INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM...

139
i INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017/ 2018 S K R I P S I Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh NURUL ASFIYAH NIM 115 14 121 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Transcript of INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM...

i

INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01

KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG

TAHUN PELAJARAN 2017/ 2018

S K R I P S I

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

NURUL ASFIYAH

NIM 115 14 121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

ii

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAN

KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN

Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini:

Nama : NURUL ASFIYAH

NIM : 11514121

Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Jurusan : PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau

temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk di publikasikan oleh

Perpustakaan IAIN Salatiga.

Salatiga, 26 Juli 2018

Yang Menyatakan,

NURUL ASFIYAH

NIM. 115 14 121

iv

Imam Mas Arum, M.Pd.

Dosen IAIN Salatiga

Persetujuan Pembimbing

Hal : Naskah skripsi

Lamp : 4 eksemplar

Saudari : Nurul Asfiyah

Kepada

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga

di Salatiga

Assalamu'alaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :

Nama : Nurul Asfiyah

NIM : 115 14 121

Fakultas / Progdi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / PGMI

Judul : INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO

ALUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01

KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG TAHUN

PELAJARAN 2017/2018

Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera

dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.

v

SKRIPSI

INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI

NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018

disusun oleh:

NURUL ASFIYAH

NIM: 115 14 121

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Prodi Pendidikan

Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 10 September 2018 dan telah dinyatakan

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Dr. Fatchurrohman, S. Ag., M. Pd

Sekretaris Penguji : Imam Mas Arum, M. Pd.

Penguji I : Siti Rukhayati, M. Ag

Penguji II : Dra. Urifatun Anis, M. Pd.

Salatiga, 10 September 2018

Dekan

Suwardi, M.Pd.

NIP. 19670121 199903 1 002

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

vi

MOTTO

“Kuasailah dunia dengan bahasa, dengan penguasaan ilmu bahasa yang lebih baik,

kita juga lebih mudah dalam memahami dan mendalami ilmu-ilmu lain yang

tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Dengan menguasai bahasa, insya

Allah pintu-pintu berbagai ilmu akan lebih terbuka, dengan penguasaan berbagai

ilmu, insya Allah hidup kita lebih bermakna”. (Bahroni, 2012)

vii

PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak Ahmad Sabar dan Ibu Asromi tercinta yang senantiasa

membimbing, merawat, mendidik dan memberikan kasih sayang sedari

kecil sampai sekarang, semoga Allah SWT memberikan kesehatan, umur

panjang dan rezeki yang barokah dan bermanfaat untuk beliau.

2. Kakakku tercinta Prastiyono dan Nur Salim yang selalu memberi

dukungan lahir batin, semoga Allah SWT selalu menyayangimu.

3. Muhammad Luthfi Hakim S.H yang selalu memberikan do‟a dan

dukungan terbaik.

4. Bapak K.H Hisyam Asy‟ari dan Ibu Hj. Rohimatul Ulya (almarhumah) PP

Rohmatullah yang kami tunggu-tunggu barokah ilmunya.

5. Bapak Kyai As‟ad Haris Nasution dan Ibu Nyai Fatehah Imam Fauzi PP

Al-Manar yang kami tunggu-tunggu barokah ilmunya.

6. Bapak dan Ibu dosen yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran.

7. Teman-teman PPL di MIN Salatiga, KKN Sambeng posko 85.

8. Teman-teman angkatan 2014 PGMI IAIN Salatiga dan keluarga besar

Bani Kusmin yang sudah mendo‟akan dan membantu skripsi ini.

9. Teman-temanku Atika, Isna, Sofi, Abdillah, Fitria, Efta, Uci, Ida, Dian,

adekku Fadhilah, Zizah, Hani, Zida, dan semuanya maaf tidak dapat

menyebutkan satu persatu.

viii

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرمحن الرحيم

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada

junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke

jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata

guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah

“INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01

KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN

PELAJARAN 2017/2018

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah

memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Peni Susapti, S.Si., M.Si. selaku Ketua Prodi PGMI IAIN Salatiga.

4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah

berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan

pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat

ix

berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya

skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PGMI IAIN

Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan

kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

6. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu

memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam

penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena

itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan

memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amin ya robbal

„alamin.

Salatiga, 26 Juli 2018

Penulis,

NURUL ASFIYAH

115 14 121

x

ABSTRAK

Asfiyah, Nurul. 2018. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus Dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran

Barat Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018. Skripsi.

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Guru

Madrasah Ibtidaiyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: Interferensi, Bahasa Jawa, Ngoko Alus, Bahasa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab

interferensi bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa

kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat yang terdiri dari 28 siswa. Adapun

rumusan masalahnya antara lain: 1) Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa

Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang? 2) Apa sajakah faktor penyebab

terjadinya interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten

Semarang?

Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun

langkah-langkah dalam penelitian kualitatif ini diantaranya adalah: 1) observasi

atau studi lapangan 2) pengamatan 3) pengumpulan data 4) wawancara dan 5)

analisis data. Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah hasil

pengamatan secara langsung dan hasil wawancara secara langsung. Analisis data

dilakukan dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian kemudian dianalisis.

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) Bentuk interferensi

bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah

interferensi morfologi dengan unsur afiks, reduplikasi, dan kopositum. 2) Faktor

penyebab terjadinya interferensi bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran

bahasa Indonesia adalah faktor kedwibahsaan dan kebiasaan. Maka hipotesis

penelitian ini yang menyebutkan bahwa Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus

Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan

Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018 diterima.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii

HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. v

MOTTO..................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ..................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. viii

ABSTRAK ................................................................................................ x

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Fokus Penelitian ........................................................... 7

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ........................................................ 7

E. Penegasan Istilah ........................................................... 8

F. Sistematika Penulisan .................................................. 10

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Interferensi Bahasa Jawa ........................... 12

1. Pengertian Interferensi ............................................. 12

2. Interferensi Bahasa Jawa ......................................... 15

3. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus ..................... 22

4. Interferensi Bahasa Jawa Dalam Bahasa Indonesia. 27

xii

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia ................................... 41

1. Fungsi Bahasa Indonesia ...................................... 47

2. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia ................. 49

3. Syarat Seorang pendidik ....................................... 54

4. Belajar Bermakna .................................................. 55

5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia ............... 60

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ............................................................. 62

1. Pendekatan dan Jenis penelitian ............................... 62

2. Kehadiran Peneliti..................................................... 63

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 63

1. Lokasi Penelitia......................................................... 63

2. Waktu Penelitian ....................................................... 63

C. Sumber Data ................................................................ 63

1. Data Primer ............................................................... 63

2. Data Sekunder ........................................................... 64

D. Prosedur Pengumpulan Data ......................................... 64

1. Obsevasi .................................................................... 64

2. Wawancara................................................................ 65

3. Dokumentasi ............................................................. 65

E. Analisis Data ................................................................. 65

1. Reduksi Data ............................................................. 65

2. Deduktif .................................................................... 66

3. Kualitatif ................................................................... 66

xiii

F. Pengecekan Keabsahan Data ........................................ 67

1. Triangulasi Sumber Data .......................................... 68

2. Triangulasi Metode ................................................... 68

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data ................................................................. 69

1. Gambaran Umum MI Nyatnyono 01 ....................... 69

a. Sejarah Berdirinya MI Nyatnyono 01 ................ 69

b. Visi, Misi, dan Tujuan MI Nyatnyono 01 .......... 71

c. Keadaan Siswa ................................................... 72

d. Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran ............. 73

e. Pendidik dan Tenaga Kependidikan ................. 73

f. Sarana Prasarana ................................................ 74

g. Keuangan dan Pembiayaan ................................ 75

h. Budaya dan Lingkungan Madrasah .................... 75

i. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan ............. 75

2. Hasil Temuan Penelitian .......................................... 76

3. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi

Bahasa ........................................................................... 86

B. Analisis Data ................................................................. 89

1. Analisis terhadap bentuk interferensi bahasa Jawa

ngoko alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia ....... 89

2. Analisis penyebab terjadinya interferensi bahasa ..... 105

xiv

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................... 107

B. Saran ............................................................................. 107

DAFTAR PUSTAKA

xv

LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Pembimbing Skripsi

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Skripsi

Lampiran 4 Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 5 Surat Balasan dari MI Nyatnyono 01

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 7 Lembar SKK

Lampiran 8 Dokumentasi

Lampiran 9 Per

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hak semua anak. Dalam pembukaan Undang-

undang dasar, pendidikan mendapat perhatian khusus dan tercantum

secara eksplisist pada alenia ke empat. Bahkan pendidikan sudah dianggap

sebagai sebuah hak asasi yang harus secara bebas dapat dimiliki oleh

semua anak. Semua negara didunia harus dapat menyediakan yang gratis

dan sama rata, paling tidak pada level pendidikan dasar.

Setiap pembicara mempunyai ragam bahasa, yang penggunaannya

disesuaikan dengan fungsi dan keadaan ketika menggunakan bahasa

tertentu. Ragam bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari

dengan acara resmi sangatlah berbeda, bahasa digunakan sesuai tempat

dan siapa yang menjadi lawan bicaranya. Tidak hanya itu, bahasa juga

menunjukkan kepribadian seseorang atau berbudinya seseorang dan sopan

santun.

Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan.

Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial,

ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi

pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik,

ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa

terpengaruh oleh bahasa lain. Proses saling mempengaruhi antara bahasa

2

yang satu denagn bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa

sebagai bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas.

Saling mempengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya kosakata bahasa

yang bersangkutan, mengingat kosakata itu memiliki sifat terbuka.

Dalam masyarakat dwibahasa, pemilihan ragam bahasa itu

berjalinan pula dengan pemilihan bahasa apa yang akan kita pakai.

Penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang pembicara, biasanya

menimbulkan interferensi, yaitu penyimpangan dari norma masing-masing

bahasa, sebagai akibat pengenalan akan lebih dari satu bahasa, mengingat

hal itu, jika kita hendak berbahasa dengan baik, maka kita harus sadar, kita

sedang berbahasa apa, dan berusaha sedapat-dapatnya memisahkan kedua

bahasa itu.

Siswa pada Sekolah Dasar merupakan siswa atau peserta didik

yang mengalami dua proses penguasaan bahasa, yaitu proses pemerolehan

bahasa dan proses pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan bahasa

merupakan proses yang dialami anak sejak pertama kali anak belajar

berbicara menggunakan bahasa ibunya yaitu bahasa jawa. Bahasa

Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan didalam lingkungan

sekolah untuk berkomunikasi. Selain itu, di lingkungan tempat tinggalnya

siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia melalui media yang ada

disekitar seperti media TV, radio, surat kabar, dan internet. Selain itu,

siswa siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia secara langsung penutur

bahasa Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan siswa menggunakan bahasa

3

Indonesia dan bahasa Jawa secara bergantian. Selain bahasa Indonesia,

siswa MI Nyatnyono 01 juga mempelajari bahasa lain, yaitu bahasa Arab

dan Inggris. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa di MI

Nyatnyono 01 merupakan dwibahasawan yaitu menguasai dua bahasa atau

lebih.

Hal yang menghambat penggunaan Bahasa Indonesia sebagai

bahasa pengantar di sekolah dasar ialah kemampuan murid berbahasa

Indonesia yang masih belum memadai. Dengan kemampuan Bahasa

Indonesia seperti itu, tujuan pendidikan di seokalah dasar yang telah

tentukan dalam kurikulum tidaklah akan dapat dicapai seluruhnya.

Kemampuan berbahasa Indonesia yang tidak memadai itu biasanya pada

kelas-kelas permulaan, disebabkan karena murid sebelum masuk sekolah

dasar pada umumnya tidak berbahasa Indonesia, dan baru mengenal

Bahasa Indonesia di sekolah, karena situasi kebahasaan disekelilingnya,

dalam kehidupan sehari-hari di sekolah di luar pelajaran, di rumah, dan di

masyarakat, murid-murid itu lebih banyak menggunakan Bahasa Daerah.

Karena itu, kemampuan berbahasa Indonesia mereka tidak banyak

ditunjang oleh kegiatan berbahasa di luar kelas.

Kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu dengan bahasa

yang lain, baik itu langsung maupun tidak langsung. Kontak bahasa terjadi

jika dua bahasa atau lebih dipergunakan secara bergantian oleh seorang

pemakai bahasa. Menggunakan bahasa secara bergantian tidaklah mudah

apa lagi bagi siswa sekolah dasar. Siswa yang menggunakan dua bahasa

4

dalam berkomunikasi dalam kesehariannya akan mengalami kesulitan

dalam memilih dan menggunakan kosakata sewaktu menulis dalam

Bahasa Indonesia. Bahasa Daerah sangat berpengaruh dalam komunikasi

sehari-hari bagi para siswa, bahkan dalam berkomunikasi secara formal di

sekolah para siswa masih sering menggunakan bahasa ibu sebagai alat

untuk berkomunikasi sedangkan Bahasa Indonesia dipakai hanya terbatas

di kelas saja. Situasi seperti ini, terjadi juga pada siswa kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Interferensi dapat terjadi karena siswa di MI Nyatnyono 01

Kecamatan Ungaran Barat, dalam berkomunikasi baik dalam lingkungan

sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya lebih memilih

menggunakan Bahasa Daerah atau berbahasa Jawa sebagai bahasa resmi

dalam berkomunikasi. Bahkan pengantar pembelajaran di sekolah pun tak

jarang guru menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya,

sehingga perilaku guru tersebut mempengarui siswa dalam berkomunikasi.

Kebiasaan menggunakan bahasa Jawa menyebakan pemahaman kata-kata

dalam Bahasa Indonesia.

Interferensi juga dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa

tulis siswa. Dalam bahasa lisan dan bahasa tulis banyak terdapat

interferensi karena dalam bahasa lisan dan bahasa tulis siswa

menggunakan bahasa yang dimilikinya sendiri tanpa ada

mempengaruhinya. Ketika siswa menulis banyak ditemukan interferensi

karena melalui bahasa tulis siswa mampu mengekspresikan apa yang ada

5

dalam pikirannya tanpa ada yang mengendalikan sehingga bahasa yang

digunakan siswa lebih natural dan apa adanya.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap proses

pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01

Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang sangat meyakinkan

adanya interferensi yang terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa

Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya alih penggunaan atau sering

disebut dengan alih kode dan adanya campur kode. Hal tersebut terjadi

karena siswa mencampurkan bahasa Jawa ngoko alus dalam proses

pembelajaran Bahasa Indonesia.

Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa

nasional kita seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah, karena

pertumbuhan bahasa Indonesia itu banyak dipengaruhi oleh bahasa daerah.

Sering sekali tanpa kita sadari, kita berbahasa Indonesia kita berbahasa

Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita

gunakan dalam bertutur ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur

kata atau kalimat yang kita gunakan adalah struktur bahasa daerah.

Struktur bahasa daerah itu telah mendarah daging dalam tubuh kita,

sehingga sering secara kita sadari muncul dalam percakapan kita ketika

kita menggunakan bahasa Indonesia.

Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahas daerah atau dialek

setempat terhadap bahasa Indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita

hindari hanya jika kita menguasai benar struktur bahasa masing-masing

6

dan tahu benar makna tiap kata dalam setiap bahasa. Jangan menganggap

bahasa Indonesia itu mudah, yang mudah ialah bahasa ragam santai,

bahasa tutur yang kita gunakan sehari-hari, karena bahasa itu tidak terikat

kepada kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi

tidaklah mudah. Itu sebabnya, kita diletakkan pada suatu situasi resmi

yang terjaga, kita akan merasakan bahwa pekerjaan itu tidaklah mudah.

Misalnya bila kita tiba-tiba harus mengucapkan pidato di depan khalayak

ramai, atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau bentuk tulisan lai

seperti itu, barulah akan terasa kepada kita bahwa menggunakan kata-kata

yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang sangkakan orang.

Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita

harus memperdalam pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita hasus

banyak membaca buku-buku yang baik isi dan bahasanya teratur. Tanpa

usaha dengan sengaja kearah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap

tidak akan baik.

Berangkat dari fenomena diatas, yakni interferensi bahasa yang

banyak terjadi dilingkungan sekitar kita, maka penulis melakukan

penelitian dengan mengambil judul “Interferensi Bahasa Jawa Ngoko

Alus Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang

Tahun Pelajaran 2017/2018”

7

B. Fokus Penelitian

Dari berbagai uraian diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

2. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa

Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

2. Mendiskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa

Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

kalangan masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi peneliti dan

memberikan manfaat kepada peserta didik MI Nyatnyono 01 Ungaran

Barat, kabupaten Semarang. Manfaat atau keguanaan penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

8

1. Secara Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas

interferensi bahasa dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama

Islam Negri Salatiga (IAIN Salatiga).

2. Secara Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk guru

b. Sebagai upaya memotivasi peserta didik agar penggunaan Bahasa

Indonesia denagan baik dan benar.

c. Meningkatkan kemampuan belajar siswa khususnya pelajaran

Bahasa Indonesia.

E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu

memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Interferensi

Interferensi merupakan kekliruan yang disebabkan oleh adanya

kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa

terhadap bahasa lain mencakup pengucapan suatu bunyi, tata bahasa,

dan kosa kata. Interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa

menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata

(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata

makna (semantik). Interferensi adalah bagaimana seseorang yang

dwibahasawan itu menjaga bahasa-bahasa itu sehingga terpisah dan

9

seberapa jauh seseorang itu mampu mencampuradukkan serta

bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam penggunaan bahasa

lainnya.

Interferensi merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat

terbawanya kebiasaan-kebiasaan uajran bahasa ibu atau dialek ke

dalam bahasa atau dialek kedua. Interferensi merupakan gejala

perubahan terbesar, terpenting danpaling dominan dalam

perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan akan

kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam

perkembangannya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk

kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan donor.

Gejala interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain sulit

untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari

perilaku penutur bahasa penerima.

2. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, yang mana bahasa

yang telah diakui secara yuridis sebagai bahasa resmi dalam suatu

negara. Bahasa resmi sesuai dengan statusnya yang mempunyai fungsi

tertentu. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa

tidak dapat lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi.

Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa

Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah

Sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda

10

pada “konggres pemoeda”, 28 Oktober 1928 di Solo, menjadi bahasa

Indonesia.

3. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat

pulau Jawa terutama Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogyakarta, Jawa

Timur dan masyarakat yan berasal dari daerah tersebut dalam

kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa pula merukan bahasa daerah di

Indonesia yang masih hidup dan berkembang. Karena penyebaran

penduduk bahasa Jawa dipakai pula dibeberapa daerah luar pulau

Jawa.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka

sistematika pembahasanya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal

pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini.

Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,

fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah

dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang landasan teori,

pengertian interferensi, jenis-jenis interferensi, penyebab interferensi,

pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

11

BAB III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian,

lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,

analisis data, dan penegecekan keabsahan data.

BAB IV Paparan dan Analisis Data. Bab ini berisi tentang bentuk-

bentuk interferensi penyebab terjadinya interferensi di MI Nyatnyono

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Paparan data yang

disajikan dengan topik sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian

dan analisis data.

BAB V Penutup. Berisi tentang simpulan dari seluruh hasil

penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi tentang bentuk dan penyebab

interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam proses pembelajaran Bahasa

Indonesia di MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten

Semarang.

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Interferensi Bahasa Jawa

1. Pengertian Interferensi

Iterferensi merupakan topik sosiolinguistik yang terjadi sebagai

akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur

yang multilingual, yang mana dalam hal tersebut berkaitan dengan alih

kode dan campur kode. Alih kode adalah penggantian bahasa atau ragam

bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan

dilakukan dengan sadar, sedangkan campur kode adalah digunakannya

serpihan-serpihan dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa tulis

maupun lisan, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang

dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan, sementara integrasi tidak

dianggap sebagai gejala penyimpangan dikarenakan unsur-unsur bahasa,

sumber itu telah disesuaikan dengan bahasa sasarannya dan dianggap

sebagai perbendaharaan kata baru. Integrasi dipandang sebagai sesuatu

yang diperlukan jika tidak ada padanan kata dalam bahasa sasaran.

Interferensi merupakan penyusunan suatu bahasa ke bahasa lain,

akibat dari adanya kontak bahasa antara kedua masyarakat bahasa yang

bersangkutan. Persamaan lain terletak pada komponen yang terdapat

dalam proses pembentukannya (Jendra, 2007:14, dalam Suandi, 2014:

115-116) . Ketiga komponen tersebut diuraikan sebagai berikut :

13

a. Adanya bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang

menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke bahasa lain.

b. Adanya bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang

menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber tadi.

c. Adanya unsur bahasa yang terserap atau menyusup (importasi) atau

unsur serapan.

Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich untuk

menyebut adanya persentuhan sistem suatu bahasa sehubungan dengan

adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang

dilakukan oleh penutur bilingual. Menurut Weinreich (dalam buku

Suandi, 2014: 12) menganggap bahwa interferensi sebagai gejala

penyimpangan dari norma-norma kebahasaan yang terjadi pada

penggunaan bahasa seorang penutur sebagai akibat pengenalannya

terhadap lebih dari satu bahasa, yakni akibat kontak bahasa.

Menurut Osgood dan Sebeok (dalam buku Dardjowidjojo 2003: 3)

penutur berkemampuan berbahasa sejajar jika penutur bilingual

mempunyai kemampuan terhadap bahasa 1 denagn bahasa 2 sama

baiknya, artinya penutur bilingual tidak mempunyai kesulitan untuk

menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku

kedua bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Sementara itu,

penutur berkemampuan bahasa majemuk yaitu penutur yang kemampuan

berbahasa 2 lebih rendah atau berbeda dengan kemampuan berbahasa 1,

14

artinya penutur mempunyai kesulitan dalam menggunakan bahasa 2

karena dipengaruhi bahasa 1.

Sedangkan menurut Poerwadarminto dalam Pramudya (2006:27)

menyatakan bahwa interferensi berasal dari bahasa Inggris “Interference”

yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan. Interferensi secara

umum dapat diartikan sebagai percampuran dalam bidang bahasa.

Percampuran yang dimaksud adalah percampuran dua bahasa atau saling

pengaruh antara kedua bahasa.

Berbeda dengan Osgood dan Poerwadarminto, Hartman dan Strok

(dalam buku Dardjowidjojo 2003: 6) mengatakan bahwa tidak menyebut

interferensi sebagai pengacauan atau kekacauan, melainkan kekeliruan

yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa

ibu atau dialek ke dalam bahasa kedua.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

interferensi adalah gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam

bahasa lain. Fokus utama yang dapat menyebabkan interferensi adalah

adanya perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan

yang tidak saja dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman

kosakatanya. Gejala itu sendiri terjadi sebagai akibat pengenalan atau

pengidentifikasian penutur terhadap unsur-unsur tertentu dari bahasa

sumber, kemudian memakainya dalam bahasa sasaran. Di samping itu,

setiap bahasa manapun tidak pernah berada pada satu keadaan tertentu. Ia

15

selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Interferensi dianggap

gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa.

2. Interferensi Bahasa Jawa

a. Sejarah Singkat Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa pertama penduduk Jawa

yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan,

daerah-daerah transmigrasi di Indonesia, di antaranya, sebagian

Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan beberapa tempat di

luar negri, yaitu Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai

Barat Johor. Jumlah penuturnya sekarang 75,5 juta. Di dunia

terdapat 6,703 bahasa. Bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dalam

hal jumlah penutur terbanyak.

Bahasa Jawa secara diaknosis berkembang dari bahasa

Jawa Kuno. Bahasa Jawa Kuno berkembang dari bahasa Jawa

Kuno Purba. Bahasa Jawa atau disebut bahasa Jawa Baru/Modern

dipakai oleh masyarakat Jawa sejak sekitar abad 16 sampai

sekarang. Berkembangnya bahasa Jawa Baru bersamaan dengan

beralihnya kebudayaan Hindu-Budha-Jawa ke kebudayaan Islam-

Jawa. Bahasa Jawa Baru, yang banyak mendapat pengaruh

kosakata bahasa Arab, dipakai sebagai wahana baik lisan maupun

tertulis dalam suasana kebudayaan Islam-Jawa. Dalam suasana itu

ragam tulis bahasa Jawa tidak hanya ditulis dengan huruf jawa dan

16

Latin saja, tetapi juga ditulis dengan huruf arab. Huruf Arab

dipakai dan disesuaikan dengan sistem bahasa Jawa dan diubah

menjadi huruf Pegon.

Bahasa Jawa Kuno dipakai oleh masyarakat Jawa sejak

abad pertama Mesir sampai dengan abad ke-15. Mulai abad

pertama sampai dengan keenam bahasa Jawa kuno hanya dipakai

secara lisan. Bahasa Jawa Kuno banyak mendapat pengaruh

tambahan kosakata Sansekerta. Jumlah kosakata dari bahasa

Sansekerta mencapai 45% dari keseluruhan kosakata bahasa Jawa

Kuno yang ada. Bahasa Jawa Kuno dipakai sebagai wahana baik

lisan maupun tertulis dalam suasana kebudayaan Hindu-Budha-

Jawa sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-15. Huruf yang

dipakai mula-mula ialah Pallawa kemudian diciptakan huruf Jawa

Kuno. Pemakaian bahasa Jawa Kuno tertua tertulis ialah pada

Prasasti Sukabumi berangka tahun 726 Saka (25 Maret 804

Masehi). Karya sastra yang paling awal disadur dalam bahasa Jawa

Kuno dengan huruf Jawa Kuno pada abad ke-19 ialah Ramayana

dan Mahabarata, berasal dari India.

Pada masa transisi berkembangnya bahasa Jawa Kuno ke

Jawa Baru muncul bahasa Jawa Pertengahan. Munculnya bahasa

itu pada sekitar abad ke-15 atau sebelumnya. Bahasa Jawa Kuno

dan Jawa Pertengahan di Jawa sudah tidak dipakai lagi oleh

masyarakat sekarang. Namun, kedua bahasa ini di Bali masih

17

tumbuh subur dalam upacara suasana keagamaan. Kekawin

Ramayana, Sutasoma, dan Bharatayudha berbahasa Jawa Kuno

yang lebih bersuasana budaya Hindu-Budha-Jawa masih sering

ditembangkan, didiskusikan, dan diterjemahkan dalam bahasa

Bali/Indonesia oleh para sekaha bahasan yang hampir tersebar di

seluruh kawasan pulau itu. Hal yang sama dengan kakawin yang

sering diulas dan ditembangkan ialah berbagai kindung berbahasa

Jawa Pertengahan yang lebih bersuasana budaya Bali-Jawa,

diantaranya, Kidung Harsawijaya, Kidung Sunda, Kidung Rangga

Lawe, dan Wangbang Wadeya.

Bahasa Jawa Kuno Purba diperkirakan dipakai oleh

masyarakat Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada zaman

prasejarah sebagai alat komunikasi lisan sejak tiga juta sampai

menjelang abad pertama Masehi. Perkiraan itu didasarkan pada

ditemukannya fosil manusia purba Pithecamthropus Erectus pada

tahun 1939 oleh Ralph von Koenigswald di Sangiran, Surakarta,

Jawa Tengah. Dari fosil itu dapat diketahui bahwa Pulau Jawa

sejak tiga juta tahun sampai 10.000 tahun sebelum Masehi telah

dihuni oleh manusia. Mulai abad pertama orang Jawa telah

mengenal berbagai macam teknologi, di antaranya, cara bercocok

tanam, cara berlayar, arah mata angin, dan astronomi (Purwadi,

2004: 15)

18

Tersebarnya bahasa Jawa di Suriname, Belanda, dan New

Caledonia bersamaan dengan datangnya orang Jawa di sana.

Kelompok pertama orang Jawa sebagai tenaga kerja yang datang di

Suriname atas prakarsa Belanda pada 9 Agustus 1890. Ratusan

kelompok berikutnya datang kemudian. Peristiwa itu berlangsung

sampai dengan Desember 1939. Pada tahun 1971, berdasarkan

sensus, disebutkan ada 60.000 orang Jawa di Suriname. Menjelang

kemerdekaan Suriname tahun 1975 ada 30.000 orang berimigrasi

ke Belanda. Sekarang ada sekitar 60.000 orang Jawa di Suriname.

Kedatangan orang Jawa di New Caledonia sebagai tenaga kerja

dimulai sejak awal ke abad ke-20. Data terakhir pada tahun 1963

ada 3.900 orang Jawa di New Caledonia (Purwadi, 2004: 18).

Bahasa Jawa termasuk rumpun bahasa Austronesia.

Rumpun bahasa Austronesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu

rumpun sebelah barat dan timur. Termasuk dalam rumpun bahasa

Austronesia sebelah barat, diantaranya bahasa Indonesia (Melayu),

Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, bahasa-bahasa di Sulawesi

Utara dan di kepulauan Filipina. Karena serumpun, banyak morfem

imbuhan pada bahasa-bahasa itu mirip atau sama. Fungsi dan

artinya pun kadang-kadang sama (Purwadi, 2004: 25)

Bahasa Jawa digunakan oleh etnis terbesar di Asia

Tenggara. Hingga saat ini bahasa Jawa masih dipelihara dengan

sangat baik oleh orang Jawa yang tinggal di Pulau Jawa atau yang

19

sedang merantau di seluruh kepulauan Nusantara. Bahkan di luar

negri pun banyak orang Jawa yang tetap berbahasa Jawa dengan

sesamanya.

b. Implementasi Pembelajaran Bahasa Jawa

Komunikasi orang Jawa dalam pergaulan sangat

memperhatikan unggah-ungguhing basa. Kepribadian seseorang

bisa dicitrakan dalam bentuk kemampuan berbahasa. Penggunaan

bahasa secara tepat akan mendatangkan sikap hormat. Pilihan kata

yang benar menyebabkan urusan menjadi lancar. Terlebih-lebih

krama yang merupakan bahasa Jawa halus, penerapannya

memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang memadai.

Menurut Purwadi (2004: 4) kewibaan bahasa Jawa menjadi

lebih terhormat secara formal dan mendapat pengakuan secara

legal dari negara. Terbukti bahwa bahasa Jawa menjadi salah satu

kurikulum muatan lokal Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah,

sehingga peserta didik sejak dini sudah mengenal dasar-dasar

struktur gramatika bahasa Jawa. Bahkan ada beberapa Perguruan

Tinggi Negri yang membuka jurusan Bahasa dan Sastra Jawa.

Bahasa Jawa krama menyangkut apresiasi dan status sosial

yang erat sekali dengan etika dan sopan santun. Pada umumnya

krama digunakan oleh bawahan kepada atasan, anak kepada orang

tua, dan murid kepada gurunya. Dalam percakapan sehari-hari,

krama terbukti bisa membuat suasana harmonis. Dengan berbahasa

20

Jawa halus, berarti sudah memulai hubungan yang penuh tata

krama. Masing-masing pihak terjaga perasaannya dan emosi

mudah terkendali.

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam pergaulan sehari-

hari. Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-

kaidah tata bahasa, juga masih harus memperhatikan siapa orang

yang diajak berbicara. Berbicara kepada orang tua berbeda dengan

berbicara pada anak kecil atau yang seumur. Kata-kata atau bahasa

yang ditunjukan pada orang lain itulah yang disebut: unggah-

ungguhing basa.

c. Unggah-ungguhing Basa

Unggah-ungguhing basa merupakan alat untuk

menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing

basa juga merupakan produk dari kehidupan sosial. Hal ini dapat

dijelaskan bahwa struktur masyarakat merupakan faktor

pembentuk dari struktur bahasa. Atau dapat juga dikatakan struktur

bahasa merupakan pantulan dari struktur masyarakat. Struktur

bahasa yang mengenal unggah-ungguhing basa merupakan

pantulan dari struktur masyarakat yang mengenal tingkatan-

tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit unggah-

ungguhing basa, pasti makin rumit juga stratifikasi sosialnya.

Selanjutnya unggah-ungguhing basa memang sangat rumit,

meskipun sebenarnya tataran yang pokok hanyalah dua, yaitu

21

ngoko dan krama, lalu diantara kedua tataran pokok itu terdapat

banyak variasi.

Dalam unggah-unggihing basa, ada pula basa Ngoko yang

disusun dari kata-kata ngoko semua, adapun kata: aku, kowe, dan

ater-ater: dak-, ko-, di-, juga panambang: -ku, -mu, -e, -ake, tidak

berubah. Adapun gunanya untuk bercakap-cakap atau berbicara:

1) Orang tua kepada anak, cucu, atau pada anak muda lainnya.

2) Percakapan orang-orang sederajat, tidak memperhatikan

kedudukan dan usia, jadi seperti kanak-kanak dengan

temannya. Pada awal revolusi basa ngoko seringkali dipakai

dalam pertemuan atau rapat. Mereka menyebut bahasa ini Basa

Jawa Dipa. Namun saat ini dalam pertemuan atau rapat, yang

sering dipakai adalah Bahasa Indonesia, dan jika terpaksa

menggunakan Bahasa Jawa mereka kembali menerapkan

unggah-ungguhing basa dalam pertemuan seperti dahulu, yaitu

menggunakan bahasa krama. Sebab orang yang diajak berbicara

dalam petemuan itu dianggap orang yang harus dihormati.

3) Atasan pada bawahannya, juga menggunakan basa ngoko.

Namun sekarang ini kebanyakan menggunakan basa krama,

meskipun tidak lengkap. Sebab di sini terkandung maksud

menghormati bawahannya, dianggap sederajat, sebagai rekan

kerja.

22

4) Dipakai pada saat ngunandika, sebab yang diajak berbicara

adalah diri sendiri tentu saja tidak perlu penghormatan.

3. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus

Bahasa Jawa Ngoko alus, bahasa yang digunakan dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, yang berasal dari tanah

Jawa itu sendiri. Menurut Suryaningrum, Bahasa Jawa Ngoko Alus

untuk menekankan tuturan pada topik yang dipentingkan, untuk

mengutip kalimat, untuk ngudarasa, merayu mitra tutur, untuk

mengembalikan situasi non-formal ke formal, untuk menyakinkan

mitra tutur, untuk melakukan transliterasi, untuk memberi informasi,

untuk berdoa, dan untuk memperlancar komunikasi.

Bahasa Jawa Ngoko alus menurut Haryana (2001: 5) bahasa

ngoko yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah

terbiasa serta yang dianggap sesama atau satu strata sosial. Ciri khas

dari ngoko alus yakni gaya bahasa yang digunakan lebih halus dan

dengan tujuan tidak menyakiti hati dan menghormati lawan bicaranya.

Sebagai contoh: “Mau Bu Brata ngutus aku supaya nyaosake layang

marang panjenengan”, yang apabila diartikan ke dalam bahasa

Indonesia menjadi “Tadi Bu Brata menyuruh saya supaya memberikan

surat kepadamu”. Bahasa Jawa Ngoko alus pun apabila didengar lebih

enak di telinga, meski dengan kata yang sederhana.

Interferensi dapat terjadi dalam situasi formal dan informal.

Dalam situasi formal, slah satunya adalah dalam kegiatan belajar

23

mengajar di sekolah. Berdasarkan pada Undang- undang Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan

Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada Bab III tentang Bahasa

Negara pasal 25 ayat 3 disebutkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai

bahasa resmi negara sebagaimana di maksud pada ayat (1) berfungsi

sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi

tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi, dan

dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Amanat undang-undang tersebut secara tersurat mewajibkan

penggunaan bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran karena

merupakan bagian dari pelaksanaan pendidikan. Namun, faktanya

dalam pelaksanaan pembelajaran fenomena interferensi ini sangat sulit

dihindari. Tak lain adalah fenomena interferensi bahasa Jawa ngoko

alus dalam bahasa Indonesia. Sebab, bahasa Jawa sebagai bahasa

pertama orang Jawa, dengan begitu sangatlah mempengaruhi

penggunaan bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia pun menjadi

bahasa kedua bagi penggunanya. Hal ini dapat dilihat dalam tuturan

berikut.

(1) Anak-anak yang sudah membaca langsung nulis soal di buku PR

(2) Riza, kamu kenapa ndak mau ndengerin bu guru?

(3) Bu guru saya mau nanya, itu buat PR?

(4) Bu guru, itu njawabnya bagaimana?

24

Proses pembentukan kata nulis, ndengerin, nanya, dan njawab

terjadi kerena dipengaruhi oleh kaidah morfofonemik bahasa Jawa.

Kaidah tersebut yaitu apabila afiks n- melekat pada kata dasar

berawalan dengan fonem /t/ maka akan luluh seperti berikut.

n-+tutup = nutup ”menutup”

n-+timba = nimba “menimba”

Berdasarkan hal tersebut, proses pembentukan kata nulis,

ndengerin, nanya, dan njawab sebagai berikut.

n-+tulis = nulis “menulis”

n-+dengar (denger)+ -in = ndengerin “mendengarkan”

n-+tanya = nanya “bertanya”

n-+jawab = njawab “menjawab”

Wujud interferensi tersebut jika dibiarkan secara terus menerus

dalam konteks pembelajaran, bukan tidak mungkin bahasa Indonesia

akan diabaikan. Bisa jadi, penutur akan berprinsip “asal orang yang

diajak bicara mengerti”. Kejadian seperti ini akan membawa peran

bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan menjadi

tidak bermatabat.

Dalam konteks lain, wujud interferensi bahasa Jawa ngoko alus

ke dalam bahasa Indonesia justru sengaja dilakukan dengan tujuan

menghormati mitra tutur. Cermati kata berikut.

(1) Bu guru, njenengan kemarin tidak masuk kenapa bu?

(2) Bu guru, kulo mau ijin ke kamar mandi.

25

(3) Bu guru saya haus, kalau minum di kelas angsal bu?

Contoh tersebut menunjukkan bahwa interferensi bahasa Jawa

ngoko alus ke dalam bahasa Indonesia bukanlah pengacauan, tetapi

salah satu upaya atau strategi pewujudan kesantunan berbahasa.

Rahardi (2005:67) menyatakan, santun berbahasa sangat penting

diperhatikan dalam kehidupan sosial untuk menghindari konflik yang

mungkin terjadi setiap interaksi komunikasi. Bahasa santun berfungsi

dalam dua cara, semuanya berhubungan dengan budaya, yaitu (1)

melalui apa yang dikatakan dan apa rujukannya atau yang disebut

semantik, dan (2) melalui apa yang dilakukan dalam konteks atau

dikenal dengan istilah pragmatik. Namun, dalam hal ini lebih

dikaitakan dengan sosiolinguistik.

Ngalim (2013:78) menjelaskan bahwa kesantunan berbahasa

merupakan salh satu wujud perilaku berbahasa (language behavior)

yang disepakati oleh komunitas pemakai bahasa tertentu, dalam

rangka saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain.

Tujuan mempelajari kesantunan berbahasa adalah bagaimana

kesantunan didefinisikan sebagai wujud komunikasi yang respek

terhadap hubungan antara penutur dengan mitra tutur sehingga

penggunaan strategi komunikasi dikenal oleh masyarakat sebagai

sebuah kekuatan penuturan yang sekaligus dilakukan secara khusus.

Yayuk (2012:173) menyatakan bahwa sistem penggunaan

bahasa yang mendasari kesantunan berbahasa dapat disebut sopan-

26

santun berbahasa atau ini lazim diungkapkan dengan kata ganti orang,

sistem sapaan, dan penggunaan gelar. Dalam beberapa bahasa,

perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si alamat/pendengar

diwujudkan dalam seleksi kata data/atau sistem morfologi kata-kata

tertentu. Beberapa aturan atau maksim dalam prinsip kesantunan,

yaitu (1) maksim kebijakan yang mengutamakan kearifan bahasa, (2)

maksim penerimaan yang mengutamakan keuntungan untuk orang

lain dan kerugian untuk diri sendiri, (3) maksim kemurahan yang

mengutamakan kesalutan/rasa hormat pada orang lain dan rasa kurang

hormat pada diri sendiri, (4) maksim kerendahan hati yang

mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah hati pada diri

sendiri, (5) maksim kecocokan yang mengutamakan kecocockan pada

orang lain, dan (6) maksim kesimpatisan yang mengutamakan rasa

simpati pada orang lain. Dengan menerapkan prinsip kesopanan ini,

orang tidak lagi menggunakan ungkapan-ungkapan yang merendahkan

orang lain sehingga komunikasi akan berjalan dalam situasi yang

kondusif ( Harjawiyana, 2001: 23)

Fenomena-fenomena yang telah dijelaskan di atas

menunjukkan bahwa interferensi bahasa Jawa ngoko alus kedalam

bahasa Indonesia sebagai strategi kesantunan berbahasa memiliki

dampak positif dalam komunikasi sosial dan sebagai bentuk strategi

realisasi kesantunan dalam berbahasa.

27

4. Interferensi Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia

Dari segi pengembangan bahasa, interferensi merupakan suatu

mekanisme yang sangat penting untuk memperkaya dan

mengembangkan suatu bahasa untuk mencapai taraf kesempurnaan

bahasa, sehingga dapat digunakan dalam segala bidang kegiatan.

Bahkan Hocket (dalam buku Suandi 2014: 19) mengatakan bahwa

interferensi merupakan suatu gejala terbesar, terpenting dan paling

dominan dalam bahasa.

Kontribusi utama interferensi yaitu bidang kosakata. Bahasa

yang mempunyai latar belakang sosial budaya, pemakaian yang luas

dan mempunyai kosakata yang sangat banyak, akan banyak memberi

kontribusi kosakata kepada bahasa-bahasa yang berkembang dan

mempunyai kontak dengan bahasa tersebut. Dalam proses ini bahasa

yang memberi atau memengaruhi disebut bahasa sumber atau bahasa

donor, dan bahasa yang menerima disebut bahasa penyerap atau

bahasa resepien, sedangkan unsur yang diberikan disebut unsur

serapan atau inportasi.

Menurut Wedhawati, dkk (2006: 25) interferensi dalam bahasa

Indonesia dan bahasa-bahasa nusantara berlaku bolak balik, artinya,

unsur bahasa daerah bisa memasuki bahasa Indonesia dan bahasa

Indonesia banyak memasuki bahasa daerah. Tetapi dengan bahasa

asing, bahasa Indonesia hanya menjadi penerima dan tidak pernah

menjadi pemberi. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah masyarakat

28

yang berdwibahasa. Mereka menggunakan bahasa Indonesia di

samping bahasa daerahnya masing-masing. Pengaruh bahasa Indonesia

terhadap bahasa Jawa baik lisan maupun tulisan merupakan hal yang

tidak bisa terhindarkan.

Interferensi dapat terjadi pada saat penutur menggunakan

bahasa pertama ketika sedang berbicara dalam bahasa kedua,

pemakaian bahasa ibu pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia

mengakibatkan adanya penyimpangan struktur bahasa. Penyimpangan

struktur tersebut dapat mengakibatkan terjadinya interferensi. Adapun

faktor yang membelakangi timbulnya interferensi antara lain:

a. Kebiasaan penutur menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa

pertama. Hortman dan Stoork dalam Alwasilah menganggap

bahwa interferensi sebagai kekliruan disebabkan terbawanya

kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek bahasa ibu ke dalam

bahasa atau dialaek kedua. Secara tidak sadar penutur

menggunakan bahasa daerah ketika berbicara dalam konteks

bahasa Indonesia. Hal ini dapat dihindari oleh penutur, karena

sebenarnya kata-kata bahasa ibu yang digunakan oleh seorang

dwibahasawan sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Interfernsi bahasa yang terjadi karena kebiasaan penutur

mengguanakan bahsa daerah dapat dilihat dalam pembentukan kata

(morfologis) dan struktur kalimat (sintaksis).

29

b. Penutur ingin menunjukkan nuansa kedaerahan pada

percakapannya. Ada suatu kenyamanan ketika bertutur memakai

bahsa daerah dengan orang yang berasal dari daerah yang sama.

Dengan menggunakan bahasa daerah, percakapan akan dirasakan

akrab oleh penutur.

Selain faktor-faktor di atas menurut Weinrich ada beberapa

faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi:

1. Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya

interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik

dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan

terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan,

yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

2. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa

penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal

itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang

digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang

dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan

muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang

diguanakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.

30

3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya

terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat

di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain

yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul

dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal

konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum

mempunyai kosakata untuk mengungkapkannya, secara sengaja

pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa

sumber untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa

sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.

Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru,

cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata

baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat

terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk

memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.

4. Menghilangya kata-kata yang jarang digunakan

Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan

cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata

bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila

bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu

pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah

menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya

31

interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari

bahasa sumber.

Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata

yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti

interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa

penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih

cepat dintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa

penerima.

5. Kebutuhan akan sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang

cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk

menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang

yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang

bersinonim, pemakaian bahas dapat mempunyai variasi kosakata

yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara

berulang-ulang.

Karena adanya sinonim ini cukup penting, ini cukup

penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam

bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa

sumberuntuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan

demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong

timbulnya interferensi.

32

6. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya

interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa

dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.

Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan

pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang

timbul karena faktor itu biasanya berupa pemakaian unsur-unsur

bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan.

7. Terbawanya kebiasaan bahasa ibu

Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa

penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena

kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap

bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang

sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa

asing. Dalam menggunakan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-

kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah

kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan

menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa

ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.

Ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam

terjadinya proses interferensi yaitu:

1. Bahasa sumber (source language) atau biasa dikenal dengan

sebutan bahasa donor. Bahasa donor adalah bahasa yang dominan

33

dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur bahasa itu

kerapkali dipinjam untuk kepentingan komunikasi antarwarga

masyarakat.

2. Bahasa sasaran atau bahasa penyerap (recipient). Bahasa penyerap

adalah bahasa yang menerima unsur-unsur asing itu dan kemudian

menyelaraskan kaidah-kaidah pelafalan dan penulisannya ke dalam

bahasa penerima tersebut.

3. Unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud

di sini adalah beralihnya unsur-unsur dari bahasa asing menjadi

bahasa penerima.

Interferensi merupakan gejala umum dalam sosiolinguistik

yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua

bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Hal ini

merupakan suatu masalah yang menarik perhatian ahli bahasa. Mereka

memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Berdasarkan pengamatan para ahli tersebut muncullah berbagai macam

jenis interferensi.

Secara umum, interferensi menjadi lima macam, yaitu:

1. Interferensi kultural dapat tercermin melalui bahasa yang

digunakan oleh dwibahasawan. Dalam tutur-fenomena atau

pengalaman baru.

2. Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam

penggunaan kata yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.

34

3. Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata

pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua,

sedangkan interferensi belum dapat diterima sebagai bagaimana

bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau

bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.

4. Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan

artikulasi.

5. Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis

dan sintaksis.

Interferensi menurut Jendra (2007: 144), dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang yang menimbulkan berbagai macam

interferensi. Interferensi tersebut dapat dilihat dari pandangan (1)

bidang unsur serapan, (2) asal usul unsur serapan, (3) arah unsur

serapan, dan (4) pelakunya.

1) Jenis Interferensi Ditinjau dari Segi Bidang Unsur Serapannya

Interferensi dapat meliputi berbagai aspek kebahsaan, bisa

menyusup pada sistem tata bunyinya (fonologi), tata bentukan

katanya (morfologi), tata kalimatnya (sintaksis), kosa katanya

(leksikon), dan bisa pula menyusup dalam bidang tata makna

(semantik). Berikut akan dijelaskan interferensi yang terjadi dalam

bidang-bidang tersebut.

35

a) Interferensi Fonologi atau Bunyi

Interferensi terjadi bila penutur itu mengidentifikasi

fonem sistem bahasa pertama (bahasa sumber atau bahasa yang

sangat kuat memengaruhi seorang penutur) dan kemudian

memakainya dalam sistem bahasa kedua (bahasa sasaran).

Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, dia menyesuaikan

pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama.

Menurut Weinreich tipe interferensi dalam bidang

fonologi penutur Jawa disebut sebagai interferensi

overdiferensiasi.

Penutur dari Jawa selalu menambahkan bunyi nasal

yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan

konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata: /mBandung/,

/mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/, /nyJambi/ dalam

pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata

bunyi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia.

b) Interferensi Morfologi atau Tatabahasa

Interferensi tata bentuk kata atau morfologi terjadi bila

dalam pembentukan kata-kata bahasa pertama, penutur

menggunakan atau menyerap awalan atau akhiran bahasa

kedua. Interferensi juga terjadi apabila seorang penutur

mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama dan

kemudian menggunakannya dalam bahasa kedua.

36

Misalnya awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya

tertabrak, kejebak seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya

terlalu kecil. Tipe lain interferensi ini adalah interferensi

struktur, yaitu pemakaian struktur bahasa pertama dalam

bahasa kedua.

c) Interferensi Sintaksis atau Kosakata

Interferensi ini terjadi karena pemindahan morfem atau kata

bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua. Bisa juga

terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni

memperluas makna kata yang sudah ada sehingga kata dasar

tersebut memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari

kedua kemungkinan di atas.

Contoh kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa-

Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kalimat itu adalah

“Di sini toko Laris yang mahal sendiri” (diangakt dari Djoko

Kentjono 1982 dalam buku Jendra 2007: 150).

Kalimat bahasa Indonesia itu berstruktur bahasa Jawa, sebab

dalam bahasa Jawa bunyinya adalah

“Ning kene toko Laris sing larang dhewe”.

Penggunaan serpihan kata, frase, dan klausa di dalam kalimat

dapat juga dianggap sebagai interferensi. Contohnya:

37

Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda

tangan saja (Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan

dia, maka saya tanda tangani saja)

d) Interferensi Semantik atau Tatamakna

Interferensi dalam tata makna dapat dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu:

1. Interferensi perluasan makna atau expainsive interference,

yakni pereistiwa penyerapan unsur-unsur kosakata ke

dalam bahasa lainnya.

2. Interferensi penambahan makna atau additive, yakni

penambahan kosakata baru dengan makna yang agak

khusus meskipun kosakata lama masih tetap dipergunakan

dan masih mempunyai makna lengkap.

3. Interferensi penggantian makna atau resplasive

interference, yakni interferensi yang tejadi karena

penggantian kosakata yan disebabkan adanya perubahan

makna.

2) Jenis Interferensi Ditinjau dari Asal-Usul Unsur Serapan

Ditinjau dari asal-usul serapannya interferensi dapat dibedakan

menjadi dua macam.

a. Penyusupan sekeluarga, merupakan interferensi yang terjadi

antarbahasa yan masih satu keluarga. Misalnya interferensi

yang terjadi antara bahasa Bali dan bahasa Jawa.

38

b. Penyusupan bukan sekeluarga, merupakan interferensi yang

terjadi antarbahasa yang tidak sekeluaraga. Misalnya

penyusupan bahasa Iggris ke bahasa Indonesia, atau

sebaliknya.

Kedua macama interferensi di atas memiliki nilai yang

kurang menguntungkan. Dikatakan demikian karena pada

hakikatnya interferensi bersifat pengacauan atau

penyimpangan. Bentuk interferensi seperti di atas sebaliknya

dihindari penggunaannya.

3) Jenis Interferensi Ditinjau dari Arah Unsur Serapan

Komponen interferensi seperti yang telah dijelaskan

sebelumya meliputi tiga unsur bahasa, yaitu bahasa sumber atau

bahasa donor, bahasa penyerap atau peneriam, dan unsur serapan

itu sendiri. Setiap bahasa secara teoretis akan sangat mungkin

berkedudukan sebagai bahasa sumber, demikian juga sebaliknya.

4) Jenis Interferensi Ditinjau dari Segi Pelakunya

Ditinjau dari segi pelakunya interferensi dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu interferensi perlakuan dan interferensi

perkembangan.

a. Interferensi perlakuan, merupakan interferensi yang terjadi

pada pelaku bahasa perseorangan.

b. Interferensi perkembangan, merupakan jenis interferensi yang

terjadi pada individu yang sedang belajar bahasa kedua atau

39

bahasa asing pada tingkat permulaan. Interferensi

perkembangan ini perlu mendapatkan perhatian khusus, agar

kekacauan tersebut tidak terus terjadi. Pencegahan dan

penanggulangan gejala interferensi seyogyanya dilakukan oleh

setiap pengajar bahasa demi pembinaan dan pengembangan

bahasa yang dijadikan bahasa pelajaran tersebut.

Dennes dkk. (dalam buku Suandi 2014: 23 ) yang mengacu pada

pendapat Weinrich mengidentifikasi atas empat jenis. Berikut

diuraikan keempat jenis interferensi tersebut.

(1) Peminjaman unsur suatu bahasa ke dalam tuturan bahasa

lain dan dalam peminjaman itu ada aspek tertentu yang

ditransfer. Hubungan antar bahasa yang unsur-unsurnya

dipinjam disebut bahasa sumber, sedangkan bahsa penerima

disebut bahasa peminjam.

(2) Penggantian unsur suatu bahasa dengan padanannya ke

dalam suatu tuturan bahasa yang lain. Dalam penggantian

itu ada aspek dari suatu bahasa disalin ke dalam bahasa

lain yang disebut subtitusi.

(3) Penerapan hubungan ketatatbahasaan bahasa A ke dalam

morfem bahasa B juga dalam kaitan tuturan bahasa B.,

atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa B

yang tidak ada modelnya dalam bahasa A.

40

(4) Perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara suatu

morfem bahasa B tertentu dan morfem bahasa A tertentu,

yang menimbulkan perubahan fungsi morfem bahasa B

berdasarkan satu model tata bahasa A.

Yusuf membagi peristiwa interferensi menjadi empat jenis,

yaitu:

1) Interferensi bunyi, interferensi ini terjadi karena

pemakaian bunyi satu bahasa ke dalam bahasa yang lain

dalam tuturan dwibahasawan.

2) Interferensi tatabahasa, interferensi ini terjadi apabila

dwibahasawan mengidentifikasi morfem atau tata bahasa

pertama kemudian menggunakannya dalam bahasa

keduanya.

3) Interferensi kosakata , interferensi ini bisa terjadi dalam

berbagai bentuk, misalnya terjadi pada kata dasar, tingkat

kelompok kata maupun frasa.

4) Interferensi tata makna, interferensi ini bisa terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu (a) interferensi perluasan

makna, (b) interferensi penambahan makna, dan (c)

interferensi penggantian makna.

Huda yang mengacu pada pendapat Weinrich mengidentifikasi

interferensi atas empat macam, yaitu:

41

1) Mentransfer unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain.

2) Adanya perubahan fungsi dan kategori yang disebabkan

oleh adanya pemindahan.

3) Penerapan unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan

bahasa pertama.

4) Kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua mengingat

tidak ada equivalensi dalam bahasa pertama.

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Sebelum membahas mengenai pembelajaran bahasa Indonesia,

penulis akan membahas sedikit mengenai pentingnya pendidikan.

Menurut Zakiah dkk (2014: 27) dalam agama Islam telah diajarkan

bahwa begitu pentingnya pendidikan. Pengertian pendidikan seperti

yang lazim dipahami sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi

usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan

seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi

contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan

menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksaan ide,

pemebntukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam

pengertian sekarang. Orang Arab Mekah yang tadinya penyembah

berhala, musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan

kegiatan Nabi mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah

menjadi penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim,

lemah lembut dan hormat pada orang lain. Mereka telah berkepribadian

42

muslim sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran islam. Dengan itu

berarti Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian

muslim sekaligus berarti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang

pendidik yang berhasil. Apa yang telah dilakukan oleh Rasul dalam

membentuk manusi, kita rumuskan sekarang dengan pendiidkan Islam.

Cirinya ialah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk

ajaran Islam. Untuk itu, perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat, dan

lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya.

Dari apa yang telah digambarkan penulis di atas, bahwasannya

tujuan pendidikan yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau

kegiatan selesai. Maka, pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan

yang berproses melalui tahapan-tahapan dan tingkatan-tingkatan,

tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu

benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu

keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh

aspek kehidupannya. Begitu pula dalam pendidikan yang telah

diajarakan di IAIN Salatiga dengan tujuan dan harapan agar tercapainya

pendidikan yang menjadikan generasi yang lebih baik, generasi yang

berkepribadian sholeh, berakhlakul karimah, dan menjadi insan yang

kamil. Insan yang kamil, manusia yang utuh rohani dan jasmani, dapat

hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya

kepada Allah SWT.

43

Berkenaan dengan pendidikan bahwasanya pendidikan itu juga

perlu adanya tanggung jawab. Pendidikan berlangsung seumur hidup

dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan

masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama

antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Memasuki pembahasan mengenai pemelajaran Bahasa

Indonesia. Bahasa menurut Dardjowidjojo (2003:16) adalah suatu

sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu

masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar

sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.

Sistem pada definisi ini merujuk pada adanya elemen-elemen berserta

hubungan satu sama lainnya yang akhirnya membentuk suatu konsisiten

yang sifatnya hierarkhis. Dalam bidang fonologi, misalnya, elemen-

elemen ini adalah bunyi-bunyi yang terdapat pada bahasa yang

bersangkutan. Elemen bunyi ini tentunya berebeda dari satu bahasa ke

bahasa yang lain.

Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan

(berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dengan

orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan meningkatkan

kemampuan intelektual. Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah

program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi

kemampuan berbahasa dan menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa

Indonesia. Bunyi-bunyi dalam berbahasa membentuk suatu sistem,

44

dalam arti bahwa perpaduan antara bunyi satu dengan bunyi yang lain

tidak acak tetapi mengikuti aturan tertentu.

Sistem dalam bahasa adalah sistem yang terdiri dari simbol-

simbol. Kerena bahasa adalah lisan, maka simbol-simbol ini juga

simbol-simbol lisan. Simbol-simbol ini bersifat arbiter, yakni tidak ada

keterkaitan antara simbol-simbol ini dengan benda, keadaan, atau

peristiwa yang diwakilinya. Tidak ada alasan mengapa benda yang

dipakai untuk duduk dinamakan kursi, yang dikirimkan lewat pos

dinamakan surat, dan yang diminum namanya air, begitu pula keadaan

yang tidak sehat dinamakan sakit, dan perbuatan mengambil milik

orang lain dinamakan mencuri. Semua kata ini tidak mempunyai alasan

mengapa demikian wujudnya.

Sistem simbol lisan yang arbitrer ini dipakai oleh masyarakat

bahasa tersebut, yakni masyarakat yang memiliki bahasa itu. Orang dari

masyarakat bahasa lain tentunya tidak dapat memakai sistem ini.

Pemakai bahasa menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan

berinteraksi antara sesama mereka, tetapi dalam berinteraksi itu mereka,

secara tidak sadar, dikendala oleh budaya yang mereka pangku.

Perilaku bahasa mereka merupakan cerminan dari budaya mereka.

Penolakan terhadap kalimat Tutiek mwngawini Achmad bukan

disebabkan oleh kekeliruan tatabahasa tetapi ketidak-layaknya pada

budaya masyarakat Indonesia. Dalam tatabudaya kita, seorang wanita

bisa kawin dengan seorang pria, tetapi tidak dapat mengawininya.

45

Sebaliknya, kalimat Inggris How old are you? yang ditujukan kepada

seorang wanita terasa normal bagi kita, tetapi dianggap kurang layak

oleh penutur Inggris karena dalam tatabahasa Inggris maslah umur,

terutama bagi wanita, adalah masalah pribadi yang tidak layak untuk

dipertanyakan.

Waktu kita mendengarkan orang lain berbicara, kita rasanya

dengan begitu saja dapat memahami apa yang dia katakan. Kita tidak

menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi-bunyi

yang melewati udara itu sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat

komplek. Hal ini kita rasakan apabila kita mendengarkan orang yang

berbicara dalam bahasa asing. Kecuali bila bahasa asing kita telah

sangat baik, biasanya kita benar-benar menyimak tiap kata yang dia

keluarkan untuk dapat memahaminya. Bahkan yang sering terjadi ialah

bahwa belum lagi kita menangkap dan memahami suatu deretan kata

yang diucapkan, pembicara tadi telah berlanjut dengan kata-kata yang

lain sehingga akhirnya kita ketinggalan. Hasilnya adalah bahwa kita

tidak dapat memahami, atau tidak memahami dengan baik, apa yang

kita katakan.

Persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi bisa pula

dipengaruhi oleh kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan dengan

bunyi-bunyi yang lain secara cepat akan sedikit banyak berubah

lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar kita tetap saja dapat memilah-

milahnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuan kita sebagai

46

penutur bahasa membantu kita dalam proses persepsi. Faktor lain yang

membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran adalah pengetahuan

kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu bunyi yang

terucap dengan tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana

bunyi itu terdapat. Bila dalam mengucapkan kalimat Dia sedang sakit

kita terbatuk persis pada saat kita akan mengucapkan kata sakit,

sehingga kata ini kedengaran seperti /keakit/, pendengar kita akan dapat

menerka bahwa kata yang terbatukkan itu adalah sakit dari konteks di

mana kata itu dipakai atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh

pembicara.

Menurut Iskandarwassid, dkk (2015: 264) mengatakan bahwa,

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia berfungsi

antara lain sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar resmi

lembaga pendidikan, bahasa resmi berhubungan pada tinkat nasional,

dan bahasa media massa. Melalui peningkatan mutu pembelajaran

bahasa Indonesia akan menghantarkan ke pintu gerbang penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mata pelajaran bahasa Indonesia bagi Madrasah Ibtidaiyah

memandang mata pelajaran bahasa dan sastra adalah program untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap

positif terhadap bahasa Indonesia. Melalui mata pelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia bertujuan menjembatani MI dalam pembelajaran,

47

penguasaan kebahasaan, aspek kesastraan, dan aspek keterampilan

berbahasa yang meliputi: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

1. Fungsi Bahasa Indonesia

Sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebahagi bahasa

nasional dan bahasa negara, maka fungsi bahasa Indonesia adalah:

a. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa.

b. Sarana peningkatan pengetahuan dan ketampilan berbahasa

Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya.

c. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa

Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni.

d. Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik

dan benar untuk berbagai keperluan masalah.

e. Sarana pengembangan penalaran.

Dengan demikian, fungsi bahasa Indonesia menyangkut

pengembangan sikap, logika, dan keterampilan. Sementara ditinjau dari

sudut perkembangan psikologis, maka bahasa Indonesia mempercepat

proses sosialisasi diri dan alat untuk pernyataan diri, yang pada proses

berikutnya memantapkan konsep diri atau percaya diri. Artinya, pada

saat-saat usia tertentu akan terlayani kebutuhannya.

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

untuk MI meliputi penguasaan kebahasaan (fonologi, morfologi,

sintaksis, semantik, dan wacana), kemampuan mengapresiasi sastra, dan

48

akhirnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia baik ragam tulis

maupun ragam lisan.

Adapun hal-hal dapat diperhatikan yang berkenaan dengan

pelaksanaan yakni: butir pembelajaran kebahasaan diarahkan untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa. Pelaksanaannya di kelas butir

pembelajaran ini, diintegrasikan ke dalam butir pembelajaran lain yang

dapat dilakukan secara bersamaan. Keterampialn menyimak ini

tentunya dapat dipadukan baik dengan keterampilan berbicara,

membaca dan menulis bahkan dengan aspek-aspek kebahasaan yang

terdapat pada pada wacana yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan

pendapat Mac Carthy dalam Tarigan dan Tarigan yang menyatakan

bahwa kegiatan menyimak dan berbicara berhubungan erat dengan

bahasa lisan. Sedangkan membaca dan menulis berhubungan erat

dengan bahasa tulis. Kegiatan membaca nyaring merupakan

perkecualian mencakup kedua kegiatan tersebut.

Dengan demikian, keepat keterampilan berbahasa, yakni

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis pembelajarannya dapat

berintegrasi. Integrasi ini kemudian dilanjutkan pada butir pembelajaran

yang berkenaan dengan struktur bahasa dan sastra. Karya sastra baik itu

berberbentuk prosa, puisi, drama, dapat dijadikan bahan pembelajaran

keterampilan berbahasa. Artinya, pembelajaran bahasa dan satra

Indonesia ini menggunakan pendekatan holistik/integratif.

49

Pendekatan ini banyak keuntungannya, diantarannya waktu

yang digunakan cukup efektif, siswa akan melihat materi dalam konteks

yang saling berhubungan, karena pada dasarnya bahasa merupakan

sebuah sistem, butir pembelajaran bukan kotak-kotak lepas yang

terpisah dari satuannya.

2. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pengajaran bahasa Indonesia aspek yang terkandung

diantaranya adalah:

a. Mendengarkan

Mendengarkan ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja

kepada suara, atau menangkap pikiran orang berbicara dengan

alat pendengaran kita, dengan tepat dan teratur.

Mendengar dan mendengarkan itu berbeda. Mendengar dapat

dilakukan setiap orang yang alat pendengarannya normal, dengan

kata lain jika orang itu tidak tuli. Sedangkan mendengarkan

membutuhkan kecakapan yang harus dipelajari dengan latihan-

latihan yang berulang-ulang, kecakapan yang tidak dikuasai dengan

cukup oleh setiap orang.

Untuk mendengarkan dengan baik, kita harus:

1) Mengerti akan kata-kata yang dipakai.

2) Memahami dan mengenal bentuk kalimatnya.

3) Menangkap isi dan maksud percakapan itu dengan teratur.

50

b. Membaca

Membaca dan mendengarkan keduanya termasuk penguasaan

bahasa basif. Tujuan membaca ialah menangkap bahasa yang

tetulis dengan tepat dan teratur. Mendengarkan itu berlangsung

dengan spontan, dan diajarkan denagn spontan pula. Sedangkan

membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang lain

denagan perantaraan tulisan (gambar dari bahasa yang

dilisankan). Jadi pada mendengarkan, dengan langsung kita

tangkap melalui tanda-tanda, kita harus menguasai teknik

membaca. Dalam pengajaran membaca tugas kita ialah:

1) Mengajarkan teknik membaca

2) Mengajarkan membaca yang sebenarnya, yaitu menangkap

pikiran dan perasaan orang lain melalui bahasa tulisan.

c. Bercakap-cakap

Bercakap-cakap ialah termasuk kepada penguasaan bahasa

aktif. Yang dimaksud dengan bercerita ialah melahirkan pikiran

dan perasaan yang teratur, dengan memakai bahasa lisan.

Sesungguhnya kedua pengertian itu memang berbeda, dan

digunakan untuk pengejaran yang berbeda maksud serta

pelaksanaannya.

Bercakap-cakap termasuk ke dalam kelompok pengajaran

bahasa. Di dalam pengajaran bercakap-cakap para siswa yang

aktif melakukannya, dan memang tujuannya ialah melatih

51

anak-anak supaya dapat melahirkan perasaan dan pikirannya

denagan teratur secara lisan. Sedangkan guru dalam hal ini

hanyalah memimpin dan memberi petunjuk-petunjuk

seperlunya. Bercerita kecuali merupakan mata pelajaran, juga

merupakan bentuk mengajar yang dapat digunakan terhadap

berbagai mata pelajaran. Di SD/MI kerap kali bercerita itu

dihubungkan dengan mata pelajaran budi pekerti. Pengajaran

budi pekerti di SD/MI umumnya dilaksanakan atau merupakan

pengajaran bercerita. Dalam pengajaran bercerita guru yang

aktif bercerita, para siswa mendengarkan. Tujuan pengajaran

bercerita tergantung kepada isi dan cara melaksanakan atau

menyajikan bahannya.

d. Menulis/Mengarang

Mengarang ialah melahirkan pikiran dan perasaan dengan cara

yang teratur dan dituliskan dalam bahasa tulisan. Menurut

Dendy Sugono, dkk (2003: 14) dalam membuat kalimat

terutama jika kita menulis, diperlukan kecermatan dalam

memilih kata (diksi). Untuk kecermatan pemilihan kata,

selayaknyalah kita memperhatikan adanya kata-kata yang

mengandung makna yang sama. Tujuan dalam bahasa tertulis

yaitu:

52

1) Memperkaya perbendaharaan bahasa aktif dan pasif.

2) Melatih melahirkan pikiran dan perasaan dengan lebih

teratur secara tertulis (melatih ekspresi jiwa dalam bentuk

tulisan).

3) Latihan memaparkan pengalaman-pengalam dengan tepat.

4) Latihan-latihan pengguanaan ejaan yang tepat (ingin

menguasai bentuk bahasa).

Guru sebagai fasilitator, dituntut untuk dapat memilih buku

pegangan siswa yang sejalan dengan silabus. Artinya, guru tidak baik

jika mentah-mentah menggunakan buku teks (pegangan siswa) tanpa

mengolahnya terlebih dahulu. Sebelum melakukan kegiatan

pembelajaran di kelas, guru harus memilih dan memilah bahan mana

yang sesuai dengan tuntutan silabus. Pemilihan bahan yang terdapat

pada buku teks harus berdasar kepada silabus dan buku pegangan

guru. Jadi sangat disesalkan andaikata masih terdapat guru yang hanya

mengenal buku teks/buku siswa, dan tidak mengenal silabus ataupun

buku pegangan guru.

Interaksi guru-buku teks merupakan model pembelajaran yang

tidak memperhatiakn siswa. Guru hanya menyajikan bahan

pembelajaran yang terdapat dalam buku teks karena mengejar target

(materi pembelajaran tersampaikan). Subjek pembelajaran bukan buku

teks melainkan siswa. Oleh karena itu, interaksi dengan buku teks

53

seharusnya dilakukan pada tahap persiapan, sebelum proses

pembelajaran dimulai.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bukan

pembelajaran butir per butir satuan-satuan bahasa. Bukan pula

pembeljaran yang hanya mengetengahkan teori bahasa ataupun teori

sastra. Pembelajaran bahasa harus diarahkan untuk mendidik manusia

Indonesia seutuhnya, dalam hal ini siswa MI, agar mereka dapat

berbahasa Indonesia yang baik dan benar, yang digunakannya untuk

menyampaikan kebaikan dan kebenaran. Sehingga peran bahasa

Indonesia bukan hanya sebagai alat komunikasi namun sekaligus

menjadi isi komunikasi.

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi bukan

hanya sebagai pencerdas bangsa melainkan digunakan pula untuk

keperluan pembinaan dan pengembangan pribadi muslim yang

beriman, berilmu dan dapat beramal baik. Hal itu tentunya sesuai

dengan tuntunan kewajiban sebagai seorang muslim yang hidup dan

kehidupannya merujuk kepada Al-Quran. Mengingat Al-Quran

merupakan sumber rujukan utama bagi manusia yang memiliki

kesempurnaan baik ditinjau dari segi bahasa maupun isinya.

Hal tersebut secara tegas dituangkan dalam surat Al Jasiyah

yang berbunyi:

م يوقنون ة لقوم هذا بصائر للناس وهدى ورمحم

54

Artinya: “Al-Quran ini adalah pedoman bagi manusia,

petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini” (Q.S Al Jasiyah : 20)

3. Syarat Seorang Pendidik

Pendapat Highet (dalam buku Zakiah 2014: 39) bahwa seorang guru

yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat diantaranya adalah:

a. Mencintai jabatannya sebagai guru.

b. Menguasai benar-benar mata pelajaran yang diajarkannya.

c. Gemar pada mata pelajaran yang diajarkannya.

d. Mempunyai rasa cinta, adil, dan tanggung jawab akan anak

didiknya.

e. Mengetahui pengetahuan akan keadaan anak didiknya.

f. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang segala sesuatu,

terutama yang ada hubungannya dengan mata pelajaran yang

diajarkannya.

g. Mempunyai rasa humor.

Disamping itu, seorang guru yang baik haruslah mempunyai:

1. Ingatan yang kuat.

2. Pribadi dan kemauan yang keras.

3. Ramah-tamah.

4. Berlaku sabar, tenag dan berwibawa.

5. Bekerja sama dengan guru-guru lain dan masyarakat.

55

4. Belajar Bermakna

Menurut Mursell (dalam buku Zakiah Darajat 2014: 41), khususnya

dalam masalah “apa dan bagaimana belajar yang bermakna” dapat

dijadikan bekal dalam rangka pengembangan pengajaran bahasa dan

sastra Indonesia. Pokok-pokok pikiran Mursell tersebut adalah:

a. Harus bertujuan dan pelajaran itu ada maknanya bagi anak didik.

b. Belajar itu haruslah bersifat menemukan dan pengalam baru

konsep-konsep dalam belajar.

c. Hasil belajar itu haruslah merupakan pemahaman.

d. Hasilnya haruslah menguasai meteri yang dipelajari secara optimal.

Selanjutnya Mursell mengemukakan enam prinsip yang harus

ditempuh untuk mencapai succesful teaching tersebut:

a. Prinsip Contex. Setting of material dari bahan yang diajarkan itu

haruslah demikian rupa hingga merupakan bahan yang baik dan

berhubungan dengan bagian-bagian lainnya.

b. Prinsip Focus. Bahan itu haruslah menjadi “center of interest” bagi

anak didik.

c. Prinsip Socialization. Hubungan sosial guru-murid haruslah

sedemikian rupa, secara demokratis.

d. Prinsip Individualization. Setiap orang mempunyai bakat dan

pembawaan yang berbeda-beda sehingga harus memperhatikan

56

“readiness” murid, kematangan murid, pelajaran itu haruslah

fleksible dan jangan bersifat memforser.

e. Prinsip Sequence. Memperhatikan urutan psychologis, jangan

hanya urutan logis.

f. Prinsip Evaluation. Guru mengadakan penilaian terhadap hasil

yang diajarkannya, dan murid mengadakan penilaian terhadap apa

yang dicapainya. Penilaian bagian dari belajar.

Menjadi pembimbing dalam kegiatan belajar mengajar, perlu

adanya kreatifitas agar pembelajaran terasa indah dan menyenangkan.

untuk mengubah keadaan menjadi indah serta menyenangkan dengan

kreatifitas sendiri, bukan dari orang lain. Islam telah menggariskan

yang berhubungan dengan proses perubahan itu, yaitu dalam Al Quran

surat Ar Ra‟ad yang berbunyi:

ي غي روا م حت بأنفسهمم ماإن ٱلله ل ي غي ر ما بقوم

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu

kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri” (Q.S Ra‟d : 11).

Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua

arah yang dilakukan secara langsung (face to face communication).

Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang sangat erat,

Dawson dalam Taringan (Zakiah darajat, 2014: 44) dan menjelaskan

sebagai berikut.

57

1. Ujaran (speech) dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi),

oleh karena itu model atau contoh yang disimak atau direkam anak

sangat penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara.

2. Kata-kata yang dipelajari kemudian dipakai anak ditentukan stimuli

yang ditemuinya dalam kehidupan.

3. Ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan tempat

masyarakatnya hidup, misalnya: ucapan, intonasi, kosakata,

npenggunaan kata, dan pola-pola kalimat.

4. Anak yang lebih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat

panjang daripada kalimat-kalimat yang diucapkannya.

5. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu

meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

6. Suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan penggunaan

kata anak, oleh karena itu akan tertolong kalau anak menyimak

ujaran yang baik dari guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-

cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain.

7. Berbicara dengan bantuan alat peraga akan menghasilkan

pemahaman informasi yang lebih baik bagi penyimak. Umumnya

anak menggunakan bahasa yang didengar atau disimaknya.

Pendapat Dawson tersebut, kiranya perlu dipertimbangkan

dalam menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran.

Strategi yang memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat

berpatisipasi aktif dalam pembelajaran. sehingga siswa mampu

58

berkomunikasi dengan baik bukan hanya dengan teman-temannya,

melainkan juga dengan siapa pun dan dalam konteks apa pun mereka

terampil berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena belajar

berbahasa pada hakikatnya yakni belajar untuk berkomunasi yang baik

dan benar.

Kaitannya dengan kegiatan menyimak di kelas SD/MI, maka

jenis kegiatan menyimak harus beragam. Beragam baik dari segi

penyajiannya maupun bahan yang dijadikan padanannya. Sebagaimana

diungkapkan Nambiar dalam Sarumpaet bahwa pengajaran bahasa yang

menggunakan berbagai sumber bacaan dan bahan pelajaran lebih

berhasil daripada yang hanya menggunakan satu atau dua bahan (dalam

bentuk yang sama). Pendapat Nambiar tersebut tentunya berlaku pula

bagi pembelajaran ketampilan berbahasa baik menyimak, berbicara,

membaca maupun menulis. Apalagi jika dikonfirmasikan dengan

pendekatan komunikatif yang menuntut sebagian besar dari waktu yang

tersedia bagi pembelajaran adalah kegiatan berbicara. Kegiatan ini tentu

menyaratkan adanya kegiatan menyimak.

Tuntutan yang berkenaan dengan kemampuan menyimak dan

berbicara bagi siswa SD/MI ini diantaranya:

1. Siswa mampu menerima informasi dan memberi tanggapan dengan

tepat tentang berbagai hal secara lisan.

59

2. Siswa mampu menyerap pengungkapan perasaan orang lain secara

lisan dan tertulis serta memberi tanggapan secara tepat.

3. Siswa mampu menyerap pesan, gagasan, dan pendapat orang lain

dari berbagai sumber.

4. Siswa memperoleh kenikmatan dan manfaat mendengarkan.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia baik

secara lisan maupun tertulis. Pelaksanaannya di kelas pembelajaran

harus terintegrasi antara komponen kebahasaan, pemahaman, dan

penggunaan, dengan memfokuskan pada salah satu komponen dan

memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran, seperti mudah-sukar,

dekat-jauh, sederhana-rumit, konkret menuju abstrak.

Selain tatabahasa yang dibutuhkan oleh peseta didik, kosakata,

peserta didik pun membetuhkan adanya banker tatabahasa yang dapat

membantu ketika berkomunikasi dengan lawan bicaranya, seperti

kebutuhan kosa kata antonim dan sinonim. Karena kurangnya

pemahaman antonim dan sinonim yang minim,berakibat ke ranah

komunikasi yang tak sak sampai, sebab tak sesuai apa yang

diharapkan.

Sinonim digunakan untuk menyatakan sameness of meaning

“kesamaan arti” (dalam buku Bahroni 20012: 57). Sinonim berarti

“nama lain untuk benda atau hal yang sama”. Hubungan makna antara

dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi, kalau kata buruk

60

bersinonim dengan kata jelek, maka jelek juga bersinonim dengan

buruk. Sinonim adalah persamaan kata atau kata-kata yang sama

maknanya. Peryataan ini tentu kurang tepat selain yang sama bukan

maknanya, yang bersinonim pun hanya kata dengan kata, melainkan

juga banyak terjadi antara satuan-satuan bahasa lainnya.

Sedangkan antonim berarti “nama lain untuk benda lain pula”.

Secara semantik, Verhaar dalam Chaer mendefinisikan antonim sebagai

ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frasa

atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan

lain. Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonim bersifat

dua arah. Dengan demikian, kalau kata siang berantonim dengan kata

malam, maka malam juga berantonim dengan kata siang, dan kalau atas

berantonim dengan bawah, maka bawah berantonim dengan atas.

(Bahroni, 2012: 58-59)

5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Metode yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia

SD/MI adalah Multi Metode (brain storming atau sumbang saran,

dialektika, tanya jawab, ceramah, diskusi, demontrasi/peragaan,

menarik kesimpulan, bermain peran, simulasi, dan lain-lain). (Imam,

2017: 34) Mungkin pada materi tertentu lebih banyak ceramah,

sedangkan materi yang lain lebih banyak sumbang saran. Yang jelas

kegiatan berbicara berpasangan sangat banyak frekuensinya. Setiap

pembicaraan berpasangan harus ditulis oleh anak, sehingga

61

kemampuan bahasa lisan dimantapkan dalam bahasa tulisan.

Selanjutnaya kegiatan mendengar, bercapakap-cakap, membaca dan

menulis terintegrasi dalam pembelajaran. hampir setiap pembelajaran

selalu terjadi kegiatan di atas secara terpadu. Pembelajaran sastra

diarahkan untuk mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal,

serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Oleh karena itu perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra

harus seimbang dan terpadu.

Selain menggunakan metode-metode dalam penyampaian

pembelajaran bahasa Indonesia. Sangat diperlukananya pendekatan.

Adapun pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia,

diharapkan agar tercapainya pembelajaran bahasa Indonesia yang baik

dan benar. Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya adalah:

a. Pendekatan psikologi yang dilakukan oleh guru dengan memberikan

perhatian pada interaksi antar individu kepada peserta didik, untuk

mengeanalisis psikologi sosial.

b. Pendekatan pragmatik memberikan perhatian utama terhadap

peranan peserta didik, dengan memberikan apresiasi dalam kegiatan

belajar mengajar.

c. Pendekatan objektif memberikan perhatian yang semata-mata hanya

untuk peserta didik, dengan begitu peserta didik akan lebih

bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar.

62

Menurut Dendy Sugono, dkk (2003: 3) pemilihan bahasa

Indonesia di atas bahasa lain agaknya juga mencerminkan pandangan

hidup dan sikap budaya masyarakat bahasa. Orang sebaiknya belajar

mencintai bahasa nasionalnya, dan belajar memakainya dengan

kebanggaan dan kesetiaan. Sikap bahasa seperti itulah yang membuat

orang Indonesia berdiri tegak di dunia ini, yang dilanda arus globalisasi,

dan tetap dapat mengatakan dengan bangga bahwa orang Indonesia

menjadi bangsa yang berdaulat, tuan di tanahnya sendiri, yang mampu

menggunakan bahasa nasionalnya sendiri untuk semua keperluan

modern.

Globalosasi pasar bebas tidak memasuki kawasan Indonesia

saja. Di dalam ekonomi dunia batas negara menjadi makin samar.

Namun, masyarakat yang bahasanya bukan bahasa Inggris, seperti

Jerman, Prancis, Italia, Jepang, Cina, tidak mengalami proses

penginggrisan yang memprihatinkan. Masyarakat bahasa Indonesia pun

dapat menunjukkan ketahan budayanya. Warganya hanya perlu

didorong dan disemangati agar jangan terlalu cepat menyerah.

Berbahasa yang baik dan benar dapat memberikan manfaat dan

menyenangkan, karena berbahasa yang baik dan benar itu indah apabila

dirasakan.

63

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, oleh karena itu

pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Maksudnya

dalam penelitian deskriptif kualitatif data yang dikumpulkan bukan

berupa angka melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,

catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi

lainnya. sehingga menjadi tujuan dalam penelitian deskriptif kualitatif

yang menggambarkan dan menginteraksikan objek seusai apa adanya.

Penelian ini berfungsi untuk mendeskripsikan interferensi

bahasa Jawa ngoko alus ke dalam bahasa Indonesia siswa kelas 1 MI

Nyatnyono 01 kecamatan Ungaran Barat, kabupaten Semarang.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan yuridis

sosiologis, pendekatan ini melihat implementasi riel di sekolahan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian field research yaitu

suatu penelitian yang terjun langsung kelapangan guna mengadakan

penelitian pada objek yang dibahas.

64

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini

peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat

berkomunikasi secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti

diketahui statusnya oleh informan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di MI Nyatnyono 01 Kecamatan

Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, yang mana di sekolahan tersebut

terjadi adanya interferensi bahasa Jawa ngoko alus dalam

pembelajaran bahasa Indonesia.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 19 Maret 2018 sampai

dengan selesai.

C. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana asal data penelitian ini

diperoleh. Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan

datanya, maka sumber data tersebut responden , yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan, baik tulisan maupun lisan.

Berdasarkan sumber data dibagi menjadi:

1. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik

melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen

65

tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah dan guru kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat dari catatan, buku,

majalah, artikel, buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya.

Sedangkan data penelian ini diperoleh dari buku.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang cukup dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti perilaku

manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek

tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Peneliti

menggunakan observasi langsung di MI Nyatnyono 01 Kecamatan

Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Disini peneliti mengamati

interferensi Bahasa Jawa ngoko alus dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia kelas 1. Untuk mengetahui informasi bentuk interferensi dan

penyebab interferensi Bahasa Jawa ngoko alus dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia secara langsung agar mendapat data yang lebih riil.

66

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk

mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, bisa

sambil bertatap muka secara langsung ataupun tanpa tatap muka yaitu

melalui media telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang

diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman. Peneliti

melakukan wawancara secara langsung agar mendapatkan data yang riil

mengenai penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa ngoko alus dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 1.

3. Dokumentasi

Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data yang berupa dokumen atau catatan-catatan yang ada di

MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat kabupaten Semarang.

E. Analisis Data

Menurut Miles dan Faisal dalam winarta (2014: 34-35) analisis

dilakukan selama pengumpulan data di lapangan dan setelah semua data

terkumpul dengan teknik analisis model interaktif. Analisis berlangsug

secara bersama-sama dengan proses pengumpulan data. Setelah seluruh

data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk analisa terhadap

data-data tersebut, antara lain dengan metode sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh ditulis dalam laporan atas data yang

terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh

67

direduksi, dirangkuman, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada

hal-hal yang penting. Data hasil mengihtiarkan dan memilih-melih

berdasarkan satuan konsep tema, dan kategori tertetu akan memberikan

gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga

mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan

atas sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.

2. Deduktif

Analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum

menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus, artinya yakni

ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai

pedoman untuk menganalisis tentang interferensi Bahasa Jawa ngoko

alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono

01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

3. Kualitatif

Menurut Imam (2017: 32) metode yang secara keseluruhan

memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam

bentuk deskripsi. Ciri-ciri terpenting dalam metode kualitatif yakni: a)

memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan

hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural. b) lebih mengutamakan

proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu

berubah. c) tidak ada jarak antara subjek penelitian dengan objek

penelitian, subjek penelitian sebagai instrumen utama, sehingga terjadi

interaksi langsung diantaranya. d) desain dan kerangka penelitian

68

bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka. e) penelitian

bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budaya masing-masing.

Penulis menggunakan metode penelitian ini, untuk meneliti kondisi

objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

Penulis menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin

mendeskripsikan keadaan riil yang terjadi di lapangan.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data peneliti mengungkapkan teknik

triangulasi, yaitu teknik pengumpulandata yang bersifat

menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data

yang telah ada. Tahap-tahap Penelitian disini peneliti melakukan

pengamatan terlebih dahulu terhadap masalah-masalah yang ada dalam

proses pembelajaran bahasa Indonesia, dari berbagai masalah yang

timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi sebuah judul

penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang diperoleh

dilapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data

yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dan

kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

Dalam pelaksanaannya, peneliti membandingkan data informan

primer dengan informan lain, sehingga data benar-benar dapat diuji

kebenarannya. Ada dua macam triangulasi yang digunakan yaitu:

69

1. Triangulasi Sumber Data

Triangulasi sumber berarti mendapatkan data dari sumber yang

berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiono, 2014: 241)

2. Triangulasi Metode

Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui beberapa teknik

pengumpulan data dengan metode yang sama. (Moleong, 2009: 331)

70

BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data

1. Gambaran Umum MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten

Semarang

a. Sejarah Berdirinya MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten

Semarang

Berdirinya madrasah MI Nyatnyono 01 diawali dengan

pertimbangan pada pemeliharaan moral anak-anak usia belajar dan

berkembang. Lima belas tahun pasca Negara Kesatuan Republik

Indonesia merdeka, bukan waktu yang singkat dalam memulihkan

mental bangsa, sehingga timbul rasa perhatian para tokoh agama

khususnya di Desa Nyatnyono untuk memberikan fasilitas kepada

warga sekitar.

Dengan diprakarsai oleh KH. M. Wahab, KH. M. Wahib dan

tokoh agama sekitar pada tahun 1959 berdirilah madrasah hingga kini

berdiri kokoh, tujuan awal pendirian adalah selain pemulihan mental,

juga memberi wadah generasi penerus dalam menimba ilmu supaya

memiliki wawasan yang luas. Meskipun demikian ide yang dicetuskan

beliau semua tidak hanya terhenti di situ, dengan notabene yang

agamis diwilayah Nyatnyono maka corak pendidikan harus

berdasarkan ilmu agama, dan sampai sekarang MI Nyatnyono 01

71

mengacu kurikulum kementrian Agama RI dengan bobot mata

pelajaran umum dan agama yang seimbang.

Meskipun madrasah ini terus mengalami perkembangan yang

signifikan, akan tetapi perjalanannya pun pernah terseok-seok. Dari

pertama berdiri hanya sebatas status yang artinya lokal untuk

pelaksanaan pembelajaran masih dititipkan di rumah warga sekitar,

dan dalam berkembangnya waktu salah satu warga mewakafkan

sebagian tanah untuk dibangun lokal penunjang KBM.

Menurut penjelasan dari Kepala Madrasah beliau Bapak Salim,

S. Ag bahwa MI Nyatnyono 01 bernaung pada LP. Ma‟arif NU yang

menggambarkan tentang madarasah memiliki ciri khas pendidikan

ahlus sunnah wal jama‟ah. Secara organisatoris semua kebijakan

tertumpu pada Banom NU (LP. Ma‟arif) namun berkenaan dengan

sistem mengikuti program kemenag RI sehingga standarisasi

pendidikan yang pemerintah canangkan dapat diaplikasikan oleh

madrasah ini.

Sejak mengalami perkembangan MI Nyatnyono 01 mempunyai

murid di atas 100 siswa, jika dibandingkan dengan madrasah lain yang

ada di Kecamatan Ungaran Barat tergolong madrasah gemuk dan

berprestasi. Hal ini dapat dilihat bahwa tiga tahun terkahir menjadi

juara umum pada kompetensi tingkat madrasah di Kecamatan Ungaran

Barat.

72

b. Visi, Misi dan Tujuan

1. Visi Madrasah

Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono 01 sebagai lembaga pendidikan

dasar berciri khas Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah perlu

mempertimbangkan harapan peserta didik, orang tua, lembaga

pengguna lulusan madrasah dan masyarakat dalam merumuskan

visinya. Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono 01 juga diharapkan

merespon perkembangan dan tantangan masa depan dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi era informasi dan globalisasi yang

sangat cepat. MI Nyatnyono 01 ingin mewujudkan harapan dan

respon dalam visi berikut :

"Generasi Akhlakul Karimah, Berwawasan Multi Intelektual".

2. Misi Madrasah

a) Mengantarkan peserta didik memiliki kemantapan aqidah dan

keluhuran akhlak

b) Melakukan pembelajaran secara RILEK (Rekreatif, Interaktif,

Lugas, Aktif, dan Kondusif)

c) Membekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk

melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.

3. Tujuan

Secara umum, tujuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono

01 adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

73

mengikuti pendidikan lebih lanjut. Bertolak dari tujuan umum

pendidikan dasar tersebut, Madrasah Ibtidaiyah Nyatnyono 01

mempunyai tujuan sebagai berikut :

a) Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Edukatif dan

Menyenangkan (PAIKEM).

b) Mengembangkan potensi akademik, minat dan bakat siswa melalui

layanan bimbingan dan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler

c) Membiasakan perilaku Islami di lingkungan madrasah

d) Meningkatkan prestasi akademik siswa dengan nilai rata-rata 7,0

e) Meningkatkan prestasi akademik siswa di bidang seni dan olahraga

lewat kejuaraan dan kompetisi.

c. Keadaan Siswa

Jumlah siswa MI Nyatnyono 01 Tahun Pelajaran 2017/2018

No Kelas L P J

1 I 24 28 52

2 II 22 23 45

3 III 19 15 34

4 IV 13 14 27

5 V 15 18 33

6 VI 14 2 16

Jumlah 107 100 207

74

Jumlah rombongan belajar:

1) Kelas I : 2 rombongan belajar

2) Kelas II : 2 rombongan belajar

3) Kelas III : 1 rombongan belajar

4) Kelas IV : 1 rombongan belajar

5) Kelas V : 1 rombongan belajar

6) Kelas VI : 1 rombongan belajar

d. Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran

1) Pembelajaran PAIKEM baru terlaksana 80% ketersediaan RPP

mulok madrasah dan TI belum ada.

2) PBM kurang variatif, pembelajaran yang interaktif dan kontekstual

belum maksimal (75%), penggunaan alat peraga masih kurang.

3) Nilai UASBN/UAM dua tahun terakhir rata-rata 7,50 tahun 2015

dan 7,75 pada tahun 2016.

4) Nilai rata-rata rapor tiga tahun terakhir tidak stabil 77, 78, 79.

5) Semua siswa lulus.

6) Semua siswa melanjutkan ke SMP/MTS.

e. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Serta Pengembangannya

Bagian pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya di

uraikan sebagai berikut:

1) Kondisi guru 78% S1 (8 guru) dan SLTA 22% (2 guru).

2) Kondisi kompetensi kepala madrasah 3 tahun terakhir cukup baik,

merencanakan pengembangan madrasah, mengelola kurikulum,

75

tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, keuangan, dan

kelembagaan tetapi belum maksimal.

3) Kondisi tenaga administrasi dan pustakawan masih dirangkap oleh

guru, dan kualifikasi pendidikannya belum selesai.

f. Sarana Prasarana

Pada sarana prasarana madrasah di uraikan sebagai berikut:

1) Dari tahun ke tahun perabot mengalami kerusakan.

2) Rasio jumlah buku untuk mapel umum tidak mencukupi dan untuk

buku mapel agama masih sangat kurang.

3) Alat peraga dan media pembelajaran masih kurang, perlu ditambah

alat peraga PKn, Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, PAI dan

media pembelajaran TI.

4) Peralatan komputer untuk siswa tersedia 2 unit komputer saja.

5) Ruamg kelas cukup baik, ruang UKS dan perpustakaan sudah

tersedia tetapi masih berbentuk sekatan dengan ruang lain serta

kurang sarana dan prasarana penunjangnya, laborat IPA jadi satu

ruangan dengan perpustakaan, dan laborat bahasa belum ada,

mushola sudah ada akan tetapi belum bisa digunakan.

6) Kamar mandi/WC belum memadai, 1 untuk guru dan 2 untuk 207

siswa. Belum memiliki tower air tetapi sudah ada aliran air.

76

g. Keuangan dan Pembiayaan

Keuangan dan pembiayaan madrasah diuraikansebagai berikut:

1) Sumber dana madrasah berasal dari BOS dan dana Komite.

2) Anggaran masih terbatas dan perlu pemberdayaan peran serta

masyarakat (PSM).

h. Budaya dan Lingkungan Madrasah

Budaya dan lingkungan madrasah diuraikan sebagai berikut:

1) Program kebersihan dan keindahan belum terlaksana secara

maksimal.

2) Sudah tersedia taman tetapi perlu perawatan dan penataan.

3) Halaman madrasah 80% sudah dipaving tetapi sudah ada

kerusakan.

4) Penguatan ciri khas madrasah sudah nampak tetapi perlu

ditingkatkan.

i. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan

Peran serta masyarakat dan kemitraan madrasah akan diuraikan

sebagai berikut:

1) AD-ART komite madrasah belum tersedia sementara program

kerja komite menyesuaikan tencana kerja madrasah.

2) Keanggotaan komite sudah sesuai dengan petunjuk tetapi perlu

diadakan pembaharuan karena adanya anggota non aktif.

3) Pertemuan komite masih bersifat insidental, perlu direncanakan

secara sitematis.

77

4) Peran dan fungsi komite sudah berjalan dengan baik perlu

ditingkatkan dan dimaksimalkan.

5) Dukungan masyarakat sudah baik perlu ditingkatkan dan

diperhatikan terutama dukungan pendanaan.

2. Hasil Temuan Penelitian

Pengamatan bentuk interferensi bahasa Jawa yang dilakukan siswa

kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Unagaran Barat Kabupaten

Semarang dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

Tabel Interferensi bahasa, percakapan siswa yang peneliti amati.

NO Tanggal Bentuk Interferensi Indikator

1. 19-03-

2018

Ayo masuk, bu guru

rawuh- bu guru

rawuh

Kata rawuh merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

datang. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu guru kemarin

Sabtu kok mboten

masuk bu?

Kata mboten merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

tidak. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu guru, saya lupa Kata ora tak garap

78

PR-nya ora tak garap merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia tidak saya

kerjakan. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Fadhil, mejone

ampun dipukul-pukul

nanti rusak

Kata mejone ampun

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia mejanya jangan.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

Fatin, ngampil

penghapuse ya?

Kata ngampil merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

pinjam penghapusnya. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

terjadi interferensi.

Bu guru, mbk Ana

sakit wetenge bu

Kata wetenge merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

perute. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

79

interferensi.

Aku punya iwak

ageng-ageng lho di

rumah

Kata iwak ageng-ageng

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia ikan besar-besar.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

Mbk Ofi mboten

istrirahat?

Kata mboten merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

tidak. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Nanti kalau pulang

mlampah bareng ya?

Kata mplampah merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia jalan

kaki. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

2. 20-03-

2018

Bu guru, niku ditulis

tidak?

Kata niku merupakan bahasa

Jawa yang artinya dalam

bahasa Indonesia itu. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

80

terjadi interferensi.

Bu guru, caranya

kepripun itu bu?

Kata kepripun merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

bagaimana. Maka dari itu

pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu guru saya mboten

mudeng bu, itu

caranya.

Kata mboten mudeng

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia tidak paham. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

terjadi interferensi.

Bu saya sudah selesai

bu, boleh wangsul ya

bu?

Kata oleh wangsul

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia boleh pulang.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

3. 21-03-

2018

Ngenjang to, aku

diajak ke Jakarta

sama pakde, mau

jalan-jalan.

Kata Ngenjang to merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

besok. Maka dari itu pada

81

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Rama, nanti pulang

sekolah dolan grioku

ya?

Kata dolan grioku merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia main

ke rumahku. Maka dari itu

pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Nisa aku nyiwun

minum ya?

Kata nyiwun merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

minta. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bukuku ical tadi tak

kasih sini kok.

Kata ical merupakan bahasa

Jawa yang artinya dalam

bahasa Indonesia hilang.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

Bukumu dawah itu

mbk, di bawah meja.

Kata dawah merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

jatuh. Maka dari itu pada

82

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

3. 22-03-

2018

Bu guru, Rizal

mlayu-mlayu trus

jatuh di sana bu

Kata mlayu-mlayu

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia lari-lari. Maka dari

itu pada kalimat tersebut

terjadi interferensi.

Bu guru, saya ngelak

boleh minum bu?

Kata ngelak merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia haus.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

Bu guru, kalau anak

nakal mangken

ditangkap pak polisi

ya bu?

Kata mangken merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

nanti. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu guru, pulange kuk

dangu to bu

Kata kuk dangu merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia kuk

lama. Maka dari itu pada

83

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

4. 23-03-

2018

Bu guru hari ini

senam nopo jalan-

jalan bu

Kata nopo merupakan bahasa

Jawa yang artinya dalam

bahasa Indonesia atau. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

terjadi interferensi.

Tirase bu guru, buku

PR-nya dikumpulkan

mau dinilai

Kata Tirase merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia kata.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

PR-ku dibiji seratus

sama bu guru, kamu

berapa?

Kata dibiji merupakan bahasa

Jawa yang artinya dalam

bahasa Indonesia dinilai.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

Gambar kamu kuk

elik to

Kata elik merupakan bahasa

Jawa yang artinya dalam

bahasa Indonesia jelek. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

terjadi interferensi.

Nag ngece tidak Kata nag ngece merupakan

84

boleh ya, kata bu

guru.

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia kalau

mengejek. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

5. 24-03-

2018

Kamu kala wingi

lihat pesawat ndak?

Kata kala wingi merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

kemarin. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Gambar Saiful apik

banget

Kata apik banget merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

bagus sekali. Maka dari itu

pada kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu guru, tadi saya

pipis baju saya kena

air njut teles bu guru

Kata njut teles merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia trus

basah. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

85

Kamu kalau nakal tak

kandakke bu guru

Kata tak kandakke

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia tak bilangke. Maka

dari itu pada kalimat tersebut

terjadi interferensi.

Kamu ngapusi bu

guru ya, katanya ndak

bawa buku

Kata ngapusi merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

bohongi. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Ngenjang kan hari

Minggu, minta

renang bapak ah ke

Watu Lumpang

Kata ngenjang merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

besok. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

6. 26-03-

2018

Sampea mboten

nderek upacara kan,

tadi?

Kata Sampea mboten nderek

merupakan bahasa Jawa yang

artinya dalam bahasa

Indonesia kamu tidak ikut.

Maka dari itu pada kalimat

86

tersebut terjadi interferensi.

Tadi sarapan sama

endok goreng bu

Kata endok merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia telur.

Maka dari itu pada kalimat

tersebut terjadi interferensi.

Bu guru, besok saya

mboten sekolah

dinakali Faiq

Kata mboten merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia tidak

mau. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Besok kalau besar

aku mau jadi polisi

nangkap sampean cah

nakal

Kata sampean merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

kamu. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu PR-nya digarap

disini boleh bu?

Kata digarap merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

dikerjakan. Maka dari itu

pada kalimat tersebut terjadi

87

interferensi.

Bu guru, kelas lintune

sudah pada pulang bu

Kata lintune merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

lainnya. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Bu guru, dipadosi

pak Qosim, suruh ke

kantor bu

Kata dipadosi merupakan

bahasa Jawa yang artinya

dalam bahasa Indonesia

dicari. Maka dari itu pada

kalimat tersebut terjadi

interferensi.

Dari tabel di atas dapat diketahui bentuk-bentuk interferensi yang

terjadi pada siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat di Kabupaten

Semarang. Data diperoleh melalui pengamatan secara langsung dalam

proses pembelajaran bahasa Indonesia yang ada di MI Nyatnyono 01

Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Bentuk-bentuk interferensi tersebut

saya tulis berdasarkan pengamatan ketika peserta didik berkomunikasi

dengan guru serta teman ketika dalam proses pembelajaran bahasa

Indonesia berlangsung.

88

3. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi Bahasa

Pemilihan bahasa daerah atau bahasa Indonesia dalam

berkomunikasi tentunya tidak mudah kerena kita benar-benar harus

memperhatikan variabel-variabel lain yang memaksa kita untuk memilih

salah satu bahasa agar terwujudnya pola komunikasi yang baik dan benar,

sehingga terbangun suatu hubungan humanis diantara penutur dan lawan

bicara. Faktor penyebab terjadinya interferensi ada dua, faktor linguistik

dan faktor non linguistik. Seperti halnya menurut hasil wawancara dengan

guru kelas 1, Bu Dina menyatakan bahwa faktor linguistik yang

menyebebkan interferensi, antara lain: kontak bahasa, transfer negatif

bahasa, dan sistem bahasa yang berdekatan. Sedangkan faktor

nonlinguistik yang menyebebkan interferensi, antara lain: kebiasaan

berbahasa, dominasi penguasaan bahasa, dan sikap berbahasa.

Dalam subbab ini, peneliti hanya akan mendeskripsikan beberapa anak

yang masih melakukan interferensi bahasa. Data ini diperoleh dari hasil

wawancara 2 versi antara tanggapan guru mengenai siswa melakukan

interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan

tanggapan guru tentang alasan melakukan interferensi bahasa Jawa dalam

memaparkan pelajaran Bahasa Indonesia. Pengamatan penelitian ini

dilakukan pada bulan Maret 2018. Penelitian ini telah dilaksanakan di MI

Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang tahun ajaran

2017/2018 pada tanggal 19 Maret 2018 s.d 26 Maret 2018.

89

Peneliti melakukan wawancara dengan Bu Dina selaku guru kelas

1 MI Nyatnyono 01, Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

Beliau mengemukakan bahwa untuk siswa tentang penyebab terjadinya

interferensi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang, mayoritas siswa

hanya menguasai bahasa Jawa, meski menguasai dua bahasa yakni bahasa

Jawa dan bahasa Indonesia, akan tetapi siswa lebih condong menguasai

bahasa Jawa. Siswa berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari yakni

menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia hanya selingan, belum

bisa pakem atau setia dengan satu bahasa saja. Bahkan di sekolah pun

siswa tak luput dari dua bahasa tersebut, baik bahasa Indonesia maupun

bahasa Jawa, akan tetapi bahasa yang digunakan masih bercampur aduk

baik bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. Siswa lebih memilih bahasa

Jawa dalam berkomunikasi karena menyesuaikan lawan bicaranya dan

banker bahasa siswa masih terbatas mengenai bahasa Indonesia, dan

terjadilahkontak bahasa yang bercampur-campur, kadang berbahasa

Indonesia kadang pula berbahasa Jawa, akan tetapi lebih nyaman

berbahasa Jawa.

Tak hanya permasalahan dalam pembelajaran bahasa Indonesia

untuk siswa di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten

Semarang, terjadinya interferensi dalam pengentar pembelajaran bahasa

Indonesia juga terjadi di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat

Kabupaten Semarang, karena bahasa yang dikuasai oleh guru yakni bahasa

90

Jawa dan bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Ada dua bahasa yang dikuasai oleh guru, yaitu bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Bahasa yang digunakan oleh guru ketika berkomunikasi di

lingkungannya, menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi menyesuaikan

siapa lawan bicaranya. Tak berbeeda dengan bahasa komunikasi ketika di

lingkungan sekitar, bahkan di lingkungan sekolah pun guru menggunakan

dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, akan tetapi masih terselip

bahasa Jawa ketika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru lebih

memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dalam

pengantar pembelajaran bahasa Indonesia, untuk mempermudah

komunikasi dengan siswa, dan guru perlu menerjemahkan apa yang di

ajarkannya ke dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Sehingga kegiatan belajar mengajar pun berjalan dengan lancar.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan

bahwa penyebab interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa

Indonesia ada dua yaitu, kedwibahasaan dan kebiasaan dalam proses

belajar mengajar di kelas dan bahkan terbawa sampai ke lingkungan guru

dan sisiwa. Kedwibahasaan terjadi karena dalam proses pembelajaran,

guru terkadang menggunakan dua bahasa. Faktor kebiasaan terjadi karena

dalam lingkungannya masih banyak penggunaan bahasa Jawa. Jadi,

peserta didik lebih terbiasa menggunakan bahasa Jawa.

91

B. Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian pada proses pengamatan dan

wawancara dalam proses belajar Bahasa Indonesia di kelas 1 MI

Nyatnyono Ungaran Barat di kabupaten Semarang, dalam bagian ini akan

membahas apa yang telah di temukan oleh peneliti tentang analisis bentuk-

bentuk interferensi, alasan terjadinya interferensi dan penyebeb terjadinya

interferensi. Adapun pembahasan mengenai interefrensi yang ditemukan

oleh peneliti diantaranya sebagai berikut:

1. Analis terhadap bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus

dalam pembelajaran Bahasa Bahasa Indonesia kelas 1 MI

Nyatnyono Ungaran Barat di Kabupaten Semarang

Interferensi merupakan penggunaan dua bahasa secara

bersamaan. Interferensi juga bisa disebut dengan bilingual karena

penggunaan dua bahasa secara bersamaan. Bentuk interferensi yang

peneliti temukan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia antara

lain:

Ayo masuk, bu guru rawuh-bu guru rawuh

Bu guru kemarin Sabtu kok mboten masuk bu?

Bu guru, saya lupa PR-nya mboten tak garap

Fadhil, mejone ampun dipukul-pukul nanti rusak

Fatin, ngampel penghapus ya?

Bu guru, mbk Ana sakit wetenge bu

Aku punya iwak ageng-ageng lho di rumah

92

Mbk Ofi mboten istrirahat?

Nanti kalau pulang mlampah bareng ya?

Bu guru, nikuditulis tidak?

Bu guru, caranya kepripunitu bu?

Bu guru saya mboten mudeng bu, itu caranya.

Bu saya sudah selesai bu, boleh wangsul ya bu?

Ngenjang to, aku diajak ke Jakarta sama pakde, mau jalan-jalan.

Rama nanti pulang sekolah dolan grioku ya?

Nisa aku nyiwun minum ya?

Bukuku ical, tadi tak kasih sini kok.

Bukumu dawah itu mbk, di bawah meja.

Bu guru, Rizal mlayu-mlayu trus jatuh di sana bu

Bu guru, saya ngelak boleh minum bu?

Bu guru, kalau anak nakal mangken ditangkap pak polisi ya bu?

Bu guru, pulange kuk dangu to bu

Bu guru hari ini senam nopo jalan-jalan bu

Turine bu guru, buku PR-nya dikumpulkan mau dinilai

PR-ku dibiji seratus sama bu guru, kamu berapa?

Gambar kamu kuk elik to

Nag ngece tidak boleh ya, kata bu guru.

Kamu kala wingi lihat pesawat ndak?

Gambar Saiful apik banget

Bu guru, tadi saya pipis baju saya kena air njut teles bu guru

93

Kamu kalau nakal tak kandakke bu guru

Kamu ngapusi bu guru ya, katanya ndak bawa buku

Ngenjang kan hari Minggu, minta renang bapak ah ke Watu

Lumpang

Sampean mboten melu upacara kan, tadi?

Tadi sarapan sama endok goreng bu

Bu guru, besok saya mboten sekolah dinakali Faiq

Besok kalau besar aku mau jadi polisi nangkap sampean cah

nakal

Bu PR-nya digarap disini boleh bu?

Bu guru, kelas lintune sudah pada pulang bu

Bu guru, dipadosi pak Qosim, suruh ke kantor bu

Berdasarkan data di atas bentuk-bentuk interferensi yang

terdapat dalam pembelajaran bahasa Indonesia termasuk bentuk

interferensi morfologi. Interferensi morfologi dibagi menjadi 3 unsur

yang meliputi, afiks reduplikasi, dan kompositum. Dari data yang

ditemukan maka akan dibahas berdasarkan unsur morfologis sebagai

berikut:

1) Ayo masuk, bu guru rawuh-bu guru rawuh

Penjelasan dari “Ayo masuk, bu guru rawuh-bu guru rawuh”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Ayo masuk, bu guru datang-bu

94

guru datang”. Kata teko merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah datang.

2) Bu guru kemarin Sabtu kok mboten masuk bu?

Penjelasan dari “Bu guru kemarin Sabtu kok mboten masuk bu?”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, kemarin Sabtu

kenapa tidak masuk bu?”. Kata kok mboten merupakan kata

dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah

kenapa tidak.

3) Bu guru, saya lupa PR-nya mboten tak garap

Penjelasan dari “Bu guru, saya lupa PR-nya mboten tak garap”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, saya lupa PR-nya

tidak dikerjakan”. Kata ora tak garap merupakan kata dalam

bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak

dikerjakan.

4) Fadhil, mejone ampun dipukul-pukul nanti rusak

Penjelasan dari “Fadhil, mejone ampun dipukul-pukul nanti

rusak” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Fadhil, mejanya

95

jagan dipukul-pukul nanti rusak”. Kata mejone ojo merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah mejanya janagan.

5) Fatin, ngampil penghapuse ya?

Penjelasan dari “Fatin, ngampil penghapuse ya?” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Fatin, pinjam penghapusnya ya?”. Kata

njilei penghapuse merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan

dalam bahasa Indonesia adalah pinjam penghapusnya.

6) Bu guru, mbk Ana sakit wetenge bu

Penjelasan dari “Bu guru, mbk Ana sakit wetenge bu” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bu guru, mbk Ana perutnya sakit bu”. Kata

wetenge merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah perutnya.

7) Aku punya iwak ageng-ageng lho di rumah

Penjelasan dari “Aku punya iwak ageng-ageng lho di rumah”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Aku punya ikan besar-besar

96

lho di rumah”. Kata iwak gedi-gedi merupakan kata dalam bahasa

Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah ikan besar-besar.

8) Mbk Ofi mboten istrirahat?

Penjelasan dari “Mbk Ofi mboten istirahat?” kalimat tersebut

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa

antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut

seharusnya “Mbk Ofi tidak istirahat?”. Kata ora merupakan kata

dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah

tidak.

9) Nanti kalau pulang mlampah bareng ya?

Penjelasan dari “Nanti kalau pulang mlampah bareng ya?”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Nanti kalau pulang jalan

bareng ya?”. Kata mlampah merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah jalan.

10) Bu guru, niku ditulis tidak?

Penjelasan dari “Bu guru, niku ditulis tidak?” kalimat tersebut

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa

antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut

seharusnya “Bu guru, itu ditulis tidak?”. Kata kuwi merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah itu.

97

11) Bu guru, caranya kepripun itu bu?

Penjelasan dari “Bu guru, caranya kepripun i itu bu?” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bu guru, itu caranya bagaimana bu?”. Kata

kepiye merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah bagaimana.

12) Bu guru saya mboten mudeng bu, itu caranya.

Penjelasan dari “Bu guru saya mboten mudeng bu, itu caranya”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru saya tidak paham bu,

itu caranya”. Kata ora mudeng merupakan kata dalam bahasa

Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak paham.

13) Bu saya sudah selesai bu, boleh wangsul ya bu?

Penjelasan dari “Bu saya sudah selesai bu, boleh wangsul ya bu?

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu saya sudah selesai bu,

boleh pulang ya bu?”. Kata wangsul merupakan kata dalam

bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah pulang.

98

14) Ngenjang to, aku diajak ke Jakarta sama pakde, mau jalan-jalan.

Penjelasan dari “Ngenjang to,, aku diajak ke Jakarta sama pakde,

mau jalan-jalan” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Besok, aku diajak

ke Jakarta sama pakde, mau di jalan-jalan”. Kata sesok

merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah tidak besok.

15) Rama, nanti pulang sekolah dolan grioku ya?

Penjelasan dari “Nanti pulang sekolah dolan grioku ya?” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Rama, nanti pulang sekolah main rumahku

ya?”. Kata dolan omahku merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah main rumahku.

16) Nisa aku nyiewun minum ya

Penjelasan dari “Nisa aku nyiewun minum ya?” kalimat tersebut

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa

antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut

seharusnya “Nisa, aku minta minum ya”. Kata njaluk merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah minta.

99

17) Bukuku ical, tadi tak kasih sini kok.

Penjelasan dari “Bukuku ical, tadi tak kasih sini kok” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bukuku hilang, tadi tak kasih sisni kok”.

Kata ilang merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah tidak hilang.

18) Bukumu dawah itu mbk, di bawah meja.

Penjelasan dari “Bukumu dawah itu mbk, di bawah meja” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bukumu jatuh itu mbk, di bawah meja”.

Kata dawah merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah jatuh.

19) Bu guru, Rizal mlayu-mlayu terus jatuh di sana bu

Penjelasan dari “Bu guru, Rizal mlayu-mlayu terus jatuh di sana

bu” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, Rizal lari-lari terus

jatuh di sana bu”. Kata mlayu-mlayu merupakan kata dalam

bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah lari-lari.

100

20) Bu guru, saya ngelak boleh minum bu?

Penjelasan dari “Bu guru, saya ngelak boleh minum bu?” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bu guru, saya haus boleh minum bu?”. Kata

ngelak merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah haus.

21) Bu guru, kalau anak nakal mangken ditangkap pak polisi ya bu?

Penjelasan dari “Bu guru, kalau anak nakal mangken ditangkap

pak polisi ya bu?” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, kalau

anak nakal nanti ditangkap pak polisi ya bu?”. Kata engko

merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah nanti.

22) Bu guru, pulange kuk dangu to bu

Penjelasan dari “Bu guru, pulange kuk dangu to bu” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bu guru, pulangnya kok lama bu ”. Kata

suwi merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah lama.

101

23) Bu guru hari ini senam nopo jalan-jalan bu?

Penjelasan dari “Bu guru hari ini senam nopo jalan-jalan bu?”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru hari ini senam apa

jalan-jalan bu?”. Kata opo merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah apa.

24) Turine bu guru, buku PR-nya dikumpulkan mau dinilai

Penjelasan dari “Turine bu guru, buku PR-nya dikumpulkan mau

dinilai” kalimat tersebut merupakan interferensi bahas

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Kata bu guru,

buku PR-nya dikumpulkan mau dinilai”. Kata jare merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah kata.

25) PR-ku dibiji seratus sama bu guru, kamu berapa?

Penjelasan dari “PR-ku dibiji seratus sama bu guru, kamu

berapa?” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “PR-ku dinilai

seratus sama bu guru, kamu berapa?”. Kata dibiji merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah dinilai.

102

26) Gambar kamu kuk elik to

Penjelasan dari “Gambar kamu kuk elik to” kalimat tersebut

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa

antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut

seharusnya “Gambar kamu kok jelek to”. Kata elik merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah jelek.

27) Nag ngece tidak boleh ya, kata bu guru.

Penjelasan dari “Nag ngece tidak boleh ya, kata bu guru” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Kalau mengejek tidak boleh ya, kata bu

guru”. Kata nag ngece merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah kalau mengejek.

28) Kamu kala wingi lihat pesawat tidak?

Penjelasan dari “Kamu kala wingi lihat pesawat tidak?” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Kamu kemarin lihat pesawat tidak?”. Kata

wingi merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah kemarin.

103

29) Gambar Saiful apik banget

Penjelasan dari “Gambar Saiful apik banget” kalimat tersebut

merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa

antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut

seharusnya “Gambar Saiful bagus sekali”. Kata apik banget

merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah bagus sekali.

30) Bu guru, tadi saya pipis baju saya kena air njut teles bu guru

Penjelasan dari “Bu guru, tadi saya pipis baju saya kena air njut

teles bu guru” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, tadi

saya pipis baju saya kena air terus basah bu guru”. Kata njut

teles merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah terus basah.

31) Kamu kalau nakal tak maturke bu guru

Penjelasan dari “Kamu kalau nakal tak maturke bu guru” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Kalau kamu nakal tak bilang ke bu guru”.

Kata kandakke merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan

dalam bahasa Indonesia adalah bilang ke.

104

32) Kamu ngapusi bu guru ya, katanya tidak bawa buku

Penjelasan dari “Kamu ngapusi bu guru ya, katanya tidak bawa

buku” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa

dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Kamu bahongi

bu guru ya, katanya tidak bawa buku”. Kata ngapusi merupakan

kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia

adalah bohong.

33) Ngenjang kan hari Minggu, minta renang bapak ah ke Watu

Lumpang

Penjelasan dari “Ngenjang kan hari Minggu, minta renang bapak

ah ke Watu Lumpang” kalimat tersebut merupakan interferensi

bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Besok kan

hari Minggu, minta renang bapak ah ke Watu Lumpang”. Kata

sesok merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah besok.

34) Sampean mboten tumut upacara kan, tadi?

Penjelasan dari “Sampean mboten tumut upacara kan, tadi?”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Kamu tidak ikut upacara kan,

105

tadi?. Kata kowe ra melu merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah kamu tidak ikut.

35) Tadi sarapan sama endok goreng bu

Penjelasan dari “Tadi sarapan sama endok goreng bu” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Tadi sarapan sama telur goreng bu”. Kata

endok merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah telur.

36) Bu guru, besok saya mboten sekolah dinakali Faiq

Penjelasan dari “Bu guru, besok saya mboten sekolah dinakali

Faiq” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, besok saya tidak mau

sekolah dinakali Faiq”. Kata emoh merupakan kata dalam bahasa

Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak mau.

37) “Besok kalau besar aku mau jadi polisi nangkap sampean cah

nakal!”

Penjelasan dari “Besok kalau besar aku mau jadi polisi nangkap

sampean cah nakal!” kalimat tersebut merupakan interferensi

bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Besok kalau

besar aku mau jadi polisi nangkap kamu anak naka! ”. Kata kowe

106

cah merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam bahasa

Indonesia adalah kamu anak.

38) Bu PR-nya digarap disini boleh bu?

Penjelasan dari “Bu PR-nya digarap disini boleh bu?” kalimat

tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua

bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat

tersebut seharusnya “Bu PR-nya dikerjakan disini boleh bu?. Kata

digarap merupakan kata dalam bahasa Jawa sedangkan dalam

bahasa Indonesia adalah dikerjakan.

39) Bu guru, kelas lintune sudah pada pulang bu

Penjelasan dari “Bu guru, kelas lintune sudah pada pulang bu”

kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, kelas lainnya sudah

pada pulang bu”. Kata liyone merupakan kata dalam bahasa Jawa

sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah lainnya.

40) Bu guru, dipadosi pak Qosim, suruh ke kantor bu

Penjelasan dari “Bu guru, dipadosi pak Qosim, suruh ke kantor

bu” kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan

adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu guru, dicari pak Qosim,

suruh ke kantor bu”. Kata digoleki merupakan kata dalam bahasa

Jawa sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah dicari.

107

2. Analisis penyebab terjadinya interferensi bahasa

Sebagaimana yang telah di paparkan pada bab sebelumnya mengenai

faktor penyebab interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia antara lain:

a. Faktor kedwibahasaan

Faktor kedwibahasaan ini terjadi karena dalam proses pembelajaran

bahasa Indonesia guru lebih condong menggunakan bahasa Jawa dan

terbiasa menggunakan bahasa Jawa, bahkan guru lebih akrab dengan

bahasa Jawa, sehingga peserta didik mengalami kontak bahasa dalam

berkomunikasi. Tidak cukupnya kosakata suatu bahasa dalam

menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, menghilangnya

kata-kata yang jarang digunakan, kebutuhan akan sinonim dan antonim

dan prestise bahasa sumber. Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya

kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab

terjadinya interferensi bahasa.

b. Faktor kebiasaan

Faktor kebiasaan terjadi karena akibat terbawanya kebiasaan-

kebiasaan ujaran bahasa ibu (bahasa pertama) dan lebih akrab

menggunakan bahasa Jawa, bahasa tersebut menjadi bahasa ibu dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian peserta didik jadi lebih

terbiasa menggunakan bahasa Jawa dalam bahasa sehari-harinya.

Peserta didik pun lebih menguasai bahasa Jawa, dikarenakan bahasa

108

Jawa merupakan bahasa ibu sejak ia lahir hingga tumbuh besar,

sehingga bahasa yang di pahami oleh siswa adalah bahasa Jawa.

109

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

interferensi bahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Interferensi yang terdapat dalam penelitian ini adalah interferensi

morfologi dengan unsur afiks, reduplikasi dan kompositum.

2. Adapun faktor penyebab terjadinya interfensi bahasa Jawa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu: a) kedwibahasaan terjadi karena

dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia guru terkadang

menggunakan bahasa Jawa dan lebih condong menggunakan bahasa

Jawa. Sehingga peserta didik mengalami kontak bahasa dalam

berkomunikasi. b) kebiasaan siswa menggunakan bahasa Jawa dalam

berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan

tempat tinggalnya.

B. Saran

Berdasarkan tindak lanjut dari penelitian ini, maka penulis

memberikan beberapa saran, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagi Kepala Sekolah

Hendaknya kepada kepala sekolah memberikan dukungan kepada

guru dalam mengajar dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan

110

guru dalam kegiatan belajar mengajar, baik media pembelajaran

maupun pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan keterampilan

mengajar guru di sekolah.

2. Bagi Guru

Penelitian ini, sangat diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para

pendidik untuk dapat menerapkan tentang penggunan bahasa dengan

baik dan benar, supaya kedepannya pun lebih baik dalam tercapainya

cita-cita dalam mencerdaskan anak bangsa.

3. Bagi Siswa

Diharapkan bagi siswa untuk lebih menghargai guru dalam

pembelajaran di kelas dan dapat bekerja sama dengan baik dalam

proses belajar mengajar. Gemar berbahasa Indonesia yang baik dan

benar, karena bahasa Indonesia itu indah apabila digunakan dengan

baik dan benar maka cintailah bahasa Indonesia.

111

DAFTAR PUSTAKA

Arum, Imam Mas. 2017. Modul Pengantar Perkuliahan Semester Genap Teori

Dan Sejarah Sastra. Salatiga: Tidak diterbitkan

Atmaja, Dwija. 2018. Bahasa Jawa Untuk SD/MI. Sukoharjo: CV Hasan Pratama

Bahroni. 2012. Kuasailah Dunia Dengan Bahasa Memahami Pokok-pokok Ilmu

Bahasa. Salatiga: STAIN Salatiga Pres

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Darajat, Zakiah dkk. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Harjawiyana, Haryana dkk. 2001. Kamus Unggah-ungguh Basa Jawa.

Yogyakarta: Kanisius

Maryam, Siti. 2002. Buku Pedoman Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta:

Departemen Agama RI

Purwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Media Abadi

. .. 2005. Belajar Bahasa Jawa Krama Inggil. Jogjakarta: Hanan Pustaka

. 2005. Unggah-ungguhing Basa Jawi. Jogjakarta: Hanan Pustaka

Sugono, Dendy dkk. 2003. Pengindonesiaan Kata dan Istilah Asing I. Jakarta:

Departemen pendidikan Nasional

. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Suandi, I Ngenah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sudaryanto. 1994. Pemanfaatan Potensi Bahasa. Jogjakarta: Gadjah Mada

University Press

Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius

112

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Asfiyah

Tempat/Tanggal lahir : Kab. Semarang 14 Januari 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat :

No. Hp : 0895365392724

Riwayat Pendidikan :

1. MI Rohmatullah Cokro Grabag Magelang ,

lulus tahun 2008

2. MTs Rohmatullah Cokro Grabag Magelang,

lulus tahun 2011

3. MA Al-Manar Bener Tengaran Semarang,

lulus tahun 2014

Riwayat Organisasi :

1. Ketua OSIS 2009 MTs Rohmatullah Cokro

2. Pengurus IKASAMA PP Al-Manar

3. Sekretaris II HMJ PGMI 2015-2016

4. Bendahara Karang Taruna Nyatnyono 2017-

sekarang

Demikian riwayat hidup ini dibuat sebenar-benarnya.

Krajan RT/RW: 002/004, Desa Nyatnyono, Kec.

Ungaran Barat Kab. Semarang

113

114

115

116

117

118

119

120

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Daftar pertanyaan wawancara dibagi menjadi dua versi yaitu: 1) versi

pertanyaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya interferensi dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat

kabupaten Semarang. 2) versi pertanyaan untuk guru tentang penyebab terjadinya

interfernsi dalam penganjar pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 MI

Nyatnyono 01 Ungaran Barat kabupaten Semarang. Adapun daftar pertanyaannya

sebagai berikut:

A. Daftar pertanyaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya interferensi

dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

1. Bahasa pertama apa yang dikuasai siswa di kelas 1 MI Nyatnyono 01

Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

2. Ada berapakah bahasa yang dikuasai oleh siswa?

3. Bahasa apakah yang digunakan oleh siswa untuk berkomunikasi ketika

berada di lingkungan tempat tinggalnya?

4. Bahasa apakah yang digunakan oleh siswa untuk berkomunikasi ketika

berada di lingkungan sekolah?

5. Mengapa siswa kelas 1 lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam

berkomunikasi?

B. Daftar pertanyaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam

pengantar pembelajaran bahasa Indonesia.

1. Bahasa apakah yang dikuasai oleh guru di kelas 1 MI Nyatnyono 01

Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

121

2. Ada berapakah bahasa yang dikuasai oleh guru di kelas 1 MI Nyatnyono

01 Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

3. Bahasa apa yang digunakan oleh guru untuk berkomunikasi di

lingkungan tempat tinggalnya?

4. Bahasa apa yang digunakan oleh guru untuk berkomunikasi di

lingkungan sekolah?

5. Mengapa guru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

Jawa dalam pengantar pembelajaran bahasa Indonesia?

122

LAMPIRAN

Suasana Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia

Peserta Didik Memperhatikan yang Diajarkan Oleh Guru

123

Ketika Guru dan Peserta didik berkomunukasi

Ketika Proses pembelajaran Berlangsung dan Peserta didik sedang Berkomunikasi

124

Suasana di dalam kelas yang menyenangkan

Selesai kegiatan belajar mengajar dan wawancara