ISI JR

17
1. JUDUL Syarat – syarat judul yang baik : a) Spesifik b) Efektif, judul tidak boleh lebih dari 12 kata untuk Bahasa Indonesia dan 10 kata untuk Bahasa Inggris. c) Singkat, Menurut Day (1993), judul yang baik adalah yang menggunakan kata-kata sesedikit mungkin tetapi cukup menjelaskan isi paper. Namun, judul tidak boleh terlalu pendek sehingga menimbulkan cakupan penelitian yang terlalu luas yang menyebabkan pembaca bingung. d) Menarik e) Pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca. f) Tercantum tanggal dan volume jurnal Judul jurnal ini adalah : Corneo- Conjunctival Auto Grafting in Pterygium Surgery Ashok K. Sharma, Vijaya Wali, Archana Pandita Kritik terhadap judul jurnal tersebut : 1) Spesifik, singkat, dan menarik, karena pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca. 2) Dilihat dari cara penulisannya sudah pas yaitu tidak melebihi dari 10 kata. 1

Transcript of ISI JR

1. JUDUL

Syarat – syarat judul yang baik :

a) Spesifik

b) Efektif, judul tidak boleh lebih dari 12 kata untuk Bahasa Indonesia dan 10 kata

untuk Bahasa Inggris.

c) Singkat, Menurut Day (1993), judul yang baik adalah yang menggunakan kata-kata

sesedikit mungkin tetapi cukup menjelaskan isi paper. Namun, judul tidak boleh

terlalu pendek sehingga menimbulkan cakupan penelitian yang terlalu luas yang

menyebabkan pembaca bingung.

d) Menarik

e) Pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam

sekali baca.

f) Tercantum tanggal dan volume jurnal

Judul jurnal ini adalah :

Corneo- Conjunctival Auto Graftingin Pterygium Surgery

Ashok K. Sharma, Vijaya Wali, Archana Pandita

Kritik terhadap judul jurnal tersebut :

1) Spesifik, singkat, dan menarik, karena pembaca dapat langsung menangkap

makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca.

2) Dilihat dari cara penulisannya sudah pas yaitu tidak melebihi dari 10 kata.

3) Ketidakefektifan judul jurnal ini tidak tercantumkan tanggal publikasi dan

nomor volume.

2. NAMA PENULIS

Syarat – syarat penulisan nama penulis jurnal :

a. Tanpa gelar akademik/ professional

b. Jika lebih dari 3 orang boleh yang dicantumkan hanya penulis utama, dilengkapi

dengan dkk ; nama penulis lain dimuat di catatan kaki atau catatan akhir

c. Ditulis alamat dari penulis berupa email dari peneliti

1

d. Tercantum nama lembaga tempat peneliti bekerja

e. Jika penulisan paper dalam tim, penulisan nama diurutkan sesuai kontibusi penulis.

Penulis Utama : Penggagas, Pencetus Ide, Perencana & penanggung jawab utama

kegiatan. Penulis kedua : Kontributor  kedua, dst.

Penulis jurnal ini adalah :

Ashok K. Sharma, Vijaya Wali, Archana Pandita

Kritik terhadap penulisan penulis jurnal :

1) Penulis tidak mencantumkan gelar peneliti sudah tepat

2) Jumlah penulis yang dicantumkan kurang tepat karena lebih dari 3 orang

3) Tidak tercantum nama lembaga dan alamat peneliti

3. ABSTRAK

Abstrak merupakan ringkasan suatu paper yang mengandung semua informasi

yang diperlukan pembaca untuk menyimpulkan apa tujuan dari penelitian yang

dilakukan, bagaimana metode/pelaksanaan penelitian yang dilakukan, apa hasil-hasil

yang diperoleh dan apa signifikansi/nilai manfaat serta kesimpulan dari penelitian

tersebut.

Abstrak yang baik harus mencakup tentang permasalahan, objek penelitian,

tujuan dan lingkup penelitian, pemecahan masalah, metode penelitian, hasil utama,

serta kesimpulan yang dicapai.

Selain judul, umumnya pembaca jurnal-jurnal ilmiah hanya membaca abstrak

saja dari paper-paper yang dipublikasi dan hanya membaca secara utuh paper-paper

yang paling menarik bagi mereka. Berdasarkan penelitian abstrak dibaca 10 sampai

500 kali lebih sering daripada papernya sendiri.

Cara penulisannya :

Tersusun tidak lebih dari 200 – 250 kata. Namun ada pula yang membatasi

abstraknya tidak boleh lebih dari 300 kata. Karena itu untuk penulisan abstrak

cermati ketentuan yang diminta redaksi.

Ditulis dalam Bahasa Indonesia & Inggris. Diawali Bahasa Inggris jika penulisan

keseluruhan tubuh paper dalam Bahasa Inggris, dan diawali Bahasa Indonesia jika

penulisan keseluruhan tubuh paper dalam Bahasa Indonesia.2

Berdiri sendiri satu alinea (ada juga yang menentukan bisa lebih dari satu alinea).

Untuk jenis paper hasil penelitian: Penulisan abtraknya tanpa tabel, tanpa rumus,

tanpa gambar, dan tanpa acuan pustaka. Jadi tidak boleh mengutip pendapat orang

lain, harus menggunakan data-data dan hasil penelitian serta argumen yang didapat

dari penelitian sendiri.

Untuk jenis paper hasil review: Penulisan abstraknya boleh mengutip hasil

penelitian orang lain dari acuan pustaka/ sumber yang diacu.

Di bawah abstrak ditulis kata kunci, paling sedikit terdiri dari tiga kata yang relevan

dan paling mewakili isi karya tulis. Demikian juga di bawah abstract ditulis paling

sedikit tiga key words yang sesuai dengan kata kunci pada abstrak (Bahasa

Indonesia). Kata kunci, tidak selalu terdiri 3 kata, ada juga yang menentukan kata

kunci ditulis dalam 4-6 kata (tergantung redaksi, jadi perhatikan ketentuan yang

diminta).

Pada jurnal ini abstraknya adalah:

To evaluate the efficacy of conjunctival auto grafting in surgical

management of primary and recurrent pterygium, the record of 150 patients

comprising 47 females and 103 males who underwent corneocunjunctival auto

graft transplant surgery for primary and recurrent pterygia from 1997 to

2003 was reviewed retrospectively. Follow up was done for six months after

the surgery. Recurrence of pterygium was considered as failure. All grafts

were transplanted promptly. Recurrence was noted in four patients (2.6%).

Mild discomfort in the immediate post-operative period was noted in all the

patients. Donor site healed without any complication in all the patients.The

results indicate that corneo-conjunctival autograft transplantation is an

effective treatment for management of both primary & recurrent pterygia.

Key Words

Corneo-conjunctival auto graft, Recurrent pterygium

Kritik terhadap penulisan abstrak jurnal:

1) Cara penulisan :

a. Tersusun lebih dari 150 – 200 kata.

b. Berdiri sendiri satu alinea.

3

c. Penulisan abtraknya tanpa tabel, tanpa rumus, tanpa gambar, dan tanpa

acuan pustaka. Tidak mengutip pendapat orang lain, menggunakan data-

data dan hasil penelitian serta argumen yang didapat dari penelitian sendiri.

d. Tercamtumkan keyword/kata kunci

2) Isi Abstrak :

Secara garis besar, isi abstrak cukup baik karena mencakup keseluruhan

tentang permasalahan, metode dan objek penelitian, dan lingkup penelitian.

Abstrak pada jurnal penelitian ini mencantumkan tujuan penelitian, metode,

hasil serta kesimpulan yang dicapai.

Untuk mengevaluasi efektivitas conjunctival auto grafting dalam

pelaksanaan bedah primer pada pterygium yang berulang, tercatan dari 150

pasien yang terdiri dari 47 perempuan dan 103 laki-laki yang menjalani

operasi corneo-transplantasi auto graft cunjunctival untuk pterygia primer

dan berulang dari tahun 1997-2003, dengan menggunakan metode

retrospektif. Pengamatan dilakukan selama enam bulan setelah operasi.

Kambuhnya pterygium dianggap sebagai kegagalan. Semua cangkokan

yang ditransplantasikan segera. Kekambuhan tercatat dalam empat pasien

(2,6%). Ketidaknyamanan ringan pada periode pasca operasi segera tercatat

di semua pasien. Situs donor sembuh tanpa komplikasi apapun dalam semua

hasil patients. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Transplantasi

autograft Corne-konjungtiva adalah pengobatan yang efektif untuk

manajemen kedua primer & pterygium berulang.

4. BACKGROUND

Bagian ini mengandung isi sebagai pengantar yang berisi justifikasi penelitian,

hipotesis dan tujuan penelitian. Jika artikel berupa tinjauan pustaka, maka pendahuluan

berisi latar belakang yang memuat tentang pentingnya “permasalahan” tersebut

diangkat, hipotesis (jika ada) dan tujuan penulisan artikel. Pada bagian ini pustaka

hanya dibatasi pada hal-hal yang paling penting. Perlu diperhatikan metode penulisan

pustaka rujukan sesuai dengan contoh artikel atau ketentuan dalam Instruction for

authors. Jumlah kata dalam bagian ini juga kadang dibatasi jumlah katanya. Ada juga

jurnal yang membatasi jumlah referensi yang dapat disitir pada pendahuluan, tidak

4

lebih dari tiga pustaka. Tidak dibenarkan membahas secara luas pustaka yang relevan

pada pendahuluan.

Pada jurnal ini backgroundnya adalah :

Since the days of Susruta, the world's first ophthalmic surgeon, pterygia

have been recognized as triangular sheet of fibro- vascular tissue that appears on

the epibulbar conjunctiva and cornea, disturbing both the patient because of their

unsightly appearance and the surgeon because of their tendency to recur (1).

Pterygia are characterized by excessive fibro-vascular proliferation on the

exposed ocular surface and are thought to be caused by increased light exposure,

dust, dryness, heat and wind. The pterygium belt extends around the world

between the latitudes35 degree north and 35 degree south of the equator (2). In

the exposed population, the growth of pterygia has been seen in younger teenagers

and widely prevalent in people in deserts. Pterygia are seen nearly twice as often

in men as in women (3).

Successful management of pterygium is a constant challenge for ophthalmologists

due to high recurrence rate (2.1% to 87 %) (4). High recurrence rate and sight

threatening complications of different surgical techniques (5) provoke us to look

for new and safer modalities of treatment.

The recent concept of the role of the corneal limbal stem cells has lead to

the development of the new concept of pathogenesis of pterygia. Accordingly

pterygium is a local limbal cell deficiency. Pterygium recurrence can be reduced if

the limbus and limited area of cornea are included in the conjunctival graft, as it

is well recognized that limbal stem cells play a vital role in maintaining the ocular

surface. The function of limbal stem cells which are situated in the basal layers of

the epithelium include regeneration of the tissue and cell replacement (6, 7).

Thoft introduced the concept of ocular surface and idea of its

reconstruction (8). This study comprised of the use of corneo-conjunctival

autograft transplantation to the pterygia. Conjunctival auto transplant taken

from the actinically unexposed conjunctiva prevents reproliferation of actinically

altered cells into the cornea (9). The present study was undertaken to evaluate the

efficacy of corneo-conjunctival autograft in cases of pterygium.

5

Kritik terhadap introduksi pada jurnal ini :

a) Permasalahan

Pada jurnal, permasalahan yang ingin dipecahkan adalah untuk

mengevaluasi fungsi dan manfaat autograft Corneo - konjungtiva pada

kasus pterygium.

b) Hipotesis

Pada jurnal ini tidak dijelaskan hipotesis penelitian yang digunakan.

c) Tujuan

Peneliti ingin melihat profil keamanan dan keberhasilan penggunaan

autograft Corneo - konjungtiva pada kasus pterygium.

5. PATIENTS AND METHODS

Pada jurnal ini, metode dan subjek penelitiannya adalah :

One hundred and fifty cases of primary or recurrent pterygia were enrolled

in the study. The study included 103 males and 47 females with all pterygia being

located nasally. The patients presented to the ophthalmologist with varied

symptoms as shown in Table 1 and grading of the pterygium was done as shown

in Table 2. All cases of atrophic pterygium were excluded from the study. A

criterion of encroachment of the cornea by more than 1 mm with active growth

was taken for surgical intervention. All the eyes underwent detailed examination

in diffuse light and oblique examination using a slit lamp biomicroscope. Pre-

operatively all the patients were administered antibiotic and NSAID drops 4-6

times a day for two days. The excision of pterygia was followed by corneo-

conjunctival autograft transplantation. All patients were patched for 24 hrs and

then examined at weekly interval for four weeks and then monthly thereafter

Follow up ranged up to 6 months.

Surgical technique

The surgical technique involved transferring superficial corneal and limbal

tissue with a conjunctival graft of the upper region to the exposed sclera of the

same eye after pterygium excision. All the surgeries were performed by the same

surgeon (AS). Peribulbar anaesthesia was administered which consisted 50:50

mixture of 5 ml of 2% lidocaine and 0.5% bupivacaine with 150 units/ml of

hyaluronidase. After inserting a lid speculum, the pterygium body including the

6

adjacent tenons capsule was cut, avoiding damage to medial rectus muscle. The

pterygium head was peeled off from the cornea. The graft had to be as wide as the

area where the pterygium was removed. Then 1cc of BSS was injected

subconjuctivally and the bulbar conjunctiva was excised leaving the underlying

tenons capsule intact. Once the conjuctival dissection had reached the limbus, the

crescent blade was used to dissect part of the superior cornea at the limbus to

include limbus, stem cells in the graft. The mono-bloc corneoconjunctival graft

was excised using Vannas scissors. The graft was rotated to the area where

pterygium had been removed. The limbal portion of the graft was first secured to

the limbus and adjacent- conjunctiva with two 10.0 silk sutures. The conjunctival

portion was then anchored to adjacent- conjunctiva using 10.0 silk sutures. The

corneal component of the graft was left unsutured. Topical antibiotics were

instilled 5-6 times daily for 1 month + NSAID drops. Oral NSAIDs were

administered for 5 days to control pain with systemic ciprofloxacin 500 mg×B.D

for 5 days. The corneal limbus of the donor site re-epithelized within one week.

During follow up the operated eye was examined under diffuse light and slit lamp

and post operative complications were recorded. Recurrence was defined as

postoperative regrowth of fibro vascular tissue similar to the original pterygium.

Kritik terhadap metode dan penentuan subjek penelitian pada jurnal ini :

1. Desain :

Pada penelitian ini tidak dijelaskan metode penelitian yang digunakan.

Jurnal penelitian terapi yang baik adalah yang menggunakan metode

“randomized clinical trial”.

2. Populasi dan Sample Penelitian

Pada jurnal ini, subyek penelitian diketahui secara demografi sosial dan

secara klinis, sehingga dapat membandingkan dengan situasi tempat

pembaca berada.

Tidak terdapat kelompok kontrol, sehingga tidak dapat dibandingkan

kelompok perlakuan yang telah mendapatkan terapi dengan kelompok

control yang tidak mendapatkan terapi seperti pada penelitian.

3. Perlakuan

7

Pada jurnal ini, perlakuan sudah dijelaskan dengan terperinci agar dapat

direplikasi.

Perlakuan mempunyai arti biologis dan klinis.

Perlakuan tersedia dan dapat diterima penderita.

Peneliti tidak menjelaskan secara terperinci perlakuan pasca operasi.

6. RESULT

Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang

dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap objek kajian

yang sama sebelumnya. Hasil penelitian dibagi menjadi dua yaitu keamanan dan

keberhasilan.

Pada jurnal ini, result pada data adalah :

Recurrence during the follow up period was seen in four patients-2.6%

(Table 3). All the four patients were staged as stage II pterygium and were in the

age group of 18-40 yrs. Two patients had graft retraction on nasal side and were

successfully managed conservatively. One patient had tenon's granuloma which

was removed surgically. Graft donor site healed promptly without excessive

scarring in all cases. No patient complained of pain during first week after

surgery except that they had mild discomfort. In all cases upper lid masked the

conjunctival scar. No major complication such as infection, graft necrosis or

complications related to anaesthesia occurred in any of the patients.

Kritik terhadap result pada jurnal ini :

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk table atau grafik, sehingga pembaca mudah

menginterpretasikan hasil.

8

Hasil penelitian tidak dilakukan analisa statistik, sehingga kemaknaan dari

penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai acuan.

7. DISCUSSION

Pada jurnal ini, diskusinya adalah :

The main problem encountered after various types of pterygium surgeries is

unpredictable rate and timing of recurrence. In this study corneo-conjunctival

auto graft transplantation successfully treated 150 eyes with pterygia. The

recurrence rate was very low (2.6%) which mean the technique compares

favourably with other methods. The recurrence rate with bare sclera techniques is

24% to 89% (10) whereas that reported after conjunctival autograft

transplantation ranges from 1.6% to 33% (11). Adjuvant therapies like ß-

irradiation, theotepa & mitomycin-C have been proposed to reduce the

recurrence but are associated with complications like poor epithelial healing, late

onset scleral ulceration, microbial infection, corneal edema, glaucoma &

endophthalmitis (12).

Conjunctival autografts were popularised by Kenyon et al (13).

Conjunctival autografts allow coverage of large defects that occur from large

excesions which are often encountered in advanced and recurrent pterygia. A

recurrence rate of 21% has been reported by Lewallen et al (14). Whereas in our

study, the recurrence rate was only 2.6%.

Recurrence of the pterygium is the most dreaded complication. It depends

on many factors like type of surgical technique, adequacy of the removal of the

pterygium tissue, the age of the patient, size and morphology of the pterygium.

Therefore, it is recommended that all pterygium tissue should be identified and

excised in toto with appropriate surgical procedure. The results of the technique

used in the present study encourage us to use it more frequently in future as it

compares favourably with other techniques.

Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :

Diskusi pada jurnal ini tidak menampilkan perbandingan hasil penelitian dengan

penelitian yang dilakukan oleh orang lain.

9

8. SUMMARY

Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Pada bagian

ini ungkapkan esensi dan arti penting dari hasil penelitian tanpa mengulangi apa yang

telah diungkapkan dalam bagian diskusi. Kesimpulan ini adalah kesimpulan dari

bagian-bagian peneitian ataupun percobaan.

Pada jurnal ini, diskusinya adalah :

The results of the technique used in the present study encourage us to use it

more frequently in future as it compares favourably with other techniques.

Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :

Pada jurnal ini sudah tepat an sesuai target penelitian

Kesimpulan dan saran kurang di hanya secara umum

9. REFERENCES

Pada jurnal ini, referensinya adalah :

1. Rosenthal JW. Chronology of pterygium therapy. Am J Ophthalmol 1953; 36:

1601.

2. Cameron ME. Pterygium throughout the world. In: Thomas C (ed). Spring

field, Illinois. 1965; 141-71.

3. Bradley PG, William MT. Pterygium. In: Kaufman (ed) The Cornea 2nd ed

Butterworth-Hienmann Boston 1998 pp 497-521.

4. Gupta VP. Conjunctival Transplantation for Pterygium. DJO 1997; 5: 5-12.

5. Khamar B, Khamar M, Trivrdi N, Vyas U. Pterygium Surgery. In: LC Dutta

(ed). Text book of Opthalmology. Edition 2 Part 1, New Delhi 2000 pp 74.

6. Schermer A, Glavin S, Sun TT. Differentiation related expression of a major

64 K corneal keratin in vivo and in culture suggest limbal location of corneal

epithelial stem cells. J Cell Biol 1986; 103: 49-62.

7. Tsai RJF, SunTT, TsengScg. Comparison of limbal and conjunctival auto

graft transplantation in corneal surface reconstruction in rabbits. Ophthalmol

1990; 97: 446-55.

8. Thoft RA. Conjunctival transplantation. Arch Ophthalmol 1977; 95: 1425-47.

10

9. Kenyon KR, Wagoner MD, Hettinger ME. Conjunctival auto graft

transplantation for advanced and recurrent pterygium. Ophthalmol 1985; 92:

1461-70.

10. Duke Elder S. Diseases of the outer Eye. In: Henry Kimpton (ed). System of

Ophthalmology. Vol 8 Part I. Mosby, London 1965; pp 537-582.

11. Riordan EP, Kielhorn I, Steele ADM. Conjunctival autograft in the surgical

management of pterygium. Eye 1993; 7: 634-38.

12. Singh G, Wilson MR, Foster CS. Long term follow-up study of mitomycin eye

drops as adjunctive treatment for pertygia and its comparison with

conjunctival autograft transplantation. Cornea 1990; 9: 331-34.

13. Kenyon KR, Wagnor MD. Conjunctival autograph transplantation for

advanced and recurrent pterygium. Opthlmol. 1985; 92: 1461.

14. Leewan S. A randomized trial of conjunctival autografting in pterygium in

tropics. Opthalmol 1999; 96: 1612.

Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :

Literatur yang digunakan sudah tepat

Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku ataupun naskah ilmiah yang

digunakan sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini. Reference yang dirujuk

haruslah yang benar-benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian tersebut.

11