I.pdf
-
Upload
siti-thohairoh-tablawi -
Category
Documents
-
view
94 -
download
2
description
Transcript of I.pdf
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. OLEOKIMIA
Oleokimia pada dasarnya merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari
trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta
turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi,
maupun sabun.
Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai
bahan bakunya. Asam lemak bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama
minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk
hidup. Asam lemak ini mudah dijumpai dalam minyak masak (minyak goreng), margarin,
atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya.
Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis)
maupun yang terikat dengan gliserida. Asam lemak merupakan salah satu basic
oleochemical (Tambun, 2006).
Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah dalam
bentuk turunannya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan
bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, amina asam
lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik yang berasal
dari hewan maupun tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak.
Penggunaan terbesar dari pada asam lemak adalah dengan mengubahnya menjadi
alkohol asam lemak, plastik dan nilon (hampir mencapai 40% dari total penggunaannya).
Penggunaan terbesar berikutnya sebesar 30% untuk dijadikan sabun, deterjen, dan
kosmetik. Asam lemak juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan resin dan cat sekitar
15%, sisanya digunakan dalam idustri pembuatan ban, tekstil, kulit kertas, pelumas dan
lilin (Richtler dan Knaut, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Diagram Alur Oleokimia
Bahan Dasar Bahan Dasar Oleokmia Turunan Oleokimia
Minyak/ Lemak
Asam Lemak
Amina Asam Lemak
Alkohol Amina
Asam Lemak Asam Lemak
Metil Ester Asam Lemak
Gliserol
Diikuti reaksi-reaksi
Seperti :
Amidasi
Klorinasi
Epoksidasi
Hidrogenasi
Sulfonasi
Transesterifikasi
Esterifikasi
saponifikasi
Profilen, parafin
Dan Etilen
: Alami (Richtler and Knaut,1984)
: Sintesis
2.2. Asam Lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau
minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Dan
kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen
asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992). Asam lemak merupakan asam
monokarboksilat yang memiliki rantai atom karbon yang lurus, mulai dari atom C-4 yang
terdapat didalam lemak (C1-C3 biasanya tidak terdapat dalam lemak) dan ditemukan
sebagai hasil hidrolisis dari lemak. Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran
dari trigliserida yang berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya
(Christie, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak jenuh hanya memilki ikatan tunggal diantara atom-atom karbon penyusunnya,
sementara asam lemak tak jenuh memilki paling sedikit satu ikatan ganda diantara satu
atom-atom karbon penyusunnya (Tambun, 2006).
Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya,
dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya. Asam lemak
tidak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis, walaupun sebagian kecil dalam bentuk
trans. Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan
bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga mempengaruhi
titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair akan semakin meningkat dengan semakin
panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair akan semakin menurun
dengan bertambahnya ikatan rangkap, sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik cair
yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah atom
karbon yang sama. Posisi asam lemak pada molekul trigliserida juga mempengaruhi titik
cair minyak dan lemak. Posisi asam lemak yang simetris dalam molekul trigliserida
mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi yang tidak simetris.
Asam lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap antara atom C dengan atom C
lainnya adalah lurus, sedangkan asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap bentuk
ikatan antara atom C dengan atom C lainnya agak membengkok (Seager,1994).
Asam lemak dengan jumlah atom C lebih dari 12 tidak larut dalam air dingin maupun
air panas, tetapi dengan jumlah rantai atom karbon yang pendek bersifat larut dalam air,
demikian juga sifat kelarutan garam dari asam lemak yang mempunyai berat molekul
rendah dan tak jenuh lebih mudah larut dalam alkohol dari pada garam dari asam lemak
yang mempunyai berat molekul tinggi dan jenuh (Winarno, 1984). Asam oleat mempunyai
rantai karbon yang sangat panjang dengan asam stearat, tetapi suhu kamar, asam oleat
berupa zat cair. Disamping itu, makin banyak jumlah ikatan rangkap makin rendah titik
leburnya (Poedjiadi,1994)
Sifat fisik dan fisiologi asam lemak ditentukan oleh panjang rantai dan derajat
ketidakjenuhan, semakin panjang rantai atom karbon maka titik cair asam lemak semakin
tinggi. Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan asam lemak maka titik cairnya semakin
Universitas Sumatera Utara
rendah, serta asam lemak yang berstruktur trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari
pada yang berstruktur cis (Ketaren, 1986).
Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua
bentuk cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis. Asam
lemak trans hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis.
Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak
trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan
rantainya tetap relatif lurus (Tambun, 2006)
Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam
lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat asam linoleat, asam linolenat dengan titik cair yang
rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak
mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik
cair yang lebih tinggi. Secara alamiah asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1
sampai C8 berwujud cair, sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat (Ketaren,
1986). Berbagai jenis asam lemak dan sumbernya ditunjukkan pada tabel 2.2. dan tabel 2.3.
Tabel 2.2. Contoh asam lemak tidak jenuh dan sumbernya
Nama Asam Struktur
Sumber
Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H
Lemak hewani
dan nabati
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H
Lemak hewani
dan nabati
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H
Minyak nabati
Linilenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2= CH(CH2)7CO2H
Minyak biji
rami
Tabel 2.3. contoh asam lemak jenuh dan sumbernya
Nama Asam Struktur Sumber
Butirat CH3(CH2)2CO2H
Lemak susu
Palmitat CH3(CH2)14CO2H
Lemak hewani dan nabati
Stearat CH3(CH2)16CO2H
Lemak hewani dan nabati
(Poedjiadi,1994)
Universitas Sumatera Utara
2.3. Asam Oleat
Asam oleat atau asam heptadekana-8,1-karboksilat merupakan penyusun dari lemak-
lemak tanaman atau hewan. Asam oleat dapat dipisahkan dari zat tersebut dengan cara
hidrolisis, sebagian asam oleat berada bersama-sama dengan asam stearat dan asam
palmitat. Struktur asam oleat adalah CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH. Asam lemak yang
tidak jenuh ini masing-masing mempunyai bentuk cis yaitu asam oleat dan trans dari asam
elaidat sering juga disebut asam allooleat. Asam oleat membentuk cis karena mempunyai
titik lebur yang rendah dan mempunyai panas pembakaran yang lebih tinggi (Hardjono,
2005).
Asam oleat dapat dioksidasi dengan oksidator KMnO4 maupun ozon untuk
menghasilkan asam azelat (asam 1,9-nonanadioat) dan asam pelargonat (asam nonanoat).
Asam azelat tersebut bila diamidasi dengan menggunakan amonium ataupun urea dapat
membentuk senyawa amida azelat (Tarigan,1998).
Asam oleat, asam linoleat dan linolenat biasanya terdapat bersama dengan asam
lemak lain seperti asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat dan asam lemak
lainnya. Asam lemak tidak jenuh tersebut dapat diubah ke berbagai bentuk turunanya
antara lain dalam pembentukan ester asam lemak dengan poliol seperti sorbitol, manitol
dan sebagainya untuk membentuk surfaktan. Ester asam lemak dengan poliol tersebut
memiliki sifat surfaktan karena disamping memiliki gugus ester juga masih memiliki
gugus hidroksil sehingga terjadi keseimbangan antara gugus yang bersifat lipofil dengan
gugus yang bersifat hidrofil (Tarigan, 2005).
Penelitian tentang asam oleat telah banyak dikembangkan, misalnya dalam
pembuatan bahan bakar alternatif (biodiesel). Asam oleat dikonversi menjadi produk
biodiesel di unit reaksi dengan penambahan alkohol dan katalis, kemudian dimurnikan di
unit pemisahan (Kusmiyati, 2008).
Selain digunakan sebagai bahan bakar alternatif, asam oleat juga dapat digunakan
sebagai bahan dasar dalam sintesis poliuretan dengan mereaksikan Asam oleat dengan 44
metilen-4,4'-difenildiisosianat (Mukhozim,F.2006).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Epoksida
Epoksida terdiri dari tiga lingkar cincin yang mengandung oksigen dan memiliki
tarikan tinggi akibat sudut ikatannya yang tajam. Eposida ini mudah terkena serangan
nukleofilik karena elektronegativitas oksigen yang menyebabkan terpolarisasinya ikatan C-
O (Bresnick,2002). Penamaan epoksida disebut dengan oksirana. Epoksida sederhana
disebut dengan etilena oksida.
Senyawa epoksi merupakan produk komersial yang dapat diaplikasikan untuk beberapa
kegunaan seperti pelentur (plasticizer), stabilizer dan coating pada resin polimer, serta
merupakan anti oksidan pada pengolahan karet alam. Yamamura (1989) menyebutkan
senyawa epoksi juga dapat digunakan sebagai surfaktan dan agen anti korosi, aditif pada
minyak pelumas (Sadi, 1995), bahan baku pestisida (Ahmad,1984), dan meningkatkan
fleksibilitas, elastisitas kekuatan dan untuk mempertahankan stabilitas polimer, dimana
senyawa epoksi bertindak sebagai penerima asam HCl yang terbentuk mengkatalisa lebih
jauh pemecahan polimer (thermal, fotokimia, dan oksidatif). Oleh sebab itu epoksida dalam
kombinasi dengan logam alkoksida lainnya menggantikan atom klorin yang aktif sebagai
ligannya. Vinyl klorida mempolimerisasi dengan mekanisme radikal bebas dan sebaiknya
memberikan struktur kepala hingga ekor yang biasa, tetapi karena tidak efisiennya
penyebaran dan pengakhiran, titik mulai dari degradasi lebih jauh akan terjadi. Terdapat
hubungan baik antara ketidakstabilan PVC dan temperature tertinggi yang dapat diraih.
Beberapa penyidik menemukan 0,9 ikatan rangkap per PVC makromolekul tetapi tehnik
brominasi mengindikasikan bahwa nilai tersebut kebih rendah (Bhatnagar,M.S.2004)
Senyawa epoksida mengandung gugus oksiran yang dibentuk melalui reaksi
epoksidasi antara asam peroksi (perasam) dengan olefinat atau senyawa aromatik tidak
jenuh. Reaksi epoksidasi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu, pembentukan asam
peroksi yang selanjutnya digunakan untuk reaksi epoksidasi dan reaksi epoksidasi secara
in-situ. Proses epoksidasi yang dilakukan secara in-situ labih aman jika dibandingkan
dengan reaksi epoksidasi melalui pembentukan asam peroksi. Selain itu juga pada reaksi
epoksidasi dengan cara tersebut akan dihasilkan dua fase dalam campurannya, yaitu fase
air dan fase minyak. Selama reaksi epoksidasi berlangsung asam peroksi (perasam)
Universitas Sumatera Utara
mengoksidasi ikatan rangkap, sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap dan pembentukan
gugus oksiran (Nasution,S.,2006).
Metode yang umum digunakan untuk mensintesis epoksida adalah reaksi alkena
dengan asam peroksida dan prosesnya dinamakan epoksidasi (Riswiyanto, 2002).
Peroksida merupakan sumber elektrofilik oksigen dan bereaksi dengan nukleofilik ikatan
dari alkena.
Alkena dapat dioksidasi menjadi aneka ragam produk, bergabung pada regensia yang
digunakan. Reaksi yang melibatkan oksidasi ikatan rangkap karbon-karbon dapat
dikelompokkan menjadi dua gugus umum :
1. Oksidasi ikatan π tanpa memutuskan ikatan sigma
2. Oksidasi ikatan π yang memutuskan ikatan sigma
Produk oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksida atau 1,2 diol.
Regensia yang paling populer dipakai untuk mengubah alkena menjadi 1,2 diol adalah
larutan kalium permanganat (dalam air) basa dan dingin (meskipun biasanya reagensia ini
memberikan rendemen yang rendah). Osmium tetraoksida (OsO4) diikuti dengan regensia
seperti Na2SO3 atau NaHSO3 menghasilkan diol dengan rendemen yang lebih baik, tetapi
penggunaan terbatas karena mahal dan bersifat racun (Fessenden, 1997).
Senyawa epoksida pada sintesa organik merupakan zat antara yang potensial
dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga
keperluan tentang oksidasi maupun kondisi reaksi, keberlanjutan hasil reaksi maupun
manfaat hasil reaksi terus dikembangkan(Wisewan,1978).
Epoksida dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna
terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada
kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk berbagai
jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin,
dan polimer seperti poliuretan yang reaksinya dapat ditunjukkan dibawah ini (Harry,
2005) (Gambar 2.1.).
Universitas Sumatera Utara
OH H
R' Rx
R''OH
RNH2RCOOH
H3O+
R''OCHCHOHHOCHCHOH
RNHCHCHOHRCO2CHCHOH
RxRx
R'
R'
Rx
R'RxR'
Gambar 2.1. Reaksi Epoksida dengan Berbagai Senyawa Kimia
Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul
olefin :
1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri
dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim.
2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali
dengan hidrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi
3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan
garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan
rangkap.
4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang
digunakan karena dapat menyebabkan degradasi dari minyak menjadi senyawa
yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam karboksilat berantai pendek
sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang efisien untuk epoksida
minyak nabati (Goud,2006).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum reaksi epoksidasi dan dilanjutkan dengan hidrolisis dituliskan sebagai
berikut:
R C OH
O
+ H2O2H+
R C O OH
O
+ H2O
Asam Karboksilat Peroksida
R C O OH
O
Asam ferformat
+ CH
CH
CH CH
O+ R C OH
O
CH CH
O
H2O HC CH
OH OH
OlefinEpoksida
Epoksida
CH CH
O
Epoksida
+ R C OH
O
CH2(OH) CH(OCOR)
Asam ferformat
Gambar 2.2. Reaksi Epoksidasi dan Hidrolisis
2.4. Ester Asam Lemak
Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam
lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya teresterkan tidak dengan asam lemak
tetapi dengan phosphat seperti pada phospholipid. Disamping itu ada juga ester antara asam
lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti yang terdapat dalam minyak
jojoba. Dalam hal ester asam lemak yang dimaksud adalah ester hasil sintesis ataupun
transformasi maupun polialkohol.
Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan
surfaktan, aditif, dan deterjen (Endo,1997). Senyawa ester dapat dibentuk beberapa cara,
yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Esterifikasi
R-C-OH
O
R'-OH R-C-OR'
O
H2O
b. Interesterifikasi
R-C-OR'
O
R"-C-OR*
O
R-C-OR*
O
R"-C-OR'
O
c. Alkoholisis
R-C-OR'
O
R"-OH R-C-OR"
O
R'-OH
d. Asidolisis
R-C-OR'
O
R"-C-OH
O
R"-C-OR'
O
R-C-OH
O
(Ghandi,1997)
Ester merupakan turunan dari asam karboksilat, dimana dapat dibentuk melalui reaksi
langsung antara suatu asam karboksilat dengan alkohol yang disebut dengan reaksi
esterifikasi (Shreve,1956).
Yang dikelompokkan sebagai ester asam lemak meliputi:
1. Ester karboksilat tunggal dengan panjang rantai karbon mulai dari C6 sampai
C20
2. Ester asam lemak yang hanya mengandung karbon, hidrogen dan oksigen
3. Ester alkohol daari asam lemak tersebut diatas termasuk juga dalam kelompok
ester asam lemak
Ester yang paling sederhana adalah metil ester asam lemak yang dapat dihasilkan
melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol. Ester asam lemak sering
dimodifikasi untuk digunakan sebagai bahan makanan, surfaktan, polimer, sintesis, zat
aditif, bahan kosmetik, dan kebutuhan lain (Meffert,1984). Metil ester asam lemak yang
merupakan bagian dari pada ester asam lemak mono alkohol merupakan zat antara dalam
industri oleokimia disamping dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel (Ozgul, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Ester diturunkan dari asam dengan mengganti gugus –OH dan gugus –OR. Ester
dinamai dengan cara yang sama dengan garam asam karboksilatnya. Bagian R dari gugus –
OR ditulis dahulu, diikuti dengan nama asam dengan akhiran –at. Bila asam karboksilat
dan alkohol dipanaskan dengan kehadiran katalis asam (biasanya HCl atau H2SO4)
kesetimbangan tercapai dengan ester dan air, proses ini disebut dengan esterifikasi Fischer
(Hart, 2003).
Ester biasanya dipreparasi dari asam atau klorida asam. Asam karboksilat diubah
secara langsung menjadi ester melalui reaksi substitusi nukleofilik (SN2) garam karboksilat
dengan alkil halida primer atau melalui reaksi asam dengan alkohol. Klorida asam
dikonversikan menjadi ester melalui reaksi dengan alkohol dalam suasana basa (Murry,
1994).
C
R OH
O
C
R O-Na+
O
C
R OR'
O
C
R OR'
O
C
R Cl
O
C
R OR'
O
R'X
reaksi SN2
R'OH
Piridin
NaOH
R'OH
H+ katalis
SOCl2
Gambar 2.3. Reaksi Esterifikasi dengan Berbagai Macam Katalis
Banyak senyawa ester yang terdapat di alam memiliki aroma, seperti metil butanoat
yang merupakan minyak dalam buah nanas dan isopentil asetat yang terdapat dalam buah
pisang. Senyawa ester sintesis dalam industri digunakan untuk berbagai macam produk,
seperti dialkil ftalat sebagai plastilizer (menjadikan plastik rapuh) pelarut dan sebagainya
(Riswiyanto, 2002).
Eesterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan dari reaksi adisi
dan reaksi penataan ulang eliminasi (Davidek, 1990). Esterifikasi juga dapat didefenisikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol (Gandhi, 1997). Esterifikasi dapat
dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat
dan asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya metanol, etanol, 1-propanol,
1-butanol, amyl alkohol, dan lain-lain (Ozgulsun, 2008). Asam anorganik yang digunakan
sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam
konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat.
Cara lain dalam pembentukan ester adalah dengan melewatkan HCl kedalam
campuran reaksi tersebut dan direfluks. Cara ini dikenal dengan nama metode Fischer-
Speier. Esterifikasi tanpa katalis dapat juga dilakukan dengan satu molekul asam
karboksilat dan satu pereaksi secara berlebih. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh
dehidrasi yang artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat
dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non polar seperti misalnya
benzen dan kloroform sehingga air yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang
digunakan atau dengan manambahkan molekular sieves (Yan, 2001).
Esterifikasi asam karboksilat dengan asam alkohol merupakan reaksi reversibel. Bila
asam karboksilat diesterkan, digunakan alkohol berlebih. Untuk membuat reaksi
kebalikannya, yakni hidrolisis berkataliskan asam dari ester menjadi asam karboksilat
digunakan air berlebihan. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke arah sisi asam
karboksilat (Fessenden, 1999).
2.6. Penggunaan Alkil Ester
Dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan, senyawa ester asam lemak sudah
banyak diperoleh secara sintesis, misalnya alkil ester sederhana, ester dari alkohol, ester
aromatik, ester dari polihidroksi alkohol dan ester kompleks seperti selulosa, tepung dan
senyawa-senyawa yang sejenis (Markley, 1961).
Alkil ester dapat digunakan sebagai bahan antara bagi asam-asam lemak dalam
memproduksi sejumlah turunannya. Penggunaannya sebagai bahan antara untuk
menghasilkan senyawa lain sangat menguntungkan karena untuk memperolehnya
membutuhkan bahan yang relatif murah. Dalam bentuk alkil ester juga mempermudah
Universitas Sumatera Utara
proses destilasi fraksinasi dibandingkan dengan asam lemak karena alkil ester mempunyai
titik didih yang lebih rendah (Farris, 1979).
Ester asam lemak telah memulai peranan penting dari segi komersial. Karena
merupakan bahan yang penting dalam industri kosmetik, tekstil, karet, plastik dan minyak
pelumas (Rain, 1995).
Sebagai contoh yang dikenal populer adalah monoester dari minyak jojoba. Beberapa
monoester dari minyak tersebut adalah sebagai tertera pada gambar dibawah ini :
Nama Struktur
Brassidyl
brassdate
C44H84O2
CH3(CH2)7C C (CH2)11C
O
O (CH2)12C
H
C
H
(CH2)7 CH3
H
H
Brassidyl
Ecurate
C44H84O2
CH3(CH2)7C C (CH2)11C
O
O (CH2)12C
H
C
H
(CH2)7 CH3
H H
Erucyl
brassdate
C44H84O2
CH3(CH2)7C C (CH2)11C
O
O (CH2)12C
H
C (CH2)7 CH3
H
H H
Erucyl
Ecurate
C44H84O2
CH3(CH2)7C C (CH2)11C
O
O (CH2)12C
H
C (CH2)7 CH3
H HH
Gambar 2.4. Senyawa monoester dari minyak jojoba (Galun shaubi,1984)
Minyak jojoba yang berasal dari biji tumbuhan semak dari tanah gurun yang dikenal
sebagai tumbuhan Simmoadsia. Minyak jojoba yang bersal dari tumbuhan ini sangat stabil
terhadap oksidasi dan memiliki rasa yang lembut serta rasa yang nyaman pada permukaan
kulit tanpa adanya bekas sinar bahan berminyak (Wilson, 1992).
Oleh karena itu relatif sulit untuk memperoleh minyak jojoba, bila dibandingkan
dengan sumber minyak nabati lainnya, maka diupayakan untuk mensintesis monoester
Universitas Sumatera Utara
yang mendekati sifat lilin minyak alam tersebut. Diantaranya dengan mereaksikan oleil
alkohol dengan asam oleat dengan adanya katalis zeolit-y untuk monoester oleil oleat
(Sanches, 1992).
Oleil oleat juga telah di esterifikasi dengan cara mereaksikan oleil klorida dengan
natrium oleat yang menggunakan tridodekilamina hidroklorida sebagai katalis perpindahan
dua fase (Brahmana, 1993). Ester asam lemak banyak juga digunakan sebagai surfaktan
seperti ester sukrosa, glukosa, sorbitol, fruktosa dengan menggunakan pelarut dimetil
formamida pada suhu tinggi (Hajime, 1984).
Ester-ester asam lemak merupakan grup yang sangat besar dari senyawa-senyawa
yang terdiri dari ester alam dan sintesis. Ester sintesis ini termasuk alkil ester sederhana
ester dari alkohol aromatik, ester dari alkohol polihidrat dan ester yang lebih kompleks
seperti selulosa dan pati.
Metil ester asam lemak dapat ditransformasikan menjadi beberapa senyawa kimia
lain yang banyak kegunaannya dan juga bahan baku untuk sintesis lanjut seperti
penggunaan metil ester sebagai bahan untuk memproduksi alkanolamida yang digunakan
langsung sebagai surfaktan non ionik, emulsifier, pengental dan bahan pembantu dalam
pembuatan sifat plastis. Sedangkan asam lemak alkohol digunakan sebagai aditif dalam
bidang farmasi dan kosmetik (C16-C18), sebagai pelumas dan bahan pembantu dalam
pembuatan sifat plastis, tergantung pada panjang rantai karbonnya. Sedangkan isopropil
ester juga digunakan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan plastis dan emolien. Metil
ester asam lemak lebih lanjut digunakan dalam pembuatan ester asam lemak karbohidrat
(sukrosa polyester) yang diaplikasikan sebagai surfaktan non ionik atau minyak makan non
kalori. Disamping itu, ester asam lemak karbohidrat juga dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif pengganti atau substituen untuk mesin diesel (Manurung, 2006)
Minyak nabati merupakan salah satu hasil tanaman yang berpotensi sebagai sumber
hidrokarbon atau sumber energi di indonesia. Namun minyak tersebut tidak bisa digunakan
secara langsung karena memiliki viskositas yang tinggi, angka setan yang rendah, adanya
asam lemak bebas, volalitas yang rendah, adanya gum dan terbentuknya endapan yang
tinggi bila digunakan sebagai bahan bakar secara langsung (Fangrui Ma, 1999). Oleh
karena itu, harus diubah kebentuk lain yaitu menjadi alkil ester.
Universitas Sumatera Utara
Ester alkil dari asam-asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani
yang mengandung trigliserida dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dengan
reaksi esterifikasi atau reaksi transesterifikasi ( Joelianingsih, 2006). Saat ini perhatian atas
rekayasa pada reaksi esterifikasi dan produk esternya telah semakin meningkat, terutama
setelah alkil ester (metil ester, etil ester dan profil ester) memiliki karakteristik sebagai
solar bio, sehingga dapat menggantikan bahan bakar fosil (Susanto,2008). Secara kimia
biodiesel merupakan mono alkil ester atau metil ester dengan jumlah rantai atom C antara
12 sampai dengan 20 ( Darnoko, 2001 ).
Biodiesel memiliki persamaan sifat fisis dan sifat kimia dengan petroleum diesel
(solar) sehingga biodiesel dapat juga dijadikan salah satu campuran solar yang digunakan
untuk bahan bakar mesin-mesin diesel (Bustaman, 2009).
Biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar nabati (BBN) yang diperoleh melalui
proses transesterifikasi minyak dengan bantuan metanol dan natrium hidroksida (NaOH)
sebagai katalis. Biodiesel dapat diperoleh melalui suatu reakasi yang disebut reaksi
esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol
dengan bantuan katalis asam atau basa. Reaksi transesterifikasi minyak nabati dapat
dilakukan dengan mereaksikan minyak yang merupakan trigliserida dengan alkohol dengan
katalis asam atau basa, dan dihasilkan alikil ester asam lemak dengan hasil samping
gliserol. Perbedaan bahan baku minyak atau lemak yang digunakan dalam pembuatan
biodiesel berpengaruh pada jalannya reaksi yang ditempuh dan kualitas serta rendemen
metil ester atau biodiesel yang dihasilkan.
Dalam proses transesterifikasi, pembuatan biodiesel adalah dengan mengubah
trigliserida menjadi alkil ester (umumnya metil / etil ester) dan gliserin, dengan pemecahan
molekul trigliserida / melepaskan tiga asam lemak minyak nabati menggantikan gugus
alkohol dari ester dengan gugus alkohol dari ester dengan gugus alkohol lain dengan
memakai katalis basa atau asam. Proses tersebut bertujuan untuk menurunkan viskositas
dan meningkatkan daya pembakaran minyak, sehingga memenuhi persyaratan yang
ditentukan dan dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak solar untuk mesin
diesel (Susilo,2006). Secara umum reaksi pembuatan ester adalah :
Universitas Sumatera Utara
H2C
CH
H2C
C
C
C
O
O
O
R3
R1
R2+ 3 CH3OH
KOH/NaOH
CH2OH
CHOH
CH2OH
+
R1 C OCH3
O
biodiesel/metil ester
gliserol
metanol
trigliserida
O
O
O
R2 C OCH3
O
R3 C OCH3
O
Sumber utama minyak/lemak (trigliserida) yang potensial untuk dikembangkan
sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak sawit atau crude palm oil (CPO), minyak jarak
pagar atau Crude Jatropha Curcas Oil (CJCO) (Hariadi, 2005) dan juga dari limbah dapat
limbah industri sawit yang disebut minyak parit atau CPO-parit (Wirawan,2004)
2.7. Spektrofotometri Inframerah
Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul
yang di deteksi dan diukur pada spektrofotometer inframerah. Spektra di daerah merah
dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit
saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spektrogram panjang
gelombang vs transmitansi. Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu
molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji
terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif.
Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi peak (%
transmitan) pada panjang gelombang terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diuji dan zat
standart. Spektra inframerah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu gugus fungsi
yang dimiliki oleh senyawa tersebut.
Spektra inframerah biasanya merupakan spektrofotometer berkas ganda dan terdiri
dari empat bagian utama yaitu sumber cahaya, monokromator, kisi difraksi, dan detektor.
1. Sumber cahaya berfungsi untuk memberikan panjang gelombang yang diperlukan untuk
analisa. Berbagai tipe sumber inframerah digunakan sesuai dengan kebutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Monokromator berfungsi untuk mengurangi spektrum sinar menjadi berbagai spektra
sesuai dengan urutan panjang gelombang yang dianalisa yang diperoleh melalui sebuah
slit (celah) panjang gelombang.
3. Contoh ditempatkan pada sebuah sel yang dibuat khusus. Syarat umum dari sel untuk
contoh ini adalah transparan terhadap panjang gelombang yang digunakan. Berarti sel
untuk inframerah harus transfaran terhadap sinar inframerah. Umumnya sel ini terbuat
dari NaCl yang memiliki sifat kekerasan yang mudah larut dalam air.
4. Detektor yang digunakan juga bermacam-macam sesuai dengan tipe instrumenya. Untuk
spektrofotometer infra double beam, data pengukuran transmitans dari sampel diolah
dan ditampilkan dalam betuk spektogram (grafik) yang menggambarkan hubungan
antara frekuensi dan persen (%) transmitans. Spektogram ini berguna untuk identifikasi
secara kualitatif. Alat-alat yang modern kebanyakan menggunakan detektor
“Thermopile”. Dasar kerja thermopile adalah sebagai berikut : jika 2 kawat logam yang
berbeda dihubungkan antara ujung kepala dan ekor akan menyebabkan adanya arus
yang mengalir dalam kawat. Arus yang mengalir akan sebanding dengan intensitas
radiasi yang jatuh dalam thermopile (Braun, 1987).
2.8. Resonansi Magnet Inti Proton
Resonansi magnetik inti proton tipe NMR merupakan suatu metode analisa
penentuan susunan dari gugus fungsi yang pertama sekali diterima dan digunakan secara
luas dalam analisa kimia dan hingga sekarang merupakan bentuk NMR yang paling luas
pemakaiannya.
Adanya medan magnet luas yang sengaja diberikan pada inti atom, maka inti atom
yang berputar pada porosnya hanya dapat memiliki beberapa orientasi yang stabil.
Resonansi magnet inti terjadi ketika inti atom yang berputar dalam orientasi energi rendah
di dalam lingkungan medan magnet mengabsorbsi cukup radiasi elektromagnetik untuk
tereksitasi ke orientasi energi yang lebih tinggi. Karena energi yang dibutuhkan untuk
mengeksitasi berbeda-beda tergantung dari tipe dan lingkungan dari inti atom, maka
spektroskopi dapat digunakan untuk analisa kualitatif.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan dari frekuensi spektral peak antara yang terobsevasi untuk semua inti
atom dalam suatu senyawa referensi dengan yang terobsevasi untuk inti atom yang
diselidiki adalah merupakan pergeseran kimia (chemical shift) dan merupakan karakteristik
dari elektron di sekeliling proton yang dipengaruhi oleh efek induksi berbagai gugus yang
bekerja melalui ikatan kimia yang terdapat dalam proton, oleh medan magnet yang bekerja
melalui ruang. Medan magnet yang dihasilkan oleh ikatan kimia bersifat anisotrop yang
menentang medan magnet akan mengakibatkan resonansi proton bergeser ke arah medan
magnet yang lebih tinggi (efek perisai). Sedangkan efek anisotrop yang memperkuat medan
magnet yang digunakan mengakibatkan pergeseran resonansi proton ke arah medan magnet
yang lebih rendah (efek awan perisai).
Senyawa referensi dipakai dalam pengukuran NMR karena perubahan dalam
intensitas magnetik flux yang dibutuhkan untuk mengabsorbsi dari inti atom yang identik
dalam lingkungan yang berbeda adalah kecil. Untuk studi proton, senyawa referensi tetra
metil silan [Si(CH3)4]. TMS (tetra metil silan) dipilih karena semua proton dalam senyawa
tersebut adalah identik dan mengabsorbsi secara luas biasa medan magnet yang tinggi.
Banyaknya jumlah elektron yang mengelilingi inti atom relatif tinggi yang disebabkan
adanya silikon yang elektropositif pada senyawa TMS (Braun, 1987).
Universitas Sumatera Utara