ipi131896

5
 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 4 Desember 2010   169 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan KADER POSY ANDU: PERANAN DAN T ANTA NGAN PEMBERDA Y AANNY A DALAM USAHA PENINGKA T AN GIZI ANAK DI INDONESIA POSYANDU CADRES: THEIR ROLES AND CHALLENGES IN EMPOWERMENT FOR IMPROVING CHILDREN NUTRITIONAL STA TUS IN INDONESIA Dwi Nastiti Iswarawanti SEAMEO TROPMED Regional Center for Community Nutrition Universitas Indonesia ABSTRACT Children nutritional status is remain a public health problem in Indonesia. The magnitude of problem depends on the contribution of local cadres of integrated health office (called as Kader Posyandu) in the area. Kader  Posyandu is assigned based on voluntary; and should be appointed, agreed and trusted by the local community in their working area. Kader Posyandu is expected to empower the community to solve their own health and nutrition problems especially among the family with under-five year children. However, there is contradictory dilemma that they do not necessitate to have appropriate knowledge and skill on health and nutrition to perform their tasks properly. Limited incentive, material and non-material supports frequently become their performances constraints. No exclusive breastfeeding, too early or too late complementary feeding practices, inadequate and unsafe complementary food are commonly cause of growth impairment among under-five children. Posyandu revitalization program promoted by the government is not optimal executed by the local governments. The implementation of nutrition training is sporadic so that it is not reach throughout Indonesia area. Therefore, a comprehensive and systematic solution to empower Kader Posyandu is required. Development of education program for community health worker is one of the options to solve the problem. The program could produce educators or teachers who able to train community health worker to perform their tasks effectively and optimal. Keywords:  kader Posyandu, nutrition education, nutritional status, under-five children, complementary feeding, food safety ABSTRAK Secara nasional status gizi anak di berbagai dae rah di Indonesia masih menjadi masalah. Ada tidaknya masalah gizi anak di suatu daerah tidak jauh dari kontribusi peranan kader  Posyandu. Kader bekerja secara sukarela, ditunjuk dan diangkat berdasarkan kepercayaan dan persetujuan masyarakat setempat. Mereka diharapkan dapat memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan masalah dan kebutuhan gizi dan kesehatan mereka sendiri khususnya kesehatan dan gizi anggota keluarga mereka yang masih balita. Namun menjadi hal yang dilematis bahwa di satu sisi kader diharapkan dapat menjalankan peranannya dengan baik, sedangkan di sisi lain mereka tidak dipersyaratkan untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai di bidang gizi dan kesehatan untuk menjalankan tugasnya. Insentif dan dukungan materil dan immateril yang minim juga kerap menjadi hambatan bagi kesuksesan kinerja kader. Tidak diberikannya  ASI ekslusif, pemberia n makan an pe ndam ping ASI yan g terlalu dini, rendahnya kuantitas serta kualitas (rendah gizi dan tidak aman) asupan makanan menjadi salah satu pemicu gagal tumbuh kembangnya balita. Seruan program revitalisasi Posyandu yang didengungkan pemerintah pusat kurang optimal dijalankan oleh pemerintah daerah. Pemerintah telah menyiapkan pedoman pelatihan gizi namun penerapannya di daerah masih bersifat sporadis sehingga belum dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia, karena itu diperlukan suatu jalan keluar yang konprehensif dan sistematik dalam memberdayakan kader. Salah satu alternatif adalah dibentuknya suatu program pendidikan bagi tenaga kesehatan sukarela dan program tersebut diharapkan dapat mencetak pendidik yang dapat melatih kader menjalankan tugasnya di masyarakat secara efektif dan optimum. Kata kunci: kader Posyandu, pendidikan gizi, status gizi, balita, MP-ASI, keamanan makanan PENGANTAR Masalah gizi dan kesehatan anak di Indonesia Status gizi menjadi sangat penting mengingat masa pertumbuhan pada 2 tahun pertama merupakan periode kritis bagi tumbuh kembang seorang anak. Kurang gizi pada anak merupakan masalah kesehatan masyara kat utama di negara berkembang termasuk Indonesia.Walaupun dalam beberapa dekade ini Indonesia mengalami penurunan masalah kekuranga n gizi, namun kekuranga n gizi akut dan kronis masih cukup tinggi. Data nasional memperlihatkan adanya 36,8% anak usia bawah lima tahun (balita) yang mengalami stunting (pendek dan sangat pendek, diukur dengan tinggi badan menurut umur). Indikator ini menunjukkan terjadinya kekurangan gizi dalam jangk a waktu yang p anjang atau kronis yang dikarenakan tingginya angka kesakitan atau rendahnya asupan makanan. JURNAL MANAJEMEN PELA Y ANAN KESEHA TA N VOLUME 13  No. 04 Desember 2010 Halaman 169 - 173 Makalah Kebijakan

description

fdsfd

Transcript of ipi131896

  • Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 4 Desember 2010 169

    Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

    KADER POSYANDU:PERANAN DAN TANTANGAN PEMBERDAYAANNYA

    DALAM USAHA PENINGKATAN GIZI ANAK DI INDONESIA

    POSYANDU CADRES:THEIR ROLES AND CHALLENGES IN EMPOWERMENT

    FOR IMPROVING CHILDREN NUTRITIONAL STATUS IN INDONESIA

    Dwi Nastiti IswarawantiSEAMEO TROPMED Regional Center for Community Nutrition

    Universitas Indonesia

    ABSTRACTChildren nutritional status is remain a public health problem inIndonesia. The magnitude of problem depends on thecontribution of local cadres of integrated health office (calledas Kader Posyandu) in the area. Kader Posyandu is assignedbased on voluntary; and should be appointed, agreed andtrusted by the local community in their working area. KaderPosyandu is expected to empower the community to solvetheir own health and nutrition problems especially among thefamily with under-f ive year children. However, there iscontradictory dilemma that they do not necessitate to haveappropriate knowledge and skill on health and nutrition toperform their tasks properly. Limited incentive, material andnon-material supports frequently become their performancesconstraints. No exclusive breastfeeding, too early or too latecomplementary feeding practices, inadequate and unsafecomplementary food are commonly cause of growth impairmentamong under-five children. Posyandu revitalization programpromoted by the government is not optimal executed by thelocal governments. The implementation of nutrition training issporadic so that it is not reach throughout Indonesia area.Therefore, a comprehensive and systematic solution toempower Kader Posyandu is required. Development ofeducation program for community health worker is one of theoptions to solve the problem. The program could produceeducators or teachers who able to train community healthworker to perform their tasks effectively and optimal.

    Keywords: kader Posyandu, nutrition education, nutritionalstatus, under-f ive children, complementary feeding, foodsafety

    ABSTRAKSecara nasional status gizi anak di berbagai daerah di Indonesiamasih menjadi masalah. Ada tidaknya masalah gizi anak disuatu daerah tidak jauh dari kontribusi peranan kaderPosyandu. Kader bekerja secara sukarela, ditunjuk dandiangkat berdasarkan kepercayaan dan persetujuanmasyarakat setempat. Mereka diharapkan dapatmemberdayakan masyarakat agar mampu memecahkanmasalah dan kebutuhan gizi dan kesehatan mereka sendirikhususnya kesehatan dan gizi anggota keluarga mereka yangmasih balita. Namun menjadi hal yang dilematis bahwa di satusisi kader diharapkan dapat menjalankan peranannya denganbaik, sedangkan di sisi lain mereka tidak dipersyaratkan untuk

    memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai di bidanggizi dan kesehatan untuk menjalankan tugasnya. Insentif dandukungan materil dan immateril yang minim juga kerap menjadihambatan bagi kesuksesan kinerja kader. Tidak diberikannyaASI ekslusif, pemberian makanan pendamping ASI yang terlaludini, rendahnya kuantitas serta kualitas (rendah gizi dan tidakaman) asupan makanan menjadi salah satu pemicu gagaltumbuh kembangnya balita. Seruan program revitalisasiPosyandu yang didengungkan pemerintah pusat kurang optimaldijalankan oleh pemerintah daerah. Pemerintah telah menyiapkanpedoman pelatihan gizi namun penerapannya di daerah masihbersifat sporadis sehingga belum dapat mencakup seluruhwilayah Indonesia, karena itu diperlukan suatu jalan keluaryang konprehensif dan sistematik dalam memberdayakan kader.Salah satu alternatif adalah dibentuknya suatu programpendidikan bagi tenaga kesehatan sukarela dan programtersebut diharapkan dapat mencetak pendidik yang dapatmelatih kader menjalankan tugasnya di masyarakat secaraefektif dan optimum.

    Kata kunci: kader Posyandu, pendidikan gizi, status gizi, balita,MP-ASI, keamanan makanan

    PENGANTARMasalah gizi dan kesehatan anak di Indonesia

    Status gizi menjadi sangat penting mengingatmasa pertumbuhan pada 2 tahun pertamamerupakan periode kritis bagi tumbuh kembangseorang anak. Kurang gizi pada anak merupakanmasalah kesehatan masyarakat utama di negaraberkembang termasuk Indonesia.Walaupun dalambeberapa dekade ini Indonesia mengalami penurunanmasalah kekurangan gizi, namun kekurangan giziakut dan kronis masih cukup tinggi. Data nasionalmemperlihatkan adanya 36,8% anak usia bawahlima tahun (balita) yang mengalami stunting (pendekdan sangat pendek, diukur dengan tinggi badanmenurut umur). Indikator ini menunjukkan terjadinyakekurangan gizi dalam jangka waktu yang panjangatau kronis yang dikarenakan tingginya angkakesakitan atau rendahnya asupan makanan.

    JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATANVOLUME 13 No. 04 Desember 2010 Halaman 169 - 173

    Makalah Kebijakan

  • 170 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 4 Desember 2010

    Dwi Nastiti Iswarawanti: Kader Posyandu: Peranan dan ...

    Prevalensi balita yang mengalami kekurangan giziakut (gizi kurang dan gizi buruk, diukur dengan beratbadan menurut umur) sebesar 18,4% dan prevalensinasional balita kurus (wasting-serius) dan balitasangat kurus (wasting-kritis), yang diukur menurutberat badan menurut tinggi adalah 14,6%.1

    Masalah gizi anak sangat penting dan perludiperhatikan karena berbahaya, mengingat 54%kematian bayi dan balita terkait dengan masalah gizi.Masalah gizi lainnya adalah anemia gizi yangditemukan pada sekitar 27,7% balita, dan yangmerupakan prevalensi tertinggi dijumpai padakelompok usia lain1 dan sebanyak 14,6% balitamengalami kekurangan vitamin A2 yang mempunyairisiko terjadinya kebutaan, gangguan pertumbuhandan menurunnya daya tahan tubuh.

    Penyakit infeksi ditularkan melalui makanandan minuman

    Status gizi anak secara langsung sangatdipengaruhi oleh status kesehatan mereka terutamapenyakit infeksi. Data nasional menyatakan bahwaangka kesakitan penyakit menular balita di Indonesiacukup memprihatinkan. Melalui diagnosis tenagakesehatan dan keluhan responden, prevalensipenyakit yang ditularkan melalui makanan danminuman pada anak balita seperti tifoid, hepatitis dandiare adalah tinggi yaitu berturut-turut sebesar 1,6%,0,6% dan 9,0%. Sebanyak 14 provinsi mempunyaiprevalensi diare di atas prevalensi nasional. Hal initerjadi karena masyarakat pada umumnya masihmempunyai perilaku higienis yang masih rendah.Masih banyak masyarakat yang berperilaku buangair besar secara tidak sehat dan hanya 23,2%masyarakat yang berperilaku benar dalam cucitangan. Selain itu, hanya 38,7% masyarakat rumahtangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat, dimana ada 22 provinsi mempunyai prevalensi rumahtangga berperilaku hidup bersih dan sehat di bawahprevalensi nasional.1

    Status gizi anak dan asupan makananSelain penyakit infeksi, status gizi juga

    dipengaruhi secara langsung oleh mutu dan jumlahasupan gizi. Seorang anak masih sangat tergantungpada pengasuhnya, karena itu pengasuh harusmempunyai pengetahuan, informasi dan keterampilanyang tepat tentang pemberian makanan sehinggamampu menggunakan sumber daya yang tersediadisekitarnya. Pada kenyataannya kurang gizi menjadi60% penyebab langsung maupun tidak langsung dari10.9 juta kematian balita di seluruh dunia. Dua pertiga kematian ini, seringkali merupakan akibat dariperilaku pemberian makan yang tidak tepat pada usia

    satu tahun pertama anak. Perilaku tidak tepat lainnyaadalah tidak memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif,Makanan Pendamping (MP-ASI) diberikan terlalu diniatau terlalu terlambat usia, dan makanan yangdiberikan kurang padat gizi maupun tidak aman.3

    Pemil ihan, penyiapan dan peyimpananmakanan yang aman juga penting untuk mencegahanak terserang dari penyakit sehingga lebihmenjamin pertumbuhan anak yang optimum. Bahanbaku makanan harus bebas dari bahan kimiaberbahaya dan harus higienis. Bagi anak 6-24 bulan,sebaiknya makanan yang matang harus langsungsegera diberikan pada anak. Gunakan air minumyang aman dan higienis. Makanan matang bila sudahdidiamkan lebih dari 5 jam atau tidak disimpan dalamkeadaan tertutup atau disimpan dalam lemari es,harus dihangatkan kembali secara benar apabilaakan dikonsumsi.

    Posyandu: sejarah dan fungsinya dalamkegiatan gizi anak

    Sejak tahun 1970 pada periode orde baru,Posyandu yang merupakan kepanjangan dari PosPelayanan Terpadu sangat berperan penting dalamprogram kesehatan Indonesia. Pos PelayananTerpadu (Posyandu) adalah salah satu bentuk upayakesehatan bersumber daya masyarakat yangdikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk danbersama masyarakat dalam penyelenggaraanpembangunan kesehatan. Fungsi Posyandu adalahuntuk memberdayakan masyarakat dan memberikankemudahan kepada masyarakat dalam memperolehpelayanan kesehatan dasar guna mempercepatpenurunan angka kematian ibu dan bayi.4 PosPelayanan Terpadu (Posyandu) merupakanperpanjangan tangan Puskesmas yang memberikanpelayanan dan pemantauan kesehatan yangdilaksanakan secara terpadu. Masyarakatinternasional menghargai kesuksesan usahapemerintah Indonesia dalam memberikan pelayanandasar melalui pemberdayaan masyarakat sepertiPosyandu, sehingga tidak sedikit negara lain yangikut mencontoh menerapkan program ini di negaramereka.

    Namun ketika Indonesia mengalami krisisekonomi di tahun 1997, kegiatan Posyandu ikutmenerima dampaknya. Perubahan sistempemerintahan menjadi desentralisasi mengakibatkankegiatan Posyandu sangat tergantung padakemampuan dan komitmen pemerintah daerah.Kemampuan dan kesadaran masyarakat lokal yangterkena dampak krisis ekonomi juga sangatmempengaruhi efektivitas fungsi Posyandu.

  • Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 4 Desember 2010 171

    Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

    Melihat kemunduran kinerja Posyandu,pemerintah melihat perlunya merevitalisasi Posyandudengan mengeluarkan surat edaran Menteri DalamNegeri No. 411/1999 yang kemudian diperbaharuikembali tahun 2001.5 Program revitalisasi Posyandudiharapkan dapat meningkatkan fungsi kerja dankinerja Posyandu sehingga mampu mengurangidampak krisis ekonomi terhadap penurunan statusgizi dan kesehatan ibu dan anak. Pelaksanaannyadiselenggarakan dengan dukungan LembagaKesehatan Masyarakat Desa, tim penggerakPembinaan Kesejahteraan Keluarga, LembagaSwadaya Masyarakat, sektor swasta dan sektorterkait serta lembaga donor yang berminat. Namundalam perkembangannya, instruksi ini tidak berjalandengan optimal dan dirasakan perlu mengoptimalkankembali fungsi Posyandu. Pada tahun 2007pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri tentangPedoman Pembentukan Kelompok Kerja OperasionalPembinaan Posyandu. Menurut peraturan baru ini,pembinaan penyelenggaraan/pengelolaan Posyanduharus dibantu oleh kelompok kerja (Pokja) yang beradabaik di tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Penyelenggaraan Posyandudilakukan oleh kader yang merupakan anggotamasyarakat yang dipilih, bersedia, mampu danmemiliki waktu untuk melakukan kegiatan Posyandu.6Pemerintah daerah saat ini berusaha menjalankanperaturan ini sesuai dengan kemampuan masing-masing.

    Walaupun belum dijalankan di seluruh wilayahnegara, usaha pemerintah menunjukkan hasil yangpositi f . Survei nasional pada tahun 2007memperl ihatkan bahwa selain Puskesmas,Posyandu merupakan sarana kesehatan yangpenting bagi masyarakat. Sebanyak 45,5%pengasuh membawa anaknya ke Posyandu secarateratur (4 kali berturut-turut). Pos Pelayanan Terpadu(Posyandu) merupakan tempat yang paling banyakdikunjungi untuk penimbangan balita yaitu sebesar78,3%. Alasan utama pengasuh membawa anaknyake Posyandu adalah untuk memantau kesehatananak, mendapatkan imunisasi, pengobatan,pemberian suplemen gizi dan makanan tambahanbagi anak mereka. Pos Pelayanan Terpadu(Posyandu) juga merupakan ujung tombakpemerintah dalam pendistribusian kapsul vitamin Abagi balita. Sebanyak 71,5% anak umur 6-59 bulanyang menerima kapsul vitamin A, dengan cakupandaerah perkotaan (74,4%) lebih tinggi dibandingkandengan di pedesaan (69,7%).1 Kinerja dan dedikasikader dalam menjalankan kegiatan Posyandu tentusaja sangat berperan dalam pencapaian ini.

    Peranan kader Posyandu terkait denganmasalah gizi anak

    Secara teknis, tugas kader yang terkait dengangizi adalah melakukan pendataan balita, melakukanpenimbangan serta mencatatnya dalam KartuMenuju Sehat (KMS), memberikan makanantambahan, mendistribusikan vitamin A, melakukanpenyuluhan gizi serta kunjungan ke rumah ibu yangmenyusui dan ibu yang memiliki balita. Kaderdiharapkan berperan aktif dan mampu menjadipendorong, motivator dan penyuluh masyarakat.

    Kader diharapkan dapat menjembatani antarapetugas/ahli kesehatan dengan masyarakat sertamembantu masyarakat mengidentif ikasi danmenghadapi/menjawab kebutuhan kesehatanmereka sendiri. Kader juga diharapkan dapatmenyediakan informasi bagi pejabat kesehatanberwenang yang mungkin tidak dapat mencapaimasyarakat langsung, serta mampu mendorongpara pejabat kesehatan di sistem kesehatan agarmengerti dan merespons kebutuhan masyarakat.Kader dapat membantu mobilisasi sumber dayamasyarakat, mengadvokasi masyarakat sertamembangun kemampuan lokal.

    Faktor internal dan eksternalFaktor yang mempengaruhi kinerja kader sangat

    kompleks dan bervariasi antara satu daerah dengandaerah lain. Selain faktor internal seperti usia, lamadedikasi, pengalaman, status sosial, keadaaneknonomi dan dukungan keluarga; faktor eksternalseperti kondisi masyarakat dan instansi kesehatanjuga mempengaruhi motivasi dan retensi kader.Manfaat non-finansial juga sangat penting bagisuksesnya suatu program kader. Hasil diskusikelompok terfokus (tidak dipublikasi) yang dilakukanpenulis menunjukkan bahwa kader merasa bahagiadan bangga dengan tugas yang dijalankan karenamereka telah dianggap sebagai bagian dari sistemkesehatan dan pemerintahan, yaitu dengan adanyasupervisi dan pertemuan yang konsisten denganPuskesmas serta menerima penyuluhan yang teratur.Walaupun akan lebih merasa dihargai bila merekamendapatkan manfaat finansial maupun non-finansial,tetapi kader pada umumnya menerima dengan ikhlas.Kader sangat bangga bila harapan mereka tercapaiyaitu masyarakat aktif datang ke Posyandu secarateratur sehingga masyarakat mampu menjagakesehatan dan gizi anak mereka. Untuk itu demisuksesnya Posyandu, diharapkan petugas kesehatanselaku pelaksana program setempat mampu melihatpotensi dan permasalahan di lingkungan kerja masing-masing. Bhattacharyya K. dkk7, telah membuat

  • 172 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 4 Desember 2010

    Dwi Nastiti Iswarawanti: Kader Posyandu: Peranan dan ...

    Tabel 1. Faktor yang mendorong dan menghambat kinerja kader Dorongan Hambatan Faktor finansial yang mendorong secara individu

    Adanya remunerasi/manfaat materi yang memuaskan

    Remunerasi yang tidak konsisten

    Adanya peluang menjadi karyawan yang digaji

    Insentif berubah secara nyata

    Distribusi insentif yang tidak sama dengan kader lainnya

    Faktor non-finansial yang mendorong secara individu

    Adanya penghargaan dan penghormatan masyarakat terhadap karya kader

    Bila kader bukan berasal dari masyarakat lokal

    Mendapatkan keterampilan yang bernilai Kurangnya pelatihan penyegaran bagi kader Pertumbuhan dan pengembangan diri Kurangnya supervisi Adanya dukungan antar kader Beban/waktu yang berlebihan Adanya asosiasi kader Kurangnya penghargaan dari petugas

    kesehatan

    jam kerja y

    Adanya alat bantu untuk identifikasi kader (label, kaos) maupun untuk pekerjaan Status dalam masyarakat Keberpihakan perlakuan bagi kader Peranan yang jelas dan fleksibel dengan

    ang minim Faktor di masyarakat yang memotivasi kader

    Adanya keterlibatan masyarakat dalam pemilihan kader

    Proses pemilihan kader yang tidak tepat

    Adanya organisasi masyarakat yang mendorong kerja kader

    Kurangnya keterlibatan masyarakat pada pemilihan, pelatihan kader dan kurangnya dukungan masyarakat

    Keterlibatan masyarakat dalam pelatihan kader

    Sistem informasi masyarakat Faktor yang memotivasi

    mendukung dan mempertahankan kader

    Menyaksikan perubahan nyata Harapan dan peranan yang tidak jelas (cara preventif versus kuratif) Perilaku kader yang tidak tepat Tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat

    masyarakat untuk

    fasilitas kesehatan tersedia Kebijakan/peraturan yang mendorong kader Menyaksikan perubahan yang nyata Adanya dana dari pemerintah/masyarakat untuk mensupervisi kegiatan

    Memberdayakan masyarakatAsosiasi kaderKemampuan merujuk masyarakat ke

    Faktor yang memotivasi staf kesehatan guna mendorong dan mempertahankan kader

    Kurangnya staf dan peralatan

    Tantangan kader dan pemberdayaannya dimasa mendatang

    Meski Posyandu sangat diperlukan dan pentingperanannya bagi pemerintah, namun kenyataannyasecara nasional hanya 27,3% rumah tangga yangtelah memanfaatkannya. Sebanyak 62,5% rumahtangga tidak memanfaatkan Posyandu karena tidakmembutuhkan, dan 10,3% rumah tangga tidakmemanfaatkan Posyandu untuk alasan lainnya.1

    Mengingat tingginya harapan pemerintah padapartisipasi kader, maka perlu dipertanyakan seberapajauhkah kemampuan yang harus dipenuhi olehseorang kader untuk menjalankan tugas yangdibebankan? Bagaimanakah kinerja dankemampuan kader saat ini di lapangan? Usahapemberdayaan apakah yang telah diberikan olehpemerintah? Apakah kader merasakan manfaat daritugas yang dijalankannya? Bagaimanakah menjagakomitmen dan motivasi agar mereka bertahanmengabdi sebagai kader?

    mereka akan lebih dihargai bila mendapat perhatiandari pemerintah misalnya dengan diberi pelatihanyang konsisten dan mereka bangga bila ilmu yangmereka miliki maupun yang didapatkan dari pelatihandapat berguna bagi keluarga mereka sendiri maupunlingkungan sekitar. Terlebih lagi bila bermanfaat baginegara. Namun sayangnya pelatihan biasanyadiberikan secara sporadis, dengan alasanketerbatasan sumber daya daerah atau kondisi desatidak memenuhi kriteria (yang dibuat sendiri olehpemerintah lokal) untuk diberi pelatihan. Akibatnyakegiatan diberikan tidak menyeluruh dan tidakmungkin mencakup semua Posyandu. Untuk ituperlu dipikirkan suatu jalan keluar yang sistemastis.Pembentukan pelatihan maupun pendidikan informalyang tepat guna dan berkesinambungan dapatmenjadi suatu alternatif dalam pengelolaanpemberdayaan kader. Misalnya, perlunya dibentuksuatu cabang pendidikan kesehatan dimana para

    ringkasan tentang faktor yang mempengaruhi danmenghambat kinerja kader seperti yang ditampilkanpada Tabel 1.

    Berdasarkan diskusi kelompok terfokus yangdilakukan penulis, pada umumnya kader merasacukup dengan ilmu yang mereka miliki. Namun

  • Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 4 Desember 2010 173

    Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

    lulusan nantinya dapat menjadi pendidik bagi tenagakesehatan sukarela termasuk kader.

    Mengingat bahwa kader diharapkan dapatmemberdayakan masyarakat guna menurunkantingkat kematian anak maka kader perlu diberikanmateri pelat ihan yang mencakup tentang3,8:1). Pentingnya pemberian ASI eksklusif hingga usia6 bulan, 2). Mempertahankan Pemberian ASI hinggausia 2 tahun atau lebih, 3). Pemantauanpertumbuhan balita, pengisian dan interpretasi KMS,4). Kebutuhan energi, zat besi, dan vitamin A yangharus dipenuhi dari MP-ASI berbasis lokal, 5). Jumlah,variasi dan frekuensi pemberian makan dalam sehari,6). Pemberian makan pada anak sakit dan masapemulihan, 7). Pemilihan bahan baku dan penyiapanMP-ASI yang higienis dan bergizi, 8). Keterampilanmemberikan informasi, 9). Keterampilan konselingtermasuk didalamnya keterampilan membangunpercaya diri dan memberi dukungan, keterampilanmengamati interaksi antara pengasuh dan anak.

    Metode pelatihan diberikan secara interaktifdengan teknik pembelajaran orang dewasa sehinggadapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilanmereka seperti misalnya seminar, kunjunganlapangan, latihan praktik, peragaan menyiapkan MP-ASI, permainan kuis, bermain peran dan sebagainya.

    KESIMPULAN DAN SARANPentingnya peranan kader dalam

    memberdayakan masyarakat guna menurunkantingkat kematian bayi dan balita di Indonesia tidakdiragukan lagi.

    Peningkatan motivasi dan komitmen kader perludiberikan tidak saja dalam bentuk insentif materilnamun juga dalam bentuk apresiasi dan dukunganmoral. Kader harus memiliki persyaratan dasar baikpengetahuan dan keterampilan agar mereka dapatefektif dalam menjalankan peranannya.

    Suatu cara yang sistematis danberkesinambungan perlu dilakukan. Pemerintahdapat membentuk suatu cabang pendidikan

    kesehatan yang para lulusan nantinya dapat menjadipendidik bagi tenaga kesehatan sukarela termasukkader.

    Salah satu kurikulum yang perlu dimasukkanadalah pendidikan tentang teknik konsultasi dantentang MP-ASI yang tepat guna sehingga kadermempunyai keterampilan yang memadai dalammemberi masukan atau nasehat bagi pengasuh.

    KEPUSTAKAAN1. Departemen Kesehatan RI. Laporan Nasional

    Riset Dasar Kesehatan 2007. Badan Penelitiandan Pengembangan Kesehatan. DepartemenKesehatan. Jakarta.2008.

    2. Departemen Kesehatan. Survei Gizi Mikro.Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.Departemen Kesehatan. Jakarta. 2006.

    3. WHO. Global Strategy for Infant and Young ChildFeeding. WHO/UNICEF. Geneva.2003.

    4. Departemen Kesehatan RI. PedomanPengelolaan Posyandu, Cetakan Ke 1,Jakarta.2005.

    5. Departemen Dalam Negeri RI. Surat EdaranMenteri Dalam Negeri No.411.3/1116/SJ.Pedoman Revitalisasi Posyandu. Jakarta.2001.

    6. Departemen Dalam Negeri RI. PedomanPembentuan Kelompok Kerja OperasionalPembinaan Pos Pelayanan Terpadu. PeraturanMenteri Dalam Negeri No 54 Tahun 2007.Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakatdan Desa. Departemen Dalam Negeri RI.Jakarta. 2007.

    7. Bhattacharyya K, dkk. Community HealthWorker Incentives and Disincentives: How TheyAffect Motivation, Retention and Sustainability.Basic Support for Institutionalizing Child SurvivalProject (BASIC II). Virginia, USA. 2001.

    8. World Health Organization. ComplementaryFeeding Counseling: Training Course. TrainerGuide-Participant Manual. Geneva. 2004.