Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

31
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Maritim dengan wilayah lautnya yang luas dan kaya akan berbagai macam sumber daya alam. Letak geografis Indonesia yang berbatasan dengan samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta diapit oleh benua Asia dan Australia yang menjadikan Indonesia memiliki flora dan Fauna yang sangat beragam. Dalam rangka menjaga kelestarian keanekaragaman hayati ini perlu adanya informasi dan pengetahuan tentang flora dan fauna itu sendiri. Acanthaster planci atau yang biasa dikenal sebagai bintang laut berduri, merupakan salah satu spesies penghuni dan pemakan terumbu karang. Keberadaannya bisa menjadi pengendali pertumbuhan karang yang terlalu cepat, tetapi juga bisa menjadi hama pemusnah karang. Ledakan populasi dalam jumlah besar-besaran sangat berbahaya bagi keseimbangan ekosistem laut. Setiap populasi dalam ekosistem tentunya memiliki mangsa dan pemangsa (predator). Ikan tiger dan triton merupakan pemangsa bintang laut berduri ini, akan tetapi keseimbangan ekosistem terganggu dengan hadirnya manusia yang selalu memburu predator A. planci sehingga jumlahnya semakin menurun dan bahkan akhir-akhir ini sangat sulit ditemukan. Penanganan ledakan populasi acanthaster planci selama ini dilakukan hanya secara manual, yaitu dengan mengambil dan memusnahkan sebagian populasinya agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Dengan melihat kerugian yang ditimbulkan oleh A.planci, akibatnya banyak masyarakat yang menilai negative terhadap spesies ini dan bernafsu untuk menghabisinya tanpa menyadari pentingnya kehadiran A.planci sebagai penyeimbang ekologi laut. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya kepunahan salah satu spesies bintang laut berduri, perlu kiranya kita mempelajari keragaman dari bintang laut berduri itu sendiri, sehingga memudahkan kita dalam melakukan konservasi. Gentika molekuler merupakan salah satu metode yang cukup akurat untuk mempelajri kekerabatan suatu organism, dengan melihat hubungan kekerabatannya secara genetic. Dalam hal ini tentunya kita memanfaatkan molekul DNA yang merupakan penyimpan informasi genetic dan sebagai cetak biru segala aktifitas sel.

description

laporan PKL

Transcript of Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

Page 1: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Maritim dengan wilayah lautnya yang luas

dan kaya akan berbagai macam sumber daya alam. Letak geografis Indonesia

yang berbatasan dengan samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta diapit oleh

benua Asia dan Australia yang menjadikan Indonesia memiliki flora dan Fauna

yang sangat beragam. Dalam rangka menjaga kelestarian keanekaragaman hayati

ini perlu adanya informasi dan pengetahuan tentang flora dan fauna itu sendiri.

Acanthaster planci atau yang biasa dikenal sebagai bintang laut berduri,

merupakan salah satu spesies penghuni dan pemakan terumbu karang.

Keberadaannya bisa menjadi pengendali pertumbuhan karang yang terlalu cepat,

tetapi juga bisa menjadi hama pemusnah karang. Ledakan populasi dalam jumlah

besar-besaran sangat berbahaya bagi keseimbangan ekosistem laut. Setiap

populasi dalam ekosistem tentunya memiliki mangsa dan pemangsa (predator).

Ikan tiger dan triton merupakan pemangsa bintang laut berduri ini, akan tetapi

keseimbangan ekosistem terganggu dengan hadirnya manusia yang selalu

memburu predator A. planci sehingga jumlahnya semakin menurun dan bahkan

akhir-akhir ini sangat sulit ditemukan.

Penanganan ledakan populasi acanthaster planci selama ini dilakukan

hanya secara manual, yaitu dengan mengambil dan memusnahkan sebagian

populasinya agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Dengan melihat kerugian

yang ditimbulkan oleh A.planci, akibatnya banyak masyarakat yang menilai

negative terhadap spesies ini dan bernafsu untuk menghabisinya tanpa menyadari

pentingnya kehadiran A.planci sebagai penyeimbang ekologi laut. Oleh karena

itu, untuk mengantisipasi terjadinya kepunahan salah satu spesies bintang laut

berduri, perlu kiranya kita mempelajari keragaman dari bintang laut berduri itu

sendiri, sehingga memudahkan kita dalam melakukan konservasi.

Gentika molekuler merupakan salah satu metode yang cukup akurat untuk

mempelajri kekerabatan suatu organism, dengan melihat hubungan

kekerabatannya secara genetic. Dalam hal ini tentunya kita memanfaatkan

molekul DNA yang merupakan penyimpan informasi genetic dan sebagai cetak

biru segala aktifitas sel.

Page 2: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

2

Dalam jasad eukaryote, kita mengenal beberapa tipe DNA, yaitu DNA

inti, DNA mitokondria, DNA kloroplas, bahkan ada beberapa eukaryote yang

memiliki DNA plasmid. Untuk A. planci, kita bisa menemukan dua macam DNA

yaitu DNA inti dan DNA mitokondria. DNA inti merupakan molekul double

heliks non sirkuler yang berasal dari organel inti sel. Sedangkan DNA mitokindria

merupakan molekul rantai ganda sirkuler yang terdapat dalam organel

mitokondria. Biasanya dalam mempelajari kergaman genetic dan juga evolusi,

lebih sering menggunakan DNA mitokondria. Karena laju subtitusi nukleotida

pada mtDNA lebih cepat dari DNA inti, dan diturunkan secara maternal (menurut

garis keturunan ibu) serta memiliki copynumber yang tinggi.

Daerah control region dari mtDNA merupakan daerah non coding yang

memiliki laju mutasi atau polimorpism yang paling tinggi disbanding daerah

pengkode pada mtDNA. Karena daerah ini bersifat polymorphism, maka daerah

ini sangat beragam antar individu, tetapi sama untuk kerabat dekatnya yang masih

satu garis keturunan ibu. Selain dari pada itu, pada daerah ini juga merupakan

daerah yang terkonservasi. Oleh karena itu, daerah ini sangat penting dalam

mempelajari hubungan kekerabatan suatu organisme.

1.2 Perumusan Masalah

A.planci merupakan salah satu predator terumbu karang yang dirasakan

mengganggu ketika jumlahnya berlebihan. Duri yang dimiliki A.planci juga

mengandung racun. A.planci tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

bahan makanan. Karena banyaknya nilai negative dari spesies ini, maka

pandangan masyarakat terhadap makhluk ini juga buruk. Oleh karena itu,

kebanyakan masyarakat yang menangani masalah ledakan populasi A.planci ini

masyarakat ingin memusnahkannya.

Dalam melakukan konservasi laut, menjaga keseimbangan ekologi itu

sangat penting. Dimana A. planci ini merupakan salah satu spesies yang berperan

enting dalam menjaga keseimabangan ekosistem laut. Oleh karenanya mengetahui

keragaman gentik dan hubungan kekerabatannya menjadi penting, agar bisa

menjadi satu tolak ukur dalam melakukan konservasi laut. Untuk mempelajari

Page 3: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

3

keragaman genetic dan kekerabatannya itu bisa menggunakan pendekatan

molekuler, yaitu dengan analisis DNA.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui urutan

nukleotida fragmen gen mtDNA dan menganalisisnya dengan melihat jumlah

pasang basa,dan hubungan kekerabatan antar spesies.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini kiranya dapat memberikan referensi untuk

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan karakter DNA Acanthaster Planci,

dan analisis hubungan kekerabatannya secara molekuler.

Page 4: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

4

II. PROFIL LABORATORIUM BIOMEDIK DAN BIOLOGI

MOLEKULER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR BALI

2.1 Lokasi

Laboratorium Biomedik dan Biomol FKH Udayana, terletak di jalan raya

Sesetan, gang Markisa, nomor 6A, kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar

Selatan, kabupaten Denpasar, Provinsi Bali, Indonesia. Telephon/Fax : (0361)-

8423062 Email: [email protected]

2.2 Sejarah dan Perkembangan

Laboratorium Biomedik, biologi molekuler dan virology berdiri sejak

tahun 2002 dan pertama berdiri, lokasinya terletak di jalan sudirman, kampus

sudirman. Kepala laboratorium ini pada tahun 2003 adalah bapak prof. Dr. DR.

Iwan H.V. dan pada tahun 2005 diganti oleh Prof. Dr. DRH. I.G.N.Kade

Mahardika hingga saat ini.

Karena jalan sudriman sering terjadi banjir, dan gedung lab Biomedik

akan dibongkar, maka pada tahun 2007, laboratorium ini dipindahkan ke jalan

raya Sesetan, gang markisa nomor 6A. Saat ini laboratorium ini telah memiliki

gedung 2 lantai, dan rencana akan dibangun satu lantai lagi. Selain itu di

laboratorium ini juga akan digunakan sebagai Pusat Penelitian Biodiversity

Indonesia.

2.4 Tugas Pokok

Laboratorium Biomedik ini memiliki dua tugas pokok, yaitu: pelayanan

pendidikan dan pelayanan masyarakat. Tugas yang diemban lab ini dalam

melayani pendidikan adalah:

Melayani kegiatan praktikum bidang biomedik dan biologi molekuler

mahasiswa S1 Kedokteran hewan.

Melayani kegiatan praktikum ko-asisten dokter hewan.

Melayani mahasiswa yang akan melakukan penelitian, baik penelitian S1,

S2, maupun S3.

Page 5: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

5

Sedangkan tugas yang diemban dalam melayani masyarakat yaitu:

Melayani pemeriksaan sampel, PCR, RT-PCR, serologi ELISA, uji HA

dan HI, western blot dan sterco microskop.

Konsultasi riset di bidang molekuler.

Bioinformatik

Analisis Sequensing

Desain dan pemesanan primer

Transport merdia

2.5 Sumberdaya Manusia

Laboratorium ini memiliki sumberdang handal dan terlatih, semuanya

merupakan lulusan kedokteran hewan Universitas Udayana Bali. Adapun struktur

organisasi dari lab ini adalah:

Kepala lab : Prof. Dr. DRH. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Sekretaris : DRH. I Made Kardena M.Vet

Voluntir : 1. DRH. I Gusti Ngurah Narendra Putra

2. DRH. Ni Luh Astria Yusmalinda

3. A.A Istri A Mirah Dwija

4. Ni Made Ritha Krisna Dewi

2.6 Sarana dan Prasarana

Dalam menjalankan tugasnya, lab ini didukung oleh beebrapa sarana dan

prasarana, diantaranya yaitu : gedung berlantai 2, yang didalamnya terdapat ruang

Ekstraksi, dua ruang PCR, Elektroforesis. Selain itu juga memiliki beberapa

kelengkapan alat-alat laboratorium, diantaranya yaitu : mesin PCR, pipet micro

dengan berbagai macam ukuran, laminar flow, Enstrim Esco, Inkubator,

microsentrifuge, vortex, freezer -40oC dan -20

oC, kulkas, microscop, dan elisa

reader.

2.7. Hubungan Kerja Sama

Selain didukung dengan sarana fisik, laboratorium ini juga memiliki

kerjasama yang sangat luas. Lab ini memiliki hubungan kerja baik skala nasional

Page 6: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

6

maupun Internasional. Beberapa instansi yang menjadi partnernya yaitu : Dinas

Peternakan se-provinsi Bali, Balai Besar Veteriner, rumah sakit hewan, rumah

sakit umum Sanglah, Laboratorium Biomol Fakultas kedokteran Unud, Dinas

peternakan NTT, Balai Karantina Pertanian, dan juga alam melakukan

sequencing, laboratorium ini bekerja sama dengan EIJMAN Jakarta, sedangkan

kerjasama tingkat internasional yaitu dengan UCLA, ODU, NSF, bahkan pada

tahun ini lab ini bersama-sama dengan UNIPA, UNDIP, dan USAID, dan juga

partner internasionalnya, akan mengembangkan Pusat Penelitian biodiversity

Indonesia.

Page 7: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

7

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Acanthaster Planci

Acanthaster planci merupakan sejenis bintang laut yang bagian tubuhnya

diselimuti duri beracun. Bintang laut jenis ini hidup di daerah yang lebih

terlindungi seperti laguna, atau di perairan yang lebih dalam disepanjang daerah

terumbu karang. Spesies ini merupakan hewan pemakan karang, sehingga bisa

dijadikan sebagai pengontrol laju pertumbuhan karang. Akan tetapi, jumlah

populasinya yang terlalu besar, akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup

terumbu karang. Klasifikasi ilmiah dari A. planci adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Echinodermata

Kelas : Stelleroidea

Orde : Valvatida

Family : Acanthasteridae

Genus : Acanthaster

Spesies : Acanthaster planci (linneaus 1758)

Achantaster terdiri dari tiga spesies yaitu A. planci, A. ellisi dan A.

bervipinnus. Dari ketiga spesies tersebut, ada juga acanthaster yang memakan

sampah organic yaitu A. Bervipinnus. (Imam Bachtiar 2009). Biasanya A.planci

memakan karang jenis Pocilloporidae, Acroporidae dan Favidae, dan menghindari

karang yang memiliki hewan simbion kepiting Trapezia atau udang Alpheus yaitu

karang poritidae.

Gambar 1. Acanthaster planci (sumber : www.guamdawr.org)

Bintang laut A. Planci (crown of tohrn) memiliki nama Indonesia sebagai

terjemahan dari nama Inggrisnya ‘mahkota duri’ atau ‘mahkota berduri’.

Page 8: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

8

Terkadang juga hanya digunakan nama kependekannya yaitu ‘BLMD’. Didalam

komunikasi ilmiah berbahasa Inggris, para peneliti menggunakan nama ‘COT’

kependekan dari ‘crown of thorns’, sebagai pengganti A. planci.

A.planci memiliki tubuh yang berbentuk radial simetris, dengan tubuh

mirip cakram bersumbu oral dan aboral yang mempunyai lengan-lengan. Bagian

oral (mulut) menghadap ke bawah sedangkan bagian aboral menghadap ke atas.

Di bagian aboral terdapat madreporit dan anus. Lubang madreporit berjumlah 6-

13, sedangkan lubang anus berjumlah 1-6 buah. Bintang laut A. planci

mempunyai lengan antara 8-21 buah. Duri-duri yang beracun berukuran 2-4 cm

menghiasi permukaan aboral tubuh cakram dan lengan-lengannya.

A. planci memiliki warna tubuh yang bervariasi antar lokasi. Di perairan

Thailand dan Maladewa (Maldive) warna tubuh biru keunguan, di GBR berwarna

merah dan kelabu, sedangkan di Hawaii berwarna hijau dan merah. Di Indonesia,

warna tubuh A. planci merah dan kelabu pada perairan Laut Jawa dan Laut Flores.

Di Cocos Island dan Christmas Island (barat daya Jawa), Australia, terdapat dua

macam warna A. planci yang menunjukkan tipe Samudra Pasifik dan Samudra

Hindia.

Acanthater planci mulai bertelur pada umur 2-3 tahun,dan akan memijah

selama 5-7 tahun. Setiap kali memijah seekor induk dapat menghasilkan lebih dari

6 juta telur. Walaupun populasinya tidak terlalu besar, A. planci berpotensi

menghasilkan anakan dalam jumlah besar karena mereka selalu hidup

berkelompok dan memijah secara bersamaan. Anakan bintang laut mula-mula

makan algae yang melapisi puing-puing karang, dan baru makan karang setelah

berumur lebih kurang 6 bulan. Setelah makan karang, anakan A. planci itu tumbuh

dengan cepat.Dalam waktu dua tahun bintang laut ini tumbuh dari ukuran

diameter 1 cm menjadi 25 cm. Untuk ukuran diameter lebih dari 40 cm, umunya

bintang laut makan di siang hari, sedangkan yang lebih kecil kurang dari 20 cm,

makan di malam hari. Dalam populasi yang lebih kecil Acanthaster planci lebih

banyak bersembunyi di bawah koloni karang, biasanya hanya makan sebagian

dari koloni karang terutama jenis Acropora sp, sehingga terumbu karang dapat

pulih kembali secara cepat bilamana jumlahnya tidak begitu besar.

Page 9: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

9

Pada waktu akan makan maka bintang laut berduri ini akan menempatkan

dirinya pada suatu substrat karang yang dianggap cocok, mengeluarkan

lambungnya, kemudian lambung ini akan melebar menutupi permukaan karang

pada suatu area yang hampir setengah dari diameter tubuhnya sendiri. Kemudian

melalui lambungnya ini akan dikeluarkan enzim-enzim pencernaan ke dalam

jaringan tubuh karang sehingga akan terurai, setelah itu A. planci menyerap

jaringan tubuh yang sudah dicerna bersamaan dengan menarik lambungnya

kembali.

3.2 DNA

Deoksiribonukleic acid (DNA) adalah makromolekul tubuh yang

merupakan polimer dari asam nukleat yang disusun dengan urutan tertentu

berperan sebagai pembawa informasi genetic yang diturunkan kepada

keturunannya. Semua informasi yang berkaitan dengan bentuk, struktur, dan

morfologi suatu makhluk hidup, telah direkam dalam suatu molekul DNA.

Komponen utama penyusun DNA adalah nukleotida. Dimana nukleotida

ini terdiri dari tiga bagian yaitu: gula pentose (deoxiribosa), gugus fosfat (mono,

di, dan triphosphat), dan basa purin (adenin, guanin), pirimidin(cytosine, timin).

Struktur kimia dari nukleotida seperti pada gambar :

Gambar 2. Struktur Nukleotida

Struktur dari DNA adalah helix ganda yang disusun oleh dua rantai

polinukleotida yang memiliki orientasi saling berlawanan antara satu rantai

dengan rantai yang lainnya. Polinukleotida ini tersusun oleh gabungan dari

nukleotida-nukleotida yang dihubungkan oleh ikatan fosfodiester. Sedangkan

ikatan yang menghubungkan antara satu rantai polinukleotida dengan

polinukleotida yang lain adalah ikatan hydrogen antar basa purin dan pirimidin.

Ikatan hydrogen yang terbentuk antara basa A dan T berjumlah dua ikatan

Page 10: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

10

hydrogen, sedangkan antara C dan G adalah tiga ikatan Hidrogen. Hal inilah yang

menyebabkan ikatan antara basa GC lebih sulit diputuskan dibanding ikatan

antara AT.

Gambar 3 a) Ikatan hydrogen antar basa nukleotida.

b) Struktur heliks ganda DNA

Kerangka gula deoksiribosa dan gugus phospat, terletak dibagian luar

molekul, sedangkan basa purin dan pirimidin terletak dibagian dalam heliks.

Diameter untaian DNA adalah adalah 20 Ao. Diameter ini konstan karena basa

purin selalu berpasangan dangan basa pirimidin. Pasangan-pasangan basa yang

berurutan berjarak 3,4 Ao satu sama lain. Satu putaran helix mempunyai panjang

34 Ao.

Oleh karena kedua rantai DNA tersusun secara pararel, maka ada konversi

dalam penulisan orientasi DNA. Pada msding-masing rantai DNA ada ujung 5’-

fospat dan ujung 3’-OH. Molekul DNA yang tersusun oleh dua rantai

polinukleotida, biasanya hanya dituliskan satu rantainya, misalnya

ACCCCGATGATGATGGTT. Dalam penulisan seperti ini, ujung sebelah kiri (A)

adalah ujung 5’-fosfat dan ujung sebelah kanan (T) adalah ujung 3’-OH. Oleh

karena itu, molekul DNA tersebut dapat ditulis P-5’-

ACCCCGATGATGATGGTT-3’-OH, atau kadang-kadang hanya ditulis 5’-

ACCCCGATGATGATGGTT-3’.

a). b).

3,4 Ao

20 Ao

34 Ao

Page 11: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

11

3.4 DNA Mitokondria

Dari segi satuan dasar individu, jasad seluler digolongkan menjadi jasad

bersel tunggal dan jasad bersel banyak. Jasad seluler dapat juga digolongkan

berdasarkan struktur dan organisasi sel menjadi dua golongan, yaitu sel prokaryot

dan eukaryote. Oleh karena itu, jasad sel bersel tunggal masih terbagi menjadi

jasad sel eukaryote (Escheria coli) dan prokaryot (saccaromyces cerevisiae),

sedangkan jasad seluler bersel banyak hanya digolongkan menjadi jasad sel

eukaryote (tumbuhan tingkat tinggi, manusia, hewan).

Genom adalah satu kesatuan gen yang dimiliki secara alami oleh satu sel

atau virus, atau satu kesatuan kromosom jasad eukaryote dalam fase haploid. Pada

sel prokariot mengandung molekul DNA sirkular tunggal, panjang yang

dikelilingi oleh selaput inti. Prokariot juga mengandung molekul DNA melingkar

kecil yang disebut plasmid yaitu elemen genetik ekstrakoromosom. Sedangkan

pada sel eukariot, bahan genetic utama terletak dalam inti sel yaitu DNA inti, akan

tetapi juga terdapat DNA diluar kromosom yaitu DNA mitokondria, dan DNA

kloroplas. Bahkan beberapa sel eukaryote juga memiliki DNA plasmid, yaitu

pada S. cerevisiae.

Organisasi gen pada mitokondria lebih mirip dengan organisasi gen pada

bakteri. Sehingga diduga, mitokondria merupakan jasad prokaryot endosimbion

yang dalam proses evolusi berkembang menjadi bagian struktur sel eukaryote

seperti yang dikenal sekarang.

Secara umum, semua gen mtDNA hewan memiliki jumlah dan jenis yang

sama. Dimana dalam MtDNA terdapat 13 gen pengkode protein, 2 gen pengkode

rRNA, 22 gen pengkode tRNA. Gen mtDNA yang mengkode protein adalah

kompleks I subunit 1, 2, 3, 4, 4L, 5, dan 6 , kompleks III subunit b (sitokrom b),

kompleks IV (sitokrom oksidase) subunit I, II, dan III, serta kompleks V subunit

6 dan 8. Sedangkan gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA dan 16s rRNA. Gen-

gen pengkode protein tersebut merupakan kompleks enzim yang berperan dalam

fosforilasi oksidatif, akan tetapi terdapat protein lainnya yang juga berfungsi

dalam fosforilasi oksidatif seperti enzim-enzim metabolisme, DNA dan RNA

polimerase, protein ribosom dan mtDNA regulatory factors semuanya dikode oleh

gen inti, disintesis dalam sitosol dan kemudian diimpor ke organel.

Page 12: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

12

Gen mtDNA memiliki laju mutasi yang tinggi karena pada mtDNA tidak

memiliki system reparasi replikasi yang efektif, dan tidak memiliki protein histon,

serta posisi mtDNA yang terletak didekat membrane dalam mitokondria, sehingga

rentan terhadap serangan radikal oksigen hasil samping fosforilasi oksidatif.

3.4. Gen Control Region mtDNA

Daerah kontrol memiliki tingkat mutasi dan polymorphism yang paling

tinggi di dalam genom DNA mitokondria. Pada daerah D-loop terdapat

hipervariabel 1 (HV1) dan hipervariabel 2 (HV2). Hypervariable I (HVSI) pada

urutan nukleotida 16024-16383 dan Hypervariable II (HVSII) yang terletak pada

nukleotida 57-372. Oleh karena sifatnya yang polimorfik, daerah ini sangat

beragam antar individu tetapi sama untuk kerabat yang satu garis keturunan ibu.

Oleh karena itu, daerah ini sering dianalisis dan sangat penting untuk digunakan

dalam proses identifikasi individu dan hasil yang didapatkan memiliki tingkat

keakuratan yang tinggi.

Daerah non-coding pada mtDNA biasanya terletak diantara gen pengkode

tRNA pro dan tRNAphe, dan kaya akan nukleotida A+C. ukuran gen ini kurang

lebih sekitar 900 pasang basa (Solihin, 1994).

3.5. Polymerase Chain Reaction

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR

(polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan

(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik

ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat

sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.

Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30

kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap

bekerjanya PCR dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung

pada suhu tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi)

dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR

tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua

Page 13: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

13

berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan

siap menjadi templat ("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.

2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA

templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu

antara 45–60 °C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat

menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di

sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.

3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari

jenis DNA-polimerase (P pada gambar) yang dipakai. Dengan Taq-

polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76 °C. Durasi tahap

ini biasanya 1 menit

Setelah tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Pada siklus pertama

satu molekul DNA akan menjadi 2 molekul DNA. Seangkan pada siklus kedua,

dua molekul DNA hasil siklus pertama akan menjadi cetakan yang akan

digandakan sehingga jumlah DNA menjadi 4. Demikian seterusnya akan diulang-

ulang hingga sekitar 20-30 kali. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas

baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas

DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang

dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial. Proses ini

Nampak seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Tahapan dalam PCR (Toha et.al 2009)

Keberhasilan proses PCR lebih didasarkan kepada kesesuaian primer dan

efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan

teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau

sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Optimasi PCR juga

Page 14: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

14

diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Optimasi ini

menyangkut suhu denaturasi dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu

denaturasi yang rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda

sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru. Proses

penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu

optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak

terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel

pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi

banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing)

ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang

dan komposisi primer. Suhu penempelan ini sebaiknya sekitar 5°C di bawah suhu

leleh. Sedangkan suhu leleh (Tm) bisa dihitung dengan rumus Tm = 4(G+C) +

2(A+T)°C.

Page 15: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

15

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 21 Juli 2010 sampai dengan 10

Agustus 2010 bertempat di Laboratorium Biomedik dan Biologi Molekuler

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar Bali.

4.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah gelas ukur, erlenmeyer, neraca analitik,

pipet mikro, tabung PCR, tabung ekstraksi, rak tabung PCR, mesin PCR (thermo

cycler), hot block, microsentrifuge eppendorf, seperangkat alat elektroforesis,

pinset, gelas piala, lampu bunsen, magnetic stirrer, vortex, sentrifuge, kamera

digital plaroid, UV-transluminator, perangkat alat lunak squencer 4.8

Bahan-bahan yang digunakan ialah etanol 70%, aquades, chilex 10%, taq

DNA polymerase, deoksinukleotida trifosfat (dNTP), buffer PCR (500mM KCL,

100 mM tris-HCL pH 8,4 pada suhu 20oC, 15 mM MgCl2 dan 1 mg/mL gelatin),

gel agarosa, loading dye, big dye, etidium bromide, oligonukleotida primer

(COTS control forward dan COTS control reverse), enzim exonuklease, enzim

shrimp alkaline fosfatase, 25 mM MgCl2, buffer sequencing, Molekuler grade

water.

4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi DNA bertujuan untuk mengeluarkan DNA mitokondria dari

dalam sel sampel. Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah

metode Chelex, yaitu dengan mengambil sekecil mungkin (kira-kira sebesar titik)

pada bagian tube feet Acanthaster Planci kemudian dimasukan kedalam larutan

chelex 10%, dan divortex selama 15 detik lalu disentrifugasi selama 3 detik dan

dipanaskan dalam hot block pada suhu 95oC selama 30 menit. Setelah pemanasan

ini, sampel di vortex lagi selama 15 detik dan disentrifugasi selama 3 detik.

Page 16: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

16

4.3.2 PCR

Amplifikasi ini merupakan proses penggandaan DNA hasil ekstraksi yang

dilakukan secara in vitro menggunakan metode polimerisasi chain reaction (PCR).

PCR dilakukan dengan menggunakan mesin PCR (thermo cycler) dan diatur

siklus suhunya yang sesuai untuk spesies A. Planci. Komponen utama dalam PCR

adalah DNA template, dNTPs, buffer PCR, MgCl2, primer, dan enzim

polymerase. Primer yang digunakan untuk A. planci adalah COTS-ctrl-fwd (5’-

CAAAAGCTGACGGGTAAGCAA-3’) dan COTS-ctrl-rev (5’-TAAGGAAGTT

TGCGACCTCGAT-3’).

Proses mplifikasi ini dimulai dengan mengisi form PCR. Pengisian form

ini dilakukan untuk menghitung berapa banyak master mix (MM) yang

dibutuhkan dan enzim taq Polimerase serta jumlah ekstrak yang digunakan.

Penghitungan volume mastermix yaitu seperti pada table 1. Tahap selanjutnya

yaitu membuat master mix, yaitu dengan mengambil 144 µL (untuk 5 sampel)

master mix (campuran ddH2O, buffer PCR, MgCl2, primer COTS control Forwad

dan primer COTS control reverse (jumlah tiap komponen mengikuti protocol pada

table 1)) dan dimasukan dalam tabung. Tambahkan 0,75 µL enzim taq

polymerase gold. Campurkan hingga merata dengan menggunakan pipet mikro.

Tabel 1. Komposisi Mastermix pada PCR

Master mix ……6…… Tabung 25µL

STABDAR PROTOCOL (1 µL DNA template)

Standar Protokol …5... Tabung

ddH2O 14,5 87

10 x Buffer PCR (PE-II) 2,5 15

dNTPs (8 mM) 2,5 15

MgCl2 (25 mM) 2,0 12

Primer 1 (10 mM) 1,25 7,5

Primer 2 (10 mM) 1,25 7,5

Amplitaq polymerase (5 unit/ µL) 0,125 0,75

Total 24

Page 17: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

17

Isi 6 tabung PCR dengan 24 µL master mix dan tambahkan 1 µL sampel

pada masing-masing tabung kemudian campurkan hingga merata. Jika terbentuk

gelembung, hilangkan dengan sentrifuge hingga gelembung hilang.

Tahap terakhir yaitu proses amplifikasi dengan menggunakan thermo

cycler pada kondisi : suhu denaturasi awal 94oC selama 7 menit, denaturasi siklus

selanjutnya 94oC selama 30 detik, suhu annealing 48

oC selama 45 detik, extension

72oC selama 1 menit, dan suhu ekstension akhir 72

oC selama 5 menit. Proses ini

dilakukan sebanyak 32 siklus.

4.3.3 Elektroforesis

Elektroforesis merupakan salah satu metode pemisahan senyawa kimia

yang didasarkan pada laju pergerakan molekul dalam aliran listrik. Elektroforesis

ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya DNA dalam produk PCR kita.

Tahap awal dalam elektroforesis adalah membuat gel agarosa 10%, yaitu

dengan mencampurkan 1 gram bubuk agarosa dengan 100 mL 1X TAE dan

tambahkan 2 µL cyber green (sebagai pewarna molekul). Panaskan dengan

microwave sampai agarosa benar-benar terlarut, dan tuang dalam cetakan agarosa.

Pasang sisir pada cetakan dan tunggu selama 15-20 menit hingga agarosa

mengeras. Masukan gel kedalam tangki elektroforesis yang berisi buffer TAE 1X.

Selanjutnya siapkan sampel yang akan dielektroforesis. Hamparkan

parafilm, dan totolkan sekitar 1 µL loding dye untuk 1 sampel. Ambil 4 µL PCR

produk dan campurkan dengan lodyng dye kemudian masukan dalam sumur gel.

Jalankan mesin elektroforesis pada 200 V dan arus 400 mA selama 15 menit.

Setelah 15 menit, angkat gel dan lihat hasilnya dengan menggunakan

lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan foto menggunakan kamera

Polaroid.

4.3.4 EXO/SAP

Exo/Sap bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa primer yang tidak ikut

bereaksi dan juga dNTPs sisa selama proses PCR berlangsung. Sample yang

positif setelah diuji dengan menggunakan gel elektroforesis, maka selanjutnya

produk PCR tersebut di EXO/SAP.

Page 18: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

18

Tabel 2. Komposisi Master Mix Exo/Sap

Master Mix …… Tabung

EXO/SAP Standar Protocol …………… tabung

EXO 0,5 µL ………… µL

SAP 0,5 µL ………… µL

Master Mix 1 µL ………… µL

PCR Produk 5 µL ………… µL

Total 6 µL ………… µL

Komposisi dan jumlah komponen dalam Exo/SAP, mengikuti protocol

pada table 2. Selanjutnya ambil 4 µL sampel DNA produk PCR dan masukan

dalam tabung PCR, kemudian buat Mastermixnya dalam sebuah tabung yaitu

dengan menambahkan 3 µL enzim SAP dan 3 µL enzim EXO. Campurkan

mastermix dengan menggunakan pipet hingga merata. Ambil 1 µL mastermix

kemudian tambahkan dalam sampel yang berada dalam tabung PCR dan campur

hingga merata. Putar dalam sentrifuge untuk memastikan sampel dan mastermix

benar-benar tercampur dan juga untuk menghilangkan gelembung jika ada.

Terakhir yaitu masukan kedalam mesin termocycler dengan program

EXO/SAP yaitu inkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, untuk menghentikan

kerja enzim yaitu pada suhu 80oC selama 15 menit, kemudian dinginkan pada

suhu kamar 25oC selama 1 menit.

4.3.5 Siklus Pengurutan Nukleotida (cycle sequencing)

Sequencing DNA adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida

yang terdapat dalam DNA. Pada proses ini kta menggunakan tabung

microsentrifugasi yang memiliki 48 lubang, jadi untuk melakukan cycle

sequencing kita harus memiliki minimal 24 DNA hasil EXO/SAP. Sebelum

membuat mastermix, siapkan tabung microsentrifugasi (tabung berisi 48 lubang)

dan beri label tabung tersebut. Selanjutnya siapkan 2 mastermix, yaitu MM1 dan

MM2. Komposisi dari MM1 adalah 26 µL primer COTS FSeq, dan 130 µL buffer

sequens, 26 µL big dye, 26 µL DMSO dan 364 µL dH2O. untuk MM2 terdiri dari

26 µL Primer Ctrl forward, 130 µL buffer sequens, 26 µL big dye, 26 µL DMSO

Page 19: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

19

dan 364 µL ddH2O.Isikan 11 µL MM1 pada 24 tabung pertama dan 11 µL MM2

pada 24 tabung terakhir. Kemudian isikan 1 µL DNA hasil EXO/SAP pada

masing-masing tabung. Setelah itu, masukan dalam thermo cycler dan jalankan

program cycle sequencing, yaitu pada suhu 96oC selama 10 detik, 50

oC selama 5

detik, 60oC selama 4 menit, dan lakukan pengulangan sebanyak 25 siklus.

4.3.6 Presipitasi

Setelah dilakukan Cycle sequencing, maka kita tambahkan 48 µL

isopropanol 40 % kemudian tutup tabung dan sentrifugasi selama 30 menit.

Setelah 30 menit, buka tutup tabung, dan balik tabungnya diatas tissue kimtech,

sehingga semua isopropanol habis. Pellet DNA yang tersisa didalam tabung,

ditambah dengan 40 µL ethanol 70% dan disentrifugasi selama 1 menit.

Selanjutnya buka penutup dan buang etanol dengan membalik tabung diatas tisu.

Pellet DNA yang tersisa dalam tabung, diberi 10 µL Formamida lalu dikemas

ditutup dan dikemas dengan alumunium foil. Produk presipitasi ini dikirim ker

Cornel University, Amerika Serikat untuk penentuan urutan nukleotida dari

sequens DNA dengan menggunakan mesin sequencher AB1377 (applied

Biosystem). Hasil sequens, bisa kita download dari website Cornel University,

untuk kita lakukan analisis data.

4.3.7 Analisis data

Hasil sequens yang kita dapatkan, merupakan hasil kerja mesin, sehingga

kita perlu melakukan pengeditan jika terdapat kesalahan pembacaan kromatogram

oleh mesin. Analsis ini dilakukan dengan menggunakan software Sequencher 4.1

dan Mega 4.0.2 dan hasil yang diperoleh berupa urutan nukleotida dan jumlah

pasang basanya.

Page 20: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Ekstraksi, Amplifikasi, dan Elektroforesi

Ekstraksi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode chelex.

Sampel yang digunakan adalah A. planci yang diperoleh dari daerah Derawan,

Kalimantan Timur. Jaringan yang digunakan adalah tube feet A. planci, diambil

sedikit (sekitar sebesar satu titik) dimasukan dalam chelex 10% dan di vortex

selama 10 detik dan disentrifugasi selama 3 detik dengan tujuan untuk

meyakinkan bahwa sampel telah masuk kedalamlarutan chelex. Selanjutnya

dipanaskan dalam hotblock pada suhu 95oC selama 35 menit bertujuan untuk

memecahkan protein, yang mana chelex akan melindungi DNAnase dan

mencegah sampel terkontaminasi. Setelah itu divortex kembali dan disentrigusai,

dengan tujuan untuk memisahkan komponen-komponen sel. Dalam hal ini,

makromolekul yang memiliki berat moekul besar seperti lemak, karbohidrat,

protein akan berada dibagian bawah, sedangkan komponen yang memiliki berat

molekul kecil seperti asam nukleat (DNA) berada dibagian atas (supernatan).

Polymerisasi chain reaction merupakan salah satu metode untuk

menggandakan jumlah DNA hasil ekstraksi. Pada prinsipnya, PCR sama seperti

proses replikasi yang dilakukan oleh makhluk hidup, hanya saja PCR dilakukan

secara invitro dan menggunakan mesin thermocycler. Pada proses ini, primer yang

digunakan yaitu berupa oligonukleotida yang telah didesain khusus untuk A.

planci, dan lokasinya penempelannya spesifik pada daerah gen control region

DNA mitokondria, yaitu primer COTSctrlRev (crown of tohrn control revers) dan

COTSctrlFwd (crown of tohrn control forward). Adapun urutan nukleotida dari

COTSctrlRev adalah (5’-CAAAAGCTGACGGGTAAGCAA-3’) sedangkan

urutan nukleotida dari COTSctrlfwd adalah (5’-TAAGGAAGTTTGCGAC

CTCGAT-3’).

Untuk mengetahui hasil dari proses PCR ini, dilakukan dengan gel

elektroforesis, dan hasilnya seperti pada gambar 5. Dari gambar tersebut nampak

bahwa adanya band pada sumur nomor 1 sampai 6, yang berarti bahwa kita telah

berhasil mengisolasi dan mengamplifikasi gen control region DNA mitokondria

A. planci. Sumur nomor 1 adalah ladder dan nomor 2-6 adalah sampel.

Page 21: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

21

Gambar 5. Gel elektroforesis hasil PCR

Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari kesuksesan proses

ekstraksi yang dilakukan. Selain itu ada beberapa factor yang mempengaruhi hasil

dari proses PCR, yaitu kesesuaian primer, dan kesesuaian suhu. Suatu primer

biasanya dirancang dengan panjang basa tertentu, semakin panjang basa

nukleotida primer maka akan semakin spesifik daerah yang dikopi, akan tetapi

jika primer yang digunakan terlalu panjang, akan mengurangi keberhasilan proses

penempelan primer. Demikian halnya jika primer yang digunakan terlalu pendek,

maka daerah yang dikopi kurang spesifik, atau boleh jadi daerah yang dikopi

bukan daerah target kita. Suhu yang digunakan dalam tahap annealing, akan

sangat menentukan kesuksesan PCR. Setiap spesies memiliki suhu annealing yang

berbeda-beda, sehinnga penggunaan suhu annealing yang sesuai sangat berperan

untuk mendapatkan hasil yang bagus.

5.2 Urutan Nukleotida Fragmen Gen control region mtDNA.

Dari hasil PCR yang positif, telah dilakukan exo/sap dan cycle sequencing,

serta dilakukan analisis terhadap sequens DNA. Hasil pengurutan sequens DNA

seperti ditunjukan pada kromatogram gambar 6. Dari gambar ini, kita bisa melihat

bahwa, masing-masing nukleotida memiliki warna tersendiri. Untuk nukleotida G

berwarna hitam, A berwarna hijau, C berwarna biru dan T berwarna merah.

Dalam elektroforegram biasanya terdapat peak yang tidak sempurna, yaitu adanya

tumpukan peak. Oleh karena itu, perlu kiranya kita melakukan editing pada hasil

sequens dengan menggunakan bantuan sequens reversnya.

Page 22: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

22

Gambar 6 elektroforegram lima sampel A.planci

Berdasarkan elektroforegram dan editing yang dilakukan, didapatkan urutan

fragmen gen control region mtDNA Acanthaster planci sebagai berikut:

#A._planci_MTdna CCC TAT GGG GTA ATA CAA TAC GGA AAG ATA CAC CTT -TT TTC TTA CTT [ 48]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ..T .A. .G. ... ... ... -.. ... ... ... [ 48]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... .CT ... ... ... ... ... C.. ... ... A.. [ 48]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... G.. ... ... ... T.. ... ... ... [ 48]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... ... ..T .A. G.. ... ... ... T.. ... ... ... [ 48]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... .C. ... ... ... ... ... -.. ... ... ... [ 48]

#A._planci_MTdna TTC CGC TCC GCG GGG GGA TAG TTA GGG TAA GGC TAC ATA GGC TAA ACC [ 96]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... A.. ... ... [ 96]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... A.. ... ... [ 96]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... A.. ... ... [ 96]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... .A. ... ... ... ... ... ... ... A.. ... ... [ 96]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... A.. ... ... [ 96]

#A._planci_MTdna CAG TTT ATA CGC CAT CCT ACA CTC TAG TTA TAA GTT CTT TCT GAT ACA [144]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... C-. ... ... ... ... ... ... [144]

#SAMPEL_2 .G. ... ... T.. ... ... .T. ... ... .-. ... ... ... ... ... ... [144]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... .-. ... ... ... ... ... ... [144]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... T.. ... TC. ... .-. ... ... ... ... ... ... [144]

#SAMPEL_5 ... ... ... T.. ... ... ... T.. ... .-. ... ... ... ... ... ... [144]

#A._planci_MTdna GGA TTA ATA CTA AAC AAT GAC AGT ACC CGC TTT ACC GTC TTA TCA AAA [192]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..G ... ... [192]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [192]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [192]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... ... ... ... G.. ... ... ... ... ... ... ... [192]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [192]

Page 23: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

23

#A._planci_MTdna AAC CAC GGT CAC GTA GGC CCT ATG CAA CTA TAT AAC TAT CGA CGT CAC [240]

#SAMPEL_1 ... ... ..C ... ... ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... [240]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... [240]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... [240]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... [240]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... C.. ... ... ... [240]

#A._planci_MTdna ACT TTA ACC CAG TTT TTA AAC CCT AAA CCT CTC ACG CAG AGG CTT GAC [288]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..A ... ... ... ... [288]

#SAMPEL_2 ... ... G.. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [288]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .C. ... ... ... ... ... [288]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... A.. [288]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [288]

#A._planci_MTdna GTT TCC ACT GCC TGA AGC TAC CGC AAC CGC AGA CAC CAA GAA CCA ATC [336]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..G ... ... ... ... ... [336]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... ... .A. ... ... ... ... ... ... ... ... [336]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [336]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [336]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [336]

#A._planci_MTdna TTT ATT TTA CAA CAG AAC CTT CAA AAG TGT TTA CCT TAA GAT ATT GAC [384]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [384]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [384]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [384]

#SAMPEL_4 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .G. ... ... [384]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [384]

#A._planci_MTdna ACC ACC CCT TCG ATC CTT TCG TAC TAG AAG GGA CCC TTG CTC TAT TCA [432]

#SAMPEL_1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [432]

#SAMPEL_2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [432]

#SAMPEL_3 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [432]

#SAMPEL_4 ... G.. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [432]

#SAMPEL_5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... [432]

#A._planci_MTdna ATC GT [437]

#SAMPEL_1 ... .. [437]

#SAMPEL_2 ... .. [437]

#SAMPEL_3 ... .. [437]

#SAMPEL_4 ... .. [437]

#SAMPEL_5 ... .. [437]

Pada urutan nukleotida tersebut , tanda titik menunjukan bahwa nukleotida

tersebut sama dengan nukleotida pertama (A. planci mtDNA dari gene bank).

Sedangkan nukleotida yang berbeda, di berikan symbol huruf sesuai dengan

nukleotida yang sebenarnya.

5.3 Analisis Fragmen Gen control region mtDNA A. planci

Analisis nukleotida ini meliputi analisis komposisi basa nukleotida,

perbandingan dengan gene bank, dan hubungan kekerabatannya.

Tabel 8. Komposisi Nukleotida kelima sampel

T C A G Total

Sampel 1 27,1 27,6 29,4 15,9 435

Sampel 2 28,0 26,8 29,4 15,9 436

Page 24: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

24

Sampel 3 27,3 27,5 29,4 15,8 436

Sampel 4 28,0 26,8 29,4 15,8 436

Sampel 5 27,8 27,1 29,4 15,6 435

Jumlah nukleotida kelima sampel tidak sam, sampel 1 dan 5 memiliki

nukleotida sebanyak 435 pb, sedangkan sampel 2,3, dan 4, memiliki jumlah

nukleotida 436 pb, hal ini terjadi karena adanya mutasi Indel yang menyebabkan

adanya gaps pada sampel 1 dan 5 yaitu tepatnya pada site 37. Kemungkinan ini

disebabkan karena mutasi tipe insersi (penambahan) pada sampel 2,3, dan 4,

karena pada A.planci yang diperoleh dari gene bank, kita juga menemukan gaps

pada site 37.

Kelima sampel ini memang benar-benar spesies A. planci, hal ini

dibuktikan dengan membandingkan sequens kelima sampel dengan data yang ada

di gene bank (National Center Biotechnology Information). Dari gene bank, kita

hanya menemukan data sequens satu individu A. planci. Sampel 1 dan 2 memiliki

kedekatan genetic 98% jika dibandingkan dengan data gene bank, sedangkan

untuk sampel 3 dan 5 memiliki kedekatan 99%, dan 97% untuk sampel 4.

Dari data sequens kelima sampel, kita menemukan adanya 26 site yang

berbeda, yang merupakan akibat dari adanya mutasi, baik itu transisi ataupun

transverse, atau bahkan Indel (insersi-dellesi). Adapun perubahan nukleotid ini

bisa dilhat pada table 4. Dalam table tersebut terlihat bahwa, terjadi transisi pada

site 21, 23, 25, 26, 65, 98, 106, 102, 106, 112, 116, 118, 119, 124, 169, 186, 201,

247, 272, 276, 286, 311, 321, 377, 388. Sedangkan transverse terjadi pada site 20

dan 46. Untuk indel terjadi hanya pada site 37.

Table 4. Perbedaan nukleotida kelima sampel

2

0

2

1

2

3

2

5

2

6

3

7

4

6

6

5

9

8

1

0

6

1

1

2

1

1

6

1

1

8

1

1

9

1

2

4

1

6

9

1

8

6

2

0

1

2

4

7

2

7

2

2

7

6

2

8

6

3

1

1

3

2

1

3

7

7

3

8

8

Sampel 1 A T A A G - C G A C C C C T C A G C A T A G G G A A

Sampel 2 C . G . A C A . G T . T . . T . A T G . G . A A . .

Sampel 3 . C G G A T . . . . . . . . T . A T . C G . . A . .

Sampel 4 . . . G A T . A . . T . T C T G A T . . G A . A G G

Sampel 5 C C G . A - . . . T . . T . T . A T . . G . . A . .

Page 25: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

25

Secara genetic, kelima sampel memiliki haplotipe yang berbeda-beda,

tidak ada yang satu haplotipe. Hal ini bisa kita lihat dari jarak genetiknya, yaitu

dengan melihat table 5 (table pairwise distance). Pada table tersebut, kita bisa

melihat perbedaan antar nukelotida. Nilai ini berkisar dari 0 sampai 1. Ketika kita

mendapatkan nilai 0 antara dua sampel ini berarti bahwa kedua sampel tersebut

adalah satu haplotipe. Sedangkan jika kita mendapatkan angka 1, hal ini berarti

bahwa kedua sampel tersebut sangat berbeda dan tidak memiliki hubungan

sedikitpun. Dalam table ini kita melihat bahwa hubungan yang terdekat yaitu

antara sampel 3 dengan sampel A. planci dari gene bank. Dengan perbedaan 0,01

(1%), berarti bahwa kedua sampel ini memiliki kesamaan 99%. Demikian halnya

dengan sampel 5 dan 1 kemudian juga sampel 5 dan 3. Hubungan yang paling

jauh yaitu antar sampel 1 dengan sampel 4 dan sampel 2 dengan sampel 4 dengan

tingkat kesamaan 96%. Tingkat kesamaan ini juga divisualisasikan dalam pohon

filogenetik pada gambar 7.

Table 5. Pairwise Distance dengan metode kimura 2 parameter

I II III IV V VI

A.panci (I)

Sampel 1 (II) 0,02

Sampel 2 (III) 0,02 0,03

Sampel 3 (IV) 0,01 0,02 0,02

Sampel 4 (V) 0,03 0,04 0,04 0,03

Sampel 5 (VI) 0,01 0,03 0,02 0,01 0,03

Gambar 7. Pohon filogenetik dengan metode kimura 2 parameter

Page 26: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

26

VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kelima sampel A.planci, merupakan haplotipe yang berbeda.

2. Kelima sampel memiliki perbedaan panjang nukleotida yaitu : 475 untuk

sampel 1 dan 5 sedangkan untuk sampel 2,3,dan 4 memiliki panjang

nukleotida 476 pb.

3. Hubugan kekrabatan antara kelima smapel yaitu : antara sampel 1 dan 4, 2

dan 4 memiiki kesamaan genetic 96%, untuk sampel 1 dan 2, 2 dan 5, 3

dan 4, 4 dan 5 memiliki kesamaan genetic 97%, sedangkan sampel 1 dan

3, 2 dan 3 memiliki kesamaan genetic 98%, dan yag terakhir sampel 5 dan

1, sampel 3dan 5 memiliki kesamaan 99%.

6.2 Saran

Dari hasil yang diperoleh, disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan

dengan menggunakan sampel dari lokasi lain, diseluruh Indonesia, \dan

menggabungkannya kemudian dilakukan analisis philogeografi dari A.planci di

Indonesia. Selain itu, sumber data genetic di gene bank tentang acanthaster planci

masih sangat sedikit, sehingga perlu dilakukan pengurutan sequens DNA secara

lengkap dan memasukannya ke gene bank.

Page 27: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

27

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. DNA mitokondria. Wikipedia. (2 Agustus 2010 08:41 WITA)

http://id.wikipedia.org/wiki/DNA_mitokondria

Anonim1. 2009. Taxonomy Acanthaster planci. Biosearch. (21 Juli 2010 4:44

WITA) http://www.scuba-equipment usa.com

Anonim2. 2009. Model Dinamika Populasi dan Evaluasi Stok. (15 Juli 2010

11:15 WITA) http://ahmaddaud.blogspot.com/2009/03/pola-interaksi-

terumbu-karang-dengan.html

Budianto Agus. 2002. Sang bintang laut pemburu karang. Warta oceanografi

vol. XVI.

La Aji, Sri. Karakterisasi Fragmen gen COI bulu babi tripnetus gratilla yang

diperoleh dengan metode PCR. Jurusan kimia Unipa. Manokwari.

Lehninger, L.A. 1982. Dasar-dasar Biokimia jilid 3. Erlangga. IPB Bogor.

Muladno. 2002. Seputar teknologi rekayasa genetika. Pustaka wirausaha muda.

Bogor.

Solihin, DD. 1994. Peranan DNA mitokondria dalam studi keragaman genetic

dan biologi populasi pada hewan. Jurnal hayati.

Tamura K, Dudley J, Nei M & Kumar S (2007) MEGA4: Molecular

Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0.

Molecular Biology and Evolution 24:1596-1599

Toha, A.H.A, dkk.2009. Panduan teknologi DNA untuk mempelajari

organism laut. Laboratorium Genetika UNIPA. Manokwari.

Yasuda N, dkk. 2006. Complete mitochondrial genome sequences for Crown-of-

thorns starfish Acanthaster planci and Acanthaster brevispinus (14

Agustus 2010 13:00 WITA)

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi

Yuriadi, dkk. 2010. Kajian molekuler daerah D-Loop parsial DNA mitokondria

kuda (equus cabllus) asli tengger. Jurnal veteriner FKH UNUD

BAli.vol 11 no 1 maret 2010. ISSN : 1411-8327 hal1-6.

Page 28: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

28

LAMPIRAN

Page 29: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

29

Lampiran 1. Diagram proses Pengukuran Genetik

Ekstraksi

PCR

ElektroforesisEXOSAP

Cycle Sequensing

Presipitasi

Sequenser

Editing dan Analisis data

Dilihat dengan UV 254 nm

Page 30: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

30

Lampiran 2. Gambar Alat-Alat Laboratorium di Biomedik dan biomol

Hewan FKH UNUD.

Micro Sentrifuge

Mesin PCR

Laminar Flow

ELISA Reader

Inkubator

Wadah Elekroforesis

Page 31: Isolasi Dan Analasis Daerah Control Region Dna Mitokondria a.planci

31

Mikroskop

Estrim ESCO