Isi Prescil Tetanus

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus biasanya terjadi setelah trauma. Kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, persalinan dan pembedahan. Tetanus memiliki trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme secara progresif meluas ke otot - otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang khas “rhisus sardonicus” dan meluas ke otot- otot untuk menelan yang menyebabkan disfagia. Tetanus terdapat di negara beriklim tropis dan nengara berkembang, sering terjadi di Brazil, Filiphina, Vietnam, Indonesia dan negara lain 1

Transcript of Isi Prescil Tetanus

Page 1: Isi Prescil Tetanus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan

meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,

suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus

biasanya terjadi setelah trauma. Kontaminasi luka dengan tanah, kotoran

binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus dapat

terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular

yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, persalinan dan

pembedahan.

Tetanus memiliki trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila

berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan

membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme secara

progresif meluas ke otot - otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah

yang khas “rhisus sardonicus” dan meluas ke otot- otot untuk menelan

yang menyebabkan disfagia.

Tetanus terdapat di negara beriklim tropis dan nengara berkembang,

sering terjadi di Brazil, Filiphina, Vietnam, Indonesia dan negara lain

dibenua Asia. Penyakit ini umum terjadi di daerah pertanian, di daerah

pedesaan, pada daerah dengan iklim hangat, selama musim panas, dan pada

penduduk pria. WHO memperkirakan kurang lebih satu juta kematian akibat

tetanus diseluruh dunia pada tahun 1992.

B. Tujuan

Presentasi Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan

Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Margono Soekardjo, dimana

didalamnya berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,

tatalaksana dan prognosis dari penyakit Tetanus.

1

Page 2: Isi Prescil Tetanus

BAB II

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Umur : 62 tahun

Pekerjaan : Pemecah batu

Alamat : Bulakan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No. CM : 136414

Ruang rawat : Mawar

Tanggal masuk : 29 April 2013

Tanggal periksa : 1 Mei 2013

B. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 1 Mei 2013

Keluhan Utama : Seluruh tubuh terasa kaku

Keluhan Tambahan : Mulut terasa kaku dan sulit dibuka, kejang,

alis tertarik keatas dan sulit menelan, sulit BAB.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sekitar satu bulan sebelum masuk rumah sakit ketika pasien sedang

bekerja memecah batu di Jakarta tidak sengaja tangan kiri pasien terpukul

dan berdarah. Luka hanya dibersihkan dengan air dan di tutup dengan

plester penutup luka. Seminggu kemudian timbul keluhan seperti pinggang

terasa kaku dan menyebar keseluruh tubuh, leher terasa kaku mulut terasa

kaku dan sulit menelan. Pada saat itu pasien hanya di rawat rumahnya di

Jakarta. Kemudian pasien balik ke Purbalingga dan dirawat di RS

Purbalingga selama 16 hari. Keluarga pasien mengatakan hari ke 8

2

Page 3: Isi Prescil Tetanus

perawatan pasien mengalami kejang pada seluruh tubuh. Perut pasien di

rasakan keluarga kaku seperti papan. Kejang menghilang pada hari ke 11

perawatan.

Empat hari setelah pulang dirawat , pasien datang dengan diantar

keluarga ke IGD RS. Margono pada tanggal 22 April 2013 dengan keluhan

sesak nafas, sulit membuka mulut dan sulit menelan, lalu dirawat di bangsal

cendana dengan diagnosis PPOK. Hari ke 4 perawatan pasien kembali

kejang. Hari ke 7 perawatan, pasien di pindah rawat ke bangsal mawar

dengan keluhan badan kaku, sulit membuka mulut, sulit menelan, sulit BAB

dan BAK.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat kejang demam dan kejang tanpa

demam maupun penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya.

Pasien mengaku jari telunjuk tangan kiri terpukul dengan pemecah batu

saat bekerja di Jakarta.

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah menderita kelainan

dengan gejala yang sama dengan pasien.

F. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan tanggal 1 Mei 2013

Keadaan Umum

- Kesan sakit : Sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- Berat Badan : 58 kg

- Tinggi Badan : 168cm

- Tanda Vital : - Tekanan darah : 120/70 mmHg

- Nadi : 88x/menit, reguler,

isi dan tegangan cukup

- Pernapasan : 20 x/menit

thorakoabdominal

3

Page 4: Isi Prescil Tetanus

- Suhu : 36,3 °C

Status generalis

- Pemeriksaan kepala

- Bentuk kepala : Normochepal, simetris, Rhesus sardonicus (+)

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak mudah rontok

- Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pemeriksaan telinga

- Letak : Simetris

- Bentuk : Normal

- Discharge : Tidak ada

- Benjolan : Tidak ada

- Pemeriksaan hidung

- Discharge : Tidak ada

- NCH : Tidak ada.

- Pemeriksaan mulut

- Sianosis : Tidak ada

- Lidah kotor : Tidak ada

- Lidah hiperemis : Tidak ada

- Trismus : Ada

- Pemeriksaan leher

- Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa

- Palpasi : Kelenjar getah bening leher kanan dan kiri tidak teraba

membesar, tidak terdapat nyeri tekan

4

Page 5: Isi Prescil Tetanus

Spider naevi tidak ada

Tidak ada deviasi trakhea

Jugular Venous Pressure tidak meningkat

- Pemeriksaan dada

Paru-paru

Inspeksi : Dinding dada simetris

Ketinggalan gerak (-), venektasi (-)

Palpasi : Vokal fremitus apex paru kanan = kiri

Vokal fremitus basal paru kanan = kiri

Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru

Batas paru hepar SIC V LMC dextra

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi

basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-).

Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di SIC V 1 jari medial

LMCS, tidak kuat angkat, tidak teraba thrill

Perkusi : - Batas kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah : SIC V 1 jari medial linea

midclavikula sinistra

- Batas kanan atas : SIC II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra

Auskultasi : M1 > M 2, T1 > T2, P1 < P2, A1 > A2 , reguler, bising (-),

gallop (-)

- Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar, dinding perut tegang (epistotonus positif), ikterik

tidak ada.

Tidak tampak pulsasi epigastrium

Umbilikus tidak menonjol

Hiperpigmentasi tidak ada

Auskultasi : Bunyi usus (+) normal

5

Page 6: Isi Prescil Tetanus

Palpasi : Perut tegang, hepar dan lien dalam batas normal,

nyeri tekan (+), ginjal tidak teraba.

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen

Perkusi hepar dalam batas normal

Perkusi lien dalam batas normal

Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)

Kulit

Turgor kulit normal

- Ekstremitas

- Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),

edema (-/-), kesemutan (-/-), ulkus (-/+) pada jari telunjuk

kiri (port d’entre), sensorik dan motorik baik,

eutrofi (-/-), reflek fisiologis (+/+) normal, reflek patologis

(-/-)

- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), sianosis (-/-), kesemutan

(-/-), sensorik dan motorik baik, eutrofi (+/+), reflek

fisiologis (+/+) normal, reflek patologis (-/-)

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 22 April 2013

Pemeriksaan darah lengkap

Hemoglobin (Hb) : 13,1 g/dl Normal : 13-16 g/dl

Leukosit : 10830/ul Normal : 4800-10000/ul

Hematokrit (Ht) : 39 % Normal : P 42 – 52 %

Eritrosit : 6,7 jt/ul Normal : P 4,7 – 6,1 jt/ul

Trombosit : 395.000/uI Normal : 150.000-400.000/ul

MCV : 58,6 fl Normal : 79 – 99 fl

MCH : 19,7 pgr Normal : 27 – 31 pgr

MCHC : 33,6 % Normal : 31-36

Basofil : 0,1 Normalnya : 0,0 – 1,0

6

Page 7: Isi Prescil Tetanus

Eosinofil : 0,6 Normal : 1-3

Batang : 0 Normal : 2-6

Segmen : 80 Normal : 50-70

Limfosit : 7,5 Normal : 25 - 40

Monosit : 11 Normal : 2-8

Pemeriksaan Kimia Klinik

SGOT : 19 U/L Normal : 15 – 37 U/L

SGPT : 30 U/L Normal : 30 – 65 U/L

Ureum Darah : 50,9 mg/dl Normal : 14,98 – 38,56 mg/dl

Kreatinin Darah : 0.67 mg/dl Normal : 0,8 – 1,30 mg/dl

Glukosa sewaktu : 118 mg/dl Normal : <200 mg/dl

Pemeriksaan elektrolit:

Natrium : 136 mmol/dl Normal : 136 – 145 mmol/dl

Kalium : 3.5 mmol/dl Normal : 3,5- 5,5 mmol/dl

Klorida : 100 mmol/dl Normal : 98 - 107 mmol/dl

H. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

1. Anamnesis

- Adanya riwayat luka jari telunjuk tangan kanan akibat terpukul

saat bekerja sebagai pemecah batu sekitar 1 bulan sebelum masuk

rumah sakit.

- Adanya gejala mulut yang tidak dapat dibuka (trismus)

- Adanya gejala perut kaku (opistotonus)

- Adanya gejala kaku pada leher (opistotonus)

2. Pemeriksaan fisik :

- Ekspresi wajah: berupa rhisus sardonikus (alis tertarik ke atas,

sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada

gigi)

- Leher: kaku kuduk (kekakuan otot leher)

- Abdomen: perut tegang (opistotonus), nyeri tekan (+)

7

Page 8: Isi Prescil Tetanus

3. Pemeriksaan penunjang :

- Leukosit : 10.830 (meningkat) normal: 5000- 1000/ uL

- Ureum Darah : 50,9 mg/dl (meningkat)Normal : 14,98 – 38,56

mg/dl

I. DIAGNOSIS KERJA :

- Tetanus

J. DIAGNOSIS BANDING

- Tetani (Hipokalsemi)

K. TERAPI :

1. Non farmakologi :

Rawat ruang isolasi untuk menghindari cahaya dan suara yang

merangsang terjadinya kejang.

2. Farmakologi :

a. IVFD D5% 20 tetes/ menit + ½ amp Aminophilin / 8jam

b. Inj Cefazidin 2x1 gr (IV)

c. Inj. Rantin 2x1 amp

d. Inj Diazepam 2 amp (drip) / 8jam

e. Inj Metilprednisolon 62,5mg / 12 jam

f. Inj ATS 10.000 IM dan 10.000 IV

L. PROGNOSIS

Quo ad vitam dubia ad bonam

Quo ad functionam ad bonam

8

Page 9: Isi Prescil Tetanus

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tetanus

1. Definisi

Adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein

yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

2. Mikrobiologi

Tetanus disebabkan oleh basil gram positif, Clostridium tetani. Habitat

bakteri ini terdapat di tanah, tetapi dapat juga diisolasi dari kotiran binatang

peliharaan dan manusia. Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif

berbentuk batang yang selalu bergerak, dan merupakan bakteri anaerob

obligat yang menghasilkan spora. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-

tahun pada lingkungan tertentu, tahan terhadap sinar matahari dan bersifat

resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan selama 20 menit.

Clostridium tetani menghasilkan efek-efek klinis melalui eksotoksin

yang keluar. Tetanospasmin dihasilkan dalam sel-sel yang terinfeksi

dibawah kendali plasmin. Tetanospasmin merupakan rantai poli pepdita

tunggal. Dengan autolisis, toksin rantai tunggal dilepaskan dan terbelah

untuk membentuk heterodimer yang terdiri dari rantai berat (100 KDa) yang

memediasi pengikatannya dengan reseptor sel saraf dan masuknya kedalam

sel, sedangkan rantai ringan (50 KDa) berperan dalam memblokade

pelepasan neurotransmiter.

3. Epidemiologi

Tetanus terdapat dinegara beriklim tropis dan nengara berkembang,

sering terjadi di Brazil, Filiphina, Vietnam, Indonesia dan negara lain

dibenua Asia. Penyakit ini umum terjadi didaerah pertanian, didaerah

pedesaan, pada daerah dengan iklim hangat, selama musim panas, dan pada

9

Page 10: Isi Prescil Tetanus

penduduk pria. WHO memperkirakan kurang lebih satu juta kematian akibat

tetanus diseluruh dunia pada tahun 1992.

4. Patogenesis

Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan

terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua macam toksin : tetanospasmin dan

tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih

hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang

memungkinkan multiplikasi bakteri. Tetanospasmin menghasilkan sindroma

klinis tetanus. Toksin ini merupakan polipeptida rantai ganda dengan berat

150.000 Da yang semula bersifat inaktif. Rantai berat (100.000 Da) dan

rantai ringan (50.000 Da) dihubungkan oleh suatu ikatan yang sensitif

terhadap protease dan dipecah oleh protease jaringan yang menghasilkan

jembatan disulfida yang menghubungkan dua rantai ini. Ujung karboksi dari

rantai berat terikat pada membran saraf dan ujung amino memungkinkan

masuknya toksin ke dalam sel. Rantai ringan bekerja pada pre sinaptik untuk

mencegah pelepasan neuro transmiter dari neuron yang dipengaruhi.

Tetanoplasmin yang dilepaskan akan menyebar jaringan dibawahnya dan

terikat pada gangliosida GD1b dan GT1b pada membran ujung saraf lokal.

Jika toksin yang dihasilkan banyak maka dapat memasuki aliran darah yang

kemudian berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf diseluruh tubuh.

Toksin kemudian akan menyebar dan ditransportasikan dalam akson dan

secara retrogred kedalam badan sel di batang otak dan saraf spinal.

Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik

ke saraf otonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, maka akan berdifusi

ke luar dan akan masuk mempengaruhi ke neuron didekatnya. Apabila

interneuron inhibitor spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul.

5. Patofisiologi

Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh,

memperbanyak diri dan menghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi

reduksi rendah tempat luka yang terinfeksi. Plasmit membawa gen toksin

10

Page 11: Isi Prescil Tetanus

dilepaskan bersama dengan sel bakteri vegetative yang mati dan selanjutnya

lisis. Toksin tetanus ( dan tiksin botulinum ) adalah protein sederhana 150

KD yang terdiri atas rantai berat ( 100 KD ) dan ringan ( 50 KD ) yang

digabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan

neuromuskuler dan kemudian di endositosis oleh saraf motoris. Sesudahnya

ia mengalami pengangkutan akson retrograde ke sitoplasmin motoneuron

alfa. Pada saraf skiatika kecepatan pengangkutan ternyata 3,4 mm per jam.

Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk

interneuron penghambat spinal, dimana toksin ini menghalangi pelepasan

neuron transmitter. Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan

normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan disengaja yang

terkoordinasi : akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi

maksimalnya. System saraf otonom dibuat tidak stabil.

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka

tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka

yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel

membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan

atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan

mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai

pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.

Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat

lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam

peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara

absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung

saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan

saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam

sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin

bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi

kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan

dan rata-rata 10 hari .

6. Manifestasi Klinis

11

Page 12: Isi Prescil Tetanus

Tetanus biasanya terjadi setelah trauma. Kontaminasi luka dengan tanah,

kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus

dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan

ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, persalinan dan

pembedahan.

7. Tetanus Generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus,

yang ditandai dengan meningkatnya tonus oto dan spasme generalisata.

Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada

tetanus berat. Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila

berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan

membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. spasme otot

masseter menyebabkan trismus atau ; rahang terkunci. Spasme secara

progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang

khas, ‘risus sardonicus’ dan meluar ke otot-otot untuk menelan yang

menyebabkan disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan

eksternal, dapat berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri.

Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh

menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya

kelenturan dinding dada. Refleks tendon dalam meningkat, pasien dapat

demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak

terpengaruh.

8. Tetanus Neonatrum

Tetanus neonatrum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan

biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus ini terjadi pada anak-anak yang

dilahirkan oleh ibu yang tidak diimunisasi dengan adekuat, terutama setelah

perawatan bekas potong tali pusat yang tidak steril. Resiko infeksi

tergantung panjang tali pusat, kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat

mengikat dan memotong umbilikus.

9. Tetanus Lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk yang paling jarang dengan manifestasi

klinisnya terbatas hanya pada otot-otot disekitar luka. Kelemahan otot dapat

12

Page 13: Isi Prescil Tetanus

terjadi akibat peran toksin pada neuromuskuler junction. Gejalanya ringan

dapat bertahan sampai berbulan-bulan. Namun secara umum prognosisnya

baik.

10. Tetanus Sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang

terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasi 1-2 hari.

Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering

adalah saraf ke-7 dengan mortalitas yang tinggi.

B. Perjalanan Klinis

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama)

rata-rata 7 – 10 hari dengan rentang 1 – 60 hari. Onset (rentang waktu antara

gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1 – 7 hari.

Inkubasi dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat keparahan

penyakit yang lebih berat. Minggu pertama ditandai dengan rigiditas dan

spasme otot yang semakin parah.

Gangguan otonomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan

bertahan sampai 1 – 2 minggu. Spasme berkurang setelah 2 – 3 minggu.

Pemulihan terjadi karena tumbuhnya lagi akson terminal dan karena

penghancuran toksin. Pemulihan bisa memerlukan waktu sampai 4 minggu.

C. Derajat Keparahan

Terdapat beberapa sistem pembagian derajat keparahan yang dilaporkan.

Klasifikasi beratnya tetanus menurut Ablett :

- Derajat I (ringan) : Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata,

tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

- Derajat II (sedang) : Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme

singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan

frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.

- Derajat III (berat) : Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks

berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apneu,

disfagia berat dan takikardi lebih dari 120.

13

Page 14: Isi Prescil Tetanus

- Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat

melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardi

terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardi, salah satunya

dapat menetap.

D. Komplikasi

Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya, seperti

laringospasme, atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi

yang mengarah pada koma, aspirasi atau apneu, atau konsekuensi dari

perawatan intensif, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator.

E. Diagnosis

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidak

mungkin terdapat pada riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara

lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Sekret luka

hendaknya dikultur. Leukosit mungkin sedikit meningkat. Elektromyogram

mungkin menunjukan impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak

adanya interval tenang yang secara normal dijumpai setelah potensial aksi.

Enzim otot mungkin sedikit meningkat.

F. Terapi

Terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan :

1. Organisme yang terdapat di dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk

mencegah pelepasan toksin lebih lanjut.

2. toksin yang terdapat diluar sitem saraf pusat hendaknya dinetralisasi, dan

3. efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat diminimalisasi.

Penatalaksanaan Umum

Pasien hendaknya ditempatkan di ruangan yang tenang di ICU, di mana

observasi dan pemantauan kardiopulmoner dapat dilakukan secara terus-

menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi. Perlindungan terhadap jalan

nafas bersifat vital. Luka hendaknya dieksplorasi, dibersihkan secara hati-

hati dan dilakukan sebridemen secara menyeluruh.

14

Page 15: Isi Prescil Tetanus

Anti toksin untuk menetralisasi toksin yang berada di sirkulasi dan pada

luka namun, toksin yang melekat pada jaringan saraf tidak dapat

dinetralisasi. Imunoglobulin tetanus manusia (TIG) merupakan pilihan

utama dan segera dengan dosis 3000-6000 U I.m.

Diazepam digunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik.

Dosis dewasa, spasme ringan (5-10 mg oral tiap 4-6 jam bila perlu), spasme

sedang (5-10 mg i.v bila perlu), spasme berat (50-100 mg dalam 500 ml D5,

diinfuskan 40 mg /jam). Dosis pediatrik, spasme ringan (0,1-0,8 mg/kg/hari,

dosis terbagi 3 atau 4 kali sehari), spasme sedang sampai berat (0,1-0,3

mg/kg/hari i.v tiap 4 -8 jam). Kontraindikasi pada hipersensitivitas,

glaukoma sudut sempit. Kadar toksisitas benzodiazepin pada sistem saraf

pusat meningkat apabila digunakan bersama dengan alkohol, fenothiazine,

barbiturat. Pada kehamilan, kriteria D-tidak aman. Perhatian hati-hati pada

pasien yang mendapat depresan sistem saraf pusat yang lain.

Fenobarbital digunakan harus sedemikian rendah sehingga tidak

menyebabkan depresi pernafasan. Dosis dewasa (1 mg/kg i.m tiap 4-6 jam,

tidak melebihi 400 mg/hari), dosis pediatrik (5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3

atau 4 kali perhari). Kontraindikasi pada hipersensitifitas, gangguan fungsi

hati, penyakit paru berat, dan pasien nefritis). Fenobarbital dapat

menurunkan efek kloran fenikol, digitoksin, kortikosteroid, karbamazepin,

teofilin, metronidazol dan antikoagulan. Pemberian bersama dengan alkohol

dapat menyebabkan aditif ke didtem sarap pusat, dan kematian. Pada

kehamilan, kriteria D-tidak aman. Perhatian pada terapi jangka panjang,

monitor fungsi hati, ginjal, dan sistem hematopoitik.

Baklofen intratekal merupakan relaksan otot kerja sentral yang telah

dipergunakan secara eksperimental untuk melepaskan pasien dari venti;ator

dan untuk menghentikan infus diazepam. Dosis dewasa (<55 th 100 mcg IT,

>55 th 800 mcg IT), dosis pediatrik (< 16 th 500 mcg IT, >16th seperti dosis

dewasa). Kontraindikasi pada hipersensitivitas. Interaksi pada analgetik

opiat, benzodiazepin, alkohol, hipertensi dapat meningkatkan efek Baklofen.

Pada kehamilan, riteria C-belum diketahui keamanannya. Perhatian pada

pasien dengan disrefleksia otonomik.

15

Page 16: Isi Prescil Tetanus

Dantrolen merupakan obat stimulasi relaksasi otot dengan memodulasi

konstraksi otot pada daerah setelah hubungan myoneural oleh FDA untuk

dipergunakan pada tetanus. Dosis dewasa (1 mg/kg i.v selama 3 jam,

diulang tiap 4-6 jam bila perlu), dosis pediatrik (0,5 mg/kg i.v dua kali

sehari pada permulaan, dapat ditingkatkan sampai 0,5 mg/kg i.v 2-4 kali

sehari, dengan tidak melebihi 100 mg 4 kali sehari. Kontraindikasi bila

digunakan bersama dengan klofibrat dan warfarin, karena dapat

meningkatkan toksisitas. Pemberian bersama dengan estrogen dapat

meningkatkan hepatotoksisitas pada wanita di atas 35 tahun. Pada

kehamilan, kriteria C-belum diketahuin keamanannya. Dantrolen dapat

menyebabkan hepatotosisitas, hati-hati pada gangguan fungsi paru dan

insufisiensi kardiak berat.

Penisilin G berperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida

dinding otot selama multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal

terhadap mikroorganisme yang rentan. Diperlukan terapi selama 10-14 hari.

Dosis besar penisilin i.v dapat menyebabkan anemia hemolitik, dan

neurotoksisitas. Dosis dewasa (10-24 juta unit/hari i.v terbagi dalam 4

dosis), dosis pediatrik (100.000-250.000 U/kg/hari i.v/i.m dosis terbagi 4

kali/hari). Kontraindikasi pada hipersensitivitas. Pada kehamilan, kriteria B-

biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya melebihi resiko yang

mungkin terjadi. Hati-hati dalam penggunaan obat ini pada gangguan fungsi

ginjal.

Metronidazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat

diabsorpsi ke dalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yang

terbentuk mengikat DNA dan menghambat sintesis protein, yang

menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari.

Beberapa ahli merekomendasikan metronidazol sebagai antibiotika pada

terapi tetanus karena penisilin G juga merupakan agonis GABA yang dapat

memperkuat efek toksin. Dosis dewasa ( 500 mg per oral tiap 6 jam atau 1 g

i.v tiap 12 jam, tidak lebih dari 4 g/hari), dosis pediatrik ( 15-30

mg/kgBB/hari i.v terbagi tiap 8-12 jam tidak lebih dari 2 g/hari ).

Kontraindikasi pada hipersensitivitas, dan trimester pertama kehamilan.

16

Page 17: Isi Prescil Tetanus

Kriteria B-biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya melebihi

risiko yang mungkin terjadi. Perhatian pada penyesuaian dosis penyakit hati,

pemantauan kejang dan neuropati perifer.

Doksisiklin menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri

dengan pengikatan pada sub unit 30s atau 50s ribosomal dari bakteri yang

rentan. Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari. Dosis dewasa ( 100 mg

per oral/i.v tiap 12 jam ), dosis pediatrik ( < 8 tahun tidak direkomendasikan,

< 45 kg: 4,4 mg/kg/hr oral/i.v dosis terbagi, > 45 kg sama seperti dosis

dewasa). Kontraindikasi obat ini pada hipersensitivitas dan disfungsi hati

berat. Interaksi obat ini bioavaibilitas menurun dengan antasida yang

mengandung alumunium, kalsium, besi, atau subsalisilat bistmuth,

tetrasiklin dapat meningkatkan efek hipoprotrombinemik dari antikoagulan.

Kriteria D-tidak aman dipergunakan pada kehamilan. Fotosensitifitas dapat

terjadi pada paparan jangka lama terhadap sinar matahari, dosis hendaknya

dikurangi pada gangguan ginjal.

17

Page 18: Isi Prescil Tetanus

BAB IV

PEMBAHASAN

Toksin yang dilepaskan dalam luka mengikat motor alfa neuron terminal

perifer, memasuki akson, dan ditranspor ke sel saraf tubuh dalam batang otak dan

medula spinalis dengan transpor intraneuron retrograd. Kemudian toksin

bermigrasi menyeberangi sinap ke prasinaps, dimana toksin menghambat

pelepasan neurotransmiter penghambat glisin dan asam gama-aminobutirat

(GABA). Dengan mengurangi penghambatan, kecepatan letupan istirahat dari

neuron, motor alfa meningkat, menyebabkan regiditas. Dengan penurunan

aktivitas refleks, yang membatasi penyebaran impuls (suatu aktifitas glisinergik)

polisinaptik, agonis dan antagonis yang kemudian menyebabkan spasme.

Kehilangan penghambatan juga dapat mempengaruhi neuron simpatik

preganglion pada bagian lateral substansia grisea medula spinalis dan

menyebabkan hiperaktivitas simpatik dan kadar katekolamin sirkulasi yang tinggi.

Tetanospamin, seperti botulinum, juga mungkin menghambat pelepasan

neurotrasmiter pada taut neuromuskuler dan menyebabkan kelemahan atau

paralisis. Pemulihannya memerlukan pertunasan ujung saraf yang baru.

Tetanus umum terjadi bila toksin yang dilepaskan dalam luka memasuki aliran

darah dan disebarkan ke ujung saraf lainnya. Sawar otak-darah langsung

menghambat jalan masuk ke dalam susunan saraf pusat. Menganggap waktu

transpor interneuron adalah sama untuk semua saraf, saraf yang pendek

dipengaruhi sebelum saraf yang panjang; bukti ini menjelaskan bahwa rangkaian

keterikatan saraf dari kepala, batang tubuh, dan ekstermitas pada tetanus umum.

Selain itu toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit

dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang neurotoksik yang dapat

menyebabkan ketegangan dan spasme otot.

Pada pasien ini terdapat trismus (kesukaran membuka mulut atau kaku rahang)

karena spasme otot masseter, dan kontraksi otot wajah yang terus menerus

sehingga dapat menimbulkan risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut

tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi). Dapat juga terjadi

18

Page 19: Isi Prescil Tetanus

pada otot punggung sehingga dapat menimbulkan epistotonus dan ketegangan

pada otot dinding perut sehingga menyebabkan perut seperti papan.

Klasifikasi beratnya tetanus oleh Abblett pada pasien ini adalah:

- Derajat II (sedang): Trismus sedang, rigiditas nampak jelas, spasme meningkat

ringan - sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan

lebih 30x/menit¸ disfagia ringan.

Pada pasien ini terdapat luka, sehingga diduga porte d’entree (tempat

masuknya) kuman Clostridium tetani melalui infeksi pada tempat luka. Dan pada

pasien ini terdapat gangguan dalam buang air besar yang dapat disebabkan karena

spasme otot sfingter ani.

Toksin ini bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan

bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik.

19

Page 20: Isi Prescil Tetanus

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tetanus merupakan gangguan neurologis yang ditandai dengan

meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,

suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

Pada tetanus terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila

berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan

membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus.

20