bukan penyebab terbesar
terjadinya sidroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.
Pada bayi dan anak-anak, virus influenza merupakan penyebab terjadinya
lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas dari pada saluran nafas
bagian bawah (Siregar dan Maulany, 1995 dalam Arifin, 2009).
Jumlah penderita infeksi pernapasan akut sebagian besar terjadi pada
anak. Infeksi pernapasan akut mempengaruhi umur anak, musim, kondisi
tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada (R.Haryono-Dwi
Rahmawati H, 2012).
3.) Klasifikasi ISPA :
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) diklasifikasikan atas
infeksi saluran pernapasan akut bagian atas dan infeksi saluran
pernapasan akut bagian bawah.
a) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas Adalah
infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas di
sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian
atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di
antaranya adalah Nasofaringitis akut (salesma), Faringitis akut (termasuk
Tonsilitis dan Faringotositilitis) dan rhinitis (Fuad, 2008).
b) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Bawah Adalah
infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas
bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit
yang tergolong Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian bawah :
Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho
Pneumonia atau Pneumonia (Suatu peradangan tidak saja pada jaringan
paru tetapi juga pada brokioli (Fuad, 2008).
Klasifikasi berdasarkan kelompok umur :
1. Kelompok Pada Anak Umur kurang dari 2 Bulan, Dibagi Atas :
Pneumonia Berat
Pada kelompok umur ini gambaran klinis pneumonia, sepsis dan
meningitis dapat disertai gejala klinis pernapasan yang tidak spesifik
untuk masing-masing infeksi, maka gejala klinis yang tampak dapat saja
diduga salah satu dari tiga infeksi serius tersebut, yaitu berhenti
menyusu, kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau rasa sulit bangun,
stidor pada anak yang tenang, mengi (wheezing), demam (38°C) atau
suhu tubuh yang rendah (dibawah 35,5 °C), pernapasan cepat, penarikan
dinding dada, sianosis sentral, serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
Bukan Pneumonia
Jika bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali permenit dan tidak
terdapat tanda pneumonia.
2. Kelompok Pada Anak Umur 2 Bulan Hingga 5 Tahun, Dibagi Atas :
Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas, tarikan dinding dada, tanpa disertai
sianosis dan tidak dapat minum.
Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa
disertai penarikan dinding dada.
Bukan Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat
atau penarikan dinding dada (WHO, 2002).
4.) Tanda dan Gejala :
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa
batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit
kepala. Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat
ringan seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam
dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun
sebagian anak yang menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi paru
ini tidak diobati dengan anti biotik akan menyebabkan kematian (Fuad,
2008).
5.) Patofisiologi :
Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas.
Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi
bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi
udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglotis,
pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan
tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem
pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerahdaerah saluran
pernafasan atas maupun bawah (Fuad, 2008).
6.) Penatalaksaan :
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana panderita ISPA pada
anak adalah anak dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas yaitu:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada
penderita.
2. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, Demam atau
dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai < 5 tahun adalah
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk.
3. Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur < 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat,
harus segera dibawah ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai < 5 tahun yang terdiagnosa
pneumonia dapat dilakukan perawatan rumah, pemberian antibiotik
selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila
penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada.
Penderita di rumah untuk penderita Pneumonia umur 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun, meliputi :
1. Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah
jumlahnya setelah sembuh.
2. Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan
pemberian ASI.
3. Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan, yang aman dan
sederhana. Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang
terdiagnosa pneumonia berat segera dikirim ke rujukan, diberi
antibiotik 1dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan
wheezing yang ada.
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali
dilakukan 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik
dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus
diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Obat yang digunakan
untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol 480 mg,
kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan sablet
parasetamol 100 mg (R.Hartono-Dwi Rahmawati H, 2012).
KAJIAN TERKAIT TERAPI OBAT
Jenis ISPA dan Terapinya :
1. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus pranasal.
Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Sinusitis dibedakan menjadi
sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus pranasal sampai dengan selama
30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala
menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya cairan dari
hidung, batuk siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari
yang bertahan selama 10-14 hari, sedangkan yang dimaksud dengan
gejala yang berat adalah disamping adanya sekret hidung yang pirulen
juga disertai demam (bisa sampai 39˚C) selama 30-90 hari (Depkes,
2005).
Terapi pokok sinusitis meliputi pemberian antibiotik dengan lama terapi
10-14 hari (Depkes, 2005). Tujuan dari terapi sinusitis adalah
mengurangi tanda dan gejala, perawatan yang menguntungkan untuk
antimikroba, dan mencegah terjadinya penyakit kronik dan akut (Khaliq
et al., 2005).
2. Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya.Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun
di daerah dengan iklim panas. Faringitis yang paling umum disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptococci
Grup A hemolitik. Streptococci hemolitik Grup A hanya dijumpai pada
15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis
dewasa (Depkes, 2005).
Sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis oleh
Streptococci grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya,
sefalosporin maupun makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena
efektivitas dan keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta
harga yang terjangkau. Amoksisilin menempati tempat yang sama
dengan penicilin, khususnya pada anak-anak dan menunjukkan
efektifitas yang setara. Lama terapi dengan antibiotik oral rata-rata
selama 10 hari untuk memastikan eradikasi Streptococcus (Depkes,
2005).
3. Bronkhitis
Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali
diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Bronkhitis akut umumnya
terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi
seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza dan
respiratory synctial virus (RSV) (Depkes, 2005).
Terapi antibiotika pada bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila
disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena
dicurigai adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S.
pneumoniae, H. influenzae. Untuk batuk yang menetap > 10 hari
diduga adanya keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga
penggunaan antibiotika disarankan. Lama terapi dengan antibiotik
selama 5-14 hari sedangkan untuk bronkhitis kronik optimalnya selama
14 hari (Depkes, 2005).
4. Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkial dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan
parasit (Anonim, 2005). Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya
berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum
bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza, Stapillococcus aureus,
Streptococcus grup B, serta kuman atipik klamidia, dan mikoplasma.
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai
secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
kultur. Setelah bakteri patogen diketahui, antibiotika diubah menjadi
antibiotika berspektrum sempit sesuai jenis patogennya (Depkes, 2005).
TERAPI ANTIBIOTIK BERDASARKAN GUIDELINES
TINJAUAN FARMAKOLOGIS MENURUT GUIDELINES
Terapi infeksi saluran napas memang tidak hanya tergantung pada antibiotika.
Beberapa kasus infeksi saluran napas atas akut disebabkan oleh virus yang tidak
memerlukan terapi antibiotika, cukup dengan terapi suportif. Terapi suportif
berperan besar dalam mendukung sukses terapi antibiotika, karena berdampak
mengurangi gejala, meningkatkan performa pasien.
Obat yang digunakan dalam terapi suportif sebagian besar merupakan obat bebas
yang dapat dijumpai dengan mudah, dengan pilihan bervariasi. Apoteker dapat pula
berperan dalam pemilihan obat suportif tersebut. Berikut ini akan ditinjau obat-obat
yang digunakan dalam terapi pokok maupun terapi suportif.
DETAIL TERAPI ANTIBIOTIK PADA TIAP JENIS ISPA DAPAT DILIHAT DI GUIDELINES
MENGENAI PERTIMBANGAN TERAPI ANTIBIOTIKA ATAU SUPORTIF BESERTA
PROFIL OBATNYA DAPAT DILIHAT DI GUIDELINESGUIDELINES
GUIDELINES : PHARMACEUTICAL CARE ISPA (BINFAR ALKES, DEPKES 2005)
DAFTAR PUSTAKA