Islam dan keluarga berencana
-
Upload
bambang-setiawan -
Category
Design
-
view
14 -
download
0
Transcript of Islam dan keluarga berencana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak keturunan,
yang tentunya keturunan yang banyak tersebut betul-betul diharapkan
kebermanfaatannya, bukan justru mengacaukan dan memperburuk wajah Islam
dan umat Islam. Seperti banyak umat Islam yang berada pada kebodohan,
kemiskinan dan kemelaratan. Diantara penyebabnya adalah jumlah populasi
manusia yang semakin banyak tanpa diiringi dengan kualitas. Sehingga negara
tidak mampu memberikan fasilitas kehidupan yang layak bagi pendidikan,
pekerjaan dan kesehatan masyarakatnya.
Menghadapi pertumbuhan penduduk yang sulit dibendung dapat
menyebabkan masalah sosial yang sangat komplek, maka ditemukan identifikasi
masalah bahwa pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan lapangan
pekerjaan, sehingga tidak menimbulkan kesengsaraan hidup yang berkepanjangan.
Kebijakan Program Keluarga Berancana merupakan langkah pilihan agar laju
pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan untuk diseimbangkan dengan
lapangan pekerjaan.
Namun yang menjadi pertayaan saat ini adalah apakah agama Islam
memperbolehkannya atau justru mengharamkannya. Banyak terdapat perbedaan
pendapat dalam hal ini.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana
pandangan Islam tentang Keluarga Berencana.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Keluarga Berencana ?
2. Bagaimana pandangan Islam tentang Keluarga Berencana ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pandangan Islam Tentang Keluarga Berencana
A. Pengertian Keluarga Berencana
Istilah Keluarga Berencana mempunyai arti yang sama dengan istilah yang
umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned
parenthood. Yaitu suatu perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-
anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira
dan syukur. Juga merencanakan berapa anak yang dicita-citakan yang sesuai
dengan kemampuannya sendiri dan situasi-kondisi masyarakat dan negaranya.
Dalam istilah Arab, KB juga memiliki arti yang sama dengan tanzhim al-
nasl, yaitu pengaturan keturunan/kelahiran. Bukan tahdid al-nasl, birth control
atau pembatasan kelahiran. Menurut Muhammad Syaltut, jika program KB itu
dimaksudkan sebagai usaha pembatasan anak dalam jumlah tertentu, misalnya
hanya 3 anak untuk setiap keluarga dalam segala situasi dan kondisi tanpa kecuali,
maka hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam, hukum alam, dan hikmah
Allah menciptakan manusia agar berkembang biak dan dapat memanfaatkan
karunia Allah untuk kesejahteraan hidupnya.
Dapat penulis simpulkan bahwa keluarga berencana dapat diartikan sebagai
suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga
berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak
akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan
merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar
dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
Macam-macam jenis KB antara lain, yaitu :
a. Pil KB atau kontrasepsi
Pil KB atau kontrasepsi oral berisi bentuk sintetis dua hormon yang
diproduksi secara alami dalam tubuh: estrogen dan progesteron. Kedua hormon
2
tersebut mengatur siklus menstruasi wanita. Pil KB bekerja dengan dua cara.
Pertama, menghentikan ovulasi (mencegah ovarium mengeluarkan sel telur).
Kedua, mengentalkan cairan (mucus) serviks sehingga menghambat pergerakan
sperma ke rahim.
b. Diafragma
Diafragma adalah topi karet lunak yang dipakai di dalam vagina untuk
menutupi leher rahim (pintu masuk ke rahim). Fungsinya adalah mencegah
sperma memasuki rahim. Agar diafragma bekerja dengan benar, penempatan
diafragma harus tepat.
c. Susuk (Implan)
Susuk KB adalah batang kecil berisi hormon yang ditempatkan di bawah
kulit di bagian lengan wanita. Batang itu terbuat dari plastik lentur dan hanya
seukuran korek api. Susuk KB terus-menerus melepaskan sejumlah kecil hormon
seperti pada pil KB selama tiga tahun. Selama jangka waktu itu Anda tidak perlu
memikirkan kontrasepsi. Bila Anda menginginkan anak, susuk KB dapat dicopot
kapan pun dan Anda pun akan kembali subur setelah satu bulan.
d. Kontrasepsi suntik
Kontrasepsi suntik atau injeksi adalah suntikan hormon yang mencegah
kehamilan. Setiap tiga bulan sekali Anda mendapatkan suntikan baru. Selama
periode tersebut, menstruasi Anda normal.
e. AKDR (IUD)
ADKR (alat kontrasepsi dalam rahim/Intrauterine divice) atau dalam
bahasa populernya disebut spiral adalah alat kontrasepsi kecil yang ditempatkan
dalam rahim wanita. Ada dua jenis AKDR: AKDR tembaga yang terbuat dari
plastik kecil dengan tembaga meliliti batangnya dan AKDR progestogen yang
berbentuk T kecil dengan silinder berisi progestogen di sekeliling batangnya.
f. Sterilisasi
Sterilisasi adalah kontrasepsi yang paling efektif. Pada sterilisasi pria
(vasektomi), vas deferens ditutup sehingga tidak ada sperma yang keluar,
meskipun tetap ejakulasi. Pada sterilisasi wanita (tubektomi), saluran tuba falopi
ditutup sehingga sel telur tidak keluar.
3
B. Pandangan Islam tentang Keluarga Berencana
Ber-KB dalam pengertian untuk mencegah kehamilan akibat hubungan
badan suami-istri dikenal sejak masa Nabi yaitu dengan perbuatan ‘azal yang
sekarang dikenal dengan coitus-interuptus, yaitu jimak terputus, yaitu melakukan
ejakulasi (inzal al-mani) diluar vagina (Faraj) sehingga sperma tidak bertemu
dengan indung telur isteri. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kehamilan
karena indung telur tidak dapat dibuahi sperma suami.
Diriwayatkan dari Jabir bahwasannya ada seorang yang datang menghadap
Rasulullah SAW., lalu ia berkata: “ Sesungguhnya aku mempunyai seorang jariah,
yang menjadi pembantu kami, pelayan minum kami, sedang aku sendiri
menggaulinya, akan tetapi aku kawatir dia hamil”. Maka Rasulullah
memerintahkan “Lakukan ‘azl jika engkau menghendaki dengan begitu hanya
akan masuk sekedarnya”. Atas dasar itu orang tersebut melakukan ‘azal.
Kemudian Rasulullah mendatanginya, dan orang itu berkata bahwa jariah itu
hamil. Maka Rasulullah SAW., menjawab: “Aku telah beritahu kamu
bahwasannya sperma akan masuk sekadarnya (kerahimnya) dan akan membuahi”
Hadits di atas meruapakan hadits taqriri yang menunjukkan bahwa
perbuatan ‘azal yang dilakukan dalam upaya menghindari kehamilan dapat
dibenarkan (tidak ada larangan). Jika ‘azal dilarang pasti ditegaskan dalam ayat-
ayat al-Qur’an yang masih turun pada waktu itu atau sekedar ikhtiar manusia
untuk menghindari kehamilan, sedangkan kepastiannya di tangan Tuhan.
Demikian Pula alat-alat kontrasepsi atau cara-cara lainnya, tidak dapat menjamin
sepenuhnya berhasil.
Secara esensial dan sarih, hadits di atas dapat dijadikan hukum (nash)
tentang dibolehkannya ber-KB menurut hukum Islam, sekaligus sebagai dalil
untuk mengqiyaskan penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom dan sejenisnya.
Ditinjau dari segi tujuannya, KB memilki dua tujuan antara lain :
a. النسل Tahdidun nasl / membatasi kelahiran تحديد
Jelas hukumnya terlarang karena bertentangan ajaran Islam. Baik dengan
alasan tidak bisa mencari rezeki ataupun susah dan tidak mau repot mengurus
anak. Allah Ta’ala berfirman,
4
نفيرا أكثر وجعلناكمDan Kami jadikan kelompok yang lebih besar. [Al-Isra’: 6]
Dan jumlah yang banyak adalah karunia semua kaum. Kaum Nabi Syu’aib
‘alaihissalam diperingati tentang karunia mereka,
فكثركم قليال كنتم إذ واذكرواDan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah
memperbanyak jumlah kamu. [Al-A’raf: 86]
بالباءة يأمر وسلم عليه الله صلى الله رسول كان قال مالك أنسبن عن
مكاثر فإني الولود الودود جوا تزو ويقول شديدا نهيا التبتل عن وينهى
القيامة يوم األنبياءAnas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam
memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan
berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak
banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada
hari kiamat ”
b. النسل tandzimun nasl/mengatur jarak kelahiran تنظيم
Hal ini boleh jika dengan alasan kesehatan dan berdasarkan saran dari
dokter yang terpercaya, karena jika sudah jelas berdasarkan fakta dan penelitian
bahwa itu berbahaya maka tidak boleh dilakukan. Allah Ta’ala berfirman,
المحسنين يحب الله إن وأحسنوا التهلكة إلى بأيديكم تلقوا وال“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
[Al-Baqarah: 195]
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa jika KB bertujuan untuk membatasi
keturunan tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka tidak dibenarkan menurut
syariat Islam. Oleh karena itu niat untuk menggunakan alat kontrasepsi KB harus
terlebih dahulu diluruskan. KB bukan untuk membatasi kelahiran tetapi dititik
beratkan kepada perencanaan, pengaturan dan pertanggungjawaban orang
terhadap anggota-anggota keluarganya. Dengan demikian, hukum menggunakan
alat kontrasepsi KB dibolehkan. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Swt:
5
وليقولوا الله فليتقوا عليهم خافوا ضعافا ذرية خلفهم من تركوا لو الذين وليخش
سديدا قوال
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS.
Al-Nisa:9)
Hukum asal menggunakan alat kontrasepsi KB adalah mubah, karena tidak
ada nash sharih yang melarang ataupun memerintahkannya. Hal ini diisyaratkan
dalam sebuah kaidah :
“Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang
menunjukkan keharamannya.”
Menurut Masjfuk Zuhdi bahwa hukum menggunakan alat kontrasepsi bisa
berubah dari mubah (boleh) menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
Perubahan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim yang
bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan
masyarakat/negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam:
“Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat
dan keadaan.”
Hukum mubah jika seseorang menggunakan alat kontrasepsi KB dengan
motivasi yang bersifat pribadi, seperti menjarangkan kehamilan/kelahiran, atau
untuk menjaga kesehatan/kesegaran dan kelangsingan badan si ibu, tetapi jika ber-
KB disamping punya motivasi pribadi juga motivasi yang bersifat kolektif dan
nasional seperti kesejahteraan masyarakat/negara, maka hukumnya bisa sunah
atau wajib, tergantung pada keadaan masyarakat dan negara, misalnya kepadatan
penduduk, sehingga tidak mampu mendukung kebutuhan hidup penduduknya
secara normal.
Hukum KB bisa makruh jika pasangan suami isteri tidak menghendaki
kehamilan si isteri, padahal suami tersebut tidak ada hambatan/kelainan untuk
mempunyai keturunan. Bahkan hukum ber-KB juga bisa haram jika melaksanakan
6
KB dengan cara yang bertentangan dengan norma agama. Misalnya dengan cara
vasektomi atau tubektomi (sterilisasi).
Hukum KB Menurut Al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang
melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus
dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:
تحريمها على الدليل على يدل حتى االباحة األشياء فى صل االTetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang
diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
a. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai
dengan firman Allah:
البقرة ( : التهلكة إلى بأيديكم تلقوا )195وال
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
b. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini
sesuai dengan hadits Nabi:
كفرا تكون أن الفقر كادا“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
c. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran
anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:
ضرار وال ضرر وال“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil pembenaran ber-KB
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 9
“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar ”.
7
Ayat ini memberi petunjuk kepada kita bahwa Allah mengehendaki jangan
sampai kita meninggalkan keturunan yang kalau kita sudah meninggalkan dunia
fana ini, menjadi umat dan bangsa yang lemah. Karena itu, kita harus bertaqwa
kepada Allah dan menyesuaikan perbuatan kita dengan ucapan yang telah kita
ikrarkan. Kita telah ikrar bahwa kita akan membangun masyarakat dan negara
dalam segala bidang materiil dan spiritual untuk mewujudkan suatu masyarakat
yang dalil dan makmur yang diridai oleh Allah SWT. dan salah satunya untuk
mencapai tujuan pembangunan itu adalah dengan melaksanakan KB.
b. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 233:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa
atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.
c. Firman Allah dalam Surat Luqman ayat 14:
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.
d. Firman Allah dalam Surat Al-Ahqaf ayat 15:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat
8
Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku
bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang
berserah diri".
Ayat-ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada kita bahwa kita perlu
melaksanakan perencanaan keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara
mendapatkan keturunan dengan :
a. Terpelihara kesehatan ibu anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena
beban jasmani dan rohani selama hamil, melahirkan, menyususi, dan
memelihara anak serta timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan
dalam keluarga.
b. Terpeliharanya kesehatan jiwa, kesehatan jasmani dan rohani anak serta
tersedianya pendidikan bagi anak.
c. Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban
mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.
KB Menurut Pandangan Para Ulama’
1. Ulama’ yang memperbolehkan KB
a. Imam Ghazali
KB dibolehkan dengan motif yang dibenarkan, seperti: untuk menjaga
kesehatan si ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karena banyak anak dan
untuk menjaga kecantikan si ibu.
b. Jumhur fuqaha dari mazhab Hanafi
Berpendapat bahwa melakukan pencegahan kehamilan (Al –Azl) terhadap
istri di perbolehkan. Namun imam hanafi terdahulu mensyaratkan harus dengan
seizin istri.
c. Jumhur ulama Mazhab Maliki
Berpendapat boleh melakukan ( Al –Azl ) untuk mencegah kehamilan
dengan syarat mendapatkan izin dari istri.
d. Syekh al-Hariri (Mufti besar Mesir).
9
Sama halnya dengan Imam Ghazali, Syekh al-Hariri juga memberikan
alasan-alasan dibolehkan KB, yaitu : untuk menjarangkan anak, untuk
menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk menghindari
kemudharatan bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya,
untuk menjaga kesehatan si ibu, karena setiap hamil selalu menderita suatu
penyakit dan untuk menghindari anak dari cacat fisik bila suami atau isteri
mengidap penyakit kotor.
e. Syekh Mahmud Syaltut
Dibolehkan KB dengan motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk
mengatur kelahiran.
f. Imam Al – Haramain
Mengatakan bahwa jika seorang suami melakukan pencegahan kehamilan
dengan tujuan karena enggan dan tidak mau memiliki anak, maka hukumnya
adalah haram. Namun jika melakukannya bukan dengan tujuan tersebut maka
hukumnya menjadi tidak haram.
g. Imam Syibra Malisi
Beliau membedakan antara yang mencegah kehamilan secara total dan yang
mencegahnya secara kontemporer saja. Dimana yang pertama (permanen)
dihukumi haram, sedangkan yang kedua (kontemporer) mubāh. Sama halnya
dengan ‘azal yang hukumnya mubah.
2. Ulama’ yang tidak memperbolehkan KB
a. Abu A’la al-Maududi
Abu A’la al-Maududi adalah salah seorang ulama yang menentang pendapat
orang yang membolehkan KB. Karena pada hakikatnya KB adalah untuk
menghindari dari ketentuan kehamilan dan kelahiran seorang anak manusia.
Larangan ini didasarkan kepada firman Allah Swt: نحن إمالق من أوالدكم تقتلوا وال
وإياهم dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut ...“ نرزقكم
kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.... “(QS.
al-An’am:151).
Ayat ini dikuatkan dengan firman Allah yang lain:
10
كان قتلهم إن وإياكم نرزقهم نحن إمالق خشية أوالدكم تقتلوا وال
كبيرا خطأ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. al-
Israa:31)
b. Ibrahim al-Bajuri
Haram menggunakan alat kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan
secara permanen. Adapaun alat kontrasepsi yang bersifat temporer (sementara)
maka hukumnya boleh tetapi makruh.
c. Syaikh ‘Izzuddin bin Abdussalam
Pernah menjawab sebuah pertanyaan mengenai hukum penggunaan obat
untuk mencegah kehamilan, yaitu tidak boleh dan haram hukumnya.
Meskipun ada berbagai perbedaan pendapat mengenai hukum KB, namun
dapat disimpulkan bahwa hukum KB dalam Islam adalah mubah, selama motif
pelaksanaannya tepat, seperti untuk menjaga kesehatan si ibu, untuk menghindari
kesulitan hidup, karena banyak anak dan untuk menjaga kecantikan si ibu, untuk
menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk menghindari
kemudharatan bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya,
atau yang lainnya.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur
banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi,
ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian
sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Macam-macam jenis KB antara lain, yaitu : Pil KB atau kontrasepsi,
diafragma, susuk (Implan), kontrasepsi suntik, AKDR (IUD), sterilisasi, dan
lainnya.
Meskipun ada berbagai perbedaan pendapat mengenai hukum KB, namun
dapat disimpulkan bahwa hukum KB dalam Islam adalah mubah, selama motif
pelaksanaannya tepat, seperti untuk menjaga kesehatan si ibu, untuk menghindari
kesulitan hidup, karena banyak anak dan untuk menjaga kecantikan si ibu, untuk
menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk menghindari
kemudharatan bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya,
atau yang lainnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Umran, Islam dan KB, Jakarta: PT Lentera Basritama.1997
Ahmad Ramli, Memelihara Kesehatan dalam Hukum Islam, Jakarta: Balai
Pustaka, 1996
Chuzainah, T Yanggo & H. A. Hafiz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994
Dr. Thariq At – Thawari “ KB cara islam “.Aqwam Jembatan Ilmu.
Drs. Musthafa Kamal, Fiqih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2002
HR Ibnu Hibban 9/338, Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ no 1784
Mahjuddin, M.PdI, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum
Islam masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta:2005.
Mohsin Ebrahim, Abul Fadl. (1997). Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi
Kemandulan. Bandung: Mizan.
Imam Ramli, Nihāyatul Muhtāj ila syarhi al-minhāj, Jld VIII, Bairut : Dar al-
kutub al-‘ilmiyah, 2003
Ibrahim al-Bajurῑ, Hasyiyah al-Bajurῑ, Jld.II (Indonesia: Haramain, tt ), hal. 92
13