Isi Lp Epilepsi
-
Upload
ppdyasmita -
Category
Documents
-
view
22 -
download
1
description
Transcript of Isi Lp Epilepsi
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT PADA PASIEN EPILEPSI
1
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak
yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari
pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas
motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepasnya
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan
menghilang secara tiba-tiba pula.
2. Epidemiologi
Dalam masyarakat terdapat banyak anggapan tentang epilepsi, ada yang
menyatakan karena kutukan tuhan, atau karena tangan yang berdosa, penyakit
karena gangguan roh jahat, kemasukan setan atau kesurupan. Kurangnya
pengertian masyarakat mengenai epilepsi menimbulkan damapak psikososial yang
lebih buruk bagi penderita daripada akibat fisik penyakit itu sendiri.
Hubungan penderita dengan masyarakat sering kali terganggu. Hal ini perlu
diatasi mengingat angka kejadian penyakit ini berkisar antari 5-8 per 1000
2
penduduk. 1,2 lebih dari separuh penderita epilepsi mempunyai dasar gangguan
pada masa bayi atau anak, seperti trauma lahir, asfksia, kejang. Pengenalan dan
penanggualangan yang tepat gangguan-gangguan ini memegang peranan penting
terhadap morbiditas epilepsi dikemudian hari.
3. Etiologi
Penyebab pasti dari epilepsy masih belum diketahui (idiopatik) dan masih
menjadi banyak spekulasi. Predisposisi yang mungkin menyebabkan epilepsy
meliputi :
1) Pascatrauma kelahiran
2) Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsan yang digunakan
sepanjang kehamilan.
3) Asfiksia neonatorum
4) Riwayat ibu – ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan
latar belakang sukar melahirkan, penggunaan obat – obatan, diabetes atau
hipertensi)
5) Pascacedera kepala
6) Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanank – kanak (campak,
penyakit gondong, epilepsy bakteri)
7) Adanay riwayat keracunan (karbon monoksida dan menunjukkan keracunan)
8) Riwayat gangguan sirkulasi serebral
9) Riwayat demam tinggi
10) Riwayat gangguan metabolism dan nutrisi/gizi
11) Riwayat intoksidasi obat – obatan atau alcohol
12) Riwayat adanya tumor otak, abses dan kelaina bentuk bawaan
3
13) Riwayat keturunan epilepsy
(Sudoyo, Aru W. 2006)
4. Gejala klinis
1) Pusing
2) Pandangan berkunang-kunang
3) Alat pendengaran kurang sempurna
4) Keluar keringat berlebihan
5) Mulut keluar busa
6) Sulit bernafas dan muka merah atau kebiru-biruan
7) Semua urat-urat mengejang
8) Lengan dan tungkai menjulur kaku
9) Tangan menggenggam dengan eratnya, acapkali lidah luka tergigit karena
rahang terkatup rapat (Sudoyo, Aru W. 2006)
5. Klasifikasi
Berdasarkan hasil EEG dan gejala yang ditemukan, epilepsi dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu : (Kariasa,Md, FIK UI, 1997)
1). Kejang umum :
Kejang yang menunjukkan sinkronisasi keterlibatan semua bagian otak
pada kedua hemisfer. Otak teraktivasi secara bersama tanpa awitan fokal, sinkron,
tanpa didahului oleh prodormal dan aura. Yangdigolongkan dalam jenis ini adalah
petit mall, grand mall, mioklonik dan atonik.
a. Petit mall : muncul setelah usia 4 tahun, pasien kehilangan kesadaran sesaat
seperti bengong tanpa disertai gerakan involunter yang aneh. Bila hal ini
berlangsung terus dapat berakibat buruk pada alur belajar terutama anak-anak
4
yang sedang belajar. Anak akan menjadi malu sehingga anak akan mengalami
gangguan dalam prestasi belajar.
b. Grand mall / kejang tonik-klonik : yakni adanya serangan kejang ekstensi
tonik-klonik bilateral ekstremitas. Kadang disertai dengan adanya inkontinensia
urine atau feces, menggigit lidah, mulut berbusa dan kehilangan kesadaran
yang mendadak yang diikuti gejala-gejala post iktal seperti nyeri otot, lemah
dan letih, bingung serta tidur dalam waktu lama.
2). Kejang parsial
Kejang yang didahului dengan adanya awitan fokal yang melibatkan satu
bagian tertentu dari otak.
a. Kejang parsial sederhana : sering disebut epilepsi Jakson, dimana pada
kelompok ini akan terjadi kejang secara involunter yang bersifat unilateral
tanpa diikuti oleh adanya perburukan.
b. Kejang parsial kompleks : sering disebut dengan kejang lobus temporal,
psikomotor atau otomatisme yang fokalnya sering berpusat pada lobus
temporalis. Sering pada kejang parsial sering diikuti oleh gangguan kesadaran
semacam gangguan proses pikir. Gejala dapat berupa halusinasi, mual dan
berkeringat sebagai prodormal. Pasien yang sedang mengalami serangan ini
sering menunjukkan perilaku bersifat agitatif dan kombatif.
6. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada system listrik dari
sel – sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel – sel tersebut
5
memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang dan tidak
terkontrol (disritmia).
Aktivitas serangan epilepsy dapat terjadi setelah suatu gangguan pada otak
dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mensesefalon,
thalamus dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan
lesi pada serebellum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan
epilepsy (Brunner, 2003).
Pada tingkat membrane sel, neuron epileptic ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari
neuron. Pada waktu serangan, keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal
mengalami perubahan. Ketidakseimabangan ini akan menyebabkan membrane
neuron mengalami depolarisasi.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol., pelepasan
abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju kea rah epilepsy.
Gerakan – gerakan fisik yang tak teratur disebut kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
memberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai konvulsif
memanjang dengan penurunan kesadaran. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan
kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, hilangnya tonus otot, serta gerakan dan
gangguan prilaku, alam perasaan, sensasi dan persepsi. Sehingga epilepsy bukan
penyakit tetapi suatu gejala.
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel
saraf pada salah satu bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan
6
listrik abnormal, berulang dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptic
adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini.
7
7. Fase Kejang
8
1) Fase Prodromal
Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan alam rasa
(mood), tingkah laku
2) Fase Aura
Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan,
pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak menentu.
3) Fase Iktal
Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal.
Tanda lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat,
tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor,
hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun.
4) Fase Post Iktal
Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah,
sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri.
8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostic bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi
dan beratnya serta factor – factor pencetus. Riwayat perkembangan yang
mencakup kejadian kehamilan dan kelahiran, untuk mencari kejadian cedera
sebelum kejang. Sebuah penelitian dibuat untuk penyakit atau cedera kepala yang
dapat mempengaruhi oatak. Selain itu dilakukan pengkajian fisik dan neurologis,
hematologi serta pemeriksaan serologi.
1) CT Scan digunakan untuk mendeteksi adanya lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskular abnormal dan perubahan degenerative serebral.
9
2) Elektroensefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnostic dalam proporsi
substansial dari klien epilepsi dan membantu dalam mengklasifikasikan tipe
kejang. Keadaan abnormal pada EEG selalu terus – menerus terlihat diantara
kejang atau jika letupan muncul mungkin akibat dari hiperventilasi atau
selama tidur.
9. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis epilepsi dilakukan secara individual untuk
memenuhi kebutuhan khusus masing – masing klien dan tidak hanya untuk
mengatasi terapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan berbeda dari satu klien
dengan klien lainnya karena beberapa bentuk epilepsi yang muncul akibat
kerusakan otak dan bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi
Beberapa obat antikonvulsan diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun
mekanisme kerja zat kimia dari obat – obatan tersebut tetap masih tidak diketahui.
Tujuan dari pengobatan adalah mengontrol kejang dengan efek samping yang
minimal.
Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang.
Obat diberikan sesuai tipe kejang yang akan diobati, keefektifan, serta keamanan
medikasi. Biasanya pengobatan dimulai dengan medikasi tunggal. Dosis awal dan
kecepatan diman dosis ditingkatkan bergantung pada ada atau tidaknya efek
samping yang terjadi. Kadar medikasi dipantau karena kecepatan absorbs obat
bervariasi untuk setiap orang.
Pengubahan obat – obat lain mungkin diperlukan jika control kejang tidak
tercapai atau bila peningkatan dosis memungkinkan terjadi toksisitas. Pemberian
10
obat membutuhkan pengaturan karena disesuaikan dengan penyakit yang terjadi,
perubahan berat badan, atau peningkatan stress. Pengobatan antikonvulsan yang
dihentikan secara tiba – tiba dapat menyebabkan kejang lebih sering terjadi atau
dapat menimbulkan status epileptikus.
Efek samping dari medikasi ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
gangguan idiosinkratik atau alergi, yang muncul dalam bentuk reaksi kulit primer;
toksisitas akut, yang terjadi pada saat obat – obatan dimulai; atau toksisitas kronis,
yang terjadi pada akhir pemberian terapi obat.
Manifestasi toksisitas obat bervariasi dan system organ tertentu dapat
terkena. Pengkajian fisisk periodic dan tes LAB dilakukan untuk klien yang
mendapat pengobatan yang diketahui mengalami efek hematopoetik,
genitourinarius, atau efek pada hepar.
Melalui hygiene oral setelah setiap makan, perawatan gigi teratur, dan
memijat gusi secara teratur penting untuk klien yang menggunakan fenitonin
(dilantin) untuk mencegah atau mengontrol hyperplasia pada gusi.
10. Prognosis
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit
2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan,
pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan telah mengalami remisi.
Deperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum obat
yang tertatur. Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling
sering didapat pada sawan tonik-klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian
pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.
11
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan epilepsy meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic dan pengkajian psikososial
(pada anak perlu dikaji dampak family center, tumbuh kembang dan
dampak hospitalisasi).
1) Pengkajian kondisi/kesan umum
Kondisi umum Klien nampak sakit berat
2) Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien
dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien.
Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan
pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a. Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya.
b. Respon velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat.
c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d. Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap stimulus verbal
dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya
3) Pengkajian Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk
mengidentifikasi dengan segera masalah aktual dari kondisi life treatening
12
(mengancam kehidupan). Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi jika hal memugkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
a. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
b. Breathing dan ventilasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal.
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan
servikal :
- Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distres pernafasan
- Adanya kemungkinan fraktur cervical
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga
menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada
fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat
gigitan tersebut
2. Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi
mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien
mengalami apneu
3. Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya
dalam keadaan tidak sadar.
13
4. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau
karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung,
dan tidak teringat kejadian saat kejang
5. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada
cedera tambahan akibat kejang
4) Pengkajian sekunder
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual.
Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada
faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan
obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga
karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai
harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang
lain.
14
- Riwayat kesehatan
- Riwayat keluarga dengan kejang
- Riwayat kejang demam
- Tumor intrakranial
- Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
- Bagaimana frekwensi kejang.
- Gambaran kejang seperti apa
- pakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
- Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
- Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
- Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
- Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
- Sistem pencernaan
15
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
2. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3. Resiko cedera b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama
kejang atau kerusakan perlindungan diri.
4. Gngguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma
berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi
6. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respon
pascakejang (postikal).
7. Ansietas b.d kemungkinan yang terjadi
8. Isolasi social b.d gangguan kondisi kesehatan
9. Kerusakan memori b.d gangguan neurologis
3. Intervensi
No Diagnose Tujuan dan kriteria hasil intervensi
1 Pola napas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Anjurkan klien untuk
16
efektif berhubungan
dengan kerusakan
neuromuskuler,
peningkatan sekresi
mucus
keperawatan diharapkan
pola napas teratasi dengan
kriteri hasil
- Menunjukkan jalan
napas yang paten
- Mendemonstrasikan
batuk yang efektif
- RR normal
mengosongkan mulut dari
benda/zat tertentu/gigi
palsu atau alat lainnya
jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari
rahang mengatup jika
kejang terjadi tanpa
ditandai gejala awal
2. Letakkan klien pada
posisi miring, permukaan
datar, miringkan kepala
selama serangan kejang
3. Tanggalkan pakaian
pada daerah leher, dada,
dan abdomen
4. Masukkan spatel lidah/
jalan napas buatan atau
gulungan benda lunak
sesuai indikasi
5. Lakukan penghisapan
sesuai indikasi
6. Berikan tambahan
oksigen/ ventilasi manual
sesuai kebutuhan pada
fase posiktal
7. Siapkan/bantu melakukan
intubasi jika ada indikasi
2 Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
bersihan jalan napas
teratasi dengn kriteria hasil
:
- Menunjukkan jalan
napas yang paten
1. Kaji suara napas
2. Monitos status oksigen
pasien
3. Buka jalan napas
4. Posisikan pasien
5. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
6. Minta klien untuk
17
- Mendemonstrasikan
batuk yang efektif
napas dalam
7. Anjurkan pasien
untuk istirahat
8. Kolaborasi dalam
pemberian
bronkodilator
3 Resiko cedera b.d
perubahann
kesadaran ,kerusakan
kognitif,selama kejang
atau kerusakan
perlindungan diri.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
resiko cedera teratasi
dengan kriteria hasil:
- Pasien bebas dari
cedera
- Mampu mengenali
status kesehatan
1. Kaji karakteristik kejang
2. Jauhkan pasien dari benda
benda tajam /
membahayakan bagi
pasien
3. Masukkan spatel
lidah/jalan napas buatan
atau gulungan benda lunak
sesuai indikasi
4. Pasang side rile ditempat
tidur
5. Batasi pengunjung
6. Kontrol lingkungan dari
kebisingan
7. Anjurkan keluarga untuk
menemani pasien
8. Kolaborasi dalam
pemberian obat anti kejang
4 Gngguan harga
diri/identitas pribadi
berhubungan dengan
stigma berkenaan
dengan kondisi,
persepsi tidak
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
harga diri pasien
meningkat
1 Kaji perasaan pasien
2 Kaji respon verbal
3 Tunjukkan rasa percaya
diri terhadap
kemampuan pasien
mangatasi situasi
18
terkontrol 4 Buat stetemen positif
terhadap psien
5 Dukung pasien untuk
menerima tantangan
baru
6 Kolaborasi dengan
tenaga medis lain untuk
masalah psikisnya
5 Kurang pengetahuan
keluarga tentang
proses perjalanan
penyakit berhubungan
dengan kurangnya
informasi
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pengetahuan keluarga
dapat teratasi
1. Kaji tingkat pendidikan
keluarga klien.
2. Kaji tingkat pengetahuan
keluarga klien
3. Jelaskan pada keluarga
klien tentang penyakit
kejang demam melalui
penyuluhan.
4. Beri kesempatan pada
keluarga untuk
menanyakan hal yang
belum dimengerti.
5. Libatkan keluarga dalam
setiap tindakan pada
klien.
6 Nyeri akut yang
berhubungan dengan
nyeri kepala sekunder
respon pascakejang
(postikal).
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
nyeri teratasi dengan
kriteria hasil :
- Klien dapat tidur
dengan tenang.
1. Kaji status nyeri
2. Berikan lingkungan yang
aman dan tenang.
3. Lakukan manajemen
nyeri dengan metode
distraksi dan relaksasi
19
- Wajah klien tampak
rileks.
- Klien
memverbalisasikan
penurunan rasa sakit.
nafas dalam.
4. Lakukan latihan gerak
aktif atau pasif sesuai
kondisi dengan lembut
dan hati-hati.
5. Gunakan kominikasi
terapiutik untuk
mengetahui penglaman
nyeri masa lalu
6. Ajarkan pasien
menggunakan teknin non
farmakologi
7. Kolaborasi pemberian
analgesik.
7 Ansietas b.d
kemungkinan yang
terjadi
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
ansietas teratsi
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Gunakan pendekatan
yang menenangkan
3. Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pasien
4. Pahamim presepktif
pasien terhadap situasi
5. Dorong pasien untuk
mengunggkapkan
perasaan
6. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
7. Dorong keluarga untuk
menemani anak
8. Kolaborasi dalam
pembiaran terapi
8 Isolasi social b.d
gangguan kondisi
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
1. Gal kekuatan dan
kelemahan pasien
20
kesehatan Adanya social support
dengan kriteria hasil :
- Adanya partisipasi
- Tingkat persepsi
positif
-
2. Berikan uji pembatasan
interpersonal
3. Berikan umpan balik
tentang peningkatan
dalam perawatan dan
penampilan diri
4. Bantu pasien
mengembangkan diri
terhadap social
interpersonal
5. Dorong melakukan
aktifitas social
6. Ajarkan keluarga untuk
memberikan support
terhadapat pasien
9 Kerusakan memori
b.d gangguan
neurologis
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
kerusakan memory teratasi
dengan kriteria hasil :
- Mampu untuk
melakuan proses
mental yang kompleks
- Kesadaran membaik
1. Kaji tingkat kesadaran
2. Pantau kekuatan
cengkraman
3. Pantau tonjolan lidah
4. Pantau karakteristik
bicara
5. Berikan terapi sesuai
indikasi
6. Pantau gerakan
visualisasi
7. Anjurkan pasien untuk
tidak mengedan dan
batuk menghindari PTIK
8. Kolaborasi dengan ahli
saraf untuk menentukan
terapi
4. Implementasi
21
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi disesuakan dengan kriteria hasil
22