ipi158014

9
Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 111 Deteksi Bakteri Indikator Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontianak Emma Kartika 1 , Siti Khotimah 1 , Ari Hepi Yanti 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi: [email protected] Abstract The sellers in Flamboyan market Pontianak sell the sausages without freezing box. This could trigger the growth of pathogen bacteria on the sausages. The aims of this research was to know the safety level of chicken sausages in Flamboyan market based on the amount of Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Salmonella sp. Samples of chicken sausages were randomly taken from 4 sellers as many as 12 packs. The samples were kept in room temperature (28ºC-30ºC) for 1 day, 3 days and 5 days. The amount of bacteria was calculated by using Most Probably Number and Total Plate Count methods. The result showed that there were changes on the color, the taste and the texture of chicken sausages at 3rd and 5th day. The number of bacteria from day 1 until day 5 is less than SNI (7388:2009), that was < 1 × 10 5 CFU/g. The number of S. aureus and MPN value of Coliform and E. coli from day 1 until day 5 was more than SNI (7388:2009), that was > 1 × 10 2 CFU/g, > 10 MPN/g and > 3 MPN/g, respectively. It is also known that chicken sausages positively contained Salmonella sp. in every 25g samples. Keywords : Sausage, Bacteria, Most Probably Number, Total Plate Count PENDAHULUAN Sosis merupakan produk makanan olahan daging yang dikemas dalam wadah yang tertutup rapat. Sosis terbuat dari campuran daging halus (mengandung daging lebih dari 75%) dan tepung, dengan atau tanpa penambahan bumbu serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Suhu ideal penyimpanan sosis sekitar -18ºC, tetapi para pedagang di pasar Flamboyan Pontianak menyimpan sosis pada suhu ruang tanpa menggunakan fasilitas pendingin. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga pada saat sosis dikeluarkan dari pendingin dan dibiarkan berada pada suhu ruang maka pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dapat berlangsung dengan cepat (Asmoel, 2009). Menurut penelitian Haryati (2003), sosis yang disimpan pada suhu termos es (10ºC-15ºC) bertahan sampai 7 hari, dengan rata-rata total bakteri adalah 4,58x10 2 CFU/g, sedangkan sosis yang disimpan pada suhu ruang (27ºC-30ºC) hanya bertahan 2 hari dengan total bakteri 1,42x10 3 CFU/g, dan pada hari ke-3 terjadi peningkatan jumlah total bakteri sebanyak 1,86x10 6 CFU/g. Mikroorganisme patogen yang sering ditemukan pada produk pangan dapat digolongkan sebagai mikroorganisme indikator keamanan pangan. Mikroorganisme patogen tersebut merupakan penyebab keracunan makanan (intoksikasi), contohnya kasus keracunan pada warga di Dusun Surya Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang. Keracunan ini menyebabkan 1 orang meninggal dunia dan 2 orang mengalami keracunan ringan setelah mengkonsumsi sosis dalam kemasan yang mulai berlendir. Kondisi sosis yang mulai berlendir tersebut menunjukkan adanya kontaminasi bakteri pada sosis tersebut (Harian Equator, 2010). Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui tingkat keamanan sosis yang menjadi jajanan umum bagi masyarakat, sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap kandungan bakteri pencemar

description

kabm

Transcript of ipi158014

Page 1: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

111

Deteksi Bakteri Indikator Keamanan Pangan Pada Sosis

Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontianak

Emma Kartika1, Siti Khotimah

1, Ari Hepi Yanti

1

1Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi,

Pontianak, email korespondensi: [email protected]

Abstract

The sellers in Flamboyan market Pontianak sell the sausages without freezing box. This could trigger the

growth of pathogen bacteria on the sausages. The aims of this research was to know the safety level of

chicken sausages in Flamboyan market based on the amount of Coliform, Escherichia coli,

Staphylococcus aureus and Salmonella sp. Samples of chicken sausages were randomly taken from 4 sellers

as many as 12 packs. The samples were kept in room temperature (28ºC-30ºC) for 1 day, 3 days and 5 days.

The amount of bacteria was calculated by using Most Probably Number and Total Plate Count methods.

The result showed that there were changes on the color, the taste and the texture of chicken sausages at 3rd

and 5th day. The number of bacteria from day 1 until day 5 is less than SNI (7388:2009), that was < 1 × 105

CFU/g. The number of S. aureus and MPN value of Coliform and E. coli from day 1 until day 5 was more

than SNI (7388:2009), that was > 1 × 102 CFU/g, > 10 MPN/g and > 3 MPN/g, respectively. It is also

known that chicken sausages positively contained Salmonella sp. in every 25g samples.

Keywords : Sausage, Bacteria, Most Probably Number, Total Plate Count

PENDAHULUAN

Sosis merupakan produk makanan olahan daging

yang dikemas dalam wadah yang tertutup rapat.

Sosis terbuat dari campuran daging halus

(mengandung daging lebih dari 75%) dan tepung,

dengan atau tanpa penambahan bumbu serta bahan

tambahan makanan lain yang diizinkan (Badan

Standardisasi Nasional, 1995).

Suhu ideal penyimpanan sosis sekitar -18ºC, tetapi

para pedagang di pasar Flamboyan Pontianak

menyimpan sosis pada suhu ruang tanpa

menggunakan fasilitas pendingin. Penggunaan

suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak

dapat mematikan bakteri, sehingga pada saat sosis

dikeluarkan dari pendingin dan dibiarkan berada

pada suhu ruang maka pertumbuhan dan

perkembangbiakan bakteri dapat berlangsung

dengan cepat (Asmoel, 2009).

Menurut penelitian Haryati (2003), sosis yang

disimpan pada suhu termos es (10ºC-15ºC)

bertahan sampai 7 hari, dengan rata-rata total

bakteri adalah 4,58x102

CFU/g, sedangkan sosis

yang disimpan pada suhu ruang (27ºC-30ºC)

hanya bertahan 2 hari dengan total bakteri

1,42x103

CFU/g, dan pada hari ke-3 terjadi

peningkatan jumlah total bakteri sebanyak

1,86x106 CFU/g.

Mikroorganisme patogen yang sering ditemukan

pada produk pangan dapat digolongkan sebagai

mikroorganisme indikator keamanan pangan.

Mikroorganisme patogen tersebut merupakan

penyebab keracunan makanan (intoksikasi),

contohnya kasus keracunan pada warga di Dusun

Surya Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang.

Keracunan ini menyebabkan 1 orang meninggal

dunia dan 2 orang mengalami keracunan ringan

setelah mengkonsumsi sosis dalam kemasan yang

mulai berlendir. Kondisi sosis yang mulai

berlendir tersebut menunjukkan adanya

kontaminasi bakteri pada sosis tersebut (Harian

Equator, 2010).

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui

tingkat keamanan sosis yang menjadi jajanan

umum bagi masyarakat, sehingga perlu dilakukan

pengujian terhadap kandungan bakteri pencemar

Page 2: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

112

pada sosis daging ayam yang dijual di pasar

tradisional khususnya pasar Flamboyan Pontianak.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September

2012 sampai dengan Februari 2013. Pengujian

sampel dan pengamatan dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Tanjungpura Pontianak.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sampel sosis daging ayam yang diperoleh

dari pasar Flamboyan Pontianak, alkohol 70%,

akuades, larutan Crystal violet, larutan iodin,

pewarna safranin, spiritus, Brilliant Green Lactose

Broth Bile (BGLB), Bismuth Sulfite Agar (BSA),

Buffered Pepton Water (BPW), Eosin Methylene

Blue (EMB), Lactose Broth (LB), Luria Broth

(LB), Mannitol Salt Agar (MSA), Nutrient Agar

(NA), Plate Count Agar (PCA), Pepton Water

(PW), Selenite Cystine Broth (SCB), Trypticase

Soy Agar (TSA) dan Triple Sugar Iron Agar

(TSIA).

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari 4

pedagang sosis daging ayam di pasar Flamboyan

Pontianak, dan setiap pedagang diambil 3

kemasan sosis daging ayam (375 g). Sampel

kemudian disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC)

dengan lama waktu penyimpanan, yaitu 1 hari, 3

hari dan 5 hari.

Preparasi dan Pengenceran

Pengenceran sampel uji dilakukan dengan 4 seri

pengenceran, yaitu: 10-1

, 10-2

, 10-3

dan 10-4

.

Pengenceran awal

dilakukan dengan

mencampurkan 25 g sampel yang telah dihaluskan

ke dalam 225 ml Buffered Pepton water (BPW)

lalu dihomogenkan. Selanjutnya untuk

pengenceran 10-1

,

diambil sebanyak 1 ml dari

pengenceran awal lalu dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi 9 ml Pepton Water

(PW), demikian juga untuk pengenceran 10-2

,

diambil sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1

lalu

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi

9 ml PW. Selanjutnya diambil sebanyak 1 ml dari

pengenceran 10-2

, lalu dimasukkan ke dalam

tabung reaksi pengenceran 10-3

yang berisi 9 ml

PW. Dari pengenceran 10-3

diambil sebanyak 1 ml

kemudian dmasukkan ke dalam tabung reaksi

pengenceran 10-4

yang berisi 9 ml PW.

Pengujian Bakteri Coliform

a. Uji Dugaan

Sampel dari pengenceran 10-1

, 10-2

dan 10-3

diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam

3 tabung yang berisi 5 ml Lactose Broth (LB)

yang di dalamnya terdapat tabung durham

terbalik. Kemudian semua tabung tersebut

disimpan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama

48 jam. Setelah 48 jam, dicatat jumlah tabung

yang membentuk gas pada masing-masing

pengenceran.

b. Uji Penegasan

Setiap tabung dari uji dugaan yang membentuk

gas diambil 1 ose, dan dipindahkan ke tabung

reaksi yang berisi media Briliant Green Lactose

Broth yang didalamnya terdapat tabung durham

terbalik. Kemudian semua tabung disimpan dalam

inkubator pada suhu 37ºC selama 48 jam. Uji

dinyatakan positif jika terbentuk gas atau

gelembung dalam tabung durham. Dicatat jumlah

tabung yang terbentuk gas pada uji penegasan,

kemudian disesuaikan pada tabel MPN (SNI

2897:2008).

Pengujian Bakteri Escherichia coli

a. Uji Dugaan

Tabung positif pada uji dugaan bakteri Coliform,

diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi yang berisi 9 ml media Luria Broth (LB)

yang didalamnya terdapat tabung durham terbalik.

Banyaknya tabung reaksi yang digunakan untuk

uji dugaan bakteri Escherichia coli, disesuaikan

dengan jumlah tabung positif yang terdapat pada

uji dugaan bakteri Coliform. Kemudian tabung

reaksi tersebut diinkubasi pada suhu 37ºC selama

24-48 jam. Jumlah tabung yang terbentuk gas

dicatat dan disesuaikan dengan tabel MPN (SNI

2897:2008).

b. Uji Penegasan

Tabung reaksi yang terduga mengandung E. coli

(jika terbentuk gas), dipilih dan diambil 1 ose

kemudian diinokulasi dengan cara digores zig-zag

ke dalam cawan petri yang berisi media Eosin

Methylene Blue (EMB) yang telah dibekukan.

Biakan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.

Uji positif adanya E. coli ditandai dengan koloni

yang berwarna kilap logam pada media EMB.

Pengujian Total Bakteri

Sampel dari pengenceran 10-3

dan 10-4

diambil

sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan

petri yang berisi media Plate Count Agar.

Kemudian sampel dan media dalam cawan petri

Page 3: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

113

dihomogenkan dan dibiarkan hingga membeku.

Setelah membeku, cawan petri tersebut diinkubasi

selama 24-48 jam pada suhu 37ºC. Seluruh jumlah

koloni yang muncul pada media dinyatakan

sebagai jumlah total bakteri dalam 1 ml sampel.

Kemudian dihitung jumlah rata-rata koloni pada

cawan petri dengan faktor pengenceran yang

digunakan.

Pengujian Bakteri Salmonella sp.

a. Pra-pengayaan ( Pre-enrichment )

Sampel sebanyak 25 g, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan agen

pengkaya LB sebanyak 225 ml kemudian

dihomogenisasi. Setelah itu diinkubasikan pada

suhu 37 oC selama 24 jam.

b. Pengayaan ( Enrichment )

Sampel yang telah diinkubasikan selama 24 jam

pada tahap pra-pengkayaan kemudian diambil

sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer yang berisi 100 ml Selenite Cystine

Broth (SCB). Setelah itu diinkubasikan selama

24 jam pada suhu 37 oC.

c. Uji Dugaan

Sampel yang telah dilakukan pengayaan diambil

1 ose, lalu digoreskan zig-zag ke permukaan

media Bismuth Sulfite Agar (BSA). Setelah itu,

media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

Apabila terdapat Salmonella terduga maka akan

tampak berwarna coklat kehitaman hingga kilap

logam yang tumbuh pada goresan zig-zag tersebut.

Jika terduga tampak, maka untuk memastikan

bahwa bakteri terduga yang tumbuh adalah

Salmonella, perlu untuk dilakukan uji lanjut.

d. Uji Penegasan

Uji penegasan dilakukan apabila muncul koloni

yang berwarna coklat kehitaman hingga kilap

logam pada media selektif Bismuth Sulfite Agar

(BSA). Uji lanjut dilakukan dengan cara

mengambil 1 ose terduga Salmonella pada media

BSA lalu dipindahkan ke dalam media NA miring.

Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu

37oC. Koloni yang tumbuh diambil dan

ditusukkan ke dalam media Triple Sugar Iron

Agar (TSIA) tegak. Lalu diinkubasi selama 48 jam

pada suhu 37oC.

Pengujian Bakteri Staphylococcus aureus

a. Uji Dugaan

Sampel dari pengenceran 10-3

dan 10-4

dan diambil

sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan

petri. Kemudian media Trypticase Soy Agar yang

telah didinginkan, dituangkan cawan petri

tersebut. Sampel dan media dihomogenkan dan

dibiarkan hingga membeku. Selanjutnya cawan

petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama

24-48 jam. Jika terbentuk koloni bakteri, maka

dilanjutkan dengan uji penegasan.

b. Uji Penegasan

Koloni terduga pada cawan petri diambil,

kemudian digoreskan pada cawan petri yang berisi

media Mannitol Salt Agar yang telah dibekukan.

Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu

37ºC selama 24-48 jam. Uji dinyatakan positif jika

warna media berubah dari merah menjadi kuning.

Pewarnaan Gram

Sediaan dioleskan pada gelas objek. Selanjutnya

sediaan diwarnai dengan larutan Crystal violet

selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan

air dan dikering anginkan. Sediaan diteteskan

larutan iodin dan didiamkan selama 1 menit.

Selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan

dikering anginkan. Kemudian sediaan diteteskan

alkohol 70% selama 30 detik, dicuci dengan air

mengalir lalu dikering anginkan. Terakhir sediaan

diteteskan larutan pewarna safranin selama

1 menit, lalu dicuci dengan air mengalir dan

dikering anginkan. Setelah kering, sediaan

diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran

10x10, 10x40 dan 10x100.

Pengamatan Parameter Kondisi Fisik Sosis

Pengamatan kondisi fisik sosis daging ayam, yaitu

meliputi warna, tekstur dan aroma.

Pengamatan Parameter Mikrobiologis

Parameter mikrobiologis yang diamati, yaitu sifat

gram (positif atau negatif), bentuk koloni gram

(basil, coccus, koma, spiral), perubahan warna

media, warna koloni, serta pembentukan gas dan

endapan (Badan Standardisasi Nasional, 1992).

Pengamatan Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan yang diamati, yaitu suhu

dengan menggunakan termometer.

Pengukuran Parameter Uji

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008),

perhitungan jumlah koloni bakteri dalam sampel

yang diuji dapat dilakukan dengan ketentuan

berikut ini :

1. Jika cawan petri duplo dari setiap pengenceran

menghasilkan koloni < 25, maka hitung jumlah

yang ada pada cawan petri dari setiap

pengenceran. Jumlah koloni per cawan di

hitung. Tanda bintang (*) menunjukan hasil

perhitungan diluar 25 koloni sampai dengan

250 koloni per cawan.

2. Jika jumlah koloni per cawan > 250, maka

koloni-koloni pada cawan petri dari setiap

pengenceran dihitung dan dikalikan dengan

Page 4: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

114

faktor pengencerannya. Tanda bintang (*)

menunjukan hasil perhitungannya diluar 25

koloni sampai dengan 250 koloni per cawan.

3. Jika cawan petri dari semua pengenceran tidak

menghasilkan koloni, laporkan jumlah koloni,

yaitu kurang dari 1 dan dikalikan dengan faktor

pengenceran terendah yang digunakan. Tanda

bintang (*) menunjukan hasil perhitungannya

diluar 25 koloni sampai dengan 250 koloni per

cawan.

4. Jika satu cawan petri dari salah satu

pengenceran menghasilkan jumlah koloni 25

sampai dengan 250 dan cawan lainnya > 250

koloni, kemudian kedua cawan petri dari

pengenceran lainnya menghasilkan jumlah

koloni < 25 sampai dengan 250, maka dihitung

jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dan yang

> 250 koloni.

5. Jika satu cawan petri dari setiap pengenceran

menghasilkan 25 koloni sampai dengan 250

koloni, dan cawan petri lainnya < 25 koloni

atau menghasilkan > 250 koloni, maka

dihitung jumlah koloni tiap pengenceran,

termasuk yang < 25 koloni atau yang > 250

koloni.

6. Jika dua cawan dari satu pengenceran dengan

25 koloni sampai dengan 250 koloni, hanya

satu cawan petri dari pengenceran lainnya yang

< 25 koloni atau yang > 250 koloni, maka

dihitung jumlah koloni dari setiap pengenceran

termasuk yang < 25 koloni atau yang > 250

koloni.

Perhitungan jumlah koloni bakteri dalam sampel

yang diuji dapat dilakukan dengan analisis data

berikut ini :

Koloni tiap pengenceran = koloni P1 + koloni P2

2 × fp

Keterangan : fp = Faktor pengenceran

P1 = Cawan Petri 1

P2 = Cawan Petri 2

KP1 = Koloni Pengenceran 1

KP2 = Koloni Pengenceran 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan kondisi fisik sosis daging ayam

yang disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC),

menunjukan bahwa sampel hari ke-1 sosis daging

ayam masih terlihat segar berwarna merah muda,

dengan aroma khas sosis dan bertekstur lebih

kenyal. Sampel hari ke-3 mulai berubah warna

menjadi lebih pucat, dengan aroma sedikit asam

dan bertekstur sedikit lunak dan berlendir. Sampel

hari ke-5 berubah warna menjadi kecoklatan,

dengan aroma asam yang sangat menyengat serta

bertekstur lebih lunak dan berlendir (Tabel 1).

Tabel. 1 Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Sosis Daging Ayam Yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak

Sampel Lama

Penyimpanan

Pengamatan Kondisi Fisik Sosis Daging Ayam

Warna Tekstur Aroma

Sampel

1

H1 merah muda kenyal khas sosis

H3 lebih pucat sedikit lunak dan berlendir sedikit asam

H5 kecoklatan lebih lunak dan berlendir asam sangat menyengat

Sampel

2

H1 merah muda kenyal khas sosis

H3 lebih pucat sedikit lunak dan berlendir sedikit asam

H5 kecoklatan lebih lunak dan berlendir asam sangat menyengat

Sampel

3

H1 merah muda kenyal khas sosis

H3 lebih pucat sedikit lunak dan berlendir sedikit asam

H5 kecoklatan lebih lunak dan berlendir asam sangat menyengat

Sampel

4

H1 merah muda kenyal khas sosis

H3 lebih pucat sedikit lunak dan berlendir sedikit asam

H5 kecoklatan lebih lunak dan berlendir asam sangat menyengat

Keterangan : H1 = Hari Ke-1; H3 = Hari Ke-3; H5 = Hari Ke-5

Koloni/gram = Σ KP 1 + Σ KP 2

2

Page 5: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

115

Berdasarkan pada hasil pengamatan kondisi fisik

sosis (Tabel 1), diketahui bahwa terjadinya

perubahan warna tekstur dan aroma pada sampel

hari ke-3 dan ke-5. Perubahan warna pada sampel

dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Perubahan warna sosis daging ayam Keterangan: (a) sampel hari ke-1; (b) sampel hari ke-3; dan (c) sampel hari ke-5.

Pengujian parameter mikrobiologis bakteri

indikator keamanan pada sosis daging ayam

dilakukan dengan menggunakan media selektif.

Keberadaan bakteri Coliform, E. coli, S. aureus,

dan Salmonella sp. pada sampel sosis daging

ayam, ditandai dengan ciri yang berbeda pada

masing-masing media uji. Hasil uji mikrobiologis

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel. 2 Pengamatan Parameter Mikrobiologis Pada Sosis Daging Ayam yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak

Parameter Pengamatan Bakteri Indikator Keamanan Pada Sosis Dading Ayam

Total Bakteri Coliform E. coli S. aureus Salmonella sp.

Sifat Gram - negatif negatif positif negatif

Bentuk Koloni Gram - basil basil stafilococcus basil

Warna Koloni Bakteri putih

kekuningan

- kilat hijau

logam /

metalik

kuning terang coklat kehitaman

dengan kilap

logam

Bentuk Perambatan

Koloni Bakteri

bulat dan tidak

beraturan,

elevasi datar

- bulat, elevasi

cembung

bulat, elevasi

cembung

bulat, elevasi

cembung

Perubahan Warna

Media

tidak terjadi

perubahan

warna

hijau terang

menjadi hijau

muda dan keruh

tidak terjadi

perubahan

warna

merah menjadi

orange

kekuningan

warna kuning

pada butt dan

merah pada slant

Pembentukan Gas dan

Endapan

- terbentuk gas

dan endapan

terbentuk gas

dan endapan

- terbentuk gas

Keterangan : (-) parameter tidak diamati

Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan sampel

positif mengandung bakteri Coliform dan E. coli.

Nilai MPN Coliform dan E. coli pada sosis daging

ayam yang disimpan pada suhu ruang (28ºC-30ºC)

mengalami peningkatan dari hari ke-1 hingga hari

ke-5. Nilai MPN Coliform dan E. coli pada sampel

sosis daging ayam dinyatakan melebihi standar

yang telah ditetapkan oleh SNI (7388:2009), yaitu

Coliform > 10 MPN/g dan E. coli > 3 MPN/g

(Tabel 3).

Tabel 3. Nilai MPN Coliform dan E. coli Pada Sosis Daging Ayam yang Dijual Di Pasar Flamboyan Pontianak

Cemaran

Bakteri

Lama

Penyimpanan

Kandungan Bakteri Coliform dan E. coli Pada

Sosis Daging Ayam (MPN/g) Batas Maksimum (MPN/g)

SNI 7388:2009 S1 S2 S3 S4

Coliform H1 240 93 150 93

10 H3 460 210 210 240

H5 1100 1100 460 460

E. coli H1 21 20 15 15

< 3 H3 150 150 75 150

H5 1100 460 210 460

Keterangan : S1 = Sampel 1; S2 = Sampel 2; S3 = Sampel 3; S4 = Sampel 4

H1 = Hari ke-1; H3 = Hari ke-3; H5 = Hari ke-5

Page 6: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

116

Hasil penelitian juga menunjukan bahwa sosis

daging ayam yang disimpan di suhu ruang

mengandung cemaran bakteri aerob, S. aureus dan

Salmonella sp. Rata-rata total bakteri pada

masing-masing sampel sosis daging ayam dari

hari ke-1 hingga hari ke-5, dinyatakan kurang dari

standar yang telah ditetapkan oleh SNI

(7388:2009) yaitu < 1 × 105 CFU/g, sedangkan

jumlah bakteri S. aureus pada masing-masing

sampel sosis daging ayam pada hari ke-1, ke-3 dan

ke-5, dinyatakan melebihi standar yang telah

ditetapkan oleh SNI (7388:2009), yaitu

> 1×102

CFU/g. Selain itu, berdasarkan pada hasil

pengujian juga dapat diketahui bahwa seluruh

sampel sosis daging ayam hari ke-1, ke-3 dan

ke-5, dinyatakan positif mengandung cemaran

bakteri Salmonella sp. (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Total Bakteri, S. aureus dan Salmonella sp. Pada Sosis Daging Ayam yang Dijual Di Pasar

Flamboyan Pontianak

Cemaran

Bakteri

Lama

Penyimpanan

Kandungan Jumlah Total Bakteri, S. aureus dan

Salmonella sp. Pada Sosis Daging Ayam (CFU/g) Batas Maksimum

(CFU/g)

SNI 7388:2009 S1 S2 S3 S4

Total Bakteri H1 16 × 104 44 × 10

3 31 × 10

3 14 × 10

4

1×105 H3 22 × 10

4 27 × 10

4 26 × 10

4 26 × 10

4

H5 38 × 104 34 × 10

4 43 × 10

4 42 × 10

4

S. aureus H1 10 × 103*

13 × 103*

16 × 103*

16 × 103*

1×102 H3 50 × 10

3 14 × 10

4 14 × 10

4 48 × 10

3

H5 24 × 104 20 × 10

4 20 × 10

4 21 × 10

4

Salmonella sp. H1 positif positif positif positif

negatif H3 positif positif positif positif

H5 positif positif positif positif *)Cawan petri yang kurang dari 25 koloni

Keterangan : S1 = Sampel 1; S2 = Sampel 2; S3 = Sampel 3; S4 = Sampel 4

H1 = Hari ke-1; H3 = Hari ke-3; H5 = Hari ke-5

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi fisik sosis

daging ayam, diketahui bahwa terjadi perubahan

warna (Gambar 1), tekstur dan aroma pada sampel

sosis daging ayam yang disimpan di suhu ruang

(28ºC-30ºC) pada hari ke-3 dan ke-5 (Tabel 1).

Perubahan warna, tekstur dan aroma pada sampel,

menunjukan adanya aktivitas dan peningkatan

jumlah bakteri pencemar yang terdapat pada

sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Siagian (2002), yang menyebutkan bahwa tanda-

tanda kerusakan seperti perubahan aroma, tekstur

dan warna pada produk olahan daging dapat

terjadi karena adanya peningkatan jumlah mikroba

pada produk olahan daging tersebut. Jumlah

mikroba pada kisaran 103-10

4 CFU/g belum

menunjukkan tanda-tanda kebusukan. Kebusukan

pada produk olahan daging biasanya terjadi pada

kisaran > 106

CFU/g, yang ditandai dengan

perubahan aroma, perubahan tekstur produk yang

mudah hancur serta terbentuknya lendir.

Hasil penelitian Haryati (2003), juga menunjukan

bahwa terjadi perubahan aroma pada hari ke-2,

warna dan tekstur pada hari ke-3 dan hari ke-5

pada sosis daging sapi yang disimpan pada pada

suhu ruang (27ºC-30ºC), sedangkan sosis daging

sapi yang disimpan pada suhu termos es

(10ºC-15ºC), tidak terjadi perubahan tekstur tetapi

perubahan warna dan aroma terjadi pada hari ke-6.

Menurut Siagian (2002), perubahan tekstur atau

kekenyalan pada produk olahan daging

disebabkan karena terjadinya pemecahan struktur

daging oleh bakteri, sedangkan perubahan aroma

pada produk olahan daging disebabkan karena

terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk

seperti amonia, H2S, indol, dan amin yang

merupakan hasil pemecahan protein oleh bakteri.

Sosis sebagai produk makanan beku, seharusnya

disimpan dalam pendingin dengan suhu -18ºC.

Menurut Pelczar (1986), penyimpanan makanan

pada suhu beku sebenarnya hanya menghambat

proses pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan

dan kerusakan, tetapi tidak membunuh sel-sel

bakteri. Sel-sel bakteri tersebut dapat tumbuh

kembali seperti sel-sel normal apabila berada pada

kondisi lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhannya. Hal inilah yang terjadi pada

sampel sosis daging ayam disimpan pada suhu

ruang (28ºC-30ºC). Terjadinya perubahan warna,

tekstur dan aroma pada sampel dapat disebabkan

Page 7: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

117

karena adanya peningkatan jumlah bakteri pencemar selama sampel disimpan di suhu ruang.

Hasil pengujian menunjukan sampel hari ke-1,

ke-3 dan ke-5, positif mengandung bakteri

Coliform dan E. coli. Hal ini ditandai dengan

terbentuknya gas dalam tabung durham yang

berada dalam tabung reaksi yang berisi media uji

LB dan BGLB. Selain itu, pada media EMB juga

menunjukan adanya koloni bakteri E. coli yang

berwarna kilat hijau logam/metalik (Tabel 2).

Menurut Radji (2008), Media LB dan BGLB

mengandung laktosa, Coliform merupakan bakteri

yang mampu memfermentasi laktosa sehingga

dapat tumbuh pada media tersebut, sedangkan

media EMB merupakan media padat yang dapat

digunakan untuk identifikasi bakteri E. coli.

Laktosa dan zat pewarna eosin serta metilen biru

mampu membedakan antara enterik yang

memfermentasi laktosa dengan nonfermenter.

Matuwo (2012), menyatakan bahwa bakteri

bakteri E. coli yang tumbuh pada media EMB

akan berwarna hijau metalik, sedangkan bakteri

Coliform lain, seperti Enterobacter aerogenes

akan berwarna merah muda di atas media EMB.

Bakteri enterik nonfermenter laktosa membentuk

koloni tidak berwarna dan kelihatan transparan.

Uji mikrobiologis juga dilakukan untuk

mengetahui kandungan bakteri aerob, S. aureus,

dan Salmonella sp. pada sampel. Pertumbuhan

cemaran total bakteri terjadi pada permukaan

media PCA. Hal ini dikarenakan bakteri total

bersifat aerob. Koloni total bakteri yang tumbuh

pada media PCA berbentuk bulat hingga tidak

beraturan, berwarna putih kekuningan dengan

permukaannya yang licin (Tabel 2). Selain itu,

bakteri tersebut dapat tumbuh pada suhu antara

15ºC-55ºC, dengan suhu optimum 25ºC-40ºC

dalam pangan. Hal inilah yang menyebabkan

cemaran total bakteri juga dapat tumbuh pada

sampel sosis daging ayam, karena sampel tersebut

disimpan pada suhu ruang, yaitu 28ºC-30ºC.

Keberadaan cemaran bakteri S. aureus pada

sampel sosis daging ayam dapat diketahui dengan

melakukan pengujian dengan menggunakan media

Trypticase Soy Agar (TSA) dan Mannitol Salt

Agar (MSA). Menurut Rollins dan Joseph (2000),

media TSA mengandung asam amino dan

substansi nitrogen yang membuatnya menjadi

media bernutrisi untuk mendukung pertumbuhan

mayoritas bakteri patogen. Koloni bakteri

S. aureus yang tumbuh pada media TSA

berbentuk bulat, elevasinya cembung dan

berwarna putih kekuningan. Media MSA

mengandung NaCl yang cukup tinggi, yaitu

7%-10%. Pertumbuhan S. aureus pada media

MSA ditandai dengan terjadinya perubahan warna

media MSA, yaitu dari warna merah terang

menjadi warna orange kekuningan (Tabel 2).

Menurut Tirtana (2007), Kebanyakan bakteri tidak

dapat bertahan hidup di lingkungan kadar garam

yang tinggi (hipertonik). Akan tetapi, genus

Staphylococcus dapat beradaptasi dengan

lingkungan tinggi kadar garam dan tumbuh baik di

media ini. Sosis daging ayam juga mengandung

garam. Suparno (1994) menyatakan konsentrasi

garam pada sosis, yaitu sekitar 2% atau setara

dengan 2 gram per 100 sosis. Hal inilah yang

mendukung pertumbuhan bakteri S. aureus pada

sampel sosis daging ayam.

Koloni bakteri Salmonella sp. yang tumbuh pada

media selektif Bismuth Sulfite Agar (BSA)

berbentuk bulat, elevasinya cembung dengan

pinggiran rata, dan berwarna coklat kehitaman

dengan kilap logam (Tabel 2). Pertumbuhan

bakteri Salmonella sp. media Triple Sugar Iron

Agar (TSIA) ditandai adanya perubahan warna

media, yaitu kuning pada butt (dasar) dan merah

pada slant (permukaan miring). Perubahan warna

tersebut terjadi karena adanya fermentasi glukosa

oleh Salmonella sp. Selain itu, keberadaan bakteri

Salmonella sp. juga ditandai dengan pembentukan

ruang udara di bawah medium sehingga medium

terangkat ke atas.

Menurut Afrianto (2008), media TSIA digunakan

untuk identifikasi bakteri gram negatif yang

memfermentasi glukosa atau laktosa atau sukrosa

dan produksi H2S. Oleh karena itu, media ini

dapat digunakan untuk konfirmasi bakteri

Salmonella sp. yang tumbuh pada media BSA.

Terjadinya fermentasi glukosa oleh Salmonella sp.

akan mengubah phenol red (media merah)

menjadi kuning dan menurunkan pH menjadi

asam. Kondisi inilah yang juga menyebabkan

perubahan aroma pada sampel sosis daging ayam

yang menjadi lebih asam pada hari ke3 dan ke-5

(Tabel 1).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui

bahwa sampel sosis daging ayam yang diperoleh

dari pasar Flamboyan Pontianak, yang disimpan

pada suhu ruang (28ºC-30ºC) positif mengandung

total bakteri aerob, Coliform, E. coli, S. aureus

dan Salmonella sp. Rata-rata total bakteri pada

sampel sosis daging ayam, yaitu < 1×105

CFU/g

atau kurang dari standar yang telah ditetapkan

oleh SNI (7388:2009), sedangkan jumlah cemaran

Page 8: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

118

bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan Salmonella sp. melebihi standar yang telah

ditetapkan oleh SNI (7388:2009), yaitu Coliform

> 10 MPN/g (Tabel 3), E. coli > 3 MPN/g

(Tabel 3), S. aureus > 1×102

CFU/g (Tabel 4) dan

Salmonella sp. positif dalam 25 g sampel

(Tabel 4), sehingga dapat dikatakan bahwa sampel

sosis daging ayam tersebut tidak aman untuk

dikonsumsi.

Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa

adanya kontaminasi bakteri pencemar pada sosis,

diantaranya penelitian Djoepri (2006), yang

menunjukkan 23 sampel sosis yang diperoleh dari

pasar tradisional positif mengandung Coliform dan

E.coli dengan nilai MPNnya melebihi standar SNI

(7388:2009). Selain itu, penelitian Harsojo et al.

(2000) dan Chotiah (2009) juga menyatakan

adanya kandungan bakteri S. aureus pada sosis

daging ayam yang diperoleh dari pasar tradisional

Jakarta Utara dan Bandung, yang melebihi standar

dari SNI (7388:2009), yaitu 5×103 CFU/g dan

2×103 CFU/g.

Keberadaan bakteri Coliform, E. coli, S. aureus

dan Salmonella sp. dalam sosis daging ayam yang

diperoleh dari pasar Flamboyan Pontianak,

menunjukan bahwa dalam tahap pengolahan sosis

daging ayam tersebut mengalami kontak tidak

langsung dengan kotoran melalui air dan peralatan

yang digunakan selama pengolahan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Widiyanti dan Ristiati (2004),

yang menyatakan bahwa adanya kontaminasi

bakteri patogen pada air atau makanan

menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap

pengolahannya pernah mengalami kontak tidak

langsung dengan kotoran, yang menandakan

proses pengolahan produk tersebut kurang

higienis.

Pencegahan terhadap kontaminasi bakteri patogen,

dapat dilakukan dengan penanganan makanan

dengan proses pemasakan yang benar, pencegahan

pencemaran silang (cross contamination),

penerapan higiene personal serta sanitasi yang

memadai. Meskipun proses pemasakan dengan

suhu 60ºC-70ºC bakteri Coliform, E. coli dan

Salmonella sp. dapat dimusnahkan, karena

bakteri-bakteri tersebut tidak tahan terhadap

panas, akan tetapi bakteri patogen lainnya seperti

S. aureus tidak dapat dimusnahkan. Menurut

Stewart (2003) dalam Chotiah (2009), S. aureus

mampu menghasilkan enterotoksin. Toksin ini

bersifat tahan dalam suhu tinggi, meskipun bakteri

mati dengan pemanasan namun toksin yang

dihasilkan tidak akan rusak dan masih dapat

bertahan meskipun dengan pendinginan ataupun

pembekuan. Sel vegetatif S. aureus dapat

diinaktivasi pada suhu > 46°C namun sporanya

masih mampu bertahan pada pemanasan

100°C-120°C. Kebanyakan spora bakteri rusak

dengan pemanasan 100°C selama 30 menit. Ada

juga spora bakteri yang tidak rusak selama

pemanasan pada suhu 100°C selama 24 jam. Akan

tetapi, semua spora bakteri akan mati pada

pemanasan 121°C selama 15 menit (Setiowati dan

Inanusantri, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Asmoel, 2009, Pengaruh Pendinginan dan Pembekuan,

diakses 29 September 2011, <Error!

Hyperlink reference not valid. Badan Standardisasi Nasional, 1992, Standar Nasional

Indonesia (SNI) 19-2897-1992 Tentang Cara

Uji Cemaran Mikroba, Jakarta

Badan Standardisasi Nasional, 1995, Standar Nasional

Indonesia (SNI) 01-3820-1995 Tentang Sosis

Daging, Jakarta

Badan Standardisasi Nasional, 2009, Standar Nasional

Indonesia (SNI) 7388- 2009 Tentang Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan,

Jakarta

Chotiah, 2009, ‘Cemaran Staphylococcuc aureus Pada

Daging Ayam dan Olahanya’, Jurnal

Peternakan dan Veteriner, vol. 2, no. 2, hal.

682-687

Harian Equator, 2010, Sekeluarga Keracunan Sosis,

Satu Tewas, Dua Masuk Rumah Sakit,

diakses 30 September 2011,

<http://www.equatornews.com>

Harsojo, Rosalina, S, & Andini, LS. 2000, ‘Sanitasi

Makanan Olahan Di Jakarta dan Tangerang’.

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner,

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Isosop dan Radiasi, Batan

Haryati, N, 2003, Pengaruh Suhu dan Lama

Penyimpanan Sosis Daging Sapi Terhadap

Total Bakteri dan Penilaian Organoleptik,

Skripsi, IPB, Bogor

Matuwo, A, 2012, Kualitas Mikrobiologis Daging

Ayam Pada Pasar Modern Dan Tradisional Di

Makassar, Fakultas Peternakan; Teknologi

Hasil Ternak, Skripsi, Makassar

Pelczar, MJ, 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi.

Universitas Indonesia, Jakarta

Radji, M, Heria, O & Herman, S, 2008, ‘Pemeriksaan

Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Di

Beberapa Depo Air Minum Isi Ulang Di

Daerah Lenteng Agung Dan Srengseng Sawah

Jakarta Selatan’, Majalah Ilmu Kefarmasian,

vol. 5, no. 2, hal. 101-109

Rollins, DM & Joseph, SW, 2000, Pathogenic

Microbiology: Description Of BSCI 424

Page 9: ipi158014

Protobiont

2014

Vol 3 (2): 111 - 119

119

Laboratory Media, diakses 24 Maret 2013,

<Error! Hyperlink reference not valid.

Setiowati, WE & Inanusantri, 2011, ‘Kajian

Monitoring Dan Surveilan Cemaran Mikroba

Pada Daging dan Hati Ayam Mengacu Pada

Persyaratan SNI Di Dki Jakarta’, Prosiding

PPI Standardisasi, vol. 2, no. 2, hal. 103-110

Siagian, A, 2002, Mikroba Patogen Pada Makanan dan

Sumber Pencemarannya Fakultas Kesehatan

Masyarakat, USU, Sumatera Utara

Suparno, 1994, Ilmu dan Teknologi Pengolahan

Daging, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta

Stewart, CM, 2003, Staphylococcus aureus and

Staphylococcal Enterotoxis. In: Foodborne

Microorganisms of Public Health

Significance, 6th Ed. Hocking, A.D. (Eds),

Australian Institute of Food Science and

Technology Incorporated (NSW Branch)

Tirnata, LP, 2007, Identifikasi Staphylococcus aureus

Penyebab Mastitis Dengan Uji Fermentasi

Mannitol Dan Deteksi Produksi Asetoin Pada

Sapi Perah Di Wilayah Kerja Koperasi Usaha

Tani Ternak Suka Makmur Grati Pasuruan,

Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Airlangga, Surabaya

Widiyanti, NLP, & Ristiati, 2004, Analisis Kualitatif

Bakteri Coliform pada Depo Air Minum Isi

Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi

Kesehatan, vol. 3, no. 1, hal. 64-73