Isi Mawapres

download Isi Mawapres

of 21

Transcript of Isi Mawapres

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah dimanapun senantiasa menyebabkan masalah, suatu hal yang tidak terdengar aneh ketika di rumah sakitpun terjadi masalah dalam hal pengelolaan limbah. Hal ini seharusnya bukan suatu yang wajar, karena rumah sakit bukanlah sumber penyebaran infeksi yang terjadi di masyarakat. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa menejemen pengolahan limbah medis yang buruk seperti penanganan limbah medis yang tidak sesuai dengan prosedur tetap, adanya praktik penjualan limbah atau sampah medis rumah sakit secara ilegal dan kurangnya pengawasan dari pihak rumah sakit menjadi suatu alasan mengapa rumah sakit dapat menjadi sumber penyebaran infeksi yang terjadi di masyarakat. Inilah satu kekeliruan yang seharusnya tidak terjadi bagi suatu tempat pemulihan orang sakit. Belakangan ini banyak terjadi praktik penjualan limbah atau sampah medis rumah sakit secara ilegal yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan oleh sejumlah oknum di bagian IPL (Instalasi Pengolahan Limbah) rumah sakit. Bagian yang terlibat di dalamnya antara lain petugas bagian IPL, operator dan bagian sampah non medis. Limbah medis yang seharusnya dipisahkan dari limbah non medis, didaur ulang atau dihancurkan lebih dulu sebelum dibuang. Pada praktiknya sebagian limbah medis tersebut masih terlihat diantara limbah non medis, hanya sebagian yang dimusnahkan dan sisanya dijual ke pengepul. Hasil penjualan itu dibagi rata untuk rumah sakit, petugas pengangkutan dan operator, serta kas daur ulang. Dapat dibayangkan berapa penghasilan yang diperoleh jika praktik penjualan limbah medis itu dilakukan tiga hingga empat kali sebulan. Namun, keuntungan tersebut rasanya tidak sebanding jika dilihat dari banyaknya korban yang jatuh akibat buruknya manejemen pengolahan limbah medis. Infeksi

1

yang tejadi pada anak anak usia sekolah dasar yang menggunakan spuit limbah medis untuk mainan bahkan kematian akibat tusukan spuit limbah medis yang ditemukan di area persawahan adalah salah satu contoh mengenai dampak buruknya manajemen pengolahan sampah medis di rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat khususnya dalam penyebaran infeksi.1.2

Identifikasi Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut: Bagaimana menerapakan menejemen pengolahan sampah medis yang baik dan benar untuk mencegah penularan infeksi dari rumah sakit kepada masyarakat sehat? 1.3 Tujuan Penulisan Dengan melihat fenomena yang disebutkan di atas, maka karya tulis ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai menejemen pengelolaan sampah medis yang baik dan benar serta memberikan langkah konkrit untuk mencegah penyalahgunaan dalam pengolahan sampah medis sehingga penularan infeksi dari rumah sakit kepada masyarakat tidak terjadi lagi. 1.4 Manfaat Penulisan

1. Tenaga medis Hasil analisis dalam karya tulis ini diharapkan bisa dijadikan sebagai acuan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi akibat limbah medis. 2. Lembaga Pelayanan Kesehatan Hasil analisis dalam karya tulis ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk meningkatkan pengawasan dalam pengolahan limbah medis sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan pengelolaan limbah medis yang akan berdampak pada masyarakat. 3.Lembaga Pendidikan

2

Hasil analisis dalam karya tulis ini diharapkan dapat memberikan dasar dasar pengolahan limbah medis yang baik dan benar sehingga dapat mengkritisi terjadinya pengolahan sampah medis yang tidak sesuai protap. 4. Lembaga Swadaya Masyarakat Hasil analisis dalam karya tulis ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam rangka membimbing dan memberikan penyuluhan pada masyarakat mengenai bahaya penggunaan sampah medis terhadap kesehatan. 5. Mahasiswa Hasil analisis dalam karya tulis ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk terus melakukan penelitian untuk melakukan perbaikan dalam manajemen pengolahan sampah medis.

BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Rumah sakit merupakan sebuah lembaga dimana di dalamnya terkumpul populasi dengan karakteristik yang sama, yakni orang sakit. Sedangkan di lain pihak terdapat juga populasi yang merawat orang sakit tersebut. Oleh karenanya didapat dua kelompok populasi yaitu yang sehat dan yang sakit. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah merawat yang sakit dan mencoba menyembuhkannya sedapat mungkin. Jadi yang perlu diperhatikan adalah bahwa populasi yang sehat tidak menjadi sakit, yang sakit tidak menjadi lebih sakit, tetapi menjadi lebih sehat.Walaupun tidak sepenuhnya kegiatan di rumah sakit hanya untuk menyembuhkan, karena pada dasarnya kegiatan suatu rumah sakit dapat dikelompokan menjadi kegiatan kuratif, preventif dan rehabilitatif.

3

Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan seringkali kita sebut sampah atau limbah. Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang sudah tidak berguna dan tidak memiliki nilai ekonomis lagi. Dengan mengetahui makna limbah itu sendiri, kita dapat mengetahui beberapa ciri dari limbah itu : a. Limbah ialah bahan atau benda padat sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya (Notoatmodjo, 2003) b. Dari segi ekonomis, limbah adalah bahan yang sudah tidak ada harganya. c. Dari segi lingkungan, limbah adalah bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan. Dengan menilik batasan ciri-ciri limbah tersebut di atas, kita dapat kembali menarik sekelumit makna limbah kembali dengan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuanperlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian lingkungan ( Hadiwiyoto,1982). Berbagai pencemaran dapat muncul akibat dari manajemen limbah yang tertangani, seperti : 1. Aspek Kesehatan Limbah yang tidak terkendali dengan jumlahnya yang menggunung atau menimbulkan bau yang tak sedap, akan menyebabkan berbagai jenis vektor penyakit (serangga, tikus,cacing) berdatangan dan menjadikannya sebagai rumah serta ladang hidupnya. Seperti yang diketahui bahwa berbagai jenis vektor yang ada itu merupakan vektor berbagai jenis penyakit. Mukono dalam buku prinsip dasar kesehatan lingkungan yang ditulisnya menjelaskan beberapa jenis penyakit beserta vektornya yang diakibatkan oleh manajemen sampah yang tidak terkendali :4

tidak

a. Insect Borne Disease : -

Lalat Nyamuk

: diare, kolera, typus : DHF

c. Vektor Jamur d. Vektor Cacing

b. Rodent Borne Disease : Pes, murine typus

: Penyakit kulit, candidiasis : Taenia, hookworm, cacing gelang, cacing

kremi. 2. Aspek Lingkungan Sejumlah sampah yang dibuang di sembarang tempat atau di pembuangan sampah yang terkolektif namun tidak terjaga kerapihannya, maka hal ini akan menyebabkan gangguan dalam hal estetika lingkungan. Selain hal estetika, kualitas udara di sekitarnyapun akan mengalami penurunan, udara menjadi tidak sehat akibat hasil pembusukan sampah oleh mikroorganisme dan bakteri-bakteri pembusukan. 3. Aspek Sosial Masyarakat Hal ini begitu sangat penting bagi kemajuan suatu daerah yakni menyangkut pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Dengan manajemen sampah medis yang baik akan dapat meningkatkan status sosial masyarakat.

2.2 Limbah Rumah Sakit Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun non medis. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan menejemen yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang.5

Limbah - limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk (Said, 1999). Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) : 2.2.1 Limbah Klinik Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis buangan yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehataan bagi pengunjung , masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai limbah klinis. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi atau yang sejenisnya serta limbah yang dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat digolongkan menjadi :

6

a. Limbah Benda Tajam Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pecahan gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. Limbah ini di tempatkan dalam sharp container atau jerigen. Sampah tajam sebelum dibakar ke incenerator dilakukan pre treatment dengan alat destroyer atau penghancuran supaya menjadi serpihan b. Limbah Infeksius Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain : sampah mikrobiologis, bagian tubuh, sprei, limbah pembedahan, limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi ( medical waste ). c. Limbah Jaringan Tubuh Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator. d. Limbah Citotoksik Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi

7

citotoksik. Limbah yang terdapat limbah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc e. Limbah Farmasi Limbah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi obat-obatan. f. Limbah Kimia Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik. g. Limbah Plastik Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.h. Limbah Radio Aktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset . Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat, cair dan gas. 2.2.2. Limbah Bukan Klinik Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut

8

dan mambuangnya. 2.2.3. Limbah Patologi Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard. 2.2.4. Limbah Dapur Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit. 2.3 Menejemen Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomi (Shahib, 1999). 2.3.1 Tahapan Pengelolaan Limbah Medis Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, umumnya terdiri dari : a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan ) Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu

9

yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan. b. Penampungan Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan domestik c. Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat

10

dan tidak bocor. d. Pengolahan dan Pembuangan Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah : a. Incinerasi Prinsip pemusnahan atau pembakaran di incenerator adalah dengan adanya pemanasan pada incenerator yang mencapai 600 sampai 1000 derajat celcius agar kuman penyakit yang ada di limbah medis tersebut mati, dan selanjutnya residu atau sisa pembakaran ditimbun dalam tanah. Digunakan untuk jenis sampah refuse ( sampah yang tidak membusuk ). Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :

Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm. Tambahkan lapisan kapur.

11

Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah.

b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan) e. Inaktivasi suhu tinggi f. Radiasi dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi g. Microwave treatment h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) i. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

2.3.2 Teknik Pengolahan Limbah Medis Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya (Hananto, 1999).antara lain :a. b. c. d.

reduksi limbah (waste reduction) minimisasi limbah (waste minimization) pemberantasan limbah (waste abatement) pencegahan pencemaran (waste prevention) reduksi pada sumbemya (source reduction)

e.

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya

12

limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :1.

House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam

menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah

menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaannya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah. 3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan. 4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol. 5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi. 6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

13

2.4 Pemecahan Masalah Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Penanganan seluruh sampah yang ada di rumahsakit perlu ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan sampah yang ada bisa menjadi sumber penularan, reservoir ataupun breeding site bagi kuman penyakit yang ada di rumahsakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun masyarakat, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986). Namun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja. Perlu adanya kerja sama multisektoral dari seluruh pihak yang terkait, baik itu pemerintah, tenaga kesehatan, lembaga sosial maupun masyarakat itu sendiri. Rumah sakit perlu meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat. ketidaktahuan masyarakat akan bahaya infeksi dari limbah medis perlu didukung oleh pemerintah dan lembaga sosial maupun institusi pendidikan dalam memberikan informasi sehingga akan ada kesadaran yang tinggi dan kewaspadaan dari mayarakat dalam akan bahaya pencemaran limbah medis.

14

BAB III METODE PENULISAN 3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian Penulisan karya tulis ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif keperpustakaan (library research). Library research dilakukan melalui penelusuran, pengumpulan dan telaah pustaka yang relevan, aktual dan faktual dengan masalah yang dikaji. Bahan kajian tersebut adalah data sekunder berupa analisis informasi yang relevan dengan permasalahan. Data dan informasi diperoleh dari berbagai media cetak (laporan, literatur, artikel, dan jurnal) dan berbagai media elektronik (internet). (Notoadmodjo, 2005). 3.2 Prosedur Penulisan Prosedur penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: a. Identifikasi masalah b. Kerangka penulisan untuk mengetahui data-data dan informasi yang dibutuhkan sebagai bahan analisa kajian c. Penelusuran pustaka dan pengumpulan bahan kajian d. Analisis deskriptif terhadap bahan-bahan yang terkumpul e. Penulisan karya tulis 3.3 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagian Awal Terdiri atas halaman judul yang memperlihatkan judul karya tulis serta penyusunnya. Pada bagian awal ini juga terdapat lembar pengesahan, kata pengantar yang merupakan cerita penulis pada saat penyusunan karya tulis, daftar isi, daftar lampiran, dan ringkasan yang mencerminkan keseluruhan isi karya tulis.15

2. Bagian Inti Pada bagian inti, karya tulis ini dibagi ke dalam lima bagian/bab utama: I. PENDAHULUAN Merupakan bab yang berisi latar belakang masalah tentang alasan mengangkat permasalahan yang mendasari penulisan karya tulis, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan karya tulis, serta pendekatan masalah. II. TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini memaparkan uraian yang menunjukkan landasan teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang dikaji, seperti limbah rumah sakit, pengolahan limbah pada pelayanan kesehatan dan pemecahan masalah yang sudah dilakukan. III. METODE PENULISAN Bab yang menjelaskan metode penulisan karya tulis. IV. PEMBAHASAN Bagian yang berisi penjelasan dari analisis permasalahan yang didasarkan pada data dan informasi serta telaah pustaka untuk menghasilkan alternatif model pemecahan masalah. V. SIMPULAN DAN SARAN Bab yang menjelaskan simpulan dari wacana pembahasan yang didasarkan pada analisis permasalahan dan saran yang dijadikan sebagai rekomendasi yang selaras dengan tujuan dan manfaat dari penulisan karya tulis. 3. Bagian Akhir Bagian yang berisi daftar pustaka, daftar tabel, daftar gambar, daftar riwayat hidup, dan lampiran.

16

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Permasalahan Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 - 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996). Limbah medis rumah sakit merupakan kategori limbah bahan berbahaya, dan beracun. Bahkan barang siapa yang dapat atau potensial menyebabkan kerusakan lingkungan atau menganggu kesehatan umum, maka akan dikenakan hukum sesuai dengan tindakannya. Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan17

dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu. Buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha. 4.2 Sintesis Dalam Visi Indonesia Sehat 2010 disebutkan bahwa masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang adalah masyarakat yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

18

Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :

Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit. Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.

Seluruh limbah yang ada di rumahsakit perlu ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan sampah yang ada bisa menjadi sumber penularan, reservoir ataupun breeding site bagi kuman penyakit yang ada di rumahsakit. Menejemen pengelolaan limbah akan terlihat secara langsung oleh semua pihak yang berkepentingan dan mempengaruhi citra pelayanan umum itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan perhatian dalam menyelenggaraan pengelolaan limbah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja institusi pelayanan kesehatan secara prima kepada masyarakat terutama dalam era globalisasi dan penyelenggaraan AFTA (Asian Free Trade Area). Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus

19

disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995). BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan seringkali kita sebut sampah atau limbah. Menejemen pengolahan limbah medis yang buruk seperti penanganan limbah medis yang tidak sesuai dengan prosedur tetap, adanya praktik penjualan limbah atau sampah medis rumah sakit secara ilegal dan kurangnya pengawasan dari pihak rumah sakit menjadi suatu alasan mengapa rumah sakit dapat menjadi sumber penyebaran infeksi yang terjadi di masyarakat. Namun masalah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja. Perlu adanya kerja sama multisektoral dari seluruh pihak yang terkait, demikian, baik itu pemerintah, tenaga kesehatan, lembaga sosial maupun masyarakat itu sendiri. Rumah sakit perlu meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian pengelolaan limbah medis serta meningkatkan pengetahuan karyawannya. Ketidaktahuan masyarakat akan bahaya infeksi dari limbah medis perlu didukung oleh pemerintah dan lembaga sosial maupun institusi pendidikan dalam memberikan informasi sehingga akan ada kesadaran yang tinggi dan kewaspadaan dari mayarakat akan bahaya pencemaran limbah medis dan yang paling penting adalah adanya penerapan kebijakan beserta sanksi tegas untuk setiap pelanggaran untuk menerapakan efek jera pada oknum oknum yanng tidak bertanggung jawab.

20

5.2 Saran 1. Menyiapkan perangkat lunak yang jelas dan tegas berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan sampah medis untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. 2. Menjalankan sanksi yang tegas terhadap setiap penyalahgunaan yang terjadi 3. Adanya monitoring dan evaluasi dari Dinas kesehatan terkait mengenai manajemen pengelolaan sampah medis di rumah sakit yang sesuai dengan protap. 3. Komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran dengan pengadaan alat pengolahan sampah medis yang sesuai standar di setiap rumah sakit 4. Menjadikan manajemen pengelolaan limbah medis sebagai syarat akreditasi rumah sakit. 5. Meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat 6. Perlu adanya sosialisasi besar-besaran mengenai Bahaya penggunaan sampah medis melalui iklan layanan masyarakat seperti media massa

21