INTERPTRETASI_CITRA_SATELIT_SPOT_5_UNTUK_PEMETAAN_PENGGUNAAN_LAHAN_...
-
Upload
ini-chitoz -
Category
Documents
-
view
152 -
download
5
description
Transcript of INTERPTRETASI_CITRA_SATELIT_SPOT_5_UNTUK_PEMETAAN_PENGGUNAAN_LAHAN_...
INTERPRETASI CITRA SATELIT SPOT 5
UNTUK PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN
KECAMATAN SEMARANG BARAT
KOTA SEMARANG
TUGAS AKHIR
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Adi Febrianto
NIM 3252304036
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
���������
��������
�
����
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tugas akhir ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan dalam sidang
panitia ujian tugas akhir pada :
Hari : Senin
Tanggal : 16 Juli 2007
Pembimbing
Dra. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si.
NIP. 131764058
Mengetahui
Ketua Jurusan Geografi
Dra. Erni Suharini, M.Si.
NIP. 131764047
PENGESAHAN KELULUSAN
Tugas Akhir ini telah disampaikan di depan Sidang Panitia Ujian Tugas akhir
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Senin
Tanggal : 23 Juli 2007
Penguji I Penguji II
Dra. Dewi Liesnoor S., M.Si. Drs. Suroso, M.Si.
NIP. 131764058 NIP. 131570075
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Sunardi, M.M.
NIP. 130367998
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam Tugas Akhir ini benar-
benar hasil karya dan pemikiran sendiri, bukan merupakan hasil jiplakan dari
karya orang lain, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam tugas akhir ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juli 2007
Adi Febrianto
3252304036
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jadikan diri kita yang lebih baik, terus membaik dan menjadi terbaik dari
apa–apa yang telah baik saat ini.
Seseorang takkan mampu dan takkan bisa tanpa pernah dia mencobanya
Biasakan awali diri sebelum orang lain mengawalimu dan menjadikanmu
makmumnya.
Tugas Akhir ini saya persembahkan untuk :
Bapak Suwarso, Ibu hartati dan Kedua Kakakku
Keluarga Besar Martosiswoyo
Om Koko dan Bulik Iwuk beserta keluarga
Teman-temanku angkatan 2004, buat Trio, Purbo,
Yoyok, Hendra, Aziz, Andut, Didik, Teguh, Dian,
Dyah, dan Fitri, we may not be separated by time.
Ana, for speciality moments which we have pass by,
too pain and please for me. And when bliss and
sorrow is palm of hand, hence very easy for you to
inverting it
Mbak Uut, Kafi dan Arief Ndut buat semangatnya
Mas Topik, Mas Sury dan Dwi, kalian sering
direpotkanku.
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar–besarnya Kehadirat Allah dan junjungan Nabi
Muhammad SAW karena dengan limpahan rahmat dan hidayahnya penulis
diberikan nikmat sehat dan ilmu sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan Judul “INTERPRETASI CITRA SATELIT SPOT 5 UNTUK
PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEMARANG BARAT
KOTA SEMARANG”
Tugas akhir ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ungkapan
terima kasih yang teramat kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M.Si. selaku Rektor Universitas
Negeri Semarang.
2. Bapak Drs. Sunardi, M.M. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
3. Ibu Dra. Erni Suharini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial.
4. Bapak Drs. Suroso, M.Si. selaku Ketua Program Studi Survei dan
Pemetaan Wilayah.
5. Ibu Dra. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis.
6. Rekan–rekan Survei dan Pemetaan Wilayah angkatan 2004 atas dorongan
semangatnya
7. Seseorang yang namanya selalu melekat dihati atas motivasi dan
keceriaannya.
8. Every person who have assisted material goodness and also spiritual
which I cannot mention one by one, thanks awfully.
Semoga Yang Mahakuasa memberikan yang terbaik dan RidhoNya
kepada kita semua di kehidupan sekarang dan yang akan datang.
Penulis sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT tetapi ini
adalah perwujudan usaha untuk menuju sebuah kesempurnaan, untuk menjadi
lebih baik dari yang baik. Penulis berharap, laporan praktek kerja lapangan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Juli 2007
Adi Febrianto
SARI
Febrianto, Adi. 2007. Interpretasi Citra Satelit SPOT 5 Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang. Program Studi Survei dan Pemetaan Wilayah Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Kata Kunci : Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografi, Penggunaan Lahan
Perkembangan teknologi tentunya memberi andil yang positif bagi dunia industri, khususnya industri pemetaan. Biaya yang besar untuk survei lapangan telah tergantikan oleh teknologi satelit beresolusi tinggi yang tentunya memudahkan dalam proses interpretasi.
Pengolahan data citra satelit tidak lepas dari sistem informasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Pengolahan data citra lebih banyak mengacu kepada kelas penutup dan penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra, sedangkan penutup lahan merupakan gambaran kostruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan.
Pemetaan penggunaan lahan dilakukan berdasarkan sistem klasifikasi lahan USGS (United States Geological Survey) yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Secara urut proses pemetaan penggunaan lahan dapat diawali dimelalui software ER-Mapper Load data, Visualisasi, Rektifikasi, Cropping citra dan Transformasi dengan melalui Arc View dan Arc Info dengan mengklasifikasi, deliniasi, digitasi, konversi polyline, pemasukan database, layout dan pencetakan peta.
Berdasarkan hasil dan proses pemetaan penggunaan lahan ini dapat disimpulkan bahwa, dengan mengintegrasi sistem penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dapat mempermudah sebuah pekerjaan pemetaan. Kemudahan itu dapat dilihat dalam hal singkatnya waktu dan minimnya biaya yang dikeluarkan untuk check lapangan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………. ii
PENGESAHAN KELULUSAN……………………………………………… iii
PERNYATAAN……………………………………………………………… iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………… v
PRAKATA…………………………………………………………………… vi
SARI…………………………………………………………………………..viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xii
DAFTAR PETA…………………………………………………………….. xiii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah………………………………………. 5
C. Tujuan Dan Manfaat Tugas Akhir………………………... 5
D. Penegasan Istilah…………………………………………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penginderaan Jauh………………………………………... 8
B. Citra Penginderaan Jauh………………………………….. 10
C. Interpretasi citra Penginderaan Jauh……………... ……… 15
D. Sistem Informasi Geografis (SIG)………………………... 18
1. Pengertian Sistem Informasi Geografis………………… 18
2. Teknik Pemetaan.………………………………………. 21
E. Klasifikasi Penggunaan Lahan…………………………..... 24
F. Kerangka Berpikir………………………………………… 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian …………………………………………. 29
B. Alat dan Bahan .................................................................... 29
C. Variabel ………………………………………………….. 30
D. Metode Pengumpulan Data ………………………………. 31
E. Metode Analisis Data ……………………………………. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Semarang Barat ………….. 35
1. Letak Astronomis ………………………….....………. 35
2. Letak Administratif ………………………......………. 35
3. Kondisi Fisik Kecamatan Semarang Barat ......………. 37
4. Kondisi Sosial….. ……………………………………. 37
B. Proses Pemetaan ………………………………………….. 39
1. Pengolahan Dengan ER Mapper........ …………………. 39
2. Pengolahan Dengan Arc View dan Arc Info......... …….. 45
C. Hasil Interpretasi ………………………………………… 55
D. Hasil Uji Kesesuaian………………………………………. 60
E. Kondisi Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat
Tahun 2005..................................................................... …. 63
F. Kondisi Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat
Tahun 2007..………………………………………… ....... 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 72
B. Saran ……………………………………………………… 73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 74
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 76
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Satelit SPOT 5 …………………………………. 14
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Lahan USGS ……………………………… 27
Tabel 3. Tabel Kesesuaian Interpretasi .................................................... 33
Tabel 4. Tabel Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Ratio
Penduduk Kecamatan Semarang Barat Tahun 2005………….. 38
Tabel 5. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian Kecamatan
Semarang Barat Tahun 2005………………………………….. 39
Tabel 6. Tabel Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Barat………….. 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistem Penginderaan Jauh ……………………………………. 8
Gambar 2 Sistem Satelit SPOT-5 ……………………………….……….. 12
Gambar 3. Sub Sistem SIG ……………………………………………….. 20
Gambar 4. Alur Pengolahan dan Pemetaaan Data Citra ………………….. 22
Gambar 5. Diagram Alir Pemetaan Penggunaan Lahan …………………. 28
Gambar 6 Window Main Menu ER Mapper …………………………….. 39
Gambar 7. Membuka Data Citra ………………………………………… 40
Gambar 8. Membuat Tampilan RGB ……………………………………. 41
Gambar 9. Proses Rektifikasi …………………………………………… 42
Gambar 10 Penentuan titik GCP ………………………………………….. 42
Gambar 11. Pemotongan Citra ……………………………………………. 43
Gambar 12. Hasil Cropping Area Pemetaan ………………………………. 44
Gambar 13. Histogram Citra ………………………………………………. 44
Gambar 14. Hasil Penajaman Kontras RGB………………………………... 45
Gambar 15. Arc View Main Menu ……………………………………….. 46
Gambar 16. Mengaktifkan Extension …………………………………….. 46
Gambar 17. Membuat Themes Baru …………………………………….. 47
Gambar 18. Digitasi dalam Polyline …………………………………….. 48
Gambar 19. Main Menu Arc Info ……………………………………….. 48
Gambar 20. Database Penggunaan Lahan ……………………………….. 49
Gambar 21. Konversi Sistem Proyeksi ………………………………….. 51
Gambar 22. Main Menu Layout …………………………………………. 52
Gambar 23. Proses Layout Peta Citra Satelit ……………………………. 53
Gambar 24. Proses Layout Peta Penggunaan Lahan ……………………. 54
Gambar 25. Menu Print Setup Arc View ………………………………… 55
Gambar 26. Contoh Interpretasi Kawasan Permukiman…………………… 56
Gambar 27. Contoh Interpretasi Kawasan Industri………………………… 57
Gambar 28. Contoh Interpretasi Kawasan Bandara Ahmad Yani ………… 58
Gambar 29. Contoh Interpretasi Fasilitas Umum…………………………… 59
DAFTAR PETA
Peta 1. Peta Administrasi Kecamatan Semarang Barat……………………… 36
Peta 2. Peta Lokasi Survei Penggunaan lahan Kecamatan Semarang Barat… 62
Peta 3. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat Tahun 2005… 64
Peta 4. Peta Citra Satelit Kecamatan Semarang Barat …................................ 67
Peta 5. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat Tahun 2007… 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Klasifikasi Lahan Hasil Modifikasi Sistem USGS………. 76
Lampiran 2. Tabel Kesesuaian Lapangan…………………………………… 77
Lampiran 3. Peta Rupa Bumi Kecamatan Semarang Barat …………………. 79
Lampiran 4. Dokumentasi Objek Penggunaan Lahan ………………………. 80
Lampiran 5. Surat Izin Mencari Data ………………………………………. 83
Lampiran 6. Biodata Penulis............................................................................ 84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi bidang informatika yang sangat cepat
membuat beberapa negara-negara maju pada umumnya menjadikan hal ini
sebagai pendorong kemajuan teknologi. Bidang komputasi yang merupakan
salah satu komponen bidang informatika adalah salah satu contoh konkritnya.
Negara-negara maju terus mengembangkan teknologi komputasi meliputi
kapasitas memori yang semakin besar, proses data yang semakin cepat dan
fungsi yang sangat majemuk (multi fungsi) serta semakin mudahnya
komputer dioperasikan melalui beberapa paket program, berdampak pula
pada proses pembuatan peta. Pembuatan peta secara konvensional secara
terestris dapat dipermudah dengan bantuan komputer mulai dari pembacaan
data di lapangan yang dapat langsung didownload ke komputer untuk
pelaksanaan perhitungan poligon, perataan penghitungan (koreksi) dan lain-
lain, bahkan sampai pada proses pembuatan pemisahan warna secara digital
sebagai bagian dari proses pencetakan peta (Hadjarati Dedet, 2006).
Teknik penginderaan jauh berkembang sebegitu pesat dimulai sejak
diluncurkan satelit ERTS (Earth Resources Techmologi Satelit) pada tahun
1972 (Purwadhi F. Sri H., 2001 : 1). Hal ini memungkinkan pengumpulan
data di permukaan bumi secara besar-besaran pula, mengambil gambar
seluruh permukaan bumi tanpa harus melalui izin kenegaraan terlebih dahulu.
1
2
Analisis menggunakan citra satelit lebih banyak dilakukan daripada
foto udara, karena citra satelit memiliki beberapa nilai lebih seperti : a)
Mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan analisis
dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk memperoleh
gambaran geologis area tersebut, b) Pengambilan data dapat dilakukan
sewaktu-waktu (multi temporal) karena orbit satelit yang mengitari bumi, dan
c) Memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi multispektral dan
hiperspektral yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut derajat
keabuan atau digital number dalam remote sensing), sehingga memungkinan
aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan mengurai karakteristik
material yang diamati.
Jika ditinjau dari hal di atas citra satelit memiliki banyak kelebihan
tetapi pemanfaatan citra satelit masih belum mampu diefektifkan oleh
masyarakat di Indonesia. Ditinjau dari segi efisiensi pembuatannya ada
kecenderungan semakin banyak pihak yang berkecimpung dalam pembuatan
peta digital, karena prosesnya akan lebih singkat dibandingkan dengan
pembuatan peta secara konvensional yaitu dengan metode interpretasi foto
udara maupun interpretasi Peta Rupa Bumi buatan Bakosurtanal.
Bayangkan saja kegiatan fotografik lewat foto udara yang dahulu
dipergunakan untuk proses pemetaan harus melalui birokrasi yang berbelit-
belit sebelum bisa melakukan kegiatan foto udara. Selain itu bagi pelaku
pembuat foto udara harus mengeluarkan biaya yang sangat besar namun hasil
yang didapat tidak sepadan dengan biayanya.
3
Berdasarkan hal di atas maka pembuatan peta yang lebih mudah
dikembangkan melalui pemanfaatan citra satelit. Hal ini disebabkan karena
dengan orbit satelit yang setiap saat mengitari bumi termasuk wilayah
Indonesia, satelit bisa sewaktu-waktu mengambil gambar muka bumi
Indonesia dan membuat cakupan rekaman data tentang kenampakan
permukaan bumi wilayah Indonesia dapat direkam semuanya dan dapat
dipetakan sesuai periode waktu yang ditetapkan. Salah satu kesulitan dalam
proses pemetaan dengan citra satelit adalah masih diperlukan proses
interpretasi data obyek yang ada pada citra satelit, sehingga diperlukan
pengecekan lapangan (field checking) dan data/peta lain untuk ketepatan
informasi tentang data yang dipetakan. Namun kesulitan ini dapat diatasi
sendiri oleh pihak pengguna dengan jalan melaksanakan kegiatan pengecekan
lapangan sendiri sesuai kebutuhan.
Lahan perkotaan yang bersifat dinamis dinilai perlu dipantau secara
berkala. Khususnya daerah Semarang Barat yang merupakan daerah dataran
rendah yang berbatasan langsung dengan pantai. Sebagai salah satu
contohnya, perluasan areal pantai atau biasa dikenal dengan reklamasi pantai
di sebelah utara sangat perlu untuk ditinjau dari waktu kewaktu mulai dari
seberapa luas perluasannya dan bagaimana dampaknya pada daerah
sekitarnya. Untuk itu interpretasi citra mengenai penutup/penggunaan lahan
tentunya mampu memberikan informasi primer sebelum diadakannya survei
lapangan dan pembaharuan data pendukung lainnya.
4
Citra SPOT 5 memiliki beberapa kelebihan dalam analisis spasial
secara detail karena resolusi spasialnya yang tergolong tinggi yaitu sebesar
2,5 meter, sehingga mampu menampilkan tampilan penutup lahan yang
sangat baik dan detail meskipun masih kalah dengan citra satelit lainnya
seperti Quickbird dan Ikonos yang masing-masing memiliki resolusi spasial
0.6 meter dan 1 meter.
Disamping itu satelit SPOT 5 memberikan keseimbangan yang ideal
antara resolusi tinggi dan luas area cakupan. Daerah cakupan tersebut
merupakan asset kunci untuk aplikasi seperti dalam pemetaan skala
menengah (pada 1 : 25.000 dan 1 : 10.000), perencanaan wilayah kota dan
pedesaan, eksplorasi minyak dan gas serta manajemen atau mitigasi bencana.
Fitur kunci dari satelit SPOT 5 lainnya adalah tidak ditetapkannya acuan
kemampuan akuisisi dari instrument HRS (High Resolution Stereo), yang
mana mampu mengcover area yang luas dalam sekali orbit. Penggunaan
sensor stereo adalah vital untuk permodelan tiga dimensi suatu daerah dan
lingkungan komputerisasi sekitarnya, contohnya basis data simulasi
penerbangan, koridor jalur pipa dan perencanaan jaringan telepon genggam
(http//www.satimagery.com).
Namun sampai saat ini yang dapat mengoptimalkan pemetaan
menggunakan citra satelit dan pemanfaatannya adalah pihak atau lembaga-
lembaga di luar negeri. Di Indonesia sendiri baru akan dilaksanakan dan telah
dilaksanakan persiapan-persiapan ke arah pemetaan digital. Dengan
dikembangkannya pemetaan digital oleh pihak-pihak asing, tidak menutup
5
kemungkinan data mengenai wilayah Indonesia justru lebih dikuasai oleh
pihak luar, sehingga pihak kita justru harus membeli untuk dapat memiliki
dan memanfaatkannya.
Dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “INTERPRETASI CITRA SATELIT SPOT 5
UNTUK PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN
SEMARANG BARAT KOTA SEMARANG”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dirumuskan permasalahan
bagaimanakah pola keruangan penggunaan lahan yang didapat dari
interpretasi citra satelit SPOT 5 ?
C. Tujuan dan Manfaat Tugas Akhir
1. Tujuan penulisan Tugas Akhir
a. Menyajikan peta penggunaan lahan daerah Kecamatan Semarang Barat
berdasarkan hasil interpretasi citra SPOT 5 tahun 2005.
b. Mengetahui seberapa besar efektifitas pemanfaatan citra satelit sebagai
media pembuatan peta tematik penggunaan lahan.
2. Manfaat Tugas Akhir
a. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan mampu menambah
khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang penginderaan
6
jauh khususnya terutama tentang pengembangan teknologi dan teknik
interpretasi untuk pemetaan penggunaan lahan.
b. Pihak terkait (penentu kebijakan)
Dapat memberikan informasi berupa peta penggunaan lahan
yang nantinya memungkinkan untuk dipergunakan sebagai
acuan/pengambilan keputusan perencanaan penataan ruang.
D. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kerancuan dan kesalah artian bagi pembaca dalam
mengartikan istilah-istilah dalam judul tugas akhir ini maka kiranya perlu
ditegaskan batasan pengartian yang antara lain.
1. Interpretasi
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan
atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti
pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonet dalam Sutanto, 1986:7).
Teknik interpretasi yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah
interpretasi secara manual.
2. Cita Satelit
Citra Satelit merupakan suatu gambaran citra non-fotografik
secara digital yang direkam oleh satelit pengideraan jauh dalam bentuk
gambar (element pixel). Element gambar tersebut menyatakan tingkat
keabuan atau tingkat warna sedangkan informasi di dalamnya bersifat
diskrit atau dengan ukuran presisi tertentu. Beragam citra satelit liputan
7
lahan di Indonesia, seperti LANDSAT ETM, SPOT, MODIS, NOAA,
IKONOS, QuickBird, Orbview, Feun Yeun, dan lain lain.
3. Citra SPOT 5
Merupakan citra satelit beresolusi spasial yang tinggi, dapat
memantau data pada jarak 2,5 meter dan lebar jangkauan 60 km milik
Prancis. Citra SPOT 5 digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan
tingkat detail.
4. Pemetaan
Pemetaan yaitu tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan
peta. Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan data, dilanjutkan
dengan pengolahan data, dan penyajian dalam bentuk peta (Juhadi dan
Dewi Liesnoor, 2001:58).
5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah usaha manusia memanfaatkan
lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam
kehidupan dan keberhasilannya (Ritohardoyo, 2002:9)
“Interpretasi Citra Satelit SPOT 5 untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang” adalah penyajian informasi
berupa peta tematik penggunaan lahan Kecamatan Semarang Barat Kota
Semarang dengan memanfaatkan citra satelit SPOT5 dengan cara interpretasi
secara manual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau
fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer dalam Purwadhi, 2001 : 2)
Gambar 1. Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi, 2001 : 4)
Terdapat empat komponen dasar dari system penginderaan jauh
adalah target, sumber energi, alur transmisi dan sensor. Komponen tersebut
bekerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target
tanpa menyentuh objek kajian. Sumber energi yang menyinari atau
memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi
berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk
meneruskan informasi kepada sensor.
8
9
Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi
elektromagnetik. Setelah melalui proses pencatatan data akan dikirimkan
kestasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya
berupa citra. Citra ini kemudian diintrepretasikan untuk menyarikan
informasi mengenai target. Proses interpretasi ini biasanya berupa gabungan
antara visual dan automatik dengan bantuan komputer dan perangkat lunak
pengolah citra.
Beberapa keuntungan dalam menggunakan teknik penginderaan jauh
antara lain : 1) Lebih luasnya ruang lingkup yang bisa dipelajari, 2) Lebih
seringnya sesuatu fenomena bisa diamati, dan 3) Dimungkinkannya
penelitian di tempat-tempat yang susah atau berbahaya untuk dijangkau
manusia, seperti di kutub, hutan dan gunung berapi.
Sebuah teknologi Penginderaan Jauh dirancang untuk tujuan tertentu.
Sensor sangatlah terbatas untuk mengindera objek yang sangat kecil. Batas
kemampuan sebuah sensor dinamakan resolusi. Resolusi suatu sensor
merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau kualitas sensor dalam
merekam suatu objek.
Menurut Swain dan Davies dalam Danoedoro (1996 : 42), resolusi
atau resolving power adalah kemampuan suat sistem optik elektronik untuk
membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral.
Ada beberapa jenis resolusi yang umum diketahui dalam Penginderaan Jauh
yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal, dan resolusi
radiometrik, yang dijelaskan sebagai berikut :
10
1. Resolusi spasial yaitu ukuran objek terkecil yang mampu direkam,
dibedakan dan disajikan pada citra. Resolusi spasial menunjukkan level
dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi
semakin tingi resolusi spasial yang diperlukan.
2. Resolusi spektral yaitu daya pisah objek berdasarkan besarnya spektrum
elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data. Resolusi spektral
menunjukkan lebar kisaran dari masing–masing band spektral yang
diukur oleh sensor. Semakin banyak jumlah saluran atau kanal–kanalnya
semakin tinggi kemampuannya dalam mengenali objek.
3. Resolusi temporal menunjukkan waktu antar pengukuran, atau dalam kata
lain kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama.
Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari.
4. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor dalam mencatat respons
spektral objek atau kemampuan sensor untuk mendeteksi perbedaan
pantulan terkecil.
B. Citra Penginderaan Jauh
Data penginderaan jauh dapat berupa citra maupun non citra. Secara
definitif citra adalah gambaran suatu objek dari pantulan atau pancaran
radiasi elektromagnetik objek yang direkam dengan cara optik, elektro optik,
optik mekanik atau elektrik. Data non citra dapat berupa grafik, diagram, dan
numerik. Citra penginderaan jauh merupakan gambaran yang mirip dengan
11
wujud aslinya sehingga citra merupakan keluaran suatu sistem perekaman
data dapat bersifat optic, analog, dan digital (Purwadhi, 2001 : 23).
1. Citra bersifat Optik
Citra ini biasa disebut citra fotografik yang berupa foto. Citra ini
adalah gambaran objek yang direkam dengan menggunakan kamera
sebagai sensor, film sebagai detektor, sedangkan tanpa elektromagnetik
yang digunakan pada spektrum tampak dan perluasanya. Contoh citra
bersifat optik adalah foto udara.
2. Citra bersifat Analog
Citra ini berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi.
System perekamnya menngunakan system gabungan optical scanning,
sensornya menggunakan kamera video, detektornya optik elektronik
maupun tenaga elektromagnetik dan perekamnya menggunakan spektrum
tampak dan perluasanya (0,4 – 1.3 µm).
3. Citra Bersifat Digital
Pada umumnya citra non fotografik yang direkam oleh satelit
penginderaan jauh bersifat digital, yang direkam dalam bentuk pixel.
Citra ini direkam dengan menggunakan sensor non kamera, detector yang
digunakan lebih luas dibandingkan dengan citra fotografik. Sedangkan
spektrum yang digunakan dalam perekaman citra digital adalah spekrum
tampak, ultraviolet, inframerah dekat, infraerah termal dan gelombang
mikro. Contoh citra digital adalah citra SPOT, Landsat, NOAA dan citra
satelit lainnya.
12
a. Citra SPOT 5
SPOT (Systeme Probatoire de I’Observation de la Terre) adalah
proyek kerja sama antara Prancis, Swedia dan Belgia di bawah
koordinasi CNES (Centre National d’Etudes Spatiales), badan ruang
angkasa Prancis. SPOT-1 diluncurkan pada 23 Februari 1986 dari
stasiun Peluncuran Kourou, Guyana Prancis dengan membawa dua
sensor identik yang disebut HRV (Haute Resolution Visibel, Resolusi
Tinggi Pada Cahaya Tampak). Disebut sensor identik karena kedua
sensor tersebut sepenuhnya sama (Danoedoro 1996 : 31).
Gambar 2 : Sistem Satelit SPOT-5 (http//www.satimagery.com)
Satelit pengamatan bumi yaitu SPOT 5 diluncurkan dari pusat
luar angkasa The Guiana, Kourou, Guyana, Prancis pada tanggal 3 – 4
Mei 2002. Dibandingkan pendahulunya SPOT 5 menawarkan
kemampuan kulaitas citra yang lebih tinggi sehingga menjamin
keefektifitasan solusi pertambahan harga citra yaitu dengan peningkatan
13
resolusi sebesar 5 meter untuk multispektral dan 2,5 meter untuk
pankromatik serta lebar luas cakupan citra mencakup 60 x 60 km atau
60 x 120 km, satelit SPOT 5 memberikan keseimbangan ideal antara
resolusi yang tinggi dan luas area cakupan. Daerah cakupan tersebut
merupakan asset kunci untuk aplikasi seperti dalam pemetaan skala
menengah (pada 1 : 25.000 dan 1 : 10.000), perencanaan wilayah kota
dan pedesaan, eksplorasi minyak dan gas serta manajemen atau mitigasi
bencana. Fitur kunci dari satelit SPOT 5 lainnya adalah tidak
ditetapkannya acuan kemampuan akuisisi dari instrument HRS (High
Resolution Stereo), yang mana mampu mengcover area yang luas dalam
sekali orbit. Penggunaan sensor stereo adalah vital untuk permodelan
tiga dimensi suatu daerah dan lingkungan komputerisasi sekitarnya,
contohnya basis data simulasi penerbangan, koridor jalur pipa dan
perencanaan jaringan telepon genggam (http//www.satimagery.com).
Instrument vegetation dua awak pada SPOT 5 juga dapat
memberikan monitoring lingkungan vegetasi tersebut secara
berkelanjutan di seluruh dunia, seperti satelit pendahulunya yaitu SPOT
4. Satelit SPOT 5 diharapkan mampu memasuki masa operasional
dalam memberikan pelayanan komersil sekitar 2 bulan setelah
peluncurannya.
Grup dari SPOT image terdiri dari empat bagian, satu kantor di
Jerman dan sebuah jaringan global dari stasiun penerima. Saluran
komunikasi untuk rekan–rekan bisnis dan para distributor. Satelit
14
Imaging Corporation (SIC) merupakan sebuah petugas distribusi untuk
SPOT Image Corporation.
Tabel 1. Karakteristik Citra Satelit SPOT 5
1. Tanggal Peluncuran : 3 Mei 2002
2. Peluncuran Kanderaan : Ariane 4
3. Tempat Peluncuran : Pusat Ruang Angkasa, Kourou, French
Guyana
4. Orbit Altitude : 822 Km
5. Orbit Inklinasi : 98,7o Sun Syncrhonous
6. Kecepatan : 7,4 Km/detik – 26.640 Km/Jam
7. Waktu melewati Equator : 22.3
8. Waktu Orbit : 101,4 Menit
9. Waktu Kembali : 2 – 3Hari Bergantung Latittude
10. Daerah Cakupan : 60 Km x 60 Km – 80 Km pada Nadir
11. Akurasi Meter : <50 m akurasi posisi horizontal
12. Digitasi : 8 Bit
13. Resolusi : Pan ; 2,5 m dari 2 x 5 m lembar
Pan : 5 m (nadir )
MS : 10 m (nadir)
SWI : 20 m (nadir)
14. Nilai Band : Pan : 480 – 710 nm
Hijau : 500 – 590 nm
Merah : 610 – 680 nm
Near IR : 780 – 890 nm
ShortWave IR : 1580 – 1750 nm
Sumber : http//www.satimagery.com
Band spektral dari satelit SPOT 5 hampir sama dengan yang ada
di SPOT 4, yaitu : B1 (0,50 – 0,59 µm), B2 (0,61 – 0,68 µm), B3 (0,79
15
– 0,89 µm) dan SWIR (1,58 – 1,75 µm). akan tetapi band pankromatik
SPOT 5 kembali ke nilai yang ada pada SPOT 1 dan SPOT 3 (pan:
0,51 – 0,73 µm).
Citra SPOT 5 dalam akurasi planimetris sebesar 10m (RMS)
dan akurasi ketinggian 5m (RMS). Gambaran ini sesuai dengan syarat
standar pemetaan berskala 1 : 50.000. kemudian dihitung kualitas
radiometric dari SPOT 5, yang perbandingannya akan sama atau lebih
baik dari SPOT 4. Citra SPOT 5 interpretasi tematik khususnya yang
terjamin dari interpretasi visual dan control yang baik selama proses
digitasi.
Disamping itu, citra SPOT 5 memiliki beberapa kekurangan
yang perlu dibenahi seperti kemampuan resolusi tinggi tidak diimbangi
dengan resolusi temporal yang rendah 26 hari. Selain itu perbedaan
resolusi yang sangat mencolok antara titik pusat dengan daerah cakupan
citra yaitu 2,5 meter membuat perbedaan titik koordinat yang besar.
C. Interpretasi citra Penginderaan Jauh
Menurut Estes dan Simonett, dalam Sutanto (1986 : 7) disebutkan
bahwa Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti
pentingnya. Dalam interpretasi citra terdapat tiga rangkaian kegiatan yang
diperlukan yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi adalah pengamatan
atas adanya suatu objek. Identifikasi adalah upaya mencirikan objek yang
16
telah dideteksi degan menggunakan keterangan yang cukup. Sedangkan
deteksi berarti penentuan ada atau tidaknya suatu objek pada citra.
Interpreter memerlukan beberapa unsur-unsur interpretasi untuk dapat
melakukan interpretasi. Unsur-unsur ini mampu mempermudah interpreter ke
arah analisa yang tepat. Unsur-unsur tersebut antara lain.
1. Rona (tone) mengacu pada kecerahan relatif objek pada citra. Rona
dinyatakan dalam derajat keabuan atau jika citra yang dipakai merupakan
citra multi spektral biasanya digunakan pewarnaan.
2. Bentuk (shape) mengacu pada bentuk secara umum, konfigurasi atau
garis besar wujud objek secra individual.
3. Ukuran (size) objek sebaiknya dipertimbangkan kepada skala citra yang
dipakai.
4. Pola (pattern) terkait dengan susunan keruangan objek dan biasanya
terkait dengan pengulangan bentuk umum sesuau atau sekelompok objek
dalam ruang. Pola biasanya dinyatakan dengan tingkat keteraturan.
5. Bayangan (shadow) dapat memperjelas tampilan/gambar suatu objek,
dengan bayangan bentuk objek dapat terlihat tajam dan jelas begitu pula
sifat ketinggiannya.
6. Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada
gambar objek. Kesan tekstur bersifat relatif dari resolusi dan interpreter.
7. Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi objek relative
terhadap objek lain yang mudah dikenali.
17
8. Asosiasi (association) menunjukkan keterkaitan antara satu objek dengan
objek lain, satu fenomena dengan fenomena lain.
Teknik interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi
secara manual dan interpretasi secara digital.
1. Interpretasi Secara Manual
Interpretasi citra secara manual adalah interpretasi data
penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri (karakteristik)
objek secara keruangan (spasial). Karakteristik objek yang tergambar
pada citra dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi.
Interpretasi ini dilakukan pada citra yang dikonversi dalam bentuk foto.
2. Interpretasi Secara Digital.
Interpretasi secara digital merupakan evaluasi kuantitatif tentang
informasi spektral yang disajikan pada citra. Analisis digital dapat
dilakukan melalui pengenalan pola spektral dengan bantuan komputer
(Lillesand dan Kiefer dalam Purwadhi, 2001 : 26). Dasar interpretasi ini
berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spectral dan dapat dilakukan
dengan cara statistik.
Dalam penelitian ini teknik interpretasi yang digunakan adalah
interpretasi secara manual. Dengan interpretasi manual mampu didapatkan
penafsiran objek yang sesuai dengan yang diharapkan baik itu jenis maupun
letak objek secara relatif. Pada interpretasi secara manual sangat kecil
kemungkinan terjadi kesalahan penafsiran yang perbedaannya terlalu jauh.
Meskipun demikian interpretasi secara manual memakan waktu yang lama
18
jika dibandingkan dengan interpretasi secara digital yang secara otomatis
dilakukan oleh komputer.
D. Sistem Informasi Geografi (SIG)
1. Pengertian Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sebuah alat bantu
manajemen berupa informasi berbantuan komputer yang berkaitan erat
dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta
peristiwa–peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG
mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa
digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan, serta
analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas serta
berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan pada analisis geografis
melalui gambar-gambar petanya (Wulandari, 2006 : 7).
Menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2001 : 1), sistem
informasi geografi atau geographic information system merupakan suatu
sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi informasi–informasi geografis. SIG dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganalisi objek–objek dan
fenomena–fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik
yang penting atau kritis untuk dianalisis.
Menurut Bern dalam Prahasta (2002 : 55) menyebutkan bahwa
Sistem Informasi Geografi adalah sistem komputer yang digunakan untuk
19
memanipulasi data geografi. Sistem ini di implementasikan dengan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer yan berfungsi untuk 1)
akuisisi dan verifikasi, 2) kompilasi data, 3) penyimpanan data, 4)
perubahan dan updating data, 5) manajemen dan pertukaran data, 6)
manipulasi data, 7) pemanggilan dan presentasi data, dan 8) analisis data.
Berdasarkan definisi yang ada, diambil satu buah definisi yang
dapat mewakili SIG secara umum yaitu sistem informasi yang digunakan
untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah,
menganalisa dan menghasilkan data bereferensi geografi atau data
geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan
dan pengolahan seperti penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan
transportasi, perencanaan fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.
Data yang diolah pada SIG ada dua macam yaitu data geospasial
atau yang biasanya disebut data spasial dan data non-spasial. Data spasial
adalah data yang berhubungan dengan kondisi geografi misalnya sungai,
wilayah administrasi, gedung, jalan raya dan sebagainya. Seperti yang
telah diterangkan pada gambar diatas, data spasial didapatkan dari peta,
foto udara, citra satelit, data statistik dan lain-lain. Hingga saat ini secara
umum persepsi manusia mengenai bentuk representasi kesatuan ruang
adalah konsep raster dan vektor. Sedangkan data non-spasial adalah
selain data spasial yaitu data yang berupa teks atau angka. Biasanya
disebut dengan atribut.
20
Data non-spasial ini akan menerangkan data spasial atau sebagai
dasar untuk menggambarkan data spasial. Dari data nonspasial ini
nantinya dapat dibentuk data spasial. Misalnya jika ingin menggambarkan
peta penyebaran penduduk maka diperlukan data jumlah penduduk dari
masing-masing daerah (data non-spasial), dari data tersebut nantinya kita
dapat menggambarkan pola penyebaran penduduk untuk masing–masing
daerah.
Data spasial merupakan data yang paling penting dalam SIG.
Seperti penjelasan diatas data spasial ada 2 macam yaitu data raster dan
data vektor. Dibawah ini adalah salah satu contoh konsep data spasial
dihubungkan pula dengan atributnya.
Secara sederhana subsistem SIG dapat dibuat skema sebagai
berikut :
Gambar 3. Sub Sistem SIG (Prahasta, 2002 : 57)
a. Data Input (Masukan data)
Subsistem ini berfungsi mengumpulkan data spasial dan data
atribut dari berbagai sumber, sekaligus bertanggung jawab dalam
merubah/mengkonversi data atau mentranformasikan format data-data
aslinya ke dalam format yang dapat digunakan untuk SIG
S I G INPUT DATA OUTPUT DATA
Manipulasi dan Analisis Data
Pengolahan Data
21
b. Pengolahan data
Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data
atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah
dipanggil, di-update, dan diedit. Jadi subsistem ini dapat menimbun
dan menarik kembali dari arsip data dasar, juga dapat melakukan
perbaikan data dengan cara menambah, mengurangi atau
memperbaharui.
c. Manipulasi dan Analisis Data
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat
dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi
dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
d. Data Output
Berfungsi menayangkan informasi dan hasil analisis data
geografis secara kualitatif maupun kuantitatif. Atau dapat berfungsi
menampilkan/menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data
baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy, seperti tabel, grafik,
peta, arsip elektronik dan lain-lainnya.
2. Teknik Pemetaan
Pemetaan Penggunaan Lahan ini merupakan integritas dari dua
sistem teknologi yaitu teknologi Penginderaan Jauh dengan Sistem
Informasi Geografi.
22
Gambar 4. Alur Pengolahan dan Pemetaaan Data Citra
Teknologi Penginderaan Jauh yang memakai citra, memerlukan
software ER Mapper dalam pengolahan data rasternya. Dalam
pengolahan data melalui ER Mapper dapat melakukan
a. Load data dimaksudkan untuk me-load data raster/citra yang masi
dalam format CD atau media penyimpanan lainnya.
b. Visualisasi digunakan untuk membuat tampilan citra sesuai dengan
tampilan aslinya, misalnya dalam RGB.
c. Rektifikasi dimaksudkan untuk memasukkan koordinat melalui
Ground Control Point kedalam citra sehingga citra yang dipakai ada
sistem koordinatnya. Tetapi dalam tahap ini rektifikasi diterapkan
untuk peta Rupa Bumi yang dijadikan sebagai background/acuan
batas wilayahnya melalui koordinat citra SPOT 5 yang dipakai.
d. Cropping citra dimaksudkan untuk memotong daerah yang hendak
dipetakan (Area Of Interest). Pemotongan citra ini ditujukan agar
ER Mapper
Pengolahan Citra 1. Load data 2. Visualisasi 3. Rektifikasi 4. Cropping citra 5. Transformasi
Identifikasi dan Interpretasi
Klasifikasi
Deliniasi dan Digitasi
Konversi Polyline ke Polygon
Database dan Layout
Arc Info
Arc View
23
kapasitas penyimpanan yang dipakai tidak terlalu besar dan mudah
dalam analisa datanya.
e. Transformasi adalah teknik peningkatan kontras warna dan cahaya
dari suatu citra sehingga memudahkan untuk interpretasi dari analisis
citra.
Sedangkan teknologi Sistem Informasi Geogarfi yang dipakai
adalah software Arc View dan Arc Info. Hal yang dilakukan dalam sistem
Informasi Geografis ini khususnya melalui software Arc View dan Arc
Info antara lain.
a. Deliniasi merupakan suatu kegiatan menentukan batas suatu
fenomena geografi seperti penggunaan lahan.
b. Digitasi merupakan kegiatan membuat batas kelas penggunaan
berdasarkan acuan yang pasti.
c. Konversi garis kedalam poligon merupakan satu–satunya kegiatan
dalam program Arc Info. Konversi ini dimaksudkan untuk merubah
data garis kedalam bentuk poligon.
d. Pemasukan database penggunaan lahan pada untuk data atribut, hal
ini dimaksudkan agar analisis luasan atau area lebih mudah.
e. Layout merupakan tahapan akhir suatu proses pemetaan sebelum peta
naik cetak (print out). Layout peta harus memenuhi standar komposisi
peta yang telah ada disamping mengedepankan unsur keseimbangan
dan seni.
24
E. Klasifikasi Penggunaan Lahan
Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan
dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data
penggunaan lahan dan penutup lahan sangatlah penting untuk sebuah
perencanaan. Sampai saat ini istilah lahan masih sering dirancukan dengan
tanah, padahal keduanya memiliki arti yang amat berbeda.
Tanah adalah lapisan teratas bumi yang terbentuk dari batuan yang
telah lapuk (Fallon, 1985 dalam Ritohardoyo, 2002 : 7) sedangkan lahan
menurut Vink, 1975 dalam Ritoharoyo (2002 : 8) diartikan sebagai suatu
wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi semua benda
penyusun biosfer yang dianggap bersifat menetap atau berpindah berada di
atas dan di bawah wilayah tersebut, meliputi atmosfer, tanah dan batuan
induk, topografi air, tumbuhan dan binatang serta semua kegiatan manusia
pada masa lalu maupun sekarang yang semuanya punya pengaruh nyata
terhadap penggunaan lahan oleh manusia, pada masa sekarang maupun masa
yang akan datang. Berarti jika mengacu pada pengertian di atas bahwa tanah
merupakan bagian dari lahan yang dimanfaatkan untuk penggunaan lahan.
Perlu dicermati bahwa adanya perbedaan antara penggunan lahan dan
penutup lahan. Penggunaan lahan tidak memiliki satu definisi yang benar–
benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda. Menurut Malingreau
(1978) dalam Ritohardoyo (2002 : 9) penggunaan lahan adalah segala macam
campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah
terhadap suatu kelompok sumber daya alam maupun buatan yang secara
25
keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik
material maupun spiritual ataupun kebutuhan keduanya Sedangkan penutup
lahan merupakan gambaran kostruksi vegetasi dan buatan yang menutup
permukaan lahan. Konstruksi tersebut merupakan konstruksi yang tampak
dari sebuah citra penginderaan jauh.
Satu faktor penting dalam menentukan kesuksesan pemetaan
penggunaan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi lahannya, yang
tepat dirancang untuk suatu tujuan pemetaan. Sebuah klasifikasi memiliki
tingkat kedetailan yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memungkinkan
untuk citra yang memiliki resolusi spasial yang tinggi memiliki tingkat
kedetailan yang teramat untuk sebuah pemetaan. Lain hal dengan citra
beresolusi rendah yang hanya memiliki tingkat kedetailan rendah.
Penggunaan lahan baik di perdesaan maupun di perkotaan memiliki
derajat kompeksitas yang berbeda yang didukung oleh beberapa faktor
seperti objek–objek bentang alam, bentang budaya, ekosistem, sistem
produksi dan sebagainya. Oleh karena itu dalam rangka inventarisasi perlu
dilakukan penggolongan atau pengelompokan atau klasifikasi.
Klasifikasi adalah proses penetapan objek-objek, kenampakan atau
satuan-satuan menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu sistem
pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat khusus atau
berdasarkan kandungan isinya. Manfaat utama dari kumpulan yang kompleks
menjadi kelompok-kelompok (disebut klas kategori) yang dapat diperlakukan
sebagai unit-unit yang seragam untuk suatu tujuan khusus. Jadi tujuan
26
klasifikasi adalah untuk menentukan kriteria dari klasifikasi. Sistem
klasifikasi disusun menyesuaikan dengan kebutuhan manusia
(Ritoharoyo,2002:18).
Suatu sistem klasifikasi diperlukan untuk membagi kondisi di
lapangan secara menjadi lebih khusus dalam unit-unit. Sistem klasifikasi
yang baik adalah jika kelas-kelas diberikan batasan secara tegas, namun
dalam kenyataan sering terlihat tidak tegas tetapi terdapat keterangan yang
mampu menjelaskan. Klasifkasi penggunaan lahan di Indonesia cukup
banyak dan setiap pakar penggunaan lahan mengembangkan klasifikasinya
sendiri yang berakibat tidak adanya sistem klasifikasi yang baku di Indonesia.
Sistem Klasifikasi lahan menurut USGS (United States Geological
Surveys) menyajikan kategori penggunaan lahan dan penutup lahan yang
lebih rinci, yaitu tingkat I dan tingkat II, untuk informasi secara nasional
dimaksudkan agar pada tahap III dan IV dirancang oleh penggunaan lokal
berdasarkan sistem USGS. Klasifikasi USGS di tingkat I dan II diharapkan
membantu dalam pengembangan klasifikasi level berikutnya yang lebih rinci
sesuai dengan tujuan penelitian.
27
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Lahan USGS Level I Level II
1. Kota atau lahan terbangun
11. Pemukiman 12. Perdagangan dan Jasa 13. Industri 14. Transportasi Komunikasi dan Umum 15. Komplek industri dan perdagangan 16. Kekotaan campuran atau lahan bangunan 17. Kekotaan atau lahan bangunan lainnya.
2. Lahan Pertanian 21. Tanaman Semusim dan Padang Rumput 22. Daerah buah-buahan, bibit dan tanaman hias 23. Tempat penggembalaan terkurung 24. Lahan Pertanian lain
3. Lahan Peternakan 31. Lahan tanaman rumput 32. lahan peternakan semak dan belukar 33. lahan peternakan campuran
4. Lahan Hutan 41. Lahan Hutan gugur daun musiman 42. Lahan hutan yang selalu hijau. 43. Lahan hutan campuran
5. Perairan 51. Sungai 52. Danau 53. Reservoir 54. Teluk dan Muara
6.Lahan Basah 61. Lahan Hutan Basah 62. Lahan basah bukan hutan
7. Lahan Gundul 71 Dataran Garam 72 Gisik 73. Daerah Berpasir Bukan Gisik 74. Batuan Singkapan Gundul 75. Tambang Terbuka, Pertambangan Dan Tambang
Kecil 76. Daerah Peralihan 77. Daerah Gundul
8. Padang Lumut 81. Padang Lumut Semak Dan Belukar 82. Padang Lumut Tanah Gundul 83. Padang Lumut Tanah Basah 84. Padang Lumut Lahan Campuran
9. Es Atu Salju Abadi 91. Lapang salju abadi 92. Glasier
Sumber : Ritohardoyo, 2002 : Lamp. 10-11
28
F. Kerangka Berpikir
Gambar 5. Diagram Alir Pemetaan Penggunaan Lahan
Citra SPOT 5 RBI
Pengolahan Citra
Identifikasi dan Interpretasi Citra
Klasifikasi dan Digitasi
Pengumpulan dan Telaah Data
Peta Penggunaan Lahan
Arc View dan Arc Info
Cek Lapangan
ER Mapper
ya
tidak
: Proses
: Input dan Output
Keterangan :
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Semarang Barat Kota
Semarang. Secara administrasi Kecamatan Semarang Barat mempunyai batas
wilayah, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Gajahmungkur,
sebelah sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ngaliyan dan
Kecamatan Tugu, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Semarang
Utara, Kecamatan Semarang Tengah dan Kecamatan Semarang Selatan.
Wilayah administrasi Kecamatan Semarang Barat terbagi atas 16
(enam belas) kelurahan yaitu Kelurahan Kembangarum, Kelurahan
Kalibanteng Kidul, Kelurahan Manyaran, Kelurahan Kalibanteng Kulon,
Kelurahan Ngemplaksimongan, Kelurahan Krapyak, Kelurahan Bongsari,
Kelurahan Tambakharjo, Kelurahan Bojongsalaman, Kelurahan Tawangsari,
Kelurahan Cabean, Kelurahan Karangayu, Kelurahan Salamanmloyo,
Kelurahan Krobokan, Kelurahan Gisikdrono, dan Kelurahan Tawangmas
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses
pemetaan citra satelit ke dalam peta tematik antara lain sebagai berikut :
29
30
1. Alat Penelitian :
a. Seperangkat komputer yang terdiri dari perangkat keras dan
perangkat lunak untuk masukan data, pengolahan data dan keluaran
data.
1) Perangkat keras berupa Komputer dengan kapasitas memory 40
Gigabytes, Ram 256 mbs, Monitor, Printer untuk pencetakan peta.
2) Perangkat lunak Dalam hal ini perangkat lunak yang dipakai
adalah ER Mapper 7.0, Arc View 3.3 dan Arc Info 3.5.1
b. Alat survey digunakan alat Tabel Kesesuaian, Alat Tulis, Global
Position Sistem (GPS) dan Peta Lokasi Survei.
c. Seperangkat alat tulis kantor.
2. Bahan Penelitian :
a. Citra Satelit khususnya dengan resolusi tinggi seperti SPOT 5 daerah
Kota Semarang yaitu pada Path 292 Row 364 tanggal akuisisi 5 Mei
2005.
b. Peta Rupa Bumi, skala 1 : 25.000, daerah Semarang Sheet 1409-222,
daerah Beji Sheet 1409-221 dan daeah Jatingaleh Sheet 1408-544.
C. Variabel
Variabel penelitian adalah Penggunaan Lahan yang terklasifikasikan
dalam beberapa kelas penggunaan lahan seperti kota atau lahan terbangun,
lahan pertanian, lahan peternakan, perairan dll.
31
Kesuksesan pemetaan penggunaan lahan bergantung pada pemilihan
skema klasifikasi lahannya, yang tepat dirancang untuk suatu tujuan
pemetaan. Sebuah klasifikasi memiliki tingkat kedetailan yang disesuaikan
dengan kebutuhan. Hal ini memungkinkan untuk citra yang memiliki
resosulusi sapasial yang tinggi memiliki tingkat kedetailan yang teramat
untuk sebuah pemetaan.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengumpulkan data spasial data attribut dari instansi terkait untuk
mendapatkan data yang relevan. Metode Dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data yang diperoleh melalui sumber tertulis, berasal dari
literatur (kepustakaan) dan studi katalog citra, yang diuraikan sebagai
berikut.
a. Studi Literatur
Studi Literatur dimaksudkan untuk mencari teori–teori tentang
citra dan pengolahannya dari berbagai sumber baik dari majalah,
buku, artikel, karya tulis dan lain – lain.
b. Studi Katalog Citra
Studi Katalog dimaksudkan untuk mempelajari dan memilih
data-data citra yang akan digunakan sebagai data raster dalam
pemetaan. Citra yang digunakan sebagai bahan penelitian dipilih
32
citra yang beresolusi spasial tinggi sehingga memudahkan interpreter
untuk melihat tutupan lahan daerah yang diteliti dan bisa
dipergunakan untuk pemetaan skala besar.
2. Metode Interpretasi
Metode ini dilakukan dengan melakukan interpretasi secara visual
pada citra SPOT 5. Interpretasi penggunaan lahan ini mengacu pada
sistem klasifikasi lahan menurut USGS. Semakin besar skala peta
penggunaan lahan yang akan dihasilkan menuntut semakin tinggi
kecermatan cara memperoleh data, begitu pula sebaliknya.
Untuk pemetaan berskala > 1 : 50.000 pengumpulan data cukup
mendasarkan bentuk penggunaan lahan untuk kelas orde pertama. Tetapi
untuk penggunaan lahan berskala besar pengumpulan data rinci harus
mendasarkan penggunaan lahan orde kedua atau ketiga. Kegiatan
interpretasi citra dilakukan berdasarkan delapan unsur interpretasi yaitu
rona, bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, situs dan asosiasi.
3. Metode Observasi Check Lapangan (field check)
Metode ini dilakukan di lapangan dengan cara mengecek secara
langsung kenampakan obyek yang terdapat pada citra dengan
kenampakan obyek sebenarnya dilapangan. Survei dilakukan pada seluruh
areal penelitian terutama pada daerah yang kenampakan objeknya tidak
jelas melalui interpretasi citra yang dikarenakan kerapatan penggunaan
lahan maupun karena faktor cuaca dalam hal ini awan di daerah
bersangkutan.
33
E. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun, 1987). Adapun
proses analisis data yang dipergunakan untuk mendapatkan hasil kesimpulan
penelitian ini antara lain.
1. Metode Analisis Spasial (keruangan)
Metode analisis ini merupakan menganalisis kenampakan
keruangan digitasi hasil interpretasi, seberapa variatif dan seberapa luas
penggunaan lahan yang didapat. Analisis ini didapat dengan
mendeskripsikan segala kenampakan keruangan yang diperoleh dari
kegiatan interpretasi.
2. Metode Analisis Ketelitian Interpretasi
Metode analisis Ketelitian Interpretasi ini didapat dari survei
lapangan dengan alat berupa tabel kesesuaian. Tabel tersebut berisikan
titik lokasi hasil interpretasi, lokasi survei dan koordinat. Titik survei
diambil berdasarkan hasil interpretasi yang dinilai kurang meyakinkan
oleh peneliti sehingga perlu dilakukan cek lapangan.
Tabel 3. Tabel Kesesuaian Interpretasi NO Lokasi Interpretasi Lokasi Survey Koordinat
X,Y 1 Sawah Sawah X3,Y7
2 Lahan Terbuka Lahan Terbuka X6,Y8
dst
dst
dst
dst
34
Berdasarkan tabel tersebut diharapkan dapat diketahui nilai
keakuratan interpretasi dengan rumus.
Jumlah Kebenaran Interpretasi Ketepatan Interpretasi : Jumlah Sampel Lapangan
x 100%
Menurut Campbell (1983) dalam Danoedoro (2005 : 154)
menyebutkan bahwa nilai ambang akurasi keseluruhan adalah sebesar 85
%. Nilai tersebut digunakan sebagai nilai minimum untuk diterimanya
suatu pemetaan penutup/penggunaan lahan berbasis citra penginderaan
jauh.
3. Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis ini didapat dari penggabungan dua metode
analisis sebelumnya yaitu Analisis Ketelitian Interpretasi dan Analisis
Spasial hasil interpretasi. Penggabungan dua metode tersebut berupa
analisis peta koreksi penggunaan lahan. Peta tersebut dideskripsikan
kenampakannya, bagaimanakah pola keruangan, apa saja penggunaan
lahan yang ada di lapangan secara riil.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Semarang Barat
1. Letak Astronomis
Kecamaran Semarang Barat menurut astronomis terletak antara
110o21’26,8” sampai 110o24’9,5” BT dan antara 6o56’46,8” sampai
dengan 7o0’55,5” LS atau dalam koordinat UTM berada pada zona selatan
49 antara 429020 sampai 434023 mT dan 9232136 sampai 9229506 mU
(Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000).
2. Letak Administratif
Kecamatan Semarang Barat merupakan salah satu kecamatan yang
masuk dalam wilayah administrasi Kota Semarang dengan luas wilayah
1.873 Ha (BPS, 2005), Kecamatan Semarang Barat mempunyai batas
wilayah. Batas Wilayah Kecamatan Semarang Barat sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Gajahmungkur, sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Tugu, dan
sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Semarang Utara, Kecamatan
Semarang Tengah dan Kecamatan Semarang Selatan.
Wilayah administrasi Kecamatan Semarang Barat terbagi atas 16
(enam belas) kelurahan yaitu Kelurahan Kembangarum, Kelurahan
37
Kalibanteng Kidul, Kelurahan Manyaran, Kelurahan Kalibanteng Kulon,
Kelurahan Ngemplaksimongan, Kelurahan Krapyak, Kelurahan Bongsari,
Kelurahan Tambakharjo, Kelurahan Bojongsalaman, Kelurahan
Tawangsari, Kelurahan Cabean, Kelurahan Karangayu, Kelurahan
Salamanmloyo, Kelurahan Krobokan, Kelurahan Gisikdrono, dan
Kelurahan Tawangmas
3. Kondisi Fisik Kecamatan
Iklim di Kecamatam Semarang Barat sama dengan iklim-iklim di
daerah Indonesia pada umumnya beriklim tropis, dengan pergantian dua
musim tiap tahunnya. Menurut Monografi Kecamatan tahun 2006 Suhu
udara rata-rata di Kecamatan ini berkisar antara 21oC sampai 33oC.
Kecamatan Semarang Barat merupakan daerah berdataran rendah
dengan ketinggian pusat pemerintahan kecamatan yaitu 3 meter diatas
permukaan laut, dengan morfologi wilayah datar sampai berombak
sebesar 80%
4. Kondisi Sosial
Jumlah Penduduk di Kecamatan Semarang Barat tahun 2005
berjumlah 155.354 jiwa (BPS, 2005). Jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 76.908 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 78.446
jiwa. Secara umum ratio penduduk pada masing-masing Kelurahan
hampir seimbang terkecuali di Kelurahan Cabean yaitu 70 penduduk laki-
laki perseratus penduduk perempuan, namun demikian ratio penduduk di
38
Kecamatan adalah sebanyak 98 penduduk laki-laki perseratus penduduk
perempuan. Selain itu Kecamatan Semarang Barat merupakan kecamatan
dengan kepadatan penduduk 83 jiwa perhektar. (lihat tabel 4)
Tabel. 4. Tabel Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Ratio Penduduk Kecamatan Semarang Barat Tahun 2005
Banyaknya Penduduk No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
Ratio
1 Kembangarum 7.886 7.627 15.513 103,40 2 Manyaran 7.198 7.199 14.397 99,99 3 Ngemplaksimongan 5.665 5.902 11.567 95,98 4 Bongsari 7.083 7.202 14.285 98,35 5 Bojongsalaman 4.711 5.006 9.717 94,11 6 Cabean 2.109 2.999 5.108 70,32 7 Slamanmloyo 2.487 2.419 4.906 102,81 8 Gisikdrono 9.926 9.684 19.610 102,50 9 Kalibanteng Kidul 3.086 3.284 6.370 93,97
10 Kalibanteng Kulon 3.600 4.022 7.622 89,51 11 Krapyak 3.763 3.721 7.484 101,13 12 Tambakharjo 1.002 1.081 2.083 92,69 13 Tawangsari 3.231 3.209 6.440 100,69 14 Karangayu 4.545 4.616 9.161 98,46 15 Krobokan 7.431 7.246 14.677 102,55 16 Tawangmas 3.185 3.229 6.414 98,64
Jumlah 76.908 78.446 155.354 98,04 Sumber : BPS, 2005
Mata pencaharian penduduk usia produktif secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu sektor pertanian, sektor
industri, dan sektor jasa perdagangan. Berdasarkan data dari BPS,
Kecamatan Semarang Barat dalam Angka 2005, mata pencaharian
penduduk meliputi wiraswasta, nelayan, pengusaha, buruh, pedagang,
Pegawai Negeri, pensiunan dan jasa/lain-lain, dan memiliki penduduk
dengan mayoritas bekerja di bidang jasa.
39
Tabel 5. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian Kecamatan Semarang Barat Tahun 2005
No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1 Wiraswasta 40 0,04 2 Nelayan 105 0,10 3 Pengusaha 2262 2,25 4 Buruh 21667 21,53 5 Pedagang 5022 4,99 6 PNS 12996 12,91 7 Pensiunan 3828 3,80 8 Jasa/lain2 55733 55,37
Jumlah 100653 100,00 Sumber : BPS 2005
B. Proses Pemetaan
1. Pengolahan dengan Er Mapper
Pengolahan data yang dilakukan di dalam software ER Mapper
adalah load data, visualisasi, rektifikasi, cropping citra dan transformasi.
Pekerjaan pengolahan citra melalui ER Mapper dapat diurutkan seperti :
a. Mengaktifkan Program ER Mapper
Dari desktop dapat dicari icon ER Mapper , kemudian
Klik sehingga akan muncul Window main menu sebagai berikut :
Gambar 5. Window Main Menu Er Mapper
40
b. Load data Langkah pertama dalam pengolahan data citra adalah
mengimport data satelit yang digunakan ke dalam format ER Mapper,
umumnya data citra di simpan dalam media magnetic tape, cd rom
atau media penyimpan lainnya. Jenis data yang bisa diload kedalam
ER Mapper adalah data raster dan vektor.
Data raster adalah tipe data yang menjadi bahan utama
kegiatan pengolahan citra. Data raster adalah citra digital yang
dibentuk dari elemen–elemen gambar atau piksel dan dinyatakan
dalam tingkat keabuan.
ER Mapper dapat membuka langsung data berbagai format
tanpa harus mengimport dahulu. Membuka file data dari CD rom bisa
dimulai dari window algorithm.
Klik load kemudian arahkan ke folder yang dituju. Untuk
membua lebih dari 1 band, maka lakukan duplikasi pseudo layer.
Namun data SPOT 5 yang dipakai merupakan data olahan yang sudah
matang.
Klik Load Data Set
Gambar 6. Membuka Data Citra
41
c. Menampilkan Data Citra
Setelah proses membuka data proses selanjutnya adalah
menampilkan citra tersebut. Pada pengolahan data SPOT 5 ini
dipergunakan komposisi Red Green Blue yaitu menampilkan citra
melalui kombinasi 3 band, cara ini disebut juga layer composite.
d. Penentuan Titik Kontrol (GCP)
Langkah–langkah untuk memulai koreksi geometrik bisa
diuraikan sebagai berikut .Dari menubar klik proses kemudian pilih
Geocoding Wizard.
1) Start klik Process, Pada window geocoding wizard, step 1 of 5
untuk membuka data citra yang akan dikoreksi. Pilih Polynomial
pada Geocoding Type,
2) Klik Polynomial setup pilih linear.
Gambar 7. Membuat Tampilan RGB
Klik RGB Untuk
Membuat Tampilan
Warna Asli
42
3) Klik gcp setup, pilih geocoded image, vector or algorithm. Klik
membuka file referensi.
4) Pada output coordinate space klik change untuk mengisi to
geodetic datum : WGS 84, to geodetic projection : sutm 49 dan to
coordinate type : Eastings/Northings
Gambar 8. Proses Rektifikasi
5) Klik GCP EDIT untuk memula mengambil titik control. Langkah
terakhir pada process koreksi geometric adalah Rectifikasi.
Gambar 9. Penentuan titik GCP
43
e. Cropping Pemotongan Citra
Jika data berasal dari data GIS terlebih dahulu dilakukan
korversi dari data GIS Format ke Erv.
1) Load Data SPOT 5 yang dibutuhkan SPOT5\050729_292_364
dibuka
2) Lakukan impor data vektor dengan Pilih Utilitis lalu impor Vektor
and GIS format_ ESRI Shapefile Import. Pada baris input Name
file arahkan ke data vektor yang dituju seperti Batas Adm
Poly.shp. Pada baris output File Name arahkan ke folder.
Extension output harus ditulis “erv” yang merupakan tipikal
vector er Mapper. Map Projection : geodetic, Datum : 1984
3) Kemudian tampalkan data vector kedalam citra yaitu Pada
window algorithm, klik edit-add vector layer annotation/map
compotition untuk mengeluarkan layer khusus vektor. Setelah
dibuka maka akan muncul vektor polygon kecamatan yang dituju.
Beri nama region polygon tersebut. Jangan lupa garis vektor
tersebut harus dalam keadaan terpilih. Save file vector tersebut
dan save as ke dalam raster region
OK
Gambar 10. Proses Rektifikasi
44
f. Penajaman Kontras (Transformasion)
Transformasi adalah teknik peningkatan kontras warna dan
cahaya dari suatu citra sehingga memudahkan untuk interpretasi dari
analisis citra. Histogram adalah suatu tampilan grafik dari distribusi
frekuensi relatif dalam suatu dataset. Suatu kotak dialog transformasi
akan menampilkan histogram data masukkan dan data keluaran
setelah ditransformasi dan garis transformasi.
Gambar 12. Histogram Citra
Gambar 11. Hasil Cropping Area Pemetaan
45
Gambar 13. Hasil Penajaman Kontras RGB (terlihat lebih terang)
2. Pengolahan Dengan Arc View dan Arc Info
Pengolahan data yang dilakukan di dalam software Arc View
adalah klasifikasi kenampakan citra, digitasi untuk kelas lahan, layout
peta dan yang terakhir merupakan ploting atau printing.
Selain di dalam software Arc View sendiri dipergunakan software
Arc Info yang diperuntukkan untuk mengkonversi bentuk polyline yang
didigitasi pada arc View ke dalam bentuk Polygon untuk dimasukkan
atributnya.
a. Memulai Arc View GIS
Aktifkan software Arc view denga double klik icon .
Kemudian akan muncul window Welcome pilih as a blank project
46
Gambar 14. Arc View Main Menu
Arcview memiliki main window dan project window.
Sebelum memasukkan features data terlebih dahulu aktifkan
Extension Image analysis dan ECW v30 and Er Mapper Images.
b. Deliniasi Prinsip dasar deliniasi :
1) Tentukan kelas penutup lahan yang hendak diklasifikasi
2) Tentukan skala output digitasi
3) Buat 2 file : tipe vektor garis dan tipe point
4) Setiap Kelas lahan yang berbeda terpisahkan dengan line pada
skala yang ditentukan
5) Garis pada vector type line harus continou, jika putus buatlah
overshoot
Gambar 15. Mengaktifkan Extension
47
6) Setiap satu kelas harus membentuk satu polygon tertutup
7) Setiap satu polygon harus mempunyai satu point untuk label,
sehingga jumlah polygon akan sama dengan jumlah point.
8) Lakukan digitasi batas kelas pada semua lokasi Area Of Interest
pada skala yang ditentukan.
c. Digitasi
Klik View-New Theme dari main window. Pilih line pada
Feature type. Klik OK. Buat nama file pada directory yang dituju dan
tentukan skala digitasi dengan menuliskan batas skala yang dipakai
untuk digitasi.
Gambar 16. Membuat Themes Baru
1) File untuk kelas jalan, biasanya dipisahkan tersendiri demikian
juga dengan sungai kecil sedangkan untuk jalan besar dan sungai
besar di masukkan dalam theme penggunaan lahan.
2) Lakukan digitasi sampai semua lokasi terwakili oleh kelas penutup
lahan.
48
Gambar 17. Digitasi dalam Polyline
d. Konversi Polyline ke dalam Polygon
Aktifkan software Arc Info dari desktop atau proram. Cari file
yang akan di bentuk polygon dengan mengetik dir enter.
Gambar 18. Main Menu Arc Info
1) Mengkonversi file type line kedalam tipe polygon
a) Shapearc<file input><file output> 0 0 0 0
( membuat polygon dari polyline)
contoh : “ shapearc pl pl_poly 0 0 0 0” (enter)
b) Clean<file input><file output> 0 0
49
(memotong/membuang garis garis lebih pada polygon)
contoh : “clean pl_poli 0 0” (enter)
2) Buka file hasilnya dengan arc view lihat apakah masih ada garis
yang undershoot. Setelah yakin betul tidak ada file yang
undershoot, maka konversi file tersebut kedalam shapefile format.
Caranya klik Theme-Convert to Shapefile arahkan pada directory
yang dituju
e. Data Base Penggunaan Lahan
1) Buka atribut penggunaan lahan. Klik Table-Start Editing. Klik
Edit – Add field. Jika atributnya sudah terbuka masukkan kelas
penggunaan lahan sesuai dengan klasifikasi yang digunakan
Gambar 19. Database Penggunaan Lahan
2) Setelah semua table dan atribut terisi lakukan dissolve file
penggunaan lahan.
3) Klik View–Geoprocessing Wizard, pilih Dissolve features based
on an atribut, klik Next, pilih Pl_poly pada select theme to
dissolve, select field yang dituju, Pada output file letakkan file
50
tersebut pada directory yang dituju Klik next klik Finish, tunggu
sampai selesai.
4) Hitung luas area dari masing–masing kelas penutup lahan dengan
cara mengupdate dari Xtools–update Area, Perimeter, Hectares,
and Length.
5) Buka ulang file tersebut kemudian aktifkan theme akan muncul
dalam satu warna klik 2x pada nama tanpilan themesnya sampai
keluar kotak dialog Legend editor, klik pada Legend Themes :
Unique Value, klik pada values field : Label – apply klik 2x di
warna sampai muncul kotak dialog Fill Pallete. Jika warna ingin
diganti, klik pada warna yang akan diganti kemudian pilih warna
6) Lakukan editing untuk semua Label dengan color Pallete
maupun Fill Pallete yang kita inginkan sampai warna dan tekstur
legenda penutup lahan mudah dibedakan satu sam lain.
f. Konversi Sistem Proyeksi
1) Aktifkan extensions Projection Utility Wizard
2) Klik File–Arc View Prijection Utility, pada step 1 select file yang
hendak di projeksikan. Pada step 2 pilih coordinate system
Projected, WGS 1984 zone s49
3) Pada step 3 pilih coordinate system geografis, degree, klik next
4) Step 4 simpan file pada directory yang dituju.
51
g. Layout
Sebelum peta dilayout peta terlebih dahulu di ubah kembali
dalam bentuk UTM.
1) Pilih view, Properties, buat skala dalam meter–kilometer
2) KLik projection, pada projection standard, pada baris category cari
utm 1983, zone 49
3) Pindahkan pada costum, pada baris projection dari transverse
mercator kemudian cari wgs 1984, isikan angka 10.000.000 pada
baris false northing. OK
Gambar 20. Konversi Sistem Proyeksi
Aktifkan window project, kemudian klik icon Layout pilih
new. Aktifkan extension Gratucules and Grid Wizard. Setelah masuk
kedalam, masuk menu Layout_ Page Setup. Didalamnya pilih ukuran
kertas dan ukuran grid layout. Untuk menampilkan peta hasil digitasi
klik view frame. Drag pada daerah yang akan dimasukkan peta dan
masukkan skala peta yang akan dibuat.
52
Gambar 21. Main Menu Layout
Pada umumnya peta memililki informasi letak koordinat.
Untuk menambahkan pada Layout klik icon akan muncul
windows.
1) pilih frame yang hendak di layout
2) isikan interval grid
3) Tampilan grid dapat berupa tic mark maupun line
4) Selanjutnya isikan lebar garis, warna grid, dan label, font, size dan
text style.
5) untuk melihat hasilnya preview. Jika selesai klik finish.
Untuk menambahkan judul, annotasi atau sumber data dapat
ditambahkan ke dalam layout dengan mengklik . Untuk
menambahkan orientasi peta klik icon drag pada tempat yang
akan diletakkan. Tambahkan skala batang dengan klik icon . Dan
drag tempat yang hendak di masukkan skala batangnya. Masukkan
1. View Frame 2. Legend 3. Scale Frame 4. Orientasi 5. Diagram 6. Table 7. Pitcure
53
legenda dengan klik icon kemudian drag tempat yang akan
diletakkan. Edit legend yang asli karena legenda yang asli belum
sesuai kaidah perpetaan.
Gambar 22. Proses Layout Peta Citra Satelit
Sumber Orientasi dan Skala
Inset
Judul
Legenda Pembuat Peta
54
Gambar 23. Proses Layout Peta Penggunaan Lahan
h. Mencetak layout
Peta akhir yang dibuat haruslah dicetak. Layoutnya harus
berada pada posisi yang sesuai dengan ukuran kertas cetaknya.
Adapun langkah dalm mencetak layout adalah :
Sumber dan Produsen
Map Face Inset dan Koordinat Judul
Skala dan Orientasi Legenda
55
1) Aktifkan layout yang hendak dicetak
2) Dari menubar pilih file print kemudian akan muncul print setup
dan atur setelan printernya.
3) Kemudian cetak
Gambar 24. Menu Print Setup Arc View
C. Hasil Interpretasi
Pada pemetaan peggunaan lahan kali ini proses interpretasi
penggunaan lahan diklasifikasikan menurut sistem USGS dengan
pengembangan dan modifikasi. Penggunaan skala berpengaruh terhadap
pemilihan kedetailan klasifikasi, dimana semakin besar skala yang digunakan
maka pengklasifikasian akan semakin detail. Dalam sistem klasifikasi USGS
terdapat dua level klasifikasi, untuk itu peneliti mengembangkan dan
memodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan pemetaan
penggunaan lahan dengan metode interpretasi citra SPOT 5.
Pada hasil interpretasi diperoleh deskripsi kenampakan citra satelit
SPOT 5 beresolusi 2,5 meter yaitu sebagai berikut..
1. Lahan Terbangun/Kota
a. Permukiman
56
1) Pemukiman teratur dengan rona cerah dan berwarna putih atau
coklat dengan tekstur agak kasar, berbentuk empat persegi
panjang, terdapat bayangan di tengah-tengah bagian atapnya, dan
ukuran rumah relatif kecil biasanya terletak di dekat jalan serta
cenderung berkelompok, berpola teratur, atau terkelompok sesuai
dengan blok-blok,
2) Pemukiman tidak teratur dengan rona cerah dan berwarna putih
atau coklat dengan tekstur agak kasar, berbentuk empat persegi
panjang, terdapat bayangan di tengah-tengah bagian
atapnya,biasanya terletak di dekat jalan serta cenderung
berkelompok dan berpola acak atau sembarang
Gambar 25. Contoh Interpretasi Kawasan Permukiman 1) permukiman teratur 2) permukiman tidak teratur,
3) retail dan jasa dan 4) lahan terbuka
b. Perdagangan dan Jasa
1) Retail dan Jasa dengan rona cerah dan berwarna putih dan terletak
di sepanjang jalan besar
1
4
3
2
57
2) Gudang berbentuk persegi panjang atau cembung, memiliki rona
cerah
c. Industri
Pabrik/industri memiliki gedung dengan ukuran besar dan
memanjang, beberapa gedung bergabung dengan jarak yang dekat.
Gambar 26. Contoh Interpretasi Kawasan Industri, 1) industri, 2) rumput atau lahan kosong
d. Transportasi dan Komunikasi
1) Jalan Raya memiliki bentuk memanjang, lebarnya seragam dan
relatif lurus. Tekstur halus serta rona yang kontras dengan daerah
sekitar dan pada umumnya cerah. Simpang jalan tegak lurus atau
mendekati tegak lurus
2) Rel Kereta api memiliki ciri yang hampir sama dengan jalan raya
yaitu lurus memanjang, lebarnya seragam tetapi berbentuk lebih
sempit daripada ukuran jalan, tidak ada perpotongan pada rel
kereta dan berwarna gelap.
2
1
58
3) Bandar Udara nampak lapangan yang luas, datar dan tekstur
halus. Landasan yang lurus, lebar dengan pola yang teratur
nampak jelas. Terdapat gedung terminal dan tempat parkir
pesawat.
Gambar 27. Contoh Interpretasi Kawasan Bandara Ahmad Yani 1) bandar udara, 2) tambak, 3) sawah, 4) pemakaman, 5) jalan raya,
6) rel kereta api, 7) kebun campuran, dan 8) sungai
e. Fasilitas Umum
1) Sarana pendidikan atau gedung sekolah bentuknya seperti I, L
atau U dengan halaman yang teratur dan bersih serta luas.
2) Sarana Keagamaan, berbentuk satu bangunan utuh, terpisah
denngan bangunan lainnya, dan lebih besar dari rumah pada
umumnya.
3) Lapangan Sepakbola, Berbentuk empat persegi panjang dengan
ukuran teratur (5 : 4), dengan rona cerah dan tekstur yang halus,
untuk citra ini terlihat gawang dan garis lapangan.
2
1
8
7
6
3
4
5
59
4) Kuburan, memiliki rona cerah (hijau), tektur halus, seperti padang
rumput tetapi terdapat batas-batas atau terbagi dalam blok-blok,
pada tepi kuburan terdapat pagar yang membatasi areal kuburan
dengan lahan lainnya.
5) Taman, memiliki rona cerah yaitu berwarna hijau, terletak di delta
jalan, atau dekat dengan jalan dan pemukiman
6) Taman Rekreasi, terdapat tempat bermain, dan terletak disekitar
objek wisata seperti di pinggir pantai.
Gambar 28. Contoh Interpretasi Fasilitas Umum 1) lapangan sepakbola,
2) sarana pendidikan
2. Lahan Pertanian
a. Sawah bervarasi ronanya dari cerah hingga terang Sawah berupa
petak-petak persegi panjang.
b. Kebun campuran memiliki tekstur kasar dan berwarna hijau yang
tidak merata. Terletak diantara pemukiman penduduk.
c. Tambak memiliki tekstur yang halus berwarna gelap, berbentuk
seperti sawah yaitu berua petak-petak persegi panjang dan terletak
ditepi pantai.
2
1
60
d. Tegalan memilki tekstur yang kasar, berona cerah, terdapat bekas
tanah yang telah diolah. Kepadatan vegetasinya lebih jarang dan
pendek jika dibandingkan dengan kebun campuran.
3. Perairan
a. Sungai memiliki tekstur permukaan air yang seragam dengan rona
yang gelap jika airnya jernih, atau cerah jika keruh. Arah aliran
sungai ditandai oleh bentuk sungai yang lebar pada bagian muara,
pertemuan sungai memiliki sudut lancip sesuai dengan arah aliran,
perpindahan meander ke arah samping dan ke arah bawah (muara),
gosong sungai meruncing ke arah hulu dan melebar ke arah muara
b. Danau, memiliki rona yang gelap sesuai dengan kejernihan air, dalam
citra ini danau berwarna gelap dengan bentuk yang tidak beraturan
dan tektur yang halus.
4. Lain–lain
a. Lahan terbuka memiliki rona yang terang, terdapat sedikit sekali
vegetasi yang menghiasi lahan tersebut.
b. Rumput atau Lahan Kosong memiliki tekstur yang halus, berwarna
cerah yaitu hijau, terletak di sekitar perumahan.
1. Hasil Uji Kesesuaian
Survei lapangan dimaksudkan untuk mencocokkan kenampakan hasil
interpretasi dengan kondisi nyata dilapangan saat ini. Berdasarkan survei
tersebut didapatkan ketelitian sebesar 86 % dan dikatakan valid dari lima
61
puluh titik survei dan terdapat penambahan jumlah status penggunan
lahan yaitu sarana pemerintahan dan fasilitas militer. Titik survei tersebut
ditetapkan berdasarkan keraguan peneliti terhadap objek interpretasi, baik
kerancuan bentuk maupun kurang jelasnya citra yang diinterpretasi. Titik-
titik survei dapat dilihat pada peta 2.
Beberapa titik yang tidak sesuai adalah objek gudang, lahan
terbuka, sawah, rumput dan lahan kosong dan permukiman. Gudang yang
diinterpretasikan dengan bentuk bangunan tunggal, besar dan berwarna
cerah ternyata kenampakan aslinya adalah sarana peribadatan Gereja,
tabel secara rinci disajikan dalam lampiran 2.
Lahan kosong yang disurvei di Kelurahan Tawangmas adalah
sarana pendidikan. Ketidaksesuaian ini terjadi bukan karena kesalahan
interpretasi, melainkan pada tanggal pengambilan citra. Citra yang
digunakan pada penelitian kali ini adalah pada citra tahun 2005
sedangkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2007. jeda waktu
tersebut telah memungkinkan terjadinya konversi lahan terutama lahan
pertanian menjadi areal terbangun seperti pemukiman, sarana pendidikan
dan lain-lain.
Kemudian areal sawah di Kelurahan Tawangsari merupakan
sebuah Fasilitas Militer milik TNI Angkatan Udara. Kesalahan
interpretasi ini lebih dikarenakan karena bangunan fasilitas militer
tersebut tergabung dengan lahan sawah disekitarnya sehingga pada saat
63
interpretasi peneliti memasukkan lahan itu ke dalam penggunaan lahan
sawah. Fasilitas militer lainnya adalah di Kelurahan Krapyak, yang
sebelum survei diinterpretasikan sebagai areal pemukiman teratur.
Lahan permukiman tidak teratur di kelurahan krapyak meskipun
bentuknya dan ronanya mirip dengan lahan permukiman namun
berdasarkan hasil survei adalah berupa sarana pemerintahan.
2. Kondisi Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat Tahun 2005
Penggunaan lahan Kecamatan Semarang Barat tahun 2005
didapatkan berdasar hasil interpretasi citra SPOT 5 tanggal akuisisi 5 mei
2005 yang diklasifikasikan menurut sistem klasifikasi USGS yang telah
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penggunaan lahan Kecamatan
Semarang Barat. Peta penggunaan lahan Kecamatan Semarang Barat
dapat dilihat pada peta 4.
Berdasarkan klasifikasi tersebut didapat beberapa status
penggunaan lahan yang nampak/terlihat dan mampu dibedakan objeknya
melalui kegiatan interpretasi antara lain lahan permukiman (teratur dan
tidak teratur), industri, Transportasi (Bandar udara, jalan raya dan rel
kereta api), fasilitas umum (sarana pendidikan, sarana pemerintahan,
sarana peribadatan, lapangan olahraga dan pemakaman) dan seterusnya.
Dari luas 2070 Ha yang didapat dari hasil digitasi penggunaan
lahan di Kecamatan Semarang Barat mayoritas merupakan permukiman
yaitu seluas 1008 Ha atau 48,65 % dari luas keseluruhan. Penggunaan
65
lahan untuk permukiman teratur bersifat terpusat pada daerah utara yaitu
pada Kelurahan Tawangsari dan sedikit di Kelurahan Tawangmas,
Krapyak dan Kembangarum. Sedangkan permukiman tidak teratur berada
hampir di seluruh Kelurahan di Semarang Barat terkecuali Kelurahan
Tambakharjo dan Tawangsari.
Lahan industri di Kecamatan Semarang Barat bersifat terpusat
pada tiga bagian yaitu pada bagian utara di Kelurahan Tawangmas,
bagian barat di Kelurahan Krapyak dan Bagian Selatan yang merupakan
kawasan industri terluas yaitu di Kelurahan Manyaran,
Ngemplaksimongan dan Bongsari. Di Kelurahan Tambakharjo terdapat
penggunaan lahan yang paling berbeda dengan kelurahan lainnya.
Penggunaan lahan di Tambakharjo hanya digunakan untuk tambak,
bandar udara, sawah dan sisanya permukiman teratur.
Lahan rumput/tanah kosong tersebar hampir diseluruh wilayah
Kecamatan terutama didaerah sempadan sungai dan jalan raya dan
sisanya adalah tegalan, kebun campuran dan penggunaan lahan lainnya.
Luas penggunaan lahan berdasarkan hasil interpretasi secara rinci dapat
dilihat pada tabel 6.
3. Kondisi Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat Tahun 2007
Peta penggunaan lahan ini didapatkan berdasarkan hasil
interpretasi citra SPOT 5 dengan penyesuaian berupa cek lapangan. Luas
kecamatan Semarang Barat menurut hasil digitasi adalah seluas 2070 Ha.
66
Kecamatan Semarang Barat terbagi dalam dua bentang alam yaitu daerah
dataran rendah yaitu bagian utara sampai tengah dan daerah
bergelombang (bukit) pada sebagian daerah selatan. Meskipun demikian
mayoritas penggunaan lahan di kecamatan ini masih tetap berupa
pemukiman baik teratur maupun teratur. Secara umum luas penggunaan
lahan pemukiman di Kecamatan Semarang Barat yaitu seluas 997 Ha atau
sekitar 48,14 % dari keseluruhan penggunaan lahan. Walaupun mayoritas
penggunaan lahannya adalah permukiman tetapi penggunaan lahan di
Semarang Barat masih sangatlah variatif, jika dibandingkan dengan
Kecamatan Lainnya di Kota Semarang yang hampir seluruh wilayahnya
berupa area terbangun seperti permukiman, pertokoan dan gedung-
gedung. Peta Penggunaan Lahan tahun 2007 dapat dilihat pada peta 5.
Semarang Barat dengan letaknya yang strategis yaitu didaerah
pantai memberikan potensi yang besar bagi kepariwisataan kota
semarang, potensi tersebut adalah pengembangan kawasan rekreasi pantai
dan sarana penunjang dengan upaya reklamasi pantai. Selain untuk
kawasan rekreasi bagian utara Kecamatan Semarang Barat digunakan
sebagai Permukiman Teratur. Permukiman Teratur ini ditujukan untuk
permukiman penduduk kelas atas, tercatat beberapa perumahan elit telah
dibangun dikawasan marina seperti Puri Anjasmoro, Puri Mediteran dan
lain-lain.
Fenomena yang menonjol dari kecamatan Semarang Barat adalah
masih adanya lahan Tambak yang berada di Kelurahan Tambakharjo
67
68
69
tepatnya disebelah utara Bandara. Luas lahan tambak saat ini masih
sekitar 302 Ha. Luas lahan tambak ini telah jauh berkurang jika
dibandingkan beberapa tahun silam.
Kawasan industri di Semarang Barat terbagi dalam tiga wilayah,
yaitu wilayah utara yang berada di Kelurahan Tawangmas, wilayah barat
yaitu di Kelurahan Krapyak dan wilayah selatan yang merupakan daerah
industri terluas berada di Kelurahan Bongsari, Kelurahan
Ngemplaksimongan dan Kelurahan Manyaran. Luas wilayah industri di
Semarang Barat adalah seluas 110 Ha.
Penggunaan lahan sawah masih terlihat luas dan masih
mengelompok pada bagian barat, yaitu pada Kelurahan Krapyak,
Kelurahan Tambakharjo, Sebagian kelurahan Tawangmas dan Kelurahan
Kalibanteng Kulon. Luas lahan sawah sendiri seluas 115 Ha. Kecamatan
Semarang Barat memiliki suatu areal pemakaman yang diperuntukkan
bagi tentara atau pahlawan seluas 6 Ha dan terdapat di Kelurahan
Kalibanteng Kulon. Beberapa penggunaan lahan lainnya adalah fasilitas
militer yang terletak di Kelurahan Krapyak dan Kelurahan Tawangsari,
sarana pemerintahan terletak di Kelurahan Kalibanteng Kulon dan
Kelurahan Krapyak.
Disamping lahan-lahan terperuntukan terdapat pula lahan terbuka
dan rumput atau lahan kosong. Lahan Terbuka ini terlihat mencolok
karena luasnya yang teramat luas yaitu seluas 83 Ha. Semua lahan
terbuka ini di Kelurahan Tawangsari, hal ini dikarenakan proses
70
pengembangan kawasan marina dan permukiman kelas atas dengan
membuka dan menambah luas areal pantai dengan program reklamasi.
Berbeda dengan lahan terbuka yang letaknya terpusat, rumput atau lahan
kosong tersebar hampir merata di seluruh wilayah kecamatan terutama
pada daerah sempadan Sungai Banjir Kanal Barat dan Jalan Tol
Semarang.
Tabel. 6. Tabel Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Barat Luas (Ha)
No Kategori Penggunaan Lahan
Hasil Interpretasi Citra 2005
% Hasil Survei Tahun 2007
%
1 Bandar Udara 116 5,59 116 5,59 2 Danau 13 0,62 13 0,62 3 Fasilitas Militer 0 0,00 9 0,41 4 Gudang 13 0,65 6 0,31 5 Industri 114 5,51 110 5,31 6 Kebun Campuran 25 1,20 31 1,49 7 Lahan Terbuka 85 4,11 83 4,03 8 Lapangan Olahraga 1 0,05 1 0,05 9 Pemakaman 6 0,28 6 0,28
10 Permukiman Teratur 172 8,29 166 8,00 11 Permukiman Tidak Teratur 836 40,36 831 40,14 12 Retail dan Jasa 50 2,43 50 2,43 13 Rumput/Tanah Kosong 135 6,54 129 6,25 14 Sarana Pemerintahan 0 0,00 9 0,42 15 Sarana Pendidikan 11 0,54 12 0,56 16 Sarana Peribadatan 4 0,21 11 0,55 17 Sawah 116 5,63 115 5,56 18 Taman 2 0,10 2 0,10 19 Taman Rekreasi 47 2,28 47 2,28 20 Tambak 302 14,58 302 14,58 21 Tegalan 22 1,06 22 1,06
Jumlah 2070 100 2070 100 Sumber : Hasil Digitasi Citra SPOT 5 Tahun 2005 dan Cek Lapangan
Tahun 2007.
71
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan luasan antara penggunaan lahan hasil interpretasi sebelum
survei dengan sesudah survei walaupun tidak begitu menonjol. Selain
perbedaan luasan juga terdapat dua status penggunaan lahan yang belum
terinterpretasi dalam proses interpretasi yaitu penggunaan lahan untuk
sarana pemerintahan dan fasilitas militer.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemetaan penggunaan lahan menurut sistem klasifikasi penggunan lahan
menurut USGS (United States Geological Survey) yang dimodifikasi dan
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dibagi menjadi tiga level
klasifikasi untuk pemetaan penggunaan lahan dengan interpretasi citra
SPOT 5 yang merupakan citra beresolusi tinggi memakai sistem
klasifikasi level 3. Mengacu klasifikasi tersebut penggunaan lahan
dikecamatan Semarang Barat sangatlah veriatif walupun mayoritas
penggunaan lahan masih sebagai permukiman baik permukiman teratur
maupun permukiman tidak teratur.
2. Pemetaan yang mengintegrasikan teknologi Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografi ternyata mampu mempercepat sebuah proses
pemetaan penggunaan lahan. Karena dengan menggunakan citra
beresolusi spasial yang tinggi mampu mengurangi kegiatan check
lapangan tanpa harus melakukan pengukuran terestrial. Dengan demikian
mampu mempercepat waktu dan meminimalisasi biaya pemetaan.
.
72
73
B. Saran
Berdasarkan simpulan yang dikemukakan diatas, penulis memberikan
beberapa saran yaitu :
1. Pada pemetaan penggunaan lahan dengan metode interpretasi Citra Satelit
beresolusi tinggi hendaknya memakai citra dengan tanggal pengambilan
gambar tidak jauh beda dengan waktu penelitian sehingga kenampakannya
memang aktual dan tidak terjadi perubahan yang signifikan.
2. Proses pengolahan citra untuk dijadikan Peta Citra maupun Peta Penggunaan
Lahan hendaknya memakai sistem klasifikasi yang disesuaikan dengan
tingkat kedetailan citra, dan skala output peta.
3. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan peneliti selanjutnya mampu
mengembangkan sebuah penelitian tentang evaluasi arahan fungsi lahan
dengan kondisi penggunaan lahan saat ini. Penelitian tersebut diharapkan
mampu mengevaluasi kondisi penggunaan lahan di Kota Semarang.
74
DAFTAR PUSTAKA BPS. Kecamatan Semarang Barat Dalam Angka. 2005. Semarang
Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital : Teori dan Aplikasi dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Danoedoro, Projo. 2005. Sains Informasi Geografi : Dari Perolehan dan Analisis Citra Hingga Pemetaan dan Permodelan Spasial. Yogyakarta : Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM.
Hadjarati, Dedet. Makalah : Upaya Pengamanan Data Pemetaan Digital______
Juhadi dan Dewi Liesnoor S.. 2001. Desain dan Komposisi Peta Tematik. Semarang : BP2SIG UNNES
Kecamatan Semarang Barat. Monografi Kecamatan Bulan Juli – Desember 2006. Semarang
Prahasta, Edi. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. Bandung : Informatika
Prahasta, Edi 2002. Sistem Informasi Geografi : Tutorial Arc View, CV. Bandung : Informatika.
Pusat Data Penginderaan Jauh, 2003. Modul Pembuatan Peta Citra Satelit dan Peta Tematik. Jakarta : LAPAN
Purwadhi, Sri H. 2001.Interpretasi Citra Digital. Jakarta : GRASINDO
Ritohardoyo, Su. 2002. Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM
Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofyan. 1987. Metodelogi Penelitian Survey. Yogyakarta : LP3ES
Suroso. 2004. Petunjuk Penulisan Tugas Akhir. Semarang : Geografi FIS UNNES
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh : Jilid 1. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tim Pusat Penelitian Tanah dan Anglomerasi. 1993. Petunjuk Teknik Evaluasi Lahan. _____: Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
75
Wulandari, Rozallina O.. 2006. Proyek Akhir : Sistem Informasi Geografis Untuk Analisa Penyebaran Tempat Pembuangan Sampah Kota Surabaya Dengan GIS-GRASS. Surabaya : Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
_______,www.satimagery.com
76
BIODATA PENULIS
Nama : Adi Febrianto
Nama Panggilan : Adhi
Alamat : JL.Raya Ceger No. 10 RT. 10 RW 2
Kelurahan Ceger Kecamatan Cipayung
Jakarta Timur 13820
Dsn Turgorejo Rt 01 Rw XXI No. 10
Desa Harjobinangun Pakem Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta
Agama : Islam
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 8 Februari 1987
Golongan Darah : B
No Telepon : 021-8444456
088-82742423
No HP : 085-225127770
E-mail : [email protected]
Latar Belakang Pendidikan
1. Tahun 1992 – 1998 : SD Negeri 04 Petang Ceger
2. Tahun 1998 – 2001 : SLTP Negeri 160 Jakarta
3. Tahun 2001 – 2004 : SMU Negeri 58 Jakarta
4. Tahun 2004 – 2007 : Survei dan Pemetaan Wilayah (D3)
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang