Isi Tugas Proposal Penelitian Dan Penulisan Hukum

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi perekonomian yang terpuruk telah memaksa pemerintah dan dunia usaha untuk lebih kretif dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar mampu membuka peluang investasi baru atau mempertahankan/ memajukan usaha yang telah ada. Melaui berbagai regulasi, pemerintah telah menciptakan perangkat hukum bagi berkembangnya investasi melalui dunia usaha. Di sisi lain, pengusaha juga berupaya untuk menangkap setiap puluang bisnis yang ada, baik melalui pemanfaatan berbagai kemudahan usaha yang diberikan pemerintah maupun melalui upaya- upaya internal, misalnya melakukan efesiensi untuk menghemat biaya operasional. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan yang begitu cepat memembawa dampak timbulnya persaingan

Transcript of Isi Tugas Proposal Penelitian Dan Penulisan Hukum

2

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKondisi perekonomian yang terpuruk telah memaksa pemerintah dan dunia usaha untuk lebih kretif dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar mampu membuka peluang investasi baru atau mempertahankan/ memajukan usaha yang telah ada.Melaui berbagai regulasi, pemerintah telah menciptakan perangkat hukum bagi berkembangnya investasi melalui dunia usaha. Di sisi lain, pengusaha juga berupaya untuk menangkap setiap puluang bisnis yang ada, baik melalui pemanfaatan berbagai kemudahan usaha yang diberikan pemerintah maupun melalui upaya-upaya internal, misalnya melakukan efesiensi untuk menghemat biaya operasional. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan yang begitu cepat memembawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua lini. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel dalam peningkatan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali menejemen, memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien dan produktif.Dapat dimengerti kalau kemudian muncul kecenderungan sistem kerja secara outsourced, yaitu menggunakan tenaga kerja dari luar perusahaan. Oleh karenanya status pekerja/buruh yang didatangkan dari luar perusahaan ini adalah pekerja atau buruh kontrak yang bekerja berdasarkan jangka waktu tertentu. Sektor formal terdapat sekitar 60% pekerja yang dipekerrjakan berdasarkan perjanjian kerja. Hal ini tidak memberikan jaminan untuk terus bekerja sehingga tidak akan memperoleh kompensasi berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)[footnoteRef:1] [1: Nazaruddin Siregar, Pokok Perrnasalahan Dalam Hubungan industrial, www. nakertrans.go.id,.10 Oktober 2005 jam 10.00 wib]

Keuntungan perusahaan yang mempekerjakan pekerja outsourcing anatara lain dapat membagi bahan/resiko kemudian tercapainya efesiensi karena tercapainya sumber daya perusahaan tersebut diarahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang merupakan bisnis inti perusahaan. Penyerahan pekerja pekerja tertentu kepada pihak lain sesungguhnya tidak dilakukan dalam rangka menekan biaya produksi . Namun dalam praktiknya seringkali terjadi penyimpangan seperti terjadinya diskriminasi upah antara pekerja tetap dengan pekerja kontrak.[footnoteRef:2] [2: Libertus Jehani, Hak-hak Karyawan Kontrak, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm. 3.]

Praktik sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerja.[footnoteRef:3] Hal tersebut juga berpengaruh pada kesejahteraan dan hak-hak buruh terutama keamanan kerja yang menjadi faktor pemicu timbulnya persoalan hukum dalam penerapan outsourcing, anatara lain perbedaan kepentingan para pihak.[footnoteRef:4] [3: Muzni Tambusai. Pelaksanaan outsourcing Ditinjau Dari Aspek Hukum Ketenegakerian Tidak mengaburkan Hubungan Industrial, www.nakertrans.go.id, 10 Oktober 2005.] [4: Sehat Damanik, Outsourcing dan Perjanjian Kerja, DSS Publiser, 2007,Hlm. 95.]

Melihat hubungan kerja segitiga, yaitu antara perusahaan perekrut tenaga kerja dengan perusahaan tempat bekerja tenaga kerja, maka telah terjadi pergeseran definisi hubungan kerja. Hubungan kerja yang semula diartikan sebagai hubungan antara perusahaan/majikan, yaitu orang atau perusahaan yang mempekerjakan orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan memberikan upah dan pekerja, yaitu sebagai orang yang memberikan tenaganya untuk mengerjakan pekerjaan tertentu dengan menerima upah.Dalam hubungan kerja biasa, pekerja mempunyai hubungan dengan pengusaha yang mempekerjakannya. Dalam hubungan langsung tersebut, pengusaha akan membayarkan segala hak pekerja secara langsung, demikian juga sebaliknya, pekerja memberikan tenaganya secara langsung kepada perusahaan yang merekrutnya. Hal ini tidak berlaku pada hubungan kerja outsourcing, karena pembayaran dilakukan antara perusahaan pemakai tenaga kerja kepada perusahaan penyalur tenagakerja kemudian kepada tenagakerja.Akan tetapi dari sisi tenagakerja, kondisi demikian sering menimbulkan persoalan, khususnya masalah ketidak pastian hubungan kerja. Perusahaan outsourcing, biasanya membuat perjanjian dengan pekerja apabila ada perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Perjanjian tersebut biasanya hanya berlaku selama pekerjaan masih tersedia, dan apabila perjanjian atas pekerjaan tersebut telah berakhir, maka hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing juga berakhir. Dalam kondisi demikian biasanya perusahaan outsourcing melakukan prinsip no work no pay, yaitu pekerja tidak akan digaji selama tidak bekerja, sekalipun hubungan kerja di antara pekerja dengan perusahaan telah berlangsung bertahun-tahun.Ketentuan mengenai perjanjian kerja diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Selanjutnya disebut Undang-undang ketenagakerjaan). Menurut Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,serta hak dan kewajiban para pihak. Selanjutnya pada pasal 1 angka 15 UU ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan upah dan perintah.Pada asasnya , semua aturan yang dituangkan dalam perjanjian kerja harus dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Namun dalam praktiknya isi perjanjian kerja tersebut selalu dibuat/ditetapkan oleh pengusaha secara sepihak, sehingga isinya juga cenderung memberatkan pekerja. Melihat adanya keterkaitan yang sangat erat antara bisnis outsourcing dengan perjanjian kerja tersebut menjadi latar belakang permasalahan yang timbul sehubungan dengan pekerja yang di pekerjakan berdasarkan outsourcing yang hanya diberikan kompensasi minimal baik itu dalam hal gaji maupun tunjangan lainnya dan tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, intinya adalah karena perjanjian outsourcing dapat menimbulkan kesalahan pekerja/buruh, hal ini menjadi permasalahan hukum dalam penyusunan tesis yang akan peneliti buat.Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik dan bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan memilih judul tesis:PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JAMINAN HAK PEKERJA MELALUI PERJANJINAN KERJA DALAM PRAKTIK OUTSOURCING ANTARA PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN

B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut:1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perjanjian antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja melindungi pekerja dalam praktik outsourching.2. Bagaimankah Jaminan atas hak-hak pekerja pada perusahaan outsourcing yang diberikan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dalam praktik outsourcing.

C. Tujuan PenelitianPenelitian ini mempunyai Tujuan Sebagai Berikut :1. Untuk menganalisan dan menetapkan mengenai perlindungan hukum terhadap perjanjian antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dalam rangka melindungi pekerja pada praktik outsourcing.2. Untuk menganalisis dan menentukan mengenai jaminan atas hak-hak pekerja pada perusahaan outsourcing yang diberikan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dalam praktik outsourcing

D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan dan manfaat sebagai berikut:1. Kegunaan TeoritisDapat digunakan/dimanfaatkan sebagai bahan referensi dalam pengembangan bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum ketenagakerjaan pada khususnya dengan cara mengaplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai kontribusi akademis yaitu peningkatan dan pengembangan ilmu hukum ketenaga kerjaan khususnya mengenai aturan yang mengatur tentang perlindungan terhadap pekerja Outsourcing. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar atau acuan bagi penelitian selanjutnya terhadap masalah-masalah yang sejenis.2. Kegunaan Praktisa. Diharapkan dapat memberikan bahan masukan kepada pihak terkait dalam menetapkan peraturan serta kebijaksanaan lebih lanjut, mengenai pelaksanaan perjanjian Outsourcing di beberapa perusahaan pengguna tenaga kerja Outsourcing terdapat perbedaan dalam menetapkan nilai kontrak, agar terdapat keseragaman dalam penetapan nilai kontrak menimbulkan kesenjangan sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bidang ketenagakerjaan serta dalam rangka pemasyarakatan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.a. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan Outsourcing dalam penyelenggaraan perlindungan hukum di bidang ketenagakerjaan dalam hal ini dilaksanakan oleh DISNAKERTRANS.b. Diharapkan dapat menjadibahan masukan dan informasi bagi yang berkepentingan, dalam usahanya untuk meningkatkan jaminan ketenaga kerjaan bagi tenaga kerja dan keluarganya.

E. Kerangka Pemikiran Pembangunan Nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasional negara Indonesia seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan pembanguan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata secara materil dan spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (Selanjutnya disebut UUD 1945) Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk dibidang ketenagakerjaan.Langkah konkrit dari tanggung jawab negara dalam memajukan kesejahteraan umum terlihat pada program pembangunan nasional yang selalu mendapat perhatian dan senantiasa dicantumkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang telah ditetapkan melalui Peratura Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 antara lain ditetapkan kebijakan pembangunan nasional dibidang ketenagakerjaan diarahkan pada 2 hal;[footnoteRef:5] [5: Lampaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;Bagian IV Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, Bab 23]

1. Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern yang seluas luasnya. Keadaan angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah sampai 20 tahun mendatang. Dengan demikian, lapangan kerja diciptakan seyogianya mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang tersedia. Dengan kualifikasi angkatan kerja yang tersedia, maka lapangan kerja formal yang diciptakan didorong ke arah industri padat kerja, industri menengah dan kecil, serta industri yang berorientasi ekspor2. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas rendah kepekerjaan dengan lebih tinggi. Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja formal. Upaya upaya pelatihan tenaga kerja terus ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindaha tersebut dapat terjadi.Kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap pembangunan ketenaga kerjaan di atas terkait dengan keberadaan dunia ketenagakerjaan sebagai bagian dari peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan nasional secara umum. Sebagaimana diketahui bahwa faktor tenaga kerja merupakan sarana yang sangat dominan didalam kehidupan suatu bangsa termasuk bangsa Indonesia, sehingga peraturannya memerlukan landasan yang kuat.Landasan konstitusi yang mengatur tentang ketenagakerjaan disebutkan pada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Pembukaan UUD 1945, suasana batiniah serta cita-cita hukum dari UUD 1945, yang tidak lain bersumber dan dijiwai oleh fialsafah Pancasila, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Juga pasal 28 huruf D ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.Kedua pasal ini dijadikan acuan. Isi pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 huruf D ayat (2) 1945 ini dapat diartikan bahwa Negara Indonesia sangat meperhatikan usaha-usaha perlindungan dan kesejahteraan bagi para pekerjanya.Konstitusi tidak hanya menjamin setiap hak warga Negara untuk mendapat pekerjaan, melainkan pula menjamin penghidupan yang layak atas kemanusiaan, karenanya pemerintah tetap harus selalu mengusahakan perbaikan kesejahteraan buruh.[footnoteRef:6] [6: Muhamad Djumhana, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 264.]

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Melalui konsep negara hukum yang diakui secara yuridis konstitusional dimaksud sebagai pertanda bahwa segala sikap tidak bernegara, terutama yang dilakkukan oleh pemerintah negara dalam menjalankan kekuasaannya harus berdasarkan atas hukum sebab, Istilah negara hukum (rechtsstaat rule of lawa) mengandung arti negara yang berdasar atas hukum, dimana tindakan pemerintah maupun rakyat tidak boleh dilakukan secara semena-menan melainkan berdasarkan atas hukum menurut Rukmana Amanwinata:[footnoteRef:7] [7: Rukmana Amanwinata, Kemerdekaan Mengeluarkan Pikiran Dengan Tulisan Dalam Pasal 28 UUD 1945 (Suatu Ponelitian Tentang Implementasi Kemerdekaan Mongeluarkan Pikiran-Pikiran Dengan Tulisan Dalam Media Massa Cetak Pada Masa Orde Baru, Tesis. Fakuttas Pascasajana Universitas Padjadjaran Bandung. 1988. him 60]

negara hukum di Eropa Barat di kenal dengan istilkah rechisstaat. Pemukanya antara lain Imanuel kant,Frederik Julus Stahl dan paul scholten. Sedangkan di negara-negara anglo saxo, khususnya di Inggris, dipergunakan istilah rule of law dengan pemukanya antara lain Albert Venn Dicey.

Pada konsepsi EROPA Kontinental suau negara hukum (rechtsstaat) mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:[footnoteRef:8] [8: Sri Soemantri M. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung 1992, hlm. 29 30.]

1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan.2. Adanya jaminan dan hak-hak asasi manusia ( Warga Negara)3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan .Unsur-unsur rule of law dalam konsep negara hukum yang dianut di negara-negara anglo saxon adalah sebagai berikut:[footnoteRef:9] [9: Padmo Wahnjono, Indonesia bordasar atas hukum. Ghalia indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 9.]

1. Supremasi dari hukum dalam arti bahwa hukum mempunyai kekuasaan tertingggi dalam negara ;2. Persamaan di depan hukum dalam arti bahwa bagi semua warga negara 3. Jaminan terhadap hak asasi manusia.Jaminan HAM menurut konsep rechsstaat dengan persamaan di hadapan hukum menurut konsep rule of law sangat terkait secara signifikan dengan pengakuan dan jaminan hak-hak asasi manusia (human rights) dalam suatu negara. Sri Soemantri Martosoewignjo[footnoteRef:10] berpendapat bahwa pengakuan dan jaminan HAM seseorang merupakan salah satu unsur negara hukum. [10: Sri Soemantri M, Op. Cit, hlm. 49.]

Rudolf Von Jhering, salah seorang pengikut teori yang menganggap hak sebagai kepentingan yang terlindungi, membuat rumusan : das sunjective recht its rechtlich geschutztes interesse. Dalam bahasa Indonesia ; Hak itu suatu hal yang penting bagi yang bersangkutan, yang dilindungi oleh hukum yakni hak itu suatu kepentingan terlindung.[footnoteRef:11] [11: E Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1983, hlm. 152.]

Hak asasi manusia dalam konsep barat adalah hak kaum bangsawan untuk melindungi dari kesewenang-wenangan para raja. Dengan konsep tersebut lahirlah Magna Charta dan Bill of Right yang selanjutnya memicu tercetusnya Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang di Eropa Kontinental terwujud dengan adanya Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia. Akhirnya, dari ketiga revolusi tersebut lahir pernyataan deklarasi Universal tentang Hak asasi manusia oleh PBB pada tahun 1948 ( Universal Declaration of Human Right) yang dipengaruhi oleh konsep empat kebebasan (the four freedoms) yang ditawarkan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt, konsep tersebut terdiri dari:[footnoteRef:12] [12: Eggi Sudjana dan Ali Sofyan Husain, HAM Dalam Bingkai Pembangunan dan Demokratisasi, CIDES. Jakarta, 1997. hlm. 3.]

1. Kebebasan berbicara dan melahirkan fikiran (freedom of speach and Taoughts)2. Kebebasan untuk beragama ( freedom of religion)3. Kebebasan dari ketakutan ( freedom of fear)4. Kebebasan dari kebutuhan (freedom of want)Namun Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak hanya mencakup konsep dari ketiga revolusi dan doktrin Roosevelt tersebut. Deklarasi ini mencakup kewarganegaraan, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak kebudayaan. Hak-hak itu adalah pemberian Allah SWT sebagai konsekuensi dari manusia adalah ciptaan-Nya. Hak-hak itu adalah sifatnya kodrati natural dalam arti:[footnoteRef:13] [13: Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987 hlm. 42.]

Kondratlah yang menciptakan dan mnegilhami akal budi dan pendapat manusia setiap oang dilahirkan dengan hak-hak tersebut, hak-hak itu dimiliki nmanusia dalam keadaan alamiah (State of natural) dan kemudian di bawahnya dalam hidup bermasyarakat, sebelum adanbya pemerintahan, individu itu otonom dan berdaulat: oleh karena itu tetap berdaulat di bawah setiap pemerintah karena kedaulatan tidak dapat dipindahkan (inalienable) dan adanya pemerintah hanya atas persetujuan yang diperintah.

Peraturan tentang hak asasi manusia, diatur secara khusus melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan:Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegankkan dan memajukan Hak Asasi Manusia.Hal ini memberikan pemahaman ada keharusan Pemerintah untuk mrnghotmati,melindungi ,menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia. Menghormati berarti tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Melindungi berarti Pemerintah harus menjaga agar Hak Asasi Manusia tidak dilanggar oleh oranglain. Menegakkan berarti melakukan penghukuman atas orang-orang yang melakukan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, dengan mengadili para pelakunya dan penjatuhan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.[footnoteRef:14] [14: Darwan Prinst, Sesialisasi dan Desiminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Citra Aditya Bahkti. Bandung, 2001. Hlm. 15.]

Salah satu wujud dari tindakan pemerintah dalam melindungi, menegankkan dan memajukan hak asasi manusia adalah hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hal ini mencerminkan hubunngan dibidang ketenagakerjaan yanng berdasarkan pada Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, yang kemudian diperjelas lagi di atur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jadi, jelas bahwa antara hak asasi manusia dengan perlindungan buruh/tenaga kerja mempunyai keterkaitan yang erat dan dapat dikatakan bahwa perlindungan hak asasi manusia (human rights) tercakup penegakan hukum ketenagakerjaan. Perihal hukum ketenagakerjaan Imam Soepomo[footnoteRef:15] mengemukakan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian Hukum Ketenagakerjaan antara lain Molennar yang mneyebutkan bahwa: [15: Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuban, Djambatan, Jakarta. 1999, hlm.1 3.]

Hukum ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan buruh dan antra buruh dengan pengusaha.Imam Soepomo sendiri juga memberikan pengertian bahwa:Hukum perburuhan(ketenagakerjaan) adalah peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.Selanjutnya dapat diuraikan bahwa tujuan pokok hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam perburuhan dan pelaksanaan itu diaplikasikan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dipihak majikan.[footnoteRef:16] [16: Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 9.]

Memperhatikan kondisi ketenagakerjaan yang demikian, diperlukan adanya suatu perangkat untuk perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga-tenaga kerja. Baik bagi mereka yang akan dan sedang mencari pekerjaan atau yang sedang melaksanakan hubungan kerja. Salah satu perlindungan dari kepastian hukum terutama bagi tenaga kerja tersebut adalah melalui pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Karena, dengan adanya perjanjian kerja, diletakan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terkait pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang undangan yang berlaku.Hal yang paling menonjol terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan adalah dengan dikeluarkannya UU Ketenagakerjaan. Di dalam undang-undang tersebut begitu jelas disebutkan pada Pasal 4 tentang tujuan pembangunan ketenagakerjaan, yaitu:1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.3. Memberikan perlindunagn kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejakteraan dan4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Salah satu wujud konkret upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah menentukan sutau perangkat yang berfungsi sebagai sarana perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga kerja dan perusahaan yaitu melalui penerapan perjanjian kerja. Adanya perjanjian kerja, diharapkan para pengusaha atau majikan tidak lagi bisa memperlakukan para pekerja dengan sewenang-wenang. Dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terkait pada perjanjian kerja maupun peraturan perundangan yang berlaku. Perjanjian kerja seperti ditentukan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pada dasarnya menyangkut objek perjanjian yaitu berupa syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban antara pekerja dengan pengusaha selaku pemberi kerja. Dengan adanya perjanjian kerja maka akan menimbulkan hubungan kerja.Hubungan kerja merupakan salah satu bentuk hubungan hukum, akan tetapi di dalam hubungan kerja terdapat karakteristik tersendiri yang membedakan dengan hubungan-hubungan hukum yang lain. Di dalam hubungan kerja harus ada 4 (empat) unsur yang harus dipenuhi yaitu, adanya unsur pekerjaan tertentu, di bawah perintah, waktu dan upah.Ketentuan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan yang satu, yaitu pekerja, adalah tidak sama dan seimbang yaitu di bawah. Jika dibandingkan dengan kedudukan dari pihak majikan dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja, maka kedudukan hukum antara keduableh pihak jelas tidak dalam kedudukan sama dan seimbang.[footnoteRef:17] [17: Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 31.]

Di dalam konsepsi UU Ketenagakerjaan mengandung maksud bahwa antara subjek yang melakukan perjanjian kerja, adalah kedudukan yang sama dan sederajat, maksud yang dikandung dalam ketentuan pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan tersebut akan meningkatkan harkat dan martabat manusia pekerja yang sama dengan kedudukan pemberi kerja yaitu pengusaha. Namun jika dikembalikan dengan adanya karakteristik yang ada dalam hubungan kerja tersebut, apakah kehendak dari UUK tersebut sesuai dengan fakta dan keadilan bagi hubungan antara pekerja dan pengusaha, hal demikian masih memerlukan kajian lebih lanjut.Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja/buruh (untuk selanjutnya disebut pekerja) dan majikan (untuk selanjutnya disebut pengusaha), terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja/buruh dengan pengusaha.[footnoteRef:18] Hubungan kerja yang timbul dari perjanjian kerja tersebut dapat berlaku untuk perjanjian waktu tertentu maupun perjanjian waktu yang tidak tertentu. [18: Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 8.]

Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan, yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan majina menyatakan kesanggupan untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.[footnoteRef:19] Hubungankerja pada intinya meliputi hal-hal mengenai :[footnoteRef:20] [19: Iman Soepomo ,Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, hlm. 53.] [20: Sendjum H. Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 64.]

1. Pembuatan Perjanjian Kerja (yaitu merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja).2. Kewajiban buruh (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)3. Kewajiban majikan/pengusaha (yaitu membayar upah kepeda pekerja, sekalligus merupakan hak dari si pekerja atas upah)4. Berakhirnya hubungan kerja.5. Cara penyelesaian perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenal kerja, yakni dengan adanya adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak untuk bekerja. Jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak dan kewajiban utnuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan. Untuk perjanjian kerja ini Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah persetujuan perburuhan.[footnoteRef:21], sedangkan untuk perjanjian perburuhan digunakan istilah persetujuan perburuhan bersama. R Subekti juga menggunkan istilah persetujuan perburuhan untuk perjanjian kerja, sedangkan perjanjian perburuhan tersebut dengan persetujuan perburuhan kolektif.[footnoteRef:22] Bekerja pada pihak lain menunjukkan bahwa pada umumnya hubungan tersebut sifatnya bekerja di bawah pimpinan pihak lain.[footnoteRef:23] Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja tersebut, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan. [21: Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Jakarta, 1973, hlm. 10.] [22: R Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya bakti, Jakarta, 1995, hlm. 8.] [23: Iman soepomo, Op. Cit., hlm. 53]

Hukum ketenagakerjaan yang mengatur hubungan pekerja dengan pengusaha dapat bersifat perdata(privat) dan dapat bersifat publik. Dikatakan bersifat perdata oleh karena mengatur kepentingan orang perorangan, dalam hal ini antara pekerja dan pengusaha mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian kerja. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan perjanjian kerja sesui dengan yang terdapat dalam pasal 1601 a yaitu:Perjanjian kerja adalah sutau perjanjian di mana pihak yang satu sebagai buru/pekerja mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihak lainnya sebagai majikan dengan mendapatkan upah selama waktu tertentu.

Dalam hal diadakannya perjanjian kerja yang dilaksanakan secara tetulis, maka perjanjian kerja itu harus berisi syarat-syarat antara lain sebagai berikut:[footnoteRef:24] [24: Wiwoho Soedjono, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 12.]

1. Harus disebutkan macam-macam pekerjaan yang dijanjikan.2. Waktu berlakunya perjanjian kerja3. Upah buruh berupa uang yang diteruma tiap bulan4. Saat istirahat bagi buruh5. Bagian upah lainnya yang berisi perjanjian menjadi hak buruh.Disamping bersifat perdata bersifat publik, alasannya adalah:1. Dalam hal-hal tertentu negara atau pemerintah turut campur tangan dalam masalah-masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam masalah pemutusan hubungan-hubungan kerja.2. Adanya sanksi-sanksi atau aturan-aturan hukuman di dalam setiap peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.Perjanjian kerja harus dibuat atau mencerminakan keadilan dan menguntungkan kedua belah pihak.[footnoteRef:25] Oleh karena itu perjanjian itu telah disahkan dan ternyata salah satu pihak melakukan tuntutan karena merasa dirugikan,maka tuntutannya adalah kuat. Hal ini sesuai menurut Pasal 1338 AYAT (1) KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang terlibat atau membuatnya, ayat (2) Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, ayat (3) Sutau perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik. [25: G. Kartasapoetra, RG. Kartasapoetra, AG. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Puncasila, Bina Aksara, Jakarta. 1986, hlm. 65.]

Menurut jenisnya perjanjian kerja dapat dibedakan atas:1. Perjanjian kerja waktu tertentu, adalah perjanjian kerja jangka waktu berlakunya ditentukan dalam perjanjian kerja tersebut.2. Perjanjian kerja waktu tidak tentu, berlakunya tidak disebutkan dalam perjanjian kerja, tidak menyebutkan untuk berapa lama tenaga kerja harus melakukan pekerjaan tersebut.Pada umumnnya perjanjian kerja waktu tertentu diadakan untuk suatu pekerjaan yang tidak bersifat kontinyu atau dengan lain perkataan yang sudah diperkirakan pada suatu saat akan selesi dan tidak akan dilanjutkan, walaupun ada kemungkinan perjanjian, karena waktu yang diperkirakan ternyata tidak cukup.Dalam perjanjian kerja waktu tertentu, apabila terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum waktu yang ditentukan berakhir maka pihak yang memutuskan (biasanya pengusaha) harus mengganti/membayar kerugian sebesar selama ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Dalam perjanjian kerja waktu tertentu untuk waktu tertentu ini tidak boleh ada masa percobaan. Sebaiknya pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu biasanya ada masa percobaan (selama tiga bulan), yang diberitahukan secara tertulis dan kalau tidak diberitahukan maka dianggap tidak ada masa percobaan.Sesuai dengan UU Keternagakerjaan disebutkan bahwa tujuan perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.Konsep outsourcing terdapat dalam Pasal 1601 b KUHPerdata yang mengatur perjanjian pemborong pekerjaan yaitu perjanjian pihak pertama pemborong mengajukan diri untuk menyelenggaran sutau pekerjaan bagi pihal lain, yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu. Sementara dalam Undang-Undang ketenagakerjaan no 13 Tahun 2003. Praktik Outsourcing dikenal dalam 2 bentuk yaitu, pemborongan pekerjaan dan penyediaan para pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam pasal 64 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi sebagai berikut:Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksaaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaajasa pekerja/buruh uang dibuat secara tertulis.Faktor yang memicu timbulnya permasalahan hukum dalam penerapan outsourcing antara lain adanya perbedaan kepentingan para pihak. Penandatanganan perjajian kerjasama, yakni perusahaan pemberi pekerjaan, perusahaan penerima pekerjaan dan pekerja dari perusahaan tersebut.Pekerja kontrak dan rendahnya perlindungan pekerja merupakan persoalan ketenagakerjaan yang sering terjadi dalam praktik outsourcing. Pekerja kontrak adalah pekerja yang hubungan kerjanya dengan pengusaha dibatasi dalam jangka waktu tertentu misalnya setahun, atau dua tahun sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Mengingat perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan/perjanjian kerja sama penyedia jasa pekerja antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan umumnya dibatasi oleh waktu yang singkat, bisa dalam hubungan satu tahun bahkan bulanan, maka sangat berpengaruh terhadap kesinambungan pekerjaan buruh menjadi terancam. Persoalan yang muncul adalah, setelah pekerjaan yang dipekerjakan selesai, maka otomatis para pekerja akan berhenti bekerja.Kendala lain dalam kegiatan oursourcing perjanjian kerjasama bukan ditandatangani oleh pekerja dengan pemberi pekerjaan, melainkan antara perusahaan tempat pekerja bekerja selaku penerima pekerjaan dengan perusahaan pemberi pekerjaan, maka negosiasi terhadap upah/jasa pekerja tidak bisa diketahui oleh pekerja/buruh.Akibat pelaksanaan outsourcing yang tidak sesuai dengan aturan yang ada maka hubungan antara pekerja kontrak (outsourcing) dengan pengusaha menjadi tidak harmonis, akibatnya diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap jaminan hak pekerjadalam perjanjian outsourcing antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja.

F. Metode PenelitianMetode penilitian yang digunakan dalam penyusunan Tesis ini adalah :1. Metode PendekatanDalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan mengutamakan meneliti data sekunder serta implementasinya dalam praktik khususnya berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap jaminan hak pekerja dalam perjanjian outsourcing antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja.2. Spesifikasi PenelitianSpesifikasi dalam penelitian ini adala deskriptif analitis, yaitu dengan menggunakan penelitian deskriptif analitis yang mengembangkan peraturan perundangan yang berlaku dan dihubungkan dengan praktik pelaksanaannya yang menyangkut permasalahan yang diteliti mengenai, perlindungan hukum terhadap jaminan hak pekerja dalam perjanjian outsourcing antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja menganalisis sejauh mana perlindungan hukum dapat memberikan jaminan terhadap hak-hak pekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja outsourcing dikaitkan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.3. Tahap Penelitiana. Penelitian kepustakaanDilakukan dengan mengadakan penelitian data sumber yang berupa :1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berlaku dan mengikat berupa:a) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat.b) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaina Perselisihan Hubungan Industrial.e) Undang-Undang Nomor 25 Tahn 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Peraturan Presiden RI Nomor 7 tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009.2) Bahan hukum sekunder yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu:Buku-buku litelatur, artikel-artikel ilmiah teks-teks yang berkaitan denga penelitian ini. Hasil penelitian, berupa jurnal penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Tesis seminar-seminar huku.3) Bahan hukum tertier yang memberi petunjuk tentanag penjelasan bahan hukum sekunder, misalnya:Kamus antara lain kamus bahasa indonesia, atikel pada majalah atau koran, seperti koran Kompas, Pikiran Rakyat dan lain-lain yang mengulas tentang outsourcing dan berkaitan dengan penelitian ini. b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan (field research) guna mendapat data primer sebagai data yang akan dianalisi, etrutama yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama. Penelitian lapangan (field research) dilakukan dalam bentuk wawancara.4. Teknik Penelitian Untuk data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan sedangkan data primer dilakukan melalui wawancara dengan tujuan memperoleh lebih lanjut dari apa yang peneliti dapatkan dari bahan-bahan pustaka.