ISLAMISASI POLITICAL VIEW MUSLIM DI...
Transcript of ISLAMISASI POLITICAL VIEW MUSLIM DI...
1
ISLAMISASI POLITICAL VIEW MUSLIM DI INDONESIA
Oleh: Hammad Al Mujaddidy*
A. Pendahuluan
Hubungan Islam dengan politik selalu menarik untuk diperbincangkan.
Dengan penduduk mayoritas Muslim, politik di Indonesia tidak jarang dikaitkan
dengan hal keagamaan (syariat). Sangat disayangkan jika penduduk Muslim
Indonesia tidak bersatu dan berjalan bersama dalam cita-cita Islam, termasuk dalam
politik. Suatu kelumrahan (keharusan) jika seorang Muslim ingin menjalankan atau
mengamalkan nilai dan norma Islam dalam bernegara. Hal ini tidak melanggar
ideologi Negara, Pancasila sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa menjadi dasar
untuk bersatu dan beramal atas nama Ketuhanan (Agama).
Banyaknya penyelewengan hukum yang dilakukan oleh beberapa Muslim
dijadikan alat oleh lawan politik Islam. Munculnya narasi “Lebih baik pemimpin
kafir tapi jujur atau pemimpin Muslim tapi korupsi” kemudian membawa
kebingungan dalam masyarakat, khususnya umat Islam. Oleh karena itu, perlu adanya
persatuan dan gerakan untuk menanamkan nilai-nilai Islam (Islamisasi) ke dalam
sistem dan perilaku politik masyarakat. Secara sederhana, Islamisasi ini merupakan
suatu proses pengembalian seorang muslim kepada nilai-nilai luhur Islam1. Hal ini
dipandang perlu untuk menjaga stabilitas Negara dan sebagai bentuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Bagi pemeluknya, Islam merupakan ajaran universal. Agama yang mengatur
dan mengakomodir setiap sendi kehidupan manusia, tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Ketika seorang muslim ingin berkeluarga, maka Islam hadir dengan tata cara
berkeluarga yang baik dan benar. Bahkan tata cara minum dan makan pun Islam
*Peserta Program Kaderisasi Ulama UNIDA Gontor Angkatan XII 1 Adnin Armas, Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu, (Ponorogo: Centre for Islamic and Occidental
Studies (CIOS), 2007), hlm. 23
2
mengaturnya, makan-minum menggunakan tangan, mengambil posisi duduk dan
mengawali-mengakhiri dengan doa. Pengaturan seperti ini pun dilakukan dalam
kegiatan bermasyarakat dan bernegara, Islam memiliki aturan dan pandangan
tersendiri akan hal tersebut. Politik atau dalam Islam dikenal dengan siyasah
bertujuan untuk mengelola kehidupan seluruh anggota masyarakat dalam suatu
Negara. Dengan harapan akan tercipta keteraturan hidup, baik dalam beribadah
maupun bersosial sehari-hari.2 Oleh karena itu, suatu keharusan bagi seorang Muslim
untuk mengawali setiap langkah kehidupan dengan kacamata Islam (Islamic
Worldview).
Indonesia memilih sistem demokrasi sebagai dasar politik Negara. Demokrasi
ini disandarkan pada kebebasan, kesamaan, dan kehendak rakyat banyak sebagai
tolok ukur politik.3 Keterbukaan dan kebebasan ini menjadi kesempatan bagi setiap
individu untuk ikut serta dan berperan dalam kegiatan bernegara. Hingga sudah
saatnya bagi setiap Muslim untuk memperhatikan bagian ini dengan tidak melupakan
identitas keislamannya. Karena tidak jarang terjadi dikotomi dalam memahami
kegiatan bernegara (berpolitik). Para politikus beranggapan bahwa mereka dapat
mencapai tujuan materi dengan kekuasaan saja, sedangkan masyarakat “religius”
berasumsi bahwa mereka dapat mencapai tujuan spiritual hanya dengan kesalehan
saja.4 Padahal dalam bernegara dan kehidupan secara umum, satu hal dengan yang
lainnya berkaitan dan tidak dapat dipisahkan begitu saja.
Tulisan ini membahas apa makna dan pentingnya islamisasi bagi muslim
dalam memandang politik di Indonesia. Selain itu, dijelaskan di dalamnya pengertian
dari political view dalam kaitannya dengan Negara dan kehidupan masyarakat.
Tulisan ini juga membahas tentang bagaimana proses islamisasi political view
2 Anthony Black, The History of Islamic Political Thought, (Inggris: CPI Antony Rowe, Chippenham,
Eastbourne, 2011), Second Edition, hlm. 103 3 Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 16
4 Loc. cit. Anthony Black, hlm. 159
3
sebagai suatu solusi dalam menjawab kebingungan masyarakat akan pandangan Islam
dalam politik.
B. Makna Politik dan Realita Political View
Kehidupan masyarakat yang berbagai macam bentuk dan rupa membutuhkan
suatu sistem untuk mengatur keberlangsungannya. Dalam hal ini, politik hadir
sebagai sistem untuk mengatur manusia dalam usaha-usaha menggapai kehidupan
yang lebih baik.5 Bila berbicara tentang Negara, maka politik menyangkut akan
kebijakan, peraturan, dan sistem dalam melaksanakan fungsi Negara. Elemen
penyusun fungsi tersebut diharapkan dapat membawa kehidupan masyarakat umum
kepada kondisi yang lebih baik. Pada umumnya, politik merupakan usaha dalam
menentukan aturan-aturan yang dapat diterima mayoritas warga Negara.6 Aturan-
aturan tersebut menjadi kesepakatan bersama untuk menghasilkan nilai-nilai
harmonis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Jika diibaratkan, politik merupakan permainan yang dilakukan oleh para
politikus. Permainan ini sangat erat kaitannya dengan who gets what? How does he
get it? dan when or why does he get it?. Baik-buruk serta beretika atau tidaknya
permainan tersebut ditentukan oleh moral dari pemainnya.7 Sehingga perilaku
politikus sudah pasti mengacu pada nilai-nilai moral tertentu yang dijadikan dasar
dalam bertindak dan berprilaku di ranah kekuasaan.8
Perilaku politik sebagian masyarakat muslim tersebut dipengaruhi oleh
atmosfir politik yang berkembang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, politik
merupakan segala hal yang berkaitan tentang urusan kenegaraan, kepemerintahan,
5 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 13
6 Ibid, hlm. 15
7 Abdi Omar Shuriye, Introduction to Political Science: Islamic and Western Perspectives, (Kuala
Lumpur: Ilmiah Publisher, 2000), hlm. 123-124 8 Op, cit, Hendra Nurthajo, hlm. 26
4
dan tindakan yang bersangkutan dengan kebijakan untuk Negara dan/atau Negara
lain.9 Membicarakan politik berarti membahas tentang kekuasaan.
10 Kekuasaan yang
mengatur kehidupan bernegara, bersosial, sektor pendidikan, perekonomian dan
segala hal yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
Tidak jauh berbeda, politik Barat yang banyak dipengaruhi oleh filsuf Yunani
Kuno juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kepemerintahan dan Negara
untuk mencapai kehidupan terbaik dalam masyarakat.11
Jika diibaratkan, politik
merupakan permainan yang dilakukan oleh para politikus. Permainan ini sangat erat
kaitannya dengan who gets what? How does he get it? dan when or why does he get
it?. Baik-buruk serta beretika atau tidaknya permainan tersebut ditentukan oleh moral
dari pemainnya.12
Meskipun memiliki tujuan yang baik, tidak selamanya kegiatan politik diisi
dengan hal-hal positif, tetapi tidak jarang juga terlihat hal-hal negatif. Hal ini
dikarenakan politik merupakan cerminan dari pada tabiat dan cara pandang manusia
terhadap tujuan politik, baik ataupun buruknya tabiat tersebut.13
Sudah menjadi hal
biasa saat ini dalam realita kehidupan, kita seringkali menemukan dan melihat
kegiatan yang tak terpuji atau bahkan tidak sesuai norma agama dalam politik. Peter
Merkl mengatakan “Politik, dalam bentuk yang paling buruk adalah perebutan
kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri.14
Sehingga, prilaku dan cara pandang politik seseorang dipengaruhi oleh norma
yang tertanam dalam diri orang tersebut. Politikus dalam kegiatan politisnya bisa
dipastikan mengacu pada nilai-nilai moral tertentu yang dijadikan dasar dalam
9 https://kbbi.web.id/politik diakses pukul 20:08 WIB pada tanggal 03 November 2018
10Op, cit. Hendra Nurtjahjo, hlm. 26
11 Op, cit. Miriam Budiardjo, hlm. 14
12 Op, cit. Abdi Omar Shuriye, hlm. 123-124
13 Loc, cit. Miriam Budiardjo, hlm. 15-16
14 Peter Merkl, Continuity and Change, hlm 13 dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik…
hlm 16
5
bertindak dan berprilaku di ranah kekuasaan.15
Begitu pula dengan masyarakat awam
sebagai pemilih, suara yang mereka berikan dalam pemilihan umum merupakan
cerminan dari pemahaman dan cara pandang masyarakat yang berkaitan dengan
kondisi politik serta politikus yang terlibat dalam pemilihan umum.
Ketika pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 yang memunculkan
pasangan Anies-Sandi sebagai pemimpin baru Ibukota. Pasangan ini terpilih setelah
memenangkan pemungutan suara langsung tahap dua dari pasangan petahana Ahok-
Djarot. Menurut penghitungan suara (hitung cepat) dari Indikator Politik Indonesia,
Anies-Sandi mendapatkan perolehan suara sebesar 57,74 persen dan Ahok-Djarot
dengan perolehan 42,26 persen suara.16
Pembahasan menarik dari fenomena pemilukada DKI Jakarta adalah
terbaginya suara Umat Islam dalam pemilihan Kepala Daerah. Perbedaan dalam
dunia politik memang tidak bisa dinafikan. Tetapi, terdapat perihal yang seharusnya
menjadi acuan utama pemilih dalam menentukan pilihan, terutama bagi seorang
Muslim. Sudah menjadi keharusan bagi seorang Muslim untuk menjadikan al-Qur‟an
dan al-Hadist sebagai tuntunan dalam berkehidupan, termasuk dalam hal memilih
pemimpin. Menurut data yang dikeluarkan oleh Exit Poll, 35 persen dari jumlah total
perolehan suara pasangan Ahok-Djarot berasal dari pemilih beragama Islam.17
Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan dan perpecahan di antara
umat Islam dalam menentukan pilihan. Merujuk kepada surah al-Maidah ayat 57,
disebutkan bahwa tidak seharusnya seorang muslim memilih atau menjadikan orang-
orang yang mempermainkan dan memperolok agama sebagai pemimpin atas
15
Op. cit, Hendra Nurtjahjo, hlm. 26 16
https://tirto.id/menurut-perhitungan-cepat-anies-sandiaga-menang-telak-cm6x diakses pukul 20:45
WIB tanggal 30 oktober 2018 17
https://tirto.id/faktor-agama-menentukan-kemenangan-anies-sandiaga-cm79 diakses pukul 18:35
WIB tanggal 26 oktober 2018
6
mayoritas umat muslim.18
Tentu ini bukan membawa isu sara ke ranah politik, tetapi
merupakan bagian dari ajran dan perintah agama yang harus di jalankan oleh
penganutnya. Kemudian tidak menjadi masalah ketika seorang muslim, seorang
kristiani, dan penganut agama yang diakui UU menggunakan hak suara sesuai dengan
ajaran agamanya.
Selain kejadian diatas, fenomena yang marak terjadi adalah money politics.
Dalam UU nomor 10 tahun 2016, money politics merupakan kegiatan memberikan
uang atau materi lainnya sebagai imbalan secara langsung ataupun tidak langsung
untuk menentukan sikap dalam pemilihan umum.19
Kegiatan politik uang (serangan
18
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekali-kali kamu menjadikan pemimpinmu dari orang-
orang yang membuat syariat atau ajaran agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, sebab hal ini
hanya akan menyebabkan terjadinya pelecehan terhadap tuntunan Ilahi….
Senada dengan al-Maidah ayat 57, perihal larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin,
pelindung, penolong dan bahkan kawan setia juga disebutkan dalam surah an-Nisa ayat 144 dan Ali-
Imran ayat 28.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya ,
yakni pemimpin-pemimpin, teman-teman penolong serta pendukung kamu, dengan meninggalkan
orang-orang mukmin…. (an-Nisa: 144)
Janganlah orang-orang beriman dengan sebenar-benarnya menjadikan orang kafir, baik kafir secara
akidah maupun orang yang bergelimang dalam kedurhakaan, sebagai wali, yaitu orang terdekat yang
menjadi tempat menyimpan rahasia yang menyangkut kemaslahatan umum, melainkan orang-orang
beriman…..(Ali-Imran: 28)
Makna ayat dinukil dari https://quran.kemenag.go.id/ diakses pada 28 November 2018 pukul 22.34
WIB
19 Lebih jelasnya lihat Undang-undang nomor 10 tahun 2016 pasal 187A-D
187A- (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara
Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak
menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah,
memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat
7
fajar) tidak jarang berdampak kepada disorientasi jabatan ketika sudah terpilih.
Pejabat yang melakukan politik uang cenderung akan melakukan penyalahgunaan
kekuasaan dan berujung pada perilaku korup. Oleh karenanya, politikus yang
memberi dan pemilih yang menerima sama-sama bersalah di mata hukum.
Pada pemilihan gubernur NTB tahun 2018 misalnya, BAWASLU (Badan
Pengawas Pemilu) menemukan pelanggaran yang dilakukan pasangan calon.20
Pelanggaran berupa ditemukannya paket sabun dan jilbab sehari sebelum hari
pencoblosan. Bagi masyarakat awam, hal ini tidak jarang dianggap sebagai suatu
yang lumrah dalam pesta demokrasi. Padahal kegiatan tersebut selain melanggar
hukum Negara juga norma agama.21
(4) dipidana dengan pidana pejara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denada paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
187B- Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
187C- Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum memberi imbalan pad aproses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon
terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan penjara paling singkat 24 (dua puluh
empat) bulan dan pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
187D- Pengurus lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). 20
https://www.suarantb.com/headline/2018/07/258091/Bawaslu.Temukan.Sejumlah.Pelanggaran.di.Pil
kada.NTB/ diakses pada 26 Oktober 2018 pukul 21:05 WIB (ditenukan paket sabun, tasbih dan jilbab
warna coklat disertai stiker salah satu calon gubernur dan wakil gubernur) 21
Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil seperti dengan cara
korupsi, menipu, ataupun merampok, dan jangan pula kamu menyuap dengan harta itu kepada para
hakim untuk bisa melegalkan perbuatan jahat kamu dengan maksud agar kamu dapat memakan,
8
Sebagai pembelajaran dan pengetahuan, budaya barat berkaitan erat dengan
pemisahan agama dari sendi-sendi kehidupan (sekularisme).22
Hal tersebut juga
terjadi dalam bidang politik. Hubungan antara Negara dengan agama (Kristen) yang
tidak akur menimbulkan “pemberontakan” terhadap kedudukan keduanya.
Ketidakakuran ini dimulai ketika barat yang dikuasai Kristen (zaman kegelapan)
mulai memasuki zaman pencerahan (Renaissance), revolusi prancis dan
industrialisasi besar-besaran di Inggris. Kemudian barat mulai mengenal semangat
keilmuan (scientific worldviews) yang diwarnai oleh sekularisme, rasionalisme,
empirisisme, dikotomi pemikiran, desakralisasi, pragmatisme dan penafian kebenaran
metafisis (agama).23
Ideologi sekularisme dan liberalisme kemudian menjadi salah satu sumber
pandangan hidup barat modern dalam bersosial dan berpolitik. Secara politis,
liberalisme bermakna sebagai ideologi politik yang berpusat pada individu, memiliki
hak dalam pemerintahan, termasuk juga persamaan hak untuk dihormati, hak
berkespresi, dan bertindak serta bebas dari ikatan keagamaan dan ideologi.24
Liberalisme yang terjadi saat itu telah berhasil memojokkan dan bahkan memisahkan
agama dengan urusan sosial dan politik sedikit demi sedikit.25
Hal ini pun terjadi
ketika Kristen Katolik dan Protestan dimasuki paham liberalisme, gereja dan hal-hal
teologis terkurung dibawah kepentingan politik.26
Oleh karena itu, peradaban Barat
menggunakan, memiliki, dan menguasai sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa karena
melanggar ketentuan Allah, padahal kamu mengetahui bahwa perbuatan itu diharamkan Allah. (al-
Baqarah:188) https://quran.kemenag.go.id/index.php/tafsir/1/2/188 diakses pada 05 November 2018
pukul 22.50 WIB
22 Syed Muhammad Naquid al-Attas, Risalah Untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001),
hlm 22-26 23
Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam (Gerakan bersama Missionaris, Orientalis
dan Kolonialis), (Ponorogo: CIOS UNIDA, 2010), hlm. 6 24
Simon Blackburn, Oxford Dictionary of Philosophy, (Oxford: Oxford University Press, 1996),
liberalism, hlm. 218 25
Loc. cit, Hamid Fahmy Zarkasyi, hlm. 37 26
Ibid, hlm. 36
9
(Modern dan Postmodern) bisa dikatakan tidak memasukkan pengaruh agama ke
dalam unsur peradaban.
Sekularisme merupakan hasil dari pada sekularisasi. Sekular yang berasal dari
bahasa Latin Saeculum memiliki dua pengertian, yaitu waktu dan tempat atau ruang.
Waktu tersebut merujuk kepada sekarang atau kini, dan ruang menunjukkan
pengertian tentang dunia atau duniawi.27
Jadi, peristiwa-peristiwa zaman kini harus
merujuk kepada kondisi dunia yang saat ini juga28
bukan malah menjadikan sumber
terdahulu sebagai pengukur kejadian masa sekarang. Melihat dunia Barat, istilah
sekuler merujuk kepada kebijakan yang memisahkan Gereja dari Negara, atau
sebaliknya.29
Gereja (agama) yang merupakan produksi masa lampau dianggap tidak
relevan lagi dengan kondisi Negara zaman kini.
Sekularisasi merupakan kata lain dari proses upaya menjadikan seseorang atau
suatu kelompok berideologi sekuler. Proses ini didefinisikan sebagai pembebasan
manusia, pertama dari agama dan kemudian pembebasan dari aturan metafisis atas
akal dan bahasanya.30
Dari rangkaian tersebut muncullah sekularisme; Ideologi atau
gerakan yang diakibatkan oleh konflik sejarah antara gereja dan kekuasaan politik di
Eropa. Sederhanya, gerakan tersebut bertujuan untuk memisahkan agama dan Negara
dalam hal politik, dan juga bersamaan dengan pemisahan doktrin gereja dari ilmu
pengetahuan.31
27
Syed Muhammad Naquib Al Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, second
impression, 1993), hlm. 16 28
Ibid, 29
M. Syukri Ismail, Kritik Terhadap Sekularisme (Pandangan Yusuf Qardhawi), (Ponorogo: Centre
for Islamic and Occidental Studies ISID Gontor, 2007), hlm. 5
30 Harvey Cox, The Secular City, (New Jersey: Princeton University Press, 2013), hlm. 2
al-Attas dalam bukunya Islam and Secularism… hlm. 17 dengan teks asli berbunyi “secularization is
defined as the deliverance of man „first from religious and then from metaphysical control over his
reason and his language”. 31
Camile Al-Hajj, A Simplified Encyclopedia of Philosophical and Sociological Thought, (Beirut:
Libraire du Liban Publisher, 2000), hlm. 373
10
Dari pemaparan diatas, bisa disimpulkan bahwa pasca zaman kegelapan barat
sedikit banyak dipengaruhi oleh sekularisme dan liberalisme. Pengaruh kedua
ideologi tersebut hampir menyeluruh dan merata tersebar di masyarakat Barat. Hal ini
kemudian merubah konsep dan pola kehidupan barat secara politik, ekonomi, hukum,
sosial dan lainnya. Khusus dalam politik, Kristen dan Barat pun memiliki konsep
pemisahan perihal ketuhanan dengan kekaisaran.32
Sehingga, fenomena politik yang
terjadi di Barat bisa dikatakan sebagai produk atas kekecewaan Negara atas dominasi
agama Kristen.33
C. Islamisasi Political View
Istilah Islamisasi awalnya dipopulerkan oleh Prof Syed Naquid al-Attas34
atas
keresahan beliau melihat kondisi umat Islam pada era saat ini. Beliau mendefiniskan
Islamisasi sebagai berikut:
“Islamization is the liberation of man first from magical, mythological, animistic,
national-cultural tradition opposed to islam, and then from secular control over his
reason and his language. The man of islam is he whose reason and language are no
longer control by magic, mythology, animism, his own national and cultural traditions
opposed to islam, and secularism. He is liberated from both the magical and the
secural world views.”35
32
Matius 22:21, Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka:
“berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang
wajib kamu berikan kepada Allah.” Dikutip dari http://alkitab.me/Matius/22/21#.W925y9UzbDc
diakses pada 4 November 2018 pukul 01:51 WIB
33 Op, cit. Risalah Untuk Kaum Muslimin,…. hlm. 22
34 Syed Muhammad Naquid al-Attas adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim yang lahir di
Bogor, 5 September 1931. Beliau adalah pendiri sekaligus direktur International Institue of Islamic
Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur , Malaysia. 35
Syed Myhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: International Institute of
Islamic Thought and Civilization-ISTAC, 1993), hlm. 44-45
“islamisasi adalah pembebasan manusia yang diawali pembebasan dari tradisi-tradisi yang
berunsurkan ghaib, mitologi, animisme, kebangsaan-kebudayaan, yang bertentangan dengan islam, dan
sesudah itu pembebasan dari kungkungan sekular terhadap sekular dan bahasanya, manusia islam
11
Meskipun dipopulerkan oleh Syed Naquid al-Attas pada tahun 70-an, akan
tetapi prakteknya telah berjalan sejak zaman para Nabi. Pada zaman Nabi, praktek-
praktek yang bertentangan dengan Islam kemudian di-islamisasi-kan, seperti ibadah
ditentukan dengan cara khusus, peperangan diatur, perdagangan ditertibkan dan
kemusyrikan di-tauhid-kan. Islamisasi pada dasarnya ruh bagi Islam dan umat Islam,
bukan berupa akulturasi, dan juga bukan produk budaya Arab.36
Islamisasi secara ringkas adalah upaya untuk mendefinisikan dan menerapkan
relevansi nilai-nilai islam di dalam kebudayaan, adat, tradisi, dan lokalitas masyarakat
agar selamat dari cengkraman worldview yang tidak sesuai dengan fitrah seorang
Muslim.37
Nilai-nilai Islam perlu ditanamkan pada seluruh aspek kehidupan,
khususnya bagi seorang Muslim. Universalitas Islam mencakup seluruh aspek
kehidupan, politik, sosial, ekonomi, hukum dan lain sebagainyaOleh karena itu
strategi-strategi untuk merealisasikannya sangat lah penting, termasuk melalui jalan
politik.
Islamisasi politik sendiri bentuk usaha berpolitik yang sesuai dengan ajaran
Islam. Pemahaman Islam terhadap politik dikenal dengan istilah al-Siyasah. Secara
harfiah, al-Siyasah berasal dari bahasa arab yang berarti mengatur, mengendalikan,
mengurus, atau membuat keputusan.38
Secara bahasa, al-siyasah adalah melakukan
sesuatu demi kebaikan untuknya.39
Adapun secara syara‟, al-Siyasah berarti:
adalah orang yang akal dan bahasanya tidak lagi dikungkung oleh kekuatan ghaib, mitologi, animisme,
tradisi nasional dan kebudayaan, serta sekularisme. Ia terbebaskan baik dari pandangan alam
(worldview) yang berunsurkan kekuatan ghaib maupun pandangan alam yang sekular” terjemahan
dalam buku islam dan sekularasime karya Syed Muhammad Naquib al-Attas oleh Dr. Khalif
Muammar diterbitkan oleh Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN), Bandung,
2011 36
Pengertian Islamisasi Sains oleh Hamid Fahmy Zarkasyi. http://inpasonline.com/pengertian-
islamisasi-sains/ diakses pada 7 November 2018 pukul 16:22 WIB 37
Isma‟il Raji al-Faruqi, Isalamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1984),
hlm. 83, Adnin Armas, Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu, (Ponorogo: Centre for Islamic and
Occidental Studie (CIOS), 2007), hlm. 23, Arti Mengislamkan oleh Hamid Fahmy Zarkasyi
http://inpasonline.com/arti-mengislamkan/ diakses pada 8 November 2018 pukul 16:47 WIB 38
H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah.
(Bandung: Sunan Gunung Djati Press, 2000), hlm. 25 39
Abdu al-Malik bin Ahmad bin al-Mubarok Ramdhani al-Jazairy, Madarik al-Nadzor fy al-Siyasah,
(Saudi Arabia: Dar Sabil al-Mu‟minin li al-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1418 H), hlm 142
12
لل ولةةةةةةةةةةةةةتدبفسةةةةةةةةةةةةةدميتد ةةةةةةةةةةةةةاد لةةةةةةةةةةةةة د يةةةةةةةةةةةةة دب ةةةةةةةةةةةةةا دود فةةةةةةةةةةةةة ددوندبلعامةةةةةةةةةةةةةتفالسياسةةةةةةةةةةةةةتدبل ةةةةةةةةةةةةة يتد ةةةةةةةةةةةةة د ةةةةةةةةةةةةة دبل ةةةةةةةةةةةةة د
40.…ب ضاردممادفد تع ىدح و دبل يتدوأصوهلادبل ليت
Terjemahan bebasnya adalah al-siyasah al-syariah merupakan pengaturan
menyeluruh terhadap pemerintahan -umat- Islam, mencakup penetapan maslahat dan
menolak kemudharatan yang tidak melampaui ketentuan syariat dan dasar-dasarnya
semua.
Konsep dasar daripada filsafat politik adalah konsep tata kelola Negara.41
Negara pun memiliki pengertian sebagai kelompok masyarakat yang dibentuk untuk
memelihara perdamaian dan keadilan, dalam cakupan wilayah tertentu dengan jalan
paksaan.42
Sebagai pengaturan pranata sosial-politik masyarakat,43
pola Negara
dengan penduduk mayoritas muslim harus bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat
perihal keagamaan, yaitu syariat Islam. Karena agama dan Negara (kekuasaan)
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Agama merupakan akar dalam
berkuasa (politik) dan kekuasaan berupa negara digunakan sebagai pelindung
agama.44
Bila ditelisik seksama, dalam al-Qur‟an tidak ada teori khusu yang membahas
tentang sistem Negara.45
Al-Qur‟an secara khusus lebih menekankan bagaimana
moral kepemimpinan. Dicontohkan dengan kisah-kisah Nabi dan Rasul Allah ataupun
raja-raja terdahulu sehingga mereka bisa membawa kaumnya menuju kemakmuran
ataupun kehancuran. Al-Qur‟an bukanlah risalah tentang ilmu politik, melainkan
40
Ibid, hlm. 142-143, lebih jelasnya lihat di al-Siyasah al-Syariah karya Abdu al-Wahhab Khalaf, hlm.
15 41
Qamaruddin Khan, Tentang Teori Politik Islam, terj. Taufik Adnan Amal, (Bandung: Pustaka,1995),
hlm. 1 42
Ibid. 43
Majalah Islamia, Islam dan Negara: Perspektif Pak Natsir, edisi XI No. I Februari 2017, hlm. 43 44
Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Beirut: Dar Ibn
Hazm, 2005), hlm. 26
دودب لكدودبل ند وأماند:دفال ندأصلدودبلسلطاندحارس.45
Loc. cit, Qamaruddin khan…. hlm. 1
13
sejarah moral manusia (pemimpin) dalam mengendalikan kekuasaannya. Hal ini
terlihat bagaimana al-Qur‟an menggambarkan pola kepemimpinan yang
memakmurkan dan menyengsarakan dari kisah Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi
Musa, Jalut, Thalut dan Fir‟aun. Meskipun berbicara tentang kekuasaan dan otoritas
politik, hal tersebut tidak berkaitan dengan teori politik tertentu (bentuk Negara). 46
Politik ataupun siyasah bukan hal baru bagi Islam. Semenjak hijrah Nabi
Muhammad ke madinah, beliau tidak lagi hanya menjadi seorang Rasulullah, tetapi
juga sebagai kepala Negara. Saat era Mekkah, beliau tidak mendapatkan dukungan
politis dari pembesar-pembesar Mekkah, tapi ketika di Madinah beliau diangkat
menjadi pemimpin.47
Fakta sejarah ini membuktikan bahwa Islam sudah lama
berkutat dengan hal-hal politis.
Seperti yang telah disebutkan diatas, Islam secara khusus tidak mengarahkan
umat untuk menggunakan bentuk atau sistem pemerintahan tertentu. Pada masa
Khulafa al-Rasyidin sistem pemilihan khalifah (pemimpin) setelah wafat Rasulullah
pun berbeda-beda. Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pertama hasil dari
kesepakatan kaum Anshar dan Muhajirin, sedangkan Umar bin Khattab ditunjuk oleh
khalifah sebelumnya untuk menjadi pemimpin yang juga dengan persetujuan umat.
Berbeda lagi dengan khalifah ketiga, Utsman bin Affan yang merupakan pilihan tim
formatur bentukkan Umar bin Khattab sebelum wafat. Dan terakhir khalifah ke empat
Ali bin Abi Thalib pun menjadi pemimpin atas desakan masyarakat Madinah.48
Islam
46
Op, cit. Qamaruddin Khan….. hlm. 3-5 47
Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demokrasi: antara fundamentalisme dan sekularisme, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2015), hlm. 13, Menurut Miriam Budiardjo setidaknya ada 4 ciri sesuatu bisa
dikatakan sebagai Negara: adanya Wilayah, Penduduk, Pemerintah, dan Kedaulatan. Keempat ciri ini
sangat terlihat ketika masa Rasulullah di Madinah tersebut. Wilayahnya adalah Madinah,
pendudukanya jelas penduduk Madinah dan ditambah penduduk Mekkah yang iktu berhijrah,
pemerintahan adalah pemerintahannya merupakan Rasulullah sendiri yang dipercaya menjadi
“penguasa” tunggal Madinah. Segala perkara hukum dan politik diadukan kepada beliau, yang terkahir
adalah kedaulatan, Rasulullah memiliki kedaulatan dan kekuasaan tertinggi untuk mengatur rakyatnya
dan melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan. (Dasar-dasar Ilmu Politik, cet 19 tahun
2013) 48
Ibid, hlm. 17-28
14
secara umum menaruh perhatian besar terhadap “Nahkoda” masyarakat dalam
bersosial dan berpolitik.
Siyasah as-Syariyyah adalah sistem Islam untuk mengatur kehidupan manusia
dan Negara demi mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.49
Budaya politik
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan emosi, kepercayaan, perilaku dan norma
sosial yang berhubungan pemerintahan, sistem politik dan skenario politik.50
Oleh
karenanya, dasar daripada politik islam berkaitan dengan norma-norma agama dan
Negara.
Dalam Islam, studi Politik (siyasah) merupakan bagian dari yurispudensi,
syariat, dan teologi.51
Ketika berpolitik, maka yang menjadi tujuan utama seorang
politikus (pemimpin) Muslim adalah menjaga dan menegakkan agama serta mengatur
kehidupan dunia (Negara).52
Sehingga output dari seorang Muslim ketika berpolitik
adalah perilaku dan kebijakan yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan serta tetap
menjunjung tinggi Negara.
Karya Ibn Taimiyyah berkaitan tentang politik as-Siyasah as-Syar’iyyah
didasari oleh surah an-Nisa ayat 58 dan 59.53
Berdasarkan kedua ayat tersebut, Ibn
Taimiyyah mengisyaratkan unsur-unsur yang terlibat dalam proses siyasah:
49
Op, cit. Muhammad Imaroh…. hlm. 38 50
Op, cit. Abdi Omar Shuriye…. hlm. 94 51
Ibid, hlm. 17 52
Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashri al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyah, (Kairo:
Dar al-Hadist, 2006) hlm. 15
داستدبل نيا,دود اد ند ومدهبتديفدبألمتدوبجبدابفمجاعدوبندشذد نهمدبألصمزبفمامت:دموضو تدخلدفتدبلنبوةديفدح بستدبل ندودسي53
د د د د د د د د دد د دد د د دد د د د ددد
د د د د دددد د د د د د د د د د دد د د دد
د د د دد د د د د دد د د د دبلنساء(ددد(
15
:دنزلتدبأل تدبألوىلديفدوف تدبألمورد ليهمدأند وبدبألمناتدإىلدأ لهادوإذبدح موبد نيدبلناسدأندءدقالدبلعلما"
"حي موبدابلع لدونزلتدبلثانيتديفدبل يتدمندبجليوشدودغ م...54
“ulama menyatakan, bahwa ayat pertama (an-Nisa:58) berkaitan dengan
pemegang kekuasaan, yang berkewajiban menyampaikan amanah kepada yang
berhak dan menghukumi dengan cara yang adil; dan ayat yang kedua (an-Nisa:59)
berhubungan dengan rakyat, baik militer dan selain itu…”
Selain sebagai unsur siyasah, kedua ayat tersebut memerintahkan kepada para
pemimpin untuk menunaikan amanah yang diberikan dan berlaku adil dalam
menentukan kebijakan. Dan kewajiban bagi rakyat untuk mentaati pemimpin (umara
dan ulama)55
selama tidak melanggar syariat Islam, serta mengembalikan segala
perkara yang diperdebatkan kepada hukum Allah dan Sunnah Rasulullah.56
Dan
inilah yang semestinya diperhatikan oleh setiap pelaku politik (politikus dan
masyarakat umum) dalam menentukan langkah dan keputusan politiknya.
Pergerakan politik dalam Islam sudah mulai terlihat ketika Rasulullah
Muhammad hijrah ke Madinah. Menurut Montgomery Watt, penyambutan
masyarakat Madinah dengan tala’a al badru alayna digambarkan sebagai suatu
sambutan yang penuh dengan warna kenabian dan kenegarawanan.57
Selain itu, pasca
periode kepemimpinan Rasulullah, kekuasaan Islam terus berkembang melalui
ekspansi dan pendudukan ke beberapa daerah.58
Kenyataan ini cukup menjadi bukti
bahwa Islam bergelut dengan politik, dan memiliki pandangan politik tersendiri.
54
Ahmad bin Abdil Halim bin Abdi al-Salam Ibnu Taimiyyah, al-Siyasah al-Syar’iyyah, (Jeddah: Dar
al-Ilmi al-Fawâidy, …) hlm. 5 55
Lebih jelasnya lihat penjelasan Ibn Katsir tentang kalimat Ulil Amri di
http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura4-aya59.html , diakses penulis pada tanggal 07 Novemebr
2018 pukul 12:43 WIB 56
Al-Muhtasor fi al-Tafsir al-Qur’an Tasnif Jamaati min Ulama al-Tafsir, cetakan Ketiga, (Muassasah
al-Lu‟luah al-Waqfiyyah: Markaz Tafsir li al-Dirasah al-Qur‟aniyyah, 1437 H) hlm. 117 57
Bahtiar Effendy, Jalan Tengah Politik Islam; Kaitan Islam, Demokrasi, dan Negara yang Tidak
Mudah, (Jakarta: Penerbit Ushul Press, 2005), hlm. 4 58
Ibid.
16
Sejarah juga membuktikan betapa tak terpisahkannya Islam dengan masalah
politik. Muhammad Imaroh membagi politik menjadi dua, siyasah dholimah yang
tentu tidak dikehendaki oleh syariat dan siyasah aadilah yang sesuai dengan syariat;
mendahulukan haq dari kedzaliman.59
Kenyataan ini kemudian memunculkan
fenomena “jumbuhnya” ulama dan umara60
dalam menentukan tindakan-tindakan
politis agar tidak menyalahi syariat.
Bagi seorang Muslim, cita-cita utama dalam kehidupan adalah cita-cita
Islam.61
Sehingga dalam berpolitik pun yang harus diutamakan adalah cita-cita Islam.
Cita-cita untuk menjaga dan menegakkan agama serta mengatur kehidupan dunia
dengan benar dan jauh dari kemudaratan. Oleh sebab itu, adapsi terhadap politik barat
ke dalam politik Islam harus dilakukan, dan juga sebagai bentuk penyesuain dengan
keadaan politik global.
Pada dasarnya, politik Islam dan Barat tidaklah jauh berbeda yaitu bermaksud
untuk mengatur kehidupan dunia dengan jalan kekuasaan atau pemerintahan. Sebagai
seorang Muslim, kita juga harus mengakui bahwa tidak semua politik Barat buruk.
Faktanya institusi politik Barat, sistem pemerintahan, dan beberapa hal administratif
bisa digunakan oleh masyarakat Muslim.62
Oleh karena itu, seorang Muslim harus
mengetahui esensi dari kedua metode politik ini.
D. Realisasi Islamisasi
Umat Islam saat ini dihadapkan dengan problem pendidikan dan pengetahuan
tentang al-Siyasah al-Syariyyah. Kurangnya pendidikan Islami yang benar dan
mencukupi mengakibatkan seorang muslim terjangkit paham sekularisme dan
59
Op. cit, Muhammad Imaroh…. hlm. 35 60
Loc. cit, Bahtiar Effendy…. hlm. 5 61
Isma‟il Raji al-Faruqi, Isalamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1984),
hlm. 18 62
Op, cit. Abdi Omar Shuriye…… hlm. 2
17
liberalisme yang bertentangan dengan Islam. Padahal, dengan pendidikan Islami yang
tersusun secara benar akan menghalangi kekeliruan yang membawa kepada
penyimpangan dan berlebihan dalam kepercayaan dan amalan.63
Ilmu pengetahuan
Barat selalu berbicara tentang manusia dan kemanusiaan. Tetapi dalam pengertian
mereka, istilah tersebut berarti manusia Barat dan kemanusiaan ala Barat.64
Sehingga
hal ihwal sosial, politik, pendidikan, ekonomi, hukum yang berasal dari Barat secara
umum didasari oleh pemikiran-pemikiran “modern” dan “postmodern”.
Berangkat dari hal itu, Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer perlu
dilakukan, termasuk ilmu Politik. Ilmu pengetahuan merupakan tombak dari
peradaban, tanpanya peradaban tidak akan terbangun. Ilmu politik yang beredar
dikalangan mayoritas umat Islam saat ini (khususnya dunia kampus) merupakan
politik duniawi, politik yang hanya memperhatikan keduniaan saja dan
mengenyampingkan agama. Sehingga tidak jarang politikus Muslim hanya beragama
ketika di masjid saja, dan tidak pada kegiatan politik mereka. Hal ini tentu sangat
jauh dari pesan al-Mawardi di atas, yaitu menjadikan agama sebagai tiang dalam
kekuasaan (politik).
Islamisasi ilmu merupakan usaha pengembalian dan penyesuaian ilmu-ilmu
pengetahuan dengan nilai-nilai Islam supaya bermanfaat bagi cita-cita Islam.65
Islamisasi ilmu pengetahuan melibatkan dua proses yang saling berkaitan: pertama,
mengisolir unsur dan konsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat66
,
di setiap bidang ilmu pengetahuan kontemporer, khususnya dalam ilmu pengetahuan
humaniora. Kedua, memasukkan unsur Islam beserta konsep kunci dalam setiap
63
Op. cit, Syed Naquib al-Attas, Islam and Secularism…. hlm. 118 64
Isma‟il Raji al-Faruqi, Isalamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1984),
hlm. 92 65
Ibid, Isma‟il Raji al-Faruqi…. hlm. 38-39 66
Menurut al-Attas, ada 5 faktor yang menjiwai budaya dan peradaban barat: 1. Akal diandalkan untuk
membimbing kehidupan manusia; 2. Bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran; 3.
Menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekuler; 4. Membela doktrin
humanisme; 5. Menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan. Diterjemahkan secara bebas dari islam and secularism hlm. 137
18
bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevan.67
Apabila ilmu tersebut tidak
sesuai dengan Islam, maka seharusnya seorang Muslim tidak menjadikannya rujukan.
Singkatnya, ilmu atau sistem Politik yang berasal dari Barat semestinya
disesuaikan dengan kultur dan norma-norma Islam. Masyarakat khususnya politikus
Muslim harus memperlajari dan mendalami politik Islam melalui karya-karya ulama
sebelum mempelajari politik barat. Menurut al-Ghazali, arti penting pengetahuan
siyasah dalam kehidupan umat Islam adalah tidak memisahkan agama dan Negara.68
Permasalahan yang muncul adalah pandangan Barat terhadap politik. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, politik Barat saat ini banyak dipengaruhi oleh paham
sekualrisme dan liberalisme yang bertentangan dengan Islam. Politik Barat bersifat
keduniawian menunjukkan perilaku yang menjadikan manusia (akal) sebagai pusat
kebenaran (antroposentrisme) dan menolak campur tangan agama dalam politik
(sekularisme).69
Selain itu, politik bagi mereka (Barat) merupakan perihal yang
membicarakan konflik dan kekuatan.70
Hal ini lah kemudian menjadi dasar pembeda
antara politik Barat dan siyasah Islam.
Kewajiban imamah (kepemimpinan)71
menurut imam al-Mawardi ada
sepuluh, dan yang pertama adalah menjaga dan menghidupkan agama.72
Syarat
pertama ini mengindikasikan agama (islam) tidak bisa dipisahkan dari perilaku
politik. Seorang politikus Muslim seharusnya berbeda dengan politikus Barat dan
tidak menjadikan mereka sebagai tolok ukur dalam berpolitik. Secara tidak langsung
67
Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy, hlm. 313 dalam Adnin Armas, Krisis
Epistemologi dan Islamisasi Ilmu, (Ponorogo: Centre for Islamic and Occidental Studie (CIOS), 2007),
hlm. 16-17 68
Op.cit, H.A Dzajuli… hlm. 12 69
Op. cit, Muhammad Imaroh… hlm. 36-38 70
Ibid, hlm. 37 71
Ketika kita berbicara tentang pemimpin, maka ini berbicara tentang pemerintahan dan Negara atau
sistem yang berkaitan dengan banyak orang. 72
Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashary al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultoniyah,
(Kairo: Dar al-Hadist, 2006), hlm. 40
19
ungkapan al-Mawardi tersebut menunjukkan bantahan terhadap politik Barat yang
memisahkan agama dari politik ataupun sebaliknya.
Imam al-Ghazali dalam karya beliau Ihya‟ Ulumuddin mengatakan:
Sesungguhnya kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan
kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan para ulama, dan kerusakan ulama
disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan.; dan barang siapa yang dikuasai oleh
ambisi duniawi maka dia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi
penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.73
Ulama dan pemimpin ibarat saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan. Sama
halnya dengan ulama, pemimpin dalam Islam memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam kehidupan masyarakat. Muhammad bin Ali bin Fadhil berkata; bahwa karakter
masyarakat mengikuti kebiasaan dari raja (pemimpin) mereka.74
Setiap kegiatan dan
perilaku pemimpin secara tidak langsung akan ditiru oleh rakyatnya. Kemudian
disinilah pentingnya ulama dan pemimpin harus selalu bergandengan, agar setiap
langkah yang diambil pemimpin sesuai dengan Agama.
Dari pernyataan al-Ghazali di atas, secara tidak langsung menunjukkan bahwa
kedudukan ulama lebih tinggi dari pemimpin. Sebagai warosat al-Anbiya75
ulama
memiliki posisi yang sangat vital dalam kehidupan dunia. Sebagaimana yang
diungkapkan al-Ghazali diatas, krisis yang terjadi di masyarakat dan Negara berakar
73
Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Beirut: Dar Ibn
Hazm, 2005), hlm. 704
وبء.مادفس تدبل يتدإفد فسا دب لوك,دودمادفس تدب لوكدإفد فسا دبلعلماء.دفنعوذدابهللدمندبلغ وردودبلعمى,دفإنهدبل بءدبلذيدليسدلهدبل74
Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, al-tibr al-masbuk fi nasihati al-mulk,
(Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyyah, 1988), hlm. 51 75
Muhmmad bin Isa bin Abu Isa al-Tirmidzi al-Salamy, Al-Jami’ al-Shahih Sunan al-Tirmidzi,
(Beirut: Dar Ihya‟ al-Turats al-Araby) juz 5, hlm. 48
نتد لىدأ يدبل ر بءدح ثنادممو د ندخ بشدبلبةغ ب ي،دأخرباندمم د ند ز دبلوبسط ،دأخرباند اصمد ندرجاءد ندحيوةدث دقال:د"ق مدرجلدمندب ،د ندقةيسد ند
ارة؟دقالدف.دقالدمادكديدأخ ؟دف الدح ثد ةلغيندأنكد ثهد ندرسولدهللادملسو هيلع هللا ىلص،دقال:دأمادجئتدلاجت؟دقالدو ود م دفة الدمادأق مد دف.دقالدأمادق متدلتعتدرسولد تغ دفيهد لمادسلكدهللادلهدط ادإىلدبجلنت،دوإندجئتدإفديفدطلبد ذبدبل ث.دقال:دفإندس دئ تدلتض دأجنحتةهاددهللادملسو هيلع هللا ىلصد ة ول:دمندسلكدط اد ةبة
ب
بدرضىدلطالبدبلعلم،دوإندبلعالدليستةغف دلهدمنديفدبلسموبتدومنديفدبألد دبل وب فضلدبل م د لىدسائ د لىدبلعا ،د اء،دوفضلدبلعال،دإندر دح ىدبليتانديفدب
.أخذد هدفة دأخذدبظدوبف ددفمندبلعلماءدورثتدبألنبياء،دإندبفنبياءدلد ةورثوبد ناربدوفد رها،دإنادورثوبدبلعلم،د
20
dari kerusakan ulamanya. Oleh karena itu, seorang ulama harus bebas dari kekangan
dunia dan pemikiran-pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan islam.
Melihat hubungan ulama dengan kekuasaan, setidaknya sikap ulama terbagi
menjadi tiga kelompok. Pertama, ulama yang tidak memiliki hasrat dan kemauan
untuk berinteraksi dengan penguasa. Hal ini dilakukan untuk menjaga diri dari hal-hal
makruh (abu-abu) yang tidak jarang ulama hanya dijadikan tameng untuk
melanggengkan kekuasaan, atau untuk meredam amarah umat atas kecurangan yang
dilakukan penguasa. Kedua, ulama yang toleran terhadap penguasa. Ulama kelompok
ini sering berdialog dengan penguasa dan tidak jarang menerima bantuan dengan
syarat demi kepentingan umat dan tidak melanggar syariat. Ulama sadar bahwa tanpa
power dari penguasa, fatwa-fatwa dari ulama akan susah untuk mendapat tempat atau
ruang. Kerjasama antara penguasa dan ulama tetap dilakukan, namun tetap menjaga
jarak serta marwah dan idealisme keulamaan. Ketiga, ulama yang menggadaikan diri
kepada penguasa. Mereka yang patuh dan membela penguasa dengan memelintir al-
Qur‟an dan Hadist Rasulullah. Ulama seperti ini dikenal dengan ulama al-su’, yaitu
tidak lagi memiliki integritas karena pengabdiannya sudah berubah kepada para
penguasa.76
Sejatinya kepemimpinan itu tidak akan bertahan tanpa bantuan atau
pertolongan pihak lainnya. Ada ungkapan bahwa kesultanan (pemimpin) tidak akan
bertahan tanpa ada pendampingan dari orang-orang terpilih77
yang menasihati dan
membantunya.78
Strategisnya poisis ulama dalam kehidupan sudah semestinya
disadari umat Islam, karena setelah Rasulullah wafat tidak ada lagi yang menjelaskan
Islam yang benar kecuali para ulama. Memang benar tidak ada yang melarang ulama
76
Muhammad Amin MS, Mengislamkan Kursi dan Meja, (Pekanbaru: Yayasan Lembaga Kajian
Pewaris Negeri Pekanbaru, 2009), hlm. 22-23, lebih lengkap lagi lihat karya Imam al-Ghazali Ihya’
Ulumuddin bab Rub’u Ibadat dalam kitab al-Ilm halaman 71-98 tentang perbedaan ulama dunia dan
akhirat. 77
Yang dimaksudkan dengan orang-orang terpilih adalah mereka yang menguasai ilmu-ilmu agama
(ulama) dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kepemerintahan. 78
Op. cit, al-Ghazali dalam at-Tibr al-Mabuk fi nasihati al-Muluk, hlm. 85
21
untuk menjadi pemimpin atau berpolitik praktis, akan tetapi posisi ideal ulama tidak
jarang tergoyahkan ketika sudah berkuasa, seperti sikap ulama kelompok pertama
diatas.
Islamisasi merupakan bukan hal yang baru dalam Islam. Proses menuju
sesuatu yang lebih baik dan sesuai dengan syariat adalah keharusan bagi umat Islam
seluruhnya, khususnya Indonesia. Tapi perlu kita sadari, islamisasi ini bukanlah tugas
satu atau dua orang saja, melainkan ini tugas kita bersama. Pemikir-pemikir muslim
harus berkerjasama melakukan islamisasi. Belum menyeluruh dan meratanya
Islamisasi disebabkan sama-sama bekerja tetapi belum bekerjasama. Hal ini
merupakan upaya melestarikan budaya Islam yang telah dicontohkan Rasulullah,
yaitu mengembalikan masyarakat kepada nilai dan norma Islam. Bukan menolak dan
menafikan keilmuan dunia, tetapi lebih kepada mengadaptasinya agar sesuai dengan
syariat Islam.
E. Kesimpulan
Kehidupan politik hampir dialami setiap orang dalam bernegara dan
bermasyarakat. Bagi seorang Muslim, politik merupakan bagian dari upaya
menghidupkan ajaran dan nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Selain
menjalankan perintah agama, seorang Muslim pun harus mengikuti aturan-aturan
Negara yang berlaku dan disepakati bersama seluruh masyarakat Indonesia yaitu;
Pancasila dan UUD 1945. Meski begitu, dalam bernegara dan beragama (Islam),
umat Islam Indonesia tidak jarang dihadapkan dengan pemikiran yang berusaha
memisahkan Islam dari politik. Hal ini perlu disadari sejak dini oleh setiap Muslim
agar bisa menghadang pemikiran tersebut dengan berpolitik sesuai ajaran Islam.
Fenomena politik menyimpang yang dilakukan beberapa umat Islam tidak
bisa menjadi tolok ukur politik Islam. Siyasah Syariyyah menjunjung tinggi nilai-nilai
22
keagaman dan ajakan untuk mentaati pemerintahan yang berkuasa. Seorang Muslim
yang berkecimpung dalam politik seharusnya menjadikan Agamanya menjadi dasar
dan sumber utama dalam berpolitik. Sehingga, usaha pemisahan atau penafian agama
bukan merupakan jatidiri bangsa Indonesia yang sebenarnya. Jatidiri bangsa
Indonesia yaitu Pancasila serta nilai-nilai derevasinya, termasuk didalamnya adalah
menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai landasan dalam bernegara dan
bermasyarakat.
Daftar Pustaka
Buku:
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala Lumpur:
International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC).
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2001. Risalah untuk Kaum Muslimin. Kuala
Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC).
Al-Faruqi, Isma‟il Raji. 1984. Islamisasi Pengetahuan. (A. Mahyuddin, Terj.)
Bandung: Pustaka.
Al-Ghazali, Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. 1988. Al-Tibr al-
Masbuk fi Nasihati al-Mulk. Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyyah.
Al-Ghazali, Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. 2005. Ihya’ Ulum al-
Din. Beirut: Dar Ibn Hazm
Al-Jazairy, Abdu al-Malik bin Ahmad bin al-Mubarok Ramdhani. 1481 H. Madarik
al-Nadzor fi al-Siyasah. Saudi Arabia: Dar Sabil al-Mu‟minun li al-Nasyr wa
al-Tauzi‟.
Al-Mawardi, Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashri. 2006. Al-Ahkam al-
Sultoniyah. Kairo: Dar al-Hadist.
Al-Salamy , Muhmmad bin Isa bin Abu Isa al-Tirmidzi, Al-Jami’ al-Shahih Sunan al-
Tirmidzi, Beirut: Dar Ihya‟ al-Turats al-Araby
23
___________. 1437 H. al-Muhatasor fi al-Tafsir al-Qur’an Tasnif Jamaati min
Ulamaa al-Tafsir. Muassasah al-Lu‟luah al-Waqfiyyah: Markaz Tafsir li al-
Dirasah al-Qur‟aniyyah.
Armas, Adnin. 2007. Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu. Ponorogo: Centre for
Islamic and Occidental Studies (CIOS).
Blackburn, Simon. 1996. Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford: Oxford
University Press.
Bawazir, Tohir. 2015. Jalan Tengah Demokrasi: antara Fundamentalis dan
Sekularisme. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Black, Anthony. 2011. The History of Islamic Political Thought. Inggris: CPI Antony
Rowe, Chippenham, Eastbourne.
Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Cox, Harvey. 2013. The Secular City. New Jersey: Princeton University Press.
Djazuli, H.A. 2000. Fiqh Siyasah; Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-
Rambu Syariah. Bandung: Sunan Gunung Djati Press.
Effendy, Bachtiar. 2005. Jalan Tengah Politik Islam; Kaitan Islam, Demokrasi, dan
Negara yang Tidak Mudah. Jakarta: Penerbit Ushul Press.
Ismail, M Syukri. 2007. Kritik Terhadap Sekularisme (Pandangan Yusuf Qardhawi).
Ponorogo: Centre for Islamic and Occidental Studies (CIOS).
Khan, Qomaruddin. 1995. Tentang Teori Politik Islam. (T. A. Amal, Terj.). Bandung:
Pustaka.
MS, Muhammad Amin. 2009. Mengislamkan Kursi dan Meja. Pekanbaru: Yayasan
Lembaga Kajian Pewaris Negeri Pekanbaru.
Nurtjahjo, Hendra. 2008. Filasafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Shuriye, Abdi Omar. 2000. Introduction to Political Science: Islamic and Western
Perspective. Kuala Lumpur: Ilmiah Publisher.
Taimiyah, Ahmad bin Abdil Halim bin Abdi al-Salam Ibnu. al-Siyasah al-Syar’iyyah
fi Ishlahi al-Ra’i wa al-Ra’iyyah. Jeddah: Dar Ilmi al-Fawaidy.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2010. Liberalisasi Pemikiran Islam (Gerakan bersama
Missionaris, Orientalis, dan Kolonialis). Ponorogo: Centre of Islamic and
Occidental Studies (CIOS).
24
Majalah:
Majalah ISLAMIA, Februari, 2017. Edisi XI No. I. Islam dan Negara; Perspektif Pak
Natsir. hlm. 43.
Website:
https://tirto.id/menurut-perhitungan-cepat-anies-sandiaga-menang-telak-cm6x diakses
pada 30 Oktober 2018 pukul 20:45 WIB
https://tirto.id/faktor-agama-menentukan-kemenangan-anies-sandiaga-cm79 diakses
pukul 18:35 WIB tanggal 26 oktober 2018
https://kbbi.web.id/politik diakses pukul 20:08 WIB pada tanggal 03 November 2018
https://quran.kemenag.go.id/ diakses pada 28 November 2018 pukul 22.34 WIB
https://www.suarantb.com/headline/2018/07/258091/Bawaslu.Temukan.Sejumlah.Pel
anggaran.di.Pilkada.NTB/ diakses pada 26 Oktober 2018 pukul 21:05 WIB
https://quran.kemenag.go.id/index.php/tafsir/1/2/188 diakses pada 05 November 2018
pukul 22.50 WIB
http://alkitab.me/Matius/22/21#.W925y9UzbDc diakses pada 4 November 2018
pukul 01:51 WIB
http://inpasonline.com/pengertian-islamisasi-sains/ diakses pada 7 November 2018
pukul 16:22 WIB
http://inpasonline.com/arti-mengislamkan/ diakses pada 8 November 2018 pukul
16:47 WIB
http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura4-aya59.html diakses pada tanggal 7
November 2018 pukul 12:43 WIB
Lain-lain:
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 pasal 187A sampai 187D.