INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM...
-
Upload
truongdung -
Category
Documents
-
view
247 -
download
0
Transcript of INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM...
i
INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01
KECAMATAN UNGARAN BARAT
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2017/ 2018
S K R I P S I
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
NURUL ASFIYAH
NIM 115 14 121
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAN
KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN
Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini:
Nama : NURUL ASFIYAH
NIM : 11514121
Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jurusan : PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk di publikasikan oleh
Perpustakaan IAIN Salatiga.
Salatiga, 26 Juli 2018
Yang Menyatakan,
NURUL ASFIYAH
NIM. 115 14 121
iv
Imam Mas Arum, M.Pd.
Dosen IAIN Salatiga
Persetujuan Pembimbing
Hal : Naskah skripsi
Lamp : 4 eksemplar
Saudari : Nurul Asfiyah
Kepada
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : Nurul Asfiyah
NIM : 115 14 121
Fakultas / Progdi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / PGMI
Judul : INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO
ALUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01
KECAMATAN UNGARAN BARAT
KABUPATEN SEMARANG TAHUN
PELAJARAN 2017/2018
Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.
v
SKRIPSI
INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI
NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT
KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018
disusun oleh:
NURUL ASFIYAH
NIM: 115 14 121
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Prodi Pendidikan
Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 10 September 2018 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Fatchurrohman, S. Ag., M. Pd
Sekretaris Penguji : Imam Mas Arum, M. Pd.
Penguji I : Siti Rukhayati, M. Ag
Penguji II : Dra. Urifatun Anis, M. Pd.
Salatiga, 10 September 2018
Dekan
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
vi
MOTTO
“Kuasailah dunia dengan bahasa, dengan penguasaan ilmu bahasa yang lebih baik,
kita juga lebih mudah dalam memahami dan mendalami ilmu-ilmu lain yang
tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Dengan menguasai bahasa, insya
Allah pintu-pintu berbagai ilmu akan lebih terbuka, dengan penguasaan berbagai
ilmu, insya Allah hidup kita lebih bermakna”. (Bahroni, 2012)
vii
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak Ahmad Sabar dan Ibu Asromi tercinta yang senantiasa
membimbing, merawat, mendidik dan memberikan kasih sayang sedari
kecil sampai sekarang, semoga Allah SWT memberikan kesehatan, umur
panjang dan rezeki yang barokah dan bermanfaat untuk beliau.
2. Kakakku tercinta Prastiyono dan Nur Salim yang selalu memberi
dukungan lahir batin, semoga Allah SWT selalu menyayangimu.
3. Muhammad Luthfi Hakim S.H yang selalu memberikan do‟a dan
dukungan terbaik.
4. Bapak K.H Hisyam Asy‟ari dan Ibu Hj. Rohimatul Ulya (almarhumah) PP
Rohmatullah yang kami tunggu-tunggu barokah ilmunya.
5. Bapak Kyai As‟ad Haris Nasution dan Ibu Nyai Fatehah Imam Fauzi PP
Al-Manar yang kami tunggu-tunggu barokah ilmunya.
6. Bapak dan Ibu dosen yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran.
7. Teman-teman PPL di MIN Salatiga, KKN Sambeng posko 85.
8. Teman-teman angkatan 2014 PGMI IAIN Salatiga dan keluarga besar
Bani Kusmin yang sudah mendo‟akan dan membantu skripsi ini.
9. Teman-temanku Atika, Isna, Sofi, Abdillah, Fitria, Efta, Uci, Ida, Dian,
adekku Fadhilah, Zizah, Hani, Zida, dan semuanya maaf tidak dapat
menyebutkan satu persatu.
viii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke
jalan kebenaran dan keadilan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata
guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah
“INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01
KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN
PELAJARAN 2017/2018
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Peni Susapti, S.Si., M.Si. selaku Ketua Prodi PGMI IAIN Salatiga.
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan
pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat
ix
berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya
skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PGMI IAIN
Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan
kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.
6. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu
memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amin ya robbal
„alamin.
Salatiga, 26 Juli 2018
Penulis,
NURUL ASFIYAH
115 14 121
x
ABSTRAK
Asfiyah, Nurul. 2018. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus Dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.
Kata Kunci: Interferensi, Bahasa Jawa, Ngoko Alus, Bahasa Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab
interferensi bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa
kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat yang terdiri dari 28 siswa. Adapun
rumusan masalahnya antara lain: 1) Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa
Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang? 2) Apa sajakah faktor penyebab
terjadinya interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang?
Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun
langkah-langkah dalam penelitian kualitatif ini diantaranya adalah: 1) observasi
atau studi lapangan 2) pengamatan 3) pengumpulan data 4) wawancara dan 5)
analisis data. Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah hasil
pengamatan secara langsung dan hasil wawancara secara langsung. Analisis data
dilakukan dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian kemudian dianalisis.
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) Bentuk interferensi
bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah
interferensi morfologi dengan unsur afiks, reduplikasi, dan kopositum. 2) Faktor
penyebab terjadinya interferensi bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran
bahasa Indonesia adalah faktor kedwibahsaan dan kebiasaan. Maka hipotesis
penelitian ini yang menyebutkan bahwa Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus
Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan
Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018 diterima.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii
HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. v
MOTTO..................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
ABSTRAK ................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Fokus Penelitian ........................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 7
E. Penegasan Istilah ........................................................... 8
F. Sistematika Penulisan .................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Interferensi Bahasa Jawa ........................... 12
1. Pengertian Interferensi ............................................. 12
2. Interferensi Bahasa Jawa ......................................... 15
3. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus ..................... 22
4. Interferensi Bahasa Jawa Dalam Bahasa Indonesia. 27
xii
B. Pembelajaran Bahasa Indonesia ................................... 41
1. Fungsi Bahasa Indonesia ...................................... 47
2. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia ................. 49
3. Syarat Seorang pendidik ....................................... 54
4. Belajar Bermakna .................................................. 55
5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia ............... 60
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................. 62
1. Pendekatan dan Jenis penelitian ............................... 62
2. Kehadiran Peneliti..................................................... 63
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 63
1. Lokasi Penelitia......................................................... 63
2. Waktu Penelitian ....................................................... 63
C. Sumber Data ................................................................ 63
1. Data Primer ............................................................... 63
2. Data Sekunder ........................................................... 64
D. Prosedur Pengumpulan Data ......................................... 64
1. Obsevasi .................................................................... 64
2. Wawancara................................................................ 65
3. Dokumentasi ............................................................. 65
E. Analisis Data ................................................................. 65
1. Reduksi Data ............................................................. 65
2. Deduktif .................................................................... 66
3. Kualitatif ................................................................... 66
xiii
F. Pengecekan Keabsahan Data ........................................ 67
1. Triangulasi Sumber Data .......................................... 68
2. Triangulasi Metode ................................................... 68
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data ................................................................. 69
1. Gambaran Umum MI Nyatnyono 01 ....................... 69
a. Sejarah Berdirinya MI Nyatnyono 01 ................ 69
b. Visi, Misi, dan Tujuan MI Nyatnyono 01 .......... 71
c. Keadaan Siswa ................................................... 72
d. Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran ............. 73
e. Pendidik dan Tenaga Kependidikan ................. 73
f. Sarana Prasarana ................................................ 74
g. Keuangan dan Pembiayaan ................................ 75
h. Budaya dan Lingkungan Madrasah .................... 75
i. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan ............. 75
2. Hasil Temuan Penelitian .......................................... 76
3. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi
Bahasa ........................................................................... 86
B. Analisis Data ................................................................. 89
1. Analisis terhadap bentuk interferensi bahasa Jawa
ngoko alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia ....... 89
2. Analisis penyebab terjadinya interferensi bahasa ..... 105
xiv
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................... 107
B. Saran ............................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA
xv
LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Pembimbing Skripsi
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Skripsi
Lampiran 4 Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5 Surat Balasan dari MI Nyatnyono 01
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 7 Lembar SKK
Lampiran 8 Dokumentasi
Lampiran 9 Per
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak semua anak. Dalam pembukaan Undang-
undang dasar, pendidikan mendapat perhatian khusus dan tercantum
secara eksplisist pada alenia ke empat. Bahkan pendidikan sudah dianggap
sebagai sebuah hak asasi yang harus secara bebas dapat dimiliki oleh
semua anak. Semua negara didunia harus dapat menyediakan yang gratis
dan sama rata, paling tidak pada level pendidikan dasar.
Setiap pembicara mempunyai ragam bahasa, yang penggunaannya
disesuaikan dengan fungsi dan keadaan ketika menggunakan bahasa
tertentu. Ragam bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
dengan acara resmi sangatlah berbeda, bahasa digunakan sesuai tempat
dan siapa yang menjadi lawan bicaranya. Tidak hanya itu, bahasa juga
menunjukkan kepribadian seseorang atau berbudinya seseorang dan sopan
santun.
Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan.
Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial,
ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi
pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik,
ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa
terpengaruh oleh bahasa lain. Proses saling mempengaruhi antara bahasa
2
yang satu denagn bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa
sebagai bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas.
Saling mempengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya kosakata bahasa
yang bersangkutan, mengingat kosakata itu memiliki sifat terbuka.
Dalam masyarakat dwibahasa, pemilihan ragam bahasa itu
berjalinan pula dengan pemilihan bahasa apa yang akan kita pakai.
Penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang pembicara, biasanya
menimbulkan interferensi, yaitu penyimpangan dari norma masing-masing
bahasa, sebagai akibat pengenalan akan lebih dari satu bahasa, mengingat
hal itu, jika kita hendak berbahasa dengan baik, maka kita harus sadar, kita
sedang berbahasa apa, dan berusaha sedapat-dapatnya memisahkan kedua
bahasa itu.
Siswa pada Sekolah Dasar merupakan siswa atau peserta didik
yang mengalami dua proses penguasaan bahasa, yaitu proses pemerolehan
bahasa dan proses pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan bahasa
merupakan proses yang dialami anak sejak pertama kali anak belajar
berbicara menggunakan bahasa ibunya yaitu bahasa jawa. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan didalam lingkungan
sekolah untuk berkomunikasi. Selain itu, di lingkungan tempat tinggalnya
siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia melalui media yang ada
disekitar seperti media TV, radio, surat kabar, dan internet. Selain itu,
siswa siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia secara langsung penutur
bahasa Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan siswa menggunakan bahasa
3
Indonesia dan bahasa Jawa secara bergantian. Selain bahasa Indonesia,
siswa MI Nyatnyono 01 juga mempelajari bahasa lain, yaitu bahasa Arab
dan Inggris. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa di MI
Nyatnyono 01 merupakan dwibahasawan yaitu menguasai dua bahasa atau
lebih.
Hal yang menghambat penggunaan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di sekolah dasar ialah kemampuan murid berbahasa
Indonesia yang masih belum memadai. Dengan kemampuan Bahasa
Indonesia seperti itu, tujuan pendidikan di seokalah dasar yang telah
tentukan dalam kurikulum tidaklah akan dapat dicapai seluruhnya.
Kemampuan berbahasa Indonesia yang tidak memadai itu biasanya pada
kelas-kelas permulaan, disebabkan karena murid sebelum masuk sekolah
dasar pada umumnya tidak berbahasa Indonesia, dan baru mengenal
Bahasa Indonesia di sekolah, karena situasi kebahasaan disekelilingnya,
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah di luar pelajaran, di rumah, dan di
masyarakat, murid-murid itu lebih banyak menggunakan Bahasa Daerah.
Karena itu, kemampuan berbahasa Indonesia mereka tidak banyak
ditunjang oleh kegiatan berbahasa di luar kelas.
Kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu dengan bahasa
yang lain, baik itu langsung maupun tidak langsung. Kontak bahasa terjadi
jika dua bahasa atau lebih dipergunakan secara bergantian oleh seorang
pemakai bahasa. Menggunakan bahasa secara bergantian tidaklah mudah
apa lagi bagi siswa sekolah dasar. Siswa yang menggunakan dua bahasa
4
dalam berkomunikasi dalam kesehariannya akan mengalami kesulitan
dalam memilih dan menggunakan kosakata sewaktu menulis dalam
Bahasa Indonesia. Bahasa Daerah sangat berpengaruh dalam komunikasi
sehari-hari bagi para siswa, bahkan dalam berkomunikasi secara formal di
sekolah para siswa masih sering menggunakan bahasa ibu sebagai alat
untuk berkomunikasi sedangkan Bahasa Indonesia dipakai hanya terbatas
di kelas saja. Situasi seperti ini, terjadi juga pada siswa kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Interferensi dapat terjadi karena siswa di MI Nyatnyono 01
Kecamatan Ungaran Barat, dalam berkomunikasi baik dalam lingkungan
sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya lebih memilih
menggunakan Bahasa Daerah atau berbahasa Jawa sebagai bahasa resmi
dalam berkomunikasi. Bahkan pengantar pembelajaran di sekolah pun tak
jarang guru menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya,
sehingga perilaku guru tersebut mempengarui siswa dalam berkomunikasi.
Kebiasaan menggunakan bahasa Jawa menyebakan pemahaman kata-kata
dalam Bahasa Indonesia.
Interferensi juga dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa
tulis siswa. Dalam bahasa lisan dan bahasa tulis banyak terdapat
interferensi karena dalam bahasa lisan dan bahasa tulis siswa
menggunakan bahasa yang dimilikinya sendiri tanpa ada
mempengaruhinya. Ketika siswa menulis banyak ditemukan interferensi
karena melalui bahasa tulis siswa mampu mengekspresikan apa yang ada
5
dalam pikirannya tanpa ada yang mengendalikan sehingga bahasa yang
digunakan siswa lebih natural dan apa adanya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01
Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang sangat meyakinkan
adanya interferensi yang terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa
Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya alih penggunaan atau sering
disebut dengan alih kode dan adanya campur kode. Hal tersebut terjadi
karena siswa mencampurkan bahasa Jawa ngoko alus dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia.
Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional kita seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah, karena
pertumbuhan bahasa Indonesia itu banyak dipengaruhi oleh bahasa daerah.
Sering sekali tanpa kita sadari, kita berbahasa Indonesia kita berbahasa
Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita
gunakan dalam bertutur ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur
kata atau kalimat yang kita gunakan adalah struktur bahasa daerah.
Struktur bahasa daerah itu telah mendarah daging dalam tubuh kita,
sehingga sering secara kita sadari muncul dalam percakapan kita ketika
kita menggunakan bahasa Indonesia.
Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahas daerah atau dialek
setempat terhadap bahasa Indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita
hindari hanya jika kita menguasai benar struktur bahasa masing-masing
6
dan tahu benar makna tiap kata dalam setiap bahasa. Jangan menganggap
bahasa Indonesia itu mudah, yang mudah ialah bahasa ragam santai,
bahasa tutur yang kita gunakan sehari-hari, karena bahasa itu tidak terikat
kepada kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi
tidaklah mudah. Itu sebabnya, kita diletakkan pada suatu situasi resmi
yang terjaga, kita akan merasakan bahwa pekerjaan itu tidaklah mudah.
Misalnya bila kita tiba-tiba harus mengucapkan pidato di depan khalayak
ramai, atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau bentuk tulisan lai
seperti itu, barulah akan terasa kepada kita bahwa menggunakan kata-kata
yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang sangkakan orang.
Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita
harus memperdalam pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita hasus
banyak membaca buku-buku yang baik isi dan bahasanya teratur. Tanpa
usaha dengan sengaja kearah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap
tidak akan baik.
Berangkat dari fenomena diatas, yakni interferensi bahasa yang
banyak terjadi dilingkungan sekitar kita, maka penulis melakukan
penelitian dengan mengambil judul “Interferensi Bahasa Jawa Ngoko
Alus Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang
Tahun Pelajaran 2017/2018”
7
B. Fokus Penelitian
Dari berbagai uraian diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?
2. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa
Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
2. Mendiskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa
Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
kalangan masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi peneliti dan
memberikan manfaat kepada peserta didik MI Nyatnyono 01 Ungaran
Barat, kabupaten Semarang. Manfaat atau keguanaan penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
8
1. Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas
interferensi bahasa dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama
Islam Negri Salatiga (IAIN Salatiga).
2. Secara Praktis
a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk guru
b. Sebagai upaya memotivasi peserta didik agar penggunaan Bahasa
Indonesia denagan baik dan benar.
c. Meningkatkan kemampuan belajar siswa khususnya pelajaran
Bahasa Indonesia.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu
memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Interferensi
Interferensi merupakan kekliruan yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa
terhadap bahasa lain mencakup pengucapan suatu bunyi, tata bahasa,
dan kosa kata. Interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa
menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata
makna (semantik). Interferensi adalah bagaimana seseorang yang
dwibahasawan itu menjaga bahasa-bahasa itu sehingga terpisah dan
9
seberapa jauh seseorang itu mampu mencampuradukkan serta
bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam penggunaan bahasa
lainnya.
Interferensi merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat
terbawanya kebiasaan-kebiasaan uajran bahasa ibu atau dialek ke
dalam bahasa atau dialek kedua. Interferensi merupakan gejala
perubahan terbesar, terpenting danpaling dominan dalam
perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan akan
kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam
perkembangannya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk
kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan donor.
Gejala interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain sulit
untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari
perilaku penutur bahasa penerima.
2. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, yang mana bahasa
yang telah diakui secara yuridis sebagai bahasa resmi dalam suatu
negara. Bahasa resmi sesuai dengan statusnya yang mempunyai fungsi
tertentu. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa
tidak dapat lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi.
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah
Sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda
10
pada “konggres pemoeda”, 28 Oktober 1928 di Solo, menjadi bahasa
Indonesia.
3. Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat
pulau Jawa terutama Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogyakarta, Jawa
Timur dan masyarakat yan berasal dari daerah tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa pula merukan bahasa daerah di
Indonesia yang masih hidup dan berkembang. Karena penyebaran
penduduk bahasa Jawa dipakai pula dibeberapa daerah luar pulau
Jawa.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka
sistematika pembahasanya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal
pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini.
Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah
dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang landasan teori,
pengertian interferensi, jenis-jenis interferensi, penyebab interferensi,
pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
11
BAB III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian,
lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,
analisis data, dan penegecekan keabsahan data.
BAB IV Paparan dan Analisis Data. Bab ini berisi tentang bentuk-
bentuk interferensi penyebab terjadinya interferensi di MI Nyatnyono
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Paparan data yang
disajikan dengan topik sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian
dan analisis data.
BAB V Penutup. Berisi tentang simpulan dari seluruh hasil
penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi tentang bentuk dan penyebab
interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam proses pembelajaran Bahasa
Indonesia di MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Interferensi Bahasa Jawa
1. Pengertian Interferensi
Iterferensi merupakan topik sosiolinguistik yang terjadi sebagai
akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur
yang multilingual, yang mana dalam hal tersebut berkaitan dengan alih
kode dan campur kode. Alih kode adalah penggantian bahasa atau ragam
bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan
dilakukan dengan sadar, sedangkan campur kode adalah digunakannya
serpihan-serpihan dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa tulis
maupun lisan, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang
dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan, sementara integrasi tidak
dianggap sebagai gejala penyimpangan dikarenakan unsur-unsur bahasa,
sumber itu telah disesuaikan dengan bahasa sasarannya dan dianggap
sebagai perbendaharaan kata baru. Integrasi dipandang sebagai sesuatu
yang diperlukan jika tidak ada padanan kata dalam bahasa sasaran.
Interferensi merupakan penyusunan suatu bahasa ke bahasa lain,
akibat dari adanya kontak bahasa antara kedua masyarakat bahasa yang
bersangkutan. Persamaan lain terletak pada komponen yang terdapat
dalam proses pembentukannya (Jendra, 2007:14, dalam Suandi, 2014:
115-116) . Ketiga komponen tersebut diuraikan sebagai berikut :
13
a. Adanya bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang
menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke bahasa lain.
b. Adanya bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang
menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber tadi.
c. Adanya unsur bahasa yang terserap atau menyusup (importasi) atau
unsur serapan.
Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich untuk
menyebut adanya persentuhan sistem suatu bahasa sehubungan dengan
adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang
dilakukan oleh penutur bilingual. Menurut Weinreich (dalam buku
Suandi, 2014: 12) menganggap bahwa interferensi sebagai gejala
penyimpangan dari norma-norma kebahasaan yang terjadi pada
penggunaan bahasa seorang penutur sebagai akibat pengenalannya
terhadap lebih dari satu bahasa, yakni akibat kontak bahasa.
Menurut Osgood dan Sebeok (dalam buku Dardjowidjojo 2003: 3)
penutur berkemampuan berbahasa sejajar jika penutur bilingual
mempunyai kemampuan terhadap bahasa 1 denagn bahasa 2 sama
baiknya, artinya penutur bilingual tidak mempunyai kesulitan untuk
menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku
kedua bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Sementara itu,
penutur berkemampuan bahasa majemuk yaitu penutur yang kemampuan
berbahasa 2 lebih rendah atau berbeda dengan kemampuan berbahasa 1,
14
artinya penutur mempunyai kesulitan dalam menggunakan bahasa 2
karena dipengaruhi bahasa 1.
Sedangkan menurut Poerwadarminto dalam Pramudya (2006:27)
menyatakan bahwa interferensi berasal dari bahasa Inggris “Interference”
yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan. Interferensi secara
umum dapat diartikan sebagai percampuran dalam bidang bahasa.
Percampuran yang dimaksud adalah percampuran dua bahasa atau saling
pengaruh antara kedua bahasa.
Berbeda dengan Osgood dan Poerwadarminto, Hartman dan Strok
(dalam buku Dardjowidjojo 2003: 6) mengatakan bahwa tidak menyebut
interferensi sebagai pengacauan atau kekacauan, melainkan kekeliruan
yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa
ibu atau dialek ke dalam bahasa kedua.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
interferensi adalah gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam
bahasa lain. Fokus utama yang dapat menyebabkan interferensi adalah
adanya perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan
yang tidak saja dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman
kosakatanya. Gejala itu sendiri terjadi sebagai akibat pengenalan atau
pengidentifikasian penutur terhadap unsur-unsur tertentu dari bahasa
sumber, kemudian memakainya dalam bahasa sasaran. Di samping itu,
setiap bahasa manapun tidak pernah berada pada satu keadaan tertentu. Ia
15
selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Interferensi dianggap
gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa.
2. Interferensi Bahasa Jawa
a. Sejarah Singkat Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa pertama penduduk Jawa
yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan,
daerah-daerah transmigrasi di Indonesia, di antaranya, sebagian
Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan beberapa tempat di
luar negri, yaitu Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai
Barat Johor. Jumlah penuturnya sekarang 75,5 juta. Di dunia
terdapat 6,703 bahasa. Bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dalam
hal jumlah penutur terbanyak.
Bahasa Jawa secara diaknosis berkembang dari bahasa
Jawa Kuno. Bahasa Jawa Kuno berkembang dari bahasa Jawa
Kuno Purba. Bahasa Jawa atau disebut bahasa Jawa Baru/Modern
dipakai oleh masyarakat Jawa sejak sekitar abad 16 sampai
sekarang. Berkembangnya bahasa Jawa Baru bersamaan dengan
beralihnya kebudayaan Hindu-Budha-Jawa ke kebudayaan Islam-
Jawa. Bahasa Jawa Baru, yang banyak mendapat pengaruh
kosakata bahasa Arab, dipakai sebagai wahana baik lisan maupun
tertulis dalam suasana kebudayaan Islam-Jawa. Dalam suasana itu
ragam tulis bahasa Jawa tidak hanya ditulis dengan huruf jawa dan
16
Latin saja, tetapi juga ditulis dengan huruf arab. Huruf Arab
dipakai dan disesuaikan dengan sistem bahasa Jawa dan diubah
menjadi huruf Pegon.
Bahasa Jawa Kuno dipakai oleh masyarakat Jawa sejak
abad pertama Mesir sampai dengan abad ke-15. Mulai abad
pertama sampai dengan keenam bahasa Jawa kuno hanya dipakai
secara lisan. Bahasa Jawa Kuno banyak mendapat pengaruh
tambahan kosakata Sansekerta. Jumlah kosakata dari bahasa
Sansekerta mencapai 45% dari keseluruhan kosakata bahasa Jawa
Kuno yang ada. Bahasa Jawa Kuno dipakai sebagai wahana baik
lisan maupun tertulis dalam suasana kebudayaan Hindu-Budha-
Jawa sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-15. Huruf yang
dipakai mula-mula ialah Pallawa kemudian diciptakan huruf Jawa
Kuno. Pemakaian bahasa Jawa Kuno tertua tertulis ialah pada
Prasasti Sukabumi berangka tahun 726 Saka (25 Maret 804
Masehi). Karya sastra yang paling awal disadur dalam bahasa Jawa
Kuno dengan huruf Jawa Kuno pada abad ke-19 ialah Ramayana
dan Mahabarata, berasal dari India.
Pada masa transisi berkembangnya bahasa Jawa Kuno ke
Jawa Baru muncul bahasa Jawa Pertengahan. Munculnya bahasa
itu pada sekitar abad ke-15 atau sebelumnya. Bahasa Jawa Kuno
dan Jawa Pertengahan di Jawa sudah tidak dipakai lagi oleh
masyarakat sekarang. Namun, kedua bahasa ini di Bali masih
17
tumbuh subur dalam upacara suasana keagamaan. Kekawin
Ramayana, Sutasoma, dan Bharatayudha berbahasa Jawa Kuno
yang lebih bersuasana budaya Hindu-Budha-Jawa masih sering
ditembangkan, didiskusikan, dan diterjemahkan dalam bahasa
Bali/Indonesia oleh para sekaha bahasan yang hampir tersebar di
seluruh kawasan pulau itu. Hal yang sama dengan kakawin yang
sering diulas dan ditembangkan ialah berbagai kindung berbahasa
Jawa Pertengahan yang lebih bersuasana budaya Bali-Jawa,
diantaranya, Kidung Harsawijaya, Kidung Sunda, Kidung Rangga
Lawe, dan Wangbang Wadeya.
Bahasa Jawa Kuno Purba diperkirakan dipakai oleh
masyarakat Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada zaman
prasejarah sebagai alat komunikasi lisan sejak tiga juta sampai
menjelang abad pertama Masehi. Perkiraan itu didasarkan pada
ditemukannya fosil manusia purba Pithecamthropus Erectus pada
tahun 1939 oleh Ralph von Koenigswald di Sangiran, Surakarta,
Jawa Tengah. Dari fosil itu dapat diketahui bahwa Pulau Jawa
sejak tiga juta tahun sampai 10.000 tahun sebelum Masehi telah
dihuni oleh manusia. Mulai abad pertama orang Jawa telah
mengenal berbagai macam teknologi, di antaranya, cara bercocok
tanam, cara berlayar, arah mata angin, dan astronomi (Purwadi,
2004: 15)
18
Tersebarnya bahasa Jawa di Suriname, Belanda, dan New
Caledonia bersamaan dengan datangnya orang Jawa di sana.
Kelompok pertama orang Jawa sebagai tenaga kerja yang datang di
Suriname atas prakarsa Belanda pada 9 Agustus 1890. Ratusan
kelompok berikutnya datang kemudian. Peristiwa itu berlangsung
sampai dengan Desember 1939. Pada tahun 1971, berdasarkan
sensus, disebutkan ada 60.000 orang Jawa di Suriname. Menjelang
kemerdekaan Suriname tahun 1975 ada 30.000 orang berimigrasi
ke Belanda. Sekarang ada sekitar 60.000 orang Jawa di Suriname.
Kedatangan orang Jawa di New Caledonia sebagai tenaga kerja
dimulai sejak awal ke abad ke-20. Data terakhir pada tahun 1963
ada 3.900 orang Jawa di New Caledonia (Purwadi, 2004: 18).
Bahasa Jawa termasuk rumpun bahasa Austronesia.
Rumpun bahasa Austronesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu
rumpun sebelah barat dan timur. Termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia sebelah barat, diantaranya bahasa Indonesia (Melayu),
Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, bahasa-bahasa di Sulawesi
Utara dan di kepulauan Filipina. Karena serumpun, banyak morfem
imbuhan pada bahasa-bahasa itu mirip atau sama. Fungsi dan
artinya pun kadang-kadang sama (Purwadi, 2004: 25)
Bahasa Jawa digunakan oleh etnis terbesar di Asia
Tenggara. Hingga saat ini bahasa Jawa masih dipelihara dengan
sangat baik oleh orang Jawa yang tinggal di Pulau Jawa atau yang
19
sedang merantau di seluruh kepulauan Nusantara. Bahkan di luar
negri pun banyak orang Jawa yang tetap berbahasa Jawa dengan
sesamanya.
b. Implementasi Pembelajaran Bahasa Jawa
Komunikasi orang Jawa dalam pergaulan sangat
memperhatikan unggah-ungguhing basa. Kepribadian seseorang
bisa dicitrakan dalam bentuk kemampuan berbahasa. Penggunaan
bahasa secara tepat akan mendatangkan sikap hormat. Pilihan kata
yang benar menyebabkan urusan menjadi lancar. Terlebih-lebih
krama yang merupakan bahasa Jawa halus, penerapannya
memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang memadai.
Menurut Purwadi (2004: 4) kewibaan bahasa Jawa menjadi
lebih terhormat secara formal dan mendapat pengakuan secara
legal dari negara. Terbukti bahwa bahasa Jawa menjadi salah satu
kurikulum muatan lokal Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah,
sehingga peserta didik sejak dini sudah mengenal dasar-dasar
struktur gramatika bahasa Jawa. Bahkan ada beberapa Perguruan
Tinggi Negri yang membuka jurusan Bahasa dan Sastra Jawa.
Bahasa Jawa krama menyangkut apresiasi dan status sosial
yang erat sekali dengan etika dan sopan santun. Pada umumnya
krama digunakan oleh bawahan kepada atasan, anak kepada orang
tua, dan murid kepada gurunya. Dalam percakapan sehari-hari,
krama terbukti bisa membuat suasana harmonis. Dengan berbahasa
20
Jawa halus, berarti sudah memulai hubungan yang penuh tata
krama. Masing-masing pihak terjaga perasaannya dan emosi
mudah terkendali.
Bahasa merupakan alat komunikasi dalam pergaulan sehari-
hari. Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-
kaidah tata bahasa, juga masih harus memperhatikan siapa orang
yang diajak berbicara. Berbicara kepada orang tua berbeda dengan
berbicara pada anak kecil atau yang seumur. Kata-kata atau bahasa
yang ditunjukan pada orang lain itulah yang disebut: unggah-
ungguhing basa.
c. Unggah-ungguhing Basa
Unggah-ungguhing basa merupakan alat untuk
menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing
basa juga merupakan produk dari kehidupan sosial. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa struktur masyarakat merupakan faktor
pembentuk dari struktur bahasa. Atau dapat juga dikatakan struktur
bahasa merupakan pantulan dari struktur masyarakat. Struktur
bahasa yang mengenal unggah-ungguhing basa merupakan
pantulan dari struktur masyarakat yang mengenal tingkatan-
tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit unggah-
ungguhing basa, pasti makin rumit juga stratifikasi sosialnya.
Selanjutnya unggah-ungguhing basa memang sangat rumit,
meskipun sebenarnya tataran yang pokok hanyalah dua, yaitu
21
ngoko dan krama, lalu diantara kedua tataran pokok itu terdapat
banyak variasi.
Dalam unggah-unggihing basa, ada pula basa Ngoko yang
disusun dari kata-kata ngoko semua, adapun kata: aku, kowe, dan
ater-ater: dak-, ko-, di-, juga panambang: -ku, -mu, -e, -ake, tidak
berubah. Adapun gunanya untuk bercakap-cakap atau berbicara:
1) Orang tua kepada anak, cucu, atau pada anak muda lainnya.
2) Percakapan orang-orang sederajat, tidak memperhatikan
kedudukan dan usia, jadi seperti kanak-kanak dengan
temannya. Pada awal revolusi basa ngoko seringkali dipakai
dalam pertemuan atau rapat. Mereka menyebut bahasa ini Basa
Jawa Dipa. Namun saat ini dalam pertemuan atau rapat, yang
sering dipakai adalah Bahasa Indonesia, dan jika terpaksa
menggunakan Bahasa Jawa mereka kembali menerapkan
unggah-ungguhing basa dalam pertemuan seperti dahulu, yaitu
menggunakan bahasa krama. Sebab orang yang diajak berbicara
dalam petemuan itu dianggap orang yang harus dihormati.
3) Atasan pada bawahannya, juga menggunakan basa ngoko.
Namun sekarang ini kebanyakan menggunakan basa krama,
meskipun tidak lengkap. Sebab di sini terkandung maksud
menghormati bawahannya, dianggap sederajat, sebagai rekan
kerja.
22
4) Dipakai pada saat ngunandika, sebab yang diajak berbicara
adalah diri sendiri tentu saja tidak perlu penghormatan.
3. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus
Bahasa Jawa Ngoko alus, bahasa yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, yang berasal dari tanah
Jawa itu sendiri. Menurut Suryaningrum, Bahasa Jawa Ngoko Alus
untuk menekankan tuturan pada topik yang dipentingkan, untuk
mengutip kalimat, untuk ngudarasa, merayu mitra tutur, untuk
mengembalikan situasi non-formal ke formal, untuk menyakinkan
mitra tutur, untuk melakukan transliterasi, untuk memberi informasi,
untuk berdoa, dan untuk memperlancar komunikasi.
Bahasa Jawa Ngoko alus menurut Haryana (2001: 5) bahasa
ngoko yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah
terbiasa serta yang dianggap sesama atau satu strata sosial. Ciri khas
dari ngoko alus yakni gaya bahasa yang digunakan lebih halus dan
dengan tujuan tidak menyakiti hati dan menghormati lawan bicaranya.
Sebagai contoh: “Mau Bu Brata ngutus aku supaya nyaosake layang
marang panjenengan”, yang apabila diartikan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi “Tadi Bu Brata menyuruh saya supaya memberikan
surat kepadamu”. Bahasa Jawa Ngoko alus pun apabila didengar lebih
enak di telinga, meski dengan kata yang sederhana.
Interferensi dapat terjadi dalam situasi formal dan informal.
Dalam situasi formal, slah satunya adalah dalam kegiatan belajar
23
mengajar di sekolah. Berdasarkan pada Undang- undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada Bab III tentang Bahasa
Negara pasal 25 ayat 3 disebutkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi negara sebagaimana di maksud pada ayat (1) berfungsi
sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi
tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi, dan
dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Amanat undang-undang tersebut secara tersurat mewajibkan
penggunaan bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran karena
merupakan bagian dari pelaksanaan pendidikan. Namun, faktanya
dalam pelaksanaan pembelajaran fenomena interferensi ini sangat sulit
dihindari. Tak lain adalah fenomena interferensi bahasa Jawa ngoko
alus dalam bahasa Indonesia. Sebab, bahasa Jawa sebagai bahasa
pertama orang Jawa, dengan begitu sangatlah mempengaruhi
penggunaan bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia pun menjadi
bahasa kedua bagi penggunanya. Hal ini dapat dilihat dalam tuturan
berikut.
(1) Anak-anak yang sudah membaca langsung nulis soal di buku PR
(2) Riza, kamu kenapa ndak mau ndengerin bu guru?
(3) Bu guru saya mau nanya, itu buat PR?
(4) Bu guru, itu njawabnya bagaimana?
24
Proses pembentukan kata nulis, ndengerin, nanya, dan njawab
terjadi kerena dipengaruhi oleh kaidah morfofonemik bahasa Jawa.
Kaidah tersebut yaitu apabila afiks n- melekat pada kata dasar
berawalan dengan fonem /t/ maka akan luluh seperti berikut.
n-+tutup = nutup ”menutup”
n-+timba = nimba “menimba”
Berdasarkan hal tersebut, proses pembentukan kata nulis,
ndengerin, nanya, dan njawab sebagai berikut.
n-+tulis = nulis “menulis”
n-+dengar (denger)+ -in = ndengerin “mendengarkan”
n-+tanya = nanya “bertanya”
n-+jawab = njawab “menjawab”
Wujud interferensi tersebut jika dibiarkan secara terus menerus
dalam konteks pembelajaran, bukan tidak mungkin bahasa Indonesia
akan diabaikan. Bisa jadi, penutur akan berprinsip “asal orang yang
diajak bicara mengerti”. Kejadian seperti ini akan membawa peran
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan menjadi
tidak bermatabat.
Dalam konteks lain, wujud interferensi bahasa Jawa ngoko alus
ke dalam bahasa Indonesia justru sengaja dilakukan dengan tujuan
menghormati mitra tutur. Cermati kata berikut.
(1) Bu guru, njenengan kemarin tidak masuk kenapa bu?
(2) Bu guru, kulo mau ijin ke kamar mandi.
25
(3) Bu guru saya haus, kalau minum di kelas angsal bu?
Contoh tersebut menunjukkan bahwa interferensi bahasa Jawa
ngoko alus ke dalam bahasa Indonesia bukanlah pengacauan, tetapi
salah satu upaya atau strategi pewujudan kesantunan berbahasa.
Rahardi (2005:67) menyatakan, santun berbahasa sangat penting
diperhatikan dalam kehidupan sosial untuk menghindari konflik yang
mungkin terjadi setiap interaksi komunikasi. Bahasa santun berfungsi
dalam dua cara, semuanya berhubungan dengan budaya, yaitu (1)
melalui apa yang dikatakan dan apa rujukannya atau yang disebut
semantik, dan (2) melalui apa yang dilakukan dalam konteks atau
dikenal dengan istilah pragmatik. Namun, dalam hal ini lebih
dikaitakan dengan sosiolinguistik.
Ngalim (2013:78) menjelaskan bahwa kesantunan berbahasa
merupakan salh satu wujud perilaku berbahasa (language behavior)
yang disepakati oleh komunitas pemakai bahasa tertentu, dalam
rangka saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain.
Tujuan mempelajari kesantunan berbahasa adalah bagaimana
kesantunan didefinisikan sebagai wujud komunikasi yang respek
terhadap hubungan antara penutur dengan mitra tutur sehingga
penggunaan strategi komunikasi dikenal oleh masyarakat sebagai
sebuah kekuatan penuturan yang sekaligus dilakukan secara khusus.
Yayuk (2012:173) menyatakan bahwa sistem penggunaan
bahasa yang mendasari kesantunan berbahasa dapat disebut sopan-
26
santun berbahasa atau ini lazim diungkapkan dengan kata ganti orang,
sistem sapaan, dan penggunaan gelar. Dalam beberapa bahasa,
perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si alamat/pendengar
diwujudkan dalam seleksi kata data/atau sistem morfologi kata-kata
tertentu. Beberapa aturan atau maksim dalam prinsip kesantunan,
yaitu (1) maksim kebijakan yang mengutamakan kearifan bahasa, (2)
maksim penerimaan yang mengutamakan keuntungan untuk orang
lain dan kerugian untuk diri sendiri, (3) maksim kemurahan yang
mengutamakan kesalutan/rasa hormat pada orang lain dan rasa kurang
hormat pada diri sendiri, (4) maksim kerendahan hati yang
mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah hati pada diri
sendiri, (5) maksim kecocokan yang mengutamakan kecocockan pada
orang lain, dan (6) maksim kesimpatisan yang mengutamakan rasa
simpati pada orang lain. Dengan menerapkan prinsip kesopanan ini,
orang tidak lagi menggunakan ungkapan-ungkapan yang merendahkan
orang lain sehingga komunikasi akan berjalan dalam situasi yang
kondusif ( Harjawiyana, 2001: 23)
Fenomena-fenomena yang telah dijelaskan di atas
menunjukkan bahwa interferensi bahasa Jawa ngoko alus kedalam
bahasa Indonesia sebagai strategi kesantunan berbahasa memiliki
dampak positif dalam komunikasi sosial dan sebagai bentuk strategi
realisasi kesantunan dalam berbahasa.
27
4. Interferensi Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia
Dari segi pengembangan bahasa, interferensi merupakan suatu
mekanisme yang sangat penting untuk memperkaya dan
mengembangkan suatu bahasa untuk mencapai taraf kesempurnaan
bahasa, sehingga dapat digunakan dalam segala bidang kegiatan.
Bahkan Hocket (dalam buku Suandi 2014: 19) mengatakan bahwa
interferensi merupakan suatu gejala terbesar, terpenting dan paling
dominan dalam bahasa.
Kontribusi utama interferensi yaitu bidang kosakata. Bahasa
yang mempunyai latar belakang sosial budaya, pemakaian yang luas
dan mempunyai kosakata yang sangat banyak, akan banyak memberi
kontribusi kosakata kepada bahasa-bahasa yang berkembang dan
mempunyai kontak dengan bahasa tersebut. Dalam proses ini bahasa
yang memberi atau memengaruhi disebut bahasa sumber atau bahasa
donor, dan bahasa yang menerima disebut bahasa penyerap atau
bahasa resepien, sedangkan unsur yang diberikan disebut unsur
serapan atau inportasi.
Menurut Wedhawati, dkk (2006: 25) interferensi dalam bahasa
Indonesia dan bahasa-bahasa nusantara berlaku bolak balik, artinya,
unsur bahasa daerah bisa memasuki bahasa Indonesia dan bahasa
Indonesia banyak memasuki bahasa daerah. Tetapi dengan bahasa
asing, bahasa Indonesia hanya menjadi penerima dan tidak pernah
menjadi pemberi. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah masyarakat
28
yang berdwibahasa. Mereka menggunakan bahasa Indonesia di
samping bahasa daerahnya masing-masing. Pengaruh bahasa Indonesia
terhadap bahasa Jawa baik lisan maupun tulisan merupakan hal yang
tidak bisa terhindarkan.
Interferensi dapat terjadi pada saat penutur menggunakan
bahasa pertama ketika sedang berbicara dalam bahasa kedua,
pemakaian bahasa ibu pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia
mengakibatkan adanya penyimpangan struktur bahasa. Penyimpangan
struktur tersebut dapat mengakibatkan terjadinya interferensi. Adapun
faktor yang membelakangi timbulnya interferensi antara lain:
a. Kebiasaan penutur menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
pertama. Hortman dan Stoork dalam Alwasilah menganggap
bahwa interferensi sebagai kekliruan disebabkan terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek bahasa ibu ke dalam
bahasa atau dialaek kedua. Secara tidak sadar penutur
menggunakan bahasa daerah ketika berbicara dalam konteks
bahasa Indonesia. Hal ini dapat dihindari oleh penutur, karena
sebenarnya kata-kata bahasa ibu yang digunakan oleh seorang
dwibahasawan sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Interfernsi bahasa yang terjadi karena kebiasaan penutur
mengguanakan bahsa daerah dapat dilihat dalam pembentukan kata
(morfologis) dan struktur kalimat (sintaksis).
29
b. Penutur ingin menunjukkan nuansa kedaerahan pada
percakapannya. Ada suatu kenyamanan ketika bertutur memakai
bahsa daerah dengan orang yang berasal dari daerah yang sama.
Dengan menggunakan bahasa daerah, percakapan akan dirasakan
akrab oleh penutur.
Selain faktor-faktor di atas menurut Weinrich ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi:
1. Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya
interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik
dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan
terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan,
yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.
2. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa
penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal
itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang
digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang
dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan
muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang
diguanakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
30
3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya
terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat
di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain
yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul
dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal
konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum
mempunyai kosakata untuk mengungkapkannya, secara sengaja
pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa
sumber untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa
sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.
Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru,
cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata
baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat
terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk
memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.
4. Menghilangya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan
cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata
bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila
bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu
pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah
menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya
31
interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari
bahasa sumber.
Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata
yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti
interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa
penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih
cepat dintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa
penerima.
5. Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang
cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk
menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang
yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang
bersinonim, pemakaian bahas dapat mempunyai variasi kosakata
yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara
berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, ini cukup
penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam
bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa
sumberuntuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan
demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong
timbulnya interferensi.
32
6. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya
interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa
dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.
Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan
pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang
timbul karena faktor itu biasanya berupa pemakaian unsur-unsur
bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan.
7. Terbawanya kebiasaan bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa
penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena
kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap
bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang
sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa
asing. Dalam menggunakan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-
kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah
kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan
menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa
ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
Ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam
terjadinya proses interferensi yaitu:
1. Bahasa sumber (source language) atau biasa dikenal dengan
sebutan bahasa donor. Bahasa donor adalah bahasa yang dominan
33
dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur bahasa itu
kerapkali dipinjam untuk kepentingan komunikasi antarwarga
masyarakat.
2. Bahasa sasaran atau bahasa penyerap (recipient). Bahasa penyerap
adalah bahasa yang menerima unsur-unsur asing itu dan kemudian
menyelaraskan kaidah-kaidah pelafalan dan penulisannya ke dalam
bahasa penerima tersebut.
3. Unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud
di sini adalah beralihnya unsur-unsur dari bahasa asing menjadi
bahasa penerima.
Interferensi merupakan gejala umum dalam sosiolinguistik
yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua
bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Hal ini
merupakan suatu masalah yang menarik perhatian ahli bahasa. Mereka
memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Berdasarkan pengamatan para ahli tersebut muncullah berbagai macam
jenis interferensi.
Secara umum, interferensi menjadi lima macam, yaitu:
1. Interferensi kultural dapat tercermin melalui bahasa yang
digunakan oleh dwibahasawan. Dalam tutur-fenomena atau
pengalaman baru.
2. Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam
penggunaan kata yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.
34
3. Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata
pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua,
sedangkan interferensi belum dapat diterima sebagai bagaimana
bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau
bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.
4. Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan
artikulasi.
5. Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis
dan sintaksis.
Interferensi menurut Jendra (2007: 144), dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang yang menimbulkan berbagai macam
interferensi. Interferensi tersebut dapat dilihat dari pandangan (1)
bidang unsur serapan, (2) asal usul unsur serapan, (3) arah unsur
serapan, dan (4) pelakunya.
1) Jenis Interferensi Ditinjau dari Segi Bidang Unsur Serapannya
Interferensi dapat meliputi berbagai aspek kebahsaan, bisa
menyusup pada sistem tata bunyinya (fonologi), tata bentukan
katanya (morfologi), tata kalimatnya (sintaksis), kosa katanya
(leksikon), dan bisa pula menyusup dalam bidang tata makna
(semantik). Berikut akan dijelaskan interferensi yang terjadi dalam
bidang-bidang tersebut.
35
a) Interferensi Fonologi atau Bunyi
Interferensi terjadi bila penutur itu mengidentifikasi
fonem sistem bahasa pertama (bahasa sumber atau bahasa yang
sangat kuat memengaruhi seorang penutur) dan kemudian
memakainya dalam sistem bahasa kedua (bahasa sasaran).
Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, dia menyesuaikan
pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama.
Menurut Weinreich tipe interferensi dalam bidang
fonologi penutur Jawa disebut sebagai interferensi
overdiferensiasi.
Penutur dari Jawa selalu menambahkan bunyi nasal
yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan
konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata: /mBandung/,
/mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/, /nyJambi/ dalam
pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata
bunyi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia.
b) Interferensi Morfologi atau Tatabahasa
Interferensi tata bentuk kata atau morfologi terjadi bila
dalam pembentukan kata-kata bahasa pertama, penutur
menggunakan atau menyerap awalan atau akhiran bahasa
kedua. Interferensi juga terjadi apabila seorang penutur
mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama dan
kemudian menggunakannya dalam bahasa kedua.
36
Misalnya awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya
tertabrak, kejebak seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya
terlalu kecil. Tipe lain interferensi ini adalah interferensi
struktur, yaitu pemakaian struktur bahasa pertama dalam
bahasa kedua.
c) Interferensi Sintaksis atau Kosakata
Interferensi ini terjadi karena pemindahan morfem atau kata
bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua. Bisa juga
terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni
memperluas makna kata yang sudah ada sehingga kata dasar
tersebut memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari
kedua kemungkinan di atas.
Contoh kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa-
Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kalimat itu adalah
“Di sini toko Laris yang mahal sendiri” (diangakt dari Djoko
Kentjono 1982 dalam buku Jendra 2007: 150).
Kalimat bahasa Indonesia itu berstruktur bahasa Jawa, sebab
dalam bahasa Jawa bunyinya adalah
“Ning kene toko Laris sing larang dhewe”.
Penggunaan serpihan kata, frase, dan klausa di dalam kalimat
dapat juga dianggap sebagai interferensi. Contohnya:
37
Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda
tangan saja (Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan
dia, maka saya tanda tangani saja)
d) Interferensi Semantik atau Tatamakna
Interferensi dalam tata makna dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Interferensi perluasan makna atau expainsive interference,
yakni pereistiwa penyerapan unsur-unsur kosakata ke
dalam bahasa lainnya.
2. Interferensi penambahan makna atau additive, yakni
penambahan kosakata baru dengan makna yang agak
khusus meskipun kosakata lama masih tetap dipergunakan
dan masih mempunyai makna lengkap.
3. Interferensi penggantian makna atau resplasive
interference, yakni interferensi yang tejadi karena
penggantian kosakata yan disebabkan adanya perubahan
makna.
2) Jenis Interferensi Ditinjau dari Asal-Usul Unsur Serapan
Ditinjau dari asal-usul serapannya interferensi dapat dibedakan
menjadi dua macam.
a. Penyusupan sekeluarga, merupakan interferensi yang terjadi
antarbahasa yan masih satu keluarga. Misalnya interferensi
yang terjadi antara bahasa Bali dan bahasa Jawa.
38
b. Penyusupan bukan sekeluarga, merupakan interferensi yang
terjadi antarbahasa yang tidak sekeluaraga. Misalnya
penyusupan bahasa Iggris ke bahasa Indonesia, atau
sebaliknya.
Kedua macama interferensi di atas memiliki nilai yang
kurang menguntungkan. Dikatakan demikian karena pada
hakikatnya interferensi bersifat pengacauan atau
penyimpangan. Bentuk interferensi seperti di atas sebaliknya
dihindari penggunaannya.
3) Jenis Interferensi Ditinjau dari Arah Unsur Serapan
Komponen interferensi seperti yang telah dijelaskan
sebelumya meliputi tiga unsur bahasa, yaitu bahasa sumber atau
bahasa donor, bahasa penyerap atau peneriam, dan unsur serapan
itu sendiri. Setiap bahasa secara teoretis akan sangat mungkin
berkedudukan sebagai bahasa sumber, demikian juga sebaliknya.
4) Jenis Interferensi Ditinjau dari Segi Pelakunya
Ditinjau dari segi pelakunya interferensi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu interferensi perlakuan dan interferensi
perkembangan.
a. Interferensi perlakuan, merupakan interferensi yang terjadi
pada pelaku bahasa perseorangan.
b. Interferensi perkembangan, merupakan jenis interferensi yang
terjadi pada individu yang sedang belajar bahasa kedua atau
39
bahasa asing pada tingkat permulaan. Interferensi
perkembangan ini perlu mendapatkan perhatian khusus, agar
kekacauan tersebut tidak terus terjadi. Pencegahan dan
penanggulangan gejala interferensi seyogyanya dilakukan oleh
setiap pengajar bahasa demi pembinaan dan pengembangan
bahasa yang dijadikan bahasa pelajaran tersebut.
Dennes dkk. (dalam buku Suandi 2014: 23 ) yang mengacu pada
pendapat Weinrich mengidentifikasi atas empat jenis. Berikut
diuraikan keempat jenis interferensi tersebut.
(1) Peminjaman unsur suatu bahasa ke dalam tuturan bahasa
lain dan dalam peminjaman itu ada aspek tertentu yang
ditransfer. Hubungan antar bahasa yang unsur-unsurnya
dipinjam disebut bahasa sumber, sedangkan bahsa penerima
disebut bahasa peminjam.
(2) Penggantian unsur suatu bahasa dengan padanannya ke
dalam suatu tuturan bahasa yang lain. Dalam penggantian
itu ada aspek dari suatu bahasa disalin ke dalam bahasa
lain yang disebut subtitusi.
(3) Penerapan hubungan ketatatbahasaan bahasa A ke dalam
morfem bahasa B juga dalam kaitan tuturan bahasa B.,
atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa B
yang tidak ada modelnya dalam bahasa A.
40
(4) Perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara suatu
morfem bahasa B tertentu dan morfem bahasa A tertentu,
yang menimbulkan perubahan fungsi morfem bahasa B
berdasarkan satu model tata bahasa A.
Yusuf membagi peristiwa interferensi menjadi empat jenis,
yaitu:
1) Interferensi bunyi, interferensi ini terjadi karena
pemakaian bunyi satu bahasa ke dalam bahasa yang lain
dalam tuturan dwibahasawan.
2) Interferensi tatabahasa, interferensi ini terjadi apabila
dwibahasawan mengidentifikasi morfem atau tata bahasa
pertama kemudian menggunakannya dalam bahasa
keduanya.
3) Interferensi kosakata , interferensi ini bisa terjadi dalam
berbagai bentuk, misalnya terjadi pada kata dasar, tingkat
kelompok kata maupun frasa.
4) Interferensi tata makna, interferensi ini bisa terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu (a) interferensi perluasan
makna, (b) interferensi penambahan makna, dan (c)
interferensi penggantian makna.
Huda yang mengacu pada pendapat Weinrich mengidentifikasi
interferensi atas empat macam, yaitu:
41
1) Mentransfer unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain.
2) Adanya perubahan fungsi dan kategori yang disebabkan
oleh adanya pemindahan.
3) Penerapan unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan
bahasa pertama.
4) Kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua mengingat
tidak ada equivalensi dalam bahasa pertama.
B. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sebelum membahas mengenai pembelajaran bahasa Indonesia,
penulis akan membahas sedikit mengenai pentingnya pendidikan.
Menurut Zakiah dkk (2014: 27) dalam agama Islam telah diajarkan
bahwa begitu pentingnya pendidikan. Pengertian pendidikan seperti
yang lazim dipahami sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi
usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan
seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi
contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan
menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksaan ide,
pemebntukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam
pengertian sekarang. Orang Arab Mekah yang tadinya penyembah
berhala, musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan
kegiatan Nabi mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah
menjadi penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim,
lemah lembut dan hormat pada orang lain. Mereka telah berkepribadian
42
muslim sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran islam. Dengan itu
berarti Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian
muslim sekaligus berarti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang
pendidik yang berhasil. Apa yang telah dilakukan oleh Rasul dalam
membentuk manusi, kita rumuskan sekarang dengan pendiidkan Islam.
Cirinya ialah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk
ajaran Islam. Untuk itu, perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat, dan
lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya.
Dari apa yang telah digambarkan penulis di atas, bahwasannya
tujuan pendidikan yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai. Maka, pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan
yang berproses melalui tahapan-tahapan dan tingkatan-tingkatan,
tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu
benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh
aspek kehidupannya. Begitu pula dalam pendidikan yang telah
diajarakan di IAIN Salatiga dengan tujuan dan harapan agar tercapainya
pendidikan yang menjadikan generasi yang lebih baik, generasi yang
berkepribadian sholeh, berakhlakul karimah, dan menjadi insan yang
kamil. Insan yang kamil, manusia yang utuh rohani dan jasmani, dapat
hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya
kepada Allah SWT.
43
Berkenaan dengan pendidikan bahwasanya pendidikan itu juga
perlu adanya tanggung jawab. Pendidikan berlangsung seumur hidup
dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan
masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Memasuki pembahasan mengenai pemelajaran Bahasa
Indonesia. Bahasa menurut Dardjowidjojo (2003:16) adalah suatu
sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu
masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar
sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.
Sistem pada definisi ini merujuk pada adanya elemen-elemen berserta
hubungan satu sama lainnya yang akhirnya membentuk suatu konsisiten
yang sifatnya hierarkhis. Dalam bidang fonologi, misalnya, elemen-
elemen ini adalah bunyi-bunyi yang terdapat pada bahasa yang
bersangkutan. Elemen bunyi ini tentunya berebeda dari satu bahasa ke
bahasa yang lain.
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan
(berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dengan
orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan meningkatkan
kemampuan intelektual. Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah
program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi
kemampuan berbahasa dan menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa
Indonesia. Bunyi-bunyi dalam berbahasa membentuk suatu sistem,
44
dalam arti bahwa perpaduan antara bunyi satu dengan bunyi yang lain
tidak acak tetapi mengikuti aturan tertentu.
Sistem dalam bahasa adalah sistem yang terdiri dari simbol-
simbol. Kerena bahasa adalah lisan, maka simbol-simbol ini juga
simbol-simbol lisan. Simbol-simbol ini bersifat arbiter, yakni tidak ada
keterkaitan antara simbol-simbol ini dengan benda, keadaan, atau
peristiwa yang diwakilinya. Tidak ada alasan mengapa benda yang
dipakai untuk duduk dinamakan kursi, yang dikirimkan lewat pos
dinamakan surat, dan yang diminum namanya air, begitu pula keadaan
yang tidak sehat dinamakan sakit, dan perbuatan mengambil milik
orang lain dinamakan mencuri. Semua kata ini tidak mempunyai alasan
mengapa demikian wujudnya.
Sistem simbol lisan yang arbitrer ini dipakai oleh masyarakat
bahasa tersebut, yakni masyarakat yang memiliki bahasa itu. Orang dari
masyarakat bahasa lain tentunya tidak dapat memakai sistem ini.
Pemakai bahasa menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan
berinteraksi antara sesama mereka, tetapi dalam berinteraksi itu mereka,
secara tidak sadar, dikendala oleh budaya yang mereka pangku.
Perilaku bahasa mereka merupakan cerminan dari budaya mereka.
Penolakan terhadap kalimat Tutiek mwngawini Achmad bukan
disebabkan oleh kekeliruan tatabahasa tetapi ketidak-layaknya pada
budaya masyarakat Indonesia. Dalam tatabudaya kita, seorang wanita
bisa kawin dengan seorang pria, tetapi tidak dapat mengawininya.
45
Sebaliknya, kalimat Inggris How old are you? yang ditujukan kepada
seorang wanita terasa normal bagi kita, tetapi dianggap kurang layak
oleh penutur Inggris karena dalam tatabahasa Inggris maslah umur,
terutama bagi wanita, adalah masalah pribadi yang tidak layak untuk
dipertanyakan.
Waktu kita mendengarkan orang lain berbicara, kita rasanya
dengan begitu saja dapat memahami apa yang dia katakan. Kita tidak
menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi-bunyi
yang melewati udara itu sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat
komplek. Hal ini kita rasakan apabila kita mendengarkan orang yang
berbicara dalam bahasa asing. Kecuali bila bahasa asing kita telah
sangat baik, biasanya kita benar-benar menyimak tiap kata yang dia
keluarkan untuk dapat memahaminya. Bahkan yang sering terjadi ialah
bahwa belum lagi kita menangkap dan memahami suatu deretan kata
yang diucapkan, pembicara tadi telah berlanjut dengan kata-kata yang
lain sehingga akhirnya kita ketinggalan. Hasilnya adalah bahwa kita
tidak dapat memahami, atau tidak memahami dengan baik, apa yang
kita katakan.
Persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi bisa pula
dipengaruhi oleh kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan dengan
bunyi-bunyi yang lain secara cepat akan sedikit banyak berubah
lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar kita tetap saja dapat memilah-
milahnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuan kita sebagai
46
penutur bahasa membantu kita dalam proses persepsi. Faktor lain yang
membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran adalah pengetahuan
kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu bunyi yang
terucap dengan tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana
bunyi itu terdapat. Bila dalam mengucapkan kalimat Dia sedang sakit
kita terbatuk persis pada saat kita akan mengucapkan kata sakit,
sehingga kata ini kedengaran seperti /keakit/, pendengar kita akan dapat
menerka bahwa kata yang terbatukkan itu adalah sakit dari konteks di
mana kata itu dipakai atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh
pembicara.
Menurut Iskandarwassid, dkk (2015: 264) mengatakan bahwa,
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia berfungsi
antara lain sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar resmi
lembaga pendidikan, bahasa resmi berhubungan pada tinkat nasional,
dan bahasa media massa. Melalui peningkatan mutu pembelajaran
bahasa Indonesia akan menghantarkan ke pintu gerbang penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mata pelajaran bahasa Indonesia bagi Madrasah Ibtidaiyah
memandang mata pelajaran bahasa dan sastra adalah program untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap
positif terhadap bahasa Indonesia. Melalui mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia bertujuan menjembatani MI dalam pembelajaran,
47
penguasaan kebahasaan, aspek kesastraan, dan aspek keterampilan
berbahasa yang meliputi: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
1. Fungsi Bahasa Indonesia
Sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebahagi bahasa
nasional dan bahasa negara, maka fungsi bahasa Indonesia adalah:
a. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa.
b. Sarana peningkatan pengetahuan dan ketampilan berbahasa
Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya.
c. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa
Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
d. Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik
dan benar untuk berbagai keperluan masalah.
e. Sarana pengembangan penalaran.
Dengan demikian, fungsi bahasa Indonesia menyangkut
pengembangan sikap, logika, dan keterampilan. Sementara ditinjau dari
sudut perkembangan psikologis, maka bahasa Indonesia mempercepat
proses sosialisasi diri dan alat untuk pernyataan diri, yang pada proses
berikutnya memantapkan konsep diri atau percaya diri. Artinya, pada
saat-saat usia tertentu akan terlayani kebutuhannya.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
untuk MI meliputi penguasaan kebahasaan (fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, dan wacana), kemampuan mengapresiasi sastra, dan
48
akhirnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia baik ragam tulis
maupun ragam lisan.
Adapun hal-hal dapat diperhatikan yang berkenaan dengan
pelaksanaan yakni: butir pembelajaran kebahasaan diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa. Pelaksanaannya di kelas butir
pembelajaran ini, diintegrasikan ke dalam butir pembelajaran lain yang
dapat dilakukan secara bersamaan. Keterampialn menyimak ini
tentunya dapat dipadukan baik dengan keterampilan berbicara,
membaca dan menulis bahkan dengan aspek-aspek kebahasaan yang
terdapat pada pada wacana yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Mac Carthy dalam Tarigan dan Tarigan yang menyatakan
bahwa kegiatan menyimak dan berbicara berhubungan erat dengan
bahasa lisan. Sedangkan membaca dan menulis berhubungan erat
dengan bahasa tulis. Kegiatan membaca nyaring merupakan
perkecualian mencakup kedua kegiatan tersebut.
Dengan demikian, keepat keterampilan berbahasa, yakni
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis pembelajarannya dapat
berintegrasi. Integrasi ini kemudian dilanjutkan pada butir pembelajaran
yang berkenaan dengan struktur bahasa dan sastra. Karya sastra baik itu
berberbentuk prosa, puisi, drama, dapat dijadikan bahan pembelajaran
keterampilan berbahasa. Artinya, pembelajaran bahasa dan satra
Indonesia ini menggunakan pendekatan holistik/integratif.
49
Pendekatan ini banyak keuntungannya, diantarannya waktu
yang digunakan cukup efektif, siswa akan melihat materi dalam konteks
yang saling berhubungan, karena pada dasarnya bahasa merupakan
sebuah sistem, butir pembelajaran bukan kotak-kotak lepas yang
terpisah dari satuannya.
2. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam pengajaran bahasa Indonesia aspek yang terkandung
diantaranya adalah:
a. Mendengarkan
Mendengarkan ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja
kepada suara, atau menangkap pikiran orang berbicara dengan
alat pendengaran kita, dengan tepat dan teratur.
Mendengar dan mendengarkan itu berbeda. Mendengar dapat
dilakukan setiap orang yang alat pendengarannya normal, dengan
kata lain jika orang itu tidak tuli. Sedangkan mendengarkan
membutuhkan kecakapan yang harus dipelajari dengan latihan-
latihan yang berulang-ulang, kecakapan yang tidak dikuasai dengan
cukup oleh setiap orang.
Untuk mendengarkan dengan baik, kita harus:
1) Mengerti akan kata-kata yang dipakai.
2) Memahami dan mengenal bentuk kalimatnya.
3) Menangkap isi dan maksud percakapan itu dengan teratur.
50
b. Membaca
Membaca dan mendengarkan keduanya termasuk penguasaan
bahasa basif. Tujuan membaca ialah menangkap bahasa yang
tetulis dengan tepat dan teratur. Mendengarkan itu berlangsung
dengan spontan, dan diajarkan denagn spontan pula. Sedangkan
membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang lain
denagan perantaraan tulisan (gambar dari bahasa yang
dilisankan). Jadi pada mendengarkan, dengan langsung kita
tangkap melalui tanda-tanda, kita harus menguasai teknik
membaca. Dalam pengajaran membaca tugas kita ialah:
1) Mengajarkan teknik membaca
2) Mengajarkan membaca yang sebenarnya, yaitu menangkap
pikiran dan perasaan orang lain melalui bahasa tulisan.
c. Bercakap-cakap
Bercakap-cakap ialah termasuk kepada penguasaan bahasa
aktif. Yang dimaksud dengan bercerita ialah melahirkan pikiran
dan perasaan yang teratur, dengan memakai bahasa lisan.
Sesungguhnya kedua pengertian itu memang berbeda, dan
digunakan untuk pengejaran yang berbeda maksud serta
pelaksanaannya.
Bercakap-cakap termasuk ke dalam kelompok pengajaran
bahasa. Di dalam pengajaran bercakap-cakap para siswa yang
aktif melakukannya, dan memang tujuannya ialah melatih
51
anak-anak supaya dapat melahirkan perasaan dan pikirannya
denagan teratur secara lisan. Sedangkan guru dalam hal ini
hanyalah memimpin dan memberi petunjuk-petunjuk
seperlunya. Bercerita kecuali merupakan mata pelajaran, juga
merupakan bentuk mengajar yang dapat digunakan terhadap
berbagai mata pelajaran. Di SD/MI kerap kali bercerita itu
dihubungkan dengan mata pelajaran budi pekerti. Pengajaran
budi pekerti di SD/MI umumnya dilaksanakan atau merupakan
pengajaran bercerita. Dalam pengajaran bercerita guru yang
aktif bercerita, para siswa mendengarkan. Tujuan pengajaran
bercerita tergantung kepada isi dan cara melaksanakan atau
menyajikan bahannya.
d. Menulis/Mengarang
Mengarang ialah melahirkan pikiran dan perasaan dengan cara
yang teratur dan dituliskan dalam bahasa tulisan. Menurut
Dendy Sugono, dkk (2003: 14) dalam membuat kalimat
terutama jika kita menulis, diperlukan kecermatan dalam
memilih kata (diksi). Untuk kecermatan pemilihan kata,
selayaknyalah kita memperhatikan adanya kata-kata yang
mengandung makna yang sama. Tujuan dalam bahasa tertulis
yaitu:
52
1) Memperkaya perbendaharaan bahasa aktif dan pasif.
2) Melatih melahirkan pikiran dan perasaan dengan lebih
teratur secara tertulis (melatih ekspresi jiwa dalam bentuk
tulisan).
3) Latihan memaparkan pengalaman-pengalam dengan tepat.
4) Latihan-latihan pengguanaan ejaan yang tepat (ingin
menguasai bentuk bahasa).
Guru sebagai fasilitator, dituntut untuk dapat memilih buku
pegangan siswa yang sejalan dengan silabus. Artinya, guru tidak baik
jika mentah-mentah menggunakan buku teks (pegangan siswa) tanpa
mengolahnya terlebih dahulu. Sebelum melakukan kegiatan
pembelajaran di kelas, guru harus memilih dan memilah bahan mana
yang sesuai dengan tuntutan silabus. Pemilihan bahan yang terdapat
pada buku teks harus berdasar kepada silabus dan buku pegangan
guru. Jadi sangat disesalkan andaikata masih terdapat guru yang hanya
mengenal buku teks/buku siswa, dan tidak mengenal silabus ataupun
buku pegangan guru.
Interaksi guru-buku teks merupakan model pembelajaran yang
tidak memperhatiakn siswa. Guru hanya menyajikan bahan
pembelajaran yang terdapat dalam buku teks karena mengejar target
(materi pembelajaran tersampaikan). Subjek pembelajaran bukan buku
teks melainkan siswa. Oleh karena itu, interaksi dengan buku teks
53
seharusnya dilakukan pada tahap persiapan, sebelum proses
pembelajaran dimulai.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bukan
pembelajaran butir per butir satuan-satuan bahasa. Bukan pula
pembeljaran yang hanya mengetengahkan teori bahasa ataupun teori
sastra. Pembelajaran bahasa harus diarahkan untuk mendidik manusia
Indonesia seutuhnya, dalam hal ini siswa MI, agar mereka dapat
berbahasa Indonesia yang baik dan benar, yang digunakannya untuk
menyampaikan kebaikan dan kebenaran. Sehingga peran bahasa
Indonesia bukan hanya sebagai alat komunikasi namun sekaligus
menjadi isi komunikasi.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi bukan
hanya sebagai pencerdas bangsa melainkan digunakan pula untuk
keperluan pembinaan dan pengembangan pribadi muslim yang
beriman, berilmu dan dapat beramal baik. Hal itu tentunya sesuai
dengan tuntunan kewajiban sebagai seorang muslim yang hidup dan
kehidupannya merujuk kepada Al-Quran. Mengingat Al-Quran
merupakan sumber rujukan utama bagi manusia yang memiliki
kesempurnaan baik ditinjau dari segi bahasa maupun isinya.
Hal tersebut secara tegas dituangkan dalam surat Al Jasiyah
yang berbunyi:
م يوقنون ة لقوم هذا بصائر للناس وهدى ورمحم
54
Artinya: “Al-Quran ini adalah pedoman bagi manusia,
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini” (Q.S Al Jasiyah : 20)
3. Syarat Seorang Pendidik
Pendapat Highet (dalam buku Zakiah 2014: 39) bahwa seorang guru
yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat diantaranya adalah:
a. Mencintai jabatannya sebagai guru.
b. Menguasai benar-benar mata pelajaran yang diajarkannya.
c. Gemar pada mata pelajaran yang diajarkannya.
d. Mempunyai rasa cinta, adil, dan tanggung jawab akan anak
didiknya.
e. Mengetahui pengetahuan akan keadaan anak didiknya.
f. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang segala sesuatu,
terutama yang ada hubungannya dengan mata pelajaran yang
diajarkannya.
g. Mempunyai rasa humor.
Disamping itu, seorang guru yang baik haruslah mempunyai:
1. Ingatan yang kuat.
2. Pribadi dan kemauan yang keras.
3. Ramah-tamah.
4. Berlaku sabar, tenag dan berwibawa.
5. Bekerja sama dengan guru-guru lain dan masyarakat.
55
4. Belajar Bermakna
Menurut Mursell (dalam buku Zakiah Darajat 2014: 41), khususnya
dalam masalah “apa dan bagaimana belajar yang bermakna” dapat
dijadikan bekal dalam rangka pengembangan pengajaran bahasa dan
sastra Indonesia. Pokok-pokok pikiran Mursell tersebut adalah:
a. Harus bertujuan dan pelajaran itu ada maknanya bagi anak didik.
b. Belajar itu haruslah bersifat menemukan dan pengalam baru
konsep-konsep dalam belajar.
c. Hasil belajar itu haruslah merupakan pemahaman.
d. Hasilnya haruslah menguasai meteri yang dipelajari secara optimal.
Selanjutnya Mursell mengemukakan enam prinsip yang harus
ditempuh untuk mencapai succesful teaching tersebut:
a. Prinsip Contex. Setting of material dari bahan yang diajarkan itu
haruslah demikian rupa hingga merupakan bahan yang baik dan
berhubungan dengan bagian-bagian lainnya.
b. Prinsip Focus. Bahan itu haruslah menjadi “center of interest” bagi
anak didik.
c. Prinsip Socialization. Hubungan sosial guru-murid haruslah
sedemikian rupa, secara demokratis.
d. Prinsip Individualization. Setiap orang mempunyai bakat dan
pembawaan yang berbeda-beda sehingga harus memperhatikan
56
“readiness” murid, kematangan murid, pelajaran itu haruslah
fleksible dan jangan bersifat memforser.
e. Prinsip Sequence. Memperhatikan urutan psychologis, jangan
hanya urutan logis.
f. Prinsip Evaluation. Guru mengadakan penilaian terhadap hasil
yang diajarkannya, dan murid mengadakan penilaian terhadap apa
yang dicapainya. Penilaian bagian dari belajar.
Menjadi pembimbing dalam kegiatan belajar mengajar, perlu
adanya kreatifitas agar pembelajaran terasa indah dan menyenangkan.
untuk mengubah keadaan menjadi indah serta menyenangkan dengan
kreatifitas sendiri, bukan dari orang lain. Islam telah menggariskan
yang berhubungan dengan proses perubahan itu, yaitu dalam Al Quran
surat Ar Ra‟ad yang berbunyi:
ي غي روا م حت بأنفسهمم ماإن ٱلله ل ي غي ر ما بقوم
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri” (Q.S Ra‟d : 11).
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua
arah yang dilakukan secara langsung (face to face communication).
Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang sangat erat,
Dawson dalam Taringan (Zakiah darajat, 2014: 44) dan menjelaskan
sebagai berikut.
57
1. Ujaran (speech) dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi),
oleh karena itu model atau contoh yang disimak atau direkam anak
sangat penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara.
2. Kata-kata yang dipelajari kemudian dipakai anak ditentukan stimuli
yang ditemuinya dalam kehidupan.
3. Ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan tempat
masyarakatnya hidup, misalnya: ucapan, intonasi, kosakata,
npenggunaan kata, dan pola-pola kalimat.
4. Anak yang lebih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat
panjang daripada kalimat-kalimat yang diucapkannya.
5. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu
meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
6. Suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan penggunaan
kata anak, oleh karena itu akan tertolong kalau anak menyimak
ujaran yang baik dari guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-
cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain.
7. Berbicara dengan bantuan alat peraga akan menghasilkan
pemahaman informasi yang lebih baik bagi penyimak. Umumnya
anak menggunakan bahasa yang didengar atau disimaknya.
Pendapat Dawson tersebut, kiranya perlu dipertimbangkan
dalam menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Strategi yang memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat
berpatisipasi aktif dalam pembelajaran. sehingga siswa mampu
58
berkomunikasi dengan baik bukan hanya dengan teman-temannya,
melainkan juga dengan siapa pun dan dalam konteks apa pun mereka
terampil berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena belajar
berbahasa pada hakikatnya yakni belajar untuk berkomunasi yang baik
dan benar.
Kaitannya dengan kegiatan menyimak di kelas SD/MI, maka
jenis kegiatan menyimak harus beragam. Beragam baik dari segi
penyajiannya maupun bahan yang dijadikan padanannya. Sebagaimana
diungkapkan Nambiar dalam Sarumpaet bahwa pengajaran bahasa yang
menggunakan berbagai sumber bacaan dan bahan pelajaran lebih
berhasil daripada yang hanya menggunakan satu atau dua bahan (dalam
bentuk yang sama). Pendapat Nambiar tersebut tentunya berlaku pula
bagi pembelajaran ketampilan berbahasa baik menyimak, berbicara,
membaca maupun menulis. Apalagi jika dikonfirmasikan dengan
pendekatan komunikatif yang menuntut sebagian besar dari waktu yang
tersedia bagi pembelajaran adalah kegiatan berbicara. Kegiatan ini tentu
menyaratkan adanya kegiatan menyimak.
Tuntutan yang berkenaan dengan kemampuan menyimak dan
berbicara bagi siswa SD/MI ini diantaranya:
1. Siswa mampu menerima informasi dan memberi tanggapan dengan
tepat tentang berbagai hal secara lisan.
59
2. Siswa mampu menyerap pengungkapan perasaan orang lain secara
lisan dan tertulis serta memberi tanggapan secara tepat.
3. Siswa mampu menyerap pesan, gagasan, dan pendapat orang lain
dari berbagai sumber.
4. Siswa memperoleh kenikmatan dan manfaat mendengarkan.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia baik
secara lisan maupun tertulis. Pelaksanaannya di kelas pembelajaran
harus terintegrasi antara komponen kebahasaan, pemahaman, dan
penggunaan, dengan memfokuskan pada salah satu komponen dan
memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran, seperti mudah-sukar,
dekat-jauh, sederhana-rumit, konkret menuju abstrak.
Selain tatabahasa yang dibutuhkan oleh peseta didik, kosakata,
peserta didik pun membetuhkan adanya banker tatabahasa yang dapat
membantu ketika berkomunikasi dengan lawan bicaranya, seperti
kebutuhan kosa kata antonim dan sinonim. Karena kurangnya
pemahaman antonim dan sinonim yang minim,berakibat ke ranah
komunikasi yang tak sak sampai, sebab tak sesuai apa yang
diharapkan.
Sinonim digunakan untuk menyatakan sameness of meaning
“kesamaan arti” (dalam buku Bahroni 20012: 57). Sinonim berarti
“nama lain untuk benda atau hal yang sama”. Hubungan makna antara
dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi, kalau kata buruk
60
bersinonim dengan kata jelek, maka jelek juga bersinonim dengan
buruk. Sinonim adalah persamaan kata atau kata-kata yang sama
maknanya. Peryataan ini tentu kurang tepat selain yang sama bukan
maknanya, yang bersinonim pun hanya kata dengan kata, melainkan
juga banyak terjadi antara satuan-satuan bahasa lainnya.
Sedangkan antonim berarti “nama lain untuk benda lain pula”.
Secara semantik, Verhaar dalam Chaer mendefinisikan antonim sebagai
ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frasa
atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan
lain. Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonim bersifat
dua arah. Dengan demikian, kalau kata siang berantonim dengan kata
malam, maka malam juga berantonim dengan kata siang, dan kalau atas
berantonim dengan bawah, maka bawah berantonim dengan atas.
(Bahroni, 2012: 58-59)
5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
Metode yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia
SD/MI adalah Multi Metode (brain storming atau sumbang saran,
dialektika, tanya jawab, ceramah, diskusi, demontrasi/peragaan,
menarik kesimpulan, bermain peran, simulasi, dan lain-lain). (Imam,
2017: 34) Mungkin pada materi tertentu lebih banyak ceramah,
sedangkan materi yang lain lebih banyak sumbang saran. Yang jelas
kegiatan berbicara berpasangan sangat banyak frekuensinya. Setiap
pembicaraan berpasangan harus ditulis oleh anak, sehingga
61
kemampuan bahasa lisan dimantapkan dalam bahasa tulisan.
Selanjutnaya kegiatan mendengar, bercapakap-cakap, membaca dan
menulis terintegrasi dalam pembelajaran. hampir setiap pembelajaran
selalu terjadi kegiatan di atas secara terpadu. Pembelajaran sastra
diarahkan untuk mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal,
serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra
harus seimbang dan terpadu.
Selain menggunakan metode-metode dalam penyampaian
pembelajaran bahasa Indonesia. Sangat diperlukananya pendekatan.
Adapun pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
diharapkan agar tercapainya pembelajaran bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya adalah:
a. Pendekatan psikologi yang dilakukan oleh guru dengan memberikan
perhatian pada interaksi antar individu kepada peserta didik, untuk
mengeanalisis psikologi sosial.
b. Pendekatan pragmatik memberikan perhatian utama terhadap
peranan peserta didik, dengan memberikan apresiasi dalam kegiatan
belajar mengajar.
c. Pendekatan objektif memberikan perhatian yang semata-mata hanya
untuk peserta didik, dengan begitu peserta didik akan lebih
bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar.
62
Menurut Dendy Sugono, dkk (2003: 3) pemilihan bahasa
Indonesia di atas bahasa lain agaknya juga mencerminkan pandangan
hidup dan sikap budaya masyarakat bahasa. Orang sebaiknya belajar
mencintai bahasa nasionalnya, dan belajar memakainya dengan
kebanggaan dan kesetiaan. Sikap bahasa seperti itulah yang membuat
orang Indonesia berdiri tegak di dunia ini, yang dilanda arus globalisasi,
dan tetap dapat mengatakan dengan bangga bahwa orang Indonesia
menjadi bangsa yang berdaulat, tuan di tanahnya sendiri, yang mampu
menggunakan bahasa nasionalnya sendiri untuk semua keperluan
modern.
Globalosasi pasar bebas tidak memasuki kawasan Indonesia
saja. Di dalam ekonomi dunia batas negara menjadi makin samar.
Namun, masyarakat yang bahasanya bukan bahasa Inggris, seperti
Jerman, Prancis, Italia, Jepang, Cina, tidak mengalami proses
penginggrisan yang memprihatinkan. Masyarakat bahasa Indonesia pun
dapat menunjukkan ketahan budayanya. Warganya hanya perlu
didorong dan disemangati agar jangan terlalu cepat menyerah.
Berbahasa yang baik dan benar dapat memberikan manfaat dan
menyenangkan, karena berbahasa yang baik dan benar itu indah apabila
dirasakan.
63
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, oleh karena itu
pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Maksudnya
dalam penelitian deskriptif kualitatif data yang dikumpulkan bukan
berupa angka melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi
lainnya. sehingga menjadi tujuan dalam penelitian deskriptif kualitatif
yang menggambarkan dan menginteraksikan objek seusai apa adanya.
Penelian ini berfungsi untuk mendeskripsikan interferensi
bahasa Jawa ngoko alus ke dalam bahasa Indonesia siswa kelas 1 MI
Nyatnyono 01 kecamatan Ungaran Barat, kabupaten Semarang.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan yuridis
sosiologis, pendekatan ini melihat implementasi riel di sekolahan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian field research yaitu
suatu penelitian yang terjun langsung kelapangan guna mengadakan
penelitian pada objek yang dibahas.
64
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini
peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat
berkomunikasi secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti
diketahui statusnya oleh informan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di MI Nyatnyono 01 Kecamatan
Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, yang mana di sekolahan tersebut
terjadi adanya interferensi bahasa Jawa ngoko alus dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 19 Maret 2018 sampai
dengan selesai.
C. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana asal data penelitian ini
diperoleh. Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan
datanya, maka sumber data tersebut responden , yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan, baik tulisan maupun lisan.
Berdasarkan sumber data dibagi menjadi:
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik
melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen
65
tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah dan guru kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapat dari catatan, buku,
majalah, artikel, buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya.
Sedangkan data penelian ini diperoleh dari buku.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang cukup dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian
untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti perilaku
manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek
tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Peneliti
menggunakan observasi langsung di MI Nyatnyono 01 Kecamatan
Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Disini peneliti mengamati
interferensi Bahasa Jawa ngoko alus dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia kelas 1. Untuk mengetahui informasi bentuk interferensi dan
penyebab interferensi Bahasa Jawa ngoko alus dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia secara langsung agar mendapat data yang lebih riil.
66
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, bisa
sambil bertatap muka secara langsung ataupun tanpa tatap muka yaitu
melalui media telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman. Peneliti
melakukan wawancara secara langsung agar mendapatkan data yang riil
mengenai penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa ngoko alus dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 1.
3. Dokumentasi
Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data yang berupa dokumen atau catatan-catatan yang ada di
MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat kabupaten Semarang.
E. Analisis Data
Menurut Miles dan Faisal dalam winarta (2014: 34-35) analisis
dilakukan selama pengumpulan data di lapangan dan setelah semua data
terkumpul dengan teknik analisis model interaktif. Analisis berlangsug
secara bersama-sama dengan proses pengumpulan data. Setelah seluruh
data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk analisa terhadap
data-data tersebut, antara lain dengan metode sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh ditulis dalam laporan atas data yang
terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh
67
direduksi, dirangkuman, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada
hal-hal yang penting. Data hasil mengihtiarkan dan memilih-melih
berdasarkan satuan konsep tema, dan kategori tertetu akan memberikan
gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga
mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan
atas sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.
2. Deduktif
Analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum
menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus, artinya yakni
ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai
pedoman untuk menganalisis tentang interferensi Bahasa Jawa ngoko
alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono
01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
3. Kualitatif
Menurut Imam (2017: 32) metode yang secara keseluruhan
memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam
bentuk deskripsi. Ciri-ciri terpenting dalam metode kualitatif yakni: a)
memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan
hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural. b) lebih mengutamakan
proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu
berubah. c) tidak ada jarak antara subjek penelitian dengan objek
penelitian, subjek penelitian sebagai instrumen utama, sehingga terjadi
interaksi langsung diantaranya. d) desain dan kerangka penelitian
68
bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka. e) penelitian
bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budaya masing-masing.
Penulis menggunakan metode penelitian ini, untuk meneliti kondisi
objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci.
Penulis menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin
mendeskripsikan keadaan riil yang terjadi di lapangan.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data peneliti mengungkapkan teknik
triangulasi, yaitu teknik pengumpulandata yang bersifat
menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Tahap-tahap Penelitian disini peneliti melakukan
pengamatan terlebih dahulu terhadap masalah-masalah yang ada dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia, dari berbagai masalah yang
timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi sebuah judul
penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang diperoleh
dilapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data
yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dan
kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.
Dalam pelaksanaannya, peneliti membandingkan data informan
primer dengan informan lain, sehingga data benar-benar dapat diuji
kebenarannya. Ada dua macam triangulasi yang digunakan yaitu:
69
1. Triangulasi Sumber Data
Triangulasi sumber berarti mendapatkan data dari sumber yang
berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiono, 2014: 241)
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui beberapa teknik
pengumpulan data dengan metode yang sama. (Moleong, 2009: 331)
70
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten
Semarang
a. Sejarah Berdirinya MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten
Semarang
Berdirinya madrasah MI Nyatnyono 01 diawali dengan
pertimbangan pada pemeliharaan moral anak-anak usia belajar dan
berkembang. Lima belas tahun pasca Negara Kesatuan Republik
Indonesia merdeka, bukan waktu yang singkat dalam memulihkan
mental bangsa, sehingga timbul rasa perhatian para tokoh agama
khususnya di Desa Nyatnyono untuk memberikan fasilitas kepada
warga sekitar.
Dengan diprakarsai oleh KH. M. Wahab, KH. M. Wahib dan
tokoh agama sekitar pada tahun 1959 berdirilah madrasah hingga kini
berdiri kokoh, tujuan awal pendirian adalah selain pemulihan mental,
juga memberi wadah generasi penerus dalam menimba ilmu supaya
memiliki wawasan yang luas. Meskipun demikian ide yang dicetuskan
beliau semua tidak hanya terhenti di situ, dengan notabene yang
agamis diwilayah Nyatnyono maka corak pendidikan harus
berdasarkan ilmu agama, dan sampai sekarang MI Nyatnyono 01
71
mengacu kurikulum kementrian Agama RI dengan bobot mata
pelajaran umum dan agama yang seimbang.
Meskipun madrasah ini terus mengalami perkembangan yang
signifikan, akan tetapi perjalanannya pun pernah terseok-seok. Dari
pertama berdiri hanya sebatas status yang artinya lokal untuk
pelaksanaan pembelajaran masih dititipkan di rumah warga sekitar,
dan dalam berkembangnya waktu salah satu warga mewakafkan
sebagian tanah untuk dibangun lokal penunjang KBM.
Menurut penjelasan dari Kepala Madrasah beliau Bapak Salim,
S. Ag bahwa MI Nyatnyono 01 bernaung pada LP. Ma‟arif NU yang
menggambarkan tentang madarasah memiliki ciri khas pendidikan
ahlus sunnah wal jama‟ah. Secara organisatoris semua kebijakan
tertumpu pada Banom NU (LP. Ma‟arif) namun berkenaan dengan
sistem mengikuti program kemenag RI sehingga standarisasi
pendidikan yang pemerintah canangkan dapat diaplikasikan oleh
madrasah ini.
Sejak mengalami perkembangan MI Nyatnyono 01 mempunyai
murid di atas 100 siswa, jika dibandingkan dengan madrasah lain yang
ada di Kecamatan Ungaran Barat tergolong madrasah gemuk dan
berprestasi. Hal ini dapat dilihat bahwa tiga tahun terkahir menjadi
juara umum pada kompetensi tingkat madrasah di Kecamatan Ungaran
Barat.
72
b. Visi, Misi dan Tujuan
1. Visi Madrasah
Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono 01 sebagai lembaga pendidikan
dasar berciri khas Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah perlu
mempertimbangkan harapan peserta didik, orang tua, lembaga
pengguna lulusan madrasah dan masyarakat dalam merumuskan
visinya. Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono 01 juga diharapkan
merespon perkembangan dan tantangan masa depan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi era informasi dan globalisasi yang
sangat cepat. MI Nyatnyono 01 ingin mewujudkan harapan dan
respon dalam visi berikut :
"Generasi Akhlakul Karimah, Berwawasan Multi Intelektual".
2. Misi Madrasah
a) Mengantarkan peserta didik memiliki kemantapan aqidah dan
keluhuran akhlak
b) Melakukan pembelajaran secara RILEK (Rekreatif, Interaktif,
Lugas, Aktif, dan Kondusif)
c) Membekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
3. Tujuan
Secara umum, tujuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono
01 adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
73
mengikuti pendidikan lebih lanjut. Bertolak dari tujuan umum
pendidikan dasar tersebut, Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono 01
mempunyai tujuan sebagai berikut :
a) Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Edukatif dan
Menyenangkan (PAIKEM).
b) Mengembangkan potensi akademik, minat dan bakat siswa melalui
layanan bimbingan dan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler
c) Membiasakan perilaku Islami di lingkungan madrasah
d) Meningkatkan prestasi akademik siswa dengan nilai rata-rata 7,0
e) Meningkatkan prestasi akademik siswa di bidang seni dan olahraga
lewat kejuaraan dan kompetisi.
c. Keadaan Siswa
Jumlah siswa MI Nyatnyono 01 Tahun Pelajaran 2017/2018
No Kelas L P J
1 I 24 28 52
2 II 22 23 45
3 III 19 15 34
4 IV 13 14 27
5 V 15 18 33
6 VI 14 2 16
Jumlah 107 100 207
74
Jumlah rombongan belajar:
1) Kelas I : 2 rombongan belajar
2) Kelas II : 2 rombongan belajar
3) Kelas III : 1 rombongan belajar
4) Kelas IV : 1 rombongan belajar
5) Kelas V : 1 rombongan belajar
6) Kelas VI : 1 rombongan belajar
d. Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran
1) Pembelajaran PAIKEM baru terlaksana 80% ketersediaan RPP
mulok madrasah dan TI belum ada.
2) PBM kurang variatif, pembelajaran yang interaktif dan kontekstual
belum maksimal (75%), penggunaan alat peraga masih kurang.
3) Nilai UASBN/UAM dua tahun terakhir rata-rata 7,50 tahun 2015
dan 7,75 pada tahun 2016.
4) Nilai rata-rata rapor tiga tahun terakhir tidak stabil 77, 78, 79.
5) Semua siswa lulus.
6) Semua siswa melanjutkan ke SMP/MTS.
e. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Serta Pengembangannya
Bagian pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya di
uraikan sebagai berikut:
1) Kondisi guru 78% S1 (8 guru) dan SLTA 22% (2 guru).
2) Kondisi kompetensi kepala madrasah 3 tahun terakhir cukup baik,
merencanakan pengembangan madrasah, mengelola kurikulum,
75
tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, keuangan, dan
kelembagaan tetapi belum maksimal.
3) Kondisi tenaga administrasi dan pustakawan masih dirangkap oleh
guru, dan kualifikasi pendidikannya belum selesai.
f. Sarana Prasarana
Pada sarana prasarana madrasah di uraikan sebagai berikut:
1) Dari tahun ke tahun perabot mengalami kerusakan.
2) Rasio jumlah buku untuk mapel umum tidak mencukupi dan untuk
buku mapel agama masih sangat kurang.
3) Alat peraga dan media pembelajaran masih kurang, perlu ditambah
alat peraga PKn, Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, PAI dan
media pembelajaran TI.
4) Peralatan komputer untuk siswa tersedia 2 unit komputer saja.
5) Ruamg kelas cukup baik, ruang UKS dan perpustakaan sudah
tersedia tetapi masih berbentuk sekatan dengan ruang lain serta
kurang sarana dan prasarana penunjangnya, laborat IPA jadi satu
ruangan dengan perpustakaan, dan laborat bahasa belum ada,
mushola sudah ada akan tetapi belum bisa digunakan.
6) Kamar mandi/WC belum memadai, 1 untuk guru dan 2 untuk 207
siswa. Belum memiliki tower air tetapi sudah ada aliran air.
76
g. Keuangan dan Pembiayaan
Keuangan dan pembiayaan madrasah diuraikansebagai berikut:
1) Sumber dana madrasah berasal dari BOS dan dana Komite.
2) Anggaran masih terbatas dan perlu pemberdayaan peran serta
masyarakat (PSM).
h. Budaya dan Lingkungan Madrasah
Budaya dan lingkungan madrasah diuraikan sebagai berikut:
1) Program kebersihan dan keindahan belum terlaksana secara
maksimal.
2) Sudah tersedia taman tetapi perlu perawatan dan penataan.
3) Halaman madrasah 80% sudah dipaving tetapi sudah ada
kerusakan.
4) Penguatan ciri khas madrasah sudah nampak tetapi perlu
ditingkatkan.
i. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan
Peran serta masyarakat dan kemitraan madrasah akan diuraikan
sebagai berikut:
1) AD-ART komite madrasah belum tersedia sementara program
kerja komite menyesuaikan tencana kerja madrasah.
2) Keanggotaan komite sudah sesuai dengan petunjuk tetapi perlu
diadakan pembaharuan karena adanya anggota non aktif.
3) Pertemuan komite masih bersifat insidental, perlu direncanakan
secara sitematis.
77
4) Peran dan fungsi komite sudah berjalan dengan baik perlu
ditingkatkan dan dimaksimalkan.
5) Dukungan masyarakat sudah baik perlu ditingkatkan dan
diperhatikan terutama dukungan pendanaan.
2. Hasil Temuan Penelitian
Pengamatan bentuk interferensi bahasa Jawa yang dilakukan siswa
kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Unagaran Barat Kabupaten
Semarang dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Tabel Interferensi bahasa, percakapan siswa yang peneliti amati.
NO Tanggal Bentuk Interferensi Indikator
1. 19-03-
2018
Ayo masuk, bu guru
rawuh- bu guru
rawuh
Kata rawuh merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
datang. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu guru kemarin
Sabtu kok mboten
masuk bu?
Kata mboten merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
tidak. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu guru, saya lupa Kata ora tak garap
78
PR-nya ora tak garap merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia tidak saya
kerjakan. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Fadhil, mejone
ampun dipukul-pukul
nanti rusak
Kata mejone ampun
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia mejanya jangan.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
Fatin, ngampil
penghapuse ya?
Kata ngampil merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
pinjam penghapusnya. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
terjadi interferensi.
Bu guru, mbk Ana
sakit wetenge bu
Kata wetenge merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
perute. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
79
interferensi.
Aku punya iwak
ageng-ageng lho di
rumah
Kata iwak ageng-ageng
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia ikan besar-besar.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
Mbk Ofi mboten
istrirahat?
Kata mboten merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
tidak. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Nanti kalau pulang
mlampah bareng ya?
Kata mplampah merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia jalan
kaki. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
2. 20-03-
2018
Bu guru, niku ditulis
tidak?
Kata niku merupakan bahasa
Jawa yang artinya dalam
bahasa Indonesia itu. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
80
terjadi interferensi.
Bu guru, caranya
kepripun itu bu?
Kata kepripun merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
bagaimana. Maka dari itu
pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu guru saya mboten
mudeng bu, itu
caranya.
Kata mboten mudeng
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia tidak paham. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
terjadi interferensi.
Bu saya sudah selesai
bu, boleh wangsul ya
bu?
Kata oleh wangsul
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia boleh pulang.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
3. 21-03-
2018
Ngenjang to, aku
diajak ke Jakarta
sama pakde, mau
jalan-jalan.
Kata Ngenjang to merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
besok. Maka dari itu pada
81
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Rama, nanti pulang
sekolah dolan grioku
ya?
Kata dolan grioku merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia main
ke rumahku. Maka dari itu
pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Nisa aku nyiwun
minum ya?
Kata nyiwun merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
minta. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bukuku ical tadi tak
kasih sini kok.
Kata ical merupakan bahasa
Jawa yang artinya dalam
bahasa Indonesia hilang.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
Bukumu dawah itu
mbk, di bawah meja.
Kata dawah merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
jatuh. Maka dari itu pada
82
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
3. 22-03-
2018
Bu guru, Rizal
mlayu-mlayu trus
jatuh di sana bu
Kata mlayu-mlayu
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia lari-lari. Maka dari
itu pada kalimat tersebut
terjadi interferensi.
Bu guru, saya ngelak
boleh minum bu?
Kata ngelak merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia haus.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
Bu guru, kalau anak
nakal mangken
ditangkap pak polisi
ya bu?
Kata mangken merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
nanti. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu guru, pulange kuk
dangu to bu
Kata kuk dangu merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia kuk
lama. Maka dari itu pada
83
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
4. 23-03-
2018
Bu guru hari ini
senam nopo jalan-
jalan bu
Kata nopo merupakan bahasa
Jawa yang artinya dalam
bahasa Indonesia atau. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
terjadi interferensi.
Tirase bu guru, buku
PR-nya dikumpulkan
mau dinilai
Kata Tirase merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia kata.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
PR-ku dibiji seratus
sama bu guru, kamu
berapa?
Kata dibiji merupakan bahasa
Jawa yang artinya dalam
bahasa Indonesia dinilai.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
Gambar kamu kuk
elik to
Kata elik merupakan bahasa
Jawa yang artinya dalam
bahasa Indonesia jelek. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
terjadi interferensi.
Nag ngece tidak Kata nag ngece merupakan
84
boleh ya, kata bu
guru.
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia kalau
mengejek. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
5. 24-03-
2018
Kamu kala wingi
lihat pesawat ndak?
Kata kala wingi merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
kemarin. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Gambar Saiful apik
banget
Kata apik banget merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
bagus sekali. Maka dari itu
pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu guru, tadi saya
pipis baju saya kena
air njut teles bu guru
Kata njut teles merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia trus
basah. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
85
Kamu kalau nakal tak
kandakke bu guru
Kata tak kandakke
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia tak bilangke. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
terjadi interferensi.
Kamu ngapusi bu
guru ya, katanya ndak
bawa buku
Kata ngapusi merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
bohongi. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Ngenjang kan hari
Minggu, minta
renang bapak ah ke
Watu Lumpang
Kata ngenjang merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
besok. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
6. 26-03-
2018
Sampea mboten
nderek upacara kan,
tadi?
Kata Sampea mboten nderek
merupakan bahasa Jawa yang
artinya dalam bahasa
Indonesia kamu tidak ikut.
Maka dari itu pada kalimat
86
tersebut terjadi interferensi.
Tadi sarapan sama
endok goreng bu
Kata endok merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia telur.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
Bu guru, besok saya
mboten sekolah
dinakali Faiq
Kata mboten merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia tidak
mau. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Besok kalau besar
aku mau jadi polisi
nangkap sampean cah
nakal
Kata sampean merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
kamu. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu PR-nya digarap
disini boleh bu?
Kata digarap merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
dikerjakan. Maka dari itu
pada kalimat tersebut terjadi
87
interferensi.
Bu guru, kelas lintune
sudah pada pulang bu
Kata lintune merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
lainnya. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Bu guru, dipadosi
pak Qosim, suruh ke
kantor bu
Kata dipadosi merupakan
bahasa Jawa yang artinya
dalam bahasa Indonesia
dicari. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
Dari tabel di atas dapat diketahui bentuk-bentuk interferensi yang
terjadi pada siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat di Kabupaten
Semarang. Data diperoleh melalui pengamatan secara langsung dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia yang ada di MI Nyatnyono 01
Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Bentuk-bentuk interferensi tersebut
saya tulis berdasarkan pengamatan ketika peserta didik berkomunikasi
dengan guru serta teman ketika dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia berlangsung.
88
3. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi Bahasa
Pemilihan bahasa daerah atau bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi tentunya tidak mudah kerena kita benar-benar harus
memperhatikan variabel-variabel lain yang memaksa kita untuk memilih
salah satu bahasa agar terwujudnya pola komunikasi yang baik dan benar,
sehingga terbangun suatu hubungan humanis diantara penutur dan lawan
bicara. Faktor penyebab terjadinya interferensi ada dua, faktor linguistik
dan faktor non linguistik. Seperti halnya menurut hasil wawancara dengan
guru kelas 1, Bu Dina menyatakan bahwa faktor linguistik yang
menyebebkan interferensi, antara lain: kontak bahasa, transfer negatif
bahasa, dan sistem bahasa yang berdekatan. Sedangkan faktor
nonlinguistik yang menyebebkan interferensi, antara lain: kebiasaan
berbahasa, dominasi penguasaan bahasa, dan sikap berbahasa.
Dalam subbab ini, peneliti hanya akan mendeskripsikan beberapa anak
yang masih melakukan interferensi bahasa. Data ini diperoleh dari hasil
wawancara 2 versi antara tanggapan guru mengenai siswa melakukan
interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan
tanggapan guru tentang alasan melakukan interferensi bahasa Jawa dalam
memaparkan pelajaran Bahasa Indonesia. Pengamatan penelitian ini
dilakukan pada bulan Maret 2018. Penelitian ini telah dilaksanakan di MI
Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang tahun ajaran
2017/2018 pada tanggal 19 Maret 2018 s.d 26 Maret 2018.
89
Peneliti melakukan wawancara dengan Bu Dina selaku guru kelas
1 MI Nyatnyono 01, Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.
Beliau mengemukakan bahwa untuk siswa tentang penyebab terjadinya
interferensi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang, mayoritas siswa
hanya menguasai bahasa Jawa, meski menguasai dua bahasa yakni bahasa
Jawa dan bahasa Indonesia, akan tetapi siswa lebih condong menguasai
bahasa Jawa. Siswa berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari yakni
menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia hanya selingan, belum
bisa pakem atau setia dengan satu bahasa saja. Bahkan di sekolah pun
siswa tak luput dari dua bahasa tersebut, baik bahasa Indonesia maupun
bahasa Jawa, akan tetapi bahasa yang digunakan masih bercampur aduk
baik bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. Siswa lebih memilih bahasa
Jawa dalam berkomunikasi karena menyesuaikan lawan bicaranya dan
banker bahasa siswa masih terbatas mengenai bahasa Indonesia, dan
terjadilahkontak bahasa yang bercampur-campur, kadang berbahasa
Indonesia kadang pula berbahasa Jawa, akan tetapi lebih nyaman
berbahasa Jawa.
Tak hanya permasalahan dalam pembelajaran bahasa Indonesia
untuk siswa di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten
Semarang, terjadinya interferensi dalam pengentar pembelajaran bahasa
Indonesia juga terjadi di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat
Kabupaten Semarang, karena bahasa yang dikuasai oleh guru yakni bahasa
90
Jawa dan bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Ada dua bahasa yang dikuasai oleh guru, yaitu bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Bahasa yang digunakan oleh guru ketika berkomunikasi di
lingkungannya, menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi menyesuaikan
siapa lawan bicaranya. Tak berbeeda dengan bahasa komunikasi ketika di
lingkungan sekitar, bahkan di lingkungan sekolah pun guru menggunakan
dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, akan tetapi masih terselip
bahasa Jawa ketika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru lebih
memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dalam
pengantar pembelajaran bahasa Indonesia, untuk mempermudah
komunikasi dengan siswa, dan guru perlu menerjemahkan apa yang di
ajarkannya ke dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Sehingga kegiatan belajar mengajar pun berjalan dengan lancar.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan
bahwa penyebab interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia ada dua yaitu, kedwibahasaan dan kebiasaan dalam proses
belajar mengajar di kelas dan bahkan terbawa sampai ke lingkungan guru
dan sisiwa. Kedwibahasaan terjadi karena dalam proses pembelajaran,
guru terkadang menggunakan dua bahasa. Faktor kebiasaan terjadi karena
dalam lingkungannya masih banyak penggunaan bahasa Jawa. Jadi,
peserta didik lebih terbiasa menggunakan bahasa Jawa.
91
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil penelitian pada proses pengamatan dan
wawancara dalam proses belajar Bahasa Indonesia di kelas 1 MI
Nyatnyono Ungaran Barat di kabupaten Semarang, dalam bagian ini akan
membahas apa yang telah di temukan oleh peneliti tentang analisis bentuk-
bentuk interferensi, alasan terjadinya interferensi dan penyebeb terjadinya
interferensi. Adapun pembahasan mengenai interefrensi yang ditemukan
oleh peneliti diantaranya sebagai berikut:
1. Analis terhadap bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus
dalam pembelajaran Bahasa Bahasa Indonesia kelas 1 MI
Nyatnyono Ungaran Barat di Kabupaten Semarang
Interferensi merupakan penggunaan dua bahasa secara
bersamaan. Interferensi juga bisa disebut dengan bilingual karena
penggunaan dua bahasa secara bersamaan. Bentuk interferensi yang
peneliti temukan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia antara
lain:
Ayo masuk, bu guru rawuh-bu guru rawuh
Bu guru kemarin Sabtu kok mboten masuk bu?
Bu guru, saya lupa PR-nya mboten tak garap
Fadhil, mejone ampun dipukul-pukul nanti rusak
Fatin, ngampel penghapus ya?
Bu guru, mbk Ana sakit wetenge bu
Aku punya iwak ageng-ageng lho di rumah
92
Mbk Ofi mboten istrirahat?
Nanti kalau pulang mlampah bareng ya?
Bu guru, nikuditulis tidak?
Bu guru, caranya kepripunitu bu?
Bu guru saya mboten mudeng bu, itu caranya.
Bu saya sudah selesai bu, boleh wangsul ya bu?
Ngenjang to, aku diajak ke Jakarta sama pakde, mau jalan-jalan.
Rama nanti pulang sekolah dolan grioku ya?
Nisa aku nyiwun minum ya?
Bukuku ical, tadi tak kasih sini kok.
Bukumu dawah itu mbk, di bawah meja.
Bu guru, Rizal mlayu-mlayu trus jatuh di sana bu
Bu guru, saya ngelak boleh minum bu?
Bu guru, kalau anak nakal mangken ditangkap pak polisi ya bu?
Bu guru, pulange kuk dangu to bu
Bu guru hari ini senam nopo jalan-jalan bu
Turine bu guru, buku PR-nya dikumpulkan mau dinilai
PR-ku dibiji seratus sama bu guru, kamu berapa?
Gambar kamu kuk elik to
Nag ngece tidak boleh ya, kata bu guru.
Kamu kala wingi lihat pesawat ndak?
Gambar Saiful apik banget
Bu guru, tadi saya pipis baju saya kena air njut teles bu guru
93
Kamu kalau nakal tak kandakke bu guru
Kamu ngapusi bu guru ya, katanya ndak bawa buku
Ngenjang kan hari Minggu, minta renang bapak ah ke Watu
Lumpang
Sampean mboten melu upacara kan, tadi?
Tadi sarapan sama endok goreng bu
Bu guru, besok saya mboten sekolah dinakali Faiq
Besok kalau besar aku mau jadi polisi nangkap sampean cah
nakal
Bu PR-nya digarap disini boleh bu?
Bu guru, kelas lintune sudah pada pulang bu
Bu guru, dipadosi pak Qosim, suruh ke kantor bu
Berdasarkan data di atas bentuk-bentuk interferensi yang
terdapat dalam pembelajaran bahasa Indonesia termasuk bentuk
interferensi morfologi. Interferensi morfologi dibagi menjadi 3 unsur
yang meliputi, afiks reduplikasi, dan kompositum. Dari data yang
ditemukan maka akan dibahas berdasarkan unsur morfologis sebagai
berikut:
1) Ayo masuk, bu guru rawuh-bu guru rawuh
Penjelasan dari “Ayo masuk, bu guru rawuh-bu guru rawuh”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Ayo masuk, bu guru datang-bu
94
guru datang”. Kata teko merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah datang.
2) Bu guru kemarin Sabtu kok mboten masuk bu?
Penjelasan dari “Bu guru kemarin Sabtu kok mboten masuk bu?”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, kemarin Sabtu
kenapa tidak masuk bu?”. Kata kok mboten merupakan kata
dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah
kenapa tidak.
3) Bu guru, saya lupa PR-nya mboten tak garap
Penjelasan dari “Bu guru, saya lupa PR-nya mboten tak garap”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, saya lupa PR-nya
tidak dikerjakan”. Kata ora tak garap merupakan kata dalam
bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak
dikerjakan.
4) Fadhil, mejone ampun dipukul-pukul nanti rusak
Penjelasan dari “Fadhil, mejone ampun dipukul-pukul nanti
rusak” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Fadhil, mejanya
95
jagan dipukul-pukul nanti rusak”. Kata mejone ojo merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah mejanya janagan.
5) Fatin, ngampil penghapuse ya?
Penjelasan dari “Fatin, ngampil penghapuse ya?” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Fatin, pinjam penghapusnya ya?”. Kata
njilei penghapuse merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan
dalam bahasa Indonesia adalah pinjam penghapusnya.
6) Bu guru, mbk Ana sakit wetenge bu
Penjelasan dari “Bu guru, mbk Ana sakit wetenge bu” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bu guru, mbk Ana perutnya sakit bu”. Kata
wetenge merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah perutnya.
7) Aku punya iwak ageng-ageng lho di rumah
Penjelasan dari “Aku punya iwak ageng-ageng lho di rumah”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Aku punya ikan besar-besar
96
lho di rumah”. Kata iwak gedi-gedi merupakan kata dalam bahasa
Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah ikan besar-besar.
8) Mbk Ofi mboten istrirahat?
Penjelasan dari “Mbk Ofi mboten istirahat?” kalimat tersebut
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa
antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut
seharusnya “Mbk Ofi tidak istirahat?”. Kata ora merupakan kata
dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah
tidak.
9) Nanti kalau pulang mlampah bareng ya?
Penjelasan dari “Nanti kalau pulang mlampah bareng ya?”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Nanti kalau pulang jalan
bareng ya?”. Kata mlampah merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah jalan.
10) Bu guru, niku ditulis tidak?
Penjelasan dari “Bu guru, niku ditulis tidak?” kalimat tersebut
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa
antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut
seharusnya “Bu guru, itu ditulis tidak?”. Kata kuwi merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah itu.
97
11) Bu guru, caranya kepripun itu bu?
Penjelasan dari “Bu guru, caranya kepripun i itu bu?” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bu guru, itu caranya bagaimana bu?”. Kata
kepiye merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah bagaimana.
12) Bu guru saya mboten mudeng bu, itu caranya.
Penjelasan dari “Bu guru saya mboten mudeng bu, itu caranya”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru saya tidak paham bu,
itu caranya”. Kata ora mudeng merupakan kata dalam bahasa
Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak paham.
13) Bu saya sudah selesai bu, boleh wangsul ya bu?
Penjelasan dari “Bu saya sudah selesai bu, boleh wangsul ya bu?
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu saya sudah selesai bu,
boleh pulang ya bu?”. Kata wangsul merupakan kata dalam
bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah pulang.
98
14) Ngenjang to, aku diajak ke Jakarta sama pakde, mau jalan-jalan.
Penjelasan dari “Ngenjang to,, aku diajak ke Jakarta sama pakde,
mau jalan-jalan” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Besok, aku diajak
ke Jakarta sama pakde, mau di jalan-jalan”. Kata sesok
merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah tidak besok.
15) Rama, nanti pulang sekolah dolan grioku ya?
Penjelasan dari “Nanti pulang sekolah dolan grioku ya?” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Rama, nanti pulang sekolah main rumahku
ya?”. Kata dolan omahku merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah main rumahku.
16) Nisa aku nyiewun minum ya
Penjelasan dari “Nisa aku nyiewun minum ya?” kalimat tersebut
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa
antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut
seharusnya “Nisa, aku minta minum ya”. Kata njaluk merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah minta.
99
17) Bukuku ical, tadi tak kasih sini kok.
Penjelasan dari “Bukuku ical, tadi tak kasih sini kok” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bukuku hilang, tadi tak kasih sisni kok”.
Kata ilang merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah tidak hilang.
18) Bukumu dawah itu mbk, di bawah meja.
Penjelasan dari “Bukumu dawah itu mbk, di bawah meja” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bukumu jatuh itu mbk, di bawah meja”.
Kata dawah merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah jatuh.
19) Bu guru, Rizal mlayu-mlayu terus jatuh di sana bu
Penjelasan dari “Bu guru, Rizal mlayu-mlayu terus jatuh di sana
bu” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, Rizal lari-lari terus
jatuh di sana bu”. Kata mlayu-mlayu merupakan kata dalam
bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah lari-lari.
100
20) Bu guru, saya ngelak boleh minum bu?
Penjelasan dari “Bu guru, saya ngelak boleh minum bu?” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bu guru, saya haus boleh minum bu?”. Kata
ngelak merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah haus.
21) Bu guru, kalau anak nakal mangken ditangkap pak polisi ya bu?
Penjelasan dari “Bu guru, kalau anak nakal mangken ditangkap
pak polisi ya bu?” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, kalau
anak nakal nanti ditangkap pak polisi ya bu?”. Kata engko
merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah nanti.
22) Bu guru, pulange kuk dangu to bu
Penjelasan dari “Bu guru, pulange kuk dangu to bu” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bu guru, pulangnya kok lama bu ”. Kata
suwi merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah lama.
101
23) Bu guru hari ini senam nopo jalan-jalan bu?
Penjelasan dari “Bu guru hari ini senam nopo jalan-jalan bu?”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru hari ini senam apa
jalan-jalan bu?”. Kata opo merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah apa.
24) Turine bu guru, buku PR-nya dikumpulkan mau dinilai
Penjelasan dari “Turine bu guru, buku PR-nya dikumpulkan mau
dinilai” kalimat tersebut merupakan interferensi bahas
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Kata bu guru,
buku PR-nya dikumpulkan mau dinilai”. Kata jare merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah kata.
25) PR-ku dibiji seratus sama bu guru, kamu berapa?
Penjelasan dari “PR-ku dibiji seratus sama bu guru, kamu
berapa?” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “PR-ku dinilai
seratus sama bu guru, kamu berapa?”. Kata dibiji merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah dinilai.
102
26) Gambar kamu kuk elik to
Penjelasan dari “Gambar kamu kuk elik to” kalimat tersebut
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa
antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut
seharusnya “Gambar kamu kok jelek to”. Kata elik merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah jelek.
27) Nag ngece tidak boleh ya, kata bu guru.
Penjelasan dari “Nag ngece tidak boleh ya, kata bu guru” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Kalau mengejek tidak boleh ya, kata bu
guru”. Kata nag ngece merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah kalau mengejek.
28) Kamu kala wingi lihat pesawat tidak?
Penjelasan dari “Kamu kala wingi lihat pesawat tidak?” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Kamu kemarin lihat pesawat tidak?”. Kata
wingi merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah kemarin.
103
29) Gambar Saiful apik banget
Penjelasan dari “Gambar Saiful apik banget” kalimat tersebut
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa
antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut
seharusnya “Gambar Saiful bagus sekali”. Kata apik banget
merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah bagus sekali.
30) Bu guru, tadi saya pipis baju saya kena air njut teles bu guru
Penjelasan dari “Bu guru, tadi saya pipis baju saya kena air njut
teles bu guru” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, tadi
saya pipis baju saya kena air terus basah bu guru”. Kata njut
teles merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah terus basah.
31) Kamu kalau nakal tak maturke bu guru
Penjelasan dari “Kamu kalau nakal tak maturke bu guru” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Kalau kamu nakal tak bilang ke bu guru”.
Kata kandakke merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan
dalam bahasa Indonesia adalah bilang ke.
104
32) Kamu ngapusi bu guru ya, katanya tidak bawa buku
Penjelasan dari “Kamu ngapusi bu guru ya, katanya tidak bawa
buku” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa
dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Kamu bahongi
bu guru ya, katanya tidak bawa buku”. Kata ngapusi merupakan
kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia
adalah bohong.
33) Ngenjang kan hari Minggu, minta renang bapak ah ke Watu
Lumpang
Penjelasan dari “Ngenjang kan hari Minggu, minta renang bapak
ah ke Watu Lumpang” kalimat tersebut merupakan interferensi
bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia
dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Besok kan
hari Minggu, minta renang bapak ah ke Watu Lumpang”. Kata
sesok merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah besok.
34) Sampean mboten tumut upacara kan, tadi?
Penjelasan dari “Sampean mboten tumut upacara kan, tadi?”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Kamu tidak ikut upacara kan,
105
tadi?. Kata kowe ra melu merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah kamu tidak ikut.
35) Tadi sarapan sama endok goreng bu
Penjelasan dari “Tadi sarapan sama endok goreng bu” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Tadi sarapan sama telur goreng bu”. Kata
endok merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah telur.
36) Bu guru, besok saya mboten sekolah dinakali Faiq
Penjelasan dari “Bu guru, besok saya mboten sekolah dinakali
Faiq” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, besok saya tidak mau
sekolah dinakali Faiq”. Kata emoh merupakan kata dalam bahasa
Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak mau.
37) “Besok kalau besar aku mau jadi polisi nangkap sampean cah
nakal!”
Penjelasan dari “Besok kalau besar aku mau jadi polisi nangkap
sampean cah nakal!” kalimat tersebut merupakan interferensi
bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia
dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Besok kalau
besar aku mau jadi polisi nangkap kamu anak naka! ”. Kata kowe
106
cah merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah kamu anak.
38) Bu PR-nya digarap disini boleh bu?
Penjelasan dari “Bu PR-nya digarap disini boleh bu?” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bu PR-nya dikerjakan disini boleh bu?. Kata
digarap merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam
bahasa Indonesia adalah dikerjakan.
39) Bu guru, kelas lintune sudah pada pulang bu
Penjelasan dari “Bu guru, kelas lintune sudah pada pulang bu”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, kelas lainnya sudah
pada pulang bu”. Kata liyone merupakan kata dalam bahasa Jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah lainnya.
40) Bu guru, dipadosi pak Qosim, suruh ke kantor bu
Penjelasan dari “Bu guru, dipadosi pak Qosim, suruh ke kantor
bu” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan
adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, dicari pak Qosim,
suruh ke kantor bu”. Kata digoleki merupakan kata dalam bahasa
Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah dicari.
107
2. Analisis penyebab terjadinya interferensi bahasa
Sebagaimana yang telah di paparkan pada bab sebelumnya mengenai
faktor penyebab interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia antara lain:
a. Faktor kedwibahasaan
Faktor kedwibahasaan ini terjadi karena dalam proses pembelajaran
bahasa Indonesia guru lebih condong menggunakan bahasa Jawa dan
terbiasa menggunakan bahasa Jawa, bahkan guru lebih akrab dengan
bahasa Jawa, sehingga peserta didik mengalami kontak bahasa dalam
berkomunikasi. Tidak cukupnya kosakata suatu bahasa dalam
menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, menghilangnya
kata-kata yang jarang digunakan, kebutuhan akan sinonim dan antonim
dan prestise bahasa sumber. Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya
kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab
terjadinya interferensi bahasa.
b. Faktor kebiasaan
Faktor kebiasaan terjadi karena akibat terbawanya kebiasaan-
kebiasaan ujaran bahasa ibu (bahasa pertama) dan lebih akrab
menggunakan bahasa Jawa, bahasa tersebut menjadi bahasa ibu dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian peserta didik jadi lebih
terbiasa menggunakan bahasa Jawa dalam bahasa sehari-harinya.
Peserta didik pun lebih menguasai bahasa Jawa, dikarenakan bahasa
108
Jawa merupakan bahasa ibu sejak ia lahir hingga tumbuh besar,
sehingga bahasa yang di pahami oleh siswa adalah bahasa Jawa.
109
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
interferensi bahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Interferensi yang terdapat dalam penelitian ini adalah interferensi
morfologi dengan unsur afiks, reduplikasi dan kompositum.
2. Adapun faktor penyebab terjadinya interfensi bahasa Jawa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu: a) kedwibahasaan terjadi karena
dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia guru terkadang
menggunakan bahasa Jawa dan lebih condong menggunakan bahasa
Jawa. Sehingga peserta didik mengalami kontak bahasa dalam
berkomunikasi. b) kebiasaan siswa menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
tempat tinggalnya.
B. Saran
Berdasarkan tindak lanjut dari penelitian ini, maka penulis
memberikan beberapa saran, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
Hendaknya kepada kepala sekolah memberikan dukungan kepada
guru dalam mengajar dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
110
guru dalam kegiatan belajar mengajar, baik media pembelajaran
maupun pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan keterampilan
mengajar guru di sekolah.
2. Bagi Guru
Penelitian ini, sangat diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para
pendidik untuk dapat menerapkan tentang penggunan bahasa dengan
baik dan benar, supaya kedepannya pun lebih baik dalam tercapainya
cita-cita dalam mencerdaskan anak bangsa.
3. Bagi Siswa
Diharapkan bagi siswa untuk lebih menghargai guru dalam
pembelajaran di kelas dan dapat bekerja sama dengan baik dalam
proses belajar mengajar. Gemar berbahasa Indonesia yang baik dan
benar, karena bahasa Indonesia itu indah apabila digunakan dengan
baik dan benar maka cintailah bahasa Indonesia.
111
DAFTAR PUSTAKA
Arum, Imam Mas. 2017. Modul Pengantar Perkuliahan Semester Genap Teori
Dan Sejarah Sastra. Salatiga: Tidak diterbitkan
Atmaja, Dwija. 2018. Bahasa Jawa Untuk SD/MI. Sukoharjo: CV Hasan Pratama
Bahroni. 2012. Kuasailah Dunia Dengan Bahasa Memahami Pokok-pokok Ilmu
Bahasa. Salatiga: STAIN Salatiga Pres
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Darajat, Zakiah dkk. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Harjawiyana, Haryana dkk. 2001. Kamus Unggah-ungguh Basa Jawa.
Yogyakarta: Kanisius
Maryam, Siti. 2002. Buku Pedoman Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta:
Departemen Agama RI
Purwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Media Abadi
. .. 2005. Belajar Bahasa Jawa Krama Inggil. Jogjakarta: Hanan Pustaka
. 2005. Unggah-ungguhing Basa Jawi. Jogjakarta: Hanan Pustaka
Sugono, Dendy dkk. 2003. Pengindonesiaan Kata dan Istilah Asing I. Jakarta:
Departemen pendidikan Nasional
. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Suandi, I Ngenah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudaryanto. 1994. Pemanfaatan Potensi Bahasa. Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press
Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius
112
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurul Asfiyah
Tempat/Tanggal lahir : Kab. Semarang 14 Januari 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat :
No. Hp : 0895365392724
Riwayat Pendidikan :
1. MI Rohmatullah Cokro Grabag Magelang ,
lulus tahun 2008
2. MTs Rohmatullah Cokro Grabag Magelang,
lulus tahun 2011
3. MA Al-Manar Bener Tengaran Semarang,
lulus tahun 2014
Riwayat Organisasi :
1. Ketua OSIS 2009 MTs Rohmatullah Cokro
2. Pengurus IKASAMA PP Al-Manar
3. Sekretaris II HMJ PGMI 2015-2016
4. Bendahara Karang Taruna Nyatnyono 2017-
sekarang
Demikian riwayat hidup ini dibuat sebenar-benarnya.
Krajan RT/RW: 002/004, Desa Nyatnyono, Kec.
Ungaran Barat Kab. Semarang
120
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
Daftar pertanyaan wawancara dibagi menjadi dua versi yaitu: 1) versi
pertanyaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya interferensi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat
kabupaten Semarang. 2) versi pertanyaan untuk guru tentang penyebab terjadinya
interfernsi dalam penganjar pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 MI
Nyatnyono 01 Ungaran Barat kabupaten Semarang. Adapun daftar pertanyaannya
sebagai berikut:
A. Daftar pertanyaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya interferensi
dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
1. Bahasa pertama apa yang dikuasai siswa di kelas 1 MI Nyatnyono 01
Ungaran Barat Kabupaten Semarang?
2. Ada berapakah bahasa yang dikuasai oleh siswa?
3. Bahasa apakah yang digunakan oleh siswa untuk berkomunikasi ketika
berada di lingkungan tempat tinggalnya?
4. Bahasa apakah yang digunakan oleh siswa untuk berkomunikasi ketika
berada di lingkungan sekolah?
5. Mengapa siswa kelas 1 lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi?
B. Daftar pertanyaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam
pengantar pembelajaran bahasa Indonesia.
1. Bahasa apakah yang dikuasai oleh guru di kelas 1 MI Nyatnyono 01
Ungaran Barat Kabupaten Semarang?
121
2. Ada berapakah bahasa yang dikuasai oleh guru di kelas 1 MI Nyatnyono
01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang?
3. Bahasa apa yang digunakan oleh guru untuk berkomunikasi di
lingkungan tempat tinggalnya?
4. Bahasa apa yang digunakan oleh guru untuk berkomunikasi di
lingkungan sekolah?
5. Mengapa guru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa dalam pengantar pembelajaran bahasa Indonesia?
122
LAMPIRAN
Suasana Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia
Peserta Didik Memperhatikan yang Diajarkan Oleh Guru
123
Ketika Guru dan Peserta didik berkomunukasi
Ketika Proses pembelajaran Berlangsung dan Peserta didik sedang Berkomunikasi