INTERFERENSI GRAMATIKAL ANTARA BAHASA ......jumlahnya adalah kesalahan dalam persesuaian antara...
Transcript of INTERFERENSI GRAMATIKAL ANTARA BAHASA ......jumlahnya adalah kesalahan dalam persesuaian antara...
i
INTERFERENSI GRAMATIKAL ANTARA BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB
TESIS
Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister (MA)
dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab
Oleh
Abdul Mu`in
NIM : 01.2.00.1.06.01.0040
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Moh. Matsna, MA Dr. Thoyib IM., MA
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2003 M / 1424 H
ii
ABSTRAK
iii
ABDUL MU`IN. Interferensi Gramatikal antara Bahasa Indonesia dan Bahasa
Arab (Di bawah bimbingan Dr. H. Moh. Matsna. MA dan Dr. H. Thoyib IM.,
MA). Tesis bidang Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian mengenai Interferensi Gramatikal antara Bahasa Indonesia dan
Bahasa Arab telah dilakukan mulai bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2003.
Studi ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan, mengklasifikasikan jenis-jenis
kesalahan sintaktis, morfologis dan penulisan yang dibuat oleh mahasiswa
semester VI Program Pendidikan Bahasa Arab UPI Bandung sebagai sampel, dan
(2) memberikan upaya untuk meminimalisasi kesalahan-kesalahan itu.
Objek penelitian dibatasi pada Interferensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pertama dalam bahasa Arab sebagai bahasa kedua dalam bidang sintaksis dan
morfologi pada tingkat kalimat tunggal serta unsur bawahannya berupa kata dan
frasa.
Untuk mencapai tujuan penelitian di atas digunakan metode deskripsi
kontrastif antara sistem bahasa Indonesia dan bahasa Arab yang berfokus pada
kaidah-kaidah yang memiliki perbedaan antara kedua bahasa itu sehingga
mengakibatkan terjadinya interferensi negatif, yakni menerapkan kaidah-kaidah
bahasa Indonesia yang berbeda dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dalam
berbahasa Arab. Adanya interferensi negatif ini menyebabkan terjadinya mahasiswa
melakukan kesalahan dalam berbahasa Arab .
iv
Adapun data penelitian mengenai kesalahan berbahasa Arab diperoleh
melalui tes kemampuan dalam lingkup kalimat (jumlah) dan unsur bawahannya
berupa kata dan frasa (kalimah dan murakkab nâqish) sebagai pembentuk kalimat
dan pengisi subjek, predikat dan objek (musnad ilayh, musnad dan maf`ûl bih).
Setelah data terkumpul kemudian diolah dengan penentuan pemerian gramatikal
bagi setiap kesalahan dengan klasifikasi sintaksis, morfologi dan penulisan (nahwu,
sharaf, dan imla). Kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk persentase
jenis-jenis kesalahan. Berdasarkan analisis data dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para mahasiswa berjumlah 441
kesalahan dengan klasifikasi sebagai berikut:
One) kesalahan dalam bidang sintaksis berjumlah 281 kesalahan atau 63.72%
dari jumlah seluruh kesalahan;
Two) kesalahan dalam bidang morfologi berjumlah 149 kesalahan atau 33.79%
dari jumlah seluruh kesalahan;
Three) kesalahan dalam penulisan berjumlah 11 kesalahan atau 2,49% dari
jumlah seluruh kesalahan.
Jumlah kesalahan dalam bidang sintaksis secara keseluruhan lebih banyak dari
jumlah kesalahan bidang morfologi. Jumlah kesalahan bidang sintaksis mencapai
63.72 %, jumlah kesalahan dalam bidang morfologi mencapai 33.79% dari
jumlah seluruh kesalahan dan jumlah kesalahan dalam penulisan mencapai
2.49%
v
Jenis kesalahan morfologis yang paling besar jumlahnya adalah kesalahan dalam
ta`yin (ma`rifat dan nakirah), sedangkan jenis sintaksis yang paling banyak
jumlahnya adalah kesalahan dalam persesuaian antara khabar dan mubtada
mengenai `adad (mufrad, tatsniyah, dan jama`).
2. Untuk meminimalisasi kesalahan yang timbul akibat interferensi gramatikal
antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab karena adanya perbedaan sistem bahasa,
baik dalam tataran morfologi, sintaksis, dan penulisan, maka perlu digunakan
metode dan teknik mengajar yang memberikan perhatian lebih terhadap latihan-
latihan penggunaan bentuk-bentuk kata, struktur kalimat, dan latihan
penulisan/imla secara intensif, terutama pada aspek-aspek dimana mahasiswa sering
melakukan kesalahan.
KATA PENGANTAR
vi
بسم اهللا الرحمن الرحیم
ومن آیاتھ خلق السموات واألرض واختالف : الحمد هللا القائل ، والصالة والسالم على محمد سید العرب والعجم، وعلى …ألسنتكم
:أما بعد . الھ واصحاببھ ومن اتبع دینھ األقوم
Tiada kata yang lebih indah untuk memulai penulisan ini selain
memanjatkan pujian dan syukur ke hadirat Allah swt yang berfirman : Dari
sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya adalah penciptaan langit, bumi, dan perbedaan
bahasa… , shalawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad saw sebaik-
baik orang Arab dan `ajam (nonArab), keluarga, sahabat, dan orang yang
mengikuti agamanya yang terkuat.
Tesis ini berjudul Interferensi Gramatikal Antara Bahasa Indonesia dan
Bahasa Arab. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
program studi pada program pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta guna memperoleh gelar Magister dalam ilmu agama Islam
bidang Bahasa dan Sastra Arab. Penulis sadar sepenuhnya bahwa penyelesaian
studi ini dapat dicapai atas bantuan banyak pihak baik selama studi di Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun dalam proses penulisan tesis. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan sedalam-
dalamnya dan terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak atas bantuannya,
terutama kepada mereka yang tersebut di bawah ini :
1. Bapak Prof. Dr. H.D. Hidayat MA. selaku ketua Konsentrasi Bahasa dan
Sastra Arab dengan penuh kasih sayang dan rasa tanggung jawab telah
vii
memberikan banyak pengarahan dan bimbingan yang memuaskan kepada
penulis, sejak awal sampai dengan penyelesaian studi.
2. Bapak Dr. Muhammad Matsna, MA. selaku pembimbing I, yang dengan sabar
dan tekun telah membimbing, mengarahkan, dan memberi petunjuk dalam
penulisan tesis ini hingga selesai.
3. Bapak Dr. Thoyib IM. MA. selaku pembimbing II, yang dengan sabar dan tulus
telah membimbing, mengarahkan dan memberi petunjuk dalam penulisan tesis
ini hingga selesai.
4. Drs. H. Agus Salam M.Pd. Ketua Program Pendidikan Bahasa Arab FPBS UPI
Bandung yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian pada
mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab semester VI FPBS UPI serta telah
memberikan dorongan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pimpinan
perpustakaan UPI Bandung yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan
studi kepustakaan.
6. Para dosen yang telah memberikan berbagai ilmu kepada penulis selama studi di
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Dr.Syihabuddin. Pembantu Dekan I di FPBS UPI Bandung yang dalam
kesibukannya masih sempat memberikan pengarahan yang sangat berharga bagi
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Drs. Maman Abdurrahman M.Ag. Dosen Program Pendidikan Bahasa Arab
FPBS UPI Bandung yang telah banyak membantu penulis dalam berbagai hal.
viii
9. Teman-teman senasib seperjuangan yang dengan ikhlas dan penuh rasa
tanggungjawab telah menunjukkan kebersamaannya dalam perjuangan ini.
10. K.H. Irfan Hielmy dan Hj. Yuyu Dayu Rabi ah Adawiyah (alm), Pengasuh
Pesantren Darussalam Ciamis, Jawa Barat yang selalu membimbing para
santrinya termasuk penulis.
11. Orang tua tercinta, Mama (alm) dan ibunda Hj. Siti Romlah yang telah
membesarkan dan mendidik dengan tulus dan sabar sejak kecil.
12. Isteri tercinta Iis `Aisyah dan anak-anakku tersayang yang telah memberikan
dukungan lahir batin.
13. Dra. Ninih Muthmainnah dan K.H Abdullah Gymnastiar Pimpinan Pondok
Pesantren Daaruttauhid Bandung yang telah memberikan dorongan yang amat
berharga kepada penulis dalam kelancaran studi.
Bandung, Oktober 2003 / 1424
H
Penulis
DAFTAR SINGKATAN
BI : Bahasa Indonesia
BA : Bahasa Arab
S : Subjek, musnad ilayh
ix
P : Predikat, musnad
O : Objek
K : Keterangan
V : Verbal
Pel : Pelengkap
Lk : Laki-laki
Pr : Perempuan
Adj : Adjektif
KET : Keterangan
Mub : Mubtada
Kh : Khabar
DAFTAR TRANSLITERASI
a. Konsonan
Arab Latin Arab Latin
dl = ض a = ا
th = ط b = ب
x
zh = ظ t = ت
‘ = ع ts = ث
gh = غ j = ج
f = ف h = ح
q = ق kh = خ
k = ك d = د
l = ل dz = ذ
m = م r = ر
n = ن z = ز
w = و s = س
h = ه sy = ش
y = ي sh = ص
ah; at (mudaf, bentuk sambung) = ة
al-( adat al-ta’rif, kata sambung) = ال
b. Vokal Pendek
Arab Latin
a = ــ
i = ــ
u = ــ
c. Vokal Panjang
xi
â = ـ ا
î = ـ ي
û = ـ و
d. Diftong
Arab Latin
uww (u pada akhir kata) = ـ و aw = ـ و
iyy (i pada akhir kata) = ـ ي ay = ـ ي
Keterangan :
Transliterasi yang dipakai dalam penulisan penelitian ini berdasarkan
Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang tercantum dalam lampiran BUKU
PANDUAN PASCASARJANA IAIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2001/2002
xii
xiv
DAFTAR ISI
halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… ii
ABSTRAK……………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. vi
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………. ix
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………… x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xiii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. xiv
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1st. Latar Belakang Masalah……………………………………………
3
2nd. Rumusan Masalah………………………………………………….
3
3rd. Kegunaan Penelitian …………………………………………..…..
3
4th. Tujuan dan Cakupan Penelitian……………………………………
4
5th. Metode Penelitian………………………………………………….
5
1. Definisi Operasional…………………………………………… 5
xv
2. Subjek Penelitian………………………………………………. 6
3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data…………………… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..…
7
1st. Kajian Interferensi dan Kesalahan Berbahasa……………………. 7
2nd. Faktor Kesalahan Berbahasa………………………………………
10
3rd. Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa Arab………………………
12
4th. Aspek-Aspek Kesalahan Berbahasa Arab…………………………
13
5th. Analisis Kontrastif sebagai Pemrediksi Kesalahan
Berbahasa Arab …………………………………………………… 14
6th. Penelitian yang Relevan……………………………………………
15
7th. Gramatika Bahasa Indonesia………………………………………
18
1. Pengertian Kalimat dan Klausa ……………………………… 19
One. Kalimat Verbal …………………………………………….
21
xvi
Two. Kalimat Nonverbal…………………………………………
26
2. Kategori Kata dan Fungsi ………………………………….... 27
One. Verba dan Frasa Verbal……………………………………
29
1. Fungsi Verba dan Frasa Verbal ……………………….. 31
2. Jenis Verba Menurut Perilaku Sintatisnya ……………. 32
Two. Nomina dan Frasa Nominal ……………………….………
34
1. Bentuk dan Makna Nomina ……………………….….. 35
2. Pronomina ………………………………………….….. 39
One. Pronomina Persona ………………………………….
39
Two. Pronomina Penunjuk ………………………………..
43
Three. Pembilang Nomina/ Numeralia …………………….
45
3. Frasa Pronominal dan Numerial …………………….. 46
c. Adjektiva dan Frasa Adjektival (sifat, keterangan) ………. 47
d. Adverbia dan Frasa Adverbial ………………………….….
52
e. Kata Tugas …………………………………………………
53
xvii
H. Gramatika Bahasa Arab ………………………………………..…. 55
1. Jumlah (kalimat) ………………………………………………. 57
One. Pengertian Jumlah ………………………………………….
57
Two. Jumlah Ismiyah …………………………………………..…
60
1. Khabar Mufrad ………………………………………….. 61
2. Khabar Jumlah Ismiyah …………………………………. 63
3. Khabar Jumlah Fi liyah …………………………………. 66
4. Jâr Majrûr …………………………………………….… 67
5. Khabar Zharaf ………………………………………….. 68
2. Jumlah Fi liyah (kalimat verbal) ……………………………… 69
a. Jumlah Fi`liyah dengan Pola Fi`il Ma`lûm (kalimat
verbal aktif )…………………………………………………
69
Two. Jumlah Fi`liyah dengan Pola Fi`il Majhul + Na:ib Fa`il
(kalimat verbal pasif) ……………………………………… 71
3. Kalimah (kata) ……………………………………………….. 73
One. Pengertian Kalimah dan Macam-Macamnya ………….…..
73
Two. Ciri-Ciri Isim …………………………………………..…..
75
xviii
Three. Ciri-Ciri Fi`il …………………………………………..…..
78
Four. Ciri Haraf ………………………………………………….
80
Five. Isim Nakirah dan Ma` rifah ……………………………….
81
Six. Isim Mudzakkar dan Muannats …………………………..
85
Seven. Isim Mufrad, Mutsanna, dan Jama` ……………………….
89
Eight. Isim Jâmid dan Musytaq …………………………………..
97
Nine. Fi il Mâdli dan Mudlâri .………………………………....
109
Ten. Fi il Muta`addi dan Lâzim (transitif dan taktransitif)……..
115
Eleven. Haraf
………………………………………………………. 116
Twelve. Mu`rab dan Mabni ………………………………………..
120
Thirteen. Ciri-Ciri I`rab Isim dan Fi`il
……………………………… 128
xix
Fourteen. Fungsi-Fungsi dalam Jumlah
……………………………… 130
A. Persamaan dan Perbedaan Kalimat Bahasa Arab dan Bahasa
Indonesia ………………………………………………………… 149
1. Tingkat Kalimat (jumlah)…………………………………. 150
One. Persamaan……………………………………………. ..
150
Two. Perbedaan …………………………………………….…
151
2. Tingkat Frasa …………………………………………….… 154
One. Persamaan ……………………………………………....
154
Two. Perbedaan ……………………………………………….
155
3. Tingkat Kalimah (kata) dan Frasa ……………………….... 155
One. Persamaan ……………………………………………...
156
Two. Perbedaan ………………………………………………
157
c. Kemungkinan Adanya Penyimpangan Gramatikal…….. 157
BAB III. ANALISA DATA …………………………………………………
162
xx
1st. Klasifikasi Kesalahan Berbahasa Mahasiswa ………………….. 162
2nd. Jenis Kesalahan dengan Persentase Tinggi ……………………...
179
3rd. Faktor Interferensi dalam Kesalahan Berbahasa Arab ………….
181
BAB IV. PENUTUP ………………………………………………………… 184
1st. Kesimpulan ………………………………………………………
184
2nd. Saran-Saran ………………………………………………………
185
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 187
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………..
190
21
22
23
١
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat akademik merupakan
masyarakat multilingual yang ditandai oleh kebiasaan memakai lebih dari satu
bahasa. Para mahasiswa memperoleh bahasa kesatu dalam hal ini bahasa Indonesia
(BI) melalui tahapan-tahapan pendidikan formal sejak pendidikan Taman Kanak-
Kanak. Dalam proses pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing dalam hal ini
bahasa Arab (BA) mahasiswa Indonesia mempunyai kecenderungan kuat untuk
mentransfer kaidah atau sistem BI yang telah diperolehnya ke dalam BA yang
sedang dipelajarinya. Bahasa Indonesia baku dan bahasa Arab fusha, masing-
masing memiliki kaidah-kaidah yang berlaku baginya. Kaidah-kaidah yang berlaku
bagi masing-masing itu sangat dimungkinkan disamping memiliki kesamaan, juga
memiliki perbedaan. Dari kemungkinan adanya kesamaan dan perbedaan ini
muncul transfer negatif dan positif. Transfer negatif adalah penggunaan kaidah-
kaidah BI ke dalam BA atau sebaliknya yang dapat menimbulkan penyimpangan
atau kesalahan bentuk. Misalnya mahasiswa Bahasa Arab UPI Bandung cenderung
melakukan kesalahan dalam membuat kalimat adjektival (jumlah ismiyah yang
khabarnya isim sifah) dalam BA : Al-mudarrisatu mâhirun “Ibu guru itu pandai”.
Kalimat BA yang benar adalah: al-mudarrisatu mâhiratun. Mahasiswa tersebut
melakukan kesalahan dalam membuat jumlah (kalimat) dalam BA, disebabkan oleh
interferensi yakni menerapkan kaidah (kalimat ajektival) BI yang berbeda dengan
٢
kaidah BA, yaitu BI tidak memberlakukan persesuaian (kongruensi) antara
predikat dan subjek, sedangkan dalam BA memberlakukan kongruensi antara
khabar (predikat) dan mubtada (subjek) mengenai jenis mudzakkar (maskulin) dan
mu`annats (feminin). Adapun transfer positif adalah menerapkan kaidah BI dalam
BA yang memiliki kesamaan antara keduanya. Hal ini akan memudahkan
mahasiswa dalam mempelajari bahasa Arab. Misalnya dalam bahasa Arab terdapat
jumlah ismiyah yang mubtadanya dalam bentuk mufrad mudzakkar (tunggal
maskulin) dan fungsi khabarnya diisi oleh fi’il yang memiliki kaidah dan pola yang
sama dengan BI. Misalnya: Muhammad kataba al-darsa “Muhammad menulis
pelajaran”.
Interferensi adalah sebuah konsep yang digunakan dalam sosiolinguistik dan
pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa Arab yang merujuk pada kesalahan-
kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa asing itu . Kesalahan ini terjadi
sebagai pengaruh dari pengenalan BI sebagai bahasa kesatu yang dimilikinya
terhadap bahasa asing BA yang sedang dipelajari.
Bahasa Arab sebagai bahasa asing yang banyak dipelajari di Indonesia
merupakan bahasa yang disamping memiliki kesamaan yang universal juga
memiliki ciri-ciri gramatikal yang khusus. Misalnya dalam bidang morfologi, bahasa
Arab memiliki pola pembentukan kata yang lebih variatif, dalam bidang sintaksis,
bahasa Arab memiliki struktur yang khas, antara lain memiliki tanda i`rab (kasus)
sebagai pendukung bahkan adakalanya menjadi penentu pemaknaan sebuah
struktur tertentu. Mahasiswa Bahasa Arab yang dilatarbelakangi oleh pemerolehan
bahasa BI sebagai bahasa kesatu memiliki kecenderungan yang kuat untuk
٣
melakukan interferensi kaidah bahasa Indonesia dalam kaidah bahasa Arab yang
sedang mereka pelajari.
Dalam pengalaman peneliti selama ini, interferensi BI dalam BA sering terjadi
dalam susunan bahasa Arab mahasiswa yang mengakibatkan terjadinya
penyimpangan atau kesalahan. Terjadinya kesalahan inilah yang mendorong
peneliti untuk mengkaji interferensi gramatikal antara bahasa Indonesia dan
bahasa Arab.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran yang lengkap mengenai bentuk-bentuk kesalahan
bahasa Arab dalam bidang sintaksis, morfologi, dan dalam penulisan yang
dilakukan oleh mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA FPBS UPI
Bandung ?
2. Usaha apakah yang perlu dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya
kesalahan dalam bidang sintaksis, morfologi, dan penulisan yang dilakukan oleh
mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA FPBS UPI Bandung?
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian interferensi gramatikal antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab
di Program Pendidikan Bahasa Arab belum ada yang melakukannya. Penelitian ini
sangat penting karena ia mengkaji kemungkinan-kemungkinan mahasiswa yang
٤
menggunakan sistem bahasa Indonesia dalam membuat jumlah (kalimat) bahasa
Arab sebagai bahasa Asing yang sedang mereka pelajari. Dengan demikian, hasil
penelitian ini berupa deskripsi temuan bentuk-bentuk penyimpangan atau
kesalahan dalam bidang sintaksis dan morfologi yang dibuat oleh mahasiswa
Program Bahasa Arab UPI Bandung dapat dijadikan masukan yang berguna bagi
mahasiswa dan dosen mata kuliah sintaksis dan morfologi untuk mengetahui
bentuk-bentuk kesalahan sintaktis dan morfologis, dan mengantisipasi kesalahan-
kesalahan gramatikal yang mungkin terjadi di kalangan pembelajar bahasa Arab.
D. Tujuan dan Cakupan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat mengetahui gambaran yang lengkap mengenai bentuk -
bentuk kesalahan bahasa Arab dalam bidang sintaksis, morfologi, dan dalam
penulisan yang dilakukan oleh mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA
FPBS UPI Bandung.
2. Untuk dapat menemukan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
meminimalisasi terjadinya kesalahan dalam bidang sintaksis, morfologi, dan
penulisan yang dilakukan oleh mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA
FPBS UPI Bandung.
Penelitian ini dibatasi pada interferensi bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatu
dalam bahasa Arab sebagai bahasa kedua dalam bidang sintaksis, morfologi, dan
penulisan pada tingkat kalimat tunggal serta unsur bawahannya pada mahasiswa
semester VI Proram Pendidikan Bahasa Arab JPBA FPBS UPI Bandung.
٥
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan metode deskripsi
kontrastif yang berfokus pada masalah interferensi bahasa Indonesia (BI) sebagai
bahasa kesatu dalam bahasa Arab (BA) sebagai bahasa kedua yang sedang
dipelajari.
E. 1. Definisi Operasional
Yang dimaksud interferensi dalam penelitian ini adalah interferensi yang
merujuk pada penyimpangan atau kesalahan-kesalahan gramatikal (sintaksis-
morfologi) dan penulisan yang dilakukan oleh mahahasiswa semester VI Program
Pendidikan Bahasa Arab Jurusan bahasa Asing (JPBA) Fakultas Bahasa dan Seni
(FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Sebelum perolehan data dari lapangan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
analisis kontrastif antara kalimat tunggal BI dan BA , serta unsur bawahannya
berupa kata dan frasa, untuk memperoleh data persamaan dan perbedaan
gramatikal antara kedua bahasa itu. Perolehan data yang mengenai perbedaan
antara kedua bahasa itu cenderung mahasiswa dalam menyusun kalimat BA
melakukan transfer negatif yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan atau
kesalahan-kesalahan gramatikal (interferensi gramatikal).
E. 2. Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Pendidikan Bahasa
Arab JPBA FPBS UPI Bandung dengan mengambil sampel mahasiswa semester
٦
VI angkatan 2000 (lampiran 2). Sampel ini diambil karena mereka memiliki latar
belakang pendidikan formal bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatu dan telah
menempuh mata kuliah gramatika bahasa Arab (nahwu dan sharaf).
E. 3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes kemampuan gramatika bahasa
Arab (nahwu dan sharaf) (Lampiran 1) dalam lingkup kalimat (jumlah) dan unsur
bawahannya berupa kata dan frasa (kalimah dan murakkab nâqish) sebagai
konstituen kalimat dan sebagai pengisi fungsi subjek dan predikat (musnad ilayh
dan musnad).
Setelah data terkumpul kemudian diolah dengan penetapan atau penentuan
pemerian gramatikal bagi setiap kesalahan dengan klasifikasi kesalahan dalam
nahwu (sintaksis), sharaf (morfologi) dan kesalahan penulisan. Kemudian dilakukan
penyajian data dalam bentuk data kesalahan mahasiswa dalam tes (Lampiran 3) dan
dalam bentuk persentase jenis-jenis kesalahan (Lampiran 4).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Interferensi Dan Kesalahan Berbahasa
٧
“Kesalahan berbahasa merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau
pada tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi
atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari
performansi bahasa orang dewasa”.1
Kesalahan berbahasa terjadi antara lain disebabkan oleh transfer negatif yang
disebut interferensi. Transfer adalah penggunaan sistem bahasa pertama atau
bahasa ibu pada bahasa kedua atau bahasa sasaran . Transfer itu disebut transfer
positif dan bersifat membantu, manakala antara sistem bahasa pertama memiliki
kesamaan atau kesejajaran dengan sistem bahasa kedua. Sebaliknya apabila transfer
itu bersifat mengacaukan karena perbedaan sistem bahasa maka transfer itu disebut
transfer negatif. Dengan kata lain transfer negatif itu terjadi apabila seseorang
menerapkan suatu sistem bahasa kesatu pada bahasa kedua sedangkan sistem
kedua bahasa itu jelas berbeda. Transfer negatif tersebut lebih dikenal dengan
istilah interferensi. “Interferensi merupakan penyimpangan norma bahasa yang
terjadi di dalam ujaran dan tulisan dwibahasawan karena keakrabannya lebih dari
satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa “.2
Kontak bahasa yang terjadi pada diri dwibahasawan menimbulkan pengaruh
timbal-balik antara bahasa kesatu dan bahasa kedua. Mahasiswa Indonesia yang
sedang mempelajari bahasa Arab misalnya, sistem BI sebagai bahasa kesatu yang
dimilikinya akan mempengaruhi sistem BA sebagai bahasa kedua atau bahasa
sasaran yang sedang dipelajarinya. Pengaruh sistem BI terhadap sistem BA akan
١ Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung : Angkasa, 1988), h. 141
٨
bertambah kuat apabila penguasaan sistem BI melebihi penguasaan sistem BA ,
begitu pula sebaliknya. Oleh karena demikian, apabila penguasaan sistem kedua
bahasa itu sama baiknya maka pengaruh timbal balik akan hilang.
Kadar penguasaan sistem BI sebagai bahasa kesatu bagi para mahasiswa
Bahasa Arab terutama selain alumni Madrasah Aliyah, diduga kuat melebihi
penguasaan mereka terhadap sistem BA sebagai bahasa kedua yang sedang mereka
pelajari. Dugaan ini muncul, berdasarkan bahwa pengenalan mereka terhadap BI
sebagai bahasa pertama relatif lebih baik dan lebih kuat, secara formal dimulai
sejak tingkat Taman Kanak-Kanak sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi, dan
secara nonformal BI lebih sering dipakai dalam komunikasi sehari-hari, sedangkan
pengenalan mereka terhadap BA baru pada tingkat Perguruan Tinggi, disamping
lebih jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut
dapat dikatakan bahwa sistem BI yang mereka kenali sejak kecil itu, cenderung
sangat kuat untuk dapat mempengaruhi sistem BA dan menimbulkan
penyimpangan atau kesalahan berbahasa Arab, disamping karena sistem BA
memiliki banyak perbedaan dari sistem BI, seperti adanya persoalan persesuaian
atau kongruensi dan i râb atau kasus.
Kajian bahasa Arab yang didasarkan pada lingustik modern, di dunia Islam
termasuk di Indonesia masih jarang dilakukan. Analisis kesalahan berbahasa,
misalnya, dipandang sebagai barang baru di kalangan pemikir bahasa Arab
kontemporer, terutama karena analisis ini merupakan pengembangan dari `ilmu al-
٢ Tarigan, op.cit,. h.15
٩
lughah al-tathbîqiyy (linguistik terapan). Di beberapa Universitas Timur Tengah,
analisis kesalahan berbahasa dilakukan untuk mengetahui tingkat dan kualitas
kesalahan para siswa/mahasiswa dalam menggunakan bahasa Inggris, bukan bahasa
Arab sendiri. Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan yang
bersifat sistematis yang dilakukan terdidik (siswa/ mahasiswa) ketika ia
menggunakan bahasa.3
“Pengertian kesalahan berbahasa (al-akhthâ al-Lughawiyyah) didefinisikan sebagai
penyimpangan dari standar berbahasa yang baik dan benar sesuai dengan penutur
asli”.4
“Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan sistematis yang
dilakukan terdidik (mahasiswa) ketika ia menggunakan bahasa”.5 Kesalahan
berbahasa dapat terjadi pada aspek bunyi seperti stressing (penekanan) dan
intonasi (lagu kalimat), dikte (penulisan kata), penggunaan kosakata, gramatika
dan kebudayaan. Dalam penelitian ini, kesalahan berbahasa Arab difokuskan pada
gramatika melalui tes khusus pada mahasiswa semester VI Program Pendidikan
Bahasa Arab Jurusan Pendidikan Bahasa Asing Fakultas Bahasa Dan Seni
Universitas Pendidikan Indonesia.
B. Faktor Kesalahan Berbahasa
٣ Mansur Pateda, Analisis Kesalahan, (Ende Flores: Nusa Indah, 1989), cet. ke-1, h. 38 ٤ Abu Hilal al-‘Askari, al- Furuq al-Lughawiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1989),
h. 41 ٥ Mansur Pateda, loc. cit.
١٠
Kesalahan berbahasa terjadi karena: (1) disebabkan oleh faktor-faktor
kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian, yang oleh Chomsky (1965) disebut
faktor performansi. Kesalahan performansi ini merupakan kesalahan penampilan,
yang dalam beberapa kepustakaan disebut “mistakes”; (2) disebabkan oleh faktor
kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, yang oleh Chomsky
disebut sebagai faktor kompetensi. Faktor ini merupakan penyimpangan-
penyimpangan sistematis yang disebabkan oleh pengetahuan pelajar yang sedang
berkembang mengenai sistem bahasa kedua, dan disebut “errors”.6
Kesalahan berbahasa bisa terjadi pada dua hal, yaitu kesalahan intralingual dan
kesalahan developmental. Yang pertama, antara lain tercermin pada saat
mempelajari kaidah bahasa, seperti melakukan generalisasi yang salah, aplikasi
kaidah yang kurang sempurna, ketidaktahuan konteks. Sedangkan yang kedua
merupakan kesalahan yang terjadi pada saat pelajar berusaha membangun asumsi-
asumsi mengenai bahasa dari pengalaman terbatasnya yang diperoleh dari dalam
kelas atau dari buku.7
Secara lebih detail, Tarigan menyebutkan “Empat penyebab kesalahan
berbahasa, yaitu overgeneralisasi, ketidaktahuan kaidah, aplikasi kaidah yang tidak
sempurna, dan asumsi-asumsi yang salah”.8 Overgeneralisasi biasanya terjadi pada
pelajar yang sudah memiliki pengetahuan tertentu mengenai suatu bahasa asing,
lalu pengetahuan itu diterapkan begitu saja secara general dalam berbahasa.
٦ Tarigan, op. cit., h. 143 ٧ Mahmud Ismail Shini dan Ishak Muhammad al-Amin, al-Taqabul al-Lughawi wa Tahlil
al-Akhtha, (Riyadh: Jami’ah Malik Su’ud, 1983), h. 121 ٨ Tarigan, op. cit., h. 85
١١
Misalnya Si A mengetahui kata bahasa Arab كتاب (dalam kondisi rafa`) kemudian
ia menggunakannya secara general dalam kondisi rafa` untuk berbagai perubahan
i rab seperti : . حصلت على كتاب - قرأت كتاب -ھذا كتاب
Faktor ketidaktahuan disebabkan oleh berbagai macam alasan, seperti tingkat
kesulitan kaidah bahasa Arab itu sendiri, ketidaksesuaian antara contoh-contoh
kaidah yang diajarkan dengan kenyataan sehari-hari yang dibutuhkan, dan cara
penyajian kaidah yang tidak efektif, misalnya kaidah diajarkan dengan cara
menghafalnya semata.
Faktor asumsi-asumsi yang salah biasanya terjadi pada pemahaman awal suatu
konsep kebahasaan. Misalnya, pelajar memahami bahwa semua kata benda yang
tidak diakhiri dengan ta` marbuthah adalah mudzakkar. Asumsi dasar ini kemudian
teraplikasikan ketika menggunakan kata serupa tetapi termasuk muannats majazi,
seperti kata-katâ عین -ید dan sebagainya.
C. Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa Arab
Dalam pembelajaran bahasa Arab, Inggris, atau bahasa asing lainnya,
diperlukan adanya upaya maksimal untuk menghindarkan siswa atau mahasiswa
dari kesalahan berbahasa. Oleh karena itu, dalam kajian linguistik, antara lain
ditempuh dua hal untuk maksud tersebut, yaitu analisis kesalahan (tahlîl al-akhthâ)
dan analisis kontrastif (al-tahlîl al-taqâbuli).
Analisis kesalahan berbeda dari analisis kontrastif. Yang pertama menyoroti
kesalahan yang telah terjadi atau dilakukan oleh pengguna, sedangkan yang kedua
١٢
berusaha mengantisipasi dan memprediksi hal-hal yang mungkin timbul kesalahan
dalam penggunaaan bahasa. Yang pertama dimaksudkan untuk mengatasi dan
memberi pelajaran kepada pengguna yang salah agar tidak mengulangi kesalahan
serupa, sedangkan yang kedua memberikan segi-segi kontrastif (perbedaan) antara
bahasa ibu dan bahasa asing yang sedang dipelajari agar tidak terjadi kesalahan.9
Dengan kata lain, tujuan analisis kesalahan berbahasa termasuk bahasa Arab,
adalah untuk memetakan kesalahan, mencari dan menemukan faktor-faktor
dominan yang menyebabkan kesalahan, untuk kemudian mengupayakan
pengurangan dan penghindaran dari kesalahan berbahasa, baik lisan maupun
tulisan. Melalui analisis kesalahan, pengajar bahasa Arab terutama pengajar
Qawâ`id (nahwu dan sharaf) dapat memberikan solusi yang terbaik bagi para
peserta didik agar dapat menghindari kesalahan-kesalahan berbahasa, terutama
pada aspek-aspek kebahasaan yang sering terjadi kesalahan.
D. Aspek-Aspek Kesalahan Berbahasa Arab
Dalam penelitian ini, aspek-aspek kesalahan berbahasa Arab dibatasi pada
kesalahan gramatikal, yaitu nahwu (sintaksis), sharaf (morfologi), dan penulisan.
1) Kesalahan Struktural atau Sintaktis (akhtha tarkibiyah)
٩ Tim Peneliti LIPIA, al-Akhtha al-Tahririyah li Thullab al-Mustawayaini al-Khamis wa al-
Sadis: Dirasat fi Dhau’ al-Tahlil al-Taqabuli, Laporan Penelitian tidak diterbitkan, (Jakarta: LIPIA, 1985), h. 6
١٣
Yang dimaksud dengan kesalahan struktural adalah kesalahan dalam
mempergunakan struktur bahasa Arab. Secara umum, struktur bahasa Arab
meliputi murakkab atau tarkîb isnâdi, tarkib idhâfi, tarkib washfi, tarkib `adadi, dan
tarkib mazji. Kesalahan terjadi antara lain menyangkut kongruensi atau kesesuaian
nau`nya, yaitu tadzkir-ta`nits (maskulin-feminin), kesesuaian `adadnya, yakni ifrad
atau mufrad (tunggal), tatsniyah atau mutsanna (dual), dan jamak, kesesuaian
ta`yin-nya, yaitu ta`rif-tankir (tentu-taktentu atau definitif-indefinitif), dan
kesesuaian i râb dalam sebagian murakkab seperti murakkab washfi (frasa
atributif).
2) Kesalahan Morfologis
Yang dimaksud kesalahan morfologis adalah kesalahan dalam menggunakan
bentuk asal dan turunan, tensis, dan derivasi kata dalam kalimat. Termasuk dalam
kategori ini adalah kesalahan penggunaan dlâmir pada fi il maupun isim, kesalahan
menggunakan wazan atau shigat, dan sebagainya. Kesalahan jenis ini sering
dilakukan oleh mahasiswa, karena sharaf sangat dominan dalam bahasa Arab, baik
dalam insya (menulis), tarjamah maupun dalam mata kuliah gramatika sendiri.
3) Kesalahan Penulisan Kata (akhtha imla`iyah)
Sedangkan kesalahan penulisan kata merupakan kesalahan dalam menulis
huruf-huruf hijaiyah atau huruf mabani (huruf pembentuk kata) tertentu berikut
tata cara penyambungan dan pemisahannya. Kesalahan ini terjadi akibat penulisnya
tidak mengetahui kaidah imlaiyah yang benar termasuk makharij al- huruf
(fonologi) .
١٤
E. Analisis Kontrastif sebagai Pemrediksi Kesalahan Berbahasa Arab
Sesuai dengan tujuan analisis kesalahan, tentu saja diperlukan adanya upaya
untuk memprediksi dan menghindari kesalahan berbahasa. Karena itu, analisis
kontrastif (anakon) muncul sebagai salah satu upaya untuk memprediksi
kemungkinan kesalahan berbahasa akibat adanya kontradiksi antara BI dan BA .
Anakon memang diharapkan dapat mengatasi pelbagai masalah pengajaran BA.
Dengan menulis analisis kontrastif, yakni dengan memperbandingkan struktur BI
dan BA untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu (aspek-aspek yang
berbeda, bahkan bertentangan), diharapkan persoalan pengajaran BA dapat lebih
diprediksi agar tidak banyak pengulangan kesalahan.
Adapun langkah-langkah Anakon adalah sebagai berikut :
1. Analisis BI dan BA; 2. Memprediksi butir-butir bahasa yang menyebabkan kesulitan dan kesalahan
yang dibuat oleh mahasiswa; 3. Memberikan perhatian khusus dalam pengajaran bahasa terhadap butir-butir
yang tertera pada point 2; 4. Menyampaikan bahan pengajaran dengan teknik penyampaian yang tepat dan
intensif (misalnya pengulangan, latihan runtun, penekanan) kepada para siswa agar mereka dapat mengalahkan kebiasaan dan berbahasa ibu.10
F. Penelitian yang Relevan
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, analisis kontrasif sebagai salah satu
alternatif memprediksi kesalahan berbahasa baru muncul. Hanya saja, anakon ini
didasarkan pada asumsi yang salah, yaitu bahwa kesalahan berbahasa itu lebih
disebabkan oleh teori linguistic interference (nazhariyat al-tadâkhul al-lughawiyy)
١٠ Littlewood, Foreign and Second Language Learnig, (London: Cambridge University
Press, 1986), h. 18
١٥
dan transfer of experience (naql al-khibrah). Padahal pengalaman menunjukkan
bahwa tidak setiap yang secara teoritis diprediksikan terjadi, betul-betul terjadi.
Karena itu, menurut pendukung analisis kesalahan (tahlil al-akhtha), tidak semua
persoalan siswa dapat dicarikan solusinya melalui analisis kontrastif. Sebaliknya
dengan analisis kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa dan dihadapi guru
dalam pengajaran bahasa, akan diketahui seberapa jauh tingkat kesulitan dan
kemudahan sesuai dengan frekuensi kesalahan.11 Jika siswa banyak melakukan
kesalahan mengenai tarkib washfi (maushuf-shifat) misalnya, maka struktur yang
diberikan cukup dengan pola stuktur tersebut, tidak perlu semua struktur antara
kedua bahasa yang berbeda dianalisis.
Penelitian yang dilakukan oleh Laila Ahmad mengenai Interferensi bahasa Ibu
(Arab) terhadap bahasa kedua (Perancis) di Suria, membuktikan bahwa B1 (Arab)
berpengaruh kuat terhadap pembelajaran bahasa Perancis di negara itu.” Ia
menyimpulkan setidaknya terdapat tiga bentuk interferensi, baik positif maupun
negatif, yaitu interferensi struktural, leksikografikal, dan fonologikal”.12
Di Indonesia, penelitian analisis kesalahan berbahasa Arab dilakukan pertama
kali oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) yang diketuai oleh
Ahmad Abdullah al-Basyir meneliti kesalahan redaksional yang dilakukan oleh
mahasiswa tingkat V dan VI Program I`dadi (persiapan) tahun ajaran 1984-1985.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kesalahan dalam berbahasa Arab yang
١١ Mahmud Ismail Shini dan Ishak Muhammad Al- Amin, op. cit., h. 3
١٢ Laila Ahmad, Atsar al-Lughah al-Umm fi Ta`allum al-Lughah al-Faransiyah li al-Mubtadi in: Wâqi wa Natâij , dalam Nadwah Ta`lim al-Lughah al- Ajnabiyah li ghair al-
١٦
mereka lakukan pada umumnya terjadi dalam masalah yang berkaitan dengan
kesesuaian (kongruensi) dalam beberapa hal seperti a) mudzakkar-mu`annats
(nau`-gender), b) i`rab (perubahan bunyi suku kata akhir dari setiap kata dalam
struktur), c)`adad-ma`dud (kata bilangan dan yang dibilang- numerial), d) nakirah-
ma`rifah (indefinitif-definitif), e) mubtada-khabar (subjek-predikat), f) penggunaan
fi il muta`addi dan lazim (transitif dan intransitif), g) penggunaan isytiqaq (derivasi,
turunan kata), dan h) zaman sharfi (tensis).13
Siti Sondari,14 meneliti kesalahan berbahasa siswa dalam menyusun dua
struktur kalimat Arab, yakni struktur (maushuf-shifat) dan (mudhaf-mudhaf ilaih).
Kesimpulan yang diperolehnya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (67%
dari 27 orang orang ) melakukan kesalahan dalam menyusun struktur tersebut
karena ketidaksesuaian (kongruensi) antara a)man`ut dan na`at (maushûf- shifat)
b) mudzakkar-mu`annats, c) ta`rif dan tankir; d) dalam penggunaan (al) pada
mudhâf. Bahkan 85,1% diantara mereka tidak dapat membedakan antara kedua
struktur tersebut dalam aktifitas insya` (mengarang).
Mansur dalam hasil penelitiannya tentang kesalahan berbahasa dalam
menyusun jumlah ismiyah dan fi liyah mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa
terjadi pada a) penggunaan dlamir (kata ganti-pronomina) b) mudzakkar-mu`annats
c)`adad (mufrad, mutsannâ, jamak) dan d) isytiqâq (derivasi).
Mutakhasshishin fi al-Jami`ah al-Suriyyah, ( Damaskus: al-Majlis al-A`la li Ri`ayat al-Funun wal Adab wal-`Ulum al- Ijtima`iyah, 1996), h. 212 ١٣ Ahmad Abdullah al-Basyir et. al., al-Akhtha al-Tahrririyah li al-Thullaab al Mus tawayaini al-Khamis wal- Sadis 1404-1405, (Jakarta: LIPIA, 1985), h. 102
١٧
Tim Peneliti Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidatullah Jakarta yang diketuai
oleh H.Moh. Matsna HS. Telah melakukan penelitian tentang interferensi dan
kesalahan berbahasa mahasiswa Program Bahasa Arab IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2001. Tim peneliti itu dalam kesimpulan penelitiannya
mengemukakan tiga hal, yaitu:
a. Jumlah seluruh kesalahan mencapai 349 kesalahan, dengan perincian sebagai
berikut:
1. Kesalahan morfologis 88 kesalahan atau 25,3% dari jumlah seluruh kesalahan.
2. Kesalahan sintaktis191 kesalahan atau 54,7% dari Jumlah seluruh kesalahan.
3. Kesalahan semantik 32 kesalahan atau 9,2% dari jumlah seluruh kesalahan.
4. Kesalahan tulisan 38 kesalahan atau 10,9% dari jumlah seluruh kesalahan
b. Faktor penyebab kesalahan yang paling menonjol adalah faktor interferensi
bahasa kesatu (bahasa Indonesia). Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya
perbedaan pola bahasa kesatu (bahasa Indonesia) dan pola bahasa kedua (bahasa
Arab) yang sedang dipelajari dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan
penulisan.
c. Pembinaan bahasa Arab, termasuk pengajaran mata kuliah bahasa Arab
seperti nahwu (sintaksis), sharaf (morfologi), muthâla`ah (membaca), dan lain-lain
semenjak semester satu (1) belum membuat mereka lebih baik dalam berbahasa,
terutama bahasa tulis.
١٤ Siti Sondari, Tahlil al-Akhtha fi Takwin al-Jumal al-`arabiyah fi al-Washfi wal-Idhafi wa
Ilajuha lada Talamidz al-Shaff al-Tsani min al-Madrasah al-Tsanawiyah bi Ma`had `al-Amanah
١٨
G. Gramatika Bahasa Indonesia
Gramatika secara umum mencakup sintaksis dan morfologi. Sintaksis ialah
ilmu yang menelaah satuan-satuan gramatik berupa wacana, kalimat, klausa, dan
frasa. Sedangkan morfologi adalah ilmu yang menelaah satuan-satuan gramatik
berupa kata, dan morfem. Dengan demikian jika sintaksis dan morfologi
digabungkan maka dapat dikatakan bahwa gramatika atau tatabahasa menurut
hierarki dari atas ke bawah, adalah ilmu yang menelaah satuan-satuan gramatik
berupa wacana, kalimat, klausa, frasa, kata, dan morfem.15 Abdul Chaer
mengemukakan, bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik
yang secara tradisional disebut tatabahasa atau gramatika. Kedua bidang tataran itu
berbeda, namun seringkali antara keduanya menjadi kabur karena pembicaraan
bidang yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Oleh karena itulah, muncul
istilah morfosintaksis, yang menggabungkan morfologi dan sintaksis, untuk
menyebut kedua bidang itu sebagai satu bidang pembahasan 16.
Dalam pembahasan gramatika selanjutnya penulis menganut istilah
morfosintaksis yang membahas garis besar yang terkait dengan struktur kalimat
tunggal atau klausa, frasa dan kata, dengan menyertakan peristilahan gramatikal
yang biasa dipakai dalam gramatika bahasa Arab.
G. 1. Pengertian Kalimat dan Klausa
al- Gontori al-Islami Pondok Aren Tangerang, ( Jakarta: tpn, PBA, 1999), h. 56
١٥ M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, (Yogyakarta: Karyono, 1987), h. 21
١٩
Ada beberapa batasan atau pengertian kalimat yang dikemukakan oleh para
ahli dalam buku-buku gramatika bahasa Indonesia antara lain :
1. Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan
pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik ;17
2. Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap.
18
Kalimat berdasarkan unsurnya dapat dibagi atas kalimat berklausa dan
kalimat tak berklausa. Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan
yang bukan klausa. Misal: selamat malam ! .Sedangkan kalimat berklausa adalah
kalimat yang terdiri dari satuan berupa klausa. Klausa adalah satuan gramatik yang
terdiri dari subjek (S) dan predikat (P), disertai objek, pelengkap, dan keterangan
atau tidak.19 Contoh kalimat berklausa:
(1) Tadi pagi pegawai itu terlambat.
Tadi pagi: keterangan, pegawai itu: subjek, dan terlambat: predikat. Kalimat
ini berklausa satu dan disebut juga kalimat tunggal.
(2) Perasaan ini timbul dengan tiba-tiba tatkala kereta api mulai memasuki
daerah perbatasan.
١٦ Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), cet. ke- 1, h. 206 ١٧ DEPDIKBUD, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h.
254 ١٨ Abdul Chaer, op. cit., h. 240 ١٩ M. Ramlan, op. cit., h. 28
٢٠
Kalimat (2) terdiri dari dua klausa, yaitu perasaan ini timbul dengan tiba-tiba
sebagai klausa pertama, dan kereta api mulai memasuki daerah perbatasan
sebagai klausa kedua.
Uraian di atas mengisyaratkan adanya perbedaan antara kalimat dan klausa.
Kalimat dapat dibedakan dari klausa dengan dua ciri, yaitu a) dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda selesai seperti titik, tanya, atau seru, b)
diawali dengan nada naik dan diakhiri dengan nada turun atau naik.20
Dalam pembahasan selanjutnya dipakai kata kalimat (tanpa kata tunggal)
untuk menyatakan pengertian kalimat tunggal atau kalimat berklausa satu atau
klausa kemudian dipadankan dengan pengertian jumlah (bahasa Arab).
Kalimat bahasa Indonesia berdasarkan predikatnya, dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu: 1) kalimat verbal, dan 2) kalimat nonverbal. Kalimat verbal meliputi:
a) kalimat taktransitif, b) kalimat ekatransitif, c) kalimat dwitransitif, d) kalimat
semitransitif, dan e) kalimat pasif. Sedangkan kalimat nonverbal meliputi: a)
kalimat nominal, b) kalimat adjektifal, c) kalimat preposisional, dan d) kalimat
numerial 21
G. 1.a. Kalimat Verbal
Berikut ini dikemukakan beberapa konstruksi kalimat verbal aktif dalam
bahasa Indonesia yakni kalimat yang predikatnya (musnadnya) verba aktif (fi`il
ma`lûm) dengan menunjukan fungsi-fungsi yang ada dalam kalimat yaitu berupa
٢٠ M. Ramlan, op. cit., h. 32
٢١
subjek (musnad ilayh), objek (maf`ûl bih) dan verba aktif (fi il ma`lûm). Yang
dimaksud peristilahan gramatikal musnad ilayh (subjek) dan musnad (predikat)
dalam bahasa Arab dapat kita simak kenali lewat penjelasan singkat dua jumlah
(kalimat) yang dimiliki bahasa Arab sebagai berikut:
a) Jumlah fi liyah (kalimat verbal) berpolakan urutan musnad ( P) berupa fi il
(sebagai fungsi, yang juga sebagai kategori) diikuti oleh musnad ileih (S) berupa
fâ`il atau nâib fâ`il.
b) Jumlah ismiyah (kalimat nominal yang menjadi bagian dari kalimat
nonverbal) berpolakan urutan (umum) musnad ileih (S) berupa mubtada diikuti
oleh musnad (P) berupa khabar. Dalam beberapa contoh kalimat berikut di
samping contoh kalimat bahasa Indonesia sebagai contoh utama dikemukakan
juga contoh jumlah (kalimat) bahasa Arab sebagai contoh pendamping. Hal ini
dimaksudkan untuk dapat dijadikan sebagian data mengenai persamaan atau
perbedaan konstruksi kalimat kedua bahasa itu. Adapun macam-macam kalimat
verbal aktif berdasarkan ragam perilaku sintaktis verbanya adalah sebagai berikut:
1. Kalimat verbal taktransitif, adalah kalimat yang tak berobjek. Kalimat ini
memiliki dua unsur fungsi, yakni subjek (S) dan predikat (P) ( musnad ilayh dan
musnad). Dan kategori kata yang dapat mengisi fungsi predikat adalah verba (V)
taktransitif atau intransitif (fi’il lâzim)
Kalimat verbal tak transitif Jumlah fi liyah
1) Ahmad tidur (S+P/V) Yanâmu Ahmad (Fi`il +Fâ`il)
٢١ DEPDIKBUD, op. cit., h. 254
٢٢
2. Kalimat verbal ekatransitif aktif adalah kalimat berobjek (bermaf`ûl bih).
Struktur kalimat ini mempunyai tiga unsur fungsi, yaitu S, P dan O. Dan kategori
kata yang dapat mengisi fungsi predikat adalah verba ekatransitif aktif (muta`addi
li maf’ûlin wâhid ma`lûm). Misalnya:
Kalimat verbal ekatransitif Jumlah fi liyah
2) Salim membaca quran Yaqra ‘u Salîmun al-qur âna
(S + P/V aktif + O) (Fi il ma`lûm +Fâ`il+ Maf`ûl bih)
3. Kalimat verbal dwitransitif aktif adalah kalimat yang berobjek dua.
Struktur kalimat ini mempunyai empat unsur fungsi, yaitu S, P, O1, dan O2. Dan
kategori kata yang dapat mengisi fungsi predikat adalah verba dwitransitif aktif
(fi`il muta`addi li mafûlayn maklûm).
Kalimat verbal dwitransitif Jumlah fi liyah
3) Ali memberi orang fakir uang Yu`thî ‘Aliyyun faqîran fulûsan
(S +P/V aktif +O1+ O2) (Fi il ma`lûm + Fâ`il + Maf`ûl bih 1 +
Maf `ûl bih 2)
4. Kalimat verbal semitransitif adalah kalimat yang berpelengkap, tapi tidak
berobjek. Kalimat ini mempunyai tiga unsur fungsi, yaitu S, P, dan pelengkap
(PEL). Dan kategori kata yang dapat mengisi fungsi predikat adalah verba aktif
semitransitif. Sedangkan dalam bahasa Arab kostruksi kalimat tersebut bukan
konstruksi jumlah fi liyah, tetapi kostruksi jumlah ismiyah. Kata menjadi (shâra,
Arab) pada contoh (6) berikut adalah termasuk kata tugas berbentuk verba (fi`il)
yang masuk kepada jumlah ismiyah dan disebut haraf nasakh.
٢٣
Kalimat verbal semitransitif Jumlah ismiyah
4) Pasien itu menjadi sembuh shâra al-marîdlu shahîhan
(S+P/Vak + PEL) (Kata tugas + Isim shâra + Khabar shâra)
5. Kalimat verbal pasif adalah kalimat yang predikatnya mengandung verba
pasif yaitu verba berprefiks di, ter, atau berafiks ke-an atau kalimat yang
berstruktur dengan pola urutan O-S-P. Adapun cara membuat kalimat verbal pasif
dari kalimat verbal aktif dengan pola urutan S-P-O dalam bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut :
a). Pengisi fungsi subjek (S) ditukar dengan pengisi fungsi objek (O) .
b). Verba yang berfungsi sebagai predikat yang berprefiks meng-P diganti dengan
di-P. Dimuka fungsi objek dapat ditambahkan kata oleh secara manasuka.
5) Ahmad menulis surat (aktif) Surat ditulis oleh Ahmad (pasif)
(S + P/V aktif + O) (O + P/V pasif + S)
Jika pelaku perbuatan itu berupa pronomina aku, saya , kami, kita, engkau,
kamu, anda , dia, beliau dan mereka, maka caranya adalah sebagai berikut:
One. Letak urutan S-P-O diubah menjadi O-S-P
Two. Prefiks meng- dihapus dari verbanya
c. Fungsi S dirapatkan dengan fungsi P
Pronomina aku diganti dengan ku dan engkau dengan kau (secara manasuka).
Contoh:
6) Aku akan menjemput Hamid (aktif). Hamid akan aku / ku jemput (pasif)
(S+ P/Vaktif + O) (O+ S +P/V pasif)
٢٤
Dalam bahasa Arab cara membuat jumlah `ala : binâi al majhûl (kalimat
pasif) dari jumlah `ala : binâi al ma`lûm (kalimat aktif) adalah sebagai berikut :
1. Verba lampau (fi`il mâdli) yang berfungsi sebagai predikat didlommahkan
(vokal u) suku kata awalnya dan dikasrahkan (vokal i) sebelum suku kata akhir,
seperti dla- ra- ba (memukul) menjadi dlu- ri- ba (dipukul)
2. Verba kini atau mendatang (fi`il mudlâri) yang berfungsi sebagai
predikat (musnad) didlammahkan suku kata awalnya dan difathahkan suku kata
yang sebelum suku kata akhir, seperti yadl-ri-bu (memukul) menjadi yudl-ra-bu
(dipukul). Kemudian dilakukan proses sebagai berikut:
a. Pindahkan pengisi objek ke tempat fungsi subjek (fa`il) setelah fâil itu
dihapus sehingga ia berfungsi sebagai pengganti subjek (nâib fa`il)
b. Fi`il disesuaikan dengan fâ`il mengenai jenis (tadzkîr-ta’nits). Misalnya:
7) Yadlribu rajulun khâ’inan Yudlrabu khâ’inun
(Fi il ma`lûm + Fâ`il + Maf`ûl bih) (Fi`il majhûl + Nâib Fâ`il)
8) Dlaraba Zaidun sâriqan (aktif) Dluriba sâriqun (pasif)
(Fi il ma`lûm+ Fâ`il +Ma`ûl bih) (Fi il maj hûl + Nâib Fâ`il)
Adapun kalimat nonverbal meliputi: a) kalimat nominal, (b) kalimat
adjektival, c) kalimat preposisional, dan d) kalimat numeral.
Keempat kalimat nonverbal dalam bahasa Indonesia itu, dalam bahasa Arab
termasuk dalam kelompok jumlah ismiyah . Perbedaan penyebutan kalimat ini
terjadi disebabkan oleh perbedaan pusat pandang antara BA dan BI. Pusat pandang
BA adalah terletak pada kata atau frase yang mengisi fungsi inti pada awal jumlah
(kalimat). Jika dia dari kategori kata atau frase isim (nomina) maka disebut
٢٥
jumlah ismiyah, bisa jadi predikatnya berupa (nomina, verba, adjektiva, preposisi,
atau numerial), dan jika kata atau frase yang mengisi fungsi inti pada awal jumlah
itu dari kategori kata atau frase fi il (verba) maka disebut jumlah fi`liyah.
Sedangkan dalam BI, pusat pandang dalam pengelompokan kalimat terletak pada
kata atau frase yang mengisi fungsi inti predikat. Jika kata atau frasa pengisi fungsi
predikat itu dari kategori kata atau frase verbal maka disebut kalimat verbal, dan
jika kata atau frase pengisi fungsi predikat itu dari kategori kata atau frase nominal,
adjektival, preposisional, dan numeral, maka disebut kalimat nominal, adjektival,
preposisional, dan numerial.
G. 1. b . Kalimat Nonverbal
a. Kalimat Nominal
Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya berkategori nomina (isim).
Struktur kalimat ini terdiri dari dua unsur fungsi yaitu S (musnad ilaih berupa
mubtada) dan P (musnad berupa khabar) yang masing - masing diisi oleh
kategori nomina (N) . Misalnya :
Kalimat nominal Jumlah ismiyah
9) Dia mahasiswa Huwa thâlibun (S/N+P/N)
(S/N+P/N) (Mubtada /isim + Khabar / isim)
b. Kalimat Adjektival
٢٦
Kalimat adjektival adalah kalimat yang predikatnya berkategori adjektiva
(isim shifah). Dalam BA disebut jumlah ismiyah yang khabarnya berkategori
adjektiva (isim shifah). Stuktur kalimat ini mempunyai dua unsur fungsi, yaitu:
S ( musnad ileih berupa mubtada ) dan P ( musnad berupa khabar ).
Kalimat adjektifal Jumlah ismiyah berkhabar isim shifah
10) Fatimah sakit Fâthimatu marîdlatun
(S/N + P : Adj) (Mubtada’/isim +Khabar / isim.shifah )
c. Kalimat Preposisional
Kalimat preposisional adalah kalimat yang predikatnya berkategori frasa
preposisi (jâr majrûr). Struktur kalimat ini mempunyai dua unsur, yaitu S (musnad
ilaih berupa mubtada) dan P (musnad berupa khabar). Misalnya:
Kalimat preposisional Jumlah ismiyah berkhabar jâr majrûr
11) Dosen itu di kelas Al-Mudarrisu fî al-fashli
(S/N+ P/ frasa perposisional) (Mubtada’/Isim + Khabar/Jâr majrûr)
d. Kalimat Numerial
Kalimat numerial adalah kalimat yang predikatnya berkategori numeralia
(`adad). Struktur kalimat ini mempunyai dua unsur, yaitu S (musnad ilayh berupa
mubtada) dan P (musnad berupa khabar). Misalnya :
Kalimat numeral Jumlah ismiyah berkhabar`adad
12) Anakku empat Aulâdî arba`un
(S/N +P/Numeralia) ( Mubtada’/Isim+ Khabar/Isim.`adad)
٢٧
G. 2. Kategori Kata dan Fungsi
Seperti telah disinggung pada beberapa contoh kalimat verbal dan non verbal
di atas, setiap kata atau frasa dalam kalimat itu termasuk dalam kategori tertentu.
Misalnya, untuk kata terdapat nomina (N), pronomina (Pron), numerial (Num),
verba (V), adjektiva (Adj), dan adverbia (Adv). Untuk kategori frasa terdapat frasa
nominal, frasa verbal (FV), frasa adjektival (FAdj), frasa preposisional (F pre)
Dengan demikian, kata ayah, pergi, dan sakit, masing-masing termasuk nomina,
verba, dan adjektiva. Sedangkan ayah itu, sudah pergi, dan tidak sakit termasuk
kategori frasa nominal, frasa verbal, dan frasa adjektival.
Fungsi mengacu ke tugas unsur kalimat. Nomina seperti ayah misalnya,
dapat berfungsi sebagai subjek atau objek tergantung pada pemakaiannya. Pada
kalimat (13) ayah berfungsi sebagai subjek, sedangkan pada kalimat (14) berfungsi
sebagai objek
13) Ayah biasanya pulang pukul empat. ( S/N + P/FV + KET)
14) Saya harus menjemput ayah ( S/N + P/FV + O/N)
Tidak mustahil pula bahwa verba berfungsi sebagai S atau nomina berfungsi
sebagai P. Pada contoh (15) verba berfungsi sebagai subjek, sedangkan pada
contoh (16) nomina berfungsi sebagai predikat.
16). Berenang sangat baik untuk kesehatan (S/V + P/FAdj + O/FN)
17). Kera itu binatang ( S/N + P/N)
٢٨
Dari pembicaraan mengenai kategori dan fungsi di atas tampaklah bahwa
terdapat hubungan antara fungsi dan kategori yang wujudnya seperti hubungan
antara tempat dan pengisi tempat itu.
Selanjutnya penjelasan kategori kata dan frasa sebagai pengisi fungsi sebagai
berikut:
G. 2. a. Verba dan Frasa Verbal
Pengertian kata sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli bahasa
Indonesia bahwa kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan
satuan gramatik. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa
morfem 22.
Dalam bahasa Indonesia secara garis besar kata terbagi atas lima kelas
(kategori) yaitu: a) verba, b) nomina, c) adjektiva d) adverbia, dan e) tugas.
Perilaku sintaktis verba dapat diketahui dengan mengamati frasa verbal,
fungsi verba, dan jenis-jenis verba menurut perilaku sintaktisnya.
“Frasa secara umum ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa”.23
"Frasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih
dengan verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa . Dengan demikian, frasa
verbal mempunyai inti dan kata lain yang mendampinginya".24
٢٢ Tarigan, Pengajaran Morfologi, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 6.
٢٩
Dilihat dari konstruksinya, frasa verbal terbagi atas dua jenis yaitu: a) frasa
endosentrik atributif dan b) frase endosentrik koordinatif.
Frasa verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas
(modifier) depan atau pewatas belakang . Pewatas depan yang dimaksud adalah
kata pewatas yang ditempatkan di depan verba, yaitu antara lain seperti: akan,
harus, dapat, bisa, boleh, suka, ingin, mau, sudah, sedang, telah, tengah, dan
lagi. Dan pewatas belakang yang dimaksud adalah kata pewatas yang ditempatkan
di belakang verba, yaitu antara lain seperti: kembali, lagi.
17) Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan.
Kalimat (17) terdiri dari satu klausa, Yaitu: Dua orang mahasiswa (tiga
kata) menduduki fungsi S, sedang membaca (dua kata) menduduki fungsi P, buku
baru (dua kata) menempati fungsi O, di perpustakaan (dua kata) menempati fungsi
KET.
Frasa verba endosentrik koordinatif ialah dua verba yang digabungkan
dengan kata penghubung dan atau atau. Contoh :
18) Orang yang beriman kuat tidak akan menangis dan meratapi nasibnya.
19) Dia tidak akan mengakui atau mengingkari perbuatannya.
Pertemuan antara unsur-unsur dalam frasa verbal menimbulkan macam-
macam hubungan makna antara lain:
1. Penjumlahan : hitam lagi kelam, cantik molek, putih bersih.
2. Pemilihan : besar atau kecil, gemuk atau kurus, duduk atau berdiri.
٢٣ M. Ramlan, op. cit., h. 152
٣٠
3. Ragam : mungkin sedang mandi, pasti naik, harus datang.
4. Negatif : tidak malu, belum selesai, tidak akan pulang.
5.Aspek (tensis): akan pergi, akan menulis buku, akan dijual, sedang tidur,
tengah makan, lagi membaca, masih tidur, masih bekerja, sudah berangkat, telah
diumumkan, telah membaca buku ini, jarang datang, sering pergi, selalu belajar.
6. Tingkat : kurang cakap, amat pandai, gemuk sekali, paling tinggi.
G. 2. a. 1. Fungsi Verba dan Frasa Verbal
1. Verba atau frasa verbal berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti
predikat kalimat (khabar dari mubtada). Contoh:
20) Kaca jendela itu pecah (predikat)
21) Pemerintah akan mengeluarkan peraturan moneter baru (inti predikat)
2.Verba (bukan frasa verbal) berfungsi sebagai subjek (mubtada / bermula).
22) Membaca telah memperluas pikirannya
3. Verba atau frasa verbal berfungsi sebagai objek (maf’ûl bih). Contoh:
23) Dia mencoba tidur tanpa bantal.
24) Ibu mengajarkan membaca dan menulis pada sore hari.
4. Verba atau frasa verbal berfungsi sebagai pelengkap. Contoh:
25) Ayah tidak merasa bersalah.
26) Dia baru mulai mengerti masalah itu.
5. Verba atau frasa verbal berfungsi sebagi keterangan (maf’ûl li ajlih).
27) Ibu sudah pergi berbelanja
٢٤ DEPDIKBUD, op. cit., h.121
٣١
28) Mereka baru pulang bertamasya
6.Verba (bukan frasa verbal) berfungsi bersifat atributif (shifat atau na’at).
29) Orang tidur tak boleh diganggu.
7. Verba atau frasa verbal bersifat apositif (badal).
30) Pekerjaannya, mengajar, sudah ditinggalkan
31) Usaha pak Hamid, berdagang kain, tidak begitu maju.
G. 2. a. 2. Jenis Verba Menurut Perilaku Sintaktisnya
Pembahasan tentang jenis verba menurut perilaku sintaktisnya yang
berfungsi sebagai predikat, disertai dengan melihat keterkaitannya dengan kata
lain yang mengemban fungsi tertentu, dapat dibagi atas verba transitif dan verba
taktransitif atau intransitif. Verba transitif terbagi atas ekatransitif, dwitransitif,
transitif-taktransitif. Dan verba taktransitif terbagi atas taktransitif berpelengkap
(semitransitif) dan taktransitif tak berpelengkap. Berikut penjelasan singkat
mengenai pengertian macam-macam verba.
1.Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek
dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat
pasif. Verba macam ini disebut juga verba ekatransitif.
32) Ibu sedang membersihkan kamar itu.
2. Verba dwitransitif adalah verba transitif yang dalam bentuk aktif diikuti
oleh objek dan pelengkap ( ada yang mengatakan diikuti oleh O1 dan O2 )
33) Saya sedang mencarikan adik saya pekerjaan.
٣٢
3. Verba taktransitif (taktransitif takberpelengkap) adalah verba yang tidak
memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat
pasif.
34) Ayah sedang mandi .
4.Verba transitif-taktransitif adalah verba transitif yang objeknya boleh
ada dan juga boleh tidak. Contoh :
35) Ayah sedang membaca koran.
36) Ayah sedang membaca . Verba lain: menulis, menyimak, minum.
5.Verba taktransitif berpelengkap (semitransitif) adalah verba yang di
belakangnya memiliki nomina bukan sebagai objek melainkan sebagai pelengkap
yang tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Contoh:
37) Petani bertanam jagung (jagung pelengkap).
Verba lain: berlandaskan, berdasarkan, berkata bahwa, berpandangan bahwa,
berpesan bahwa, merupakan.
(6) Verba berpreposisi ( yang hampir sama artinya dengan transitif ) adalah
verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu. Contoh:
38) Kami belum tahu tentang akan hal itu. Artinya sama dengan Kami belum
mengetahui hal itu.
Contoh verba lain: cinta pada/akan, suka akan/pada, terbagi atas, terdiri
atas/dari, sesuai dengan, sejalan dengan, setingkat dengan, bertentangan dengan,
mengeluh tentang, berdiskusi tentang, teringat akan/pada, tergolong dalam,
terkenang akan/pada, terjadi dari, menyesal atas, bergantung pada, masuk ke
dalam, keluar dari, berangkat ke/dari, datang dari/ke/di.
٣٣
7. Verba adjektiva
Verba adjektiva dapat didahului oleh kata sangat, paling, atau ter-, dan
diikuti oleh preposisi akan, terhadap, dalam, dengan, untuk, pada, dan kepada.
39) Muhammad sangat mulia
Contoh beberapa verba adjektiva : adab, aktif, angkuh, bahagia, baik,
bangga, cekatan, cemas, cemburu, dahaga, dendam, dengki, fanatik, fasih, ganas,
garang, ikhlas, ingat, insaf, jahat, jemu, kaget, kalah, kagum, labil, lalai, mabuk,
mahir, nakal, nekat, objektif, pelit, percaya, ramah, rapi, sadar, sakit, tabah, tahan,
was-was, waspada.
G. 2. b. Nomina dan Frasa Nominal
Nomina atau kata benda dapat diketahui dari segi semantis dan dari segi
sintaktis. Dari segi semantis kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang
mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari segi
sintaktisnya nomina mempunyai ciri-ciri tertentu :
1). Dalam kalimat yang predikatnya verbal, nomina cenderung menduduki
fungsi subjek, objek, dan atau pelengkap.
2). Nomina tidak dapat dijadikan bentuk ingkar dengan kata tidak. Kata
pengingkarnya ialah kata bukan. Misal bukan guru.
3). Nomina, lazimnya dapat diikuti oleh adjektiva baik secara langsung
maupun dengan perantaraan kata yang. Misal : buku baru atau buku yang baru
Frasa Nominal, ialah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata
nominal. Misal: Ia membeli baju baru, bisa dikatakan: Ia membeli baju .
٣٤
Secara kategorial, frasa nominal dapat terdiri dari :
1. N diikuti N. : -ayah (dan) Ibu- (hubungan penjumlahan)
2. N diikuti V. : -orang bertopi- (hubungan makna pembatas)
3. N diikuti Num. : -dua orang petani- (hubungan makna penjumlahan)
4. N diikuti Ket. : - koran kemarin- (hubungan makna waktu).
5. N didahului FPre. : - ke Surabaya- (hubungan makna tempat)
6. N didahului Bil. : -dua kertas kerja- (hubungan makna jumlah)
7. N didahului Sd. : -si Ahmad- (hubungan makna sebutan)
8. Yang diikuti N. : -yang ini- (hub. makna penentu / penunjuk)
9.Yang diikuti V. : -yang akan mengajar- (hubungan makna penerang)
10.Yang diikuti Bil. : -yang kelima- (hubungan makna penerang)
11.Yang diikuti Ket. : - yang sekarang- (hubungan makna waktu)
12.Yang diikuti FD. : - yang dari Jepang- (hubungan makna tempat)
G. 2. b. 1. Bentuk dan Makna Nomina
Bentuk nomina terbagi atas dua bagian yaitu bentuk dasar dan bentuk
turunan. Nomina bentuk dasar adalah nomina yang terdiri atas satu morfem
(monomorfemik). Dalam nomina bentuk dasar ada yang bersifat umum seperti katâ
rumah, meja, dan ada yang bersifat khusus, seperti katâ dalam, muka, ini. Di
dalam nomina khusus terdapat macam-macam sub kategori kata dengan keterangan
sebagai berikut:
٣٥
1). Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu ke
lokasi yang dapat diawali preposisi seperti di, ke, dan dari untuk membentuk
preposisi majemuk seperti di atas, ke bawah, dari dalam.
2). Nomina yang diwakili oleh Pekalongan mengacu ke nama geografis.
3). Nomina sini, situ, dan sana mengacu ke lokasi yang mengandung
pengertian mengenai jarak yang dekat, yang agak jauh, dan yang jauh dari
pembicara.
4). Nomina ini, itu, dan anu, menunjuk barang yang dekat dan jauh.
5). Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan
kata berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiomatis.
6). Nomina yang diwakili oleh saya dan Anda mengacu pada pemeran serta
dalam penuturan, seperti pembicara / penulis, dan pendengar / pembaca.
7). Nomina yang diwakili oleh Farida mengacu pada diri, orang.
8). Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang
masih memiliki hubungan kekerabatan.
9). Nomina yang diwakili oleh tahun mengacu pada waktu.
Nomina turunan menurut rumusannya dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Nomina dengan prefiks ke-, seperti ketua, kehendak, kekasih, kerangka.
2. Nomina dengan konfiks ke-an. Dasar dari verba: kemenangan. Dasar dari
adjektiva: kebimbangan. Dasar dari tempat: kepulauan. Dasar dari nominâ
kemanusiaan.
٣٦
3. Nomina dengan prefiks peng-, dengan alomorfnya pen-, peny-, pe-, dan
penge-Arti yang umum bagi nomina dengan peng- ialah orang / pelaku yang meng-
contoh: a) pembeli = orang yang membeli, b) penyanyi = orang yang
(pekerjaannya) menyanyi, c) penggali = orang yang, atau alat untuk, menggali.
Di samping itu, masih ada kemungkinan nomina dengan peng- di bentuk
dengan dasar adjektiva. Arti umumnya ialah `orang yang bersifat.` atau `orang
yang-dengan mudah menjadi., Contoh: pemalas = orang yang bersifat malas,
pemalu = orang yang mudah jadi malu.
4. Nomina dengan Konfiks peng-an
Sebagaimana halnya peng-, konfiks peng-an juga memiliki seperangkat
alomorf yang berwujud pem-an, pen-an, peny-an, pe-an, penge-an. Nomina
dengan penge-an juga bertalian dengan verba dengan meng- dan menyatakan
makna `proses atau perbuatan meng...`Contoh : pendaftaran = proses / perbuatan
mendaftar(kan).
Nomina dengan peng-an dalam pemakaian bahasa sehari-hari sangat
produktif. Lagi pula, ada nomina dengan peng-an yang oleh adat berbahasa
disamping arti proses atau perbuatan proses atau perbuatan juga mengandung
makna hasil. Contoh: pemeriksaan = proses / perbuatan / hasil memeriksa.
5. Nomina dengan Sufiks -an
Arti umum yang dinyatakan oleh nomina dengan -an ialah hasil tindakan yang
dinyatakan oleh verba dengan meng- Dapat juga dikatakan nomina dengan -an
bermakna `apa yang di...`. Contoh: kiriman = hasil mengirimkan / yang dikirimkan
6. Nomina dengan Prefiks per-
٣٧
Nomina dengan per-, yang mempunyai alomorf pe-, pel-, dan mer-, bertalian
makna dengan verba yang berawalan ber-. Arti umum yang didukung oleh nomina
macam itu ialah `pelaku yang ber...` atau `pelaku yang di...`. Nomina dengan per-
yang masih dipakai dipakai dalam bahasa kita agar terbatas dan tingkat
keproduktifitasnya rendah. Demikian pula dengan bentuk nomina dengan alomorf
pel- dan mer-. Contoh: pertapa = pelaku yang bertapa.
Sekarang ini nomina kelompok ini lebih sering dibentuk dengan alomorfnya
yang ber wujud pe-. Contoh: pedagang = pelaku yang berdagang.
7. Nomina dengan Konfiks per-an
Nomina dengan per-an umumnya bertalian makna dengan verba yang
berprefiks ber- (dengan alomorf be- dan bel-) atau verba yang berprefiks memper-
Karena itu, arti umumnya ialah hal atau keadaan ber..., atau memper...`. Contoh:
perjanjian = hal / keadaan berjanji / memperjanjikan.
8. Nomina dengan Dasar Polimorfemis
Ada kelompok verba turunan yang dalam proses derivasinya menjadi nomia
tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi menjadi pangkal bagi pengimbuhan yang
lebih lanjut. Contoh: a) berangkat, keberangkatan, pemberangkatan, b) seragam,
keseragaman, penyeragaman, perseragaman, c) terlibat, keterlibatan.
9. Nomina dengan Afiks -wan dan -wati
Nomina dengan kedua afiks itu mengacu pada 1) orang yang ahli dalam
bidang tertentu; 2) orang yang mata pencahariannya atau pekerjaannya dalam
bidang tertentu; 3) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufiks -wan,
dengan alomorfnya -man, dipakai untuk merujuk kepada laki-laki atau perempuan,
٣٨
sedangkan sufiks -wati khusus dipakai untuk mengacu kepada perempuan. Dan
sufiks -man diletakkan kepada dasar yang berakhir dengan fonem /i/, seperti dalam
kata budiman. Berikut beberapa contoh :
a.ilmuwan = orang yang ahli di bidang ilmu
b.karyawan = orang yang mata pencahariannya dalam berkarya
c.rupawan = orang yang memiliki rupa elok
G. 2. b. 2. Pronomina
Pronomina jika ditinjau dari segi artinya adalah kata yang dipakai untuk
mengacu ke nomina lain. Nomina mahasiswa dapat diacu oleh pronomina dia.
Bentuk -nya pada Meja kakinya empat, mengacu pada kata meja. Jika dilihat dari
segi fungsinya dapat dikatakan bahwa pronomia menduduki posisi yang umumnya
diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan predikat. Ciri lain yang dimiliki
pronomina adalah acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung pada siapa
yang menjadi pembicara/penulis, yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa
yang dibicarakan. Pronomina dalam bahasa Indonesia terbagi atas 1) pronomina
persona, 2) pronomina penunjuk, dan 3) pronomina penanya. Namun karena
pronomina yang ketiga ini tidak memiliki hubungan dengan konstruksi kalimat
berita tidak akan di bahas.
7th. 2. b. 2. a. Pronomina Persona
1. Persona Pertama
٣٩
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal pronomina persona tunggal dan pronomina
persona jamak. Persona pertama tunggal adalah saya, aku / daku, ku-, dan -ku.
Saya, merupakan bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan dan
ujaran yang resmi seperti tulisan resmi pada buku nonfiksi dan ujaran untuk pidato,
sambutan, dan ceramah. Aku / daku, lebih banyak dipakai dalam pembicaraan batin
dan situasi keakraban, sering dipakai dalam cerita, puisi, dan percakapan sehari-
hari. Klitika -ku antara lain dipakai dalam konstruksi pemilikan dan dalam tulisan
dilekatkan pada kata yang di depannya seperti: kawanku, anakku. Untuk kostruksi
pemilikan dipakai juga saya dan diletakkan di belakang benda yang dimilikinya,
seperti: rumah saya, anak saya.
Persona pertama jamak adalah kami dan kita. Kami bersifat eksklusif;
artinya, pronomina itu mengacu kepada pembicara / penulis dan orang lain di
pihaknya, tetapi tidak mencakupi orang lain di pihak pendengar / pembacanya.
Sebaliknya, kita bersifat inklusif; artinya, pronomina itu mencakup pembicara /
penulis, pendengar atau pembaca dan mungkin pula pihak lain. Untuk menyatakan
hubungan kepemilikan, atau dalam pemakaiannya dengan preposisi, bentuknya
tetap sama; rumah kami, masalah kita, kepada kami, untuk kita.
2. Persona Kedua
• Tunggal
Persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud yakni engkau, kamu,
anda, dikau, kau, dan, -mu. Berikut adalah kaidah pemakaiannya.
a. Persona kedua engkau dan kamu dipakai oleh :
٤٠
1. Orang tua terhadap orang muda yang telah dikenal dengan baik dan lama
40) Kamu sudah bekerja, kan?
2. Orang yang status sosialnya lebih tinggi
41) Apakah hasil rapat kemarin sudah kamu ketik, Lisa?
3. Orang yang mempunyai hubungan yang akrab, tanpa memandang umur atau
status sosial
42) Kapan kerbaumu akan kamu carikan rumput?
b. Persona kedua Anda dimaksudkan untuk menetralkan hubungan. Pada
saat ini pronomina Anda dipakai :
1. Dalam hubungan yang tak pribadi sehingga Anda tidak diarahkan pada satu
orang khusus. Contoh:
43) Sebentar lagi kita akan mengudara, Anda kami mohon mengenakan sabuk
pengaman.
2. Dalam hubungan bersemuka, tetapi pembicara tidak ingin bersikap terlalu formal
ataupun terlalu akrab. Contoh:
44) Anda sekarang tinggal di mana?
• Jamak
Persona kedua mempunyai pula bentuk jamak. Ada dua macam bentuk
jamak: (1) kalian, dan (2) persona kedua ditambah dengan kata sekalian.
Meskipun kalian tidak terikat pada tata krama sosial, orang muda atau orang yang
status sosialnya lebih rendah umumnya tidak memakai bentuk itu terhadap orang
tua atau atasannya. Kebalikannya dapat terjadi. Pemakaian kamu sekalian, dan
٤١
Anda sekalian, sama dengan pemakaian untuk pronomina dasarnya, kamu dan
Anda, kecuali dengan tambahan pengertian kejamakan.Contoh:
45) Kalian mau ke mana liburan mendatang?
Persona kedua yang memiliki variasi bentuk terikat hanyalah engkau dan
kamu. Bentuk terikat itu masaing-masing adalah kau- dan -mu. Semua persona
kedua yang berbentuk utuh dapat dipakai untuk menyatakan hubungan pemilikan
dengan menempatkannya di belakang nomina yang mengacu pada pemilik.
Sebaliknya, hanya klitika -mu lah yang dapat juga mengacu pada pemilik.Contoh:
46) Adik kamu di mana sekarang?
Dalam konstruksi pemilikan itu, -mu hanya mewakili engkau dan kamu.
Dengan demikian, -mu dengan bentuk jamak yang tersurat tidak dapat diterimâ
usulmu sekalian, atau permintaanmu sekalian. Untuk mengacu ke pemilik yang
banyak dipakai bentuk yang utuh: usul kamu sekalian, permintaan Anda sekalian.
3. Persona Ketiga
• Tunggal
Persona ketiga tunggal ada dua macam, 1) ia, dia, atau -nya, dan 2) beliau.
Dalam posisi sebagai subjek atau di depan verba, ia dan dia sama-sama dapat
dipakai. Akan tetapi, jika berfungsi sebagai objek, atau terletak di sebelah kanan
dari yang diterangkan, hanya bentuk dia dan -nya yang dapat muncul. Demikian
pula dalam kaitannya dengan preposisi, dia dan -nya dapat dipakai, tetapi ia tidak.
Perhatikan contoh berikut:
47) Dia / Ia setuju dengan pendapat kami.
٤٢
48) Dia / Ia pandai sekali.
49) Buku itu sudah dia / ia dibacanya minggu yang lalu (ia tidak berterima)
50) Memang, saya terpaksa memukul-nya / dia / ia (ia tidak berterima)
51) Yang berwarna merah buku dia / -nya / ia (ia tidak berterima)
52) Saya akan pergi bersama dia / -nya / ia (ia tidak berterima)
53) Berikan buku ini kepada dia / -nya / ia (ia tidak berterima)
54) Surat ini untuk dia / -nya / ia (ia tidak berterima)
• Jamak
Pronomina persona ketiga jamak adalah mereka. Pada umumnya mereka
hanya dipakai untuk insan. Benda atau konsep yang jamak dinyatakan dengan cara
yang lain; misalnya dengan mengulang nomina tersebut atau dengan mengubah
sintaksisnya. Contoh:
55) Teman-teman akan datang. Mereka akan membawa makanannya sendiri
(berterima).
56) Ide yang dikemukakan Pak Mangasa sangat baik. Mereka merupakan ide yang
segar (tidak berterima).
Klitika Pronominal -nya dan nomina verbal. Demi penopikan, dapat muncul
bentuk verba + -nya, seperti ditunda-nya dan tertunda-nya.Contoh:
57) Ditundanya rapat anggota itu membuat semua anggota lega.
Dalam kalimat lain, bentuk verba + -nya diawali preposisi -nya.Contoh:
58) Dengan ditundanya rapat tersebut, semua anggota menjadi lega.
G. 2. b. 2. b. Pronomina Penunjuk
٤٣
Pronomina penunjuk ialah ini, itu, dan anu. Kata ini mengacu ke acuan
yang dekat dengan pembicara/penulis, pada masa yang akan datang, atau pada
informasi yang akan disampaikan. Kata itu mengacu pada acuan yang agak jauh
dari pembicara / penulis, ke masa yang lampau, atau informasi yang sudah
disampaikan. Dan kata anu mengacu pada acuan yang tidak dapat disebutkan
(karena tidak ingat atau lupa), atau karena tidak diinginkan atau disebutkan.
Pronomina penunjuk dapat mandiri sebagai nomina sepenuhnya atau
sebagai pewatas yang menerangkan nomina lain. Sebagai nomina, pronomina
penunjuk itu dapat berfungsi sebagai subjek atau objek kalimat, dan bahkan dalam
kalimat yang berpredikat nomina, dapat pula berfungi sebagai predikat. Contoh:
59) Ini / itu rumah saya. (sebagai subjek)
60) Ini / itu / anu yang menyebabkab penyakit kulit. (subjek)
61) Dia membeli ini / itu / anu kemarin.(sebagai objek)
62) Bu Lela memberikan ini / itu kepada saya. (sebagai objek)
63) Jawaban dia ini / itu.(sebagai predikat)
64) Rumah saya ini / itu. (sebagai predikat)
Pronomina yang bersifat atributif diletakkan sesudah kata atau frasa yang
diterangkan. Fungsi utama pemakaian utama seperti itu adalah untuk menutup
kostruksi frasa salah satu fungsi dalam kalimat. Contoh:
65) Pohon ini / itu ditanam oleh Ayah.
66) Pohon tinggi ini / itu ditanam oleh Ayah.
67) Pohon yang tinggi ini / itu ditanam oleh Ayah.
68) Pohon yang sangat tinggi ini / itu ditanam oleh Ayah.
٤٤
7th. 2. b. 2. c. Pembilang Nomina/ Numeralia
Numeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung
banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Pada dasarnya
dalam bahasa Indonesia ada dua macam numeralia yaitu: 1) numeralia pokok yang
memberi jawab atas pertanyaan Berapa, dan 2) numeralia tingkat yang memberi
jawab atas pertanyaan Yang ke berapa.
1. Numeralia pokok
Bilangan pokok adalah: 0 (nol) sampai dengan 9 (sembilan). Di samping
numeralia tunggal ini, ada pula numeralia lain yang merupakan gugus, yaitu
bilangan; 11 (sebelas) sampai dengan 19 (sembilan belas).
Numeralia pokok ada dua macam yaitu 1) yang menunujukkan kolektif
yang dibentuk dengan prefiks ke- yang ditempatkan di muka nomina yang
diterangkan. Contoh: ketiga pemain, artinya semua pemain dari nomor satu sampai
ke nomor tiga, 2) taktentu yang mengacu ke jumlah yang tidak tentu seperti:
banyak, berbagai, beberapa, pelbagai, semua, seluruh, dan segenap.
2. Numeralia Tingkat
Numeralia pokok dapat diubah menjadi numeralia tingkat yang menyatakan
tingkat. Cara mengubahnya adalah dengan menambahkan ke- di muka bilangan
yang bersangkutan. Contoh: kesatu atau pertama, kedua, ketiga.
3. Konsep Ketunggalan dan Ketaktunggalan atau Kejamakan
٤٥
Dalam bahasa Indonesia jumlah tunggal itu ditandai oleh pemakaian kata
seperti esa, se-, dan satu atau suatu, sedangkan jumlah banyak umumnya
dinyatakan dengan upaya pengulangan. Jika ketunggalan itu dipandang sebagai
kumpulan, maka nomina dapat berbentuk reduplikasi seperti: batu-bebatuan atau
bisa diawali dengan kata para dan kaum. Pada umumnya dapat bahwa nomina
Indonesia tidak menunjukkan ciri-ciri bentuk tunggal dan bentuk jamak seperti
yang dapat dilihat pada kata pungutan Arab dan Latin yang berikut: muslim :
muslimin dan alumnus : alumni.
G. 2. b. 3. Frasa Pronominal dan Numerial
1. Frasa Pronominal
Pronominal dapat dijadikan frasa dengan kaidah-kaidah berikut:
1. Penambahan numeralia kolektif, seperti: mereka berdua, kami sekalian
2. Penambahan kata penunujuk, seperti: saya itu, mereka itu, kami itu
3. Penambahan kata sendiri, seperti: saya sendiri, dia sendiri
4. Penambahan klausa dengan yang, seperti: mereka yang tidak hadir
5. Dengan menambahkan frasa nominal yang berfungsi apositif, seprtî kami
bangsa Indonesia, kamu, para pemuda.
2. Frasa Numeralia
٤٦
Frasa numeralia umumnya dibentuk dengan menambahkan kata penggolong.
Misalnya: dua buah rumah, tiga ekor ayam, sepuluh helai sarung, hanya satu,
cuma dua, sepuluh saja.
G. 2. c. Adjektiva dan Frasa Adjektival ( sifat, keterangan)
1. Pengertian dan Ciri Adjektiva
Adjektiva, yang juga disebut kata sifat atau kata keterangan, adalah kata
yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang
dan mempunyai ciri sebagai berikut:
a. Adjektiva dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih, kurang, dan
paling: lebih besar, kurang baik, paling mahal.
b. Adjektiva dapat diberi keterangan penguat seperti sangat, amat, benar,
sekali, dan terlalu: sangat indah, amat tinggi, pandai benar, murah sekali, terlalu
murah.
c. Adjektiva dapat diingkari dengan kata ingkar tidak seperti tidak bodoh.
d. Adjektiva dapat diulang dengan awalan se- dan akhiran -nyâ sebaik-
baiknya, serendah-rendahnya, sejelek-jeleknya.
f. Adjektiva pada kata terentu dapat berakhir antara lain dengan -er, wi, -iah,
-if, -al, dan -ik seperti: honorer, duniawi, ilmiah, negatif, formal, elektronik.
Umumnya sebuah adjektiva diletakkan di belakang kata yang diterangkan,
atau disisipi yang seperti baju putih atau baju yang putih. Bentukan ini merupakan
frasa. Jika di antara adjektiva dan kata yang diterangkan itu disisipi dengan kata itu,
ini, Ali, saya, dan pronomina lain, maka bentukan itu merupakan kalimat, bukan
٤٧
frasa. Contoh: Baju itu putih. Rumah ini mewah. Mobil Ali putih. Rumah saya
jauh.
2. Bentuk Adjektiva
Bentuk adjektiva terbagi atas dua bagian yaitu 1) yang terdiri satu morfem
(monomorfemis) seperti cerah, ceria, murah, ramah, 2) yang terdiri dari dua
morfem (polimorfemis). Adjektiva polimorfemis dibentuk dengan tiga cara yaitu a)
pengafiksan, b) pengulangan atau reduplikasi, c) pemaduan dengan kata lain.
Cara pertama: Adjektiva turunan dibentuk dengan memakai afiks pungutan -
i, -iah, -wi . Contoh: islami, insani, ilmiah, alamiah, manusiawi, sugawi. Di
samping bentuk seperti ini, ada pula bentuk yang wujudnya nomina, namun sering
dipakai dalam posisi adjektiva. Contoh: penakut, pemalas, pemarah.
Cara kedua: Adjektiva turunan melalui pengulangan. Contoh: mudah-mudah,
cantik-cantik, murah-murah. Pengulangan adjektiva memberikan arti tambahan.
Yakni orang, benda, atau binatang yang diterangkan itu taktunggal, meskipun
dalam kalimat hal itu tidak dinyatakan secara eksplisit. Contoh:
69) Soal ujian kemarin mudah-mudah
70) Anak Pak Salman baik-baik
71) Ikan di sungai itu besar-besar.
Cara ketiga: Adjektiva dibentuk dengan memadukan adjektiva dengan kata
nomina atau dengan adjektiva lagi. Perpaduan adjektiva dengan kata nomina,
misalnya : berat lidah, besar mulut, sehat jasmani. Perpaduan adjektiva dengan
adjektiva lagi, misalnya: lemah lembut, cantik jelita, terang benderang.
٤٨
3. Tingkat Perbandingan
Salah satu ciri adjektiva adalah bahwa kelas kata itu dapat memiliki tingkat
perbandingan yang menyatakan apakah maujud yang satu sama, lebih, kurang atau
paling jika dibandingkan dengan maujud lain. Dengan demikian , tingkat
perbandingan itu ada tiga macam yakni: 1) ekuatif, 2) komparatif, dan 3) superlatif.
Tingkat perbandingan ekuatif adalah tingkat yang menyatakan bahwa dua
hal yang dibandingkan itu sama. Untuk menyatakan tingkat perbandingan ekuatif
ada dua macam, yaitu 1) pemakaian se-,dan 2) pemakaian sama ..dengan.Contoh:
72) Tuti secantik ibunya.
73) Toni tidak seberani adiknya.
74) Mesin ketik ini sama mahalnya dengan mesin ketik itu.
75) Tini sama lemah lembutnya dengan kakaknya.
Tingkat perbandingan komparatif menyatakan bahwa satu dari yang lain
maujud yang dibandingkan itu lebih atau kurang dari yang lain. Tingkat
perbandingan ini dibentuk dengan formula lebih / kurang + adjektiva + daripada.
76) Ini lebih mahal daripada itu.
77) Restoran ini kurang bersih daripada restoran itu.
Tingkat perbandingan superlatif menyatakan bahwa dari sekian hal yang
dibandingkan satu melebihi yang lain. Tingkat dinyatakan dengan bentuk ter-atau
paling . Contoh:
78) Dari tiga bersaudara itu Tonilah yang paling rajin.
79) Harga termurah lima ribu rupiah, Pak
٤٩
Bentuk paling dapat dipakai dengan bentuk adjektiva turunan maupun verba
adjektiva, sedangkan bentuk ter- umumnya tidak dapat. Contoh:
80) Dia yang paling keras kepala. (terkeras, tidak)
81) Peristiwa itu yang paling menyedihkan. ( termenyedihkan , tidak)
4.Fungsi Adjektiva
Adjektiva dapat berfungsi sebagai predikat dalam kalimat atau sebagai
keterangan pada frasa nominal. Adjektiva yang berfungsi sebagai predikat dapat
kita lihat dalam contoh berikut:
82) Gedung yang baru itu sangat megah.
83) Setelah menerima rapor, mereka pun gembira.
84) Sedihlah hatinya, melihat anaknya tidak naik kelas.
85) Yang dibelinya kemarin tidak mahal.
Dalam hal subjek atau predikatnya panjang kadang-kadang dipakai adalah
sebelum adjektiva. Contoh:
86) Yang dikatakannya padamu itu (adalah) baik
87) Mereka yang setuju dengan ide itu (adalah) gila.
89) Ini (adalah) serumit masalah yang kita hadapi kemarin.
Predikat adjektiva yang didahului adalah kadang-kadang dipakai pula
dipermulaan kalimat. Contoh :
90) Adalah tidak benar kalau dikatakan bahwa saya menolak usulnya.
91) Adalah wajar bagi seorang untuk cemburu.
٥٠
5. Frasa Adjektival
Adjektiva yang menyatakan keadaan dapat diterangkan oleh kata, seperti
sudah, harus, dan dapat. Dengan demikian kita dapati frasa adjektival seperti:
sudah tenang, harus, dapat palsu, sudah harus tenang, harus sudah tenang, harus
dapat sembuh, sudah akan sembuh.
Selaras dengan frasa verbal, frasa adjektival di atas dapat juga dibuat ingkar
dengan kata ingkar tidak seperti terlihat pada contoh: sudah tidak tenang, tidak
harus baru.
Salah satu hal yang paling menonjol yang membedakan frasa adjektival dari
frasa verbal adalah bahwa frasa adjektival dapat memiliki tingkat perbandingan
yang tidak terdapat pada frasa verbal, sebagaimana kita lihat pada contoh berikut:
akan lebih besar (frasa adjektival berterima)
akan lebih mandi (frasa verbal tidak berterima)
akan bisa lebih besar (frasa adjektival berterima)
akan bisa lebih berjalan (frasa verbal tidak berterima)
G. 2.d. Adverbia dan Frasa Adverbial
1. Pengertian dan Ciri
Adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva,
nomina predikatif, atau kalimat. Dalam kalimat Saya ingin lekas-lekas pulang, kata
lekas-lekas adalah adverbia yang menerangkan verba pulang, dalam kalimat Orang
itu sangat baik, kata sangat adalah adverbia yang menerangkan adjetiva baik.
Demikian pula dalam kalimat Ayah saya hanya petani, kata hanya adalah adverbia
٥١
yang menerangkan nomina predikatif petani. Dalam kalimat Sebaiknya engkau
datang, kata sebaiknya adalah adverbia yang menerangkan engkau datang secara
keseluruhan.
Adverbia sebagai kategori berbeda dari keterangan sebagai fungsi kalimat.
Dalam kalimat Ia datang kemarin, kata kemarin berkategori nomina (bukan
adverbia), tetapi fungsinya adalah keterangan waktu. Dalam kalimat Orang itu
sangat baik, kata sangat berfungsi sebagai keterangan dan juga kategorinya adalah
adverbia.
2. Bentuk Adverbia
Adverbia dapat terdiri dari satu morfem ( monomorfemis) seperti: sangat,
hanya, lebih, segera, dan dapat pula terdiri dari dua morfem (polimorfemis) yang
dapat dibentuk melalui salah satu cara-cara berikut:
a) Dengan mengulang kata dasar seperti: diam-diam, lekas-lekas, hati-hati.
b) Dengan mengulang kata dasar dan menambahkan sufiks -an, seperti:
habis-habisan, mati-matian, mudah-mudahan, gila-gilaan.
c) Dengan mengulang kata dasar dan menambahkan gabungan sufiks se- +
nya, seperti: setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, seikhlas-ikhlasnya .
d) Dengan menambahkan gabungan afiks se -nya pada kata dasar, seperti:
sebaiknya, selekasnya, sebenarnya, sesungguhnya.
e) Dengan menambahkan -nya pada kata dasar, seperti: agaknya,
biasanya, rupanya, rasanya.
٥٢
3. Struktur Sintaksis Adverbia
Struktur sintaktis adverbia dapat dilihat dari letak dan lingkup strukturnya.
Dari segi letak strukturnya adverbia ada yang: a) selalu di depan kata yang
diterangkan, seperti: lebih tinggi, sangat indah, hanya menulis, b) selalu di
belakang kata yang diterangkan, seperti merah sekali, duduk saja, tampan nian,
dan c) di depan atau di belakang kata yang diterangkan secara manasuka seperti:
jangan lekas-lekas pulang, jangan pulang lekas-lekas, lekas-lekas dia pulang.
G. 2. e. Kata Tugas
Disamping keempat kelas kata yaitu verba, nomina, adjekiva, dan adverbia,
masih ada kelas kata lain yang mempunyai ciri khusus yaitu kata tugas. Kata
seperti dan, ke, dan dari, termasuk dalam kelas kata tugas. Kategori kata verba,
nomina, adjektiva, dan adverbia mempunyai dua makna yaitu makna gramatikal
dan makna leksikal. Sedangkan kata tugas hanya mempunyai makna gramatikal. Ini
berarti bahwa arti suatu kata tugas bukan ditentukan oleh kata itu secara lepas,
tetapi oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat. Ciri lain dari kata
tugas adalah bahwa kelas kata tugas ini pada umumnya tidak mengalami
perubahan bentuk, kecuali beberapa kata seperti sebab, sampai dan oleh, yang
dapat berubah menjadi kata lain: menyebabkan, menyampaikan, memperoleh.
Berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dibagi menjadi
lima kelompok yaitu: preposisi, konjungsi, interjeksi, artikel, dan partikel.
٥٣
Dari kelima kata tugas itu yang erat kaitannya dengan penelitian ini adalah
kata tugas preposisi. Dengan demikian empat kata tugas yang lainnya tidak akan
dibicarakan.
Preposisi dan frasa Preposisional
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur
pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak di awal frasa dan unsur yang
mengikutinya dapat berupa nomina, verba, atau adjektiva, seperti ke pasar, dengan
mengail. Frasa preposisional seperti ini bersifat eksosentrik. Jika ditinjau dari segi
bentuknya, preposisi dapat berupa monomorfemis dan polimorfemis.
Preposisi monomorfemis adalah preposisi yang terdiri hanya atas satu
morfem seperti: bagi, untuk, buat, guna, dari, dengan, di, ke, oleh, pada, tentang,
sejak. Preposisi polimorfemis ada dua macam, 1) yang berafiks dengan
menempelkan afiks pada dasar seperti: bersama, beserta, menjelang, menuju,
menurut, sekeliling, sekitar, selama, sepanjang, mengenai, terhadap, bagaikan, 2)
yang terdri atas morfem bebas dapat berupa a) gabungan preposisi dengan
preposisi seperti: daripada, kepada, oleh karena, oleh sebab, sampai dengan / ke,
selain dari. b) preposisi yang merupakan gabungan preposisi dan bukan preposisi
seperti: di atas, di bawah, di muka, di belakang , di tengah, ke dekat, ke depan, ke
dalam ke luar, ke tenganh, dari balik, dari samping, dari luar , dari tengah.
Frasa preposisional atau depan ialah frase yang terdiri dari kata depan
sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frasa . Misalnya: di sebuah rumah, dengan
٥٤
sangat tenang, dari lima, sejak tadi pagi, ke Jakarta, dari desa, terhadap
kemenakannya, tentang masalah itu, kepada teman sejawatnya.
H. Gramatika Bahasa Arab
Kajian nahwu (sintaksis) merupakan salah satu tataran dari beberapa tataran
kajian `ilmu al-lughah (linguistik) yaitu `ilmu al-ashwat atau makhârij al-huruf
(fonologi), `ilmu al-sharfi (morfologi), `ilmu al-nahwi (sintaksis), `ilmu al-dilâlah
(semantik), dan al-mufradât (leksikon).Tataran sharaf sering digabung dengan
tataran nahwu menjadi tataran gramatika atau tata bahasa (al-qawâ`id). Tataran
gramatika ini mencakupi wacana (satuan terbesar), kalimat, klausa (jumlah), frasa
(murakkab nâqish), kata (kalimah) ,dan morfem (satuan terkecil)25.
Pembicaraan gramatika bahasa Arab atau Qawâ`id al-Lughah al-`Arabiyyah
umumnya mengenai nahwu dan sharaf. Kedua ilmu ini memiliki lingkup
pembahasan yang berbeda, tetapi dalam penterapannya ketika membuat konstruksi
sebuah jumlah (kalimat tunggal atau klausa), tidak mempersoalkan lingkup
pembahasan masing-masing, kedua-duanya menyatu, dan secara bersamaan
menjadi alat dan acuan dalam menentukan benar atau salahnya jumlah itu.
Para pakar nahwu dan sharaf masa kini membagi lingkup pembahasan nahwu
dan sharaf sebagai berikut :
Nahwu adalah ilmu yang secara khusus membicarakan tentang: a) letak
fungsi setiap kalimah (kata) dalam jumlah, b) menentukan huruf terakhir setiap
٢٥ Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 36
٥٥
kalimah yang menjadi unsur pembentuknya mengenai (berubah atau tidak / mu`rab
atau mabniy), c) cara mengi’râb (mengurai) fungsi-fungsi setiap kalimah yang
menjadi unsur pembentuk jumlah.
Adapun "sharaf (morfologi) adalah ilmu yang khusus membicarakan bentuk
kalimah (kata) dan semua persoalan yang berhubungan dengan proses
pembentukan baik mengenai perubahan, penambahan maupun pengurangan".26
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa sebuah kalimah (kata) yang sudah
menjadi unsur pembentuk (konsituen) jumlah, mengenai ‘i`râb atau binâ, letak
fungsi (wazhîfah), dan mengurainya adalah lingkup pembahasan nahwu. Dan
bahwa sebuah kalimah ( kata ) mengenai cara pembentukan yakni perubahan dari
bentuk yang satu ke bentuk yang lain lewat penambahan, pengurangan, penukaran
huruf, atau penggeseran harakat (syakal) adalah lingkup pembahasan sharaf.
Sistematika pembahasan gramatika bahasa Arab selanjutnya diawali dari jumlah
berikut fungsi-fungsi yang ada didalamnya, kalimah dan murakkab naqish, dan i rab
dan binâ.
H. 1. Jumlah ( kalimat )
Untuk peristilahan mengenai jumlah, dalam buku-buku gramatika bahasa
Arab dijumpai beberapa istilah lain seperti kalâm (ujaran), murakkab isnâdiyyy
(susunan predikatif), dan murakkab tâm (susunan lengkap), jumlah mufîdah
٢٦ Fuad Ni`mah, Mulakhkhash qwa;`id al-lughah al-`Arabiyyah, (al-Qahirah:tpn, 1972), h.
2 dan.3
٥٦
(kalimat bermakna). Dalam uraian selanjutnya untuk peristilahan di maksud
digunakan istilah jumlah.
H.1.a. Pengertian Jumlah
Ada beberapa definisi yang menerangkan pengertian jumlah antara lain:
ھى كل ماتركب من كلمتین أو أكثر وأفاد معنى تاما:الجملة المفیدة .١
(Al-jumlatu al-mufîdatu : Hiya kullu mâ tarakkaba min kalimataini ‘au ‘aktsara
wa ‘afâda ma`nan tâmman).
"Jumlah mufîdah adalah susunan yang terdiri dari dua kalimah (kata) atau
lebih yang mengandung makna lengkap". 27
الجملة عبارة عن الفعل وفاعلھ كقام زید، والمبتدأ وخبره كزید قائم، وما كان بمنزلة .٢
.أحدھما نحو ضرب اللص، و أقائم الزیدان، و كان زید قائما و ظننتھ قائما
(Al- jumlatu `ibâratun `ani al-fi`li wa fâ`ilihi ka qâma zaydun, wa al-mubtada’i wa
khabarihi ka zaydun qâ’imun, wa mâ kâna bi manzilati ‘ahadihimâ nahwu dluriba
al-lishshu, wa ‘aqâ ‘imun al- zaydâni, wa kâna zaydun qâ’iman, wa zhanantuhu
qâ’iman).
Jumlah adalah ungkapan yang terdiri dari fi'il (predikat) dan fâ'ilnya (subjek)
seperti: qâma zaydun (telah berdiri Zayd), atau dari mubtada’ (subjek) dan
khabarnya (predikat) seperti: zaydun qâimun (Zayd itu berdiri), dan ungkapan lain
yang dapat menempati posisi masing-masing, seperti: dluriba al-lishshu (telah
dipukul pencuri itu), a-qâimun al-zaydâni (apakah yang berdiri itu dua orang
٢٧ Ibid. h. 15
٥٧
bernama Zayd), kâna zaydun qâiman (Zayd itu berdiri -lampau- dulu) , dan seperti
zhanantuhu qâiman (Saya telah menduga dia berdiri) 28.
كالمنا لفظ مفید كاستقم.٣
“Kalâm menurut kami (ahli nahwu) adalah ujaran yang bermakna seperti
bermaknanya ungkapan istaqim " beristiqamahlah ". 29
الحلم زین ،: " ما تألف من مسند و مسند إلیھ، نحو) : ویسمى جملة (المركب اإلسنادي .٤
"یفلح المجتھد
(Al-murakkabu al-‘isnâdiyyyu (wa yusammâ jumlatan ‘aydlan) :Mâ ta’allafa min
musnadin wa musnadin ‘ilayhi, nahwu “ al-hilmu zaynun. Yuflihu al-mujtahidu)
Murakkab isnâdiyyy (juga disebut jumlah) adalah ungkapan yang terdiri atas
musnad dan musnad ilayh ( predikat dan subjek), seperti “Kelembutan itu adalah
hiasan. Berbahagialah orang rajin itu” 30
Keempat definisi jumlah (kalimat) di atas memberikan pengertian bahwa
jumlah dapat berwujud satu kata sebagaimana ditunjukkan oleh definisi ketiga,
sedangkan definisi pertama, kedua, dan keempat, mengisyaratkan bahwa jumlah
dapat berbentuk klausa yang terdiri dari unsur fungsional inti yakni subjek atau
musnad ilayh (berupa mubtada’, isim kâna, fâ`il, nâ’ib fâ`il) dan musnad atau
predikat (berupa khabar dari mubtada’, khabar dari kâna, fi il ma`lûm, fi il majhûl).
٢٨ Jamaluddin Ibnu Hisyam, Mugni al-Labîb ‘an Kutub al-A’ârîb, (Beirut: Dâ al-Fikr ,
1995), h.490. ٢٩ Muhyiddin , Syarhu Ibni ‘Aqîl, (Beirut: Dâr al-Fikr , 1989), h. 14 ٣٠ Mushthafa al- Ghalayini, Jâmi`u al- Durûs al- Arabiyah, (Beirut: Mansyurat al-
Maktubah al- Asyriya, 1994), h. 12
٥٨
Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai istilah yang dipakai dalam
pembicaraan selanjutnya maka istilah Jumlah atau murakkab isnâdiyy atau kalâm
dalam bahasa Arab disepadankan dengan klausa atau kalimat tunggal atau kalimat
berklausa satu dalam dalam bahasa Indonesia, dan selanjutnya digunakan istilah
jumlah (Arab) dan atau kalimat (Indonesia) untuk maksud yang sama. .
Struktur dasar jumlah bahasa Arab terdiri dari unsur fungsi-fungsi:1)
musnad ilayh atau subjek (S) berupa mubtada, fâ`il dan nâib fâ`il, 2) musnad atau
predikat (P) berupa khabar, fi il ma`lûm (aktif) dan fi il majhûl (pasif), 3) maf’û bih
atau objek (O), sebagai tuntutan dari fi`il muta`addi.
Kebanyakan para ahli tatabahasa bahasa Arab mengemukakan bahwa struktur
jumlah bahasa Arab berdasarkan unsur fungsi `umdah ( inti ) berupa musnad ilayh
dan musnad yang terletak di awal jumlah terbagi atas: 1) jumlah ismiyah dan 2)
jumlah fi liyah. Jumlah ismiyah adalah jumlah yang diawali oleh fungsi inti yang
berupa isim (nomina). Adapun jumlah fi`liyah adalah jumlah yang diawali oleh
fungsi inti berupa fi il (verba)31. Definisi lain mengemukakan bahwa jumlah ismiyah
adalah jumlah yang terdiri dari mubtada dan khabar (musnad ilayh / mubtada’ /
subjek + musnad / khabar / predikat), dan jumlah fi`liyah adalah jumlah yang terdiri
dari fi il ma`lûm dan fâ`il atau terdiri dari fi il majhûl dan nâib fâ`il. (musnad /fi`il
ma`lûm / fi`il majhûl / predikat + musnad ilayh / fâ`il / nâ’ib fâ`il/ subjek32.
٣١ Jamaluddin Ibn Hisyam, op.cit., h. 490
٥٩
H. 1. b. Jumlah Ismiyah (kalimat nominal)
Jumlah ismiyah dilihat dari fungsi khabarnya (predikatnya) terbagi atas
lima baian yaitu: jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari: 1) khabar mufrad, 2)
khabar jumlah ismiyah, 3) khabar jumlah fi liyah, 4) khabar zharaf, 5) khabar jâr
majrûr.
H. 1. b. 1. Khabar Mufrad.
Jumlah ismiyah yang khabarnya mufrad disebut juga jumlah ismiyah shughrâ
(kecil). Pengertian mufrad dalam pembicaraan khabar adalah bukan jumlah dan
bukan syibhu jumlah (bukan kalimat dan bukan yang menyerupai kalimat). Jadi
yang dimaksud mufrad dalam konteks khabar itu adalah berbentuk satu kalimah
(kata) atau murakab naqish (seperti murakkab idlâfy, washfi dll) yang tidak
melebihi fungsi khabar. Khabar mufrad dapat berupa isim mufrad (nomina
tunggal), isim tatsniyah (nomina dual), dan jamak (nomina jamak) . Jumlah ismiyah
yang khabarnya berupa mufrad harus memperhatikan persesuaian (kongruensi)
mengenai `adad, naw` dan i rab.
Khabar mufrad dilihat dari segi bentuk kalimah (kata) yang mengisinya,
antara lain dapat berupa isim dzat, isim ma`nâ, isim shifah.
٣٢ Shabri Ibrahim, al-Kâfî fî al-Nahwy wa Tathbîqâtih, (Iskandariyah: tpn, 1994), h.14
٦٠
1. Isim dzat (nomina yang mengacu pada nama orang, hewan, dan barang
seperti Muhammadun, farasun (kuda), dan maktabun (meja). Contoh :
. Huwa Muhammadun / Dia Muhammad / ھو محمد (92
(Mubtada + Khabar / isim dzât)
2. Isim ma`na atau mashdar (nomina dasar yang mengacu pada ma`na yang
dimiliki oleh bentuk mashdar seperti fadl-lun (karunia). Contoh :
.Hâdzâ Fadl lun min Allâhi / Ini karunia dari Allah / ھذا فضل من اهللا (93
( Mub+ Kha / isim ma`na)
3. Isim shifah (nomina adjektival) yaitu berupa isim fâ`il seperti فاتح /
fâtihun (yang membuka), isim maf`ûl seperti مفتوح / maftûhun ( terbuka), dan
shîghah mubâlaghah seperti كتاب / kattâbun (juru / tukang / ahli / tik) 33. Contoh
.Huwa fâtihun al-bâba / Dia yang membuka pintu / ھو فاتح الباب (94)
( Mub + Kh /isim fâ`il / mufrad / mudzakkar)
Zaydun ibnu Tsâbitin kattâbu al-wahyi / Zayd ibnu / زید ابن ثابت كتاب الوحي (95
Tsabit pencatat wahyu (Mub + Kh / shîghah mubâlaghah / mufrad / mudzakkar)
.Al-bâbu maftûhun / Pintu itu (dalam keadaan) terbuka / الباب مفتوح (96
(Mub + Kh /isim maf`ûl/mufrad/mudzakkar)
Al-bâbâni maftûhâni / Dua pintu itu (dalam keadaan ) / البابان مفتوحان (97
terbuka (Mub + Kh / isim maf`ûl / tatsniyah / mudzakkar).
٣٣ Antoine Dahdah, Mu’jam Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Libanon: tpn, 1944), h.
138
٦١
Al-abwâbu maftûhatun / Pintu-pintu itu (dalam keadaan) / األبواب مفـتوحة (98
terbuka (Mub + Kh / isim maf`ûl / mufrad / mu annats /, disesuaikan dengan
kata al-abw:b (jamak taksir yang menunjuk benda, diperlakukan sebagai
mufrad mu’annats).
Al-nâfidzatu maftûhatun / Jendela itu terbuka / النافذة مفتوحة (99)
(Mub + Kh / isim maf`ûl / mufrad / mu annats)
Al-nâfidzatâni maftûhatâni / Dua jendela itu terbuka / النافذتان مفتوحتان (100
(Mub + Kh / isim maf`ûl / tatsniyah / mu annats)
Al-muslimûna manshûrûna / Orang-orang muslim / المسلمون منصورون (101
(lk) menang (Mub + Kh / isim maf`ûl / jamak / mudzakkar)
Al-muslimâtu manshûrâtun / wanita-wanita muslimah / المسلمات منصورات (102
menang / mendapat pertolongan.(Mub + Kh / isim maf`ûl /jamak / muannats)
Dalam contoh-contoh jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari khabar
mufrad yakni ( 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102) adalah merupakan contoh- contoh
jumlah yang memenuhi tuntutan persesuaian (kongruensi) antara khabar (predikat)
dengan mubtada (subjek) mengenai hal `adad (tunggal, dual, jamak), naw`
(mudzakkar, mu annats). Adapun mengenai hal i`rab, secara kebetulan fungsi
mubtada dan khabarnya menuntut i`rab rafa` (kasus nominatif) yang sama, bukan
dalam pengertian sama sebagai tuntutan persesuaian (kongruensi).
H. 1. b. 2. Khabar Jumlah Ismiyah
٦٢
Jumlah ismiyah yang khabarnya berupa jumlah ismiyah bawahan (kecil),
dalam khabar jumlah bawahan ini harus ada dlamîr (pronomina) yang mengacu
kepada mubtada awal dengan memperhatikan persesuaian (kongruensi) mengenai
nau` (tadzkîr- ta`nîts / maskulin-feminin) dan mengenai `adad ( mufrad / tunggal,
tatsniyah / dual, dan jamak). Contoh :
Al-thâlibu kitâbuhu jadîdun / Seorang mahasiswa itu / الطالب كتابھ جدید (103
bukunya baru [Mubtada1 + Khabar 1 (mubtada 2 +dlamir + khabar 2)]
Jumlah ismiyah dalam contoh 103 di atas disebut jumlah ismiyah kubra
(besar) karena jumlah ini di dalamnya terdapat jumlah ismiyah shugrâ (kecil) atau
bawahan sebagai unsur fungsi khabarnya.
Kata [al-thâlibû mubtada 1 + kitâbuhu jadîdun : Khabar 1 yang terdiri
jumlah sughra (bawahan) berupa kitâbu : mubtada 2 + hu :dlamîr + jadîdun :
khabar 2]. Klitika hu dalam bentuk mufrad mudzakkar / tunggal maskulin yang
disesuaikan dengan kata yang dirujuknya yaitu al-thâlibu ( mubtada 1). Klitika hu
secara gramatikal dan semantis berperan sebagai pengikat (râbith) agar jumlah
shughra / kecil / bawahan yang berfungsi sebagai khabar (P) itu tetap memiliki
hubungan isnâdiyy (predikatif) dengan mubtadanya (S). Sedangkan untuk
kongruensi antara kata jadîdun / baru (khabar (2) / bawahan, dan kata kitâbu /
buku (mubtada (2) / bawahan berlaku kaidah persesuaian (konruensi) bagi jumlah
shughrâ sebagaimana telah diuraikan dalam jumlah ismiyah yang khabarnya
berbentuk khabar mufrad di atas, yakni mengenai nau’ (jenis tadzkîr-ta`nîts), dan
‘adad (tunggal, dual, dan jamak), kecuali untuk bentuk jamak taksîr dan bentuk
٦٣
jamak mu`annats sâlim yang mengacu kepada benda (yang tidak berakal), kedua
bentuk jamak ini umumnya diperlakukan sebagai tunggal mu`annats hiya, hâ .
Misalnya: kata kutubun ( buku-buku, bentuk jama` taksîr dari kata kitâbun) dan
kata tadrîbâtun (latihan-latihan), bentuk jama`mu’annats sâlim dari tadrîbun),
dalam contoh 109 dan 110 kemudian.
Al-thâlibâni kitâbuhumâ jadîdun / Dua orang / الطالبان كتابـھما جدید (104
mahasiswa itu buku mereka baru .[Mubtada1 + Khabar 1 (mubtada 2 +
dlamir + khabar2)]
Al-thullâbu kitâbuhum jadîdun .(Para mahasiswa / الطالب كتابـھم جدید (105
itu buku nya baru). [Mubtada 1+Kh (mub 2 +dlamîr + khabar 2)]
Al-thâlibatu kitâbuhâ jadîdun (Seorang / الطالبة كتا بـھا جدید (106
mahasiswi itu bukunya baru ) [Mub1 + Kh1 (mub2 + dlamir + kh2)]
Al-thâlibatâni kitâbuhumâ jadîdun / الطالبتان كتابـھما جدید (107
Dua orang mahasiswi itu bukumereka baru [Mub1+Kh1 (mub2 + dlamir +
kh2 )]
Al-thâlibâtu kitâbuhunna jadîdun/ الطالبات كتابـھن جدید (108
Para mahasiswi itu buku mereka baru[Mub1 + Kh1 (mub2 + dlamir+ kh2 )]
Al-kutubu tsamanuhâ rakhîshun / الكتب ثمنھا رخیص (109
Buku-buku itu harganya murah [Mub1 + Kh1 (mub2 + dlamir + kh2 )]
Al-tadrîbâtu as`ilatuhâ sahlatun / التدریبات أسئلتھا سھلة (110
Latihan-latihan itu soal-soalnya mudah-mudah [Mub1+Kh1(mub2+dlamir+ kh2)
٦٤
H. 1. b. 3. Khabar Jumlah Fi`liyah
Jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari jumlah fi liyah shughrâ (fi`il +
fâ`il ), dalam khabar jumlah fi liyah shughrâ inipun harus mengandung dlamîr
(pronomina) yang mengacu kepada mubtada dengan memperhatikan persesuaian
(kongruensi) sebagaimana yang akan dijelaskan dalam penjelasan contoh berikut.
الى المعھد) ھو(المدرس یذھب (.112 / Al-mudarris-u ya-dzhab-u (huwa) ilâ al-
ma`hadi
[Mub+ Kh (Fi`il + Fâ`il /huwa/lesap)] . Dosen (lk) pergi (dia /lesap) ke
kampus
Huwa (dia) adalah dlamîr mufrad mudzakkar ghâib (pronomina persona
ketiga tunggal maskulin) yang berfungsi sebagai fâ`il (S) yang ditakdirkan
(dilesapkan).Dlamîr huwa ini sesuai dengan mubtada yang diacunya yaitu al-
mudarrisu berbentuk isim (nomina) mufrad mudzakkar. Dan huruf mudlara`ah ي
(y), pada kata yadzhabu dalam contoh jumlah (112) disesuaikan dengan mubtada
yaitu kata al-mudarrisu (sama dalam bertuk III). Demikian pula kongruensi terjadi
dalam contoh berikutnya pada 113, 114, 115, 116, 117, 118, dan 119 sebagaimana
terjadi pada contoh 110, (mengenai dlamîr dan huruf awal fi`il mudlâri`(huruf
mudlaraa`h) serta mubtada yang berbeda (ghaib, mukhathab, dan mutakallim,
mufrad, tatsniyah dan jamak). Lihat tabel 2 (tashrîf fi`il mudlâri ) dan tabel 1
(tashrîf fi`il mâdli).
.Al-mudarris-âni ya-dzhab-âni ilâ al-ma`hadi / المدرسان یذھبان إلى المعھ (.113
٦٥
[Mub + Kh (Fi il + Fâ`il / alif) Dua orang dosen (l) pergi ke kampus
.Al-mudarris-ûna ya-dzhab-ûna ilâ al-ma`hadi المدرسون یذھبون إلى المعھد (114
[Mub + Kh( Fi il + Fa`il / wawu) Dosen-dosen(l) pergi ke kampus
Al-mudarrisa- t-u ta-dzhab-u (hiya) ilâ / المدرسة تذھب(ھي) إلى المعھد (115
alma`hadi [Mub + Kh (Fi il + Fa`il / hiya/ lesap)] Seorang dosen (p) pergi ke
kampus
.Al-mudarrisa-t-âni ta-dzhab-âni ilâ al-ma`hadi/ المدرستان تذھبان إلى المعھد (116
[Mub + Kh (Fi il + Fa`il / alif)] / Dua orang dosen (p) pergi ke kampus
.Al-mudarris-ât-u ya-dzhab-na ilâ al-ma`hadi المدرسات یذھبن إلى المعھد (117
[Mub + Kh ( Fi il + Fâ`il/ nûn niswah )]./ Dosen-dosen (p) pergi ke kampus
. Al-thuyûr-u ta-thîr-u fî al-hawâ / الطیور تطیر(ھى) فى الھواء (118
[Mub + Kh (Fi il + Fâ`il/ hiya/ lesap)] / Burung-burung terbang di udara
H. 1. b. 4. Jâr majrûr
Jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari syibhu jumlah (menyerupai
jumlah atau semi kalimat) berupa jâr-majrûr (frasa preposisional).Contoh :
Al-`ilmu fî al-shudûri (Mub+ Kh /jar-majrur/ kainun atau / العلم فى الصدور (119
istaqarra yang artinya ada) / Ilmu itu di (dalam) dada.
H. 1. b. 5. Khabar Zharaf
٦٦
Jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari syibhu jumlah (menyerupai
jumlah) berupa zharf (sebagai mudlâf / yang digabungkan dengan isim) beserta
majrûrnya sebagai mudlâf ilayh / yang digabungi (frasa nominal).
Untuk khabar yang berupa syibhu jumlah (menyerupai jumlah / jâr majrûr dan
zharaf), mesti dengan mentakdirkan (secara implisit mempunyai) makna kâinun
atau istqarra yang berarti “ada, berada, di”34. Jika kita mengatakan al-Thâlibu fî-
al-fashli (Mahasiswa itu di kelas). Fungsi khabar disini diisi oleh fî al-fahsli, jika
kata kâinun (isim fâ`il) yang muncul, kemudian jumlah itu kita katakan al-thâlibu
kâinun fî al-fashli (Mahasiswa itu berada di kelas) maka ujaran fî al-fashli (jâr wa
majrûr) menyerupai ujaran kâinun fî al-fashli dengan kâinun sebagai kalimah isim
fâ`il (jumlah ismiyah) . Tetapi jika kata istaqarra (fi`il mâdli) yang muncul,
kemudian kita katakan Al-Thalibu istaqarra fî al-fahsli (Mahasiswa itu ada di
kelas), maka kita katakan menyerupai jumlah fi`liyah. Contoh :
. Al-imâmu amâma al-ma` mûmi/ اإلمام أمام المأموم (120
Imam itu ada di depan ma`mum (Mub + Kh/ mudlâf-mudlâf ilayh)
Jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari khabar mufrad disebut jumlah
ismiyah shughrâ (kalimat nominal kecil), dan jumlah ismiyah yang khabarnya
terdiri dari khabar jumlah (ismiyah atau jumlah fi liyah) disebut jumlah ismiyah
kubrâ (kalimat nominal besar)35
٣٤ H. D. Hidayat, Jawâhir al-Alfiyyah li ibn Malik, (Ciputat: tpn, 2001), bait 119 dan 123,
h. 37 ناوین معنى كائن -وأخبروا بظرف أوبحرف جر. حاویة معنى الذى سیقت لھ-ومفردا یأتى ویأتى جملة
أواستقر٣٥ Jamaluddin Ibn Hisyam, op. cit., h. 492.
٦٧
H. 2. Jumlah Fi`liyah (Kalimat Verbal)
Jumlah fi liyah sebagaimana telah dikemukakan dimuka, adalah jumlah yang
diawali oleh fi il (verba) sebagai musnad (predikat). Fi il dilihat dari segi fâ`ilnya
(pelakunya) disebutkan atau tidak terbagi atas dua bentuk yaitu bentuk fi`il
ma`lûm (verba aktif) dan fi`il majhûl (verba pasif). Kata ma`lûm secara bahasa
berarti diketahui, disebutkan (maksudnya, fâ`il dari fi il maklum disebutkan), dan
kata majhûl berarti tidak diketahui, tidak disebutkan (maksudnya, fâ`il dari fi`il
tidak disebutkan). Fi il dilihat dari segi memerlukan mafûl bih (objek) atau tidak
terbagi atas fi il muta`addi dan fi il lâzim. Fi il lâzim adalah fi il yang tidak
memerlukan maf`ûl bih (objek), sedangkan fi il muta`addi adalah fi il yang
memerlukan maf`ûl bih (objek). Tuntutan fi`il muta`addi atas maf`ul bih itu
berfariasi ada yang memerlukan satu, dua, atau tiga maf`ûlbih.
H. 2. a. Jumlah fi`liyah dengan Pola Fi`il Ma`lûm (Kalimat Verbal Aktif)
1. Jumlah fi`liyah yang terdiri dua fungsi yaitu fi`il lâzim (verba taktransitif)
sebagai (P) diikuti oleh fâ`il (S). Contoh :
Yanâmu Ahmad / Ahmad tidur (Fi / ینام أحمد (121 il ma`lûm + Fâ`il)
2. Jumlah fi`liyah yang terdiri dari tiga fungsi yaitu fi il muta`addi li maf’ûlin
٦٨
wâhid (ekatransitif) yang berfungsi sebagai (P) diikuti oleh fâ`il (S) dan maf`ûl bih
(O). 36 Contoh :
Yaqra ‘u Ahmadu al-qur âna / Ahmad membaca qur an / یقرأ أحمد القرآن (122
( Fi il ma`lum muta`addi 1 + Fâ`il + Maf`ul bih)
3. Jumlah fi liyah yang terdiri tiga fungsi yaitu fi`il muta`addi dengan
tambahahan haraf jarr (transitif dengan tambahan preposisi ) sebagai (P) diikuti fâ`il
(S) kemudian diikuti oleh jâr majrûr (frasa preposisional) sebagai maf`ûl bih (O).
Yarghabu Ahmadu fî khayrin / Ahmad menyukai/ یرغب أحمد فىخیر (123
kebaikan.(Fi il maklum,muta`addi dengan huruf jarr + Fâ`il +Maf`ul bih/
jâr majrûr)
4. Jumlah fi`liyah yang terdiri dari empat fungsi yaitu muta`addi li maf’û layn
(dwitransitif) (P) diikuti oleh fâ`il (S), maf`ûl bih kesatu (O1), dan maf`ûl bih
kedua (O2). Contoh:
Yu`thî ‘Aliyyun faqîran fulûsan /Ali memberi / یعطى علي فقیرا فـلوسا (124
orang fakir uang ( Fi il mutaadi 2 + fa`il + maf`ûlbih1 + maf`ûl bih 2 )
اذ االمتحان قریبایظن األست (125 / Yazhunnu al-utâdzu al-imtihâna qarîban / Guru
mengira ujian dekat.(Fi il maklum muta`addi 2+ Fâ`il+Maf`ulbih1 +Maf`ul
bih 2 ).
٣٦ Ibnu `Aqîl, Syarh Ibn aqîl `ala al-alfiyyah li ibn Mâlik, (Bairut: Da;r al- Fikr, 1985), bait
h. 73 , واألصل فى المفعول أن ینفصال-واألصل فى الفاعل أن یتصال 237
٦٩
5. Jumlah fi liyah yang terdiri dari lima fungsi yaitu fi il mut`addi li tsalâtsati
mafâ`îl (P), diikuti oleh fâ`il (S), kemudian diikuti oleh maf`ûl kesatu, kedua dan
ketiga.
-Yukhbiru al- Mudîru al- thullâba al / یخبر المدیر الطالب االمتحان قریبا (126
imtihâna qarîban/ Rektor memberitahukan kepada para siswa bahwa ujian itu
mendekat .(Fi il maklum, muta`addi3 + Fâ`il + Maf`ul bih 1+ 2 + 3) .
H.2.b. Jumlah Fi`liyah dengan Pola Fi`il Majhûl + Nâib Fâ`il ( kalimat verbal
pasif)
1. Jumlah fi`liyah yang terdiri dari dua fungsi yaitu fi il majhûl (P) dan nâib
fâ`il (S). Jumlah ini berasal dari jumlah fi`liyah yang terdiri dari tiga fungsi
yaitu:fi il ma`lûm muta`addi li maf`ûlin wahid (P) diikuti oleh fâ`il (S) kemudian
diikuti oleh maf`ûlbih (O). Adapun langkah-langkah membuat jumlah ‘ala : binâ al
majhûl (kalimat pasif) dari jumlah ‘ala : binâ al ma’lûm (kalimat aktif) adalah
sebagai berikut :
One. Verba lampau (Fi’il mâdli) yang berfungsi sebagai predikat didlommahkan
huruf awalnya (dengan vokal u) dan dikasrahkan sebelum huruf akhir akhir
(dengan vokal i), seperti dla- ra- ba (memukul) menjadi dlu- ri- ba (dipukul).
Two. Verba kini atau mendatang (Fi’il mudlâri) yang berfungsi sebagai predikat
didlamahkan huruf awalnya (dengan vokal u ) dan difathahkan (dengan vokal a)
huruf yang sebelum terakhirnya, seperti yadl-ri-bu (memukul) menjadi yudl-ra-
bu (dipukul).
٧٠
Three. Pindahkan kalimah pengisi maf`ûl bih (O) ke tempat fungsi fa’il (S) setelah
fâil itu dihapus sehingga ia berfungsi nâib fâ`il (sebagai pengganti subjek).
d. Fi’il disesuaikan dengan fâ’il mengenai jenis (tadzkîr-ta’nîts). Misalnya:
ضربت Dla-ra-ba Zaidun sâriqatan (maklum), menjadi / ضرب زید سارقة (127
dlu-ri-bat sâriqatun (majhûl). (Fi/ سارقة il ma`lûm, muta`addi 1 + Fâ`il +
Maf`ûl bih), menjadi (Fi`il majhûl + Nâib Fâ`il) / Zayd memukul pencuri
wanita (aktif) menjadi (Pencuri wanita dipukul (pasif).
Yadl-ri-bu rajulun khâinan (ma`lûm) menjadiYudl-ra-bu / یضرب رجل خائنا (128
khâ`inun (majhûl) /Seorang laki-laki memukul pengkhianat. Pengkhianat
dipukul
(Fi il ma`lum, muta`addi1+Fâil+ Maf`ûl bih) menjadi (Fi il majhul +Naib Fâ`il)
Jumlah-jumlah fi liyah `alâ binâ al-ma`lûm (kalimat aktif ) yang memiliki
maf`ûl bih (objek) 2, dan 3 dapat dibuat jumlah `alâbinâ al-majhûl (kalimat pasif)
dengan mengikuti langkah-langkah sebagaimana dikemukakan di atas. Jika jumlah
aktif memiliki maf`ûl bih 2 atau 3, maka maf`ûl bih yang dijadikan nâib fâ`il adalah
maf`ûl bih sesuai dengan urutan dan mf`ûl bih berikutnya tetap berfungsi sebagai
maf`ûl bih (objek). Makna maf`ûl bih menjadi nâib fâ`il tetap bermakna penderita
walaupun fungsinya menjadi subjek
2. Jumlah `alâ binâ al-majhûl (kalimat pasif) yang terdiri dari dua fungsi
yaitu fi`il majhûl (P), dan nâib fâ`il dengan bentuk jâr majrûr (frasa preposisi).
Jumlah ini dibuat dari jumlah yang terdiri atas fi`il lâzim yang dimutaa`dikan oleh
jâr majrûr. Contoh :
٧١
Ha-sha-la al-thâlibu `alâ al-syahâdati (Fi/ حصل الطالب على الشھادة (129 il
ma`lum, muta`addi dengan huruf jarr + Fâ`il + Maf`ul bih/jâr majrûr)
/ Mahasiswa itu memperoleh sertipikat (aktif) kemudian dibuat pasif.
Hu-shi-la `alâ al-syahâdati (Fi`il majhûl + nâib Fâ`il/jâr / حصل على الشھـادة (130
majrur) /Sertipikat itu diperoleh Mahasiswa (pasif).
H. 3. Kalimah (Kata)
H. 3. a. Pengertian Kalimah dan Macam-Macamnya
Sebagaimana telah disinggung dalam pembicaraan mengenai jumlah, bahwa
jumlah adalah susunan kata-kata yang mengandung arti. Oleh karena demikian
dapat dikatakan bahwa kalimah (kata) merupakan tataran gramatikal dibawah
jumlah yang berperan sebagai pembentuk (konstituen) jumlah (kalimat).
Kata dalam bahasa Arab disebut كلمـة / kalimah / berarti sebuah kata
(dalam bentuk mufrad / tunggal, mu’annats / feminin, dan huruf terakhir dibaca
sukun ), dalam bentuk jamaknya juga huruf terakhirnya dibaca sukun , disebut
kalimât, berarti beberapa kata atau kumpulan kata baik bermakna maupun / كلمـات
tidak. Sedangkan kalimat dalam bahasa Indonesia sepadan dengan jumlah (tidak
sepadan dengan kalimât (jamak), juga tidak sepadan dengan kalimah (tunggal)
dalam bahasa Arab. Untuk menghindari kesalahpahaman, dalam pembahasan
selanjutnya, untuk maksud kalimah digunakan istilah kata atau kalimah atau
disertai penjelasan.
٧٢
Kalimah (kata) dalam bahasa Arab terbagi atas tiga bagian besar (kelas,
kategori) yaitu isim (nomina), fi`il (verba), dan haraf (kata tugas). Ketiga kelas
kalimah ini dapat di ketehui dengan acuan lapisan makna (semantik) dan acuan
gramatika yakni dengan melihat ciri-ciri dalam lapisan bentuk dan susunan jumlah.
Secara semantis kalimah-kalimah dapat diketahui lewat batasan - batasan yang kita
temui dalam buku-buku qawâ`id bahasa Arab, antara lain adalah sebagai berikut:
Isim (nomina) adalah kalimah (kata) yang mempunyai makna tersendiri,
yang mengacu kepada sesuatu (maujûd) yang nyata (hissiyy) yang terjangkau oleh
panca indera, atau yang tersembunyi (ma`nawiyy) yang hanya terjangkau oleh akal
sehat, dan tidak terkait dengan waktu (tensis) seperti كتتاب/ kitâb / buku / buku,
.îmân / keimanan / kepercayaan / إیمان
Kalimah fi`il (verba) adalah kalimah (kata) yang mengandung makna
keadaan atau kegiatan atau perbuatan dan berkaitan dengan zaman sharfiy (tensis,
yaitu bentuk lampau untuk fi`il mâdli, bentuk sedang untuk fi`il mudlâri , dan
bentuk akan untuk fi il amar, seperti perintah). Contoh : اجلس-یجلس-جلس /jalasa,
yajlisu, ijlis / telah duduk, sedang duduk, duduklah!.
Kalimah haraf (kata tugas) adalah kalimah (kata) yang tidak mengandung
makna yang berarti, kecuali (secara gramatikal) setelah digabung dengan kalimah
lain baik isim maupun fi`il (menjadi bentuk frasa). Dari sekian banyak nama-nama
haraf yang erat kaitannya dengan penelitian ini adalah 1) haraf jarr (preposisi) yang
khusus masuk ke kalimah isim, bahkan dengan kekhususannya secara gramatikal
menjadi ciri isim , seperti إلى /’ dalam contoh إلى المسجد / ilâ al-masjidi / ke mesjid,
٧٣
2) haraf jazam yang khusus masuk ke fi il dan bahkan ini pun menjadi ciri fi`il
seperti لم / lam / tidak pada contoh : لم بذھب / lam yadzhab / tidak pergi.
Kalimah isim (nomina), fi il (verba) dan haraf (kata tugas), disamping
diketahui secara semantis seperti telah dikemukakan diatas, juga dapat diketahui
secara gramatikal lewat ciri-ciri tertentu bagi masing masing kalimah (kata). Ciri-
ciri dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :37
H. 3. b. Ciri-Ciri Isim
Isim dapat dibedakan dari fi`il dan haraf antara lain oleh ciri-ciri berikut:
Al-Jarr. Al-jarr ini antara lain bercirikan kasrah yang dilambangkan / الجر.1
dengan bunyi i atau in atau lambang tulisan - , misalnya إلى بیت, إلى البیت / ‘ilâ
al-bayti, dan ilâ baytin. Al-Jarr adalah salah satu i râb (perubahan harakat huruf
terakhir) dari empat macam i`rab, yakni rafa, nashab, jarr, jazam. Pengertian i rab
jarr dimaksud adalah kejadian (kasus) perubahan bunyi atau tulisan pada huruf
terakhir kalimah isim (nomina). ’Irâb jarr ini secara gramatikal terjadi pada kalimah
isim setelah dihubungkan dengan kalimah lain yang mendahuluinya. Kalimah yang
mendahului isim itu bertindak sebagai penyebab yang oleh karenanya disebut جار
/ jârr (bentuk isim fâ`il / nomina aktif / penyebab), sedangkan isim yang menerima
penyebaban disebut مجرور / majrûr (bentuk isim maf`ûl / nomina pasif / penderita
penyebaban) dan kasus penyebaban itu sendiri disebut جر / jarr (bentuk mashdar /
٣٧ Ibid, bait ke 10,11,12,13,. بالجر والتنوین…. , h. 16
٧٤
isim ma`nâ/ penyebaban). Adapun kalimah yang bertindak sebagai جار / jârr ada
tiga macam yaitu: a) huruf jarr (preposisi), b) kalimah isim yang digabungkan ,
yang disebut مضـاف/ mudl:af / yang digabungkan, c) adanya tuntutan persesuaian
(kongruensi) i`rab: jarr karena adanya hubungan antara sebuah isim dan isim lain
yang mendahuluinya, yang dapat berupa hubungan washfiyy (atributif), `athfiyy
(konjugatif), tawkîdiyy (emfatik), dan badaliyy (apositif) . Terjadinya
penggabungan antara جار / jârr berupa huruf jarr dan majrûrnya disebut jâr
majrûr (frasa preposisi), dan penggabungan antar mudlâf dan mudlâf ilayh sebagai
majrûrnya disebut murakkab idlâfiyy (frasa nominal), dan penggabungan dua kata
yang mempunyai hubungan sifat disebut murakkab washfiyy, yang mempunyai
hubungan penjumlahan disebut murakkab `athfiyy, yang mempunyai hubungan
penegasan disebut murakkab tawkîdiyy, dan yang mempunyai hubungan
keterwakilan disebut murakkab badaliyy. Semua penggabungan kata di atas
dalam bahasa Indonesia disebut frasa, dan dalam bahasa Arab kecuali jâr - majrûr
disebut مركب ناقص / murakkab nâqish yang merupakan lawan dari murakkab
‘isnâdiyy (jumlah/ kalimat).
Al-Tanwîn. Tanwîn ini dilambangkan dengan bunyi un, an, in / التنوین.2
pada huruf terakhir kalimah isim, yang dalam tulisan dilambangkan dengan ـ ـا ـ .
Misal مسـجد-مسـجدا-مسـجد / masjidun, masjidan, masjidin. Namun harus kita
bedakan tanwîn dari huruf nûn yang sukun, lebih-lebih pada lambang bunyi dalam
bahasa Indonesia seperti antara kata muslimun, dalam bahasa Arab, bunyi un
٧٥
ditulis dengan lambang tanwîn مسلم / seorang muslim (lk), tidak ditulis dengan
lambang ن ( huruf nun sukun) مسلمن .
!Hai tuanku یا سـیدى Al-Nidâ (kata seru), antara lain: ya. Misal/ النداء.3
.al-hamdu / pujian itu /segala puji / الحـمد Misal ,(al/ ال) األلف والالم.4
Namun tidak setiap terdapat bunyi atau tulisan al dapat dipastikan bahwa yang
demikian itu adalah berkategori kalimah isim (nomina), misalnya kalimah ألقى / alqâ
yang artinya menyampaikan, melemparkan. Secara semantis kalimah ini bukan
kalimah isim melainkan kalimah fi il. Dua ciri isim yaitu أل dan التنوین dalam
karakteristik bahasa Arab tidak dibenarkan secara bersamaan berada dalam satu
kalimah (kata), misal المسلم / al-muslimun (ada al daiawal dan tanwîn pada huruf
terakhir), tapi harus dengan salah satu dari keduanya , misal المسلم /al-muslimu /
seorang muslim itu (hanya ada al diawal), atau مسلم / seorang muslim (hanya ada
tanwîn di akhir). Pada segi lain, dengan mamakai al (المسلم ) bermakna ma`rifat
(tentu) , dengan memakai tanwîn (مسلم ) bermakna nakirah (tak tentu).
5. Dapat berfungsi sebagai musnad ilayh (subjek) baik berupa mutada
maupun fâ`il atau nâib fâ`il, antara lain isim dlamîr seperti kalimah ھو dalam
jumlah; ھو طـالب Dia adalah siswa, لم ینجح في االمتحان إال ھو / Tidak lulus dalam
ujian kecuali dia, الیحترم إالھو / Tidak dihormati kecuali dia
H. 3. c. Ciri - Ciri Fi`il
٧٦
Fi il dapat dibedakan dari isim dan haraf diantaranya dengan ciri- ciri
sebagai berikut:
Tâ’u al-fâ’il. Sebuah kalimah (kata) adalah fi/ تاء الفاعل.1 il, jika diikuti oleh
dlamîr syakhash (pronomina persona) yang berfungsi sebagai fâ`il (subjek) yang
bersambung dengannya, dan dlamir itu sekaligus menjadi ciri bahwa fi il tersebut
adalah fi il mâdli .Misal: جلسنا -جلست-جلستن-جلست-جلستم-جلستما-جلست-جلسن .Ta
fâ`il dimaksud adalah dlamir syakhash / pronomina persona berupa:( na-ta-tumâ-
tum-ti-tunna-tu-nâ) yang bersambung dengan fi`il mâdli mabni sukun (ja-la-s) yang
berarti duduk(lampau). Dlamîr-dlamîr itu sebagai klitika dari dlamîr munfashil
(pronomina persona bebas), yakni dari (hunna - / mereka (p), anta / kamu (l)
tunggal, antuma / kamu sekalian berdua (l/p), antum / kamu sekalian (l) jamak,
anti / kamu (p) tunggal, antunna / kamu sekalian (p) jamak, ana / saya (l/p), dan
dari nahnu / kita / kami (l/p) dual dan jamak.
Tâ’u al-ta’nîts al-sâkinah (t-konsonan) yang / تاء التأنیث الساكنة.2
menunjukkan bahwa fâ`il (S) dari fi`il itu adalah jenis mu’annats (feminin / p), dan
secara langsung menjadi tanda bahwa fi`il tersebut adalah fi il mâdli38. Misal 128)
”Telah menulis anak perempuan pelajaran“ /كتبت البنت الدرس أو البنت كتبت الدرس
(susun inversi), dan atau “Anak perempuan itu telah menulis pelajaran” (susun
biasa)
Yâ’u al-fâ`il, maksudnya adalah huruf yâ (dlamîr syakhash/ یاء الفاعل.3
mufrad mu’annats mukhâthab / pronomina persona kedua tunggal feminin) yang
٧٧
berfungsi sebagai fâ`il (subjek) yang melekat dengan fi il mudlari (verba sedang)
dan fi`il ‘amar (verba suruh), dan langsung menjadi ciri bagi kedua fi il itu. Misal:
!udkhulî yâ Zaynabu‘ / ادخلى یا زینب ! ھل تدخلیـن إلى الفصل یا زینب (129
(Masuklah hai Zaynab !, Hal tadkhulîna ‘ilâ al-fashli yâ Zaynabu? / Apakah anda
masuk kelas hai Zaynab?
Nûnu al-tawkîd, nun yang bermakna menguatkan dan/ نون التوكید.4
menegaskan (emfatik), baik huruf nûn bersyiddah (tsaqîlah) maupun nûn mati
(khfîfah) yang melekat pada fi il mudlâri` dan fi il ‘amar dan menjadi ciri bagi
keduanya. Misal: … ألزیدنـكم. sungguh pasti Kami akan tambahkan…) یا أخى قفن…
untuk kamu sekalian…. ,Hai saudara, berhentilah! (dengan nada menegaskan)
5. ، سوف)س(قد، سین / Qad, sin (sa), dan sawfa. Qad jika masuk ke fi`il
mâdli maka memiliki makna sungguh , jika masuk pada fi`il mudlâri maka dia
memiliki makna kadang-kadang. Sin memiliki makna akan / sebentar lagi, dan
sawfa mempunyai arti akan tetapi agak lama atau kelak. Misal قد یكسل الخادم /
Pembantu kadang-kadang malas / قد أفلح المؤ منون / Orang -orang mu`min
sungguh bahagia, سبذ ھب الطالب غدا / Mahasiswa akan pergi besok,سوف تعلمون
Kelak kalian akan mengetahuinya.
H. 3. d. Ciri Haraf.
٣٨ Ibid, bait 230. ھند األذىكان ألنثى كأبت -وتاء تأنیث تلى الماضى إذا , h. 87
٧٨
Ciri haraf adalah tidak dapat menerima ciri fi il dan ciri isim.Dan haraf dilihat
dari segi kalimah yang mengikutinya terbagi atas tiga bagian, a) haraf yang
hanya digabung dengan isim seperti huruf jarr (preposisi), antara lain min
(dari), ‘ilâ (ke), misal من المسجد إلى المسجد / dari mesjid ke mesjid, b) haraf yang
hanya masuk ke fi`il mudlâri seperti haraf jazam, antara lain lam (tidak), misa لم
tidak pergi, c) haraf yang dapat masuk ke isim dan ke fi / یذھب il seperti haraf
istifhâm (kata tanya), misal ھل أكلت ؟ /ھل أ نت طالب؟ /Apakah Anda sudah
makan? /Apakah Anda Mahasiswa?.
H. 3. e. Isim Nakirah dan Ma`rifah
Isim dilihat dari segi mengacunya kepada yang tak tentu dan yang tentu
terbagi atas dua macam yaitu nakirah dan ma`rifah. Isim nakirah adalah setiap
isim yang menunjukkan sesuatu yang tak tentu (tanpa pewatas apapun). Misalnya
kata بیت / baytun / rumah, tanpa pewatas (nakirah) , berbeda dengan kata ھذا البیت
/ hâdzâ al-baytu / rumah ini memakai pewatas hâdzâ / ini (ma`rifah). Adapun isim
ma`rifah adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang tentu. Misalnyâ Muhammad
(nama individu), sekolah ini (pronomina penunjuk / isyarat).
Isim ma`rifah terdiri atas tujuh macam yaitu:
Dlamîr (pronomina). Isim dlamîr ini disamping tergolong kepada / ضمیر .1
ma`rifah, juga tergolong isim mabniy, yakni isim yang tidak mengalami perubahan
harakat huruf terakhir. Isim dlamîr menunjukkan ma`rifah dengan syarat setelah
mengacu kepada persona tertentu baik mutakallim / persona kesatu, mukhâthab /
٧٩
persona kedua, atau ghâib / pesona ketiga. Misalnya: Yang dimaksud dengan Ana
(saya) adalah Ahmad, jika Ahmad sebagai متكلم وحده /mutakallim wahdah (persona
kesatu tunggal), dan Anta adalah Ahmad, jika Ahmad berstatus مفرد مذكر مخاطب
/mufrad mudzakkar mukhathab (persona kedua tunggal maskulin/ lk), dan Huwa
adalah Ahmad jika dia berstatus sebagai مفرد مذكر غائب / mufrad mudzakkar
ghâib (persona ketiga tunggal maskulin /lk.).
Isim`Alam (nama). Isim`alam adalah nama yang menurut asal / اسم علم.2
mula pembuatannya untuk menunjuk satuan / individu tertentu (ma`rifah) secara
langsung (tanpa qarînah / syarat atau keterangan). Misalnya: Fatimah.
Isim isyârah (pronomina penunjuk) adalah kalimah yang / اسم إشارة.3
dipakai untuk menunjukkan maujud konkrit tertentu yang hadir di depan kita
dengan melalui isyarat tangan, atau melalui kalimah yang mewakili maujud itu.
Misal; .ھذا الكتاب جدید - / hadzâ al-kitâbu jadîdun / buku ini baru. Penggabungan
isim isysarah dan kalimah isim yang mengikutinya (musyarun ilayh) memakai al
buku ini dalam bahasa Indonesia disebut frasa nomina, tetapi bila isim / ھذا الكتاب
yang mengkuti isim isyarah itu tidak mamakai al ھذا كتاب / Ini buku, maka
penggabungan itu bukan frasa, melainkan jumlah (kalimat).
Isim isyârah itu adalah:
ھذا/ ذلك / -( ini / itu, dekat / jauh, tunggal, mudzakkar), تلك / ھذه/ -( ini / itu /
dekat / jauh, tunggal, mu’annats), ذانك ھذان/ -( ini / itu / dekat / jauh, dual,
٨٠
mudzakkar), تانك ھاتان/ ( ini / itu / dekat / jauh, dual, mu’annats), ھؤالء (ini, itu,
jamak, mudzakkar-mu’annats), dan ھنا -/ di sini.
Untuk jamak yang menunjukkan benda (bukan manusia) dipakai isim
isyârah ھذه atau تلك . Misal: تلك التدر یبات جیدة / ھذه Latihan -latihan ini / itu
baik.
Isim mawshûl (nomina relatif) adalah isim yang / اسم موصول.4
menunjukkan sesuatu tertentu jika diikuti penjelas berupa jumlah (klausa) yang
disebut shilatu al-mawshûl dengan memperhatikan kongruensi mengenai naw`
(tdzkîr dan ta’nîts) dan `adad (mufrad, tatsniyah, jama`). Penggabungan isim
mawshûl dan shilah disebut frasa nominal dalam BI. : Isim mawshûl itu antara lain:
Yang الذى جلس أو یجلس في المسجد طالب: الذى (131)
duduk…mahasiswa
…Yang duduk التى جلست أو تجلس في المسجد طالبان: التى (132)
…Yang duduk ذان جلسا أو یجلسان في المسجد طالبانالل: اللذان (133)
…Yang duduk أو تجلسان في المسجد طالبتان اللتان جلستا: اللتان (134)
…Yang duduk أو یجلسون في المسجد طالب الذین جلسوا: الذین (135)
…Yang duduk الالئى جلسن أو یجلسن في المسجد طالبات : الالتى (136)
طالب، طالبة، في المسجد من جلس، جلست، جلسا، جلستا، جلسوا، جلسن: من (137)
Orang yang duduk طالبتان، طالب، طالبات طالبان،
…mahasiswa
٨١
في المسجد السة، الجالستان، الجالساتالجالس، الجالسان، الجالسون، الج: ال (138)
Yang طالبان، طالبتان، طالب، طالبات ، طالب، طالبة
duduk …mahasiswa
Dalam contoh 131 s/d 136 terdapat dua macam persesuaian yaitu a)
persesuaian pada tataran jumlah antara mubtada (isim mawshul) dan khabar, b)
persesuaian pada tataran frasa yaitu antara isim mawshul dan shilah berupa fi`il
madli atau fi il mudlâri`) . Dalam contoh 137, isim mawshûl man hanya terdapat
satu persesuaian yaitu antara shilah mawshul dan khabar, sedangkan man tetap
tidak berubah. Dalam contoh 138, isim mawshûl al tidak diikuti oleh fi`il madli
atau fi il mudari tetapi dikuti oleh shifat sharîhah (isim fâ`il dan isim maf`ûl) dalam
contoh diambil isim fâ`il berupa جالس . Isim mawshûl al tetap, tidak berubah.
Adapun yang disesuaikan adalah isim fâ`il sebagai shilah dengan khabar / طالب
sedangkan isim mawshul al tetap tidak berubah. .Kesatuan isim mawshûl dengan
shilahnya, yang dalam bahasa Indonesia tergolong frasa, dapat menempati berbagai
fungsi dalam jumlah, antara lain sebagai mubtada, fâ`il, nâib fâ`il.
5. Isim nakirah yang dima`rifahkan oleh ال (al) . Kalimah طالب / thâlibun
seorang mahasiswa (nakirah / tak tentu), jika dimasuki al menjadi الطالب /al-
thalibu / seorang mahasiswa itu (ma`rifah / tentu). Alif lam (al) ini disebut juga alif
lam li al-ta`rîf ( al untuk mema`rifatkan isim yang nakirah)
6. Isim nakirah yang digabung (diidlafahkan) dengan salah satu dari isim-
isim ma`rifah yang telah disebutkan di atas yaitu (isim dlamîr, isim `alam, isim
isyarah, isim mawshsûl , dan isim yang dima`rifahkan dengan al). Penggabungan ini
٨٢
disebut idlâfah, kalimah yang pertama disebut mudlâf (yang digabungkan),
sedangkan kalimah yang kedua disebut mudlâfun ilayh (yang digabungi). Dan
penggabungan ini, juga disebut murakkab idlâfyy yang sepadan dengan frasa dalam
bahasa Indonesia. Misal :
كتاب = ھذا الطالب- كتاب -٣، كتاب محمد=محمد- كتاب -٢ , كتابك = أنت-كتاب -١
كتاب = الرجل-كتاب -٥كتاب من جلس ھنا، = من- كتاب -٤ھذا الطالب،
الرجل
H. 3. f. Isim Mudzakkar dan Mu`annats
Persoalan nau` (mudzakkar dan mu’annats) merupakan salah satu segi yang
menjadi pembicaraan muthâbaqah / persesuaian / kongruensi dalam bahasa Arab.
Sebelum membicarakan mudzakkar dan mu’annats (maskulin dan feminin), perlu
dikemukakan terlebih dahulu maushûf dan shifah atau man`ût dan na`at (yang
diterangkan dan yang menerangkan). Isim mawshûf adalah hakikat diri orang,
benda, hewan, pengertian atau hakikat lain yang layak disifati. Sedangkan shifah
adalah kata yang dapat dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan maushûf
itu. Dalam bahasa Arab terdapat isim shifah (adjektiva) yang dapat menyifati
mawshûf, di antaranya adalah: bentuk isim fâ`il, isim maf`ûl, shifah musyabbahah,
isim tafdlîl, isim jâmid yang mempunyai makna musytaq, dan isim manshûb.39
Penjelasan mengenai isim shifah ini akan dikemukakan dalam pembahasan
mengenai isytiqâq dan jâmid.
٨٣
Pembicaraan tentang mudzakkar dan mu’annats terkait dengan persoalan
jenis kelamin dan pengelompokkan kata (kalimah) kepadanya.
Isim yang mudzakkar adalah kalimah yang mengacu kepada jenis jantan
(lk.) dari manusia atau hewan seperti kata أب ``abun (ayah), رجل rajulun (lk.),
dan kata lain yang mengacu pada benda tak bernyawa yang berdasarkan
kesepakatan orang Arab tergolong pada jenis mudzakkar, seperti كتاب kitâbun
(kitab, buku).
Isim yang mu’annats adalah isim yang mengacu kepada jenis betina (p)
baik manusia maupun hewan seperti أم ‘ummun (ibu), أخـت ‘ukhtun (saudari) dan
kata lain yang mengacu pada benda tidak bernyawa yang berdasarkan kesepakatan
penutur asli tergolong kepada muannats seperti صورة shûratun (gambar, foto).
Ciri-ciri isim mu’annats.
Kemu’annatsan sebuah kalimah ditandai oleh: 1)تاء التأنیث / tâ’u al-ta’nîts),
tâ’u / تاء التأنیث الممدودة (tâ’u al-ta’nîts al-maqshurah, 3 / تاء التأنیث المقصورة (2
al-ta’nîts al-mamdûdah).
,tâ’u al-marbuthah / تاء المربوطة Tâ’u al-ta’nîts disebut juga / تاء التأنیث.1
yang dilambangkan dengan (ة) yang ketika waqaf menjadi konsonan h pada kata
salah.
Ta marbûthah terbagi atas beberapa macam:
٣٩ Mushthafa al-ghalayini, op. cit., juz 1, h.97
٨٤
One. Asal mula kejadian suatu kata sesuai dengan kodratnya memakai tâ’
marbûthah seperti حدیقة / hadîqah (taman), فائدة / fâ’idah (kegunaan).
Two. Penambahan ta’ marbûthah atas isim shifah (adjektiva) untuk
membedakan mu’annats (feminin) dari mudzakkar (maskulin) seperti kalimah
jamîlah جمیلة jamîl (cakep lk) جمیل ,muslimah (p) / مسلمة ,muslim (lk.) / مسلم
(cantik .p).
Ada beberapa pengecualian isim shifah yang tidak memakai tâ’ marbûthah
tetapi dapat menunjukkan mudzakkar dan mua’nnats yaitu: a) isim shifah yang
mengikuti wazan (pola timbangan) فعول / fa`ûlun dengan makna fâ`ilun (pelaku)
sepertiصبور / shabûrun / penyabar (lk / p), dan b) wazan fâ`îlun dengan makna
maf`ûlun (penderita). seperti جریح / jarîhun / terluka. (lk / p).
Ada pula isim shifah yang secara kodrati hanya terjadi pada wanita,
kalimah yang demikian itu adalah mu’annats walaupun tidak memakai
tâ’marbûthah. Misalnya: مرضع / murdli un (menyusui), حامل hâmilun
(mengandung), kedua sifat itu merupakan kodrat perempuan.
c. Kadang - kadang kalimah bukan isim shifah (adjektiva) tetapi
menggunakan tâ’marbûthah untuk membedakan mudzakkar dari mu’annats seperti
/ ابنة ibnun (anak.lk) dan / ابن ,imra’atun (pr)’/ امرأة umru’un (lk) dan`/ امرؤ
ibnatun (anak.p).
d. Terdapat beberapa isim jinis (jenis kelompok yang mempunyai beberapa
anggota) yang tidak memakai ta marbuthah, seperti دجاج /dajâjun (jenis ayam),
٨٥
jarâdun (jenis belalang), tetapi jika kalimah itu memakai tâ’ marbuthah / جراد
memiliki makna satu atau seekor, جرادة / jarâdatun (seekor belalang), دجاجة /
dajâjatun (seekor ayam, baik jantan maupun betina)
Alif al-ta’nîts al-maqshûrah, menjadi tanda mu’annats / الف التأنیث المقصورة .2
dengan lambang huruf alif yang berbentuk tulisan ى . Alif ta’nîts maqshûrah itu
terdapat pada beberapa tempat yang antara lain adalah sebagai berikut:
a Pada isim shifah (adjektiva) yang mudzakkarnya mengikuti wazan فعالن /
fa`lânu sedangkan mu’annatsnya mengikuti wazan فعلى / fa`lâ .Misal; عطشان/
`athsyânu / yang haus (lk), عطشى / `athsyâ / yang haus (pr).
b. Pada isim shifah (adjektiva perbandingan) yang mudzakkarnya mengikuti
wazan أفعل’af`alu, sedangkan mu’anntsnya mengikuti wazan فعلى/ fu`lâ. Misal;
/ a`lâ / أعلى ,fudl-lâ / lebih utama (p) / فضلى ,afdlalu / lebih utama (lk) / أفضل
lebih tinggi (lk), علیا /`ulyâ / lebih tinggi (p).
H. 3. g. Isim Mufrad, Mutsanna, dan Jama`
Kalimah isim dilihat dari segi عدد / `adad / bilangan terbagi atas مفرد /
mufrad / tunggal, مثنى، تثنیة / mutsannâ, tatsniyah / dual, dan جمع /jamak / banyak.
Isim mufrad (nomina tunggal), adalah kalimah isim yang menunjukkan
satu baik mudzakkar maupun mu’annats seperti طالب / thâlibun / seorang
mahasiswa, طالبة / thâlibatun / seorang mahasiswi.
٨٦
Isim mutsannâ atau tatsniyah / dual, adalah isim yang menunjukkan dua
baik mudzakkar maupun mu’annats dengan tambahan (afiksasi) atas bentuk
mufradnya berupa huruf alif dan nun berharakat kasrah (vokal i ) ان / âni pada
‘i râb rafa` dan tambahan huruf yâ dan nun yang berharakat kasrah (vokal i ) ین /
ay:ni pada ‘i râb nashab dan jarr. Misal: Dari kalimah كتاب / kitâb (tunggal lk)
menjadi كتابان / kitâbâni / dua buku, pada ‘i râb rafa`(kasus nominatif), dan
menjadi كتابین / kitâbayni / dua buku / pada ‘i`râb nashab dan jarr (kasus akusatif
dan genitif).
Jama` adalah kalimah isim yang menunjukkan tiga atau lebih. Jama` dilihat
dari bentuknya terdiri atas tiga macam yaitu جمع مذكر سالم /jama`mudzakkar sâlim,
jama`taksîr. Yang dimaksud جمع تكسیر jama` mu’annats sâlim, dan/ جمع مؤنث سالم
jama` mudzakkar sâlim adalah kalimah isim yang dalam proses pembentukannya
selamat ( tidak mengalami perubahan dari bentuk mufradnya). Isim mufrad yang
mudzakkar dengan syarat tertentu, dapat diubah menjadi jama` mudzakkar sâlim
dengan tambahan ون / wâwu dan nûn yang berharakat fatah (vokal a) pada ‘i râb
rafa`, dan ین / huruf yâ dan nûn pada ‘i râb nashab dan jarr. Misal; مسلم / muslimun
/ seorang muslim (lk), diubah menjadi مسلمون / muslimûna / beberapa muslim lk /
pada i râb rafa` (kasus nominatif), dan menjadi مسلمین / muslimîna / pada ‘i râb
nashab dan jarr (kasus akusatif dan genitif).
Kalimah isim yang dapat dijamakkan dengan bentuk jama` mudzakkar sâlim
adalah dua macam, yaitu a) isim `alam dan b) isim shifah.
٨٧
Untuk isim `alam (nama satuan tertentu) disyaratkan terpenuhinya empat
macam syarat secara bersamaan dalam satu kalimah, yaitu: 1) jenis mudzakkar
bukan jenis mu’annats, 2) berakal (orang) bukan nama-nama selain manusia, 3) di
dalamnya tidak terdapat tâ’marbûthah (ة) seperti 4 ,حمزة) bukan murakkab dari
dua kalimah (bukan polimorfemis) seperti سیبویھ, tetapi dari satu kalimah
(monomorfemis). Contoh Isim `alam yang memenuhi persyaratan tersebut di atas
adalah nama عامر / `âmir (nama seorang laki-laki, di dalamnya tidak kedapatan (ة),
dan terdiri dari satu kalimah atau kata).
Untuk isim shifah (antara lain bentuk isim fâ`il, isim maf`ûl, shifah
musyabbahah) disyaratkan terpenuhinya enam syarat, yaitu; 1) isim fâ`il yang
makna kodratinya bukan sifat kaum perempuan seperti حامل / hamil/ mengandung,
2) isim fâ`il yang pemakaiannya mengacu ke orang / manusia, bukan ke benda
seperti kata شامخ / tinggi / untuk gunung, 3) isim fâ`il yang di dalamnya tidak
terdapat tâ’ marbûthah (ة) seperti kata عالمة /`âlimatun / perempuan pandai, 4)
bukan isim fâ`il yang mengikuti wazan أفعل /``af`alu yang bentuk mu’annatsnya
mengikuti wazan فعالء / fa`lâ’u seperti kata أحمر / ‘ahmaru / merah (lk) yang
bentuk mu’annatsnaya حمراء / hamrâ’u / merah (pr), 5) isim fâ`il yang mengikuti
wazan فعالن / fa`lânu yang bentuk mu’annatsnya mengikuti wazan فعلى / fa`lâ
seperti kata سكران / yang sakrânu / yang mabuk (lk) yang bentuk mu’annatsnya
sakrâ / yang mabuk (pr), 6) bukan isim shifah yang dapat menyifati/ سكرى
mudzakkar dan mu’annats seperti kata جریح / jarîhun / yang terluka (lk/p). Sebuah
٨٨
kalimah (kata) yang memenuhi persyaratan di atas adalah kata مذنب / mudznibun /
yang berdosa (lk).40
Jama` mu’annats sâlim adalah jamak yang dibentuk dari isim mufrad
mu’annats (tunggal feminin) dengan tambahan (afiksasi) ات huruf alif dan
tâ’maftûhah, bukan marbûthah. Kalimah yang dapat dijamakkan dengan bentuk ini
adalah sebagai berikut:
1. Nama dan sifat perempuan seperti زینب / Zaynab , حمام / hammâmun /
2. merpati, طالبة / thâlibatun /mahasiswi, dijamakkan menjadi زینبات /
Zaynabât, حمامات hammâmât, طالبات /thâlibât ( untuk kata yang terakhir
,sebelum di jamakkan terlebih dahulu ta` marbûthahnya dihilangkan , طالبة
kemudian ditambah dengan ات alif dan tâ’maftuhah)
2. Setiap kalimah (kata) yang diakhiri oleh tâ’ marbuthah (ة) seperti روایة
/riwâyatun / riwayat, kecuali beberapa kata, diantaranya امرأة / imra’atun /
perempuan, bentuk jamaknya نساء / nisâ’un / beberapa perempuan.
3. Setiap kalimah yang diakhiri oleh alif ta’nits maqshûrah yang
dilambangkan dengan ى / alif yang berbentuk yâ’ sebagai ciri bentuk mu`annats
(feminin). Misal; كبرى / kubrâ / paling besar (pr) dijamakkan menjadi كبریات
kubrayâtun / beberapa yang paling besar (pr).
٤٠ Ibnu `Aqil, op. cit., bait 35. سالم جمع عامر و مذنب-وارفع بواو وبیا اجرر وانصب , h. 59
٨٩
4. Setiap kalimah yang diakhiri oleh alif ta’nits mamdûdah yang
dilambangkan dengan اء / alif dan hamzah sebagai ciri mu’annats (feminin). Misal;
beberapa yang baik حسناوات hasnâ’u / yang baik (pr), dijamakkan menjadi / حسناء
(pr)
5. Kalimah (kata) bentuk tashghîr (bentuk sewazan dengan فعیل / fu`aylun
yang mempunyai makna sifat menghinakan, menganggap kecil, mengecilkan. Misal;
kata جند / jundun / tentara, kemudian diwazankan kepada wazan di atas menjadi
junaydâ tun /beberapa / جنیدات junaydun, kemudian dijamakkan menjadi/ جنید
tentara (kecil, dianggap kecil …)
6. Umumnya kalimah (kata) bentuk mashdar (tashir:f bentuk ketiga) dari
fi il yang jumlah hurufnya empat (rubâ`iy), lima (khumâsiy), dan enam huruf
(suda;siy). Misal:
a. Empat huruf اكـرم / akrama / memuliakan, bentuk mashdarnya إكرام ‘ikrâm/ hal
memuliakan, bentuk jamaknya إكرامات /’ikrâmât / hal memuliakan.
b. Lima huruf اختبر / masdarnya اختبار / bentuk jamaknya اختبارات / ‘ikhtibârat /
beberapa ujian.
c. Enam huruf استخدم /istakhdama /menggunakan, bentuk masdarnya استخدام /
istikhdâm / hal menggunakan, bentuk jamaknya استخدامات / istikhdâmât /
beberapa hal menggunakan.
Jama’ taksir adalah kalimah (kata) yang menunjukkan lebih dari dua, baik
mudzakkar atau mu’annats dengan perubahan dari bentuk mufradnya. Jamak taksir
٩٠
ini adalah bentuk jamak untuk manusia dan yang lainnya baik mudzakkar maupun
muannats. Bentuk jamak taksir ini umumnya simâ`iy, artinya ada atau tidak adanya
bentuk jamak taksir itu mesti menyimak teks Al-qur’an, hadits, dan teks-teks karya
orang Arab yang ahli dalam bidang kebahasaan. Jamak taksir terdiri atas dua
bagian yaitu jama` qillah dan jama` katsrah.
Jama` qillah adalah jamak dari tiga sampai dengan sepuluh dan wazan-
wazannya adalah :
anfusun / انفس nafsun / jiwa, jamaknya / نفس : af`ulu, contoh `/ أفعل .1
. asyâfun / أسیاف sayfun / pedang , jamaknya / سیف : af`âlun, contoh` / أفعال .2
a`midatun‘ / أعمدة amûdun / tiang ,jamaknya` / عمود : af`ilatun / contoh`/ أفعلة .3
تیة ف fatâ / pemuda ,jamaknya / فتى : fi`latun, contoh / فعلة .4 / fityatun
Jamak katsrah adalah jamak yang menunjukkan banyak mulai dari tiga
sampai tak terhingga. Wazan-wazan jamak katsrah antara lain adalah :
One. Jamak yang menunjukkan sifat mudzakkar (maskulin), berakal (manusia) .
Wazan-wazannya adalah :
.thalabatun / para mahasiswa / طلبة ; fa`alatun, misal / فعلة .1
.syurafâu / beberapa orang mulia / شرفاء ; fu`alâu, misal / فعالء .2
.qudlâtun / beberapa hakim / قضاة ; fu`alatun, misal / فعلة .3
.kuttâbun / beberapa penulis / كتاب ; fu`âlun, misal / فعال .4
.aqwiyâu / beberapa orang yang kuat``/ أقویاء ; af`ilâu /, misal`/ أفعالء .5
٩١
b. Jamak yang menyifati kalimah (kata) yang mengikuti wazan أفعل /’af`alu,
yang bentuk mua’nnatsnya mengikuti wazan فعالء / fa`lâu, wazan jamaknya فعل /
fu`lun, misal : حمر / humrun / beberapa yang merah, عمي / `umyun / beberapa
yang buta, بكم / bukmun / beberapa yang bisu.
One. Jamak yang menerangkan kalimah (kata) yang mengikuti wazan yang
menunjukkan makna kecelakaan atau kesakitan, wazan فعلى / fa`lâ, Misal; جرحى
jarhâ / beberapa yang luka, مرضى /mardlâ / beberapa pasien.
Two. فعال / fi âlun dan فعول / fu`ûlun untuk menjamakkan kalimah (kata) yang
sewazan dengan فعل / fa`alun seperti : جبل / jabalun / jamaknya adalah جبال /
jibâlun / gunung-gunung, dan kalimah yang sewazan dengan فعل / fa`lun seperti
kata قلب / qalbun / hati, bentuk jamaknya adalah قلوب qulûbun / banyak hati.
shîghah muntahâ al-jumû`/ bentuk jamak penghabisan ( tidak / صیغة منتھى الجموع
mengacu kepada salah satu dari bentuk jama` qillah atau jama` katsrah). Dan
shîghah muntahâal-jumu` ini berhubungan dengan perilaku sintaktis kususnya
mengenai tanda ‘i râb rafa`, nashab dan jarr ( kasus nominatif, akusatif, dan kasus
genitif ), kata-kata yang sewazan dengan salah satu dari kelompok bentuk jamak
ini disebut اسم غیر منصرف / isim ghayru munsharif / kalimah isim (nomina) yang
huruf terakhirnya tidak bertanwîn. Untuk lengkapnya, adalah bahwa ‘i`râb (kasus)
isim ghayru munsharif untuk ‘i râb rafa` ( kasus nominatif ) huruf terakhirnya
berbunyi u, bukan un, untuk ‘i râb nashab (kasus akusatif) dan ‘i`râb jarr (kasus
genitif) berbunyi a bukan an. Ketentuan yang demikian ini jika isim ghairu
٩٢
munsharif itu tidak memakai al atau tidak menjadi mudlâf. Tetapi ia memakai al
atau menjadi mudlâf, maka ia ketika nashab bertanda irab nashab dengan fatah (a),
ketika jar bertanda i rab kasrah (i) 41.
Wazan -wazan صیغة منتھى الجموع / shîghah muntahâ al-jumu` adalah:
akâbir (u,a,a) / para pembesar‘ / أكابر ;afâ`il misal‘ / أفاعل •
anâsyîd (u,a,a) / beberapa nyanyian‘ / أناشید ;afâ`îl misal‘ / أفاعیل •
rasâ’il (u,a,a) / surat-surat / رسائل ;fa`âil misal / فعائل •
madzâhib (u,a,a) / aliran-aliran / مذاھب ;mafâ`il misal / مفاعل •
mafâtîh (u,a, a) / kunci-kunci / مفاتیح ;mafâ`îl misal / مفاعیل •
jawâhir(u,a, a) / beberapa permata / جواھر ;ffawâ`il misal / فواعل •
qanâdîl(u,a, a) / pelita-pelita / قنادیل ;fa`âlîl misal/ فعالیل •
.jawâhir (u, a, a) / beberapa permata / جواھر ;fawâ`il misal / فواعل •
.qanâdîl (u, a, a) / pelita-pelita / قنادیل ;fa`âlîl misal/ فعالیل •
H. 3. g. Isim Jâmid dan Musytaq
Jika dilihat dari segi bentuknya, isim terdiri atas dua macam yakni : 1) isim
jâmid (nomina dasar) dan 2) isim musytaq (nomina turunan).
Isim jâmid terdiri atas dua bagian, yaitu isim dzât dan isim ma`na. Isim dzât
adalah isim yang tegar berdiri sendiri, tidak diturunkan dari kata lain seperti kata
rijlun / kaki. Isim ma`na (mashdar) berarti sumber, maksudnya mashdar / رجل
adalah isim jâmid yang mempunyai makna dasar yang bebas dari waktu (tensis),
yang tidak diturunkan dari makna kata lain, tetapi ia menjadi sumber penurunan (
musytaq minhu) bagi fi il-fi il dan isim-isim turunan ( musytaqqât) yang lain.
٤١ Ibid., bait 43. ما لم یضف أو یك بعد أل ردف-وجر بالفتحة ما الینصرف , h. 77
٩٣
Isim jâmid / isim ma`na / mashdar (makna dasar)
Jumlah huruf pada fi il mâdli terdiri atas empat macam, yaitu yang tiga
/ خماسى rubâ`iyy, lima / رباعى tsulâtsiyy (paling sedikit), empat / ىثالث
khumâsiyy, dan enam huruf سداسى / sudâsiyy (paling banyak) yang semuanya
mempunyai bentuk mashdar yang bermacam-macam dan jumlah hurufnya pun
bermacam-macam pula, ada yang berjumlah tiga huruf (paling sedikit), dan ada
yang berjumlah tujuh huruf (paling banyak).
Bentuk-bentuk mashdar dari fi il ثالثى umumnya سماعى / simâ`iyy, artinya,
berdasarkan penyimakan terhadap teks-teks al-qur’an, hadits, dan referensi
linguistik Arab yang fusha (baku), namun umumnya bentuk - bentuk mashdar yang
simâ`iyy itu para pakar telah mengklasifikasikannya sebagai berikut:
1. Kalimah yang mengacu pada makna profesi, biasanya dipolakan pada
wazan فعالة / fi âlah, misalnya تجارة / tijârah / bisnis.
2. Kalimah yang mempunyai makna kacau, ribut, dipolakan pada wazan
.dawarân / pusing / دوران fa`alân, misalnya / فعالن
3. Kalimah yang mempunyai arti warna, diwazankan pada wazan فعلة/ fu`lah,
misalnya حمرة /humrah /warna merah.
4. Kalimah yang menunjukkan makna penyakit atau suara, diwazankan
pada wazan فعال / fu`âl, misalnya سعال / su`âl / batuk, بكاء / bukâ’/ tangis
5. Kalimah yang tidak menunjukkan makna di atas, jika fi il itu muta`addi
(transitif) maka di wazankan pada pola فعل / fa`lun, misalnya فھم / fahmun /
٩٤
paham, dan jika fi ilnya lâzim (taktransitif) biasanya diwazankan pada wazan فعل /
fa`al, misalnya : فرح / farah / senang, atau wazan فعول / fu`ûl, misalnya سجود /
sujûd / sujud .
Bentuk mashdar yang jumlah huruf fi ilnya empat, lima, dan enam,
umumnya bersifat ( qiyâsy ) yang dapat dilakukan dengan mengacu kepada aturan
tashrîf yang baku.
Fi il mâdli رباعى (yang jumlah hurufnya empat), mashdarnya diwazankan
pada wazan-wazan berikut:
/ ikrâm / إكرام if`âl, seperti / إفعال af`ala, mashdarnya mengikuti wazan / أفعل.1
hal memuliakan, إیضاح / îdlâh / penjelasan, إقامة / iqâmah / hal mendirikan, dengan
tambahan tâ marbuthah (ة).
taf`ilah, seperti / تفعلة taf`îl, atau/ تفعیل fa``ala, mashdarnya mengikuti wazan / فعل.2
tarbiyah / pendidikan / تربیة ,tadrîb / latihan/ تدریب
/ معاملة mufâ`alah, seperti/ مفاعلة fâ`ala / , mashdarnya mengikuti wazan /فاعل.3
mu`âmalah / interaksi sosial, atau wazan فعال / fi âl, seperti حساب / hisâb /
perhitungan
/ ترجمة fa`lalah, seperti / فعللة fa`lala, mashdarnya mengikuti wazan / فعلل.4
tarjamah / terjemahan, atau wazan فعالل / fi lâl / seperti زلزال / zilzâl / gempa Fi il
mâdli yang jumlah hurufnya lima atau enam خماسى ، سداسى, mashdarnya sama
dengan wazan fi il mâdlinya dengan perubahan berupa huruf ketiga dikasrahkan,
dan sebelum terakhir ditambah huruf alif. Misalnya:
٩٥
ijtimâ`/ pertemuan / اجتماع ijtama`a, bentuk mashdarnya adalah / اجتمع.1
,istiqbâl / depan / استقبال istaqbala, bentuk mashdarnya adalah / استقبل.2
menyongsong , menghadapi.
3. Fi il mâdli yang diawali oleh ت / ta, bentuk mashdarnya mengikuti fi il mâdlinya
dengan perubahan berupa didlammahkannya huruf sebelum terakhir vokal u.
seperti, تقدم / taqaddama / maju, bentuk mashdarnya adalah تقدم /taqaddum /
kemajuan.
Macam-macam mashdar
Yang dimaksud macam-macam mashdar di sini adalah mashdar dengan
bentuk yang berbeda dari bentuk-bentuk yang sudah dikemukakan di muka.
Macam-macam mashdar dimaksud antara lain adalah:
1. Mashdar mîmiyy / میمى , yakni mashdar yang diawali oleh huruf میم زائدة
/ mîm zâidah / mîm tambahan, yang maknanya sama dengan mashdar bukan
mîmiyy. Untuk mashdar mîmiyy ini mempunyai kaidah tersendiri yaitu sebagai
berikut:
1.Wazan مفعل / maf`al, untuk fi`il tsulatsi, seperti معرض / ma`radl / sama dengan
makna عرض / `ardl / hal mengemukakan, hal memamerkan, pameran, etalase .
2.Wazan مفعل / maf`il, untuk fi`il rubâ`iyy, dan huruf pertamanya و (wawu), seperti
wadl / وضع mawdli`/ sama dengan makna / موضع i / hal meletakkan, hal
٩٦
pembuatan. Kadang-kadang ditambah dengan tâ marbûthah (ة) seperti محبة /
mahabbah / tentang cinta, suka, منفعة / manfa`ah / kegunaan.
3. Untuk membentuk mashdar mimiyy dari fi il rubâ`iyy, khumâsiyy, dan
(sudâsiyy) disamakan dengan wazan fi`il mudlâri`nya dengan perubahan berupa
mengganti huruf mudlâra`ah (awal fi`il mudlari`) dengan huruf م yang
didlammahkan (vokal u) dan huruf sebelum akhir diberi harakat fatah (vokal a).
Misalnya; یلتقى / yaltaqiyy/ berjumpa, diubah menjadi ملتقى / multaqâ/ perjumpaan,
yang maknanya sama dengan التقاء / perjumpaan.
2. Mashdar shinâ`iyy (صناعى), adalah mashdar buatan yang dipungut dari
bentuk kalimah lain dengan tambahan huruf yâ bersyiddah dan tâ’ marbûthah (یة
) untuk menghasikan makna mashdar (makna dasar). Kalimah lain dimaksud
diantaranya adalah :
1. Dari isim jinis, seperti انسان / insân / manusia, diubah ke mashdar shinâiyy
menjadi إنسانیة / insâniyyah / kemanusiaan.
2. Dari isim maf`ûl, seperti مسئول / mas’ûl / diminta pertanggungjawaban, diubah
ke bentuk mashdar shinâ`iyy menjadi مسئولیة/mas’ûliyyah/hal pertanggungjawaban.
3. Dari isim yang mengacu ke pengertian konsep, paham, aliran, seperti kata
/ سیاسیة siyâsah / politik, diubah ke bentuk mashdar shinâ`iyy menjadi / سیاسة
siyâsiyyah / konsep tentang politik
Bentuk mashdar shinâiyy dan isim mansûb dua-duanya memakai tambahan yâ
nisbah, tetapi dari segi maknanya berbeda, yakni mashdar shinâ`iyy mempunyai
٩٧
makna dasar, sedangkan isim mansûb adalah frasa yang bersifat menerangkan
(atributif) kata yang mendahuluinya, misal :
al-mas ûliyyatu tal`abu dawran / المسؤولیة تلعب دورا ھاما فىإقامة العدل (139
hâmman fî iqâmati al -`adli / Pertanggungjawaban itu memegang peranan
penting dalam menegakkan keadilan . ( المسؤولیة ) adalah mashdar sinâiyy
yang secara gramatikal bukan frasa yakni tidak didahului oleh mawshûf
(kalimah yang diterangkan) .
al-imâmu al-`âdilu yahtammu bi-al umûri / اإلمام العادل یھتم بالشؤون المسؤولیة (140
al-ma ûliyyah / Imam yang adil memperhatikan persoalan
pertanggungjawaban (الشؤون المسؤولیة ) terdiri dari dua kata yaitu isim
mansûb (al-mas ûliyyah) yang menerangkan kata yang mendahuluinya (al-
syu`ûn ) sepadan dengan frasa atributif.
3. Mashdar mu’awwal (مصدر مؤول), adalah susunan tertentu yang
bentuknya berbeda dengan mashdar sharîh (mashdar yang sebenarnya, dalam
bentuk asli), tetapi makna kedua bentuk itu adalah sama-sama menunjukkan makna
dasar. Bentuk susunan mashdar mu’awwal diantaranya adalah: فعل مضارع +أن /
an + fi il mudlâri`, seperti : أن یجلس / an yajlisa / hal duduk ( fi`il, verba) mashdar
mu’awwal ini dapat diubah ke mashdar sharih menjadi الجلوس / al-julûs / hal duduk
(isim, nomina)
Kalimah yang diturunkan dari kata dasar (mashdar) disebut isim musytaq
٩٨
(nomina turunan) berupa ismu al-fâ`il, ismu al-maf`ûl, al-shifah al-musyabbahah,
isimu al-tafdlîl, ismu al-zaman, ismu al-makân dan ismu al-âlah. Berikut ini
penjelasan singkat mengenai isim-isim musytaq dalam bahasa Arab.
1. Ismu al-fâ`il ( اسم الفاعل)
Isim fâ`il adalah bentuk kalimah isim yang diturunkan (musytaq) dari bentuk
isim ma`na (mashdar/ musytaq minhu) untuk menunjukkan makna pelaku
perbuatan . Misalnya نام الرجل، فھو نائم / nâma al-rajulu, fahuwa nâ’imun /
Seorang laki-laki telah tidur, maka ia itu melakukan perbuatan tidur. Yang menjadi
bentuk isim fâ`ilnya adalah kata نائم / nâ’imun pelaku perbuatan tidur.
Bentuk isim fâ`il dari fi il yang jumlah hurufnya tiga (tsulâtsiyy) diwazankan
kepada wazan عل فا / fâ`ilun, misal : كاتب / kâtibun / yang menulis.
Bentuk isim fâ`il dari fi il yang jumlah hurufnya empat, lima, dan enam adalah
disesuaikan dengan bentuk fi il mudl:ari nya, kemudian huruf mudlâra`ah berupa
أ ,ن ,ت ,ي / yâ’, tâ’, nûn, hamzah yang terletak di awal fi il mudlâri , diganti oleh
huruf mîm yang didlammahkan dan huruf sebelum akhir dikasrahkan untuk bentuk
isim fâ`il dan difathahkan untuk bentuk isim maf`ûl, misalnya :
.١ muqâtilun / yang berperang / مقاتل yuqâtilu / berperang, menjadi / یقاتل
٢یحسن. / yuhsinu / berbuat baik, menjadi محسن / muhsinun / yang berbuat baik
٣. یتقدم / yataqaddamu / maju , menjadi متقدم / mtaqaddimun / yang maju
٤.یختار / yakhtâru / memilih, menjadi مختار / mukhtârun / yang memilih
٩٩
٥.یجتمع / yajtami u/ berkumpul menjadi مجتمع / mujtami un / yang berkumpul
٦.یستغفر / yastaghfiru / memohon ampun, menjadi مستغفر / mustaghfirun / yang
minta ampun.
Bentuk-bentuk isim fâ`il (nomor 1 sampai dengan 6) diatas dapat dibuat
bentuk isim maf`ûl dengan cara huruf yang dikasrahkan itu menjadi difathahkan.
Contoh : dari مستغفر / mustaghfir / yang memohon ampun menjadi مستغفر /
mustaghfar / yang dimohon ampun .
Isim fâ`il ( nomina aktif) maknanya sama dengan fi il ma`lum (verba aktif)
dan isim maf`ûl (nomina pasif) sama dengan fi il majhul (verba pasif) yang masing-
masing mempunyai perilaku sintaktis yang sama pula.
Bentuk shifah musyabbahah ( isim sifat yang disamakan dengan isim fâ`il)
umumnya dibentuk dari fi il lâzim. Isim fâ`il dan shifah musyabbahah kedua-duanya
dilihat dari segi makna (semantik) menunjukkan makna pelaku, pengalaman,
pemilik, dan dilihat dari segi bentuk (lafazh), isim fâ`il sebagaimana dijelaskan di
atas berbentuk wazan فاعل / fâ`ilun, sedangkan shifah musyabbahah tidak tidak
mengikuti wazan fâ`ilun, tetapi mengikuti wazan - wazan yang lain darinya.
Shifah musyabbahah tidak dibentuk kecuali dari fi il lazim (taktransitif), yang
antara lain mengandung makna tabi`at (watak), bersih, kotor, sifat,42 dan warna
yang wazan-wazannya sebagai berikut:
sha`bun / yang sulit / صعب : fa`lun, misal / فعل .1
farihun / yang senang / فرح : fâ`ilun, misal / فعل .2
١٠٠
ahmaru / yang merah‘ / أحمر : af`alu, misal‘ / أفعل .3
athsyânu / yang haus`/ عطشان : fa`lânu , misal / فعالن .4
.jamîlun / yang indah / yang tampan / جمیل : fa`îlun, misal /فعیل .5
2. Shîghatu al-mubâlaghah ( صیغة المبالغة )
Bentuk isim fâ`il yang maknanya menunjukkan pelaku perbuatan yang
dibentuk dari fi`il yang jumlah hurufnya tiga sebagaimana disebutkan di muka,
kemudian jika isim fâ`il itu dimaksudkan untuk menunjukkan makna melakukan
perbuatan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan, profesi, atau ahli, tukang,
dapat dibuat menjadi bentuk shighah mubalaghah dengan mengacu pada salah satu
wazan-wazan shighah mubalaghah di bawah ini 43 :
kattâbun / juru tik (profesi) / كتاب : fa`âlun, contoh / فعال .1
mifrâhun / periang (kebiasaan) / مفراح : mif`âlun, contoh / مفعال .2
hasûdun / penghasut (sering) / حسود : fa`ûlun, contoh / فعول .3
alîmun / ilmuwan (banyak)` / علیم : fa`îlun, contoh / فعیل .4
qaliqun / yang mudah cemas, gampang gelisah / قلق : fâ`ilun, contoh / فعل .5
3. Ismu al-tafdlîl (اسم التفضیل)
Isim tafdlîl adalah isim turunan (musytaq) yang menyatakan bahwa satu
dari dua maujud yang dibandingkan lebih dari yang lain. Kata dasar yang dapat
٤٢ Ibid., bait 269, 270, 271 أو عرضا/…كذا افعلل/ …الزم غیر المعدى.. , h. 148 ٤٣ Ibid., bait 432 …فیستحق ما لھ_ فى كثرة عن فاعل بدیل -فعال أو مفعال أوفعول h. 111
١٠١
diturunkan menjadi isim tafdlîl memiliki beberapa ketentuan yaitu : 1) dari fi`il
(verba) yang jumlah hurufnya tiga (tsulatsiyy), 2) dapat diturunkan (musytaq)
bukan jâmid (dasar), 3) positif, bukan negatif, 4) aktif bukan pasif, 5) bukan dari
sifat yang mengikuti wazan افعل / af`alu yang bentuk muannatsnya mengikuti
wazan فعالء / fa`lâu ( seperti أحمر / ahmaru / merah, yang bentuk mu’annatsnya
.hamrâ`u / merah / حمراء
Kata dasar untuk isim tafdlîl yang telah memenuhi syarat-syarat di atas,
dibentuk antara lain dengan kaidah di bawah ini:
a). Mengacu pada pola افعل من / af`alu min / lebih atau kurang dari
(adjektiva tingkat perbandingan komparatif). Pola ini tidak diawali oleh ال (al) dan
mesti diikuti oleh من /min /dari, dan wazan (pola) ini bersifat tetap pada bentuk
ifrâd dan tadzkîr / tunggal dan maskulin (lk), tidak mengalami / إفراد و تذكیر
persesuaian (kongruensi) dengan kata yang mendahuluinya. Misal:
al-thâiratu asra`u min- al qithâri/ pesawat itu lebih/ الطائرة أسرع من القطار (141
cepat dari kereta api.
b). Mengacu pada wazan (pola) األفعل أو الفعلى / al-af`alu (mufrad,
mudzakkar, ma`rifat, rafa`) atau al-fu`lâ (mufrad, muannats, ma`rifat, rafa`). Dalam
pola ini isim tafdlîl diawali oleh ال (al) sebagai alat mema`rifatkan, dan menyatakan
sifat
na`at (atribut) atas maushufnya (kalimah) yang disifatinya dengan makna
paling
١٠٢
atau ter (adjektiva perbandingan superlatif), dan juga dalam pola ini menuntut
persesuaian (kongruensi) dengan kata yang disifatinya mengenai empat macam
yaitû 1) i râb atau kasus yaitu rafa`/ nominatif, nashab/ akusatif, jarr / genitif, 2)
naw` yaitu mudzakkar /maskulin, muannats / feminin, 3)`adad yaitu mufrad /
tunggal, tatsniyah / dual, dan jamak, 4) ta`rif / tentu, dan tankir / taktentu. Misal:
,al-akhu al- akbaru dzakiyyun (mufrad, mudzakkar, ma`rifah / األخ األكبر ذكي (142
rafa`) /Saudara (lk) yang paling besar itu cerdas
al-akhawâni al-akbarâni dzakiyyâni / األخوان األكبران ذكیان (143
Dua saudara (lk) yang paling besar itu cerdas
al-ikhwatu al-akbarûna adzkiyâ’u / اإلخوة األكبرون أذكیاء (144
Saudara-saudara (lk) yang paling besar itu cerdas
al-ukhtu al-kubrâ dzakiyyatun / األخت الكبرى ذكیة (145
Saudara (pr) yang paling besar itu cerdas
al-ukhtâni al- kubrayatâni dzakiyyatâni / األختان الكبریان ذكیتان (146
Dua saudara (pr) yang paling besar itu cerdas
al-akhawâtu al-kubrayâtu dzakiyyâtun / األخوات الكبریات ذكیات (147
Saudara-saudara (pr) yang paling besar itu cerdas
4. Ismu al- maf`ûl (اسم المفعول)
Isim maf`ûl adalah kalimah isim (nomina) yang diturunkan dari fi`il majhûl
(verba pasif) untuk menghasilkan makna penderita bagi subjek. Misal سمع الحدیث /
sumi a al -hadîtsu / berita itu didengar, kemudian fi il majhûl ini diubah ke bentuk
١٠٣
isim maf`ûl menjadi الحدیث مسموع / al-hadîtsu masmû` / berita itu terdengar.
Dengan kata lain, dapat ditegaskan bahwa subjek tidak selalu bermakna pelaku,
tetapi boleh jadi bermakna penderita. Adapun bentuk isim maf`ûl dari fi`il
muta`addi majhûl dari fi`il tsulatsi ( hurufnya tiga) adalah wazan مفعول / maf`ûlun,
misalnya فتح / futiha / telah dibuka, diturunkan menjadi مفتوح /maftûh / terbuka.
Bentuk isim maf`ûl dari fi il yang hurufnya empat (rubâiyy), lima (khumâsiyy), dan
enam (sudâsiyy) telah jelaskan di muka dalam pembahasan isim fâ`il.
H. 3. i. Fi`il Mâdli dan Mudlâri`
Persoalan bentuk dan makna kalimah isim baik yang dasar (isim dzat dan
isim makna) maupun yang turunan (musytaq) yang baru saja kita lalui diangkat
dari landasan teoritis tashrîf al-ushûl .
Begitu pula telah dibicarakan dimuka dalam pembahasan tingkat jumlah yang
mengutamakan tuntutan keutuhan ragam konstruksi jumlah ismiyah dan jumlah
fi liyah dengan menggunakan fi`il mâdli dan mudlâri secara praktis dalam bentuk
contoh-contoh jumlah. Dalam kesempatan ini kita masuki tashrif al- furû` dari fi`il
mâdli dan mudlâri yang secara teoretis merupakan kaidah yang mengatur variasi
bentuk jumlah sehubungan dengan tuntutan persesuaian (kongruensi) yang belum
terjelaskan dalam uraian terdahulu.
Tashrîif al- furû` adalah perubahan bawahan dari tashrîf ushûl (fi il mâdli
dan mudlari ) yang berkaitan dengan dlamîr mutakallim, mukhâthab dan ghâib (
pronomina persona kesatu, kedua, dan ketiga ) yang berfungsi sebagai fâ`il dengan
١٠٤
memperhatikan naw` (mudzakkar dan mu’annats) serta `adad (mufrad, tatsniyah,
dan jama`). Melalui tashrîf furû` dapat diketahui terpenuhi atau tidaknya tuntutan
persesuaian (kongruensi) sebuah konstruksi jumlah yang mengandung unsur fi`il,
misalnya dalam jumlah ismiyah yang khabarnya terdiri dari jumlah fi liyah bawahan
yang menuntut adanya persesuaian (kongruensi) antara khabar jumlah fi liyah
bawahan itu dan mubtadanya mengenai naw`, `adad, dan dlamîr.
Berikut adalah teori tashrîf furû` (cabang, bawahan) dari fi il mâdli, dan
mudlâri`, yang diikuti oleh dlamîr (pronomina) yang berfungsi sebagai fâ`il atau
nâib fâ`il (subjek) baik yang tampak tertulis ( bâriz) maupun yang tersembunyi
(lesap) dengan mengambilشكر / syakara / bersyukur, sebagai contoh:
Tabel 1
مستتر lesap
بارز tertulis
, pelaku/الفاعلpronomina bersambung
,lk, pr ,3 ,2 ,1 الضمیرpersona tunggal,dual, jamak
تصریف ماض مبني /aktif معلوم …على
ر قم
lesap ١ شكر فتح مفرد مذكر غائب ھو tertulis ٢ شكرا فتح تثـنیة مذكر غائب )ألف(ا tertulis ٣ شكروا ضم جمع مذكر غائب )واو( و lesap ٤ شكرت فتح مفرد مؤنث غائب )التاء للتأنیث(ھى tertulis التاء ) ألف(ا
للتأنیث ٥ شكرتا فتح تثـنیة مؤنث غائب
tertulis ٦ شكرن سكون جمع مؤنث غائب نون النسوة-ن tertulis ٧ شكرت سكون طبمفرد مذكر مخا ت tertulis ٨ شكرتما سكون تثـنیة مذكر مخاطب تما tertulis جمع مذكر تم
مخاطب ٩ شكرتم سكون.
tertulis مفرد مؤنث ت مخاطب
١ شكرت سكون٠
tertulis ١ شكرتما سكون تثـنیة مؤنث مخاطب تما١
١٠٥
tertulis جمع مؤنث تن مخاطب
١ شكرتن سكون٢
tertulis ١ شكرت سكون. متكلم وحده ت٣
tertulis ١ شكرنا سكون. متكلم مع الغیر نا٤
Penjelasan :
1. Dalam membentuk jumlah fi liyah yang fâ`ilnya isim zhâhir (kata benda asli
bukan pronomina) dengan pola (Fi il (P) + Fâ`il (S).Untuk konstruksi jumlah
tersebut dipakai dua bentuk yaitu No.1 (syakara) jika fâ`ilnya isim zhâhir yang
mudzakkar (mufrad, tatsniyah dan jamak), dan No. 2 (syakarat) jika fâ`ilnya a)
isim dzahir yang muannats (mufrad, tatsniyah dan jamak) dan b) bentuk jamak
taksir dan jamak muannats salim yang mengacu ke selain orang (ghayru âqil).
2. Dalam membentuk jumlah ismiyah kubrâ yang khabarnya terdiri dari
jumlah fi liyah bawahan yang berfungsi sebagai khabar (P) dengan pola [Mubtada +
khabar (fi`il + fâ`il)]. Untuk konstruksi jumlah ini dipakai semua bentuk (No.1
sampai dengan No. 14) sesuai dengan kebutuhan bentuk persesuaian (kongruensi)
sebagaimana tertulis pada kolom 3.
3. Dalam menentukan fâ`il isim dlamîr yang bersambung dengan mâdli
adalah sebagaimana tertulis pada kolom 4.
4. Dalam menentukan fâ`il isim dlâmir tersebut dari lesap atau tertulis
adalah sebagaimana tertulis pada kolom 5 dan 6.
5. Dalam menentukan macam mabni pada fi il mâdli adalah dengan melihat
huruf terakhirnya (sukun / konsonan , fatah / vokal a atau dlammah / vokal u)
١٠٦
kemudian disebut dengan mabni fatah, mabni dlammah, atau mabni sukun
sebagaimana tertulis pada kolom 2.
Tashrîf fi il mudlâri` dari fi il mâdli di atas dengan pola yang sama.
Tabel 2
مستتر
lesap
بارز tertulis
pelaku , pronimina/الفاعلbersambung
,lk ,3 ,2 ,1 الضمیر pr, tunggal,dual, jamak
تصریف مضارع معلوم
مبنى/معرب/
ر قم
lesap ١ یشكر معرب مفرد مذكر غائب ھو tertulis النون عالمة (، )ألف(ا
)الرفع ٢ یشكران معرب تثنیة مذكر غائب
tertulis النون عالمة ) (واو(و ) الرفع
٣ یشكرون معرب جمع مذكر غائب
lesap تاء المضارعة ( ھى )للتأنیث
٤ تشكر معرب مفرد مؤنث غائب
tertulis النون عالمة ) (ألف(ا )الرفع
٥ تشكران معرب تثنیة مؤنث غائب
tertulis ٦ یشكرن مبنى جمع مؤنث غائب )نون النسوة(ن lesap مفرد مذكر أنت
مخاطب ٧ تشكر معرب
tertulis النون عالمة ) (ألف(ا )الرفع
تثنیة مذكر مخاطب
٨ تشكران معرب
tertulis ون عالمة الن) (واو(و )الرفع
جمع مذكر مخاطب
٩ تشكرون معرب
tertulis النون عالمة ) (یاء(ى )الرفع
مفرد مؤنث مخاطب
١ تشكرین معرب٠
tertulis النون عالمة ) (الف(ا )الرفع
تثنیة مؤنث مخاطب
١ تشكران معرب١
tertulis جمع مؤنث )نون النسوة(ن مخاطب
١ تشكرن مبنى٢
lesap ١ أشكر معرب متكلم وحده أنا٣
lesap ١ نشكر معرب متكلم مع الغیر نحن٤
Penjelasan :
١٠٧
Dalam tashrîf fi il mudlâri` dan mâdli, disamping terdapat persamaan
terdapat pula perbedaan.
Persamaan dalam kedua tashrîf ini adalah:
1. Penjelasan No 1, 2, 3, dan 4 dari pada tashrîf fi`il madli di atas dapat
diterapkan pada tashrîf fi il mudlari .
2. Sama dalam penyebaran dlamîr ghaib (persona III), mukhâthab
(persona II), dan mutakallim (persona I), dalam `adad yaitu berupa mufrad
(tunggal), tatsniyah (dual), dan jama` (jamak), dan dalam naw` yaitu berupa
mudzakkar dan mu’annats (maskulin dan feminin) sebagaimana terdapat pada
kolom 3.
Perbedaan antara fi il mâdli dan fi il mudlâri` adalah:
1. Fi il mudlâri diawali oleh huruf zâidah (tambahan) yang khusus digunakan
untuk mengawali fi il mudlâri , yang oleh karenanya dikenal dengan sebutan huruf
mudlara`ah. Huruf mudlâra`ah ini berjumlah empat huruf yang ditampung pada
kata أنیت / ``anaytu, berupa أ (hamzah), ن (nûn), ي (ya), dan ت (tâ) yang
penyebarannya sebagai berikut:
a. Huruf hamzah mengacu kepada satu makna yaitu mutakallim wahdah (
persona I tunggal, (lk / pr / saya), nomor urut 13.
b. Huruf nûn mengacu kepada satu makna yaitu mutakallin ma`a al- ghair
( persona I jamak, lk / kami, kita), nomor urut 14.
c. Huruf yâ mengacu kepada empat makna yaitu tiga kepada dlamîr mufrad,
tatsniyah dan jama` untuk ghâib mudzakkar ( persona III, tunggal, dual, dan jamak
١٠٨
/ dia, mereka berdua, mereka lk ), nomor urut 1, 2, dan 3, dan satu kepada jama`
mu’annats ghâib ( persona III, jamak, pr, mereka pr), nomor urut 6.
d. Huruf tâ mengacu kepada delapan makna yaitu dua kepada dlamîr mufrad
dan tatsniyah mu’annts ghâib ( persona III, pr, tunggal dan dual / dia, mereka
berdua pr), nomor urut 4 dan 5, dan enam mengacu kepada makna dlamîr
mukhathab, mudzakkar, mu’annats, mufrad, tatsniyah, dan jama` ( persona II, lk,
pr, tunggal, dual, jamak / kamu, kamu sekalian ), nomor urut mulai dari 7 sampai
dengan 12.
2. Fi`il mâdli seluruhnya mabni (tetap). Kemabnian dan penamaan bina pada
tashrîf fi`il mâdli terletak pada harakat huruf terakhir atau lâm fi il.
3. Fi`il mudlâri itu mu`rab mengalami perubahan (kasus), kecuali dua nomor
yang mabni sukun yaitu nomor urut 6 dan 12 yaitu یشكرن (jama` mu’annats ghâib
/ jamak feminin persona III, mereka perempuan) dan تشكرن (jama` muannats
mukhâthab / jamak feminin persona II, kamu sekalian perempuan) yang diawali
oleh haraf mudlâra`ah ي /yâ dan ت /ta; dan keduanya diakhiri oleh dlamîr bâriz نون
.nûnu al-niswah / persona feminin jamak yang berfungsi sebagai fâ`il / النسوة
H. 3. j. Fi`il Muta`addi dan Lâzim (transitif dan taktransitif)
Fi`il (verba) dilihat dari segi mempunyai maf`ûl bih (berobjek) atau tidak,
terdiri dari muta`addi (transitif) dan lâzim (tak transitif).
Fi`il lâzim adalah fi il yang cukup (sempurna) dengan memiliki fâ`il (subjek)
tanpa maf`ûl bih. Misal :
١٠٩
.jalasa al-rajulu / Seorang laki-laki itu telah duduk / جلس الرجل .1
Fi`il muta`addi adalah fi il yang tidak sempurna dengan mempunyai fâ`il
tetapi mesti mempunyai satu, dua, dan tiga mafûl bih.
Fahima al-talâmîdzu al-darsa / Para mahasiswa memahami / فھم التالمیذ الدرس(149)
pelajaran ( satu maf`ûl bih)
Fi il yang muta`addi ke dua maf`ûl bih terbagi atas dua macam, yaitu:
1. Fi il yang muta`addi ke dua maf`ûl bih yang dua-duanya berasal dari
jumlah ismiyah / kalimat nominal ( mubtada dan khabar ). Fi`il-fi`il ini dilihat dari
maknanya terdiri dari tiga macam, yaitu:
a) Fi il-fi il yang mempunyai arti zhonn ( mengira, menduga ) yaitu: ،ظن
: zhanna, khâla, hasiba, za`ama, ja`ala. Misal /خال، حسب، زعم، جعل،
.Khâla al-rajulu shadîqahu hâdliran / خال الرجل صدیقھ حاضرا (150)
/ Seorang laki-laki mengira temannya datang.
b) Fi il -fi il yang mempunyai arti yaqin ( mayakini) yaitu: ،رأى، علم، وجد
:ra’â, `lima, wajada, ta`allam. Misal/ تعلم
.Ta`allam Allâha `alîman / Yakinilah Allah itu Mahamengetahui / تعلم اهللا علیما (151
c) Fi il-fi il yang mempunyai arti tahwîl (menjadikan) , yaitu صیر، حول، اتخذ
/ shayyara, hawwala, ittakhadza. Misal:
ittakhadz Allâhu Ibrâhîma khalîlan / Allah menjadikan / اتخذ اهللا ابراھیم خلیال (152
(mengangkat) Ibrahim kekasih.
١١٠
2. Fi il yang muta`addi ke maf`ûl dua yang kedua-duanya bukan berasal dari
mubtada dan khabar, antara lain yaitû أعطى، منح، منع / memberi, melarang,
menganugerahkan.
A`thâ al- karîmu al-faqîra sahdaqatan / Seorang / أعطى الكریم الفقیر صدقة (152)
dermawan memberi fakir shadaqah
3. Fi il yang muta`addi ke tiga maf`ûl bih, yaitu antara lain ، ،نبأ حدث ، خبر،
/ menceritakan / memberitahukan. Misal :
-Khabbara al-mudarrisu al- tullâba al / خبر المدرس الطالب االمتحان قریبا .(154
‘imtihâna qarîban / Guru memberitahukan kepada mahasiswa (bahwa) ujian
itu dekat.(mempunyai tiga maf`ûl bih)
H. 3. k. Haraf
Haraf yang bentuk jamaknya hurûf, dalam pemakaiannya sehari-hari sering
kita mendengar kata ‘’haraf’’(tunggal) untuk maksud “hurûf”(jamak) dan
sebaliknya. Hal yang serupa, mungkin juga terjadi dalam pembicaraan peneliti
selanjutnya.
Pengertian hurûf terbagi atas hurûf al-mabâniyy dan hurûf al-ma`âniyy
Haraf mabani disebut juga huruf hijâiyyah yang berjumlah dua puluh delapan huruf,
mulai dari huruf alif sampai dengan huruf yâ . Huruf al-mabâniy atau huruf
hijâiyyah berfungsi sebagai pembentuk kalimah (kata), sedangan huruf al-ma`âniy
berfungsi sebagai pembentuk jumlah (kalimat) dan termasuk dalam kategori
١١١
kalimah (kata). Kalimah fi`il ( جلس ) terdiri dari tiga huruf hijâ’iyyah yaitu huruf
.jîm, lâm, dan sîn / جیم ، الم ، سین
Huruf al-ma`âniyy adalah kalimah (kata) yang mempunyai makna yang
berarti setelah digabung dengan kalimah lain berupa kalimah isim atau kalimah fi`il.
Jumlah hurûf al-ma`âni ini cukup banyak, dan seluruhnya mabni (dibaca tetap)
dengan barbagai ragamnya sebagaimana telah dikemukakan terdahulu.
Huruf al-ma`âniyy dilihat dari posisi dan perilaku sintaksisnya dalam
jumlah (kalimat) dapat dikelompokan atas tiga kelompok, yaitu:
1). Huruf yang masuk pada kalimah isim
Huruf yang masuk pada kalimah isim yang terkait langsung dengan
penelitian ini adalah huruf jarr. Huruf jarr berperilaku sintaktis terhadap kalimah
isim sebagai majrûrnya beri rab jarr (kasus genitif ) dengan ciri irab tertentu (tabel
4), dan penggabungan huruf jarr dan majrurnya itu sepadan dengan frasa
preposisional.
Dari segi semantis huruf jarr dapat berfungsi a) sebagai salah satu alat
(cara) untuk memuta`addikan fi il lâzim dan menambah objek, dari yang lâzim
menjadi muta`addi, dari muta`addi satu menjadi muta`addi dua, dan dari muta`addi
dua menjadi muta`addi tiga, dan b) sebagai penentu makna jumlah sesuai dengan
konteks, terutama huruf jarr yang menjadi idiom dari fi il tertentu.
Huruf jarr itu diantaranya adalah من / min / dari, إلى / ilâ / ke, sampai,
sampai dengan, hingga, عن / `an / dari, jauh dari, فى/ fî / di, dalam, di dalam, الباء /
١١٢
bi / dengan, oleh, di, الكاف / ka / seperti, الالم / li / bagi, punya, واو القسم / wa /demi,
sumpah, حتى / hatâ / hingga, مذ أو منذ / mudz, atau mundzu / sejak, dari.
2). Huruf yang masuk pada kalimah fi`il (verba ). Huruf yang masuk pada
fi il, khususnya fi`il mudlâri adalah huruf nashab dan huruf jazam. Huruf nashab
dan huruf jazam berperilaku sintaktis terhadap fi il mudlâri yang dimasukinya
khusunya dalam i râb.
Fi il mudlâri` yang utuh (tidak dimasuki huruf nashab dan huruf jazam)
dinyatakan fi il mudlâri marfû` (verba imperfektif indikatif) dengan ciri i râb
tertentu (Tabel 5), jika fi il mudlâri` dimasuki huruf nashab maka ia dinyatakan fi`il
mudlâri` manshûb (verba imperfektif subjungtif) dengan ciri i râb tertentu ( tabel
5), jika fi il mudlâri dimasuki huruf jazam maka ia dinyatakan fi il mudlâri
majzûm ( verba imperfektif jusif) dengan ciri ‘i râb tertentu ( tabel 5).
3). Huruf yang masuk pada kalimah isim dan fi il. Di antara huruf yang
masuk pada kalimah isim dan fi il adalah huruf `athaf atau kata sambung
(konjungsi). Perilaku sintaktis huruf `athaf khususnya mengenai i râb adalah
menyesuaikan i rab kalimah yang setelah huruf `athaf (ma`thuf) dengan kalimah
yang sebelumnya (ma`thûf `alayh) dalam ‘i râb rafa`, nashab, atau jarr pada kalimah
isim, dan dalam ‘i`râb rafa`, nashab, atau jazam pada kalimah fi il.
Contoh meng`athafkan kalimah isim ke kalimah isim dengan huruf `athaf
wawu (dan), sebagai berikut :
-sâlimun wa Sulaymânu yadzhabâni ilâ al /سالم و سلیمان یذھبان إلى المسجد (155
masjidi / Salim dan Sulaiman pergi ke mesjid ( menyelaraskan ‘i rab kata
١١٣
Sulaimanu sebagai ma`thuf dengan kata Salimun sebagai ma`thuf `alayh
dalam irab rafa` ( kasus nominatif )
Ahmadu yasyrabu al-labana wa al-syâya / Ahmad / أحمد یشرب اللبن و الشاي (156
minum susu dan teh.( menyesuaikan ‘i`râb kata al-syâya sebagai ma`thûf
dengan kata al-labana dalam `irâb nashab ( kasus akusatif).
-al-thâlibu yahshulu `alâ al-syahâdati wa al / الطالب یحصل على الشھادة و العلوم .(157
`ulûmi / Mahasiswa itu memperoleh ijazah dan ilmu (menyesuaikan i râb
kata al-`ulûmi sebagai ma`thûf dengan kata al-syahâdati sebagai ma`thûf
`alayh dalam ‘i râb jarr ( kasus genitif ).
Contoh meng`athafkan kalimah fi il (kata verba) kepada kalimah fi`il,
sebagai berikut;
al-muslimu yasykuru allaha wa ya`buduhu / Muslim / المسلم یشكر اهللا ویعبده (158
itu berterima kasih dan beribadah kepada Allah ( meng`athafkan fi il mudlâri
marfû` ( verba imperfektif indikatif ) berupa ya`budu kepada fi il mudlâri
marfû` berupa kata yasykuru ).
/ al-musyriku lan yasykura wa lan ya`budahu / المشرك لن یشكر اهللا ولن یعبده (159
Orang yang menyekutukan Allah tidak akan berteima kasih kepada Allah dan tidak
akan beribadah kepadaNya (meng`athafkan fi il mudlâri manshûb ( verba
imperfektif subjungtif ) kepada fi`il mudlâri manshûb).
al-munâfiqu lam yasykur Allaha wa lam ya`budhu / المنافق لم یشكر اهللا ولم یعبده (1)
/ Orang munafiq tidak berterima kasih kepada Allah dan tidak beribadah
kepadaNya
١١٤
(meng`athafkan fi il mudlâri majzum (verba imperfektif jusif) kepada fi`il mudlari
majzûm.
Huruf `athaf antara lain adalah واو/ wâwu /dan , فاء/ fâ / kemudian jarak
dekat, ثم / tsumma / kemudian jarak lama, أو / aw / atau, ال / lâ / tidak, bukan.
H. 3. l. Mu`rab dan Mabni
Kalimah isim yang mengisi fungsi tertentu dalam sebuah jumlah, ada yang
harakat huruf terakhirnya mesti berubah sesuai dengan fungsi yang diisinya, dan
ada yang mesti tetap. Isim yang mesti berubah disebut isim mu`rab, dan isim yang
mesti tetap disebut isim mabni, sedangkan perubahannya sendiri disebut ‘i`rab dan
ketidakberubahannya disebut bina. Misalnya:
.al- kitâbu mufîdun / Buku itu berguna/ الكتاب مفید (157)
.aftahu al -kitâba / Saya membuka buku / أفتح الكتاب (158)
.Tsamanu al- kitâbi rakhîshun / Harga buku itu murah / ثمن الكتاب رخیص (159)
.hâdzâ kitâbun / Ini adalah buku / ھذا كتاب (160)
.Aqra``u hâdzâ al-kitâba / Saya membaca buku ini / أقرأ ھذا الكتاب (161)
.Ahshulu `lâ hâdz al-kitâbi / أحصل على ھذا الكتاب (162)
Kalimah (157) الكتاب menduduki fungsi mubtada/ subjek, huruf terakhir
yaitu ب mesti dibaca dengan harakat dhammmah (vokal u) الكتاب, pada misal
(158), menduduki fungsi maf`ûl bih / objek, huruf ب mesti dibaca dengan harakat
fatah (vokal a), dan pada misal (159), menjadi mudlâf ilayh , huruf ب mesti dibaca
١١٥
dengan harakat kasrah (vokal i ), الكتاب. Jadi kalimah al-kitâbu, al-kitâba , al-kitâbi
adalah isim mu`rab.
Kalimah (160) ھذا menduduki fungsi subjek, objek (161), dan didahului oleh
huruf jar (162) mesti dibaca ذا /dzâ dengan bunyi yang sama huruf dan ditulis
dengan lambang yang sama (tidak mengalami perubahan), yaitu dengan huruf alif
yang sukun (mati) . Jadi kalimah hâdzâ adalah isim mabni.
Adapun isim-isim yang mabni itu adalah:
nahnu / kami / نحن :isim dlamîr / pronomina persona / , misal / اسم ضمیر.1
hâdzâ /Ini / ھذا :isim isyârah / Pronomina penunjuk/ , misal / اسم إشارة.2
alladzî/yang / الذى :ism mawshûl / Pengganti nomina , misal / اسم موصول.3
man / barang siapa / من :isim syarath / kata pengandaian, misal/ اسم شرط.4
aina / mana / أین :isim istifhâm / kata tanya , misal / اسم استفھام.5
أمس :ba`dlu al-zhurûf / sebagian kata keterangan waktu , misal / بعض الظروف.6
/amsi / kemarin
فعل.7 isim fi / اسم il/ nomina yang mempunyai arti verba, misal آمین / âmîn /
penuhilah permohonanku, ya Allah!
.ahada `asyara / sebelas احد عشر ada murakkab / bilangan belasan`/ عدد مركب.8
Dari beberapa contoh isim mabni di atas terdapat empat macam mabni, 1)
sukun (tanpa harakat), misal, 2 ,أنا) mabni fatah (-), vokal a misal 3 ,أحد عشر)
mabni dlammah (-), vokal u, misal: 4 ,نحن) mabni kasrah (-), vokal i, misal: أمس
١١٦
Macam-macam isim dlamîr ( pronomina)
Isim dlamîr dilihat dari bersambung atau tidak dapat dibagi menjadi 1)
dlamîr muttashil (bersambung) dan 2) dlamir munfashil (terpisah).
Dlamir muttashil dilihat dari bersambung dengan kalimah lain dapat dibagi
atas tiga bagian, yaitu :
1. Dlamir muttashil (bersambung) yang dengan fi il (madli, mudlari). Dlamir
yang demikian ini adalah pada tempat rafa` atau pada tempat nashab( fî mahalli
raf`in atau fî mahalli nashbin).
One. Dlamir yang bersambung dengan fi il mâdli ( ma`lûm atau majhûl) yang
berfungsi sebagai fâ`il atau nâib) sebagaimana tertera dalam tabel (1).
Two. Dlamir yang bersambung dengan fi il mudlari (ma`lûm atau majhûl) yang
berfungsi sebagai fâ`il atau nâib fâ`il) dapat dilihat dalam tabel (2).
a. Dlamir yang bersambung dengan fi il yang berfungsi sebagai maf`ûl bih adalah
sebagai contoh jumlah berikut :
Mahasiswa berterima kasih kepadanya (lk) : شكره الطالب
Mereka (lk) ، شكرھم الطالبmereka berdua (lk): شكرھماالطالب
Mereka berdua ، شكرھما الطالب nya (p) : شكرھا الطالب
(p)
kepadamu (lk) : ، شكرك الطالب mereka (p): شكرھن الطالب
kalian (lk) : ، شكركم الطالب berdua (lk) : شكركما الطالب
kamu berdua (p ): ، شكركما الطالب kepadamu (p) : شكرك الطالب
١١٧
kepadaku : ، شكرنى الطالب : kalian (p) شكركن الطال
(lk/p)
.kita/ kami (lk/p) : شكرنا الطالب
Pola jumlah شكره الطالب diatas adalah (Fi il ma`lûm + Maf`ûl bih / dlamîr pada
tempat nashab + Fâ`il). Yang di fariasikan dalam contoh jumlah di atas hanya
dlamîr yang berfungsi sebagai maf`ûl bih, agar jelas kelihatan perubahan bentuk
dlamîr itu sesuai dengan perubahan dlamîr syakhash (pronomina persona). d. Dlamir muttashil (bersambung) dengan isim. Dlamir yang demikian ini berfungsi
sebagai mudlaf ilaih (pada tempat jarr) .Contoh dalam bentuk murakkab idlâfiy
(frasa nominal)
bukunya (lk 1) , bentuk kepunyaan (frasa nominal)
م، كتابك، كتابكما، كتابھ،كتابھما،كتابھم، كتابھا، كتابھما،كتابھن، كتابك، كتا بكما، كتابك
كتابكن، كتابى ، كتابنا
e. Dlamir muttashil (bersambung) dengan huruf jarr. Dlamir yang
demikian ini berfungsi sebagai majrur dari haraf jarr (pada tempat jarr). Contoh
dalam bentuk jârr dan majrûr (frasa preposisional) Misal :
.darinya (lk), dari mereka berdua (lk) dst منھ
كم، منك، منكما، منكن، منى، منھما ، منھم ، منھا، منھما، منھن، منك، منكما، من
منا
2. Dlamir munfashil dilihat dari fungsinya terbagi atas dua bagian, yaitu :
١١٨
a. Dlamir munfashil (terpisah, bebas) marfu`(pada tempat rafa`) yang berfungsi
sebagai mubtada, khabar, fâ`il, dan nâibul fâ`il. Contoh dalam jumlah:
.mubatada + khabar + na`at / Dia adalah siswa yang rajin / ھو طالب مجتھد
.fi`il manfi + huruf istitsna + fâ`il / Tidak rajin kecuali dia / ما اجتھد إال ھو
mubtada + khabar / Yang rajin itu dia / المجتھد ھو
fi / لم یكافأ إال ھو il majhul manfi + huruf istitsna + nâib fâ`il / Tidak diberi
imbalan kecuali dia.
Dlamir munfashil (terpisah) yang marfû` adalah:
ھو، ھما، ھم، ھي، ھما، ھن، انت، انتما، انتم انت، انتما، انتن،
انا، نحن
b. Dlamir munfashil (terpisah) manshub yang berfungsi sebagai maf`ûl bih. Contoh
:
Maf`ûl bih + Fi / إیاك نعبد il + Fâ`il mustatir (lesap) / Hanya kepada Mu kami
beribadah. Dlamîr munfashil manshub itu adalah:
إیاه، إیاھما، إیاھم، إیاھا، إیاھما، إیاھن، إیاك، إیاكما، إیاكم، إیاك، إیاكما،
إیاكن، إیاى،إیانا
Kalimah fi il juga terbagi atas fi`il mu`rab (memerlukan `alamat `i râb / ciri
i rab ), dan fi`il mabni (tetap, dan tidak memerlukan ciri ‘i`rab).
Kalimah fi il yang mabni adalah :
1. Fi`il mâdli seluruhnya adalah mabni, ada yang mabni fatah, dlammah, dan mabni
sukun. ( tabel 1)
١١٩
2. Fi`il mudlari` adalah mabni sukun (lam fi ilnya sukun), jika bersambung dengan
nun niswah (nun yang menunjukkan makna jamak perempuan / feminin, persona
II dan III).
Kalimah fi il mudllari itu adalah mu`rab (kecuali jika bersambung dengan
nun niswah), yaitu ketika tidak didahului haraf nashab atau haraf jazam mesti
marfû`dengan ciri rafa`dlammah, atau tsubûtu al-nûn / adanya nûn , ketika
didahului haraf nashab mesti manshub dengan ciri nashab fathah, atau hadzfu al-
nûn / tidak adanya nûn, dan ketika didahului haraf jazam mesti majzum dengan ciri
jazam sukûn, hadztu harfi al-`illah atau hadzfu al-nûn (tabel 5). Berikut ini
beberapa contoh jumlah ( kalimat ) yang mengandung kalimah fi il yang mu`rab (
marfû`, manshûb, dan majzûm ) dan yang mabni.
yasyrabu al- waladu al- mâ’a / Anak itu minum air / یشرب الولد الماء (162
.lan yasyraba al-wadu al- khamra /لن یشرب الولد الخمر (163
Anak itu tidak akan minum khamar
lam yasyrab al-waladu al- khamra / لم یشرب الولد الخمر (164
Anak itu tidak minum khamar
an nisâu lan yasyrabna al-khamra / النساء یشربن الماء (165
Wanita-wanita itu minum air.
an nisâu lan yasyrabna al - khamra / النساء لن یشربن الخمر (166
Wanita-wanita itu tidak akan minum air
an nisâu lam yasyrabna al- khamra / النساء لم یشربن الخمر (167
Wanita-wanita itu tidak minum khamar
١٢٠
syariba al abu al-labana / Ayah telah minum susu / شرب األب اللبن (168
syaribtu al-labana / Saya minum susu / شربت اللبن (169
Kalimah (162) یشرب tidak didahului haraf nashab atau haraf jazam, haraf
pada contoh, یشرب sebagai haraf terakhir dibaca dengan harakat dlammah ب
(163) didahului oleh haraf nashab لن haraf ب dibaca dengan harakat fatah لن
dibaca dengan ب pada contoh (164) didahului haraf jazam, haraf , یشرب
sukun (konsonan b) لم یشرب. Fi il mudlari yang demikian adalah mu`rab.
Kalimah یشربن pada contoh (165), 166, 167) haraf terakhirnya ب
disukunkan , walaupun diawali oleh haraf nashab atau haraf jazam, karena fi il-fi il
ini diikuti oleh nun niswah ن . Jadi fi`il yang demikian ini disebut mabni.
Kalimah fi`il madli شرب pada contoh (168), haraf ب dibaca dengan
harakat fatah tanpa perubahan (mabni fatah), dan dibaca sukun ( mabni sukun )
pada contoh (169) karena bersambung dengan isim dlamir ( pronomina ) yang
berfungsi sebagai fâ`il (subjek). Macam-macam bina pada fi il mâdli dapat dilihat
pada tabel 1. Adapun kalimah haraf mesti dibaca tetap (mabni) dalam pelbagai
keadaan tanpa kecuali. Kalimah من ( haraf jarr ) haraf ن senantiasa dibaca dengan
sukun ( mabni sukûn / huruf konsonan) من
H. 3. m. Ciri-Ciri I`râb Isim dan Fi`il
١٢١
Isim mu`rab adalah kalimah yang huruf terakhirnya mengalami perubahan
bunyi dan tulisan (kasus) disebabkan oleh fungsi yang berbeda dalam jumlah,
sedangkan perubahannya itu sendiri disebut i`râb.
I`rab ( kasus) terbagi atas empat (4) bagian yaitu :rafa` ( nominatif), nashab
(akusatif), khafadl atau jarr genitif), dan jazam (jusif).
Kalimah isim mu`rab dalam jumlah (kalimat) mesti memiliki salah satu dari
tiga hukum i`râb yaitu rafa`, nashab, dan khafadl atau jarr. Kalimah fi`il yang
mu`rab mesti memiliki salah satu dari tiga hukum i rab yaitu rafa`, nashab dan
jazam.Adapun kalimah haraf mesti tetap pada satu keadaan (mabni), misalnya; من
haraf jarr ( preposisi ) selalu dibaca tetap. Berikut ini tabel isim mu`rab serta ciri
i rab dan contoh bentuk kalimahnya.
Tabel 3
عالمة جر genitif misal
عالمة نصب akusatif
misal
عالمة رفع nominatif
misal
رقم الكلمات
i/in) /كسرة( بالكتاب/ بكتاب
a / an) / فتحة( الكتاب/ كتابا
u / un) ضمة( الكتاب/ كتاب
االسم المفرد tunggal
١
ayni /ن ) + یاء(/ بكتابین
بالكتابین
ayni/ ن ) + یاء( الكتابین/ كتابین
âni/ ن ) + ألف( الكتابان/ كتابان
٢ dual/ االسم المثنى
îna/ ن ) + یاء(/ بمسلمین
بالمسلمین
îna/ ن ) + یاء( المسلمین/ مسلمین
ûna/ ن ) + واو( المسلمون/ مسلمون
جمع المذكر السالم /jamak
٣
i/in) / كسرة(( (/ بمسلمات
بالمسلمات
i/in) / كسرة(/ مسلمات
المسلمات
u/un) / ضمة( المسلمات/ مسلمات
السالمجمع المؤنث jamak
٤
i/in) /كسرة( بالكتب/ بكتب
a / an) / فتحة( الكتب/كتبا
u/un) / ضمة( الكتب / كتب
جمع التكسیرالمنصرف
jamak bertanwîn/
٥
١٢٢
a) / فتحة( بمساجد
I) / كسرة( بالمساجد بمساجدكم
a) / فتحة( مساجد
المساجد مساجدكم
u) ضمة( مساجد
المساجد مساجدكم
جمع التكسیرغیر المنصرف
jamak/ tidak betanwin
٦
î) / ي( بأخیك
â) / ألف( أخاك
û) / واو( أخوك
٧ األسماء الخمسة
Fi il mudlâri berikut ciri i rabnya .
Tabel 4
مجزوم بالسكون /
لم یفتح لم تفتح لم تفتح لم أفتح لم نفتح
a) / فتحة( أن یفتح أن تفتح أن تفتح أن أفتح أن نفتح
u) /ضمة( یفتح، ھو تفتح، ھى تفتح، أنت أفتح، أنا
نفتح، نحن
yangفعل مضارع bukan al-afa`:lu al-khomsah (tidak diikuti oleh alif tatsniyah, wawu jama`dan yâ muannats dan bukan yang diikuti oleh nun niswah
mukhathabah)
١
/ مجزوم ن tidak adanya na
لم یفتحا لم تفتحا لم تفتحا لم تفتحا لم یفتحوا لم تفتحوا لم تفتحى
tidak adanya/ ن na
أن یفتحا أن تفتحا أن تفتحا
أن تفتحا أن یفتحوا أن تفتحوا أن تفتحى
adanya na/ن
یفتحان ، تثنیة مذكر غائب
" مؤنث ""تفتحان ، مذكر "" تفتحان ،
مخاطب " مؤنث "" تفتحان ،
یفتحون ، جمع مذكر غائب
" " تفتحون ، مخاطب
" تفتحین ، مفرد مؤنث
yangفعل مضارع diikuti oleh alif
tatsniyah,wawu jama` dan yâ
muannats mukhâthabah ( al-
af`âlu al-khamsah)
٢
H. 3. n. Fungsi-Fungsi dalam Jumlah
١٢٣
Dalam pembahasan jumlah di muka telah dikemukakan bahwa penelitian ini
berfokus pada:
1. Jumlah ismiyah yang terdiri atas dua fungsi `umdah (inti) yaitu mutada
(bermula), isim kâna, dan isim inna sebagai musnad ilayh (subjek), diikuti oleh
khabar mubtada, khabar kâna, dan khabar inna sebagai musnad (predikat).
2. Jumlah fi liyah yang terdiri dari dua fungsi `umdah (inti) yaitu fi`il
ma`lûm (verba aktif) dan fâ`il sebagai musnad ilayh (subjek) jika fi ilnya itu lâzim ,
dan jika fi`ilnya muta`addi diikuti oleh fungsi maf`ûl bih satu, dua, atau tiga,
sesuai dengan karakteristik fi il yang ada dalam jumlah yang bersangkutan.
3. Jumlah fi`liyah yang terdiri dari dua fungsi `umdah (inti) yaitu fi`il majhûl
(verba pasif) sebagai musnad (predikat), dan nâib fâ`il (pengganti fâ`il) sebagai
musnad ilayh (subjek), dan maf`ûl bih, sesuai dengan watak fi`il dalam jumlah.
Pembahasan selanjutnya akan membicarakan kriteria-kriteria fungsi unsur
jumlah ismiyah (kalimat nominal), jumlah fi`liyah `alâ binai al- ma`lûm, jumlah
fi liyah `alâ binâi al-majhul.
1. Mubtada (musnad ilayh atau subjek) mempunyai beberapa ketentuan
antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi (wazhîfah) mubtada menurut kaidah asal terletak diawal jumlah,
namun mubtada dapat didahului huruf nafyi, huruf istifham, atau lam ibtida.
b. Mubtada hanya dapat diisi oleh kalimah isim, baik satu kalimah maupun
murakkab naqish (gabungan yang terdiri dua kalimah atau lebih yakni gabungan
isim dengan lain yang tidak melebihi batas satu fungsi, dalam hal di sini mubtada)
seperti murakkab idlâfi, washfi, `athfi, taukîdi, dan badali.
١٢٤
c. Mubtada mesti beri`râb rafa` atau pada tempat i rab rafa`(nominatif).
d. Kalimah isim yang mengisi fungsi mubtada itu terdiri atas tiga macam
yaitu:
1. Isim zhâhir yang mu`rab (isim yang menurut kaidah nahwu menntut ciri i râb
tertentu) yaitu isim-isim: mufrad, tatsniyah, jama` muzakkar sâlim, jama`
muannats sâlim, jama` taksîr, isim yang lima yang semuanya menuntut ciri rafa`
tertentu. (Dapat dilihat pada tabel 4)
2. Isim mabni (isim yang menurut kaidah nahwu tidak berubah-ubah dalam fungsi
apapun, ia tidak memerlukan ciri ‘i râb, walaupun demikian isim mabni tetap
mengacu pada fungsi yang tempatinya, seperti pada tempat mubtada isim mabni
dinyatakan pada tempat i`râb rafa` (في محل رفع ) . Isim-isim mabni itu antara
lain : isim dlamîr seperti أنا، نحن / saya, kami, isim ‘isyârah seperti ھذا، ھذه / ini,
isim mawshûl seperti الذى ، التى / yang
3. Mubtada dapat diisi oleh mashdar mu’awwal yang antara lain berupa bentuk أن
فعل مضارع+ . Pada hakikatnya mashdar mu’awwal itu adalah isim juga,
sebab dapat diubah menjadi bentuk isim berupa mashdar sharîh. Misalnya أن
. التعلم dapat diubah menjadi یتعلم
4. Mubtada menurut kaidah asalnya harus dibentuk dari isim ma`rifat (tentu),
tidak boleh diisi oleh isim nakirah (tak tentu), kecuali bila memenuhi beberapa
syarat yang antara lain sebagai berikut44 :
٤٤ Ibid., bait 125. ما لم تفد -والیجوز االبتدا بالنكرة … , h. 215
١٢٥
5. Mubtada dapat diisi oleh isim nakirah dengan beberapa syarat yaitu:
a. Murakkab washfi ( mawshûf nakirah + shifah nakirah) seperti:
,Mahasiswa yang giat itu berhasil /طالب نشیط ناجح (171
b. Murakkab ‘idlâfi ( mudlâf + mudlâf ilayh nakirah) seperti:
Pencari ilmu itu terpuji di sisi Allah / طالب علم محبوب عند اللھ (172)
c. Mubtada nakirah didahului haraf nafyi (kata pengingkar) seperti:
Tidaklah orang zhalim itu bahagia / ما ظالم سعید (173
d. Mubtada nakirah didahului haraf istifhâm ( kata tanya) seperti:
ھل فتى فیكم (174 / Apakah seorang pemuda disisimu?
e.Ketika khabar syibhu jumlah mendahului mubtada’ yang nakirah, seperti
.Saya punya sesuatu / عندى شئ (175
f. Ketika mubtada’ nakirah beramal (berperilaku) dengan tambahan haraf
jarr sebagai idiom seperti :
Suka terhadap ( menyukai) kebaikan adalah lebih baik / رغبة فى الخیر خیر (176
g. Fungsi mubtada’ yang maksudnya telah diketahui kadang-kadang tidak
disebutkan (lesap45), seperti dalam jawaban dari pertanyaan. Misal :
)أنا بخیر(بخیر ..كیف حالك ؟ (177 / Bagaimana kabar Anda ? ….. baik ( Saya baik)
2. Khabar ( musnad, predikat)
Khabar mempunyai beberapa kaidah, diantaranya adalah sebagai berikut:
٤٥ Ibid., bait 136. وحذف ما یعلم جائز , h. 243
١٢٦
a. Khabar secara gramatikal adalah bagian dari pembentuk (kostituen)
jumlah yang menyertai mubtada dalam menghasilkan makna isnâdiyy (predikatif).46
b. Khabar harus sesuai dengan mubtada mengenai 1) `adad (mufrad / tunggal,
tatsniyah / dual, jama`) dan nau` (tadzkîr / maskulin, tanîts / feminin).
c. Khabar terdiri atas lima macam yaitu 1) khabar mufrad, 2) khabar jumlah
ismiyah, 3) khabar jumlah fi liyah, 4) khabar jârr majrûr, dan 5) khabar zharaf yang
digabung dengan isim.
d. Khabar secara gramatika asalnya terletak setelah mubtada
e. Khabar dapat mendahului mubtada dengan mana suka, jika khabar terdiri
dari jarr majrur dan mubtadanya terdiri dari isim ma`rifat, atau ada maksud
memberi penekanan atas khabar.
f. Khabar harus mendahului mubtada jika khabar terdiri dari jârr majrur
sedangkan mubtadanya terdiri dari isim nakirah, atau khabarnya terdiri kalimah
biasanya terletak di awal seperti isim istifhâm.
g. Khabar (predikat) mesti beri râb rafa`(marfû`) dengan ciri rafa` tertentu
atau pada tempat rafa` (fî mahalli raf`in) yang secara gramatikal berfungsi sebagai
khabar. Khabar yang mesti beri rab rafa`adalah khabar mufrad (bukan khabar
jumlah dan bukan syibhu jumlah), sedangkan khabar jumlah dan khabar sibhu
jumlah ini cukup dinyatakan dengan fî mahalli raf`in.
Berikut ini beberapa contoh jumlah ismiyah bagi masing -masing kelompok
diatas.
٤٦ Ibid., bait 118 كاهللا بر واألیادى شاھدة-والخبر الجزء المتم الفائدة , h. 201
١٢٧
1) Jumlah ismiyah dengan kaidah asal (Mubtada /Subjek + Khabar /Predikat)
Ilmu itu cahaya (Mubtada ma`rifah + khabar nakirah) / العلم نور (178
2) Jumlah ismiyah dengan susun mana suka (Mub/S + Kha/P) atau (Kh/P
+Mub/S)
فى الصدور العلم/ العلم فى الصدور (179 / Ilmu itu di / di dalam dada, atau Di / di
dalam dada ilmu itu. ( Mubtada ma`rifah + khabar jârr majrûr / syibhu
jumlah)
3) Jumlah ismiyah harus dengan kaidah asal (Mub/S + kh/P), antara lain :
”Matahari itu selalu terbit. “tidak boleh / الشمس أشرقت، ال، أشرقت الشمس (180
Matahari itu telah terbit (Mubtada + Khabar diisi oleh fi`il)
Mengapa jumlah ismiyah ini harus mengikuti kaidah asal ?, sebab secara
gramatikal Arab akan menimbulkan pemutarbalikan nama dari jumlah ismiyah
menjadi jumlah fi liyah, yang secara semantis pun akan mengakibatkan
pemutarbalikan makna dari makna tsubût dan dawâm (tetap dan selalu) yang
dimiliki jumlah ismiyah menjadi makna yang berhubungan dengan pewatas zaman
(tensis) yang dimiliki jumlah fi`liyah.
4) Jumlah ismiyah yang harus mengikuti susun balik /inversi.( Kh/P +
Mub/S), antara lain seperti:
Kapan ujian “bukan” Ujian kapan (Khabar / متى االمتحان ، ال، االمتحان متى (181
terdiri atas isim istifhâm (tanya) yang berkarakteristik harus diawal)
.Saya punya buku. “bukan” Buku saya punya / عندى كتاب ، ال ، كتاب عندى (182
١٢٨
(Khabar dari syibhu jumlah + Mubtada nakirah (tak tentu / tanpa pewatas,
sedangkan menurut kaidah asal bahwa mubtada itu harus terdiri atas isim
ma`ri fat / memakai pewatas)
3. Isim Kâna dan Khabarnya
Kâna (dan teman-temannya) disebut fi il nâqish yang merupakan bagian dari
al-nawâsikh (bentuk jamak dari kata al-nâsikh yang berarti mengganti / merubah)
yang masuk pada jumlah ismiyah. Fi il ini memerlukan fungsi isim kâna sebagai
subjek dan khabar kâna sebagai predikat. Secara gramatikal bila kâna (fi1il
naqish) masuk pada jumlah ismiyah maka ia merubah nama fungsi mubtada
menjadi isim kâna sebagai subjek (tetapi i rabnya tetap marfû`) dan nama khabar
mubtada menjadi khabar kâna sebagai predikat dan merubah i rabnya dari
marfû`menjadi manshûb. Dengan demikian pola (mubtada ber-i râb rafa` + khabar
beri rab rafa`), bila dimasuki kâna berubah menjadi (kâna / fi il nâqish + isim kâna
beri râb rafa`+ khabar kâna beri râb nashab). Contoh :
)مفرد مذكر( األستاذ حاضر (183 كان األستاذ حاضرا )خبر مرفوع+ مبتدأ مرفوع ( + اسم كان مرفوع + كان فعل ناقص ( )خبر كان منصوب
Guru (l)itu hadir (sekarang) Guru (l)itu hadir (lampau) )مثنى مذكر ( األستاذان حاضران ( 184 كان األستاذان حاضرین )جمع مذكر( األساتیذ حاضرون (185 كان األساتیذ حاضرین )مفرد مؤنث( األستاذة حاضرة (186 كانت األستاذة حاضرة )مثنى مؤنث( األستاذتان حاضرتان (187 كانت األستاذتان حاضرتینحاضرات األستاذات (188 )جمع مؤنث( كانت األستاذات حاضرات) جمع مؤنث غیر عاقل( كانت الكتب مفیدة الكتب مفیدة (189
١٢٩
Kâna dan teman-temannya adalah: كان/ ada, adalah, menunjukan makna lampau,
,menunjukkan waktu subuh , dhuha, siang, malam / اصبح، اضحى، ظل، بات، امسى
dan sore (kadang-kadang berarti jadi), لیس / tidak, bukan, ار ص / jadi, مازال، ما
senantiasa, masih / برح، ما انفك
.selama / مادام
4. Isim Inna dan Khabarnya
Inna (dan teman-temannya) merupakan bagian dari kelompok huruf al-
nawâsikh yang biasanya masuk kepada jumlah ismiyah. Apabila inna dan teman-
temannya ini masuk pada jumlah ismiyah (mubtada dan khabar) maka ia
berperilaku merubah nama fungsi mubtada menjadi isim inna serta merubah i râb
dari marfû` menjadi manshûb, dan merubah nama fungsi khabar menjadi khabar
inna sedangkan i rabnya tetap marfû`. Dengan demikian pola ( mubtada marfû` +
khabar manshub) berubah menjadi pola (inna + isim inna manshûb + khabar inna
manshûb). Contoh:
مخلص إن المسلم )مفرد مذكر( مخلص المسلمخیر إن +اسم إن منصوب + إن ( )خبر مرفوع+ مبتدأ مرفوع ( ) ١٩٠(
)منصوب (Muslim itu ikhlas / murni) (Sesungguhnya muslim itu ikhlas )
إن المسلمین مخلصان ) مثنى مذكر(مخلصان المسلمان 191) إن المسلمیین مخلصون )جمع مذكر(مخلصون المسلمون192)
إن المسلمة مخلصة )مفرد مؤنث ( مخلصة لمسلمةا193) إن المسلمتین مخلصتان )مثنى مؤنث(مخلصتان المسلمتان194)
إن المسلمات مخلصات )جمع مؤنث(مخلصات المسلمات 195) إن الكتب نافعة) جمع تكسیرلغیر عاقل(نافعة الكتب 196) إن التدریبات مفیدة ) جمع مؤنث لغیر عاقل(مفیدة التدریبات 197)
١٣٠
Inna dan teman-temannya adalah: إن ،أن / sesungguhnya, sungguh
(menegaskan, menguatkan, emfatik), لكن / tapi, tetapi, hanya saja, أنك / seperti,
bagaikan, seolah-olah, لیت / harap, berharap atas sesuatu yang tidak mungkin atau
mustahil berhasil, لعل / harap, supaya, berharap atas sesuatu yang mungkin
berhasil.
5. Fâ`il 47 dan Maf`ûl bih
a. Fâ`il adalah isim yang beri râb rafa` yang terletak setelah fi il ma`lûm atau isim
yang menyerupainya (isim shifah) seperti isim fâ`il, shifat musyabbahah, isim tafdlîl.
Dari batasan ini diketahui beberapa hal:
Fungsi fâ`il mesti diisi oleh a) isim mu`rab yang beri`rab rafa` dengan ciri
i râb tertentu (tabel 4), isim-isim mabni ( pada tempat rafa`/ fî mahalli raf`in), dan
mashdar mu’awwal. Misal:
Muhammadun, Fâ`il (S) terdiri dari isim mu`rab / علم محمد القرآن (198
Nâ isim dlamîr muttashil berfungsi sebagai Fâ`il (S) / درسنا القرآن (199
an nadrusa, mashdar mu’awwal berfungsi sebagai‘/ یجب علینا أن ندرس القرآن (200
Fâ`il (S)
Fungsi fâ`il mesti didahului oleh fi il ma`lum (baik muta`addi maupun lâzim)
atau isim shifah yang mempunyai prelaku sintaktis yang serupa dengannya ( antara
٤٧ Ibid., bait 225 -235, الفاعل زید منیرا وجھھ نعم الفتى- الذىكمرفوعىأتى, h. 74.
Dan Al-ghalâyîniy, op. cit., juz 2, h. 237
١٣١
lain: isim fâ`il, shifah musyabbahah, dan isim tafdlîl.).Contoh fâ`il yang terletak
setelah fi il telah dikemukakan di muka dalam uraian jumlah fi liyah.
Berikut ini contoh fâ`il yang terletak setelah isim shifah.
Apakah dua orang mahasiswa sedang pergi ke / أذاھب الطالبان إلى المسجد (201
mesjid?
( Kata Al-thâlibâni berfungsi sebagai fâ`il ber’i`râb rafa` dari bentuk isim
fâ`il berupa kata dzâhibun)
Itu adalah dosen yang banyak ilmunya ( Kata ilmu / ذلك أستاذ كثیر علمھ (202
berfungsi sebagai fâ`il ber’irab rafa` dari bentuk shifah musyabbahah berupa
kata katsîrun)
Muhammad utusan Allah adalah paling mulia / محمد رسول اهللا ھو األكرم خلقھ (203
budi pekertinya. (Kata khuluqu berfungsi sebagai fâ`il ber’i râb rafa` dari
bentuk isim tafdlil yaitu kata al-akramu)
Dalam gramatika Arab dinyatakan bahwa setiap ada fi`il diharuskan adanya
fungsi fâ`il, baik secara tertulis maupun tersembunyi (lesap).48
( Tabel 1,2, dan 3)
Antara fi il dan fâ`il mesti disesuaikan mengenai nau`(tadzkîr dan tanîts).
Adapun mengenai `adad (mufrad, mutsanna, jama`) adalah, jika fi il itu mempunyai
fâ`il isim dlamîr seperti fi`il yang berfungsi sebagai khabar (khabar jumlah fi liyah)
maka fi il itu disesuaikan dengan mubtanya, sedangkan jika fi il itu mempunyai
٤٨ Ibid., bait 226. فھو واال فضمیر استتر-وبعد فعل فاعل فإن ظھر , h. 76
١٣٢
fâ`il isim zhâhir maka ia tetap dalam bertuk mufrad (mudzakkar atau muannats),
walaupun fâ`ilnya itu berbentuk tatsniyah atau jama`49 .
Menurut kaidah asal letak maf`ûl bih setelah fâ`il dan fâ`il setelah fi il
ma`lûm, jadi urutannya adalah (fi il ma`lûm + fâ`il + maf`ûl bih), namun kadang-
kadang dijumpai jumlah fi liyah yang tidak mengikuti urutan asalnya.
b. Maf`ûl bih adalah isim yang beri rab nasab yang menunjukkan penderita, dan
maf`ûl bih ada yang satu, dua, atau tiga tergantung kepada karakteristik fi`il
ma`lum yang mendahuluinya (telah diuraikan di muka dalam penjelasan mengenai
jumlah fi liyah, dan dalam uraian mengenai penjelasan fi il muta`addi).
Maf`ûl bih dapat diisi oleh beberapa macam yaitu :
1. Isim mu`rab yakni isim yang huruf terakhirnya berkarakteristik berubah sesuai
dengan fungsi yang diisinya dan memerlukan tanda ‘i rab (tabel 4).
2. Isim mabni antara lain dlamir manshub , isim isyarah, isim maushul.
Fi / أرشدنى االستاذ (204 il+ Maf`ûl bih+ Fâ`il / Dosen telah membimbingku
3. Mashdar mu’awwal antara lain berupa فعل مضارع + أن . Misal
an yadzhaba/ ان یذھب mashdar muawwal / یرید الطالب ان یذھب الى المسجد (205
dapat diubah menjadi mashdar sharih berupa الذھاب /al- dzihaba /
mahasiswa hendak pergi ke masjid.
6. Nâib Fâ`il )نائب الفاعل(
٤٩ Ibid., bait 227 الثنین أوجمع كفاز الشھدا-وجرد الفعل إذا ما أسندا , h. 79
١٣٣
Nâib fâ`il adalah isim yang beri rab rafa` yang terletak setelah fi il majhul. Nâib
fâ`il berasal dari fungsi maf`ûl bih yang dipindahkan ke tempat fâ`il setelah fâ`il itu
dihilangkan terlebih dahulu. Jika maf`ûl bihnya dua atau tiga maka yang menjadi
nâibu fâ`il adalah maf`ûl bih sesuai dengan urutan, dan maf`ûl bih sisanya tetap
sebagai maf`ûl bih. Adapun penyesuaian fi il majhul dengan nâibul fâ`il sama
dengan penyesuaian fi`il ma`lum dengan fâ`il.
Nâibul fâ`il dapat diisi oleh beberapa macam yaitu : a) Isim mu`rab (tabel 4),
b) Isim mabni (isim dlamir bâriz atau dlamir mustathir), isim isyarah dan isim
maushûl, c) mashdar muawwal antara lain berupa فعل مضارع + ان misal عرف ان
dapat diubah ان تجتھد urifa an tajtahida, masdar muawwal berupa` / تجتھد
menjadi bentuk mashdar sharih berupa اجتھادك / ijtihâduka, d) mashdar sharih e)
dzaraf f) jâr majrûr, jika dalam jumlah tidak terdapat maf`ûl bih. Contoh bagi
maf`ûl bih yang tiga terakhir adalah sebagai berikut :
Penerimaan yang baik telah dilakukan / أقبل إقبال شدید (206
malam yang indah telah dimanfaatkan untuk berjaga / سھرت لیلة جمیلة (207
penghinaan tidak bisa dibiarkan / ال یسكت على إھانة (208
7.Tawâbi` (توابع)
Tawâbi` adalah jamak dari tâbi` artinya yang mengikuti, yang menyesuaikan,
yang mendampingi. Yang dimaksud mengikuti dalam ilmu Nahwu adalah sebuah
kalimah atau jumlah harus mengikuti (disesuaikan) dengan kalimah atau jumlah
yang mendahuluinya dalam beberapa hal sesuai dengan ketentuan . Misalnya
١٣٤
mengenai i rab (rafa`, nashab, jar, dan jazam). Dengan demikian tawabi dapat
terjadi pada fungsi-fungsi sintaksis yang i`rabnya rafa`, nashab, jar, dan jazm.
Tawâbi` ada empat macam, yaitu, na`at, `athaf, taukîd, dan badal.
7.1. Na`at ( نعت )
Pengertian na`at atau shifah adalah kalimah atau jumlah yang mengikuti,
yang menerangkan kalimah atau jumlah sebelumnya. Dengan kata lain, kalimah
yang menerangkan disebut na`at (shifah), dan yang diterangkan disebut man`ut
(maushuf). Dalam tatabahasa Indonesia dikenal dengan istilah DM (diterangkan-
menerangkan). Murakkab yang terdiri dari maushuf dan shifat disebut tarkîb atau
murakkab washfi (frasa atributif). Misal :
Mahasiswa rajin telah datang /حضر الطالب المجتھد (209
7.1.2. Kaidah Na`at
Na`at mesti mengikuti kaidah persesuaian (kongruensi) dengan man`utnya
dalam empat macam yaitu:
1. Salah satu dari i`rab (rafa`, nashab, atau jarr)
2. Salah satu dari `adad atau bilangan ( mufrad, mutsanna, atau jamak)
3. Salah satu dari ma`rifah atau nakirah
4. Salah satu dari mudzakkar atau mu`annats. Contoh:
Tabel 5 )في المنعوت ( عدد معرفة، مذكر، إعراب نكرة، مؤنث، إعراب رقم ١ مفرد الطالب الفاضلجاء جاءت طالبة فاضلة
١٣٥
٢ مثنى الطالبان الفاضالنجاء طالبتان فاضلتانجاء ٣ جمع التكسیر العاقل لطالب الفضالءجاء ا نسوة فاضالتجاءت ٤ جمع المؤنث العاقل جمیلةالكتب الغالیة كتب جمیلةھذه
المسلمات الصالحات مسلمات صالحاتھن مطیعات
٥ جمع المؤنث العاقل
جمع المؤنث غیر قبیحةلسبورات الرخیصةا خیصةسبورات رتلك العاقل
٦
المسلمون العاملون مسلمات عامالتھؤالء محمودون
٧ جمع المذكر السالم
Tabel di atas terdiri dari 4 kolom. Pada kolom 2 dikemukakan 7 macam
bentuk kalimah mu`rab yang menjadi man`ut sebagai acuan penyesuaian na`at.
Pada kolom 3 dan 4, dua kalimah yang digarisbawahi adalah murakkab
washfi (frasa atributif), dan man`utnya ada yang berupa fungsi fâ`il dan ada yang
berupa fungsi mubtada seperti yang terdapat pada kolom (3), dan ada yang berupa
fungsi khabar seperti yang terdapat pada kolom (4).
Contoh-contoh murakkab washfi (frasa atributif) di atas adalah contoh na`at
yang disesuaikan dengan man`utnya dalam 4 macam yaitu:
1. Dalam hal ta`yîn (ma`rifah atau nakirah), contoh pada kolom 3 mengambil
ma`rifah, dan pada kolom 4 mengambil nakirah.
2. Dalam hal i`rab, na`at mengambil rafa` dalam semua contoh di atas yang
disesuaikan dengan man`ûtnya yang beri rab rafa` baik yang berfungsi sebagai fâ`il
dan mubtada (kolom 2) dan sebagai fâ`il dan khabar ( kolom 3). Dalam hal nau`,
mengambil mudzakkar pada kolom 3, nomor urut 1, 2, 3, dan 7, dan mengambil
muannats pada kolom 3, nomor urut 4 (jama`taksir untuk benda yang dianggap
muannats), 5, dan 6.
١٣٦
3. Dalam hal `adad, sesuai `adad yang tertera pada kolom 2.
Na`at dilihat dari bentuk kalimah yang mengisinya terbagi atas tiga bagian
yaitu: a) na`at mufrad, b) na`at jumlah, c) na`at syibhu jumlah.
One) Na`at yang mufrad adalah na`at yang bukan jumlah dan bukan syibhu jumlah.
.Makkah yang dimuliakan(Allah) adalah kota agung / مكة المكرمة مدینة عظیمة (210
Kalimah al-mukarramatu adalah na`at mufrad (bukan jumlah), dan kalimah
`azhîmatun adalah na`at mufrad.
b) Na`at yang terdiri dari jumlah ismiyah atau jumlah fi liyah.Na`at yang terdiri dari
jumlah ini man`utnya mesti dalam bentuk nakirah.Misal
.Telah berlalu bulan yang dinginnya mencekam / مضى شھر برده قارص(211
Barduhu qârishun adalah jumlah ismiyah yang berfungsi sebagai na`at dari
man`ut yang nakirah yaitu kalimah syahrun.
Ini adalah buku yang saya membelinya dari /ھذا كتا ب ا شتریتھ من جاكرتا (212
Jakarta. Jumlah isytaraituhu berfungssi sebagai na`at pada tempat i`rab rafa`
dari man`ut yang nakirah yaitu kata kitâbun .
Kebenaran itu memiliki suara diatas segala / للحق صوت فوق كل صوت (213
suara.
Syibhu jumlah fawqa kulli shawtin berfungsi sebagai na`at dalam tempat
i rab rafa`dari man`ut yang nakirah yaitu kata shawtun.
Milik Allah-lah apa-apa yang ada ada di / هللا ما في السماوات و ما في االرض (214
bumi dan apa-apa yang ada di langit. Jârr majrûr fî al-samâwâti berfungsi
sebagai na`at pada tempat i rab rafa` dari man`ut yang nakirah yaitu kalimah
١٣٧
ma maushûliyyah yang mempunyai makna syay’un (apa-apa, sesuatu), dan
jârr majrûr fi al-‘ardli dari man`ut ma sebelumnya.
7 .2. `Athaf ( عطف )
`Athaf adalah tâbi yang memiliki hubungan dan persesuaian dengan
matbû`nya (ma`thuf `alayh) dengan menggunakan salah satu huruf `athaf (kata
sambung) yang diletakkan di antara keduanya.
Huruf `athaf atau kata sambung yang berfungsi untuk menghubungkan
ma`thûf atau `athaf dengan ma`thuf `alyhnya yang secara gramatikal menuntut
persesuaian dalam i rab (rafa`, nashab, jarr, dan jazam ). Huruf `athaf itu adalah:
: dan , mempunyai hubungan penjumlahan / penambahan. Contoh / الواو .1
Orang yang membunuh dan yang terbunuh di neraka / القاتل والمقتول في النار
.kemudian, mempunyai hubungan urutan dengan jarak waktu sebentar /الفاء .2
.kemudian, mempunyai hubungan urutan dengan jarak waktu lama / ثم .3
.atau, mempunyai hungan pilihan atau keraguan / أو.4
atau, mempunyai hubungan pilihan /أم .5
tetapi, menunjukkan hubungan perlawanan / بل.6
tidak, bukan , menunjukkan hubungan perlawanan / ال.7
tetapi , menunjukkan hubungan perlawanan / لكن .8
.hingga, menunjukkan hubungan kesertaan / حتى .9
١٣٨
7.3.Tawkîd (توكید )
Tawkîd ada dua macam yaitu tawkîd lafzhiyy dan tawkîd ma`nawiyy.
Tawkid lafzhiyy terjadi dengan pengulangan , baik pengulangan isim, fi`il,
haraf, maupun jumlah, seperti جاء على على /Ali…Ali datang, جاء جاء على /Ali
datang… datang, إلى المدرسة، إلى المدرسة / ke sekolah ke sekolah, ، جاءت األم
.Ibu datang ….Ibu datang / جاء ت األم
Taukid ma`nawiyy bisa terjadi dengan mengungkapkan kata ،نفس، عین، جمیع
dengan syarat diidafatkan kepada dlamir yang sesuai dengan عامة، كال،كلتا،
kalimah yang ditegaskan (muakkad) Misal:
Seorang laki-laki sendirinya telah datang / جاء الرجل عینھ (217
Dua orang mereka sendiri telah datang / جاء الرجالن انفسھما (218
ھمرایت القوم كل (219 / Aku melihat kaum itu seluruhnya
Saya berbuat baik kepada orang-orang / احسنت الى فقراء القریة عامتھم (220
kampung itu seluruhnya
Dua orang laki-laki itu mereka sendiri telah datang /جاء الرجالن كالھما (221
Dua orang perempuan itu mereka sendiri telah datang / جاء ت المرئتان كلتاھما (222
Faidah taukid dengan nafsu dan `ainu adalah untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya majaz atau lupa, faidah taukid dengan kullu, jamî`u,
`âmmatu untuk menunjukkan cakupan keseluruhan, dan taukid dengan kilâ dan
kiltâ untuk menetapkan makna ungkapan untuk dua orang secara bersamaan.
١٣٩
Jika hendak mentaukidkan dlamir marfu` muttashil atau dlamir mustatir
dengan nafsu dan `ainu hendaklah terlebih dahulu diselingi dlamir munfashil seperti
Mereka sendiri telah /ذھبوا ھم انفسھم Saya sendiri telah datang /جئت انا نفسى
pergi, علي سافر ھو نفسھ/ Ali sendiri telah melakukan perjalanan
Dlamir marfu` munfashil dapat secara langsung mentaukidi dlamir muttashil
seperti قمت انت/ Sungguh kamu berdiri, اكرمتك انت/ Saya benar-benar
memuliakan kamu, مررت بك انت / Saya benar-benar bertemu denganmu.
Nafsu dan `ainu bila ditatsniahkan dan dijamakkan menjadi anfusu dan a`yunu
seperti اعینھما / جاء الرجالن انفسھما / Dua orang laki-laki mereka sendiri telah
datang, اعینھم / جاءت التالمیذ انفسھم / Para siswa mereka sendiri telah datang
7.4. Badal (بدل)
Badal adalah tâbi yang menjadi tujuan makna ungkapan dengan tidak
memakai perantara apapun antara tâbi dengan matbu`nya. Tâbi disebut badal dan
kalimah yang mendahuluinya disebut mubdal minhu. Dan badal harus sesuai dengan
mubdal minhu dalam hal i rab. Contoh:
Khalifah Harun ar-Rasyid memuliakan / كرم الخلیفة ھارون الرشید العلماء (223
ulama.
Badal terdiri atas 4 macam yaitu:
1. Badal muthabiq (badal al-kulli min al-kulli) adalah badal sesuatu yang mewakili
makna kalimah sebelumnya. Contoh:
١٤٠
. أنعمت علیھمصراط الذین. اھدنا الصراط المستقیم (224 / Tunjukkanlah kami jalan
yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.
2. Badal al-ba`dli min al-kulli adalah badal sebagian dari seluruh. Contoh:
.Para mahasiswa separuhnya telah datang /جاء الطالب نصفھم (225
3. Badal al-isytimâl adalah badal sesuatu yang mencakupi makna kalimah
sebelumnya. Contoh:
.Guru ilmunya memberi manfaat bagiku /نفعني األستاذ علمھ (226
Badal al-ba`dli min al-kulli dan badal al-isytimal mesti digabung dengan dlamir
yang mengacu kepada badal.
4. Badal al-ghalath adalah badal yang disebutkan sebagai pengganti dari kata
yang terlanjur salah sebelumnya. Contoh:
-التلمیذ-جاء المعلم / Guru -murid- telah datang
I. Persamaan dan Perbedaan Kalimat Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Hakikat bahasa antara lain, sebagai sistem yang berarti susunan teratur
berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem
ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan yang lainnya
berhubungan secara fungsional 50. Sebuah susunan yang teratur dan berpola yang
membentuk suatu keseluruhan yang bermakna, yang dibuat oleh masing-masing
pakar penutur bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Mengingat bahwa kedua bahasa
٥٠ Abdul Chaer, op.cit,. hal. 34
١٤١
itu tidak serumpun, juga memiliki karakteristik bahasa yang berbeda, dapat
dipastikan terdapat perbedaan struktur dan pola kalimat di samping persamaan.
Dalam kajian perbandingan (kontrastif) disini akan mengangkat sebagian
perbedaan dan persamaan berdasarkan lingkup uraian teoritis yang telah
dijelaskan di muka. Analisis kontrastif antara kalimat BA dan BI dilakukan, untuk
memperoleh gambaran umum mengenai persamaan dan perbedaan gramatikal yang
terdapat dalam kedua bahasa itu, yang kemudian dijadikan bahan untuk
mengantisipasi kemungkinan munculnya kesulitan dan terjadinya kesalahan
gramatikal bagi mahasiswa
I. 1. Tingkat Kalimat (jumlah)
I. 1. a. Persamaan
1. Struktur kalimat tunggal yang lengkap (BI) dan jumlah mufidah (BA)
adalah struktur kalimat yang terdiri dari satu klausa, yakni paling sedikit terdiri dari
dua kata atau satuan kata (murakkab nâqish atau frasa) yang mempunyai
hubungan predikatif (isnâdiyy), yakni kata atau frasa yang satu berfungsi sebagai
subjek (S) atau musnad ilayh, sedangkan kata atau frasa yang lainnya berfungsi
sebagai predikat (P) atau musnad.
2. Kalimat verbal (jumlah fi liyah) ada yang mempunyai objek (maf`ûl bih dan
ada yang tidak, mengingat bahwa watak sebuah verba ada yang transitif
(muta`addi) dan ada yang taktransitif (lâzim).
١٤٢
3. Kalimat verbal yang tak berobjek dapat diubah menjadi berobjek melalui
afiksasi (penambahan) atau dengan tambahan preposisi (huruf jarr) atas verba tak
transitif (lâzim).
4. Kalimat aktif (ma`lûm) yang transitif dapat dibuat kalimat pasif (majhul)
5.Dilihat dari kategori kata pembentuk (konstituen) kalimatnya, antara
jumlah ismiyah (BA) dan kalimat nonverbal (BI) adalah sama, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Jumlah ismiyah yang khabarnya mufrad (BA) sama dengan kalimat nominal,
kalimat adjektival, kalimat numerial (BI).
b. Jumlah ismiyah yang khabarnya syibhu jumlah (zharaf dan jar majrur) (BA)
sama dengan kalimat preposisional (BI).
c. Jumlah ismiyah besar (kubra) yang khabarnya jumlah fi`liyah bawahan (kecil)
(BA) sama dengan kalimat verbal (BI) yang verbanya berfungsi sebagai pusat
predikat.
d. Jumlah ismiyah besar (kubra) yang khabarnya jumlah ismiyah bawahan (kecil)
sama dengan kalimat nominal (BI).
I. 1. b. Perbedaan
1. Pembagian bentuk jumlah (kalimat) dalam BA berdasarkan kategori kata
isim (nomina) atau fi`il (verba) yang terletak diawal jumlah, jika jumlah diawali
oleh isim maka disebut jumlah ismiyah (kalimat nominal), dan jika jumlah diawali
oleh fi il maka disebut jumlah fi liyah (kalimat verbal). Sedangkan dalam BI
berdasarkan kategori kata yang mengisi fungsi predikat, jika predikat diisi oleh
١٤٣
verba maka disebut kalimat verbal, dan jika predikat itu diisi oleh bukan verba
maka disebut kalimat nonverbal.
2. Peristilahan fungsi musnad ilayh (S) dan musnad (P) dalam BA
berdasarkan kelompok jumlah ismiyah dan jumlah fi`liyah dapat dibagi menjadi
beberapa macam istilah bawahan sebagai berikut:
a. Dalam jumlah ismiyah (kalimat nominal)
1. Mubtada (S) + Khabar mubtada (P)
2. Isim kâna (S) + Khabar kâna (P). Jika jumlah ismiyah dimasuki haraf nasakh
(kata tugas) kâna atau salah satu anggota kelompoknya.
3. Isim inna (S) + Khabar inna (P). Jika jumlah ismiyah dimasuki haraf nasakh
(kata tugas) inna atau salah satu anggota kelompoknya.
b. Dalam jumlah fi liyah (kalimat verbal)
1. Fi il “dalam pengertian fungsi bukan dalam pengertian kategori” Fi il(P) +
Fâ`il (S), “dalam jumlah `alâ binâi al-ma`lûm ( kalimat aktif).
2. Fi il “dalam pengertian fungsi bukan dalam pengertian kategori” Fi il (P) +
Nâib Fâ`il (S), dalam jumlah `alâ binâi al majhûl (kalimat pasif).
Sedangkan dalam BI peristilahan subjek dan predikat dalam BI tidak
memiliki peristilahan bawahan kecuali dalam tela`ah makna (semantik) seperti
sebagai pelaku, pengalaman, penderita.
Istilah musnad ilayh (S) yang berarti disandari dan musnad (P) yang berarti
yang disandarkan, yang keduanya saling melengkapi dalam perolehan makna
isnâdiyy (predikatif). Istilah ini lebih sering dijumpai dalam pembahasan ilmu
balâghah yang erat kaitannya dengan persoalan makna (semantik). Sementara
١٤٤
pakar nahwu yang menggunakan istilah musnad ilayh dan musnad antara lain al-
Galayiniy dalam kitabnya Jâmi`u al-durûs seperti yang peneliti kutip berkenaan
dengan batasan jumlah, dan Ibnu Malik menggunakan istilah isnâd yang peneliti
kutip berkenaan dengan ciri isim.
3. Dalam BA, terdapat jumlah fi liyah (kalimat verbal) yang mempunyai tiga
maf`ûl bih (tiga objek), bagi kelompok fi il akhbara, haddatsa ( memberitahukan ,
menceritakan, sedangkan dalam BI ditemukan hanya sampai dua objek (kalimat
dwitransitif).
4. Dalam BA, pada tingkat kalimat dikenal adanya persesuaian (kongruensi)
sebagai berikut:
a. Persesuaian antara khabar mufrad (P) dan mubtada (S), (kalimat nominal dan
kalimat adjektival BI) dalam dua hal yaitu naw`(mudzakkar / maskulin dan
ta’nîts / feminin) dan `adad (mufrad / tunggal, tatsniyah / dual, dan jama` ),
kecuali yang bersifat khusus yaitu jama` taksîr dan jama` mu’annats sâlim yang
mengacu kepada bukan manusia (ghayru `âqil) dalam penyesuaiannya dianggap
mufrad mu’annats (tunggal feminin).
Two. Pola jumlah atau urutan letak fungsi antara mubtada dan khabar, antara fi il ,
fâ`il, dan maf`ûl bih mengnai sifat mana suka, jangan, harus dalam BA lebih
variatif.
Three. Persesuaian antara dlamîr (pronomina) yang mesti ada pada fungsi khabar
jumlah (ismiyah dan fi liyah) dan kalimah sebelumnya yang diacu oleh dlamîr itu
yang berfungsi sebagai mubtada.
١٤٥
5. Dalam BA dikenal adanya i râb dan ciri i`rab, juga adanya binâ baik
berupa harakat maupun huruf, yang berperan sebagai pendukung dan penentu
makna jumlah (kalimat) secara umum, dan makna gramatikal secara khusus seperti
mubtada (S), khabar (P), maf`ûl bih (O), fâil atau nâib fâ`il (P), dan fi iil ma`lûm
atau majhûl (aktif atau pasif).
I. 2. Tingkat Frasa
Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang
tidak melampaui batas fungsi unsur kalimat 51.
I. 2. a. Persamaan
Frasa dalam BI sepadan dengan murakkab nâqish dalam BA. Frasa adalah
susunan kata yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak memiliki hubungan
isnâdîyy (predikatif)52, dan tidak melebihi satu fungsi. Dilihat dari hubungan makna
satu kata dengan kata yang lain diluar hubungan predikatif, murakkab nâqish dalam
BA dan frase dalam BI dikenal adanya macam- macam murakkab nâqish atau frasa
antara lain; a) murakkab ‘athfî ( frasa koordinatif) seperti; والزوجة الزوج suami dan
isteri b) murakkab washfî (frase atributif) seperti الكتاب الجدید ; buku baru , c)
murakkab badalî (frase apositif) seperti محمد ابن عبداهللا ; Muhammad anak
Abdullah, dan d) murakkab taukîdî seperti الطالب كلھم para mahasiswa semuanya
٥١ M.Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, (Yogyakartâ Karyono, 1987), h.151
١٤٦
I. 2. b. Perbedaan
1. Huruf jarr dengan majrûrnya dalam BA termasuk pada kelompok syibhu
jumlah (menyerupai kalimat) tidak termasuk pada kelompok murakkab nâqish,
sedangkan dalam BI termasuk pada kelompok frasa dengan sebutan frasa
preposisional.
2. Masing-masing frasa dalam BA memiliki kaidah khusus mengenai i rab,
tanda i`rab dan persesuaian (kongruensi).
3. Frasa verbal seperti sedang menulis dalam BI, dalam BA yaktubu disebut
kalimah (kata) fi il mudlâri yang mempunyai makna hâl (sedang ), bukan murakkab
nâqish atau frasa.
I. 3. Tingkat Kalimah (kata) dan Fungsi
Kategori pokok isim (nomina), fi il (verba), isim shifah (adjektiva) dan haraf
(kata tugas) yang masing-masing memiliki karakter tersendiri dan dapat mengisi
fungsi tertentu dalam jumlah (kalimat) baik berupa kata maupun satuan kata
(frasa), antara BA dan BI memiliki persamaan dan perbedaan antara lain sebagai
berikut :
I. 3. a. Persamaan
1. Isim atau nomina dalam BA dan BI sama-sama memiliki bawahan
seperti dikenal adanya: isim dlamîr mutakallim, mukhâthab dan ghâib (pronomina
٥٢ Mushthafâ al-Ghalâyînî, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, (Beirut: al- maktabah al
`ashriyyah, 1987), jilid I, h. 10
١٤٧
persona kesatu, kedua dan ketiga), isim isyârah ( pronomina penunjuk), isim
istifhâm (pronomina penanya), isim ‘adad (numeralia atau pembilang nomina), isim
shifah berupa isim fâ`il, shifat musyabbahah, shîghah mubâlaghah, isim maf`ûl
(adjektiva).
2. Isim dlamîr untuk mutakallim wahdah (persona kesatu tunggal) dan
mutakallim ma`a al-ghair (persona kesatu jamak).
3. Isim maushûl من (orang /yang ) dan ما ( sesuatu, apa-apa / yang) tidak
mengalami perubahan.
4. Isim atau nomina dalam BA dan BI sama-sama mengenal adanya bentuk
isim jâmid atau musytaq minhu yaitu mashdar (nomina dasar) dan isim musytaq
(nomina turunan) seperti isim shifât.
5. Isim atau nomina dan macam-macamnya secara umum mengisi fungsi
mubtada, fâ`il nâib fâ`il (subjek), maf`ûl bih (objek), dan khabar (predikat).
6. Fi`il atau Verba secara umum mengisi fungsi musnad (predikat) atau
sebagai inti predikat dalam kalimat, walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
Fi il atau Verba mengandung makna dasar perbuatan (aksi / hadats dan
zaman (tensis), proses, atau keadaan.
I. 3. b.Perbedaan
1. Dalam BA, isim dlamîr, isim isyârah, isim maushûl memiliki sebaran
yang lebih variatif yakni penyebaran yang menjadi dasar penyesuaian (kongruensi)
١٤٨
mengenai nau`(mudzakkar, muannats), `adad ( mufrad, tastniyah, jama`), yang
mengacu pada manusia dan bukan manusia seperti benda atau barang.
2. Macam-macam bentuk fi il mâdli dan fi il mudlâri` dan perubahannya
ketika bersambung dengan dlamîr muttashil (pronomina bersambung) untuk
persona tiga , dua, dan satu (ghâib, mukhâthab, mutakallim) dalam BA memiliki
kaidah lebih variatif, sedangkan dalam BI memiliki kaidah yang relatif sederhana.
3. Haraf ma`âni (kata tugas) sepertî haraf jarr (preposisi), haraf ‘athaf
(konjungsi atau penghubung), haraf nashab, haraf jazam, haraf nasakh kâna dan
inna beserta kelompoknya secara umum masing-masing mempunyai perilaku
sintaksis mengenai i râb tertentu.
I. 3. c. Kemungkinan Adanya Penyimpangan Gramatikal
Sebagaimana dijelaskan di muka, bahwa masyarakat akademik di Indonesia
ditandai dengan kedwibahasaan atau hasil dari pemerolehan dua bahasa.
Kedwibahasaan menimbulkan interferensi. Interferensi merupakan salah satu faktor
penyebab kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa itu sendiri merupakan umpan
balik bagi pengajaran bahasa. P emerolehan bahasa adalah produk dari pengajaran.
Memahami kesalahan berbahasa berarti juga memahami pengajaran bahasa,
pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, dan interferensi. Kelima hal itu saling
berkaitan baik langsung atau tidak langsung. Pengajaran bahasa menghasilkan
pemerolehan bahasa ibu, dalam hal ini BI dan bahasa asing BA. Pemerolehan BI
adalah segala kegiatan mahasiswa baik dalam bentuk formal atau nonformal dalam
rangka menguasai bahasa itu. Pemerolehan BA adalah proses yang disadari atau
١٤٩
tidak disadari dalam rangka menguasai bahasa itu setelah mereka menguasai
bahasa ibu.
Kontak bahasa yang terjadi di dalam diri dwibahasawan (mahasiswa)
menyebabkan saling-pengaruh antara BI dan BA. Saling-pengaruh ini dapat terjadi
pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi (ilmu al-ashwât), morfologi (sharaf), dan
sintaksis (nahwu). Penggunaan sistem BI pada BA yang bersamaan disebut transfer
positif yang bersifat menguntungkan. Sebaliknya, bila sistem yang digunakan itu
berlainan atau bertentangan disebut transfer negatif yang menyebabkan timbulnya
kesulitan dalam pengajaran bahasa dan sekaligus merupakan salah satu sumber
kesalahan atau penyimpangan berbahasa.
Dalam pembelajaran BA diperlukan upaya maksimal untuk meminimalkan
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi di kalangan mahasiswa. Untuk maksud
tersebut kajian linguistik ini ditempuh dua hal, yaitu analisis kontrastif (tahlîl
taqâbuli) dan analisis kesalahan (tahlîl al-akhtha)
Analisis kontrastif (tahlîl taqâbuli) secara teoritis telah dilakukan di muka dan
menghasilkan beberapa persamaan dan perbedaan gramatikal antara sistem BI dan
BA dalam tingkat jumlah (kalimat), murakkab nâqish (frasa), dan kalimah (kata).
Analisis kesalahan (tahlil al-akhtha) yang bersifat studi kasus dan hasilnya
sebagaimana akan diketahui kemudian, merupakan lanjutan dari kajian kontrastif
yang bersifa antisipasif mengenai kemungkinan terjadinya kasalahan sebagai akibat
dari interferensi BI pada BA.
١٥٠
Berdasarkan temuan beberapa perbedaan sistem BI dan BA dari hasil kajian
kontrastif di atas, yang secara teoritis menjadi salah satu penyebab kesalahan
berbahasa (interferensi) dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kesalahan struktural atau sintaksis (nahwu).
Yang dimaksud kesalahan struktural adalah kesalahan dalam membuat struktur
kalimat bahasa Arab. Secara umum, struktur bahasa Arab meliputi murakkab tâm
atau jumlah (ismiyah dan fi`liyah) dan murakkab nâqish (frasa).
Jumlah ismiyah terdiri atas dua unsur fungsi yaitu : a) mubtada + khabar
mubtada, atau b) isim kâna + khabar kâna, atau c) isim inna + khabar inna. Jumlah
fi liyah terdiri atas dua unsur fungsi atau lebih yaitu a) fi`il ma`lûm + fâ`il , b) fi`il
ma`lûm + fâ`il + maf`ûl bih, c) fi il majhûl + nâib fâ`il .
Murakkab nâqish (frasa) meliputi murakkab idlafi, murakkab washfi,
murakkab `athfi, murakkab taukîdi, murakkab badali, dan mazji.
Kemungkinan besar adanya interferesi yang menimbulkan kesalahan pada
bahasa Arab, baik pada tingkat jumlah (kalimat) maupun pada tingkat murakkab
naqish (frasa) selain dalam masalah `irâb (kasus) antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kesalahan pada tingkat jumlah ismiyah yang berkaitan dengan persesuaian
(kongruensi) antara mubata dan khabar mubtada dalam hal a) nau` (mudzakkar-
muannats), b)`dad (mufrad, tatsniyah, dan jamak), c) dan dlamîr yang mengacu
kepada mubtada.
b. Kesalahan pada tingkat jumlah fi liyah yang berkaitan dengan masalah
persesuaian (konruensi) antara fi il ma`lûm dan fâ`il atau antara fi`il majhûl dan
naib fâ`il dalam hal nau` dan `adad.
١٥١
c. Kesalahan pada tingkat murakkab washfi (frasa atributif) yang berkaitan dengan
persesuaian antara shifat dan maushûf dalam empat hal yaitu a) nau` , b) `adad,
c) ta`yin ( ma`rifat-nakirah), dan i râb (kasus nominatif, akusatif, dan genitif).
d. Kesalahan pada tingkat murakkab taukîdi dalam pemilihan kata yang menjadi
taukid dan persesuaian dalam dlamîr.
e. Kesalahan pada tingkat murakkab badali (frasa apositif) dalam persesuaian
mengenai empat hal yaitu a) nau`, b) `adad, c) ta`yîn, dan i`rab.
f. Kesalahan pada tingkat murakkab idlâfi ( frasa nominal) dalam ketetuan khusus
bagi kata yang pertama (mudlâf) dan i rab kata yang kedua (mudlaf ilaih).
2. Kesalahan morfologis ( sharaf)
Yang dimaksud kesalahan dalam bidang sharaf adalah :
a. Kesalahan dalam membuat bentuk isim (nomina) dasar dan turunan seperti isim
shifat (adjektiva), makan dan zaman, sebagaimana dijabarkan dalam tashrif
ushûl, dan menggunakannya dalam jumlah (kalimat).
b. Kesalahan dalam membuat fi il (verba) dasar (tsulatsi) dan turunan (rubâ`i,
khumâsi, sudâsi) dengan huruf tambahan tertentu (derifasi), dan menerapkannya
dalam jumlah (kalimat).
c. Kesalahan dalam merubah dlamîr (pronomina) yang bersambung dengan fi`il
sebagaimana yang dirinci pada tashrif furu`, yang harus disesuaikan dengan kata
yang diacunya (seperti mubtada), mengenai mutakallim, mukhathab, dan ghaib
(persona satu,dua dan tiga), `adad (mufrad, tatsniyah dan jama`/ tunggal, dual
dan jamak), dan nau`.
3. Kesalahan dilâliyah (makna- semantik)
١٥٢
Kesalahan semantik adalah kesalahan yang biasanya terjadi dalam pemilihan kosa
kata (nomina, verba) yang sesuai dengan struktur kalimat atau dengan konteks,
terutama penggunaan huruf jarr (preposisi) dalam `ibarat ishthilâhiyah (idiom).
4. Kesalahan penulisan.
Kesalahan macam ini adalah kesalahan dalam menulis huruf Arab tertentu
berikut kaidah-kaidah imlâiyah (penulisan).
١
BAB III
ANALISA DATA
A. Klasifikasi Kesalahan Berbahasa Mahasiswa
Setelah data-data berupa hasil tes nahwu dan sharaf pada mahasiswa
dikumpulkan, lalu diidentifikasi kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam hasil tes
tersebut. Identifikasi kesalahan tersebut menghasilkan 441 kesalahan. Kemudian
kesalahan-kesalahan itu diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yang
meliputi: (1) kesalahan dalam sintaksis ( األخطاء النحویة) (2) kesalahan dalam
morfologi ( األخطاء الصرفیة ); dan (3) kesalahan dalam penulisan ( األخطاء
Yang dimaksud dengan kesalahan penulisan adalah kesalahan-kesalahan .(اإلمالئیة
yang berkaitan erat dengan kesalahan sintaksis dan morfologi, dengan demikian
analisis kesalahan ini berfokus pada analisis sintaksis dan morfologi.
1. Kesalahan Sintaksis
Sebagaimana yang terdapat dalam lampiran 3, tentang data-data kesalahan
yang dilakukan oleh mahasiswa dalam berbahasa, diketahui bahwa kesalahan dalam
sintaksis berjumlah 281 kesalahan, atau 63.72% dari jumlah seluruh kesalahan
yang dilakukan mahasiswa. Kesalahan dalam sintaksis ini dapat dibagi setidaknya
menjadi 9 jenis kesalahan, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini:
No. Jenis Kesalahan Jumlah
٢
1 Tidak adanya persesuaian dalam naw` pada tingkat jumlah
ismiyah
34
2 Tidak adanya persesuaian dalam `adad pada tingkat jumlah
ismiyah
61
3 Kesalahan dalam menggunakan fi il jama`, tatsniyah pada
tempat yang seharusnya mufrad, dan menggunakan fi il
mudzakkar pada tempat yang seharusnya muannats.
21
4 Tidak adanya persesuaian dalam `adad pada murakkab
washfi
33
5 Tidak adanya persesuaian dalam naw` pada murakkab
washfi
42
6 Tidak adanya persesuaian dalam ta`yîn pada murakkab
washfi
35
7 Tidak adanya persesuaian antara badal dan mubdal minhu 3
8 Tidak adanya persesuaian antara shilah dan isim maushul 12
9 Kesalahan dalam i rab dan identifikasi fungsi dalam kalimat 40
Tabel di atas menggambarkan bahwa dalam sintaksis dikelompokkan
menjadi 9 jenis kesalahan. Adapun penjelasan dan contoh masing-masing jenis
kesalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya persesuaian dalam naw` pada tingkat jumlah ismiyah.
Kesalahan jenis ini berjumlah 34 kesalahan (12.09% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 7.71% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada tiga macam kesalahan, yaitu:
٣
a) Tidak ada persesuaian antara mubtada` dan khabar (S-P) dalam hal mudzakkar
dan muannats, seperti:
التى تكتب الدرس خدیجة seharusnya الذى تكتب الدرس خدیجة
Kesalahan jenis ini berjumlah 26 kesalahan (9.25% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 5.90% dari seluruh kesalahan).
b) Tidak ada persesuaian antara isim ka:na dan khabar ka:na (S-P) dalam hal nau`,
seperti:
كن مسرورات seharusnya كن مسرورا
Kesalahan jenis ini berjumlah 4 kesalahan (1.42% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.91% dari seluruh kesalahan).
c) Tidak ada persesuaian antara mubtada` dan khabar, seperti:
األطباء یعالجون المرضى seharusnya االطباء تعالج المرضى
Kesalahan jenis ini berjumlah 4 kesalahan (1.42% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.91% dari seluruh kesalahan).
2) Tidak adanya persesuaian dalam `adad pada tingkat jumlah ismiyah.
Kesalahan jenis ini berjumlah 61 kesalahan ( 21.71% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 13.83% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada dua macam kesalahan, yaitu:
a) Tidak ada persesuaian antara mubtada’ dan khabar dalam `adad, seperti:
األطباء یعالجون المرض seharusnya األطباء یعالج المرض
Kesalahan jenis ini berjumlah 44 kesalahan (15.66% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 9.98% dari seluruh kesalahan).
٤
b) Tidak ada persesuaian antara isim kâna dan khabar kâna, seperti:
كانوا مفسدین seharusnya كانوا مفسدین
Kesalahan jenis ini berjumlah 9 kesalahan ( 3.20% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.04% dari seluruh kesalahan).
c). Tidak ada persesuaian antara mubtada dan khabar dalam hal isim maushûl untuk
orang dan benda, seperti :
التي على المكتب كتب seharusnya الذین على المكتب كتب
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 ( 2.85% dari jumlah kesalahan dalam sintaksis,
atau 1.81% dari seluruh kesalahan)
3) Kesalahan dalam menggunakan fi`il jama`, tatsniyah pada tempat yang
seharusnya mufrad, dan menggunakan fi`il mudzakkar pada tempat yang
seharusnya muannats.
Kesalahan jenis ini berjumlah 21 kesalahan (7.47% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 4.76% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini terjadi
pada tiga macam kesalahan, yaitu:
a) Menggunakan fi il bentuk jama` pada tempat yang seharusnya mufrad, seperti:
جاء الطالب أمس seharusnya جائوا الطالب أمس
Kesalahan jenis ini berjumlah 2 kesalahan (0.71% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.45% dari seluruh kesalahan).
b) Menggunakan fi il bentuk tatsniyah pada tempat yang seharusnya mufrad,
seperti:
ذھبت الفالحتان إلى المزرعة seharusnya ذھبتا الفالحتان إلى المزرعة
٥
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (2.85% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
c) Menggunakan fi`il mufrad mudzakkar pada tempat yang seharusnya mufrad
muannats, seperti:
تقدم الصدیقات الھدیة للعروس seharusnya تقدم الصدیقات الھدیة للعروس
Kesalahan jenis ini berjumlah 11 kesalahan ( 3.91% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.49% dari seluruh kesalahan).
4) Tidak adanya persesuaian dalam `adad pada murakkab washfi.
Kesalahan jenis ini berjumlah 33 kesalahan ( 11.74% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 7.48% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada tiga macam kesalahan, yaitu:
a) Tidak adanya persesuaian antara jama` dan mufrad, seperti:
بجانب الشارع أشجار مورقة seharusnya بجانب الشارع أشجار مورقات
Kesalahan jenis ini berjumlah 21 kesalahan (7.47% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 4.76% dari seluruh kesalahan).
b) Tidak adanya persesuaian antara mufrad dan jama`, seperti:
جاء أصدقا ئھم الكرماء seharusnya جاء أصدقا ئھم الكریم
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan (3.56% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
c) Tidak adanya persesuaian antara tatsniyah dan jama`, seperti:
جاء أصدقا ئھم الكرماء seharusnya جاء أصدقا ئھم الكریمان
٦
Kesalahan jenis ini berjumlah 2 kesalahan (0.71% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.45% dari seluruh kesalahan).
5) Tidak adanya persesuaian dalam naw` pada murakkab washfi.
Kesalahan jenis ini berjumlah 42 kesalahan ( 14.95% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 9.52% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada dua macam kesalahan, yaitu:
a) Shifat mudzakkar dan maushuf muannats, seperti:
القرآن معجزة خالدة seharusnya القرآن معجزة خالد
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan (3.56% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
b) Shifat muannats dan maushuf mudzakkar, seperti:
في المصنع عمال مسلمون seharusnya في المصنع عمال المسلمة
Kesalahan jenis ini berjumlah 32 kesalahan (11.39% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 7.26% dari seluruh kesalahan).
6) Tidak adanya persesuaian dalam ta`yin pada murakkab washfi
Kesalahan jenis ini berjumlah 35 kesalahan (12.46% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 7.94% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada dua macam kesalahan, yaitu:
a) Shifat ma`rifah dan maushuf nakirah, seperti:
٧
في المصنع عمال مسلمون seharusnya فى المصنع عمال المسلمون
Kesalahan jenis ini berjumlah 15 kesalahan (5.34% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 3.40% dari seluruh kesalahan).
b) Shifat nakirah dan maushuf ma`rifah, seperti:
صدیقتى المحبوبة ماھرة seharusnya صدیقتى محبوبة ماھرة
Kesalahan jenis ini berjumlah 20 kesalahan (7.12% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 4.54% dari seluruh kesalahan).
7) Tidak adanya persesuaian antara badal dan mubdal minhu.
Kesalahan jenis ini berjumlah 3 kesalahan (1.06% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.68% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini terjadi
pada dua macam kesalahan, yaitu:
a) Tidak adanya persesuaian dalam hal `adad, seperti:
ھذان الكتابان جدیدان seharusnya ھذان الكتاب جدیدان
Kesalahan jenis ini berjumlah 2 kesalahan (0.71% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.45% dari seluruh kesalahan).
b) Tidak adanya persesuaian dalam hal i rab, seperti:
ھذان الكتابان جدیدان seharusnya ھذان الكتابین جدیدان
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
8) Tidak adanya persesuaian antara shilah dan isim maushul.
٨
Kesalahan jenis ini berjumlah 12 kesalahan (4.26% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.72% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini terjadi
pada dua macam kesalahan, yaitu:
a) Fi il jama` muannats mukhatab dan isim maushul jama` muannats ghaib, seperti:
الالتى یقرأن القرآن طالبات seharusnya الالتى تقرأن القرآن طالبات
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan (3.56% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
b) Fi il mufrad mudzakkar ghaib dan isim maushul jama` muannats, seperti:
الالتى یقرأن القرآن طالبات seharusnya الالتى یقرأ القرآن طالبات
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
c) Fi il jama` mudzakkar ghaib dan isim maushul jama` muannats, seperti:
الالتى یقرأن القرآن طالبات seharusnya الالتى یقرءون القرآن طالبات
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
9) Kesalahan dalam i`rab dan identifikasi fungsi dalam kalimat.
Kesalahan jenis ini berjumlah 40 kesalahan (14.18% dari jumlah kesalahan
dalam sintaksis, atau 9.07% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada 14 macam kesalahan, yaitu:
a) Manshub, seharusnya marfu` sebagai na`at, seperti:
في إندونیسیا علماء مخلصون seharusnya في إندونیسیا علماء مخلصین
٩
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
b) Marfu`, seharusnya manshub sebagai khabar kâna, seperti:
كانوا مفسدین seharusnya كانوا مفسدون
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (2.85% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
c) Marfu`, seharusnya manshub sebagai isim inna, seperti:
نجد أن ھناك اختالفا seharusnya نجد أن ھناك اختالف
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan (3.56% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
d) Majrur, seharusnya manshub sebagai isim inna, seperti:
نجد أن ھناك اختالفا seharusnya نجد أن ھناك اختالف
Kesalahan jenis ini berjumlah 2 kesalahan (0.71% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.45% dari seluruh kesalahan).
e) Marfu`, seharusnya manshub sebagai khabar kâna, seperti:
كن مسرورات جدا seharusnya كن مسرورات جدا
Kesalahan jenis ini berjumlah 6 kesalahan (2.13% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 1.36% dari seluruh kesalahan).
f) Fi`il, seharusnya fa`il, seperti:
نام األب - فاعل seharusnya نام األب - فعل
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
g) Nâib fâ`il, seharusnya fâ`il, seperti:
١٠
نام األب - فاعل seharusnya نام األب - نائب فاعل
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
h) Khabar, seharusnya khabar kâna, seperti:
كنتم خیر امة - خبر كان seharusnya كنتم خیر امة - خبر
Kesalahan jenis ini berjumlah 5 kesalahan (1.78% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 1.13% dari seluruh kesalahan).
i) Fâ`il, seharusnya khabar kâna, seperti:
كنتم خیر امة - خبر كان seharusnya كنتم خیر امة - فاعل
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
j) Isim inna, seharusnya khabar inna, seperti:
إن اهللا سمیع علیم - خیر إن seharusnya إن اهللا سمیع علیم - اسم إن
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
k) Fâ`il, seharusnya maf`ûl bih, seperti:
الطعام الطالب یأكل - مفعول بھ seharusnya الطعام الطالب یأكل - فاعل
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
l) Nâib fâ`il, seharusnya maf`ûl bih, seperti:
الطعام الطالب یأكل - مفعول بھ seharusnya الطعام الطالب یأكل - نائب فاعل
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
١١
m) Mubtada’, seharusnya maf`ûl bih, seperti:
الطعام الطالب یأكل - مفعول بھ seharusnya الطعام الطالب یأكل - مبتدأ
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
n) Majrûr, seharusnya marfû` sebagai badal, seperti:
ھذان الكتابان جدیدان seharusnya ھذان الكتابین جدیدان
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.35% dari jumlah kesalahan dalam
sintaksis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
2. Kesalahan Morfologi
Dari data kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam lampiran 3, diketahui
bahwa kesalahan dalam morfologi berjumlah 149 kesalahan, atau 33.79% dari
jumlah seluruh kesalahan yang dilakukan mahasiswa. Kesalahan dalam morfologi
ini dapat dibagi setidaknya menjadi 2 jenis kesalahan, sebagaimana terlihat dalam
tabel berikut :
No. Jenis Kesalahan Jumlah
1 Membuat ma`rifat pada tempat nakirah dan nakirah pada
tempat ma`rifat
33
2 Kesalahan dalam isytiqaq 116
Jumlah 149
Tabel di atas menggambarkan bahwa kesalahan dalam morfologi
dikelompokkan menjadi 2 jenis kesalahan. Adapun penjelasan dan contoh masing-
masing jenis kesalahan tersebut adalah sebagai berikut:
١٢
1) Membuat ma`rifat pada tempat nakirah dan nakirah pada tempat
ma`rifat.
Kesalahan jenis ini berjumlah 33 kesalahan ( 22.15% dari jumlah kesalahan
dalam morfologis, atau 7.48% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada dua macam kesalahan, yaitu:
a) Membuat ma`rifat pada tempat nakirah, seperti:
في المكتبة كتب متنوعة seharusnya في المكتبة كتب المتنوعة
Kesalahan jenis ini berjumlah 23 kesalahan ( 15.44% dari jumlah kesalahan
dalam morfologis, atau 5.22% dari seluruh kesalahan).
b) Membuat nakirah pada tempat ma`rifat, seperti:
صدیقتى المحبوبة ماھرة seharusnya صدیقتى محبوبة ماھرة
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan ( 6.71% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
2) Kesalahan dalam Isytiqaq
Kesalahan jenis ini berjumlah 116 kesalahan ( 83.2% dari jumlah kesalahan
dalam morfologis, atau 28.12% dari seluruh kesalahan). Dan jenis kesalahan ini
terjadi pada 17 macam kesalahan, yaitu:
a) Menggunakan isim maf`ûl, isim fâ`il dan isim alat pada tempat bentuk mashdar,
seperti:
صعب على الصبي فتح الباب seharusnya صعب على الصبي مفتوح الباب
١٣
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan ( 5.37% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
b) Menggunakan bentuk sifat musyabbahah (adjektiva) pada tempat isim tafdlil,
seperti:
العلماء أكثر الناس علما وعمال seharusnya العلماء كثیر الناس علما وعمال
Kesalahan jenis ini berjumlah 11 kesalahan ( 7.38% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 2.49% dari seluruh kesalahan).
c) Menggunakan isim maf`ul, ism fa`il (adjektiva) pada tempat isim makan, seperti:
… مادة االستماع في المجمع اللغوى seharusnya … مادة االستماع في الجامع اللغوى
Kesalahan jenis ini berjumlah 20 kesalahan ( 13.42% dari jumlah kesalahan
dalam morfologis, atau 4.54% dari seluruh kesalahan).
d) Menggunakan mashdar, isim fâ`il pada tempat isim mafûl, seperti:
الذنوب مغفورة seharusnya الذنوب مغفرة
Kesalahan jenis ini berjumlah 5 kesalahan ( 3.35% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 1.13% dari seluruh kesalahan).
e) Membuat bentuk mashdar yang salah, seperti:
یرید الطالب الحصول على الشھادة seharusnya یرید الطالب الحصل على الشھادة
Kesalahan jenis ini berjumlah 3 kesalahan (2.01% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 0.68% dari seluruh kesalahan).
f) Menggunakan isim fâ`il dan isim maf`ûl pada tempat mashdar, seperti:
یرید الطالب الحصول على الشھادة seharusnya یرید الطالب الحاصل على الشھادة
١٤
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (5.37% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
g) Menggunakan mashdar, isim fâ`il, fi`il madhi pada tempat isim maf`ûl, seperti:
االخبار منشورة في الجرائد seharusnya االخبار نشرة في الجرائد
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (5.37% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
h) Menggunakan isim fâ`il tsulatsi pada tempat isim fâ`il rubâ`iyy, seperti:
المؤمنون مخلصون في أعمالھم seharusnya المؤمنون خالصون في أعمالھم
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan (6.71% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
i) Menggunakan isim maf`ûl pada tempat isim fâ`il, seperti:
المؤمنون مخلصون في أعمالھم seharusnya المؤمنون مخلصون في أعمالھم
Kesalahan jenis ini berjumlah 10 kesalahan (6.71% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 2.27% dari seluruh kesalahan).
j) Menggunakan fi il mudlâri tanpa أن pada tempat mashdar muawwal dengan أن, seperti:
أن یتعلم خیر من اللعب seharusnya یتعلم خیر من اللعب
Kesalahan jenis ini berjumlah 7 kesalahan ( 4.70% dari jumlah kesalahan dalam
morfologis, atau 1.59% dari seluruh kesalahan).
k) Menggunakan fi il mujarrad (menerima) pada tempat yang seharusnya mazîd,
seperti:
األم قبلت رأس ولدھا seharusnya األم قبلت رأس ولدھا
١٥
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (5.37% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan)
l) Menggunakan wazan أفعل (menghadap) pada tempat yang seharusnya فعل
(mencium), seperti:
األم قبلت رأس ولدھا seharusnya األم أقبلت رأس ولدھا
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan ( 0.67% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
m) Menggunakan wazan استفعل (menerima) pada tempat yang seharusnya فعل
(mencium), seperti:
األم قبلت رأس ولدھا seharusnya األم استقبلت رأس ولدھا
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (0.67% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
n) Menggunakan bentuk isim fâ`il dari wazan استفعل (yang meminta ampun) pada
tempat isim maf`ûl dari tsulatsi mujarrad (diampuni), seperti:
الذنوب مغفورة seharusnya الذنوب مستغفرة
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan ( 0.67% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
o) Menggunakan wazan تفعل (terdahulu) pada tempat yang seharusnya تفعل
(memberikan), seperti:
تقدم الصدیقات الھدیة للعروس seharusnya تقدم الصدیقات الھدیة للعروس
١٦
Kesalahan jenis ini berjumlah 11 kesalahan ( 7.38% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 2.49% dari seluruh kesalahan).
p) Menggunakan wazan یفعل (datang) pada tempat yang seharusnya یفعل
(memberikan), seperti:
تقدم الصدیقات الھدیة للعروس seharusnya تقدم الصدیقات الھدیة للعروس
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan ( 0.67% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
q) Menggunakan fi il majhul (ditakuti) pada tempat yang seharusnya fi`il ma`lum
(takut), seperti:
العلماء یخشون ربھم seharusnya العلماء یخشون ربھم
Kesalahan jenis ini berjumlah 3 kesalahan (2.01% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.68% dari seluruh kesalahan).
4. Kesalahan dalam Penulisan
Dari data kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam lampiran 3, diketahui
bahwa kesalahan dalam penulisan berjumlah 11 kesalahan, atau 2,49 % dari jumlah
seluruh kesalahan yang dilakukan mahasiswa. Kesalahan dalam penulisan ini
terdapat 4 jenis kesalahan. Adapun penjelasan dan contoh masing-masing jenis
kesalahan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Seharusnya tidak memakai alif, seperti:
ھذا الكتاب رخیص seharusnya ھذا الكتاب راخیص
١٧
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (9.09% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
b) Seharusnya tanpa ya’, seperti:
ھذا الكتاب غال seharusnya ھذا الكتاب غالي
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (72.73% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
c) Seharusnya shad (ص) bukan dhad (ض), seperti:
ھذا الكتاب رخیص seharusnya ھذا الكتاب راخیض
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (9.09% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
d) Seharusnya tidak memakai wawu, seperti:
عندھم ٧ كتب seharusnya عندھم ٧ كتوب
Kesalahan jenis ini berjumlah 1 kesalahan (9.09% dari jumlah kesalahan dalam
semantis, atau 0.23% dari seluruh kesalahan).
B. Jenis Kesalahan Dengan Persentase Tinggi
Untuk mengetahui jenis-jenis kesalahan yang banyak dilakukan atau yang
sering terjadi serta memiliki persentase yang tinggi, baik dalam kesalahan
morfologis, kesalahan sintaksis, kesalahan semantik, dan kesalahan dalam
penulisan, maka perlu melihat data-data kesalahan mahasiswa dalam berbahasa di
dalam lampiran 3, dan persentase data-data kesalahan dalam lampiran 4. Dari
kedua lampiran tersebut dapat dikemukakan bahwa jenis kesalahan yang sering
terjadi adalah sebagai berikut:
١٨
1. Dalam Bidang Sintaksis
Dari 9 jenis kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa (tabel 1), maka
kesalahan yang banyak dilakukan adalah ketidaksesuaian antara mubtada dan
khabar dalam hal `adad pada jumlah ismiyah, seperti:
ھذه نبات Seharusnya ھاتان نبات
األطباء یعالج
المرض
Seharusnya األطباء یعالجون المرض
Kesalahan jenis ini berjumlah 44 kesalahan (15.66% dari jumlah kesalahan
dalam bidang sintaksis atau 9.98% dari seluruh kesalahan).
2. Dalam Bidang Morfologi
Dalam bidang morfologi, dari 2 jenis kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa
(tabel 2), maka kesalahan yang banyak dilakukan adalah membuat ma`rifat pada
tempat yang seharusnya nakirah, seperti:
في المكتبة كتب
المتنوعة
Seharusnya في المكتبة كتب متنوعة
في المصنع عمال
المسلمون
Seharusnya في المصنع عمال
مسلمون
Kesalahan jenis ini berjumlah 23 kesalahan ( 15.44% dari jumlah kesalahan
dalam bidang morfologi atau 5.22% dari seluruh kesalahan).
3. Dalam Penulisan
١٩
Adapun dalam penulisan, dari jenis kesalahan yang oleh mahasiswa, maka
kesalahan yang banyak dilakukan ialah menambahkan ya’ pada kata yang
seharusnya tanpa ya’, seperti:
ھذا الكتاب غال Seharusnya ھذا الكتاب غالي
Kesalahan jenis ini berjumlah 8 kesalahan (72,73% dari jumlah kesalahan dalam
bidang morfologi atau 1.81% dari seluruh kesalahan).
C. Faktor Interferensi dalam Kesalahan Berbahasa Arab
Jack Richards, seorang tokoh pengajaran bahasa, membedakan tiga kelompok
kesalahan dalam hubungannya dengan analisis kesalahan. Kesalahan tersebut adalah
interference errors, intralingual errors, dan developmental errors. Yang menjadi
fokus analisis dalam penelitian ini adalah interferensi errors yang di lakukan oleh
mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab dalam berbahasa Arab yang sedang
mereka pelajari.
Interference errors, diartikan dengan kesalahan yang timbul dalam proses
transfer negatif atau pengalihan sistem bahasa yang tidak sama antara bahasa
pertama dan bahasa kedua. Interferensi atau tranfer negatif dalam berbahasa, dapat
terjadi pada setiap tataran bahasa Sedangkan yang dimaksud dengan interferensi
dalam penelitian ini adalah interferensi BI dalam BA mengenai tataran bahasa
sebagai berikut :
1. Dalam Bidang Sintaksis
٢٠
Interferensi dalam bidang sintaksis terjadi karena adanya perbedaan sistem
struktur kalimat antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia, seperti:
a) Dalam bahasa Arab ada istilah i`rab atau perubahan huruf akhir suatu kata dari
satu bentuk ke bentuk yang lain, tergantung kepada perubahan fungsi atau
posisinya dalam kalimat. Konsep tentang i`rab ini tidak dikenal dalam bahasa
Indonesia.
b) Dalam bahasa Arab terdapat مطابقة, atau konsep persesuaian (kongruensi).
Persesuaian ini meliputi; 1) persesuaian antara mubtada dan khabar mubtada
dalam `adad (mufrad, mutsanna, jamak) dan naw` (mudzakkar dan muannats);
2) persesuaian antara fâ`il dan fi il dalam hal naw` (mudzakkar dan muannats);
3) persesuaian antara na`at dan man`ût dalam hal `adad (mufrad, mutsanna,
jamak), naw` (mudzakkar dan muannats), ta`yin (nakirah dan ma`rifah), dan
i rab / kasus (rafa`, nashab, jarr). Dalam bahasa Indonesia, konsep persesuaian
seperti ini tidak ada.
2. Dalam Bidang Morfologi
Interferensi dalam tataran morfologi terjadi karena adanya perbedaan sistem
kata antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia, seperti:
One) Bahasa Arab adalah bahasa yang mengenal isytiqâq, yaitu pembentukan kata
dari kata lain dengan cara perubahan lafadznya, dan bentuk-bentuk perubahan
itu mempunyai makna khusus yang berbeda-beda walaupun makna secara umum
sama. Sebenarnya dalam bahasa Indonesia pun dikenal dengan adanya
٢١
pengembangan kata dengan imbuhan. Tetapi sistem pengembangan kata dalam
bahasa Indonesia berbeda dengan isytiqâq dalam bahasa Arab.
Two) Dalam bahasa Arab, كلمة فعل, mempunyai shigat atau bentuk-bentuk untuk
mengungkapkan zaman atau masa yang berbeda. Sehingga dalam bahasa Arab
dikenal adanya bentuk fi il mâdli, fi il mudlâri , dan fi il amar. Adapun kata kerja
dalam bahasa Indonesia hanya mempunyai satu bentuk untuk mengungkapkan
zaman yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, untuk mengungkapkan zaman
yang berbeda digunakan kata lain, seperti kata keterangan waktu.
Three) Bentuk isim dalam bahasa Arab mengenal istilah nakirah dan ma`rifah.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak mengenal istilah nakirah dan ma`rifah.
Four) Bentuk isim dalam bahasa Arab mengenal konsep mufrad (tunggal),
mutsanna (dual), dan jamak (plural). Sedangkan bahasa Indonesia mengenal
istilah tunggal dan plural yang implementasinya dalam nomina, banyak memiliki
perbedaan dengan konsep mufrad, mutsanna, dan jamak dalam bahasa Arab.
Five) Dalam bahasa Arab dikenal sistem gender, berupa mudzakkar (maskulin) dan
muannats (feminin). Sedangkan bahasa Indonesia tidak mengenal konsep
tersebut.
4. Dalam Penulisan
Sistem penulisan berkaitan dengan sistem fonologi. Hal ini dikarenakan tulisan
merupakan lambang dari ujaran lisan. Dengan demikian, interferensi dalam sistem
penulisan berhubungan dengan perbedaan yang terdapat dalam tataran fonologi
٢٢
antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Disamping itu bahasa Arab memiliki
kaidah penulisan yang lebih variatif
BAB IV
PENUTUP
1st. KESIMPULAN
Mahasiswa Program Bahasa dan Sastra Arab, khususnya semester VI Jurusan
Pendidikan Bahasa Arab dan Jurusan Terjemah, ternyata belum sepenuhnya
menguasai materi bahasa Arab yang telah mereka pelajari sejak semester I.
Kesimpulan ini diambil berdasarkan kenyataan bahwa penguasaan bahasa tulis
mereka dalam tingkat dasar masih belum memadai. Hal tersebut tercermin dari
banyaknya kesalahan yang terdapat dalam hasil karangan dan terjemah mereka.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para mahasiswa berjumlah 441
kesalahan, yang meliputi: a) kesalahan dalam bidang sintaksis yang berjumlah 281
kesalahan atau 63.72 % dari jumlah seluruh kesalahan; 2) kesalahan dalam bidang
morfologi yang berjumlah 149 kesalahan atau 33.79 % dari jumlah seluruh
kesalahan; dan 3) kesalahan dalam penulisan berjumlah 11 kesalahan atau 2,49 %
dari jumlah seluruh kesalahan. Jumlah kesalahan dalam bidang sintaksis secara
keseluruhan lebih banyak dari jumlah kesalahan bidang morfologi. Jumlah
kesalahan bidang sintaksis mencapai 61,90%, sedangkan jumlah kesalahan dalam
bidang morfologi mencapai 27,89% dari jumlah kesalahan. Jenis kesalahan
morfologis yang paling besar jumlahnya adalah kesalahan dalam ta`yin (ma`rifat
٢٣
dan nakirah), sedangkan jenis kesalahan sintaksis yang paling besar jumlahnya
adalah kesalahan dalam persesuaian antara khabar dan mubtada mengenai `adad
(mufrad, tatsniyah, dan jama`).
Untuk mengatasi kesalahan yang timbul akibat interferensi gramatikal
Indonesia-Arab, karena adanya perbedaan sistem bahasa antara bahasa Arab dan
bahasa Indonesia, baik dalam tataran morfologi, sitaksis, semantik, dan dalam
penulisan, maka perlu digunakan metode dan teknik mengajar yang memberikan
perhatian lebih terhadap latihan-latihan penggunaan bentuk-bentuk kata, struktur
kalimat, dan latihan penulisan / imla secara intensif, terutama pada aspek-aspek,
dimana mahasiswa sering melakukan kesalahan.
B. SARAN-SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada saran yang ditujukan kepada pihak
yang terkait dengan proses kegiatan pembelajaran bahasa Arab, terutama di
Universitas Pendidikan Indonesia, sebagai berikut :
1. Mengingat bahwa peningkatan kemampuan berbahasa sebagai suatu
keterampilan membutuhkan waktu yang relatif lama dan kontinuitas serta
intensifitas dalam kegiatan belajar, maka perlu diadakan kegiatan-kegiatan lain
di luar kegiatan perkuliahan di dalam kelas. Untuk itu perlu dedikasi yang tinggi
dari para tenaga pengajar serta motivasi yang besar dari mahasiswa.
2. Perlu adanya peninjauan kembali dari pihak yang berwenang terhadap bobot
SKS mata kuliah bidang-bidang bahasa Arab, terutama mata kuliah nahwu dan
sharaf, sehingga sesuai dengan kebutuhan nyata mahasiswa.
٢٤
3. Untuk mengembangkan dan meningkatkan pengajaran bahasa Arab di
Universitas Pendidikan Indonesia, khususnya di Program Pendidikan Bahasa
Arab, perlu diperhatikan optimalisasi penelitian dalam bidang linguistik terapan,
terutama masalah linguistik edukasional, analisis kontrastif antara bahasa Arab
dan bahasa Indonesia, dan analisis kesalahan berbahasa di kalangan mahasiswa.
٢٥
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ahmad, al-Akhtha al- Tahririyah li al- Thullab al- Mustawayaini,
al-Khamis wa al-ijtimaiyah, Jakarta: LIPIA, 1985
Ahmad, Laila, Atsar al-Lughah al-Umm fi Ta’allum al-Lughah al Faransiyah li
al- Mubtadi’in : Waqi wa Nata’ij, Damaskus : al-Majlis al-A’la li Ri’ayat al-
Funun wa al Adab wa al- ‘Ulum al-Ijtimaiyah, 1996
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Dahdah, Antoine, Mu`jam Qawâid al- Lughah al- `Arabiyyah, Libanon: tpn, 1994
Dardjowidjojo, S, Sekitar Masalah Analisis Kontrastif. Pengajaran Bahasa
dan Sastra, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1978
DEPDIKBUD, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993
Ghalayini, Syaikh Mustafa, Jami’u al-Durûs al-Arabiyah, Beirut: Mansyurat
al- Maktubah al-Asyriyah, 1994
Hidayat, H.D., Jawâhir al- Alfiyyah li Ibn Malik, Ciputat: tpn, 2001
Hijazi, Mahmud Fahmi , al- Bahts al-Lughawi, Kairo: Maktabah Gharib, 1993
Hisyam, Ibn Jamaluddin, Mughni al-Labîb `an Kutub al- A`ârîb, Beirut: Dâr
al- Fikr, 1995
Ibrahim Shabri, al-kâfî al- Nahwy wa Tahbîqâth, Iskandariyah: tpn, 1994
٢٦
Ismail Shini, Mahmud, al-Taqabul al-Lughawi wa Tahlil al-akhta, Riyadh :
Jami’ah al-Riyadh, 1979
Khirma, Nayif, dan Ali al-Hajjaj, al-Lughah al-‘Arabiyah :Ta’limuha wa
Ta’allumuha, Kuwait : al-Majlis al-Wathani li al- Tsaqafah wa al -Funun,
1985
Littlewood, Foreign and Second Language Learning, London : Cambridge
University Press, 1986
Malik, Ibnu, Syarah Ibnu Aqîl, Beirut: Dâr al-Fikr, 1985
Matsna, M, Karakteristik dan Problematika Bahasa Arab, Jakarta: Jurnal Arabia,
1998
Muhyiddin, Syarhu Ibn `Aqîl, Beirut: Dâr al-Fikr, 1989
Ni`mah, Fuad, Mulakhkhash qwa:id al- Lughah al-Arabiyyah, Kairo: Dâr al nasyr
li al jâmi`ât al mishriyyah, 1973
Pateda, Mansur, Analisis Kesalahan, Ende Flores : Nusa Indah, 1989
Ramlan, M., Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, Yogyakarta: CV Karyono, 1987
Sondari, Siti, Tahlil al-Akhtha fi Takwin al-Jumal al-‘Arabiyah fi al-
Tarkibaini al-Washfi wa al-Idhafi wa Ilajuha lada Talamidz al-Shaff al-
Tsani min al-Madrasah al- Tsanawiyah bi Ma’had al- Gontori al-Islami
Pondok Aren Tangerang, Jakarta : PBA, 1999
Tarigan, Pengajaran Morfologi, Bandung: Angkasa, 1985
٢٧
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan , Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa, Bandung : Angkasa, 1988
Tim Peneliti LIPIA, al-akhtha al- Tahririyah li Thullab al-Mustawayaini al-
Khamis wa al- Sadis: Dirasat fi Dhau’ al-Tahlil al- Taqabuli, Jakarta :
LIPIA, 1985
Yaqut, Mahmud Sulaiman, Fann al-Kitabah al-Shahihah, Iskandariyyah : Dar al-Ma’arif al-Jami’iyyah, 1995
٢٨
Lampiran 1 : MATERI TES GRAMATIKA (NAHWU DAN SHARAF)
بسم اهللا الرحمن الرحیم
اختر ما تراه صحیحا من األجوبة المختارة ثم ضع لھ حرفا مناسبا بھ أ، ب، ج، علیھا فى ورقة اإلجابة Xاو د بوضع عالمة
د ج ب أ رجل أنف ید عین ……ھذا ١ ذقن رأس أذن بطن ……ھذه ٢ أبوان سلمان عثمان یدان ……ھذان ٣ ھذان ھؤالء ھذه ھاتان بنات صالحات… ٤ ھذان ھاتان ھذه ھؤالء نبات… ٥ راخیص رخیض غالى غال …ھذا الكتاب ٦ الكتاب الكتب الكتابان الكتابین جدیدان.. ھذان ٧ ماھرات ماھرتان ماھیرتان ماھران …الطالبتان ٨ ما التىال الذي التى تكتب الدرس خدیجة… ٩
الوحید الواحد األول االولى أبوبكر.. الخلیفة ١٠ التى الذین الذى من على المكتب كتب … ١١ متنوعة المتنوعة متنوعون متنوعات فى المكتب كتب ١٢ لن یتعلم كیتعلم أن یتعلم یتعلم خیر من اللعب… ١٣ یقرؤون یقرأ تقرأن یقرأن القرآن طالبات…الالتى ١٤ نافعة نافعات نافع نافعون …علوم المدرسین ١٥ یجئ جاءت جاء حاءوا الطالب أمس … ١٦ الماھرات الماھران الماھر الماھرة یسافر الى جاكرتا.. الطالب ١٧ یعالجون تعالجون تعالج یعالج المرضى.. االطباء ١٨ ذھبن ذھبت ذھبتا ذھبا الفالحتان الى المزرعة… ١٩ آبائھا آبائھم آبائھن ابواھم …ارةیرید األوالد زی ٢٠ مسلمون المسلمة المسلم المسلمون …فى المصنع عمال ٢١ قدیمات القدیمات قدیمة القدیمة …تلك سیارات ٢٢ خالدین خادت خالد خالدة القرآن معجزة ٢٣المحبوبا المحبوبة محبوبة ماھرة.. صدیقتى ٢٤
ت المحبوب
الكرماء الكریمات الكریمان الكریم …جاء أصدقائھم ٢٥ اولئك ذلكم تلك ھذه فتیة… ٢٦المخلصا مخلصون المخلصین ..فى إندونیسیا علماء ٢٧
ن مخلصین
٢٩
مورقة مورقین مورقات مورقون ..بجانب الشارع أشجار ٢٨ التربوى تربوى التربیة التربیة مھم جدا.. اإلصالح ٢٩ كتوب اكتاب كتب كتاب …٧عندھم ٣٠ فتح مفتاح مفتوح فاتح الباب.. على الصبيصعب ٣١ كثیرة أكثر كثیرون كثیر الناس علما وعمال.. العلماء ٣٢ كبیرة كبیر الكبیرة الكبیر طالبة.. بنتى ٣٣یتعلم الطالب مادة االستماع ٣٤
الغوى…فى المجمع الجامعة الجامع المجتمع
قبلت استقبلت أقبلت قبلت رأس ولدھا…االم ٣٥ مستغفرة مغفورة غافرة مغفرة …الذنوب ٣٦ تقدم تقدم تقدم تقدم الصدیقات الھدیة للعروس… ٣٧المحصو الحاصل على الشھادة…یرید الطالب ٣٨
ل الحصل الحصول
نشرت نشرة منشورة ناشرة فى الجرائد…االخبار ٣٩ صونوا صن صونا صن ألسنتكم… ٤٠ خالص مخلصون مخلصون خالصون فى أعمالھم…ونالمؤمن ٤١ یخشین یخشون یخشون یخشون ربھم…العلماء ٤٢نائب األبنام ٤٤
فاعل فعل فاعل مفعول بھ
نائبل مفعول بھ فاعل الطالب یأكلالطعام ٤٤ فاعل
مبتداء
خبر كان فاعل مفعول بھ خبر أمةخیركنتم ٤٥ نائب فاعل حال مفعول بھ فاعل خلیالابراھیماتخذاهللا ٤٦ مفسد مفسدین مفسدون مفسدین …كانوا ٤٧ اختالفات اختالف اختالف اختالفا …نجد أن ھناك ٤٨مسرورا مسرورة جدا…كن ٤٩
ت مسرورات مسرورا
اسم إن بدل ١خبر نعت ان اهللا سمیع علیم ٥٠: Lampiran 2 :
SAMPEL PENELITIAN Identitas Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Semester 6 Angkatan 2000
Asal Sekolah NIM Nama No
MA Persis Bandung 000913 Siti Hajar Marfuah 1.
٣٠
MA Daruttaqwa Bogor 001451 Yuli Asmawati 2. SMU 1 Cianjur 002591 Ratih Puspita Asih 3. MA Persis Bandung 001119 Agus Gunawan 4. SMU 3 Ujung Pandang 001539 Gita Novrisanti 5. MA PPI Bandung 001574 Komalasari 6. SMU 15 Bandung 001780 Imas Qodariyah 7. SMU 11 Bandung 001156 Riyatun J Asyiroh 8. SMU 1 Sumedang 001232 Nuraini 9. SMU 2 Bandung 001609 Erna Faridah Salma 10. SMU 1 Tasikmalaya 001362 Rahmat Hidayat 11. STM 1 Bandung 000739 Ronny Lesmana 12. SMU 1 Subang 000900 Neny Nurfitriani 13. MA Persis Bandung 001538 Iwan Setiawan 14. SMU 14 Bandung 001098 Supiah 15. SMU 1 Sumedang 002569 Wawan Sutiawan 16. SMU 20 Kuningan 000671 Nanang Mulyana 17. MA Persis Garut 001582 Reni Hamidah 18. MA Persis Tasikmalaya 002525 Ati Rahmawati 19. MA Albasyariyah Bandung 001105 Mira Maryanti 20. MA Al-Barkah Bekasi 001104 Vivi Noviyanti 21. MA Gontor Banjaran 001638 Dinar Nur Inten 22.
Lampiran 4 : Persentase Jenis-Jenis Kesalahan A. Dalam Bidang Nahwu (Sintaksis) 1. Persesuaian dalam hal nau’ pada tingkat jumlah ismiyah
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Tidak ada persesuaian antara mubtada` dan khabar (S-P) dalam hal mudazakkar dan muannats 26 9.25% 5.90% 2 Tidak ada persesuaian antara isim ka:na dan khabar ka:na (S-P) dalam hal nau` 4 1.42% 0.91% 3 Tidak ada persesuaian antara mubtada` dan khabar 4 1.42% 0.91% Jumlah 34 12.09% 7.71%
2. Persesuaian dalam hal `adad (mufrad-tatsniyah-jama`) pada tingkat jumlah ismiyah
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Tidak ada persesuaian antara mubtada` dan khabar dalam `adad 44 15.66% 9.98% 2 Tidak ada persesuaian antara isim ka:na dan khabar ka:na 9 3.20% 2.04% 3 Tidak ada persesuaian antara mubtada dan khabar dalam hal isim maushul untuk orang dan
benda 8 2.85% 1.81%
Jumlah 61 21.71% 13.83% 3. Pada tingkat jumlah fi`liyah
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Jumlah Kesalahan
Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Menggunakan fi`il bentuk jama` pada tempat yang seharusnya mufrad 2 0.71% 0.45% 2 Menggunakan fi`il bentuk tatsniyah pada tempat yang seharusnya mufrad 8 2.85% 1.81% 3 Menggunakan fi`il mufrad mudzakkar pada tempat yang seharusnya muannats 11 3.91% 2.49% Jumlah 21 7.47% 4.76%
4. Murakkab washfi persesuaian dalam hal `adad (mufrad-tatsniyah-jama`)
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Tidak ada persesuaian antara jama` dan mufrad 21 7.47% 4.76% 2 Tidak ada persesuaian antara mufrad dan jama` 10 3.56% 2.27% 3 Tidak ada persesuaian antara tatsniyah dan jama` 2 0.71% 0.45% Jumlah 33 11.74% 7.48%
5. Murakkab washfi persesuaian dalam hal nau` (mudazakkar dan muannats)
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Tidak ada persesuaian dalam nau` sifat mudzakkar dan maushuf muannats 10 3.56% 2.27% 2 Tidak ada persesuaian dalam nau` sifat muannats dan maushuf mudzakkar 32 11.39% 7.26% Jumlah 42 14.95% 9.52%
6. Murakkab washfi persesuaian dalam hal ta`yin (ma`rifah dan nakirah)
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Tidak ada persesuaian dalam hal ta`yin shifat ma`rifah dan maushuf nakirah 15 5.34% 3.40% 2 Tidak ada persesuaian dalam hal ta`yin shifat nakirah dan maushuf ma`rifah 20 7.12% 4.54% Jumlah 35 12.46% 7.94%
7. Murakkab badali
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Jumlah Kesalahan
Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Tidak ada persesuaian antara badal dan mubdal minhu dalam hal `adad 2 0.71% 0.45% 2 Tidak ada persesuaian antara badal dengan mubdal minhu dalam hal i`rab 1 0.35% 0.23% Jumlah 3 1.06% 0.68%
8. Isim maushul dan shilah
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan
Sintaksis
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Fi`il jamak muannats mukhatab dan isim maushul jamak muannats ghaib 10 3.56% 2.27% 2 Fi`il mufrad mudzakkar ghaib dan isim maushul jamak muannats 1 0.35% 0.23%
3 Fi`il jamak mudzakkar ghaib dan isim maushul jamak muannats 1 0.35% 0.23% Jumlah 12 4.26% 2.72%
9. I`rab No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari
Kesalahan Sintaksis Persentase dari
Seluruh Kesalahan 1 Manshub (akusatif), seharusnya marfu` sebagai na`at 1 0.35% 0.23% 2 Marfu`(nominatif), seharusnya manshub sebagai khabar ka:na 8 2.85% 1.81% 3 Marfu` (nominatif), seharusnya manshub sebagai isim inna 10 3.56% 2.27% 4 Majrur (genitif), seharusnya manshub sebagai isim inna 2 0.71% 0.45% 5 Marfu` (nominatif), seharusnya manshub sebagai khabar ka:na 6 2.13% 1.36% 6 Fi`il (predikat), seharusnya fa`il (subjek) 1 0.35% 0.23% 8 Khabar (predikat), seharusnya khabar ka:na (predikat) 1 0.35% 0.23% 9 Fa`il (subjek), seharusnya khabar ka:na (predikat) 5 1.78% 1.13%
10 Isim inna (subjek), seharusnya khabar inna (predikat) 1 0.35% 0.23% 11 fa`il (subjek), seharusnya maf`ul bih (objek) 1 0.35% 0.23% 12 Na`ib fa`il (subjek), seharusnya maf`ul bih (objek) 1 0.35% 0.23% 13 Mubtada (subjek), seharusnya maf`ul bih (objek) 1 0.35% 0.23% 14 Majrur, seharusnya marfu` sebagai badal 1 0.35% 0.23%
Jumlah 40 14.18% 9.07% II. Kesalahan Dalam Bidang Sharaf (Morfologi) 1. Membuat ma`rifat pada tempat nakirah, dan nakirah pada tempat ma`rifat (tentu-taktentu)
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Morfologi
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Membuat ma`rifat pada tempat yang seharusnya nakirah 23 15.44% 5.22% 2 Membuat nakirah pada tempat yang seharusnya ma`rifat 10 6.71% 2.27% Jumlah 33 22.15% 7.48%
2. Kesalahan dalam Isytiqaq (tashrif-turunan)
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Morfologi
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Menggunakan isim maf`ul, isim fa`il dan isim alat pada tempat bentuk mashdar 8 5.37% 1.81%
2 Menggunakan bentuk sifat musyabbahah (adjektiva) pada tempat isim tafdlil 11 7.38% 2.49% 3 Menggunakan isim maf`ul, isim fa`il (adjektiva) pada tempat isim makan 20 13.42% 4.54% 4 Menggunakan mashdar, isim fa`il pada tempat isim maf`ul 5 3.35% 1.13% 5 Membuat bentuk mashdar yang salah 3 2.01% 0.68% 6 Menggunakan isim fa`il dan isim maf`ul pada tempat mashdar 8 5.37% 1.81% 7 Menggunakan mashdar, isim fa`il, fi`il madhi pada tempat isim maf`ul 8 5.37% 1.81% 8 Menggunakan isim fa`il tsulasi pada tempat isim fa`il ruba`i 10 6.71% 2.27% 9 Menggunakan isim maf`ul pada tempat isim fa`il 10 6.71% 2.27%
10 Menggunakan fi`il mudlari tanpa ان pada tempat mashdar muawwal dengan 1.59 %4.70 7 ان% 11 Menggunakan fi`il mujarrad (menerima) pada tempat yang seharusnya mazid 8 5.37% 1.81% 12 Menggunakan wazan افعل (menghadap) pada tempat yang seharusnya فعل (mencium) 1 0.67% 0.23% 13 Menggunakan wazan استفعل (menerima) pada tempat yang seharusnya فعل (mencium) 1 0.67% 0.23% 14 Menggunakan bentuk isim fa`il dari wazan استفعل (yang meminta ampun) pada tempat isim
maf`ul dari tsulatsi mujarrad (diampuni) 1 0.67% 0.23%
15 Menggunakan wazan تفعل (terdahulu) pada tempat yang seharusnya تفعل (memberikan) 11 7.38% 2.49% 16 Menggunakan wazan یفعل (datang) pada tempat yang seharusnya یفعل (memberikan) 1 0.67% 0.23% 17 Menggunakan fi`il majhul (ditakuti) pada tempat yang seharusnya fi`il ma`lum (takut) 3 2.01% 0.68%
Jumlah 116 83.2% 28.12% III. Kesalahan dalam penulisan
No. Jenis Kesalahan Jumlah Persentase dari Kesalahan Penulisan
Persentase dari Seluruh Kesalahan
1 Seharusnya tidak pakai alif ( %0.23 %9.09 1 ( ا2 Seharusnya tanpa ya` (ي ) 1.81 %72.73 8% 3 Seharusnya shad (ص ) bukan dhad (ض) 0.23 %9.09 1% 4 Seharusnya tidak memakai wawu (و ) 0.23 %9.09 1% Jumlah 11 100.00% 2.49%
Jumlah Kesalahan Sintaksis
No. Jenis Kesalahan Jumlah Kesalahan 1 Persesuaian nau` pada jumlah ismiyah 34 2 Persesuaian `adad pada jumlah ismiyah 61 3 Jumlah fi`liyah 21 4 Murakkab washfi persesuaian `adad 33 5 Murakkab washfi persesuaian nau` 42 6 Murakkab washfi persesuaian ta`yin 35 7 Murakkab badali 3 8 Isim maushul dan shilah 12 9 I`rab 40
Jumlah 281 Jumlah Kesalahan Morfologis
No. Jenis Kesalahan Jumlah Kesalahan 1 Ma`rifat dan nakirah 33 2 Istiqaq 116
Jumlah 149 Jumlah kesalahan penulisan
No. Jenis Kesalahan Jumlah Kesalahan 1 Seharusnya tidak pakai alif1 (ا )ا 2 Seharusnya tanpa ya` (ي) 8 3 Seharusnya sahd ( ص) bukan dhad ( ض) 1 4 Seharusnya tidak memakai wawu ( و) 1 Jumlah 11
Total kesalahan (sintaksis, morfologi, dan penulisan) 441