Isi Makalah Menstra

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Membahas manajemen strategis dapatdikatakan membicarakan hubungan antara organisasi dan lingkungannya, baik lingkungan internal maupun Lingkungan organisasi akhir-akhir ini tidak saja semakin mengalami perubahan, juga saling berhubungan secara lebih erat. Hal tersebut menuntut or berpikir strategis, mampu menerjemahkan inputnya menjadi strategi yang efekt mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pelaksana strateginya. Dengan demikian fokus manajemen strategis adalah menghubungkan organisasi dengan lingkungannya, merumuskan strategi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan memastikan bahwa implementasi strategi berjalan baik. Organisasi juga diharapkan akan mampu mengendalikan arah pencapaian sa yang sudah ditetapkan. Dalam tulisan ini kami akan mengambil studi kasus manajemen strategis pemerintah daerah yang mana lokusnya yaitu pemerintah kabupaten Sragen. Kabu Sragen adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang ibu kotanya terle km dari sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten yang memiliki visi “Berjuang Sragen yang jujur, adil dan makmur” ini sangat menarik untuk dianalisis lebih tentang manajemen strategisnya karena Sragen merupakan kabupaten yang menerapkanTeknologi Informasi Komunikasidengan baik dibuktikan berbagai 1

Transcript of Isi Makalah Menstra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Membahas manajemen strategis dapat dikatakan membicarakan hubungan antara organisasi dan lingkungannya, baik lingkungan internal maupun eksternal. Lingkungan organisasi akhir-akhir ini tidak saja semakin mengalami perubahan, namun juga saling berhubungan secara lebih erat. Hal tersebut menuntut organisasi untuk berpikir strategis, mampu menerjemahkan inputnya menjadi strategi yang efektif, serta mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pelaksanaan strateginya. Dengan demikian fokus manajemen strategis adalah menghubungkan organisasi dengan lingkungannya, merumuskan strategi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan memastikan bahwa implementasi strategi berjalan dengan baik. Organisasi juga diharapkan akan mampu mengendalikan arah pencapaian sasaran yang sudah ditetapkan. Dalam tulisan ini kami akan mengambil studi kasus manajemen strategis pemerintah daerah yang mana lokusnya yaitu pemerintah kabupaten Sragen. Kabupaten Sragen adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang ibu kotanya terletak 30 km dari sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten yang memiliki visi Berjuang untuk Sragen yang jujur, adil dan makmur ini sangat menarik untuk dianalisis lebih jauh tentang manajemen strategisnya karena Sragen merupakan kabupaten yang berhasil menerapkan Teknologi Informasi Komunikasi dengan baik dibuktikan berbagai

1

penghargaan diantaranaya Anugerah Sikompak dari Kementrian Dalam Negeri Tahun 2010, Penghargaan Adipura ke-7 Tahun 2010, Penghargaan Pakarti Utama I, Penghargaan Nasional Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tahun 2010 oleh PKK Pusat, Penghargaan Paramadina Utama 2010, Penghargaan Tertinggi di Bidang Koperasi oleh Menteri Koperasi dan UKM RI,Indonesia Open Source Award Tahun 2010 oleh tiga kementerian, Kominfo, Ristek dan Menpan, dan belum lama ini Sragen memperoleh juara I Ajang Indonesia ICT Award 2011 kategori E-Gov Implementation.

Penghargaan-penghargaan yang diterima menjadikan Sragen sebagai daerah rujukan bagi daerah lain.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, kami

mengidentifikasikan masalah yang akan kami bahas adalah bagaimana Manajemen Strategis yang diterapkan oleh Kabupaten Sragen untuk dapat mencapai visi tahun 2011-2016 yaitu Berjuang untuk Sragen yang jujur, adil dan makmur. . 1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan 1.3.1 Maksud Penulisan

Maksud dari penulisan makalah ini untuk memahami bagaimana manajemen strategis yang diterapkan Kabupaten Sragen untuk mencapai visi 2011-2016. 1.3.2 Tujuan Penulisan

2

Tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan penulis tentang manajemen strategis khususnya di Kabupaten Sragen.

BAB II

3

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Administrasi Negara 2.1.1 Pengertian Administrasi Negara

Perkembangan ilmu administrasi negara membuat konteks dan pemahaman tentang administrasi negara sendiri memiliki banyak definisi yang berbeda-beda. Ini diperkuat oleh Dwight Waldo yang mengatakan sebagai berikut: Sesungguhnya tidak ada definisi yang tepat tentang administrasi negara. Mungkin ada definisi yang ringkas tetapi tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Perumusan administrasi negara yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu paragraf saja, tidak akan membuka tabir persoalan. dari ungkapan diatas maka jelaslah bahwa tidak mungkin mengajukan satu definisi yang ringkas paling tidak diperlukan suatu deskripsi yang komprehensif. Istilah administrasi negara berasal dari bahasa inggris, yaitu administration. Dalam kamus Oxford Learner Dictionary Of Current English (1974) kata administrasi memiliki bentuk infinitif to administer yang berarti menggerakkan, mengelola, dan

mengarahkan. Hal ini dipertegas oleh John Pfiffner dan Robert Presthus yang dikutip oleh prof.Pamudji dalam bukunya ekologi Administrasi yang mengatakan bahwa administrasi negara diartikan sebagai koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. Hal ini meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah. (Pamudji, 1983:20 ). Masih dalam buku yang sama John Pfiffner dan Robert Presthus mengatakan bahwa secara menyeluruh, administrasi negara sebagai suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-

4

kebijakan pemerintah, pengarah kecakapan-kecakapan dan teknik-teknik yang tak terhingga jumlahnya yang memberi arah dan maksud terhadap usaha-usaha sejumlah orang besar. (Pamudji, 1983:21 ) dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah suatu proses yang melibatkan beberapa orang dengan berbagai keahlian dan kecakapan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah. 2.1.2 Paradigma Administrasi Negara

Ilmu administrasi negara senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada. Perubahan ini menghasilkan paradigma yang menjadi ciri khas perkembangan dalam suatu bidang keilmuan. Paradigma administrasi negara

digunakan untuk memahami lebih mendalam tentang bagaimana konsepsi yang sebenarnya dari ilmu administrasi negara itu sendiri. Nicholas Henry membagi administrasi negara menjadi 5 paradigma. 1) Negara Diawal perkembangan studi administrasi negara, terjadi pemisahan antara administrasi dengan politik. Hal ini didasarkan kepada persepsi bahwa adiministrasi seharusnya hanya berpusat kepada birokrasi pemerintahan bukan kepada bagaimana administrasi memengaruhi dan ikut campur dalam keputusan politik. Hal ini dipertegas oleh Leonard D. White pada tahun 1926, introduction to study of public administration, yang dikutip oleh Miftah Thoha menyatakan dengan tegas bahwa politik seharusnya tidak mencampuri urusan administrasi negara yang Dikotomi Politik & Administrasi

5

seharusnya memiliki sifat bebas nilai dan hanya berorientasikan misinya kepada efisiensi dan ekonomis. 2) Prinsip-prinsip Administrasi Negara

Periode kedua paradigma administrasi negara menekankan bahwa dalam kenyataannya administrasi bisa berada dimana saja, akan tetapi hakikatnya administrasi adalah administrasi dan prinsip adalah prinsip maka dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa administrsi negara memiliki prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan ialah adanya suatu kenyataan bahwa administrasi negara bisa terjadi pada semua tatanan administrasi tanpa memperdulikan kebudayaan, fungsi, lingkungan, misi, atau kerangka institusi, ia bisa diterapkan dan diikuti di bidang apapun tanpa terkecuali, kenyataan ini memberikan penegasan bahwa prinsip-prinsip administrasi tersebut bisa di terapkan dan dipakai oleh negara-negara yang berbeda kebudayaan, lingkungan, fungsi, atau kerangka institusi. Selanjutnya, karena administrasi negara telah memberikan kontribusi yang banyak terhadap formulasi prinsip-prinsip administrasi melalui suatu usaha penelitian ilmiah, maka administrasi negara seharusnya menghasilkan suatu paket akademik di dalam menerapkan suatu prinsip dalam realisasi kegiatan organisasi, perusahaan, dan lain-lain. 3) Politik Administrasi sebagai ilmu politik memiliki lokus pembahasan birokrasi pemerintahan dan tidak memiliki fokusnya (abstract) secara singkat dikatakan Administrasi Negara sebagai Ilmu

6

bahwa fase paradigma ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dengan ilmu politik. Walaupun usaha untuk kembali kepada ilmu politik sebagai suatu identifikasi dari adiminstrasi negara pada paradigma ini, akan tetapi sebaliknya ilmu politik mulai melupakannya. 4) Administrasi Sebagai suatu paradigma, pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan fokus, tetapi tidak pada lokusnya. Ia menawarkan teknik-teknik, dan bahkan seringkali teknik-teknik yang berpengalaman dan memerlukan keahlian dan spesifikasi. Tetapi untuk institusi apa, teknik dan keahlian tersebut seharusnya diterapkan bukanlah menjadi rumusan perhatian dari ilmu ini. Fokus lebih utama daripada lokusnya. 5) Administrasi Negara Fokus administrasi negara adalah teori organisasi, praktik dalam analisis public policy, dan teknik-teknik administrasi dan manajemen yang sudah maju. Adapun lokus normatif dari administrasi negara digambarkan oleh paradigma ini ialah pada birokrasi pemerintahan dan pada persoalan-persoalan masyarakat (public affairs). Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara sebagai Ilmu

7

2.2 Manajemen Strategis Manajemen strategik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu manajemen. Hadir sebagai suatu solusi untuk memberdayakan keseluruhan organisasi (perusahaan) agar secara komprehensif dan sistematis mampu mewujudkan visi dan misi organisasi tersebut. Selama bertahun-tahun beragam konsep dan teori yang menjelaskan strategi dikembangkan. Mulai dari yang menekankan perhatian pada kemampuan organisasi untuk memaksimalkan sumber-sumber yang dimilikinya dalam menjawab peluang dan tantangan serta berbagai ketidakpastian yang berasal dari luar organisasi [Porter, 1985], sampai pada kajian yang menekankan pada kemampuan sumber-sumber internal organisasi untuk mendorong terjadinya keunggulan kompetitif (competitive

advantages) [Grant, 1991]. Namun demikian, terlepas dari perdebatan tentang sudut pandang perencanaan strategis suatu organisasi, kedua aliran jelas memiliki tujuan yang sama yaitu tercapainya sasaran dan tujuan organisasi melalui cara-cara yang sistematis sehingga keberhasilan yang mungkin terjadi dapat ditelusuri kembali. Menurut Hunger dan Wheelen, manajemen strategik adalah seperangkat keputusan serta tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka panjang dari suatu organisasi (perusahaan) [Hunger dan Wheelen, 1996]. Bagi Fred

David, manajemen strategik adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsi (cross-functional) yang

8

memberdayakan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Oleh karenanya manajemen strategik berpusat pada penyatuan manajemen, pemasaran,

keuangan/akuntansi, produksi/operasi, riset dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi [David, 1996]. Sedangkan Proses Manajemen Strategik oleh Hitt, Ireland, dan Hoskisson [Hitt, Ireland, Hoskisson, 1995] dipahami sebagai seperangkat komitmen, keputusan, dan tindakan yang dibutuhkan suatu perusahaan untuk mencapai persaingan strategik dan memperoleh keuntungan di atas rata-rata. Alfred Chandler mengatakan bahwa strategi adalah suatu penentuan sasaran dan tujuan dasar jangka panjang dari suatu organisasi (perusahaan) serta pengadopsian seperangkat tindakan serta alokasi sumber-sumber yang perlu untuk mencapai sasaransasaran tersebut [Rumelt, Schendel, dan Teece, 1995]. Dalam kajiannya tentang strategi, Henry Mintzberg mencatat bahwa setidaknya strategi tidak sekadar memiliki dua elemen definisi, yaitu sebagai perencanaan (plan) dan pola (pattern). Lebih dalam lagi, ia mengungkap bahwa definisi strategi telah berkembang dengan tiga P baru, yaitu posisi (position), perspektif (perspective), dan penerapan (ploy). Kajian tentang manajemen strategik yang terus berkembang selalu diarahkan untuk menghasilkan berbagai pendekatan yang memudahkan organisasi untuk melakukan penyesuaian strategi yang dipilihnya dalam kerangka menjamin keberhasilan usahanya, dalam konteks organisasi publik diarahkan untuk pencapaian visi organisasi. Formulasi strategi harus berupa proses kognitif dibanding proses konsepsi semata.

9

Merangkum seluruh paparan di atas, Henry Mintzberg, Bruce Ahlstrand, dan Joseph Lampel mengidentifikasikan bahwa formulasi strategi dapat dikelompokkan ke dalam sepuluh aliran pemikiran dan tiga kelompok pemikiran. Kesepuluh aliran tersebut adalah: Design, Planning, Positioning, Entrepreneurial, Cognitive, Learning, Power, Cultural, Environmental, dan Configuration. Tiga aliran pertama masuk ke dalam kelompok Presikriptif yang lebih menekankan pada proses penyusunan strategi; enam aliran berikutnya masuk dalam kelompok Deskriptif yang menekankan pada bagaimana strategi dilakukan; dan aliran terakhir identik dengan kelompok ketiga, yaitu Konfigurasiyang mengkombinasikan/ mengintegrasikan aliran-aliran

sebelumnya.[Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel, 1998]. Terdapat tiga pertanyaan yang mendasari setiap gerak langkah perencanaan strategis, yaitu: 1. Di manakah posisi perusahaan saat ini? Pertanyaan ini mengantar pada analisa tentang situasi yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu: analisa eksternal, analisa internal, dan analisa tentang kompetisi. 2. Ke mana perusahaan akan pergi? Pertanyaan ini membawa pada logika mengapa suatu perusahaan (organisasi) didirikan. Mission statement hadir sebagai arahan korporasi/perusahaan (corporate direction), sementara itu tujuan jangka panjang dan sasaran-sasaran jangka pendek hadir dalam unit usaha (business unit direction). 3. Bagaimana cara perusahaan bisa sampai ke sana? Pada tahap ini strategi disusun sebagai arahan untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Formulasi strategi dapat

10

dikategorikan ke dalam tiga kelompok, aras korporasi (corporate level), aras unit usaha (business unit level), dan aras fungsi manajemen (functional level). Pada prinsipnya, manajemen strategik terdiri atas tiga tahapan, yaitu: 1. Tahap Formulasi: meliputi pembuatan misi, pengidentifikasian peluang dan tantangan eksternal organisasi, penentuan kekuatan dan kelemahan internal, pembuatan sasaran jangka panjang, pembuatan pilihan-pilihan strategi, serta pengambilan keputusan strategi yang dipilih untuk diterapkan. Dalam hal penyusunan strategi, Fred R. David membagi proses ke dalam tiga tahapan aktivitas, yaitu: input stage, matching stage, dan decision stage.[David, 1996]. Termasuk di dalamnya apakah organisasi akan melakukan ekspansi, penciutan ataukah cukup dengan mempertahankan keadaan yang stabil. 2. Tahap Implementasi (biasa juga disebut tahap tindakan): meliputi penentuan sasaran tahunan, pengelolaan kebijakan, pemotivasian pegawai, pengalokasian sumber-sumber agar strategi yang diformulasikan dapat dilaksanakan. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan kultur yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi yang efektif, pengarahan usaha-usaha pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta mengkaitkan kompensasi pegawai dengan kinerja organisasi. 3. Tahap Evaluasi: meliputi kegiatan mencermati apakah strategi berjalan dengan baik atau tidak. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi prinsip bahwa strategi perusahaan haruslah secara terus-menerus disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang selalu terjadi di lingkungan eksternal maupun internal. Tiga kegiatan utama pada

11

tahap ini adalah: (a) menganalisa faktor-faktor eksternal dan internal sebagai basis strategi yang sedang berjalan; (b) pengukuran kinerja; (c) pengambilan tindakan perbaikan Alur Manajemen Strategik

Richard P. Rumelt mengidentifikasi empat tolok ukur yang digunakan untuk menguji baik atau tidaknya suatu strategi, yaitu: 1. Consistency: strategi tidak boleh menghadirkan sasaran dan kebijakan yang tidak konsisten. 2. Consonance: strategi harus merepresentasikan respons adaptif terhadap lingkungan eksternal dan terhadap perubahan-perubahan penting yang mungkin terjadi. 3. Advantage: strategi harus memberikan peluang bagi terjadinya pembuatan atau pemeliharaan keunggulan kompetitif dalam suatu wilayah aktivitas tertentu (terpilih).

12

4. Feasibility: strategi tidak boleh menggunakan sumber-sumber secara berlebihan (di luar kemampuan) dan tidak boleh menghadirkan persoalan-persoalan baru yang tidak terpecahkan. Andrew Campbell dan Marcus Alexander mengidentifikasi sekurang-kurangnya terdapat tiga alasan mengapa suatu strategi dapat gagal dalam mengantar suatu perusahaan untuk mencapai sasaran dan tujuannya. Ketiga hal tersebut adalah [Campbell dan Alexander, 1997]: 1. Strategi Tanpa Arah: kegagalan membedakan antara purposes (apa yang akan dilakukan organisasi) dan constraints (apa yang harus dilakukan suatu organisasi agar dapat bertahan). Perusahaan yang gagal memahami constraints yang dimilikinya dan salah membacanya sebagai maksudpurposes, akan cenderung terlempar dari arena bisnis. 2. Kelumpuhan Perencanaan: kegagalan menentukan pijakan awal untuk bergerak (dari strategi atau tujuan?) menyebabkan terjadinya rencana yang lumpuh akibat kebingungan terhadap pelibatan proses dalam penyusunan suatu strategi. Menentukan tujuan dan kemudian menyusun strategi untuk mencapainya ataukah meniru strategi yang telah terbukti berhasil dan kemudian menentukan tujuan yang dapat/ingin dicapai berdasarkan strategi tersebut. 3. Terlalu Fokus pada Proses: Seringkali manajer berharap untuk dapat menyusun suatu strategi yang baru dan lebih baik. Sayangnya keberhasilan seringkali tidak semata bergantung pada proses perencaaan yang baru atau rencana yang didesain dengan lebih baik, tetapi lebih kepada kesanggupan manajer untuk memahami dua

13

hal mendasar, yaitu: keuntungan atas dimilikinya maksud (purposes) yang stabil dan terartikulasi dengan baik; serta pentingnya penemuan, pemahaman, pendokumentasian, dan eksploitasi informasi-informasi penting (insights) tentang bagaimana menciptakan nilai lebih banyak dibanding perusahaan lain. Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan secara terus-menerus oleh para ahli strategi adalah segitiga strategi-struktur-kultur. Dalam segitiga ini hubungan ketiga elemen tersebut harus dapat dikelola sedemikian rupa agar menjadi seimbang antara satu dengan lainnya. Ketimpangan hubungan tersebut akan bermuara pada tumpulnya stratagi yang dibangun. Strategi mengkaji tentang gerak langkah yang akan diambil perusahaan dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan. Kajian tentang struktur memusatkan perhatian pada perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi beserta berbagai unsur lainnya yang terkait. Sedangkan kajian atas kultur memusatkan perhatian pada persoalan manajemen sumber daya manusia, manajemen perubahan, kultur organisasi, dan berbagai unsur lainnya yang terkait. Segitiga Strategi

14

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Gambar dan Deskripsi Objek Penulisan Kabupaten Sragen adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya terletak di Sragen, sekitar 30 km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di utara, Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Karanganyar di selatan, serta Kabupaten Boyolali di Barat. Kabupaten ini sebelumnya bernama Sukowati, nama yang digunakan sejak masa kekuasaan Kerajaan (Kasunanan) Surakarta. Nama Sragen dipakai karena pusat pemerintahan berada di Sragen. Kabupaten Sragen terdiri dari 20 kecamatan dan 208 kelurahan.

Gambar 3.1 (Kiri) Logo Kabupaten Sragen dengan Motto Aman Sehat Rapi Indah (ASRI) dan (kanan) Peta lokasi Kabupaten Sragen Koordinat: 715' - 730' LS, 11045' - 11110' BT

15

Kabupaten yang dipimpin oleh Bupati Agus Fatchur Rahman,SH.,MH. ini memiliki luas wilayah 946,49 km2 dan jumlah penduduk 860.000 jiwa dengan kepadatan 908,62 jiwa/km2.

3.2 Pembahasan Berdasarkan prinsip manajemen strategis seperti yang telah disampaikan pada landasan teori bahwa manajemen strategis pada umumnya terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Manajemen strategis Kabupaten Sragen dapat dijelaskan sebagai berikut: Perencanaan Strategis Sebagai Bagian dari Formulasi Strategi Berdasarkan visi dan misi yang ditetapkan, operasionalisasinya memerlukan grand strategi, untuk menuju visi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen Kabupaten cerdas 2011. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Sragen merumuskan rencana strategis yang selanjutnya akan menjadi prioritas dalam pembangunan dengan

mempertimbangkan aspek-aspek internal pemeritah daerah maupun lingkungan luar. Rencana strategis Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan inovasi Kepemerintahan Entrepreneur dengan pelayanan

publik yang prima, dengan penjabaran sebagai berikut : Seluruh jajaran masyarakat menjalankan kehidupan demokrasi yang harmonis. Sistem pelayanan terpadu online sampai ketingkat desa.

16

Pengelolaan keuangan daerah disetiap satker menerapkan sistem online dan menghasilkan penerimaan daerah (revenue center).

Segenap lapisan masyarakat disiplin, sadar hukum dan HAM. Masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan menuju desa mandiri.

Masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial mendapatkan pembinaan pemerintah.

Kerjasama regional, nasional dan internasional mampu meningkatkan pemasaran, pariwisata, pertukaran informasi, dan pengembangan teknologi.

2.

Membentuk SDM yang unggul dan berdaya saing, dengan penjabaran

sebagai berikut: Setiap anak usia sekolah menyelesaikan pendidikan minimal SMA atau sederajat. Lulusan SMA atau sederajat mampu berbahasa inggris, computer, berwirausaha dan berbudi pekerti luhur. Setiap lulusan sentra pelatihan industri dan sentra produksi memiliki keahlian khusus, bersertifikasi dan siap kerja. Setiap aparatur kompeten dalam penyelenggaraan kepemerintahan berbasis kinerja. Masyarakat usia produktif menjadi profesional atau wirausaha sesuai keahliannya.

17

Setiap masyarakat menghargai kemajemukan, berperilaku santun dan mengamalkan nilai religius.

3.

Menumbuh kembangkan ekonomi rakyat yang berbasis desa, dengan

penjabaran sebagai berikut: Sragen cukup pangan, sandang dan papan. Seluruh regulasi dan perencanaan tata ruang mampu menunjang investasi dan peluang usaha yang kondusif. Setiap kecamatan memiliki lembaga keuangan, pusat perdagangan yang nyaman dan mampu mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat sekitarnya. Setiap desa/kelurahan tersedia sarana dan prasarana pemukiman, transportasi, listrik, telekomunikasi, sumber daya air dan air bersih. Setiap desa/kelurahan memiliki lembaga keuangan mikro untuk usaha mikro dan kecil. Setiap desa/kelurahan memiliki sentra produksi dan produk unggulan. Seluruh produk unggulan daerah memperoleh fasilitasi pemasaran. Setiap desa/kelurahan memenuhi standar mutu lingkungan dan mampu menyediakan bahan baku industri dari hutan rakyat yang lestari sesuai potensi yang dimiliki. 4. Memandirikan masyarakat untuk hidup sehat jasmani, rohani dan peduli

kelestarian lingkungan, dengan penjabaran sebagai berikut : Setiap desa menjadi desa siaga.

18

Setiap masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan bermutu. Setiap keluarga sadar gizi dan sadar kebersihan. Setiap bayi, anak dan kelompok masyarakat resiko tinggi terlindungi dari penyakit.

Disetiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar. Semua ketersediaan farmasi, makanan dan minuman memenuhi syarat kesehatan.

5.

Perkotaan sragen menjadi kota manusiawi. Inovasi pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas,

produktivitas dan efisiensi pembangunan yang berkelanjutan, dengan penjabaran sebagai berikut: Setiap kegiatan pembangunan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan yang mampu meningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi. Setiap satuan kerja mengoptimalkan teknologi/inovasi baru untuk

melaksanakan standart pelayanan minimal. Setiap limbah dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis

Berdasarkan grand strategy (goals/tujuan) pembangunan daerah, maka disusun prioritas-prioritas pembangunan beserta sasaran-sasaran pokoknya. Penetapan prioritas dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan berfokus pada masing-masing fungsi pemerintahan, sehingga diharapkan membantu dalam penanganan masalah yang menjadi prioritas.

19

Prioritas Pembangunan Pertama: Peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat, yang meliputi : 1. Penanggulangan Kemiskinan, dengan kebijakan yang diarahkan untuk

menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin yang mencakup hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, rasa aman serta hak untuk berpartisipasi dalam kebijakan publik. 2. Peningkatan Investasi, dengan yang diarahkan untuk:

a) Menghapus ekonomi biaya tinggi antara lain dengan penyerderhanaan prosedur perijinan, menciptakan kepastian hukum yang menjamin kepastian usaha, b) Menyempurnakan kelembagaan yang menangani investasi aga berdaya saing, efisien, transparan, dan non diskriminatif, dan c) Meningkatkan penyediaan infrastruktur. 3. untuk: a) b) c) Meningkatkan utilitas kapasitas produk, Memperkuat basis produksi, Meningkatkan daya saing dengan tekanan pada industri kecil yang Peningkatan Daya Saing Industri Kecil, dengan kebijakan diarahkan

menyerap tenaga kerja lebih banyak (home industri). 4. Revitalisasi Pertanian dalam arti luas yang diarahkan untuk mendorong

pengamanan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, diversifikasi, peningkatan

20

produktivitas dan nilai tambah produk pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, melalui: a) peningkatan kemampuan petani serta penguatan lembaga

pendukungnnya. b) c) d) peningkatan / pengamanan ketahanan pangan. peningkatan akses petani terhadap sumber daya produktif. perbaikan iklim usaha dalam rangka meningkatkan deversifikasi usaha

dan memperluas kesempatan berusaha e) peningkatan kemampuan manajemen dan kompetensi kewirausahaan di

kalangan pelaku usaha. f) mendorong peningkatan standar mutu komoditas, penataan, dan

pengembangan industri pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah. g) peningkatan efesiensi sistem distribusi, koleksi, dan jaringan pemasaran

produk, dan h) peningkatan pemanfaatan sumber daya kehutanan dan perikanan untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. 5. Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,

dengan kebijakan yang diarahkan untuk:

21

a) mengembangkan UKM agar memberikan konstribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing. b) Memperkuat kelembagaan dan menetapkan tata pengelolaan yang baik dan berwawasan gender dengan cara memperbaiki lingkungan usaha dan penyederhanaan prosedur perijinan. c) Mempeluas basis kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan wirausaha baru berkeunggulan. d) Meningkatkan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik. e) Meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sesuai dengan jati diri koperasi. 6. Peningkatan Pengelolaan BUMD/UPTD, dengan arah kebijakan

peningkatan kinerja dan daya saing BUMD/UPTD agar dapat memberikan konstribusi yang memadai terhadap perekonimian daerah. 7. Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dengan

kebijakan yang diarahkan untuk mempercepat difusi dan pemanfaatan hasil-hasil IPTEK. 8. Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan, dengan arah kebijakan

pengembangan pasar tenaga kerja yang fleksibel dan penataan hubungan industrial yang mencerminkan asas keadilan dan kondusif bagi peningkatan produktivitas dan inovasi.

22

9.

Pengembangan Produk Unggulan dan Andalan Daerah, dengan

kebijakan meningkatkan pemasaran dan mutu produk-produk unggulan dan andalan daerah. 10. Pembentukan Daerah Tujuan Wisata yang Kompetitif Melalui

Pengembangan Budaya Daerah, dengan kebijakan diarahkan pada: a) Meningkatkan pemasaran dan jaringan pariwisata dengan cara

intensifikasi. b) Meningkatkan mutu layanan dan diversifikasi produk wisata melalui

penyediaan sarana dan prasarana wisata yang memiliki keunggulan strategis. c) Menguatkan SDM pariwisata melalui pelatihan yang relevan dan

berkelanjutan. d) Meningkatkan kerjasama antar daerah dalam bidang promosi

pariwisata. 11. Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berorientasi Kepentingan dan

Kebutuhan Masyarakat, dengan kebijakan yang diarahkan pada peningkatan pemungutan PAD dengan cara yang tidak memberi beban kepada masyarakat dan pengeluaran atau belanja daerah dengan prioritas kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Prioritas Pembangunan Kedua : Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang Berkualitas, dengan kebijakan diarahkan pada: 1. Penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun.

23

2. 3. 4. 5.

Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara. Meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan menengah, Meningkatkan perluasan pendidikan anak usia dini. Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk

masyarakat yang tidak mempunyai kesempatan mengikuti pendidikan formal, 6. Menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok

masyarakat yang selama ini kurang terjangkau oleh layanan pendidikan. 7. Mengembangkan kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan

iptek serta perkembangan global, regional, nasional, dan lokal. 8. Menyediakan pendidikan dan tenaga kependidikan serta menyediakan

prasarana dan sarana pendidikan dalam jumlah dan kualitas yang memadai. 9. 10. 11. 12. 13. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik. Mengembangkan sistem evaluasi pendidikan. Menyempurnakan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip adil, efisien,

transparan dan akuntabel. 14. 15. Peningkatan anggaran pendidikan dalam APBD. Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan dan

menumbuhkan budaya olah raga. Prioritas Pembangunan Ketiga :

24

Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Kesehatan yang Berkualitas, dengan kebijakan yang diarahkan pada: 1. Meningkatkan jumlah, jaringan, dan kualitas pusat kesehatan

masyarakat. 2. 3. miskin. 4. 5. 6. Meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat. Meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sejak usia dini. Meningkatkan pemerataan dan kualitas fasilitas kesehatan. Implementasi Strategi Didasarkan Atas Arah Kebijakan Strategis Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan. Mengembangkan sistem jaminan kesehatan, terutama bagi penduduk

Pembangunan Daerah Sragen Dalam rangka mencapai misi Kabupaten Sragen tahun 2006 2011 diperlukan Kebijakan Umum yang akan menjadi panduan dalam melakukan langkah kerja berupa program-program pembangunan dan kegiatan. Kebijakan yang harus dijadikan acuan meliputi: Daerah Penataan kembali sistem ditetapkan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Hal tersebut diupayakan untuk memperkuat serta menyempurnakan Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah yang didukung sumber Penataan Kembali Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan

25

daya apatur yang memiliki komitmen dan kompetensi, professional, demokratis, akuntabel, respontif, efektif, efesien, dan merakyat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Dengan demikian, diharapkan akan mampu bertahan dari berbagai guncangan dan krisis serta mewujudkan satu sistem pemerintahan daerah yang baik dan bersih (clean and good government). Kebijakan diarahkan pada : 1. Penyusunan kondisi awal

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah secara komprehensif integral. Kondisi awal inilah yang dijadikan sebagai referensi dasar bagi kebijakan penataan struktur APBD, penataan personalia, dan pemberdayaan sumber daya manusia serta kebijakan Pemerintah dan pembangunan selanjutnya. Dengan penguasaan kondisi awal yang lengkap, utuh dan komprehensif maka program-program pembaharuan, penyelesaian masalah, evaluasi, dan lainnya dapat dilaksanakan secara efektif serta dapat dipertanggungjawabkan. 2. Penataan kembali personalia aparatur daerah dan pemanfaatan sumber

daya manusia berdasarkan administrasi dan hukum yang berlaku. 3. Penataan tersebut semakin aktual, urgen, dan relevan dilaksanakan

karena masih adanya indikasi rendahnya pemahaman aparat tentang hakikat otonomi daerah dan praktik-praktik KKN yang tidak mengalami penurunan . 4. Meskipun jajaran eksekutif berfungsi sebagai fasilitator, namun tetap

memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keberhasilan membangun

26

aparatur pemerintahan daerah yang bersih dan berwibawa dan dalam rangka suksesnya pemberdayaan masyarakat. Mengurangi jumlah penduduk miskin, melalui berbagai program dan

kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat sekaligus dapat mengurangi jumlah tingkat pengangguran. Kebijaksanaan ini diarahkan agar dapat mengurangi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Untuk itu program dan kegiatan harus diarahkan kepada kebutuhan mendasarkan bagi masyarakat miskin. Meningkatkan jumlah dan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) di

Kabupaten Sragen, baik SDM aparatur pemerintahan (eksekutif dan legislatif ) maupun SDM masyarakat secara keseluruhan, menekan jumlah penduduk dan melaksanakan Keluarga Berencana. Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia aparatur pemerintahan, agar kinerjanya dapat lebih professional, jujur mampu memimpin dan memecahkan permasalahan ekonomi, sosial dan memberikan perhatian dan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Penataan kembali hubungan kerja yang lebih fungsional, proposional

dan terbuka secara kelembagaan baik internal maupun eksternal termasuk seluruh komponen masyarakat. 1. Memperkuat budaya dan etos kerja keras dan cerdas baik aspek

keterampilan, profesi, dan idealisme pada jajaran eksekutif sebagai pelayan

27

masyarakat dan abdi negara termasuk didalamnya disiplin, hirarkis, dan loyal serta berwawasan kebangsaan. Dengan demikian, mampu mengembangkan ideide dan gagasan segar dalam setiap pelaksanaan tugasnya, sehingga tidak terperangkap pada iklim rutinitas kerja, status quo/jumud, sektoral, dan insidental. 2. Memperbanyak komunikasi dialogis dengan unsur pimpinan DPRD/

Fraksi/ Komisi DPRD sebagai mitra kerja. Dengan langkah ini diharapkan dapat mencegah adanya berbagai bentuk kesenjangan komunikasi, informasi, pemikiran, pemahaman dalam melihat satu permasalahan yang harus ditangani. Dalam kaitan ini perlu juga dirintis komunikasi dengan para anggota dewan yang mewakili daerah Sragen ditingkat propinsi dan pusat yang diharapkan dapat menjembatani berbagai kepentingan daerah dan permasalahan daerah, khususnya dalam bidang dana. 3. Meningkatkan komunikasi yang dialogis dengan komponen masyarakat,

terutama kelompok kritis masyarakat (Ulama, LSM, ormas, cendikiawan, wartawan, dan lain-lain) dalam rangka pemberdayaan SDM baik jajaran supra strukturpolitik maupun infra struktur politik. Upaya ini dimaksudkan untuk mendorong 4. tumbuhnya peran serta masyarakat.

Peningkatan kemampuan keuangan daerah dengan menutup peluang

adanya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Struktur APBD sampai saat ini tetap menggambarkan adanya ketergantungan yang besar pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi. Perbaikan

28

struktur APBD secara otomatis harus dilakukan dengan upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi yang disertai pemutakhiran data, evaluasi, serta analisis penetapan target. Upaya peningkatan PAD yang bersekuensi adanya beban bagi masyarakat, harus diimbangi dengan peningkatan mutu layanan dan pengabdian serta terus menerus digalakkannya upaya menutup peluang terjadinya KKN, sehingga peningkatan PAD tersebut tidak hanya berkesan membebani rakyat. 5. Pembenahan dan pemberdayaan Pemerintahan Desa termasuk upaya

penyelesaian masalah yang timbul serta nasib kesejahteraan Perangkat Desa. Peduli Reformasi Desa tahun 1998 yang lalu telah mampu mengungkap informasi berbagai kasus dan masalah yang berkaitan dengan aspek kempemimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Seluruh kasus yang ada harus ditangani serta dituntaskan. Selain itu, diperlukan upaya pembenahan, keteladanan, edukasi, komunikasi, dan informasi secara terprogram serta pengembangan merit sistem konsisten dan konsekuen. Namun demikian, berbagai permasalahan yang dihadapi para perangkat Desa harus diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan, nasib, serta penghargaan yang diharapkan aparat desa, melalui pemikiran yang komprehensif integrat pranata dan hukum yang handal. yang dilaksanakan secara

29

Memperluas

peyediaan

lapangan

pekerjaan

yang

dapat

menampung

permasalahan ketenagakerjaan di Kabupaten Sragen sehingga TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) akan semakin meningkat, sementara TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) akan semakin menurun. Kebijakan ini diarahkan untuk perluasan kerja melalui penyerapan tenaga kerja, sistem pada karya, informasi pasar kerja, online pasar kerja, penyelesaian kasus ketenagakerjaan, meminimalisir kasus ketenagakerjaan dan meningkatkan standar kesejahteraan ketenagakerjaan. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan secara bertahap tenaga kerja serta mendorong terbentuknya organisasi

kearah yang lebih baik di masa-masa yang akan mendatang (baik untuk pendidikan formal maupun non formal), sehingga tingkat pendidikan penduduk yang lulus dari berbagai jenjang pendidikan, yaitu jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun jenjang pendidikan tinggi semakin meningkat. Kebijaksanaan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan biaya yang terjangkau. Di samping itu, juga perlu secara terus menerus ditingkatkan pembangunan sarana dan prasarananya, perbaikan bantuan dan peningkatan penyelenggaraan pemerintahaan, dan kelembagaan pendidikan, serta organisasi terhadap seni budaya. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan secara bertahap ke

arah yang lebih baik di masa-masa mendatang, sehingga produktivitas dan

30

kesehatan penduduk semakin membaik, yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya tingkat kematian bayi/balita yang dilahirkan, semakin rendahnya tingkat kematian ibu melahirkan; semakin rendahnya tingkat gangguan penyakit; serta semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pola hidup bersih dan sehat. Selain itu, juga perlu peningkatan penyediaan sarana-sarana kesehatan dan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan, mengembangkan pelayanan spesialis hingga tingkat paling rendah serta mencanangkan konsep paradigma sehat secara lintas sektoral. Penghematan dan penguatan sistem kemasyarakatan yang majemuk.

Hal tersebut sebagai modal dasar di dalam mewujudkan masyarakat yang rukun dan bersatu dalam kerangka filosofi kepemimpinan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani . Dengan kebijakan ini diharapkan masyarakat tidak lagi hanya ditempatkan sebagai obyek pembangunan namun dillibatkan dalam pembangunan baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan pembangunan. Kebijakan diarahkan pada upaya membangun tradisi diadakannya paparan tentang program-program pembangunan di wilayah yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan partisipasi dan pengawasan masyarakat. Mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan pembangunan daerah secara

berlebihan dari pemerintah pusat, melalui berbagai program dan kegiatan yang dapat meningkatkan tingkat kemandirian pembiayaan pembangunan daerah melalui

31

berbagai model kemitraan dengan masyarakat maupun pihak swasta atau dunia usaha. Kebijakan ini diarahkan dengan mengali potensi PAD dengan tetap memperhatikan kemampuan dan tidak menghambat perekonomian masyarakat, di samping itu juga perlu mengoptimalkan potensi wilayah dengan prioritas pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan dan perikanan dengan melahirkan kerja sama dengan dunia usaha dan perguruan tinggi. Menciptakan iklim usaha dan produktifitas hasil-hasil industri kerajinan dan

industri rumah tangga yang mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif sehingga mampu bersaing dengan produk-produk di luar Kabupaten Sragen baik dalam skala regional maupun nasional bahkan internasional. Di samping itu perlu meningkatkan produktivitas, efesiensi inovasi dan jaringan Kelompok Sosial Masyarakat. Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan dunia usaha andalan UKM, IKM, pariwisata dengan membuka peluang investasi untuk sektor industri menengah dan pertambangan serta memperbaiki iklim usaha yang kondusif. Mengurangi tingkat kesenjangan laju pertumbuhan dan pembangunan antar

wilayah, khususnya antar SWP (Sub Wilayah Pengembangan) di Kabupaten Sragen dan meningkatkan pembangunan di wilayah- wilayah perbatasan. Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah kecamatan maupun SWP dan wilayah strategis antar wilayah-wilayah yang masih terisolir.

32

Menjaga keseimbangan dan kelesatarian alam, melalui berbagai program dan

kegiatan pembangunan yang berwawasan lingkungan, dengan tujuan utama untuk mengurangi tingkat kerusakan alam/lingkungan dan mengurangi berbagai macam limbah hasil industri dan rumah tangga dalam berbagai bentuknya, baik padat, cair maupun gas. Kebijakan Lintas Kewilayahan

Sekalipun suatu daerah secara administratif pemerintahan berdiri sendiri, namun dalam kenyataan, untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, apalagi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, perlu dilakukan kerjasama yang saling menghormati dan saling menguntungkan diantara daerah-daerah, misalnya dengan daerah perbatasan dan daerah non perbatasan wilayah kabupaten yang saling membutuhkan. Oleh karena itu, untuk memperhatikan permasalahan lintas kewilayahan tersebut perlu adanya pencermatan secara khusus melalui penyusunan program-program lintas kewilayahan, agar dengan demikian pelaksanaan pembangunan lintas wilayah dapat mencapai sasaran secara efisien dan efektif serta dapat sinkron dan harmonis dengan wilayah kabupaten tetangganya. Sejauh ini implementasi kebijakan strategis Kabupaten Sragen berjalan dengan cukup baik dibuktikan oleh diraihnya beberapa pengaharagaan, selain itu keberhasilan implementasi kebijakan dapat dicapai karena pemerintah daerah selalu memegang teguh prinsip:

33

1.Consistency: kebijakan yang telah ditetapkan selalu dilakukan secara konsisten dengan mengacu pada arah kebijakan strategis Kabupaten Sragen 2011-2016. 2. Consonance: strategi kebijakan yang diambil merupakan representasi respons adaptif terhadap lingkungan eksternal dan terhadap perubahan-perubahan penting yang mungkin terjadi. Untuk dapat peka terhadap lingkungan internal dan eksternal ini Kabupaten Sragen senantiasa meningkatkan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah sebagai sarana berkomunikasi aktif dengan masyarakat. 3. Advantage: strategi yang diambil dapat dilakukan pengawasan oleh masyarakat sehingga memberikan peluang bagi terjadinya pembuatan atau pemeliharaan keunggulan kompetitif dalam suatu wilayah aktivitas tertentu (terpilih). 4. Feasibility: strategi yang diambil Pemerintah Daerah selalu memaksimalkan manfaat sumber daya yang memang terdapat pada Kabupaten Sragen.

Evaluasi Strategi dengan Memanfaatkan Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi Evaluasi strategi yang dilakukan Kabupaten Sragen selain dengan cara membandingkan implementasi dan visi misi yang ditetapkan sebelumnya, Pemerintah Daerah juga senantiasa terbuka untuk menerima pengaduan dan masukan dari masyarakat setempat yang dapat disalurkan kepada media online Kabupaten Sragen (http://www.sragenkab.go.id). Masyarakat pun dapat ikut berperan dalam pengawasan

34

kebijakan yang dilakukan pemerintah karena informasi media online tersebut secara konsisten dilakukan pembaharuan setiap harinya.

BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan prinsip manajemen strategis pada umumnya terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Dalam Pemerintahan Kabupaten Sragen terdapat beberapa hal sebagai bagian dari manajemen strategisnya, yaitu: 1. Perencanaan Strategis Sebagai

Bagian dari Formulasi Strategi: visi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen Kabupaten cerdas 2011 dijabarkan dalam beberapa rencana strategis yang selanjutnya berfokus pada 3 prioritas pembangunan utama yaitu peningkatan ekonomi, pendidikan yang berkualitas, dan kesehatan yang berkualitas.

35

2.

Implementasi

Strategi

Didasarkan Atas Arah Kebijakan Strategis Pembangunan Daerah Sragen: Sejauh ini implementasi kebijakan strategis Kabupaten Sragen berjalan dengan cukup baik dibuktikan oleh diraihnya beberapa pengaharagaan, selain itu keberhasilan implementasi kebijakan dapat dicapai karena pemerintah daerah selalu memegang teguh prinsip: Consistency, Consonance, Advantage, Feasibility. 3. Evaluasi Strategi dengan

Memanfaatkan Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi: Evaluasi strategi yang dilakukan Kabupaten Sragen selain dengan cara membandingkan

implementasi dan visi misi yang ditetapkan sebelumnya, Pemerintah Daerah juga senantiasa terbuka untuk menerima pengaduan dan masukan dari masyarakat setempat yang dapat disalurkan kepada media online Kabupaten Sragen (http://www.sragenkab.go.id)

36